BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini di laksanakan pada 28 April sampai 5 Mei 2013 di Desa Tabumela. Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui gambaran Sanitasi Lingkungan wilayah pesisir danau Limboto di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo yang meliputi, Sarana Air Bersih, Kepemilikan Jamban, Pengelolaan Sampah, dan Saluran Pembuangan Air Limbah. 4.1 Hasil 4.1.1
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
4.1.1.1 Demografi Secara administratif Desa Tabumela terletak di wilayah Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo, dan memiliki batas–batas administrasi sebagai berikut : 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Ilotidea 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Tilote / Kota Gorontalo 3. Sebelah Timur berbatasan dengan Sungai Bolango 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Danau Limboto
40
41
Gambar 4.1 peta lokasi penelitian Desa Tabumela. Wilayah Desa Tabumela dengan luas keseluruhan ± 82,50 Ha terbagi dalam 5 (Lima) Dusun yaitu Dusun Teratai, Dusun Kuntum Mekar, Dusun Mujair, Dusun Kabos dan Dusun Flamboyan. Secara geografis, wilayah Desa Tabumela terbagi pada 2 kelompok masyarakat besar yang berada di 5 (Lima) dusun. Dusun Kuntum Mekar dan Mujair terletak di bagian Utara desa dan Dusun Teratai, Kabos serta Flamboyan terletak dibagian selatan desa. Hubungan transportasi masyarakat di kedua wilayah tersebut hanya melalui jalan Desa Tilote sebab belum tersedianya sarana jalan penghubung masyarakat Dusun Mujair dan Kabos. Dari data kependudukan, pada tahun 2009 Desa Tabumela memiliki penduduk sejumlah 1967 Jiwa. Tapi di Tahun 2011 Desa Tabumela mengalami lomjakan jumlah penduduk yang cukup tinggi yakni sekitar 5,2 % dengan jumlah total 2075 jiwa. Dusun dengan jumlah penduduk terbanyak adalah Dusun Flamboyan yakni 575 jiwa, kemudian Dusun Kuntum Mekar sejumlah 482,
42
Dusun Teratai sejumlah 442, Dusun Mujair 310 jiwa dan dusun dengan jumlah penduduk terkecil adalah Dusun Kabos dengan jumlah penduduk 266 jiwa. 4.1.1.2 Keadaan Sosial Jumlah Penduduk Desa Tabumela Kecamatan Tilango Tahun 2008 sebesar 1955 Jiwa, Tahun 2009 naik sebesar 2,3 % sehingga menjadi 1967 Jiwa, sedangkan di Tahun 2011 berkembang menjadi 2075 berarti prosentasenya naik 5,2 %. 1.
Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Mata pencaharian Jumlah penduduk Kontruksi Pedagang 264 Petani 108 Nelayan 435 Tukang 13 Angkutan 63 TNI / Polri 5 PNS 24 Buruh 21 Jasa Lainnya 4 Tidak ada usaha 1138 Jumlah 2075 Sumber : Monografi Desa Tabumela Tahun 2011
43
2.
Pendidikan
Tabel berikut menunjukkan tingkat pendidikan warga di Desa Tabumela Belum sekolah/ D1/ Dusun SD SLTP SLTA D3 S1 S2 Jumlah tdk D2 tamat Teratai
363
43
25
11
-
-
-
-
442
Kuntum mekar
327
74
39
20
09
8
5
-
482
Mujair
247
30
21
12
-
-
-
-
310
Kabos
211
33
18
04
-
-
-
-
266
Flamboyan
470
66
30
09
-
-
-
-
575
TOTAL JUMLAH
1618
246
133
56
09
08
05
-
2075
4.1.1.3 Keadaan Ekonomi Roda perekonomian penduduk Desa Tabumela lebih didominasi oleh sektor Perikanan dan Pertanian. Data yang ada menunjukan bahwa sebagian besar masyarakat terutama yang berada di Dusun Teratai, Kabos, Flamboyan dan Dusun Mujair bermata pencaharian sebagai nelayan dan sebagian petani, sementara di Dusun Kuntum Mekar didominasi pedagang, Pegawai Negeri Sipil/Honorer, buruh harian dan-lain-lain. Sedangkan untuk lahan perkebunan yang ada di Desa ini adalah seluas 37.25 Ha, itupun bila pada saat musim penghujan tidak dapat dimanfaatkan untuk bercocok tanam sebab tergenang banjir, sehingga dimanfaatkan oleh para nelayan untuk mencari ikan diperairan Danau Limboto. Pada musim penghujan yang sering menyebabkan banjir, banyak masyarakat beralih profesi menjadi nelayan dadakan namun disisi lain menjadi
44
permasalahan rutin
sebab disaat-saat banjir banyak bangunan yang rusak
terutama rumah-rumah penduduk dan juga fasilitas umum, seperti gedung sekolah, TK, PAUD, MCK, Drainase, serta jalan yang ironisnya parah kerusakannya dibanding fasilitas lain. Disamping itu wabah penyakit menular setelah pascah banjir juga menjadi permasalahan yang sangat vital. Hal ini sangat mengganggu roda perekonomian penduduk setempat. 4.1.2
Hasil Penelitian Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada 186 KK, diperoleh hasil
penelitian mengenai sarana air bersih, kepemilikan jamban keluarga, pengelolaan sampah dan saluran pembuangan air limbah adalah sebagai berikut : 4.1.2.1 Sarana air bersih 1. Distribusi responden berdasarkan sarana air bersih Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan untuk sarana air bersih wilayah pesisir danau limboto di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo dapat ditampilkan pada tabel 4.1 sebagai berikut : Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Sarana Air Bersih Kepemilikan Sarana Air Bersih Milik Sendiri Bukan Milik Sendiri Total Jenis Sarana Sumber data primer 2013
Jenis Sarana Sumur Gali 8 10 18
PDAM 102 66 168
Total Kepemilikan Sarana 110 76 186
Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa untuk sarana air bersih responden yang milik sendiri dilihat dari jenis sarana untuk sumur gali ada 8 KK dan PDAM 102
45
KK sedangkan yang bukan milik sendiri untuk sumur gali sebanyak 10 KK, dan PDAM ada 66 KK. 2. Distribusi responden berdasarkan kualitas air bersih Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan untuk kualitas air bersih wilayah pesisir danau limboto di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo dapat ditampilkan pada tabel 4.2 sebagai berikut : Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Kualitas Air Bersih Kualitas Air Bersih Memenuhi syarat Tidak memenuhi syarat Total Sumber data primer 2013
Jumlah Warna 178 8 186
Bau 181 5 186
Rasa 185 1 186
Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa untuk kualitas air bersih responden telah memenuhi syarat dilihat dari warna sebanyak 178, untuk bau 181 dan rasa sebanyak 185 sedangkan tidak memenuhi syarat untuk warna sebanyak 8, untuk bau sebanyak 5 dan rasa hanya 1. 4.1.2.2 Kepemilikan Jamban 1. Distribusi responden berdasarkan kepemilikan jamban Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan untuk kepemilikan jamban wilayah pesisir danau limboto di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo dapat ditampilkan pada tabel 4.3 sebagai berikut :
46
Tabel 4.3 Distribusi Berdasarkan Kepemilikan Jamban Kepemilikan Jamban Ada Tidak ada Total Sumber data primer 2013
Jumlah n 60 126 186
% 32.3 67.7 100.0
Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa untuk kepemilikan jamban responden masih banyak yang tidak ada jamban, yaitu sebanyak 67,7% sedangkan yang ada jamban hanya sebanyak 32,3%. 2. Distribusi responden berdasarkan jenis jamban Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan untuk jenis jamban wilayah pesisir danau limboto di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo dapat ditampilkan pada tabel 4.4 sebagai berikut : Tabel 4.4 Distribusi Berdasarkan Jenis Jamban Jenis Jamban Jamban dengan septic tank Jamban tanpa septic tank Total Sumber data primer 2013
Jumlah n 57 3 60
% 95.0 5.0 100.0
Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa untuk jenis jamban yang digunakan oleh responden yaitu jamban dengan septic tank sebanyak 95,0% dan adapun jamban tanpa septic tank, yaitu sebanyak 5,0%. 3. Distribusi responden yang tidak memiliki jamban berdasarkan tempat buang air besar
47
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan untuk yang tidak memiliki jamban berdasarkan tempat buang air besar wilayah pesisir danau limboto di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo dapat ditampilkan pada tabel 4.5 sebagai berikut : Tabel 4.5 Distribusi Responden Yang Berdasarkan Tempat Buang Air Besar Tempat Buang Air Besar Sungai/danau Kebun/pekarangan Menumpang di WC tetangga Total Sumber data primer 2013
Tidak
Memiliki
Jamban
Jumlah n 78 20 28 126
% 61.9 15.9 22.2 100.0
Berdasarkan tabel 4.5 diketahui bahwa responden yang tidak memiliki jamban sering menggunakan sungai/danau, yaitu sebanyak 61,9%, untuk kebun yakni sebanyak 15,9% dan masih menumpang di tetangga sebanyak 22,2%. 4.1.2.3 Pengelolaan Sampah 1. Distribusi responden berdasarkan pengelolaan sampah Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan untuk pengelolaan sampah wilayah pesisir danau limboto di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo dapat ditampilkan pada tabel 4.6 sebagai berikut : Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Pengelolaan Sampah Tempat Pengelolaan Sampah Di kumpul lalu dibakar Di buang sembarangan Total Sumber data primer 2013
Jumlah n 61 125 186
% 32.8 67.2 100.0
48
Berdasarkan tabel 4.6 diketahui bahwa untuk pengelolaan sampah responden paling banyak sampahnya dibuang sembarangan yaitu sebanyak 67,2%, sedangkan yang lainnya di kumpul lalu di bakar yaitu sebanyak 32,8%. 4.1.2.4 Saluran Pembuangan Air Limbah 1. Distribusi responden berdasarkan saluran pembuangan air limbah Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan untuk saluran pembuangan air limbah wilayah pesisir danau limboto di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo dapat ditampilkan pada tabel 4.7 sebagai berikut : Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Saluran Pembuangan Air Limbah Saluran Pembuangan Air Limbah Ada Tidak ada Total Sumber data primer 2013
Jumlah n 44 142 186
% 24.7 75.3 100.0
Berdasarkan tabel 4.7 diketahui bahwa untuk saluran pembuangan air limbah yang tidak ada sebanyak 75,7%, sedangkan yang ada hanya sebanyak 24,7%. 2. Distribusi responden berdasarkan jenis pembuangan air limbah Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan untuk jenis pembuangan air limbah wilayah pesisir danau limboto di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo dapat ditampilkan pada tabel 4.8 sebagai berikut :
49
Tabel 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pembuangan Air Limbah Jenis Pembuangan Air Limbah Permanen Non permanen Tidak memiliki Total
Jumlah n 30 14 142 186
% 16.7 8.1 75.3 100.0
Sumber data primer 2013 Berdasarkan tabel 4.8 diketahui bahwa jenis pembuangan air limbah responden paling banyak tidak memiliki saluran yaitu sebanyak 75,3%, sedangkan yang permanen hanya 16,7% dan untuk non permanen ada sebanyak 8,1%. 4.2 Pembahasan 4.2.1
Sarana Air Bersih Berdasarkan tabel 4.1 diperoleh bahwa distribusi responden berdasarkan
kepemilikan sarana air bersih yang terbanyak terdapat pada milik sendiri yaitu sebanyak 110 (59,1%) dan distribusi responden yang bukan milik sendiri yaitu sebanyak 76 (40,9%). Kepemilikan sarana air bersih yang ditemukan pada sebagian besar responden yaitu menggunakan air PDAM karena pemerintah telah mengupayakan air PDAM untuk dapat dikonsumsi oleh masyarakat sedangkan yang tidak memiliki sarana air bersih mereka harus mengangkut air dari sumur atau membeli air PDAM dari tetangga demi mendapatkan air bersih. Ditinjau dari ilmu kesehatan masyarakat, penyediaan sumber air bersih harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat karena persediaan air bersih yang terbatas memudahkan timbulnya penyakit di masyarakat (Mubarak dan chayatin.
50
2009: 298). Oleh karena itu, disebabkan keadaan social ekonomi mereka yang masih rendah, mereka belum mampu memasang air PDAM di rumah mereka sendiri sehingga mereka masih menggunakan air dari tetangganya. Berdasarkan hasil yang diperoleh bahwa distribusi responden berdasarkan Sumber air bersih yang mereka gunakan sebagian besar telah berasal dari air PDAM sebanyak 168 (90,3%) dan yang berasal dari sumur gali sebanyak 18 (9,7%). Air yang di peruntukkan bagi konsumsi manusia berasal dari sumber air yang bersih dan aman. Berikut adalah batasan-batasan sumber air yang bersih dan aman yaitu bebas dari kontaminasi kuman atau bibit penyakit, bebas dari substansi kimia yang berbahaya dan beracun, tidak berasa dan tidak berbau, dapat dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan domestic/rumah tangga, memenuhi standar minimal yang telah ditentukan oleh WHO atau departemen kesehatan RI. Air dinyatakan tercemar bila mengandung bibit penyakit, parasit, bahan-bahan kimia yang berbahaya dan sampah atau limbah industry (Mubarak & chayatin. 2009: 303). Setelah dilakukan observasi terhadap kualitas air bersih yang mereka gunakan sebagian besar telah memenuhi syarat yang dilihat berdasarkan sifat fisik air dari warna, rasa dan bau. Distribusi sarana air bersih yang memenuhi syarat sebanyak 178 (95,7%) yaitu menggunakan sumur dan air PDAM yang telah memenuhi syarat kesehatan berdasarkan sifat fisik sedangkan yang tidak memenuhi syarat 8 (4,3%) yang terdapat pada sumur gali. Desa tersebut termasuk pada wilayah pesisir danau sehingga ada kemungkinan keadaan tanah yang tidak
51
bagus untuk dibuatkan sumur dan juga jumlah pemakai sumur yang berlebihan sehingga sumur tersebut menjadi berwarna, berbau dan berasa akibat dari sumur yang menjadi dangkal. Air yang mengandung bahan-bahan pewarna alamiah yang berasal dari rawa dan hutan di anggap tidak mempunyai sifat-sifat yang membahayakan atau toksik. Meskipun demikian, adanya bahan-bahan tersebut memberikan warna kuning-kecoklatan pada air yang menjadikan air tersebut tidak disukai oleh sebagian dari konsumen air (Sutrisno. 2006). Apabila air sumur yang mereka gunakan menjadi berwarna atau berbau atau juga berasa, mereka akan menggunakan air PDAM dengan cara membeli dari tetangga dan ada pula yang melakukan penyaringan agar warna, rasa dan bau dapat hilang sehingga air tersebut bisa digunakan kembali. Hal ini di mungkinkan bahwa masyarakat lebih banyak menggunakan air yang memenuhi syarat di sebabkan masyarakat merasa tidak nyaman apabila menggunakan air yang berwarna. Hal ini di kemukakan oleh Wisnuwardhani, Supriharyono dan Pranoto SA. (2004) Dalam hasil penelitiannya bahwa faktor warna air paling mempengaruhi kepuasan masyarakat terhadap air sumur mereka dibandingkan dengan faktor lainnya (kekeruhan, bau, rasa dan kontinuitas). 4.2.2
Kepemilikan jamban Berdasarkan tabel 4.3 diperoleh bahwa distribusi responden berdasarkan
kepemilikan jamban yang terbanyak terdapat pada tidak adanya jamban sebanyak
52
126 (67,7%) dan distribusi responden yang ada jamban yaitu sebanyak 60 (32,3%). Jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas pembuangan kotoran manusia yang terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher angsa atau tanpa leher angsa yang dilengkapi dengan unit penampungan kotoran dan air untuk membersihkannya (Depkes. 2009). Jenis jamban yang di gunakan oleh responden di desa Tabumela terdapat pada jamban yang menggunakan septic tank sebanyak 57 (95,0%) sedangkan jamban tanpa septic tank 3 (5,0%). Berdasarkan hasil observasi di dapat bahwa ada rumah yang memiliki jamban tanpa septic tank sehingga saluran pembuangannya langsung kesungai karena kondisi rumah mereka yang tepat berada di pinggiran sungai sehingga mereka menganggap tidak perlu untuk membuat septic tank. Hal ini di pengaruhi oleh tingkat pendidikan masyarakat yang masih rendah sehingga keluarga menggunakan sungai sebagai tempat pembuangan tinja. Menurut Notoatmodjo (2003), syarat pembuangan kotoran
yang
memenuhi aturan kesehatan adalah tidak mengotori permukaan tanah di sekitarnya, tidak mengotori air permukaan di sekitarnya, tidak mengotori air dalam tanah di sekitarnya, dan kotoran tidak boleh terbuka sehingga dapat dipakai sebagai tempat lalat bertelur atau perkembangbiakan vektor penyakit lainnya. Berdasarkan tabel 4.5 distribusi responden yang tidak memiliki jamban berdasarkan tempat buang air besar terbanyak terdapat pada sungai/danau 78
53
(61,9%), yang menumpang di WC tetangga 28 (22,2%) dan yang terendah terdapat pada kebun 20 (15,9%). Di dalam keluarga sebaiknya telah memiliki jamban dengan septic tank yang memenuhi syarat. Tidak adanya jamban di pengaruhi oleh faktor ekonomi dimana kepala keluarga belum mampu membuat jamban dengan harga kloset yang mereka anggap masih sangat mahal dan mereka juga menganggap bahwa jamban belum menjadi prioritas utama, adapula yang menggunakan sungai/danau untuk buang air besar hal ini di karenakan di dekat desa tersebut terdapat sungai yang bermuara dari danau dan juga berdekatan dengan danau, hal ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan mereka yang sebagian besar masih rendah sehingga masih banyak keluarga yang memilih buang air besar di sembarangan tempat. Menurut Chandra (2009) pembuangan tinja yang tidak baik dan sembarangan akan dapat menimbulkan kontaminasi pada air, tanah atau menjadi sumber infeksi dan akan mendatangkan bahaya bagi kesehatan karena penyakit yang tergolong water borne disease akan mudah terjangkit. Bahaya terhadap kesehatan yang dapat ditimbulkan oleh pembuangan kotoran yang tidak baik adalah timbulnya polusi tanah, polusi air, kontaminasi makanan dan berkembangbiaknya lalat. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, peneliti berasumsi bahwa kebiasaan masyarakat yang buang air besar sembarangan berdampak pada kejadian penyakit berbasis lingkungan. Hal ini sejalan dengan penelitian Umiati (2010) menyimpulkan bahwa dengan belum memiliki jamban sendiri dapat menyebabkan timbulnya kejadian diare pada balita yang dikarenakan kotoran tinja yang tidak terkubur rapat yang
54
akan mengundang lalat maupun tikus yang akan berdampak terhadap kesehatan lingkungan. 4.2.3
Pengelolaan Sampah Berdasarkan tabel 4.6 diperoleh distribusi responden terhadap pengelolaan
sampah yang terbanyak yaitu dibuang sembarangan 125 (67,2%) sedangkan yang dikumpul lalu di bakar 61 (32,8%). Aktivitas
manusia
dimanapun
tempat
dan
keadaanya
senantiasa
menghasilkan sampah. Sampah yang menumpuk dan tidak dikelola di pemukiman akan menimbulkan bau yang tidak sedap, mengotori sumber air bahkan dapat menjadi sarang vector penyakit. Kasus penyakit potensial wabah berbasis lingkungan sebagian besar berawal dari sampah yang tidak mendapat penanganan dengan baik (Dinkeskebumen, 2012). Sesuai dengan hasil yang diperoleh sampah paling banyak dibuang sembarangan di bandingkan dengan sampah yang di kumpul lalu dibakar karena di desa tersebut berada di pinggiran sungai dan danau, sehingga mereka menganggap bahwa hal ini sangat mudah untuk dilakukan. Kebiasaan keluarga yang membuang sampah di sembarangan tempat di sebabkan oleh masih rendahnya tingkat pendidikan mereka akan dampak yang akan ditimbulkan oleh pembuangan sampah secara sembarangan. Menurut sumiarto, (1993) Pendidikan yang rendah ini juga mempengaruhi tingkat wawasan mengenai sanitasi lingkungan (Amalia, 2009). Adapula keluarga yang memilih untuk mengumpulkan sampah di suatu tempat lalu membakarnya tapi hal ini juga dapat mengakitkan pada
55
perkembangbiakan penyakit karena sampah yang menumpuk dapat menimbulkan bau busuk dan juga dapat mengundang berbagai macam vector seperti lalat dan tikus. Apabila di musim penghujan sampah-sampah tersebut akan tergenang dan menimbulkan pemandangan yang tidak enak dilihat. Menurut notoadmodjo (2009) bahwa sampah erat kaitannya dengan kesehatan masyarakat, karena dari sampah-sampah tersebut akan hidup berbagai mikro organism penyebab penyakit dan juga binatang serangga sebagai pemindah/penyebar penyakit. Oleh sebab itu sampah harus dikelola dengan baik sampai sekecil mungkin tidak mengganggu atau mengancam kesehatan masyarakat. Pengelolaan sampah yang baik, bukan saja untuk kepentingan kesehatan saja tetapi juga untuk keindahan lingkungan. Dari hasil observasi, daerah tersebut termasuk daerah pedesaan sehingga sampah pada umumnya di kelola oleh masing-masing rumah tangga tanpa memerlukan tempat pembuangan sampah atau tempat pembuangan akhir. Pengumpulan sampah adalah menjadi tanggung jawab dari masing-masing rumah tangga atau institusi yang menghasilkan sampah. Mekanisme, system atau cara pengangkutannya untuk daerah perkotaan adalah tanggung jawab pemerintah daerah setempat, yang didukung oleh partisipasi masyarakat yang memproduksi sampah sedangkan untuk daerah pedesaan pada umumnya sampah dapat dikelola oleh masing-masing keluarga, tanpa memerlukan TPS maupun TPA. Dari hasil penelitian Zulkifli (2009) Menunjukkan bahwa Rendahnya partisipasi rnasyarakat juga dikarenakan antara lain disebabkan lokasi rumah yang
56
tidak dapat dijangkau oleh layanan pemerintah sehingga masyarakat lebih mudah membuang sampahnya ke sungai, parit atau di sembarang tempat. Oleh karena itu masyarakatnya lebih memilih cara paling cepat dengan membuangnya ke sungai yang pada akhirnya dapat mencemari air dan bisa menyebabkan pendangkalan pada sungai. Hal ini dipengaruhi dari tingkat pendidikan yang rendah sehingga masyarakat belum mengetahui cara mengolah sampah yang baik agar tidak berdampak pada kesehatan dan juga lingkungan. Seperti yang dikemukakan oleh Rohani (2007) dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pendidikan yang rendah menyebabkan tingkat pengetahuan yang rendah juga karena pendidikan mempengaruhi seseorang dalam menerima ide/indormasi baru. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan semakin cepat menerima informasi baru sebaliknya pendidikan yang rendah membuat seseorang lambat dalam menerima ibe/informasi baru. 4.2.4
Saluran Pembuangan Air Limbah Berdasarkan tabel 4.7 diperoleh distribusi responden terhadap saluran
pembuangan air limbah yang paling banyak yaitu yang tidak ada saluran pembuangan air limbah 142 (75,3%) sedangkan yang ada saluran pembuangan air limbah 44 (24,7%). Air limbah rumah tangga adalah air limbah yang tidak mengandung ekstreta manusia dan dapat berasal dari buangan kamar mandi, dapur, cuci pakaian, dan lain-lain yang mungkin mengandung mikroorganisme patogen (Chandra, 2009).
57
Berdasarkan tabel 4.8 di peroleh distribusi responden terhadap jenis pembuangan air limbah yang terbanyak yaitu tidak memiliki 142 (75,3%), permanen 30 (16,7%) sedangkan yang terendah yaitu 14 (8,1%). Rumah tangga yang tidak memiliki saluran pembuangan air limbah lebih memilih membuang air limbah di sekitar rumah yang mengakibatkan terjadi genangan yang dapat mengundang berbagai macam vector penyakit seperti lalat dan nyamuk. Hal ini di karenakan sudah tidak ada lagi jalan keluar untuk dapat membuat saluran pembuangan karena lokasi tersebut dilihat dari observasi memiliki jumlah penduduk yang banyak. Dan juga masyarakat beranggapan bahwa air limbah yang mereka buang secara sembarangan akan cepat meresap ke dalam tanah hal ini di pengaruhi oleh sebagian masyarakat masih memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Seperti yang di kemukakan oleh Nurarif (2008) dalam hasil penelitiannya yaitu Tingkat pendidikan kepala keluarga akan berpengaruh pada pemahaman dan persepsi
keluarga
terhadap air limbah domestik beserta dampak dan
pengelolaannya. Semakin tinggi pendidikan maka pemahaman terhadap air limbah domestik semaki baik tidak hanya sebagai penyebab lingkungan kotor tetapi sebagai penyebab tercemarnya sumber daya air. Beberapa rumah yang memiliki saluran pembuangan air limbah itupun hanya masyarakat yang berdekatan dengan sungai maupun danau. Untuk rumah yang berdekatan dengan danau telah ada saluran pembuangan air limbah yang di buat pemerintah tetapi masyarakatnya tidak pernah membersihkan yang akhirnya terjadi kerusakan dan tinggal sebagian rumah dapat menggunakan saluran
58
tersebut. Untuk yang berdekatan dengan sungai mereka membuat sendiri saluran pembuangan air limbah. Menurut Notoadmodjo (2003) bahwa dampak buruk air limbah yang tidak di kelola dengan baik akan menjadi transmisi atau media penyebaran berbagai penyakit terutama cholera, disentri baciler. Menjadi media berkembangnya mikroorganisme, menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk atau tempat hidup larva nyamuk, menimbulkan bau yang tidak enak, dapat menjadi sumber pencemaran air permukaan, tanah dan lingkungan. Namun kenyataannya masih banyak rumah yang tidak memiliki saluran pembuangan air limbah. mereka hanya membiarkan air limbahnya tergenang, sehingga masyarakat memiliki cara tersendiri agar air limbahnya tidak merembes sampai kerumah mereka, dengan cara mereka menumpukkan sampah di sekitaran air limbah yang tergenang yang pada akhirnya bisa merusak pemandangan sekitarnya.