BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1
Gambaran Umum Lokasi Penelitian Unit Pelaksanaan Teknis Dinas Daerah Pangkalan Pendaratan Ikan (UPTD
PPI) Kota Gorontalo terletak di kelurahan Tenda Kecamatan Hulonthalangi dengan luas areal 0,8 Ha. Lokasi ini berada tidak jauh dari pemukiman penduduk yakni ± 700 m. UPTD PPI ini terbentuk semenjak gorontalo belum jadi daerah otonom dimana masih termasuk wilayah provinsi Sulawesi Utara. Dalam lahan yang luasnya 0,8 Ha terdapat sarana dan prasarana atau infrastruktur yang menunjang kegiatan operasional UPTD.PPI yang dapat dilihat dalam tabel 4.1 di bawah ini. Tabel 4.1 Data Aset dan Inventaris UPTD.PPI Kota Gorontalo NO
NAMA BARANG
SATUAN
JUMLAH
KET
1
Gedung kantor TPI
Unit
1
2
Gedung
Unit
1
3
Gedung
Unit
1
4
Gedung
Unit
1
5
Gedung
Unit
1
dipakai oleh koperasi Tinelo dipakai oleh koperasi Dulohupa dipakai oleh Satker pengawsan & TMB dipakai oleh HNSI dan POKWASMAS
6
Unit
1
Procesing Ikan
7
Gedung Dermaga Tambat Labuh
Unit
1
8
Mesjid
Unit
1
9
Unit
2
Unit
1
11
Bangsal Lelang Bangsal Pembuatan jarring Gedung Pertemuan Nelayan
Unit
1
12
Pos Penjaringan
Unit
2
10
38
39
13 14
Pabrik Es Dispensing Bahan bakar
Unit
1
Unit
1
15
Toilet
Unit
2
16 17
Instalasi air PDAM Bak Penampungan air
Unit Unit
2 1
18
Tempat / pos penyimpanan Pompa air
Unit
1
19
PLN
Unit
2
20
Lemari Kaca
Buah
2
21
Lemari biasa
Buah
1
22
Meja
Buah
10
23
Kursi
Buah
6
24
Kursi plastik
Buah
100
25
Komputer
Unit
1
26
Kipas Angin
Buah
1
27
Radio Olban (pantai )
Unit
1
28 29
Radio HT Audio / Pengeras suara
Unit
7
Unit
1
30 31
Kendaraan Roda dua Buah 1 Kendaraan Roda Buah 1 empat/Box Sumber : Data Profil UPTD PPI Kota Gorontalo
Belum beroperasi Dikelola oleh Koperasi Dulohupa
40
Secara layout gambaran lokasi UPTD.PPI dapat dilihat pada gambar 4.1 di bawah ini.
Gambar 4.1 Layout UPTD.PPI Kota Gorontalo (Sumber : data profil UPTD PPI Kota Gorontalo)
4.2
Hasil Penelitian Hasil penelitian ini berupa tingkat kapadatan lalat yang diperoleh melalui
pengukuran langsung di Tempat Pelelangan Ikan. Hasil penelitian didapatkan dengan membandingkan tingkat kepadatan lalat di masing-masing fly grill yang berbeda warna. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan selama tiga
41
hari berturut-turut diperoleh data rerata kepadatan lalat ke tujuh jenis warna fly grill pada waktu pagi, siang, dan sore, serta rerata kepadatan lalat perwarna. Data tersebut dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut ini. Tabel 4.2 Hasil pengukuran kepadatan lalat yang menggunakan beberapa jenis warna fly grill di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Kota Gorontalo tahun 2014 Jenis Warna No Waktu Putih Asli Coklat Hitam Merah Biru Kuning kayu 1 Hari Pagi 5 6 5 4 5 6 10 pertama Siang 8 7 8 5 7 6 10 Sore 17 15 12 9 9 6 26 2 Hari Pagi 8 8 4 3 4 5 11 kedua Siang 8 17 9 6 5 5 17 Sore 16 19 6 5 9 4 26 3 Hari Pagi 10 17 5 10 5 5 23 ketiga Siang 10 10 7 5 6 6 17 Sore 16 13 7 4 8 5 18 10,89 12,44 7 5,67 6,44 5,33 17,56 Rerata Sumber: Data Primer Untuk rincian hasil pengukuran dapat dilihat pada lampiran 2. Dalam penelitian ini juga dilakukan pengukuran suhu dan kelembaban di TPI Kota Gorontalo. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut ini Tabel 4.3 Pengukuran rerata suhu, kelembaban udara dan kepadatan lalat semua jenis warna fly grill di lokasi penelitian di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Kota Gorontalo tahun 2014 No Waktu Suhu Kelembaban Kepadatan o 1 Pagi 28 C 96.5% 7,57 o 2 Siang 33 C 89.8% 8,52 o 3 Sore 29 C 94.8% 11,90 Sumber: Data Primer Data di atas ini merupakan pengukuran suhu dan kelembaban selama tiga hari yang telah dirata-ratakan berdasarkan waktu yaitu pagi, siang, dan sore.
Rerata 5,86 7,29 13,43 6,14 9,57 12,14 10,71 8,71 10,14
42
Begitu juga dengan kepadatan lalat, adalah hasil rata-rata kepadatan lalat semua warna selama tiga hari dan telah dirata-ratakan berdasarkan waktu. Data
kepadatan lalat di atas dideskripsikan dalam grafik batang
berdasarkan nilai rerata masing-masing warna fly grill. Hal ini dilakukan untuk melihat warna apa yang paling tinggi tingkat kepadatan lalat melalui perbandingan tinggi batang grafik. Untuk hasilnya dapat dilihat pada gambar 4.2 di bawah ini.
Gambar 4.2 Grafik Rerata kepadatan lalat yang hinggap pada setiap warna fly grill Dari gambar di atas dapat diinterpretasikan bahwa warna kuning adalah warna yang paling disukai oleh lalat yang selanjutnya warna asli kayu, putih,
43
coklat, merah, hitam dan biru. Sesuai dengan jumlah kepadatan lalat pada tiap-tiap warna fly grill dapat terlihat jelas bahwa warna fly grill yang paling disenangi dari yang paling tertinggi sampai pada yang terendah yaitu warna kuning dengan jumlah rerata kepadatan lalat 17,56, warna asli kayu dengan jumlah rerata kepadatan lalat 12,44, warna putih dengan jumlah rerata kepadatan lalat 10,89, warna coklat dengan jumlah rerata kepadatan lalat 7, warna merah dengan jumlah rerata kepadatan lalat 6,44, warna hitam dengan jumlah rerata kepadatan lalat 5,67 dan warna biru dengan jumlah rerata kepadatan lalat 5,33. Selain itu, hasil yang diperoleh di atas juga dapat dibuat persentase hasilnya berdasarkan masing-masing warna. Dari hasil perhitungan pada lampiran 6 diperoleh bahwa rata-rata kepadatan lalat untuk masing-masing warna fly grill dapat dipersentasekan sebagai berikut : Putih 16,92 %, Asli Kayu 18,46, Coklat 10,77 %, Hitam 9,23 %, Merah 9,23 %, Biru 7,69 %, Kuning 27,69. Sehingga jika dilihat dari rata-rata persentase kepadatan lalat per masing-masing warna fly grill warna yang paling disukai jika diurutkan adalah sebagai berikut : warna kuning, asli kayu, putih, coklat, merah, hitam dan biru. Untuk perbedaan kepadatan lalat berdasarkan rata-rata persentase per warna fly grill dapat dilihat pada gambar 4.3 di bawah ini.
44
Gambar 4.3 Grafik Persentase Rata-rata kepadatan Lalat Tiap Warna fly grill Dari grafik di atas dapat diinterpretasikan bahwa tingkat kepadatan lalat pada fly grill warna kuning paling besar dan yang tingkat kepadatan lalat paling sedikit adalah fly grill warna biru. 4.3
Analisis Data
4.3.1 Pengujian normalitas data Pengujian normalitas data merupakan salah satu syarat yang harus terpenuhi dalam menentukan statistik uji yang akan digunakan dalam pengujian data selanjutnya. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh dari hasil penelitian terdistribusi normal atau tidak terdistribusi normal. Pengujian statistik data ini dilakukan dengan menggunakan teknik uji kecocokan dengan statistik uji chi-kuadrat pada taraf nyata α = 0,05. Berdasarkan hasil perhitungan statistik uji chi-kuadrat seperti terdapat pada lampiran 3 dengan hasil yang diperoleh seperti terlihat pada tabel 4.4 berikut ini.
45
Tabel 4.4 Uji Normalitas Data Kepadatan Lalat Warna Fly Grill Biru
Hitam
Putih
Kuning
Merah
Coklat
Asli Kayu
Jenis Pengukuran Jumlah Kepadatan Lalat Jumlah Kepadatan Lalat Jumlah Kepadatan Lalat Jumlah Kepadatan Lalat Jumlah Kepadatan Lalat Jumlah Kepadatan Lalat Jumlah Kepadatan Lalat
2
2
hitung
tabel
Keterangan
9,126
11,070
Normal
5,258
11,070
Normal
8,595
11,070
Normal
4,901
11,070
Normal
5,230
11,070
Normal
5,457
11,070
Normal
8,586
11,070
Normal
Dari tabel di atas terlihat bahwa
2
2
hitung< tabel(1-α)
(k-1), dengan
demikian, berdasarkan kriteria pengujian hipotesis H0 diterima yang berarti data yang diperoleh terdistribusi normal. 4.3.2 Pengujian hipotesis Berdasarkan hasil pengujian normalitas didapatkan data terdistribusi normal maka selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji statistik One Way-Anova(anova satu jalur). Dengan menggunakan statistik uji One Way-Anova dilihat perbedaan yang signifikan antara penggunaan berbagai macam warna fly grill terhadap tingkat kepadatan lalat di TPI, jika Fhitung ≥ Ftabel. Sehingga, jika terdapat perbedaan yang
46
signifikan antara penggunaan berbagai macam warna fly grill terhadap tingkat kepadatan lalat maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh penggunaan berbagai macam warna fly grill terhadap tingkat kepadatan lalat. Dengan menggunakan uji statistik One Way-Anova untuk uji hipotesis, diperoleh serangkaian unsur data pokok dalam perhitungan One Way-Anova dalam tabel di bawah ini. Tabel 4.5 Pengujian One Way-Anova Sumber Jumlah Kuadrat (JK) d.b MK F Variasi Kelompok dbk = K – 1 JK k ( X k ) 2 ( X T ) 2 M Kk (K) = 9-1 dbk JK k Nilai Fhitung nk N =8 MK k 1086,18 Fo (268,96 298,91 1059,86 MK d 8 2757,42 361,00 135,77 135,77 1406,25) 5522,28 14,27 1086,18 9,51 Nilai Ftabel (8.54) JK D M K D Dalam (d) dbd = N – K = 2,114 dbd JK d JK T JK k = 63- 9 770,63 1856,81 1086,18 = 54 54 14,27
770,63 JK T X T 2
Total (T)
( X T ) 2
N 7379,09 5522,28 1856,81
dbT = N – 1 = 63– 1 = 62
Berdasarkan hasil uji hipotesis sesuai yang terdapat pada tabel di atas diperoleh perbandingan antara harga Fhitung dengan Ftabel seperti pada tabel 4.6
Fhitung 9,51
Tabel 4.6 Uji Hipotesis Statistika Ftabel (α= 5% ,dk= (8, 54) 2,114
Keterangan H0 ditolak
47
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh Fhitung sebesar 9,51 Sedangkan Ftabel diperoleh pada taraf kepercayaan 0,05 diperoleh (α=0,05; (dkk, dkd) sebesar 2,114. Dengan demikian secara statistik dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan terima H1. Hal ini menunjukan bahwa terdapat perbedaan antara tingkat kepadatan lalat yang menggunakan fly grill warna biru, hitam, putih, kuning, merah, coklat, dan warna asli kayu, sehingga dapat diketahui terdapat pengaruh penggunaan variasi warna fly grill terhadap tingkat kepadatan lalat. 4.4
Pembahasan Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan variasi warna fly grill untuk
mengukur tingkat kepadatan lalat di Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Fungsi penggunaan variasi warna pada fly grill adalah untuk melihat warna yang paling disukai oleh lalat. Karena dilihat dari sifatnya, menurut Rozendaal (dalam Sayono dkk, 2005) menyatakan bahwa: “Kepadatan dan penyebaran lalat sangat dipengaruhi oleh reaksi terhadap cahaya, suhu dan kelembaban udara, serta warna dan tekstur permukaan tempat”. Warna fly grill yang digunakan antara lain Biru, Hitam, Putih, Kuning, Merah, Coklat dan warna Asli Kayu. Warna fly grill ini diperoleh dari pewarnaan cat yang bermerek Avian dengan no cat Biru 733, Hitam 0, Putih 0, Kuning 466, Merah 192, Coklat 301. Penggunaan merek cat yang digunakan adalah cat yang sama untuk semua jenis warna yang digunakan. Sedangkan untuk jenis kayu yang digunakan adalah kayu Buarao. Fly grill yang digunakan adalah fly grill dengan ukuran total 80 cm x 80 cm, dengan per bilah kayu 80 cm x 2 cm dan tebal 1 cm. Fly grill dibuat dengan spasi 2 cm per bilah kayu.
48
Pengukuran kepadatan lalat yang dilakukan di TPI ini dilakukan pengukuran di tiga titik lokasi yaitu di bagian tengah TPI dan bagian ujung-ujung TPI. Pengukuran dilakukan dengan serangkaian pengukuran pada 7 buah fly grill dengan 10 kali pengulangan pengukuran untuk ke 7 warna fly grill. Hal ini dilakukan untuk melihat jumlah kepadatan lalat pada fly grill yang berbeda warna melalui pengontrolan durasi waktu 30 detik untuk tiap kali pengukuran yang sama untuk masing-masing fly grill yang berbeda warna. Hasil pengukuran akhir merupakan hasil perhitungan rata-rata kepadatan lalat di tiga titik lokasi untuk masing-masing warna fly grill. Dari hasil yang diperoleh dapat dilihat bahwa rata-rata kepadatan lalat untuk masing-masing warna fly grill disimpulkan bahwa warna fly grill yang paling disukai jika diurutkan adalah warna kuning, asli kayu, putih, coklat, merah, hitam dan biru. Hal ini menunjukkan bahwa warna fly grill yang paling disukai lalat adalah warna kuning kemudian warna asli kayu dan selanjutnya warna putih, sedangkan untuk fly grill yang memiliki kepadatan lalat yang rendah menunjukkan bahwa lalat kurang tertarik pada warna tersebut seperti warna coklat, merah, hitam dan terutama warna biru. Hasil penelitian ini juga didukung oleh pendapat Kusnaedi (dalam Sayono dkk, 2005), yang menyatakan bahwa “lalat lebih tertarik pada warna kuning. Menurut Bennet (dalam Sayono dkk, 2005) bahwa “lalat lebih tertarik pada warna putih” serta menurut Azwar (dalam Sayono dkk, 2005) bahwa “lalat kurang tertarik (takut) pada warna biru”. Selain itu juga, jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Alfa (2010), rata-rata kepadatan lalat
49
dari yang tertinggi sampai dengan terendah yaitu dimulai dengan warna asli kayu, warna putih, warna kuning, warna merah, warna biru, warna hitam, dan warna coklat. Hal ini hampir sama dimana rata-rata kepadatan lalat yang tertinggi pada warna kuning, putih dan warna asli kayu serta kapadatan lalat terendah pada warna coklat, merah, biru, dan hitam. Jika dilihat dari perolehan data secara langsung dari hasil pengukuran dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan pada penggunaan variasi warna fly grill terhadap tingkat kepadatan lalat. Tidak hanya diinterpretasi seperti di atas berdasarkan rerata hasil pengukuran yang diperoleh langsung, data yang telah diperoleh ini juga akan dilakukan uji statistik untuk membuktikan hipotesis statistik yang telah dibuat. Data yang telah dideskripsikan diuji kembali dengan menggunakan One WayAnova. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis terdapat perbedaan yang signifikan pada penggunaan variasi warna fly grill terhadap tingkat kepadatan lalat. Hasil uji one way Anova yang telah dilakukan mengindikasikan bahwa uji F signifikan pada kelompok uji yang ditunjukkan oleh nilai Fhitung sebesar 9,51 yang lebih besar dari pada Ftabel(8.54) sebesar 2,114 (Fhitung ≥ Ftabel), diperkuat dengan nilai kritik α = 5% atau 0,05. Hasil ini menjelaskan bahwa H0 ditolak dengan hipotesis statistik H0 = tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat kepadatan lalat yang menggunakan fly grill warna biru, hitam, putih, kuning, merah, coklat, dan warna asli kayu. Dengan kriteria pengujian untuk hipotesis adalah Kriteria pengujian untuk hipotesis adalah tolak H0 jika harga Fhitung ≥ Ftabel maka artinya signifikan dan jika Fhitung ≤ Ftabel maka berarti terima H0 artinya tidak signifikan
50
dengan taraf signifikan 5% atau 0,05. Artinya hasil uji hipotesis statistik penelitian ini menolak H0 yang menyatakan bahwa “tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat kepadatan lalat yang menggunakan fly grill warna biru, hitam, putih, kuning, merah, coklat, dan warna asli kayu” yang berarti bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat kepadatan lalat yang menggunakan fly grill warna biru, hitam, putih, kuning, merah, coklat, dan warna asli kayu. Dengan demikian hal ini menunjukkan bahwa hipotesis penelitian yang dibuat terterima yaitu terdapat pengaruh tingkat kepadatan lalat yang menggunakan fly grill warna biru, hitam, putih, kuning, merah, coklat, dan warna asli kayu. Jadi terlihat bahwa terdapat pengaruh penggunaan variasi warna fly grill. Hal ini jika dihubungkan dengan apa yang telah dijelaskan dalam Depkes RI, 1991, Lalat merupakan serangga yang bersifat fototropik, yaitu menyukai sinar. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, sinar adalah cahaya. Menurut Sadili dkk dalam Gamma (2008) warna dalam ilmu fisika adalah gejala yang timbul karena suatu benda memantulkan cahaya dan mempunyai sifat cahaya bergantung pada panjang gelombang cahaya yang dipantulkan oleh benda tersebut. Lalat yang merupakan salah satu serangga yang memiliki mata majemuk yang dapat berkontraksi terhadap warna sehingga preferensinya berbeda pula terhadap warna. Metclaf (dalam Bagun, 2009), menyatakan bahwa Serangga lebih tertarik pada spektrum warna kuning-hijau dengan panjang gelombang 500-600 nm. Adapun warna yang berada pada rentang panjang gelombang tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
51
Gambar 4.4 Spektrum warna Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa lalat sangat menyukai warna kuning. Sehingga warna kuning yang menarik perhatian lalat sering dijadikan alat perangkap lalat atau alat untuk mengukur kepadatan lalat. Untuk warna asli kayu, Umaniyah (2010) menyatakan bahwa panjang gelombangnya berkisar antara 401500 nm dan Sasas (2000) mengatakan milton roy colour memiliki panjang gelombang 400-700 nm, selain itu warna asli kayu ini dapat memantulkan cahaya. Sedangkan warna putih, merupakan cahaya monokromatik yang dapat menghamburkan spektrum warna tampak. Dalam Depkes (1991) dikatakan bahwa lalat suka pada cahaya. Warna kuning, putih dan warna asli kayu dapat membuat lalat tertarik berdasarkan data yang diperoleh. Data yang telah diuji hipotesis statistiknya ini sudah terlebih dahulu diuji kenormalan datanya dengan uji Chi-Kuadrat. Data yang menunjukkan normal memenuhi kriteria
2
untuk warna biru 9,126, putih 8,595, 2
hitung
2
2
hitung< tabel(1-α)
hitung
2
hitung
(k-1). Dengan value yang diperoleh
untuk warna hitam 5,258,
untuk warna kuning 4,901,
untuk warna coklat 5,457, dan
2
hitung
2
hitung
2
hitung
2
hitung
untuk warna
untuk warna merah 5,230,
untuk warna asli kayu 8,586.
52
Dengan
2
tabel(1-α)
(k-1) adalah 11,070, sehingga semua data baik itu data
kepadatan lalat pada fly grill warna Biru, Putih, Coklat, Merah, Kuning, Hitam dan warna Asli Kayu data yang diperoleh signifikan artinya berdistribusi normal sehingga data yang diperoleh dapat dilanjutkan untuk diuji hipotesis statistiknya. Selama pengukuran kapadatan lalat peneliti juga mengukur suhu dan kelembaban. Depkes (1991) menjelaskan bahwa lalat mulai terbang pada temperatur 150C dan aktifitas optimumnya pada temperatur 210C. Pada temperatur di bawah 7,50C tidak aktif dan di atas 450C terjadi kematian pada lalat. Sedangkan Kelembaban erat hubungannya dengan temperatur setempat. Berdasarkan hasil pengukuran suhu dan kelembaban yang dilakukan dapat dikatakan bahwa kelembaban udara sangat berpengaruh bagi kepadatan lalat, hal ini dijelaskan bahwa jika suhu udara dibawah atau dingin maka kelembaban udara tinggi yang juga diikuti oleh perubahan tingkat kepadatan lalat yang menunjukkan tingkat kepadatan lalat meningkat. Dengan bertambahnya kelembaban suatu lokasi maka kepadatan lalat meningkat. Namun pada penelitian ini dapat dilihat pada lampiran 5 bahwa pada pagi hari ketika keadaannya lembab tingkat kepadatan lalat rendah yang seharusnya kepadatan lalatnya tinggi. Hal ini disebabkan oleh aktifitas di TPI pada pagi hari. Karena pada pagi hari TPI banyak dipadati pembeli yang lalu lalang sehingga mempengaruhi hasil pengukuran. Selain itu, jika dibandingkan kondisi pagi, siang dan sore keadaannya sangat berbeda. Dimana pada pagi hari TPI belum menghasilkan bau yang terlalu busuk karena ikan yang diperdagangkan masih segar serta tingkat kebersihannya masih bersih jika dibandingkan pada siang hari dan semakin sore. Karena pada siang hari
53
dan sore hari bau busuk yang dihasilkan semakin menusuk serta ketika semakin siang dan sore hari mulai ada sisa-sisa potongan ikan-ikan kecil yang tergelatak di saluran air, tempat pembuangan sampah serta papan tempat penjualan bekas pagi hari. Aktifitas di TPI semakin siang sampai sore mulai sunyi. Kelemahan dalam penelitian ini selain yang telah dijelaskan di atas, kecepatan angin yang sering berubah-ubah juga dapat mempengaruhi populasi lalat pada saat pengukuran, dalam penelitian ini juga tidak dilakukan pengukuran sinar pantul dari setiap warna yang ada, supaya untuk mengetahui warna apa yang memiliki pantulan sinar tertinggi.