52
BAB IV DESKRIPSI UMUM PROGRAM DAN SMA NEGERI 1 DRAMAGA 4.1 Profil Tayangan ‘Jika Aku Menjadi’ ‘Jika Aku Menjadi’ adalah salah satu program Trans TV yang menayangkan informasi tentang lika-liku kehidupan orang dengan pekerjaan atau profesi tertentu dari kalangan masyarakat kelas bawah, namun segmentasi pemirsa adalah tetap kelas A dan B (kelas atas dan kelas menengah ke atas). Program ini diharapkan bisa membangkitkan semangat toleransi dan solidaritas sosial dari masyarakat kelas atas terhadap mereka yang di kalangan bawah. Melalui tayangan ini, penonton yang dari kelas segmen A dan B diharapkan akan lebih memahami bagaimana kehidupan masyarakat bawah, dan dengan demikian bisa lebih berempati dan solider, karena selama ini kalangan bawah itu hanya mereka lihat dari permukaan. Nama program
: Jika Aku Menjadi.
Tayang perdana
: 27 November 2007.
Durasi
: 30 menit termasuk iklan.
Hari tayang
: Sabtu dan Minggu, pukul 17.30 sampai 18.00 WIB.
Target audiens
: A dan B (kelas kelas atas dan menengah ke atas), perempuan dan laki-laki.
Konsep tayangan ‘Jika Aku Menjadi’ adalah program majalah berita, yang menyuguhkan informasi seputar kehidupan kalangan kelas bawah (pemulung, nelayan, buruh panggul pasar, kuli panggul pelabuhan, petani penggarap, penangkap kalong, buruh pemetik jamur, tukang kayu, tukang ojek sepeda, dan lain-lain). Informasi dalam ‘Jika Aku Menjadi’ ditujukan untuk memberi pemahaman, empati pada masyarakat kelas atas. Tidak dengan cara membagi-bagi uang atau barang atau renovasi rumah (seperti program di stasiun-stasiun TV lain), tetapi dengan menampilkan keseharian mereka di rumah, di lingkungan sekitar, di tempat kerja, dan sebagainya. Penonton dalam paket program ini diwakili oleh talent, yang berasal dari kelas A dan B (kelas atas dan menengah ke atas). Tayangan ini mengeksploitasi “kekikukan dan benturan budaya” ketika talent harus belajar memahami, dan menyesuaikan diri dengan kondisi
53
narasumber kelas bawah yang ditampilkan. Misalnya, bagaimana talent (dengan tampilan urban), yang biasa menggunakan toilet duduk ala budaya Barat, harus belajar buang air besar di WC kali atau di sawah, bagaimana talent yang biasa makan di restoran, harus makan cuma dengan nasi dan ikan asin murahan, bahkan nasi aking (nasi basi yang dijemur lalu dimasak kembali) bersama tuan rumah, karena ia menginap di rumah petani miskin. Si talent dalam tayangan ini harus tinggal setidaknya empat sampai lima hari dan menjalani hidup seperti orang dari kalangan bawah yang menjadi narasumbernya. Ia harus mengikuti aktivitas orang itu, mulai dari pagi, siang, sore, malam (si talent menumpang atau menginap di rumah si narasumber), sampai pagi lagi. Apabila si narasumber biasa mandi di kali, si talent juga harus ikut mandi di kali, kalau si narasumber tidur di kolong jembatan atau rumah gubuk di pinggir rel kereta api, si talent juga harus bergabung di sana, kalau si narasumber adalah kenek bus, si talent juga harus membantu menarik uang tarif bus dari para penumpang. Letak daya tarik tayangan ini adalah mengeksploitasi kelucuan, kekikukan, kegerahan, ketidaknyamanan, dan “penderitaan” dari talent, dalam menjalani kehidupan sebagai orang kalangan bawah. Pada akhir episode tayangan, talent menyatakan “kesan-kesannya” dan hikmah yang ia peroleh, setelah empat sampai lima hari menjalani kehidupan sebagai orang kalangan bawah, si narasumber juga mengomentari, bagaimana “ketahanan mental” si talent ketika harus hidup bersama mereka sebagai orang kalangan bawah. Wilayah tema tayangan ini adalah kehidupan kumuh atau sederhana atau unik atau susah dari masyarakat kelas bawah di perkotaan (pemulung, tukang bangunan, tukang ojek sepeda, dan sebagainya). Objek atau narasumber yang dipilih adalah figur yang memberi inspirasi (biar miskin, tetapi mau bekerja keras, bukan pemalas). Jadi, figur seperti pengemis, yang hanya mau minta-minta tapi tak bekerja, tidak akan dipilih. Acara ini dibawakan oleh seorang talent, yang tampil dengan gaya veritee (penceritaan dari sudut pandang orang pertama) di setiap episode. Satu episode berisi satu objek atau narasumber utama yang dieksploitasi seluruh sisi kehidupannya, melalui kacamata atau pengalaman langsung talent, sehingga diharapkan dalam satu episode, pemirsa memperoleh informasi secara utuh dan menyeluruh tentang kehidupan si narasumber (petani, nelayan, pemulung, guru di tempat terpencil, dan sebagainya). Pemirsa seolah-olah diwakili keterlibatannya di dalam tayangan, melalui kesan atau komentar atau pengalaman suka-duka si talent, dalam usahanya memahami, menghayati, dan ikut menjalani kehidupan si narasumber. Hali ini bisa menjadi pengalaman eksistensial yang mengejutkan dan
54
mengesankan buat si talent sendiri, maupun para pemirsa (segmen A dan B), yang dalam kehidupan sehari-hari mungkin tidak pernah tahu detail kehidupan kalangan kelas bawah.
4.2 Profil SMA Negeri 1 Dramaga Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Dramaga terletak di Jalan Babakan Dramaga No. 122 Bogor. SMAN 1 Dramaga dekat dengan instansi pendidikan lainnya yaitu SMPN 1 Dramaga dan kampus Institut Pertanian Bogor. SMAN 1 Dramaga berdiri pada tanggal 16 Juli 2006 dengan visi “Terwujudnya peserta didik yang berprestasi berlandaskan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa” dan misi: 1) menumbuhkan budaya membaca bagi warga sekolah; 2) melakukan proses pembelajaran yang efektif; 3) menumbuhkan semangat berprestasi warga sekolah dalam berkarya; 4) meningkatkan prestasi non akademis bagi siswa yang berbakat; 5) meningkatkan sarana atau prasarana ibadah; dan 6) mengembangkan partisipasi warga sekolah dan komite sesuai dengan tugas dan fungsi. Kelaskelas yang ada di SMAN 1 Dramaga adalah kelas X1, X2, X3, XI IPA 1, XI IPA 2, XI IPS, XII IPA 1, XII IPA 2, dan XII IPS, dengan jumlah murid sebanyak 325 orang. Guru SMAN 1 Dramaga berjumlah 20 orang yang 100 persen bergelar sarjana dan pegawai tata usaha berjumlah lima orang. SMAN 1 Dramaga memiliki beberapa sarana fisik seperti: ruang belajar, ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang tata usaha, laboratorium komputer, lapangan upacara, lapangan olahraga, mushola, kamar kecil atau WC, kantin, dan pos satpam.
4.3 Profil Siswa Kelas X dan XI SMA Negeri 1 Dramaga Pada awal penelitian, dilakukan full enumeration survey kepada seluruh siswa kelas X dan XI SMAN 1 Dramaga dan hasilnya tersaji pada Tabel 2. Pada Tabel tersebut diketahui bahwa dari 228 (100 persen) siswa, ternyata 113 (49,5 persen) siswa yang menonton tayangan ‘Jika Aku Menjadi’. Siswa yang menonton tayangan tersebut adalah responden dalam penelitian ini. Profil siswa kelas X dan XI SMAN 1 Dramaga meliputi faktor internal (jenis kelamin, motivasi menonton, dan peringkat di kelas) dan faktor eksternal (domisili, uang saku, kegiatan ekstrakurikuler, pekerjaan orang tua, dan pendapatan orang tua) remaja merupakan faktor yang diduga berhubungan dengan terpaan tayangan ‘Jika Aku Menjadi’.
55
Tabel 2. Jumlah dan Persentase Siswa Kelas X dan XI SMAN 1 Dramaga yang Menonton dan Tidak Menonton ‘Jika Aku Menjadi’ Berdasarkan Jenis Kelamin, Domisili, Uang Saku, dan Kegiatan Ekstrakurikuler Menonton JAM Jumlah (orang)
Persen (%)
Tidak menonton JAM Jumlah Persen (orang) (%)
26 87
29,2 62,5
63 52
70,8 37,5
89 139
100,0 100,0
106 7
48,2 87,5
114 1
51,8 12,5
220 8
100,0 100,0
16 74
50,0 51,0
16 71
50,0 49,0
32 145
100,0 100,0
23
45,0
28
55,0
51
100,0
56 33 24 113
37,8 58,9 100,0 49,6
92 23 0 115
62,2 41,1 0,0 50,4
148 56 24 228
100,0 100,0 100,0 100,0
Profil siswa
Jenis Kelamin: Laki-laki Perempuan Domisili: Desa Kota Uang Saku (per hari): Rendah (< Rp5.000,00) Sedang (Rp5.000,00 sampai Rp10.000,00) Tinggi (> Rp10.000) Kegiatan Ekstrakurikuler: Tidak ikut Sedikit (ikut satu kegiatan) Banyak (ikut > 1 kegiatan) Total
Total Jumlah (orang)
Persen (%)
4.3.1 Jenis Kelamin Siswa kelas X dan XI SMAN 1 Dramaga dibedakan menurut jenis kelamin berdasarkan pembedaan secara biologis yang dikategorikan atas laki-laki dan perempuan. Tabel 2 menunjukkan siswa kelas X dan XI SMAN 1 Dramaga yang berjenis kelamin lakilaki yang menonton ‘Jika Aku Menjadi’ sebanyak 26 (29,2 persen) siswa dan yang tidak menonton ‘Jika Aku Menjadi’ sebanyak 63 (70,8 persen) siswa, sedangkan siswa yang berjenis kelamin perempuan yang menonton ‘Jika Aku Menjadi’ sebanyak 87 (62,5 persen) siswa dan yang tidak menonton ‘Jika Aku Menjadi’ sebanyak 52 (37,5 persen) siswa. Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa mayoritas siswa perempuan menonton ‘Jika Aku Menjadi’. Berdasarkan jawaban beberapa siswa laki-laki maupun perempuan tidak menonton ‘Jika Aku Menjadi’ dengan alasan mereka tidak tertarik ketika melihat iklan promo tayangan tersebut di TV, sebagian lagi bahkan mengatakan mereka tidak tahu kalau ada tayangan ‘Jika Aku Menjadi’ di TV.
4.3.2 Domisili
56
Siswa kelas X dan XI SMAN 1 Dramaga dibedakan menurut domisili berdasarkan tempat tinggal siswa yang dikategorikan atas desa dan kota. Data pada Tabel 2 menunjukkan siswa kelas X dan XI SMAN 1 Dramaga yang berdomisili di desa yang menonton ‘Jika Aku Menjadi’ sebanyak 106 (48,2 persen) siswa dan yang tidak menonton ‘Jika Aku Menjadi’ sebanyak 114 (51,8 persen) siswa, sedangkan siswa yang berdomisili di kota yang menonton ‘Jika Aku Menjadi’ sebanyak 7 (87,5 persen) siswa dan yang tidak menonton hanya satu (12,5 persen) siswa. Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa persentase siswa yang berdomisili di kota lebih banyak yang menonton ‘Jika Aku Menjadi’ daripada yang berdomisili di desa.
4.3.3 Uang Saku Uang saku siswa kelas X dan XI SMAN 1 Dramaga dikategorikan menjadi rendah, sedang, dan tinggi berdasarkan jumlah uang yang diberikan orang tua setiap harinya meliputi uang jajan dan biaya transportasi ke sekolah. Data pada Tabel 2 menunjukkan siswa kelas X dan XI SMAN 1 Dramaga memiliki uang saku rendah yang menonton ‘Jika Aku Menjadi’ sebanyak 16 (50,0 persen) siswa dan yang tidak menonton ‘Jika Aku Menjadi’ sebanyak 16 (50,0 persen) siswa. Siswa yang memiliki uang saku sedang yang menonton ‘Jika Aku Menjadi’ sebanyak 74 (51,0 persen) siswa dan yang tidak menonton ‘Jika Aku Menjadi’ sebanyak 71 (49,0 persen) siswa, sedangkan siswa yang memiliki uang saku tinggi yang menonton ‘Jika Aku Menjadi’ sebanyak 23 (45,0 persen) siswa dan yang tidak menonton ‘Jika Aku Menjadi’ sebanyak 28 (55,0 persen) siswa. Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa persentase siswa yang memiliki uang saku sedang lebih banyak yang menonton ‘Jika Aku Menjadi’ daripada siswa yang memiliki uang saku rendah dan tinggi.
4.3.4 Kegiatan Ekstrakurikuler Kegiatan ekstrakurikuler siswa kelas X dan XI SMAN 1 Dramaga meliputi Pramuka, Paskibra, PMR, Seni Musik, dan Olahraga (Basket, Bulu Tangkis, Sepak Bola). Data yang tersaji pada Tabel 2 menunjukkan siswa kelas X dan XI SMAN 1 Dramaga yang tidak ikut kegiatan ekstrakurikuler yang menonton ‘Jika Aku Menjadi’ sebanyak 56 (37,8 persen) siswa dan yang tidak menonton ‘Jika Aku Menjadi’ sebanyak 92 (62,2 persen) siswa. Siswa yang sedikit mengikuti kegiatan ekstrakurikuler yang menonton ‘Jika Aku Menjadi’ sebanyak 33 (58,9 persen) siswa dan yang tidak menonton ‘Jika Aku Menjadi’ sebanyak 23 (41,1 persen)
57
siswa, sedangkan siswa yang banyak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler seluruhnya menonton ‘Jika Aku Menjadi’ sebanyak 24 (100,0 persen). Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa seluruh siswa yang mengikuti banyak kegiatan ekstrakurikuler di sekolahnya menonton ‘Jika Aku Menjadi’.
4.4 Profil Responden Siswa yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah siswa yang pernah menonton tayangan ‘Jika Aku Menjadi’ dan telah dipilih secara simple random sampling. Profil responden terdiri dari faktor internal (jenis kelamin, motivasi menonton, dan peringkat di kelas) dan faktor eksternal (domisili, uang saku, kegiatan ekstrakurikuler, pekerjaan orang tua, dan pendapatan orang tua). Faktor-faktor ini diduga berhubungan dengan terpaan tayangan ‘Jika Aku Menjadi’. Sebaran data responden diuraikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Motivasi Menonton, Peringkat di Kelas, Domisili, Uang Saku, Kegiatan Ekstrakurikuler, Pekerjaan Orang Tua, dan Pendapatan Orang Tua Profil responden Jenis Kelamin: Laki-laki Perempuan Motivasi Menonton: Informasi Hiburan Interaksi Sosial Identitas Pribadi Peringkat di Kelas: Tidak diketahui Rendah (peringkat > 10) Sedang (peringkat enam sampai 10) Tinggi (peringkat satu sampai lima) Domisili: Desa Kota Uang Saku (per hari): Rendah (< Rp5.000,00) Sedang (Rp5.000,00 sampai Rp10.000,00) Tinggi (> Rp10.000) Kegiatan Ekstrakurikuler: Tidak ikut Sedikit (ikut satu kegiatan) Banyak (ikut lebih dari satu kegiatan) Pekerjaan Orang Tua Ayah: Buruh Wiraswasta Pegawai Swasta PNS Petani
Jumlah (orang) 24 46 6 7 52 5
34,3 65,7 8,6 10,0 74,3 7,1
Persen (%)
9 38 9 14 65 5
12,9 54,2 12,9 20,0 92,9 7,1
7 50 13
10,0 71,4 18,6
25 28 17
35,7 40,0 24,3
10 27 21 9 3
14,3 38,6 30,0 12,8 4,3
58
Ibu: Ibu rumahtangga Buruh Wiraswasta Pegawai Swasta Pendapatan Orang Tua (per bulan): Rendah (< Rp2.000.000,00) Sedang (Rp2.000.000,00 sampai Rp4.000.000,00) Tinggi (> Rp4.000.000,00)
52 1 5 12
74,4 1,4 7,1 17,1
30 30 10
42,9 42,9 14,2
Total
70
100,0
4.4.1 Jenis Kelamin Data yang tersaji pada Tabel 3 menunjukkan responden mayoritas berjenis kelamin perempuan, yaitu sebanyak 46 (65,7 persen) responden. Hal ini dapat dipahami karena jumlah siswa lebih banyak berjenis kelamin perempuan, sehingga ketika dipilih secara acak jumlah responden tetap didominasi oleh perempuan.
4.4.2 Motivasi Menonton Motivasi menonton meliputi motivasi pengetahuan, hiburan, interaksi sosial, dan identitas sosial. Data yang tersaji pada Tabel 3 menunjukkan responden mayoritas memiliki motivasi interaksi sosial dalam menonton tayangan ‘Jika Aku Menjadi’, yaitu sebanyak 52 (74,3 persen) responden. Berdasarkan jawaban responden pada kuesioner, menunjukkan bahwa responden termotivasi menonton tayangan ‘Jika Aku Menjadi’ karena melalui tontonan tersebut, responden menemukan bahan percakapan untuk berinteraksi dengan orang lain, misalnya teman kelasnya. Responden yang memiliki motivasi informasi menyatakan mereka menonton tayangan ‘Jika Aku Menjadi’ dikarenakan ingin mencari berita tentang peristiwa yang terjadi di masyarakat, memuaskan rasa ingin tahu mereka tentang kondisi lingkungan terdekat. Responden yang memiliki motivasi hiburan menyatakan mereka menonton tayangan ‘Jika Aku Menjadi’ untuk menghabiskan waktu luang, sedangkan responden yang memiliki motivasi identitas pribadi menyatakan mereka menonton tayangan ‘Jika Aku Menjadi’ dikarenakan ingin meningkatkan pemahaman tentang diri sendiri.
4.4.3 Peringkat di Kelas Peringkat di kelas responden dikategorikan menjadi rendah, sedang, dan tinggi berdasarkan penilaian guru yang dinyatakan pada akumulasi nilai akademik total setiap
59
semester dalam buku rapor. Peringkat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah peringkat di kelas yang diraih pada semester awal kelas X dan XI. Data yang tersaji pada Tabel 3 menunjukkan responden mayoritas memiliki peringkat di kelas yang rendah, yaitu sebanyak 38 (54,2 persen) responden. Ada Sembilan (12,9 persen) responden yang tidak diketahui peringkat di kelasnya. Hal ini dikarenakan pemberian ranking di rapor tidak lagi dilakukan oleh wali kelas untuk kelas X3 dan XI IPA 2, tetapi wali kelas X1, X2, XI IPA 1, dan XI IPS masih memberikan ranking pada rapor untuk dengan alasan memacu anak-anak didik untuk berprestasi. Perbedaan ini terjadi karena Kepala SMAN 1 Dramaga memberikan wewenang kepada tiap wali kelas untuk mengatur sendiri teknis penulisan ranking di rapor pada masingmasing kelas.
4.4.4 Domisili Domisili responden adalah situasi yang menggambarkan lokasi tempat tinggal responden. Domisili responden digolongkan menjadi desa dan kota. Responden dikategorikan berdomisili di desa jika tempat tinggal mereka berada di wilayah Kecamatan Dramaga, sedangkan kategori kota jika responden bertempat tinggal di kota Bogor. Data yang tersaji pada Tabel 3 menunjukkan hampir seluruh responden berdomisili di desa, hanya 5 (7,1 persen) dari total responden yang berdomisili di kota. Berdasarkan jawaban responden yang terdapat pada kuesioner, mereka yang berdomisili di desa bertempat tinggal dekat dengan sekolah mereka, yaitu berlokasi di Desa Babakan Lebak, Desa Babakan Lio, Desa Ciampea dan di Desa Cibanteng. Hasil wawancara kelompok antara peneliti dengan responden yang berdomisili di kota, mereka memilih bersekolah di SMAN 1 Dramaga dengan alasan tidak diterima di sekolah negeri yang berada di sekitar Kota Bogor karena nilai mereka tidak memenuhi kriteria untuk masuk di sekolah tersebut.
4.4.5 Uang Saku Uang saku responden dikategorikan menjadi rendah, sedang, dan tinggi berdasarkan jumlah uang yang diberikan orang tua setiap harinya meliputi uang jajan dan biaya transportasi ke sekolah. Data yang tersaji pada Tabel 3 menunjukkan mayoritas responden memiliki uang saku sedang (sekitar Rp5.000,00 sampai Rp10.000 per hari), yaitu sebanyak 50 (71,4 persen) responden. Berdasarkan jawaban responden yang terdapat pada kuesioner,
60
sebagian besar dari mereka setiap harinya mendapat uang saku sebesar Rp10.000,00. Hasil wawancara kelompok antara peneliti dengan responden yang memiliki uang saku tergolong sedang menyatakan uang saku mereka hanya digunakan untuk jajan di sekolah, karena sebagian besar dari mereka bertempat tinggal dekat dengan sekolahan sehingga tidak memerlukan uang tambahan untuk ongkos, berbeda dengan responden yang tinggal di Kota Bogor.
4.4.6 Kegiatan Ekstrakurikuler Berdasarkan jawaban yang terdapat dalam kuesioner, kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti responden meliputi Pramuka, Paskibra, PMR, Seni Musik, dan Olahraga (Basket, Bulu Tangkis, Sepak Bola). Responden pada penelitian ini dikategorikan berdasarkan yang tidak ikut, sedikit, dan banyak kegiatan ekstrakurikuler. Data yang tersaji pada Tabel 3 menunjukkan responden yang tidak mengikuti dan yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler kategori sedikit (hanya mengikuti satu kegiatan ekstrakurikuler saja) mempunyai angka yang tidak berbeda jauh, yaitu sebanyak 25 (35,7 persen) dan 28 (40,0 persen) responden. Menurut keterangan sebagian responden yang tidak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di sekolahnya melalui hasil wawancara kelompok menyatakan kesibukan mereka di luar sekolah, misalnya ikut bimbingan belajar, kursus Bahasa Inggris, dan membantu orang tua. Mereka juga menambahkan adanya jadwal masuk sekolah siang hari, yaitu pukul 13.00 WIB membuat mereka mengalami keterbatasan waktu untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di sekolah.
4.4.7 Pekerjaan Orang Tua Pekerjaan orang tua merupakan macam usaha yang dilakukan bapak atau ibu atau wali yang menjadi sumber penghasilan utama keluarga, yang dikategorikan menjadi ibu rumahtangga, buruh, wiraswasta, PNS, swasta, nelayan, dan lainnya. Data yang tersaji pada Tabel 3 menunjukkan pekerjaan orang tua responden beragam. Proporsi terbesar pekerjaan ayah responden adalah wiraswasta, yaitu sebanyak 27 (38,6 persen) responden, sedangkan proporsi terkecil pekerjaan ayah responden adalah petani, yaitu sebanyak 3 (4,3 persen) responden. Berdasarkan jawaban responden melalui wawancara kelompok, wiraswasta mencakup memiliki usaha sendiri, seperti padagang keliling, pengelola warung atau toko, dan penjual usaha jasa. Proporsi terbanyak pekerjaan ibu adalah ibu rumahtangga, yaitu sebanyak
61
52 (74,4 persen) siswa, sedangkan proporsi terkecil pekerjaan ibu responden adalah buruh, yaitu hanya 1 (1,4 persen) responden saja.
4.4.8 Pendapatan Orang Tua Pendapatan orang tua adalah sejumlah uang yang dihasilkan ayah dan ibu atau wali dari pekerjaannya dalam satu bulan, yang dikategorikan menjadi rendah, sedang, dan tinggi. Data hasil survei melalui kuesioner yang tersaji pada Tabel 3 menunjukkan proporsi pendapatan orang tua responden yang tergolong rendah (berkisar dibawah Rp2.000.000 per bulan) dan sedang (berkisar Rp2.000.000 sampai Rp4.000.000 per bulan) adalah sama, yaitu sebanyak 30 (42,9 persen) responden, sedangkan proporsi terkecil pendapatan orang tua responden tergolong tinggi (berkisar di atas Rp4.000.000 perbulan) hanya sebanyak 10 (14,3 persen) responden saja. Berdasarkan jawaban responden yang terdapat dalam kuesioner, untuk pendapatan orang tua responden yang tergolong tinggi dimiliki oleh mereka yang kedua orang tuanya (ayah dan ibu) bekerja dan mempunyai pendapatan. Berdasarkan data yang ada, sebagian besar ibu responden adalah ibu rumahtangga sehingga pendapatan yang diperoleh dalam rumahtangga hanya bersumber dari ayah saja, oleh karena itu pendapatan dalam rumahtangga hanya tergolong kecil dan sedang.