BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ANTARA PERJANJIAN LAMA DENGAN AL-QUR’AN TENTANG PENCIPTAAN ALAM A. Persamaan Antara Perjanjian Lama dengan al-Qur’an Tentang Penciptaan Alam. Dari uraian di atas, penulis akan menjelaskan persamaan dan perbedaan tentang penciptaan alam dalam Perjanjian Lama dan al-Qur’an dalam Bab Analisis ini. Di bawah ini akan dijelaskan lebih dulu persamaan tentang Penciptaan alam dalam Perjanjian Lama dan al-Qur’an. 1. Asal-usul Penciptaan Alam. Dalam Kitab Kej 1:1 “Pada mulanya Allah menciptakan Langit dan Bumi”, yang dimaksud dengan istilah “Langit dan Bumi” ialah segala sesuatu, yang ada di alam semesta. Menurut tafsiran Perjanjian Lama maksud dari Langit dan Bumi artinya: alam semesta teratur yang merupakan hasil penciptaan. Maka Allah menciptakan Langit dan Bumi maksudnya penciptaan yang mutlak ex nihilo (dari yang tidak ada). Selanjutnya dalam Perjanjian 1:1 memberitakan karya penciptaan sebagai permulaan dari sejarah yang Allah buat untuk manusia. Sebelum Allah mulai dengan karya penciptaan-Nya itu tidak ada sesuatupun selain Allah sendiri. Oleh karena itu para pakar teologi berbicara tentang “creation ex nihilo”, artinya: menciptakan tanpa menggunakan sesuatu, menciptakan dari yang tidak ada (“nihil”). Berbeda dengan seorang seniman insani yang selalu memerlukan bahan untuk menciptakan sebuah karya seni, seniman Illahi dalam menciptakan alam semesta tidak menggunakan bahan yang sudah
56
57
ada, atau bahan itu berupa diri Allah sendiri (melawan Pantheisme) atau bahan itu berupa sesuatu yang berada di samping Allah (melawan Dualisme).1 Dalam ajaran Teologi, Kitab Kejadian menggambarkan penciptaan keteraturan dari kekacauan, bahwa ajaran ex nihilo baru dirumuskan oleh para Bapak Gereja untuk membela Teisme melawan suatu Dualisme mutlak atau Antheisme Monistik.2 Ajaran ex nihilo telah berfungsi untuk menyatakan transedensi, kekuasaan, kebebasan, dan tujuan Allah, serta mengungkapkan ketergantungan pada Allah. Sedangkan dalam al-Qur’an asal usul tentang peciptaan alam, bahwasanya dari uraian yang lalu dapat dilihat bahwa al-Qur’an tidak menjelaskan secara tegas, apakah alam semesta diciptakan yang sudah ada atau dari ketiadaan. Dalam hal ini, kaum Muslim pecah kedalam dua kelompok extrim yang berbeda pendapat mengenai penciptaan alam. Kelompok pertama, al-Asyariyah (tradisional) berpendapat alam diciptakan dari ketiadaan. Sedangkan kelompok kedua, Mu’tazilah (rasioanl) dan filosof Islam berpendapat alam diciptakan dari materi yang sudah ada. Keduanya tidak bertentangan dengan al-Qur’an, sekaligus tidak mendiskripsikan pandangan al-Qur’an. Dalam hal ini, al-Qur’an mengatakan bahwa alam semesta beserta isinya yang hendak diciptakan Allah, terdapat firman-Nya yaitu kun yang artinya jadilah, ini berarti sebuah perintah yang juga bisa disebut amr takwiny yaitu menggambarkan Kemahakuasaan Allah dalam menciptakan sesuatu atau segala yang dikehendaki-Nya pasti terjadi dengan ibadah-Nya tanpa ada bantuan dari pihak lain, halangan, kesulitan, dan keterlambatan. Hal ini diterangkan dalam surat al-Baqorah : 117 yang artinya Allah pencipta langit dan bumi dan bila ia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka (cukuplah) hanya mengatakan kepadanya “jadilah” lalu jadilah ia.
1
F Hartono, Pengantar Teologi, Kanisius, Yogyakarta, 1991, hlm. 43 Louis Leahy, Sains dan Agama dalam Konteks Zaman Ini, Kanisius, Yogjakarta, 1997,
2
hlm. 78
58
Dari surat al-Baqorah : 117 di atas menerangkan tentang ayat Creatio ex Nihilo, yang berasal dari kada badi’. Yang dimaksud dengan kata badi’ adalah menciptakan atau mengadakan perbuatan tanpa ada contoh sebelumnya. Jadi perbuatan tersebut adalah perbuatan baru, pertama kali dan mula-mula yang belum ada sebelumnya.3 2. Bahan Awal Penciptaan Alam. Bahan awal penciptaan alam dalam Perjanjian Lama yang terdapat pada Kitab Kejadian 1:1 dan 2, bahwa pada ayat 1 memberitakan hal karya Tuhan Allah pada mulanya atau pada awal zaman, yaitu menciptakan zat atau bahan yang belum berbentuk, yang keadaannya dijelaskan pada ayat 2, zat atau bahan itu masih berwujud bahan campuran yang tidak teratur, yang cair adanya. Selanjutnya Tuhan Allah mengatur zat itu dalam enam hari, sehingga menjadi kosmos atau alam semesta yang teratur ini.4 Pada ayat 2 dalam Kitab Kejadian, bila ditafsirkan mempunyai arti sebagai benda atau zat yang masih campur aduk. Dalam kata Ibrani terdapat dua kata yaitu, tohu dan bohu yang artinya “belum berbentuk dan kosong” yang berarti: tidak berisi dan kosong. Ungkapan tersebut sama halnya dengan istilah “gelap gulita menutupi samudera raya”, dalam kata Ibrani disebut tehoom. Kata ini dalam Kej 7: 11 dikatakan sebagai belahan bumi pada zaman Nuh yang mendatangkan hujan lebat. Kata tehoom dapat dipandang sebagai menunjuk kepada samudera atau lautan yang ada di bawah dan di atas bumi.5 Sedang kata roh dalam kata Ibrani Ruah yang berarti angin (ribut). Yang
3
Sirajuddin Zar, Konsep Penciptaan Alam dalam Pemikiran Islam, Sains dan al-Qur’an, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1994, hlm. 67 4
Harun Hadiwijono, Iman Kristen, Gunung Mulia, Jakarta, 1995, hlm. 162
5
Ibid., hlm. 163
59
dimaksud roh di sini bukannya roh Allah yang berperan dalam karya penciptaan. Tapi penciptaan itu adalah hasil “Firman Allah”.6 Sedangkan dalam al-Qur’an berasal dari kata dukhan (uap), maka dukhan bisa berarti asap, uap atau benda gas atau bisa juga air kata dukhan atau uap dalam unsur kimia sama halnya air (H2O). Kata dukhan dalam alQur’an menerangkan zar alir atau sop kosmos, (al-Ma’) telah ada sebagai salah satu kondisi terwujudnya alam semesta. Dengan kata lain sebelum alam semesta seperti sekarang ini, alam mengalami bentuk atau semacam zat alir atau sop kosmos. Seperti dijelaskan dalam Q.S Hud : 7 yang menjelaskan zat alir atau sop kosmos. Yang ada kaitannya dalam surat al-Anbiya’ : 30 yang menerangkan air sangat dibutuhkan dalam kehidupan, atau dari air diciptakannya mahluk hidup. Hal ini diperkuat dalam surat an-Nur : 45 bahwa Allah menciptakan semua hewan dari air. Dalam al-Qur’an kata air dapat diartikan sebagai jalan proses penciptaan atau air merupakan syarat mutlak terjadinya kehidupan. 3. Lamanya Penciptaan Alam. Menurut Perjanjian Lama dan al-Qur’an, alam semesta diciptakan dalam enam hari berturut-turut.7 4. Hubungan Tuhan Dengan Alam Semesta Dan Tujuannya. Menurut Perjanjian Lama, Tujuan Allah menciptakan dunia dan isinya itu khusus untuk manusia. Hanya manusia yang telah diciptakan menurut gambar-Nya sendiri. Untuk menjadi wakil raja di bumi, dan Allah mempersiapkan adanya ruang atau tempat untuk keselamatan manusia, dan juga mempercayakan kepada manusia untuk mengatur dan memelihara seluruh ciptaan-Nya.
6
Lembaga Biblika Indonesia, Kitab Suci Perjanjian Lama, Percetakan Lembaga al-Kitab Indonesia, Jakarta, 1975, hlm. 27 7
Maurice Bucaille, Bibel, al-Qur’an dan Sains Modern, Bulan Bintang, Jakarta, 1978, hlm.
149
60
Sedangkan dalam al-Qur’an, alam termasuk makhluk Allah yang diperuntukkan manusia, untuk menyelidiki dan meneliti fenomena alam sebagai bagian dari tugas kekhalifahannya di bumi.8 Sebagai khalifah di bumi, manusia dilengkapi dengan akal yang sempurna untuk membudayakan alam semesta bagi kepentingan umat manusia. Manusia diperintahkan untuk mengolah alam semesta ini untuk kesejahteraan dan kebahagiaan hidupnya. Segala sesuatu di bumi, lautan, angkasa, diolah untuk keperluan hidup makhluk hidup. Makhluk hidup di dunia ini saling membutuhkan satu sama lain untuk kelangsungan hidupnya. Semua itu dapat berjalan dengan baik. Jika terdapat keseimbangan dengan alam sekitarnya atau lingkungan hidupnya. B. Perbedaan Antara Perjanjian Lama dengan al-Qur’an Tentang Penciptaan Alam 1. Proses dan Bahan Awal Penciptaan Alam. Proses penciptaan alam dalam Perjanjian Lama yang terdapat dalam Kitab Kejadian 1:1 sampai 31, yang merupakan ketertiban dalam penciptaan yang dilakukan oleh Allah. Dalam hal ini ada beberapa pendapat para pengarang Injil tentang ketertiban dalam penciptaan yang dilakukan Allah. Pertama, pengarang Injil menggunakan suatu susunan tertentu, yakni susunan satu minggu, seperti yang dipakai di Israel. Satu minggu Israel terdiri dari enam hari kerja, sedang hari ketujuh ialah hari perhentian (Kel. 20: 8-11, Ul. 5: 12,13) sebelum Allah menciptakan langit dan bumi, pada mulanya Allah menciptakan bahan-bahan yang akan dijadikan langit dan bumi. Dalam hal ini dimasukkan penciptaanpenciptaan yang dilakukan oleh Allah. Allah menyusun dunia dalam enam
8
Mansur, Pandangan Islam terhadap Pengembangan dan Kelestarian Lingkungan Hidup, PT Intermasa, Jakarta, 1986, hlm. 11-12
61
hari dan sesudah itu pekerjaan-Nya pun selesai, lalu ia berhenti pada hari ketujuh. Kedua, ketertiban itu muncul dengan latar belakang kekacauan, yang menurut Kej 1:1 dan 2 ada pada mulanya di bumi. Bumi ini belum berbentuk dan kosong: gelap gulita menutupi muka samudera raya. Maksudnya ialah terang menghalaukan gelap, samudera raya ditentukan tempatnya, dan tumbuh-tumbuhan, binatang-binatang dan manusia memenuhi dunia. Ketiga, ketertiban dalam urutan penciptaan. Dalam hal ini ada keselarasan antara tiga hari yang pertama dan tiga hari yang kemudian. Pada hari pertama Allah menciptakan terang, pada hari keempat diciptakan-Nyalah pembawa-pembawa terang, yakni: matahari, bulan, dan bintang-bintang. Pada hari kedua Allah memisahkan air di atas cakrawala dari air yang di bawah cakrawala. Pada hari kelima dijadikanlah burungburung yang berterbangan melintasi cakrawala dan ikan-ikan yang berkeriapan dalam air. Selanjutnya pada hari ketiga Allah memisahkan laut dari darat, dan ia menciptakan tumbuh-tumbuhan, sedang pada hari keeman diciptakannyalah binatang-binatang dan manusia, yang hidup di darat dan yang makan tumbuh-tumbuhan.9 Dalam al-Qur’an dijelaskan proses penciptaan alam dalam Q.S Fushsilat 9-12 dan pembentukan asal usul langit dan bumi dalam Q.S alAnbiya’ : 30 dalam ayat-ayat tersebut dapat di ambil beberapa hal yang penting yaitu: a. Penciptaan langit dan bumi berasal dari asap. b. Asap pada mulanya bersatu padu, kemudian memecah. Dari bagian itu terjadilah langit dan bumi.
9
F. L Bakker, Sejarah Kerajaan Allah Perjanjian Lama I,Gunung Mulia, Jakarta,1990, hlm. 5
62
c. Penciptaan bumi diciptakan dua hari dan penciptaan segala isinya diciptakan dua hari, jadi genap empat hari. d. Sekalian yang hidup berasal dari air (baik tumbuh-tumbuhan maupun hewan). Dari enam hari atau periode, masa , tahapan dapat diuraikan sebagai berikut : -
Masa pertama, asap yang memecah.
-
Masa kedua, timbul air yang berasal dari air.
-
Masa ketiga, terpancang bukit dan gunung-gunung.
-
Masa keempat, terciptanya kehidupan yang berasal dari air, yaitu tumbuh-tumbuhan dan hewan.
-
Masa kelima, penciptaan langit.
-
Masa keenam, penciptaan benda-benda langit.10 Dengan demikian, dinyatakan ketika langit berupa asap dan
merupakan gumpalan bersama bumi, lalu Allah memisahkan langit dan bumi. Setelah Allah menyempurnakan penciptaan langit dan seluruh benda-benda langit lalu Dia menghamparkan bumi, yakni membentangkan permukaannya. Kemudian diturunkannya air, sehingga bumi dapat menumbuhkan berbagai jenis tanaman dan menghasilkan buah-buahan. Dalam hal ini, Abu Hassan memberikan penjelasan ayat di atas dalam tafsirannya sebagai berikut: -
Menurut bahasa Arab, tiap-tiap yang berada di atas dinamakan langit, bumi, matahari, dan bintang boleh dinamakan langit.
-
Di sebelah atas bumi ada asap. Asap ini bisa jadi hembusan atau semburan matahari, dan bisa jadi lain.
-
Tuhan berfirman kepada asap dan bumi itu “hendaklah kamu datang”, yakni turun perintahku.
10
Kafrawi Ridwan, Ensiklopedi Islam, Ikhtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 1994, hlm. 320-321
63
-
Jawaban ini menunjukkan bahwa tiap-tiap sesuatu adalah dalam kekuasaan Allah dalam segala halnya.
-
Asap yang disebut di atas, Ia jadikan tujuh langit. Kalau asap itu dari matahari, maka tujuh yang dijadikan itu bumi (planet-planet) yang mengelilingi matahari yang bisa jadi tujuh alam yang masing-masing alam mempunyai matahari, planet-planet dan bulan-bulan.11
2. “Istilah hari” Penciptaan alam. Dalam Perjanjian Lama II ayat 2 bahwa kata hari dalam cerita penciptaan yang dimaksud adalah secara kiasan. Dalam hal ini kata hari dalam Perjanjian Lama tidak dijelaskan secara rinci, apakah seperti hari biasa (hari yang ada hubungannya dengan peredaran bumi) atau hari berupa masa atau tahapan, periode. Selanjutnya kalua dipahami dalam Bibel kata hari merupakan masa antara dua terbitnya matahari berturut-turut atau terbenamnya matahari berturut-turut. Selanjutnya hari yang dipahami ada hubungannya dengan peredaran bumi.12 Dengan demikian, Allah selesai dalam pekerjaan-Nya, setelah bekerja selama enam hari dalam penciptaan langit dan bumi, dan beristirahat pada hari sabtu. Dalam hal ini Allah bersifat pasif. Sedangkan enam masa atau dalam enam hari, yang dijelaskan dalam al-Qur’an surat al-A’raf: 54, “Sesungguhnya Tuhan kamu adalah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam hari”. Menurut tafsir al-Qur’an yang mengingatkan bahwa kata “hari” harus dipahami sebagai “periode”. Yang dimaksud dengan enam periode adalah bahwa penciptaan bukan seketika, karena setiap sesuatu mempunyai batas dan waktu tertentu, sedangkan enam hari yang dimaksud adalah berdasarkan
11
Abu Hassan, Tafsir Qur’an Al-Furqan, Al-Ikhwan, Surabaya,1986, hlm. 933-934
12
Maurice Bucaille, op,cit., hlm. 150
64
perhitungan hari Allah SWT, yang tidak dapat dibandingkan dengan perhitungan hari di bumi. Menurut kalam Arab dan kebanyakan ayat-ayat al-Qur’an kata hari diterapkan pada suatu masa atau periode yang kadarnya tidak dapat ditentukan, dan seorangpun yang mengetahui hakekatnya secara pasti oleh Allah.13 Jika diterjemahkan dengan “satu hari” seperti dipahami sekarang ini tidak logis. Juga bertentangan dengan ayat-ayat yang lain. Tidak logis karena “hari” sekarang ini baru ada setelah penciptaan alam semesta sempurna. Di dalam Q.S. Haj: 47 dan al-Sajadah: 5 dijelaskan satu hari sama
kadarnya dengan seribu tahun, dan dalam surat Ma’arif: 4
disebutkan pula satu hari sama kadarnya dengan lima puluh ribu tahun menurut perhitungan hari di bumi. Jadi kata seribu tahun di sini tidak menunjuk batas waktu yang nyata, melainkan ia merupakan suatu masa yang sangat panjang. Oleh karena itu ada benarnya Abu Su’ud mengartikan kata hari dengan Naubat.14 Allah, menurut al-Qur’an menciptakan langit dan bumi dalam enam hari.15 Kemudian bersemayam di atas singgasana untuk mengatur segala urusan dari langit sampai bumi. Setelah menciptakan langit dan bumi, Allah bersemayam di atas singgasana-Nya. Ini berarti, bahwa Allah mempunyai aktivitas mengatur urusan alam semesta. Dinyatakannya bahwa penciptaan dan pengaturan adalah wewenang-Nya sendiri.16 Jadi dari persamaan dan perbedaan antara Perjanjian Lama dan alQur’an tentang penciptaan alam, bahwasanya alam semesta dan segala
13
Sirajuddin Zar, Menafsirkan Kembali Kosmologi al-Qur’an, Ulumul Qur’an, Jakarta, No.3. Vol. 5, 1994, hlm. 2 14
Maurice Bucaille, op. cit., hlm. 151
15
Machasin, Menyelami Kebebasan Manusia, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1996, hlm. 103
16
Ibid., hlm. 85
65
isinya diciptakan oleh Tuhan Allah. Dengan demikian bahwa kebenaran al-Kitab (Bibel maupun al-Qur’an) adalah kebenaran iman.