BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.
Persiapan Benur Udang Vannamei dan Pengemasan Benur udang vannamei yang digunakan dalam penelitian berasal dari Balai
Benih Air Payau (BBAP) Situbondo menggunakan transportasi udara. Benur udang vannamei tiba di Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) Lamu Kabupaten Boalemo Provinsi Gorontalo dengan menggunakan transportasi darat dari Bandar Udara pada hari Minggu tanggal 23 Juni 2013 pukul 17.00 WITA. Benur udang vannamei yang tiba di Balai Budidaya Ikan Pantai (BBIP), berjumlah 150.000 ekor dengan kondisi udang vannamei sehat dan tidak terjadi kematian selama transportasi dari Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Situbondo, menuju Balai Budidaya Ikan Pantai (BBIP) Lamu, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo. Setelah benur tiba di Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) Lamu, Kabupaten Boalemo, benur udang vannamei diaklimatisasi untuk penyesuaian terhadap lingkungan yang baru. Aklimatisasi dilakukan untuk menghindari stress yang mengakibatkan kematian terhadap benur udang vannamei. Aklimatisasi terhadap udang vannamei di Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) dilakukan selama 3 hari dalam bak fiber. Selanjutnya benur udang vannamei diambil dengan menggunakan skop net dengan kapasitas 2250 ekor/skop net. Benur udang vannamei yang terambil oleh skop net, kemudian dimasukkan ke dalam loyang plastik dan selanjutnya dihitung dengan menggunakan handcounter sesuai perlakuan yang dilakukan. Setelah dihitung benur udang vannamei (Litopenaeus vannamei) dan dimasukan ke dalam kantong plastik, setelah itu ditambahkan oksigen. Perbandingan oksigen dan air adalah
2 : 1.
Bagian terbuka dari kantong plastik diikat dengan 24
menggunakan karet gelang dan dimasukan ke dalam kotak Styrofoam, yang terlebih dahulu kantong plastik diberi label sebagai tanda perbedaan perlakuan yang dilakukan. Kantong plastik yang berisi benur diletakan dalam posisi berdiri dalam kotak
Styrofoam yang diacak dengan menggunakan Rancangan Acak
Lengkap (RAL). Pada bagaian sudut – sudut kotak Styrofoam diletakkan potongan es batu yang telah dibungkus dengan kertas koran agar tidak cepat mencair. Setelah kantong plastik tersusun dengan rapi selanjutnya kotak Styrofoam ditutup dan diikat dengan menggunakan lakban, sehingga kantong plastik aman selama pengangkutan. Masing – masing kotak diberi label sebagai penanda pengambilan data. Selanjutnya kotak Styrofoam diletakkan di mobil pick up dan siap diangkut menuju ke lokasi tambak di Desa Lemito Pantai, Kecamatan Lemito, Kabuaten Pohuwato. Pengangkutan dilakukan pada pukul 01.00 WITA. Gerbhards (1965) menyatakan bahwa pengemasan memegang peran penting dalam pengawetan bahan hasil pertanian dan perikanan. Pengemasan dapat mencegah atau megurangi kerusakan bahan yang dikemas. Selain itu, pengemasan juga berfungsi untuk mempermudah penyimpanan, pengangkutan dan distribusi bahan baku hasil pertanian dan perikanan. Penggunaan wadah plastik yang diletakkan pada kotak styrofoam meningkatkan kelangsungan hidup sebesar 99,99%. Kotak styrofoam yang digunakan sebagai kemasan primer dalam pengangkutan komoditas perikanan hidup untuk menghindari penetrasi panas yang dapat merubah suhu di dalam kotak pengemas.
25
4.2.
Tingkat Kelangsungan Hidup Benur Udang Vannamei Jumlah rata – rata benur udang vannamei sebelum dan sesudah penelitian
dengan 5 perlakuan yakni perlakuan A dengan kepadatan 2000 ekor, perlakuan B kepadatan 2500 ekor, perlakuan C kepadatan 3000 ekor, perlakuan D dengan kepadatan 3500 ekor dan perlakuan E dengan kepadatan 4000 ekor dengan tiga kali ulangan dengan lama pengangkutan selama 4 jam terhitung dari Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) Lamu, Kabupaten Boalemo pada pukul 01.00 WITA sampai pada tujuan transportasi pada pukul 05.00 wita di Kabuaten Pohuwato dapat di lihat pada Tabel 4 berikut. Tabel 4. Jumlah Rata – Rata Udang Vannamei Sebelum dan Sesudah Pengangkutan Sistem Tertutup Jumlah Rata Rata (ekor) Sebelum Pengangkutan Sesudah Pengangkutan A 2000 ekor 1994.98 B 2500 ekor 2489.11 C 3000 ekor 2985.22 D 3500 ekor 3476.45 E 4000 ekor 3967 Sumber: Data Olahan, 2013 Perlakuan
Hasil perhitungan tingkat kelangsungan hidup benur udang vannamei (Litopenaeus vannamei,) selama pengangkutan dengan 5 perlakuan yakni perlakuan A dengan kepadatan 2000 ekor, perlakuan B kepadatan 2500 ekor, perlakuan C kepadatan 3000 ekor, perlakuan D dngan kepadatan 3500 ekor dan perlakuan E dengan kepadatan 4000 ekor dengan tiga kali ulangan dan tiga kali pengambilan data dengan lama pengakutan 4 jam dapat di lihat pada Tabel 5 berikut.
26
Tabel 5. Tingkat Kelangsungan Hidup Benur Udang vannamei (Litopenaeus vannamei)Selama Pengangkutan Rata - Rata Tingkat Kelangsungan hidup Perlakuan (%) 2000 ekor 2500 ekor 3000 ekor 3500 ekor 4000 ekor
99,74 99,56 99,51 99,33 99,17
Sumber: Data Olahan, 2013 Berdasarkan Tabel 5, tingkat kelangsungan hidup Benur Udang vannamei (Litopenaeus
vannamei)
selama
pengangkutan
untuk
semua
perlakuan
ditabulasikan dalam bentuk grafik batang yang dapat dilihat pada Gambar 4 berikut ini.
99.74 99.56
99.51 99.33 99.17
Gambar 4. Grafik tingkat kelangsungan hidup Benur Udang vannamei (Litopenaeus vannamei) Berdasarkan Tabel 5 dan Gambar 4 di atas, bahwa kelangsungan hidup benur udang vannamei (Litopenaeus vannamei), masih dalam batas toleransi dalam sistem transportasi benur, semakin tinggi tingkat kepadatan benur semakin 27
menurun nilai tingkat kelangsungan hidupnya. Namun dalam penelitian ini nilai tingkat kelangsungann hidup untuk semua perlakuan cukup tinggi (99,17 % 99,74 %). Hasil Analisa one-way analysis of variance (ANOVA) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antar perlakuan. Hasil penghitungan nilai FHitung 1,97 lebih kecill dari pada FTabel (3,48) pada taraf 0,05. Jika FHitung < FTabel 0,05, maka H1 di tolak Ho di terima, yang artinya tidak ada perbedaan pengaruh perlakuan terhadap tingkat kelangsungan hidup udang vannamei yang di transportasikan secara tertutup. Rosyida, (2004) menyatakan bahwa pengaruh kepadatan dalam proses transportasi pada benur udang telah dilakukan pada komoditas udang windu (Penaeus monodon), dengan menggunakan kepadatan benur 1000 ekor/liter, 1500 ekor/liter, 2000 ekor/liter dan kepadatan benur 2500 ekor/liter. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antar perlakuan yang dilakukan. Karena mortalitas benur cukup tinggi terjadi pada saat penghitungan dan setelah proses transportasi itu sendiri berlangsung. Kelangsungan hidup benur udang vannamei (Litopenaeus vannamei) dapat dipengaruhi tingkat kepadatan karena terjadi persaingan ruang gerak dan oksigen terlarut dalam wadah pengangkutan. Hal ini sesuai pernyataan Susanto, (2009), bahwa kepadatan sangat mempengaruhi kelangsungan hidup selama pengangkutan karena semakin padat ikan/udang yang diangkut akan semakin ketat pula persaingan penggunaan ruang dan oksigen terlarut. Namun dalam penelitian ini perlakuan tingkat kepadatan tidak berpengaruh terhadap tingkat 28
kelangsungan hidup benur selama pengangkutan. Hasil menunjukkan bahwa tingkat kelangsungan hidup yang ditransportasikan selama 4 jam dengan sistem tertutup dan tingkat kepadatan berbeda memberikan nilai yang tinggi. Tingginya tingkat kelangsungan hidup benur udang vannamei selama pengangkutan dipengaruhi oleh kualitas benur udang vannnamei yang digunakan. Kondisi udang vannamei yang berasal dari Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Situbondo, sesuai pengamatan secara visual kondisi benurnya terlihat sehat dengan ciri-ciri warna tubuh transparan, bergerak dengan aktif saat berenang di wadah penampungan dan pergerakannya cepat melawan arus air. Hal ini sesuai dengan pendapat Sugianto dan Mujiman (2002) yang menyatakan bahwa benur yang baik berwarna tidak pucat baik hitam maupun merah, aktif bergerak, sehat dan mempunyai alat tubuh yang lengkap. Selain itu benur yang baik dan sehat akan berenang melawan arus putaran air, dan setelah arus berhenti, benur tetap aktif bergerak. Dilihat dari kelangsungan hidupnya semua perlakuan yang dilakukan bagus terbukti dengan hasil penelitian, semua perlakuan menunjukkan tingkat kelangsungan hidup yang cukup tinggi (99,17 % - 99,74 %). Dari segi efisiensi waktu dan biaya maka lebih menguntungkan dengan menggunakan kepadatan 4.000 ekor dalam transportasi dengan system tertutup dengan waktu ± 4 jam. 4.3.
Kualitas Air Pengukuran parameter kualitas air dalam kantong plastik yang berisi benur
udang vannamei (Litopenaeus vannamei) dilakukan di Balai Benur Ikan Pantai (BBIP), Kabupaten Boalemo,
yakni sebelum benur dimasukkan ke dalam 29
kantong plastik dan pada saat benur udang vannamei (Litopenaeus vannamei) tiba di lokasi tujuan Kabupaten Pohuwato sebelum benur udang vannamei (Litopenaeus vannamei) diaklimatisasi. Pengukuran parameter kualitas air meliputi pengukuran suhu, salinitas dan pH. Data pengukuran parameter kualitas air sebelum dan sesudah pengangkutan dapat di lihat pada Tabel 6 berikut. Tabel 6. Parameter Kualitas Air Pengangkutan Benur Udang Vannamei Parameter Kualitas Air Perlakuan Suhu (0C) pH Salinitas Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah A 21 29 8 7,5 26 24 B 21 29 8 7,5 26 24 C 21 29 8 7,5 26 24 D 21 29 8 7,5 26 24 E 21 29 8 7,5 26 24 Sumber: Data Olahan, 2013 4.2.1. Suhu Suhu optimal pertumbuhan udang antara 26-320 C. Udang vannamei juga memiliki toleransi suhu yang luas yaitu berada pada kisaran 15 – 330C. Jika suhu lebih lebih tinggi dari kisaran suhu optimal akan meningkatkan toksisitas dari zat – zat terlarut yang kemudian meningkatkan kebutuhan oksigen dari peningkatan suhu tubuh, serta meningkatkan laju metabolisme.. Imbasnya pada pada kebutuhan oksigen terlarut menigkat (Briggs, et. al. 2004). Kisaran suhu air sebelum pengangkutan benur udang vannamei, masingmasing perlakukan A, B, C, D dan E kisarannya adalah 21 0C, sedangkan suhu air dalam kantong plastik setelah di lokasi Kabupaten Pohuwato pada masing-masing perlakuan mengalami perubahan menjadi 290C. Terjadinya kenaikan suhu pada pengangkutan disebabkan oleh konsumsi oksigen untuk respirasi oleh benur yang ada dalam kantong plastik. Hal ini sesuai dengan pendapat Haslam (1995) dalam 30
Effendi (2003), bahwa peningkatan suhu menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi orgenisme air yang mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen. Peningkatan suhu air sebesar 10OC, menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen oleh organisme air sebesar 2- 3 kali lipat. Dalam penelitian ini peningkatan suhu hanya 80C sehingga keberadaan oksigen masih mampu memenuhi kebutuhan oksigen bagi benur air untuk melakukan proses metabolisme dan respirasi. Menurut Haslan (1995) dalam
Effendi (2003),
peningkatan suhu 100C, akan disertai dengan penurunan kadar oksigen terlarut, sehingga keberadaan oksigen sering tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen bagi organisme air untuk melakukan metabolisme dan respirasi. Berka (1986), menyatakan bahwa suhu merupakan faktor yang penting dalam transportasi. Jika suhu air rendah, maka pH air akan tinggi dan metabolisme menjadi rendah. Selanjutnya dijelaskan bahwa jika suhu berfluktuasi secara drastis, dapat berakibat buruk bagi pertumbuhan. Suhu air dipengaruhi oleh radiasi cahaya matahari, suhu udara, cuaca dan lokasi. Air mempunyai kapasitas yang besar untuk menyimpan panas sehingga suhunya relatif konstan dibandingan dengan suhu udara, perbedaan suhu air antara pagi hari dan siang hari hanya 200 C. Tidak berbedannya suhu antar perlakuan mungkin disebabkan oleh waktu pengangkutan yang dilakukan pada malam hari sehingga tidak ada pengaruh cahaya matahari. Penggunaan wadah Styrofoam juga turut berpengaruh. Hal ini sesuai dengan pendapat Gerbhards (1965), bahwa kotak styrofoam yang digunakan sebagai kemasan primer dalam pengangkutan komoditas perikanan 31
hidup untuk menghindari penetrasi panas yang dapat merubah suhu di dalam kotak pengemas. Untuk mempertahankan suhu kemasan, maka digunakan satu atau dua bongkah es 0.5 – 1.0 kg yang dibungkus dengan kertas koran. Bongkahan es diletakan dibagian atas atau bawah kemasan. Selain itu bongkahan es juga dapat diletakkan dibagian sudut – sudut kemasan. Pembungkusan bongkahan es dengan menggunakan
koran
berfungsi
untuk
meminimalkan
perembesan
air
(Rosyida, 2004). 4.2.2. Salinitas Risaldi (2011) menyatakan bahwa salinitas merupakan salah satu aspek kualitas air yang memegang peranan penting karena mempengaruhi pertumbuhan udang. Udang yang berumur 1-2 bulan memerlukan kadar garam 15-25 ppt agar pertumbuhan dapat optimal. Setelah umur lebih dari 2 bulan pertumbuhan relatif baik dan kisaran salinitas yang dibutuhkan 5-30 ppt. Pada musim kemarau kadar garam bisa mencapai 40 ppt. Pada benih udang vaname (PL12) yang biasa disebut benur sampai dengan PL 28 ataupun PL 32 mampu hidup pada kisaran salinitas 5 – 45 ppt dengan salinitas optimal 10 – 30 ppt; Kisaran salinitas sebelum pengangkutan benur udang vannamei masih berada di Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) Lamu, Kabupaten Boalemo, masingmasing perlakukan A, B, C, D dan E kisarannya adalah 26 ppt, sedangkan kisaran salinitas air setelah di lokasi Desa Lemito Pantai, Kecamatan Lemito, Kabupaten Pohuwato pada masing-masing perlakuan mengalami perubahan menjadi 24 ppt.
32
Penurunan salinitas pada transportasi benur udang vannamei masih dalam batas toleransi untuk pengangkutan benur udang vannamei. Hal ini sesuai dengan pendapat Briggs et., al. (2004), bahwa udang putih vanamei dapat hidup pada
kisaran salinitas 0 – 45 ppt, namun tumbuh baik pada 15 – 25 ppt. Sedangkan menurut Wyban dan Sweeney (1991) bahwa udang vanamei memiliki toleransi salinitas optimal yang luas yaitu 15 – 35 ppt. 4.2.3. pH Kisaran pH sebelum pengangkutan benur udang vannamei masih berada di Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) Provinsi Gorontalo untuk semua perlakuan adalah 8, sedangkan kisaran pH air setelah di lokasi Kabupaten Pohuwato pada semua perlakuan
mengalami
perubahan
menjadi
7,5.
Perubahan
pH
selama
pengangkutan benur udang vannamei masih dalam batas toleransi pada kegiatan pengakutan benur. Hal ini sesuai dengan pendapat Haliman dan Adijaya, (2005) bahwa derajat keasaman (pH) air tambak yang baik untuk budidaya udang vanamei adalah 7,5 – 8,5. Selanjutnya Effendi (1985) menyatakan bahwa sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai pH sekitar 7-8,5. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan, misal proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah Berdasarkan hasil penelitian perbedaan parameter kualitas air sebelum dan setelah pengangkutan dipengaruhi oleh kepadatan sampel pada masing-masing perlakuan yang berbeda. Akan tetapi parameter kualitas air selama penelitian dilakukan masih dalam batas toleransi untuk pengangkutan benur udang
33
vannamei.
Hasil pengukuran ketiga parameter tersebut untuk lima perlakuan
masih berada dalam kisaran yang disyaratkan untuk pengangkutan benur.
34