BAB IV ANALISIS PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA PT. TS INDONESIA
IV.1
Analisis Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda Berikut adalah analisis dari hasil temuan yang didapatkan oleh penulis selama
penelitian di PT. TS Indonesia, dengan menjabarkan dasar perjanjian dan memberikan analisis terhadap temuan : 1. PT. TS Indonesia membayarkan dividen kepada TS TECH Co, LTD selama masa periode 2006, 2007 dan 2008. Dasar perjanjian yang telah disepakati oleh kedua negara terdapat pada Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda, yakni : a. Indonesia – Jepang ( Pasal 10 ) 1. Dividen yang dibayarkan oleh suatu badan yang berkedudukan di suatu negara kepada penduduk negara lainnya dikenakan pajak di Negara lainnya itu. 2. Namun demikian, dividen itu dapat dikenakan pajak di negara dimana badan yang membayarkan dividen itu berkedudukan sesuai dengan perundang – undangan negara itu, tetapi apabila sipenerima dividen adalah pemilik yang menikmatinya, maka pajak yang dikenakan tidak akan melebihi : 1. 10 persen dari jumlah kotor dividen jika penerima dividen adalah, suatu badan yang selama 12 bulan pada akhir masa pembukuan dimana pembagian keuntungan dilakukan, memiliki sekurang –
41
kurangnya 25 persen modal dari badan yang membayarkan dividen. 2. 15 persen dari jumlah kotor dividen dalam hal lainnya. Ketentuan – ketentuan dari ayat ini tidak akan mempengaruhi pengenaan pajak terhadap badan itu atas laba dimana dividen dibayarkan. 3. Istilah "dividen" yang digunakan dalam Pasal ini berarti pendapatan dari saham-saham atau hak-hak lainnya yang bukan merupakan suratsurat hutang namun turut serta dalam pembagian keuntungan, demikian halnya pendapatan dari hak-hak perseroan lainnya yang dalam hal pengenaan pajaknya diperlakukan sama sebagai pendapatan dari saham menurut perundang-undangan pajak Negara dimana badan yang melakukan pembayaran berkedudukan. 4. Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2 tidak berlaku apabila penerima dividen yang merupakan penduduk suatu negara, menjalankan usaha di negara lainnya dimana badan yang membayarkan dividen berkedudukan, melalui suatu pendirian tetap atau menjalankan pekerjaaan bebas dengan suatu tempat tertentu, dan penguasaan saham-saham atas nama dividen itu dibayarkan, mempunyai hubungan efektif dengan pendirian tetap atau tempat tertentu itu. Dalam hal demikian, melihat pada masalahnya, ketentuan-ketentuan Pasal 7 atau Pasal 14 berlaku.
Jika suatu badan yang berkedudukan disuatu negara memperoleh keuntungan atau pendapatan dari negara lain, negara lain tersebut
42
tidak akan mengenakan pajak atas dividen yang dibayarkan oleh badan itu, kecuali sepanjang dividen – dividen tersebut dibayarkan kepada penduduk negara lain itu atau sepanjang penguasaan sahamsaham atas mana dividen dibayarkan mempunyai hubungan efektif dengan suatu pendirian tetap atau tempat tertentu yang berada di negara lain itu, juga tidak dikenakan pajak atas keuntungankeuntungan badan yang tidak dibagikan, sekalipun dividen-dividen yang dibayarkan atau keuntungan keuntungan yang tidak dibagikan terdiri dari seluruhnya atau sebagian dari keuntungan atau pendapatan yang berasal dari negara lain itu. b. Indonesia – Singapura ( Pasal 10 ) 1. Dividen dibayar oleh sebuah perusahaan yang merupakan penduduk dari negara Kontraktor untuk penduduk yang lain Kontraktor Mei dibea negara di negara yang lainnya. 2. Namun, seperti dividen Mei dibea Kontraktor di negara Bagian mana perusahaan membayar dividen yang merupakan penduduk, dan sesuai dengan hukum yang negara, tetapi bila penerima adalah pemilik dari dividen yang dikenakan pajak sehingga tidak boleh melebihi: a. 10% dari jumlah kotor dividen jika penerima adalah sebuah perusahaan yang memiliki secara langsung sekurang-kurangnya 25% dari modal perusahaan yang membayar dividen. b. 15% dari jumlah kotor dividen dalam semua kasus lain.
43
Otoritas yang kompeten dari Kontraktor Serikat akan menyelesaikan kesepakatan bersama oleh modus aplikasi ini keterbatasan.
Ketentuan ayat ini tidak akan mempengaruhi perpajakan perusahaan pada keuntungan dari dividen yang dibayarkan.
3. Sekalipun demikian ketentuan ayat 2 dari Pasal ini sepanjang Singapura tidak mengenakan pajak atas dividen selain pajak yang dibebankan pada keuntungan atau pendapatan dari perusahaan, dividen yang dibayarkan oleh perusahaan yang merupakan warga Singapura untuk penduduk Indonesia akan dibebaskan dari pajak di Singapura yang dapat dibebankan pada dividen selain pajak yang dibebankan pada keuntungan atau pendapatan perusahaan. Namun, ketika Singapura membebankan pajak pada dividen selain pajak yang dibebankan pada keuntungan atau pendapatan dari perusahaan, menilai sebagai yang ditentukan berdasarkan ketentuan ayat 2 dari Pasal ini akan berlaku. 4. Istilah "dividen" sebagaimana digunakan dalam Pasal ini berarti pendapatan dari saham atau hak-hak lain, tidak hutang-klaim, berpartisipasi dalam keuntungan, serta pendapatan dari perusahaan
44
lainnya yang merupakan subjek hak yang sama untuk biaya perawatan sebagai pajak pendapatan dari saham oleh undang-undang negara bagian yang membuat perusahaan distribusi adalah penduduk. 5. Ketentuan ayat 1 dan 2 tidak akan berlaku jika penerima dividen, sebagai warga Negara Kontraktor yang telah di Kontraktor negara lainnya, di mana perusahaan membayar dividen yang merupakan penduduk, tetap dengan pendirian yang memegang berdasarkan atas dividen yang dibayarkan secara efektif tersambung. Dalam kasus tersebut, ketentuan Pasal 7 akan berlaku. 6. Di mana sebuah perusahaan yang merupakan warga negara yang berasal Kontraktor keuntungan atau pendapatan dari negara lainnya Kontraktor, negara lain yang mungkin tidak mengenakan pajak atas dividen yang dibayarkan oleh perusahaan ke orang yang bukan penduduk negara yang lainnya, dan tidak tunduk pada undistributed keuntungan perusahaan untuk pajak keuntungan pada undistributed meskipun dividen yang dibayarkan atau keuntungan undistributed terdiri seluruhnya atau sebagian dari keuntungan atau pendapatan yang timbul di negara lainnya seperti itu. Dividen akan dianggap timbul di Singapura:
45
a. Jika dibayar oleh sebuah perusahaan di Singapura penduduk atau. b. Jika dibayar oleh sebuah perusahaan penduduk di Indonesia.
Atas dasar Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda, perusahaan telah secara benar menyampaikan dividen yang dibayarkan kepada pemegang saham. Berikut rincian pembayaran dividen yang dilakukan PT. TS Indonesia membagikan dividen sebesar Rp. 27.798.739.981,- kepada TS TECH Co, LTD dengan porsi kepemilikan 90 persen, dan membagikan deviden sebesar Rp. 2.755.415.554,- kepada Pol Pte.LTD dengan porsi kepemilikan 10 persen pada tahun 2007, sesuai dengan kebijakan perusahaan atau sesuai dengan hasil RUPS (rapat umum pemengan saham) yaitu 30% atas laba bersih. Penulis melakukan evaluasi pada dividen PT. TS Indonesia dan dapat ditarik kesimpulan bahwa : 1. Pada tahun 2006 tidak ada pembayaran dividen kepada pemegang saham PT. TS Indonesia pada pelaporan SPT tahun 2006. Dan setelah dilakukan evaluasi dan penelusuran PT. TS Indonesia pada tahun 2006 memang tidak dibayarkan dividen ke pemegang saham dikarenakan laba bersihnya kecil dan perusahaan telah benar melaporkan SPT tahun 2006 atas dividen. 2. Pada tahun 2007 ada pembayaran dividen kepada pemegang saham PT. TS Indonesia namun pada pelaporan SPT tahun 2007 tidak dilampirkan atas pembayaran dividen ke pemegang saham. Dan 46
setelah dilakukan evaluasi dan penelusuran PT. TS Indonesia membayar dividen 30% atas laba bersih perusahaan dengan rincian 30% X Rp. 91,847,185,129,- = Rp. 27,554,155,539,-.
Untuk TS
TECH Co, LTD Rp. 27,554,155,539,- X 90% = Rp. 24,798,739,985,dan untuk
Pol Pte.LTD Rp. 27,554,155,539,- X 10% = Rp.
2,755,415,554,-. Pajak yang dikenakan atas pembayaran dividen adalah untuk TS TECH Co, LTD Rp. 24,798,739,985,- X 15% = Rp. 3,719,811,000,- dan untuk Pol Pte.LTD Rp. 2,755,415,554,- X 10 % = Rp. 275,542,000,-. Perusahaan telah membayarkan dividen kepada pemegang saham akan tetapi tidak melaporkan pembayaran dividen di SPT tahun 2007. 3. Pada tahun 2008 ada pembayaran dividen kepada pemegang saham PT. TS Indonesia pada pelaporan SPT tahun 2008 dilampirkan atas pembayaran dividen ke pemegang saham. Dan setelah dilakukan evaluasi dan penelusuran PT. TS Indonesia membayar dividen 30% atas
laba
bersih
perusahaan
dengan
126,978,093,988,- = Rp. 38,093,428,196,-.
rincian
30%
X
Rp.
Untuk TS TECH Co,
LTD Rp. 38,093,428,196,- X 90% = Rp 34,284,085,376,- dan untuk Pol Pte.LTD Rp. 38,093,428,196,- X 10% = Rp. 3,809,342,820,-. Pajak yang dikenakan atas pembayaran dividen adalah untuk TS TECH Co, LTD Rp. 34,284,085,376,- X 15% = Rp. 5,142,613,000,dan untuk
Pol Pte.LTD Rp. 3,809,342,820,- X 10 % = Rp.
380,934,282,-. Perusahaan telah membayarkan dividen kepada
47
pemegang saham dan telah benar melaporkan pembayaran dividen di SPT tahun 2008.
2. PT. TS Indonesia membayar royalti selama 2006, 2007 dan 2008. Dasar perjanjian yang telah disepakati oleh kedua negara yaitu Indonesia – Jepang terdapat pada pasal 11 Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda, yakni : Royalti yang berasal dari suatu negara dan dibayarkan kepada penduduk negara lainnya, dikenakan pajak di Negara lainnya itu. 1. Namun demikian, royalti tersebut dapat juga dikenakan pajak di Negara dimana royalti itu berasal, sesuai dengan perundang-undangan Negara itu, tetapi apabila sipenerima adalah pemilik royalti yang menikmatinya, pajak yang dikenakan tidak akan melebihi 10 persen dan jumlah kotor royalti. 2. Istilah "royalti" yang digunakan dalam Pasal ini berarti segala bentuk pembayaran yang diterima sebagai balas jasa atas penggunaan, atau hak menggunakan setiap hak cipta kesusasteraan, kesenian atau karya ilmiah termasuk film-sinematografi dan film atau pita-pita untuk siaran radio atau televisi, paten, merek dagang, pola atau model, rencana, rumus rahasia atau pengolahan, atau penggunaan atau hak menggunakan perlengkapan-perlengkapan industri, perdagangan atau ilmu pengetahuan, atau untuk keterangan mengenai pengalaman dibidang industri, perdagangan atau ilmu pengetahuan. 3. Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2 tidak berlaku apabila penerima royalti yang merupakan penduduk suatu Negara menjalankan usaha di
48
Negara lainnya dimana royalti itu berasal, melalui pendirian tetap, atau melakukan pekerjaan bebas dengan suatu tempat tertentu, dan hak atau milik sehubungan dengan mana royalti itu dibayarkan, mempunyai hubungan efektif dengan pendirian tetap atau tempat tertentu itu. Dalam hal demikian, melihat pada masalahnya, berlaku ketentuanketentuan Pasal 7 atau Pasal 14 4. Royalti dianggap berasal dari suatu Negara, jika pembayaran royalti itu adalah Negara itu sendiri, Pemerintah Daerah/Lokal atau penduduk negara tersebut.
Namun demikian apabila pembayaran royalti, tanpa memandang apakah ia merupakan penduduk suatu Negara atau bukan mempunyai pendirian tetap atau tempat tertentu di Negara lain dimana kewajiban membayar royalti timbul dan royalti itu dibebankan pada pendirian tetap atau tempat tertentu itu, maka royalti itu dianggap berasal dari Negara dimana pendirian tetap atau tempat tertentu itu berada.
5. Apabila karena adanya suatu hubungan istimewa antara pembayar dan penerima royalti atau antara keduanya dengan pihak ketiga maka jumlah royalti, dengan memperhatikan penggunaan, hak dan keterangan untuk mana royalti itu dibayar melebihi jumlah yang seharusnya disepakati oleh pembayar dan penerima seandainya tidak terdapat hubungan istimewa, maka ketentuan-ketentuan pasal ini hanya akan berlaku terhadap jumlah yang disebut terakhir. 49
Dalam hal demikian, jumlah pembayaran selebihnya tetap dikenakan pajak menurut perundang-undangan masing-masing Negara dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan lain dalam Persetujuan ini.
Penulis melakukan evaluasi pada royalti PT. TS Indonesia dan dapat ditarik kesimpulan bahwa : PT. TS Indonesia memliki kewajiban untuk menyetorkan royalti hanya kepada TS TECH Co, LTD selama tahun 2006, 2007 dan 2008 adalah sebesar Rp. 694,198,997,- Rp. 2,191,934,468,- dan Rp. 3,062,211,231,dengan perhitungan: Sales price (A) komponen pengurang (tooling cost,material) "B" Add value (C ) = A-B Nilai royalty adalah C x 3% (rate royalty, relatif tergantung dari kebijakan perusahaan sesuai dengan RUPS) PT. TS Indonesia telah melakukan kewajiban perpajakannya dengan benar yakni telah menyetorkan dan melaporkan pembayaran royalti. PT. TS Indonesia melakukan pembayaran royalti terutang selama tahun berjalan setiap 3 bulan sekali dan untuk royalti terutang yang masih harus dibayar oleh PT. TS Indonesia adalah sebesar Rp. 2,999,433,762,- selama tahun 2008 yang dimana PT. TS Indonesia telah menyetorkan Rp. 62,777,469,- pada 9 Januari 2009. Apabila PT. TS Indonesia tidak melaksanakan kewajibannya untuk menyetorkan royalti terutang, maka
50
PT. TS Indonesia akan terkena sanksi sesuai dengan RUPS yang telah ditetapkan oleh perusahaan sebelumnya. IV.2
Analasis Perhitungan Pajak Penghasilan PT. TS Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 7 Tahun 1983 yang
sebagaimana telah dirubah sesuai Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008 pasal 6 ayat (1) huruf a, perusahaan sebagai pemberi kerja yang membayar gaji, honorium, bonus, grafikasi dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai wajib melakukan pemotongan, penyetoran dan pelaporan Pajak Penghasilan pegawainya. Dan PT. TS Indonesia memiliki 545 pegawai, 1 dewan komisaris , 1 komisaris dan 2 direktur. PT. TS Indonesia memiliki 2 direktur yang berwarga negara asing, dan menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 7 Tahun 1983 yang sebagaimana telah dirubah sesuai Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008 pasal 2 ayat (4) huruf a. 2 warga negara asing ini sudah menjadi subjek pajak luar negeri karena telah tinggal lebih dari 183 hari dalam jangka 12 bulan, PT. TS Indonesia menyadari bahwa sebagai subjek pajak luar negeri, jumlah pajak terutang yang ditanggung perusahaan atas penghasilan 2 direktur perusahaan tidak dapat dijadikan beban oleh perusahaan dalam pengurang penghasilan bruto. Dan oleh sebab itu perusahaan selalu berusaha untuk mengoptimalkan subjek pajak luar negeri ini untuk dapat dijadikan objek dalam pengurang penghasilan bruto. Dan
beberapa
kebijakan perusahaan adalah dengan memberikan fasilitas-fasilitas berupa tunjangan kepada 2 direktur PT. TS Indonesia. Melihat besarnya PPh 21 yang ditanggung cukup
51
besar, maka perusahaan dapat merencanakan tunjangan kepada 2 direktur secara efektif dengan menggunakan instrument antara lain : 1. PT. TS Indonenesia menanggung PPh Pasal 21 direktur perusahaannya. Hal ini akan merugikan perusahaan karena sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku bahwa biaya tersebut tidak dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto. Seusai dengan yang dimaksud dalam Keputusan Direktur Jendral Pajak No. Kep545/PJ/2000 tertanggal 29 Desember 2000 Pasal 7 Huruf e bahwa PPh Pasal 21 yang ditanggung oleh pemberi kerja termasuk dalam pengertian kenikmatan dalam bentuk natura tidak boleh diberlakukan untuk pengurang penghasilan bruto. Oleh karena itu PT. TS Indonesia harus lebih cermat dan tepat dalam perencanaan pajak atas PPh Pasal 21, dan untuk mencapai hal tersebut ada beberapa alternatif yang dapat dilakukan oleh perusahaan dengan cara mengubah pengeluaran non deductible menjadi deductible dengan cara gross up, yakni perusahaan memberikan tunjangan pajak sejumlah uang tertentu atau sebesar jumlah PPh pasal 21 yang terutang dan memasukkannya sebagai komponen penambahan penghasilan bruto karyawan yang dipotong PPh pasal 21. Metode gross up ini akan menguntungkan bagi pihak perusahaan dan pihak karyawan karena jumlah pendapatan yang dibawa pulang karyawan (take home pay) akan semakin besar atau tetap dan tidak dipotong pajak.
52
Menurut Zain (2005), Metode gross up dihitung sebagai berikut : Tabel 4.1 Lapisan Penghasilan Kena Pajak Metode gross up Lapisan Penghasilan Kena Pajak (PKP) Pajak PKP s/d Rp. 25.000.000,1/228,6 (PKPSTP - 0) 1/108 (PKPSTP PKP > Rp. 25.000.000,- s/d Rp. 50.000.000,12.500.000) 1/204 (3 PKPSTP PKP > Rp. 50.000.000,- s/d Rp. 100.000.000,75.000.000) PKP > Rp. 100.000.000,- s/d Rp. 1/36 (PKPSTP 200.000.000,55.000.000) 10/78 (0.35 PKPSTP PKP > Rp. 200.000.000 33.750.000) Ket : PKPSTP (Penghasilan Kena Pajak Sebelum Tunjangan Pajak)
2. Tunjangan Makan diberikan oleh PT. TS Indonesia kepada direktur perusahaan dalam bentuk uang, dan jumlah tersebut termasuk dalam komponen Pajak Penghasilan. Hal ini dilakukan perusahaan agar lebih efisien bila dibayarkan bersamaan dengan gaji karyawan dan mengakibatkan menjadi objek pajak. Dengan perencanaan pajak yang efektif dan efisien, perusahaan dapat melakukan penyediaan makanan dan minuman sehingga biaya tersebut dapat dibiayakan (deductible expense) oleh perusahaan tetapi bukan merupakan objek pajak atau tidak termasuk dalam komponen Pajak Penghasilan bagi direktur/karyawan karena berbentuk natura/kenikmatan. Hal ini dilandasi berdasarkan aturan pelaksanaan dalam Keputusan Menteri Keuangan No.466/KMK/2000 Tanggal 3 November 2000 serta keputusan Direktur Jendral Pajak No Kep.213/PJ/2001 yang mulai tanggal 1 Januari 2001 yang menyatakan bahwa “Penyediaan makanan dan minuman untuk seluruh pegawai secara bersama-sama termasuk dewan komisaris dan dewan direksi ditempat kerja dapat dikurangkan dari penghasilan bruto bagi perusahaan dan bukan merupakan objek PPh pasal 21 bagi pegawai sesuai dengan Pasal 4 ayat (3) huruf d UU PPh No.17 Tahun 2000
53
yang sebagaimana telah dirubah menjadi UU PPh No.36 Tahun 2008. Dalam PPh badan, dapat dilihat bahwa tidak ada perbedaan dalam perlakuan tunjangan makan dengan penyediaan makan bersama yang dapat dibiayakan (deductible expense). Dan dalam PPh Pasal 21 pemberian tunjangan makan dalam bentuk uang tunai adalah objek pajak sedangkan penyediaan makan bersama bukan objek pajak. Namun demikian, dengan memperhitungkan secara baik mana yang lebih baik digunakan oleh perusahaan, juga harus dapat disesuaikan dengan kondisi perusahaan. 3. PT. TS Indonesia memberikan biaya pengobatan atau biaya rumah sakit kepada karyawan dengan sistem reinburstment, tidak terkecuali dengan direktur perushaan. hal ini berdampak pada kerugian perusahaan karena merupakan pemberian dalam bentuk natura atau kenikmatan yang tidak dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto. Perusahaan sebaiknya mengalokasikan biaya reinburstment tersebut kedalam tunjangan kesehatan yang dibayarkan bersama gaji bulanan secara rutin baik karyawan itu sakit atau tidak. Perusahaan tidak hanya dapat mengganti biaya ini menjadi tunjangan kesehatan, namun juga dapat mengikutsertakan direktur / karyawannya dalam program asuransi kesehatan, dimana premi tersebut ditanggung oleh perusahaan atas nama direktur / karyawan sehingga dapat dibebankan secara fiskal sebagai pengurang penghasilan bruto perusahaan. 4.
PT. TS Indonesia memberikan natura atau kenikmatan khusus kepada direksi atau setingkat manajer berupa fasilitas kendaraan yaitu mobil dengan sistem COP (Car Ownership Program). Hal ini merugikan perusahaan karena dalam Undang-Undang Perpajakan Pasal 9 ayat (1) huruf e, pemberian natura oleh 54
perusahaan kepada karyawan tidak dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto. Oleh karena itu perusahaan dapat melakukan perencanaan pajak dari pemberian natura diganti menjadi pemberian tunjangan transportasi, dan juga bila diberikan dalam bentuk tunjangan transportasi, perusahaan dapat menjual mobil tersebut untuk kepentingan operasional perusahaan, sehingga perusahaan dapat menghemat biaya pemeliharaan kendaraan tersebut.
Berikut adalah contoh perhitungan atas salah seorang direktur PT. TS Indonesia yang akan memperlihatkan tunjangan PPh yang akan diterima oleh karyawan tersebut : A adalah seorang direktur PT. TS Indonesia yang berstatus K/1 dan telah bekerja selama 4 tahun diperusahaan. Setiap bulannya A mendapatkan gaji Rp. 30.000.000,-, selama ini Tuan A hanya mendapatkan Tunjangan Hari Raya (THR) sebesar Rp. 100.000.000,- dari perusahaan. Dan dengan mengefesiensikan jumlah pajak terutang PT. TS Indonesia terhadap subjek luar negeri, A mendapatkan tunjangan kesehatan sebesar Rp. 10.000.000,- dan tunjangan transportasi sebesar Rp. 20.000.000,- lalu tunjangan pajak sebesar Rp. 204,744,307,-. Maka evaluasi perhitungan PPh pasal 21 terhadap direktur A selama 1 tahun adalah:
55
Tabel 4.2 Perhitungan PPh Pasal 21 Sebelum dan Sesudah Evaluasi Sebelum Evaluasi Sesudah Evaluasi Keterangan (Rp) (Rp) Gaji 360,000,000 360,000,000 THR 100,000,000 100,000,000 Tunjangan Kesehatan 10,000,000 Tunjangan Transport 20,000,000 Tunjangan Pajak 204,744,307*) Iuran Pemberi Kerja Premi JKK (0.89%*gaji) 3,204,000 3,204,000 Premi JK (0.3%*gaji) 1,080,000 1,080,000 Total Penghasilan Bruto 464,284,000 699,028,307 Biaya Jabatan (Max Rp. 1.296.000) Iuran JHT (2%*gaji) Penghasilan Netto
(1,296,000) (720,000) 462,268,000
(1,296,000) (720,000) 697,012,307
PTKP (K/1) (2008) Penghasilan Kena Pajak PPh Pasal 21 5%x Rp. 25.000.000,10% x Rp. 25.000.000,15% x Rp. 50.000.000,25% x Rp. 100.000.000,35% x Rp. 246.668.000,35% x Rp. 481.412.307,PPh Pasal 21 Setahun Dibulatkan Pajak Yang dibayarkan oleh direktur
(15,600,000) 446,668,000
(15,600,000) 681,412,307
1,250,000 2,500,000 7,500,000 25,000,000 86,333,800
1,250,000 2,500,000 7,500,000 25,000,000
122,583,800 122,583,800 122,583,800
168,494,307 204,744,307 204,744,307 -
*) PKPSTP : Penghasilan Kena Pajak Sebelum Tunjangan Pajak Besarnya tunjangan pajak adalah
= 10/78 ((0.35 x PTKPSTP)-33.750.000) x12 = 10/78 ((0.35 x 476.668.000)-33.750.000) x12 = 204.744.307,-
Dari perhitungan di atas, dengan pemberian tunjangan pajak menggunakan metode gross up, perusahaan dapat menjadikan tunjangan yang diberikan kepada direktur menjadi biaya yang dapat dikurangkan penghasilan bruto, sehingga perusahaan 56
dapat menghemat jumlah pajak terutangnya. Keuntungannya direktur dapat menjadikan pajak yang dibayarkan menjadi salah satu kredit pajak atas penghasilannya bila ia dikenakan pajak penghasilannya di negara asalnya yaitu Jepang. Jadi perusahaan dapat menggunakan perhitungan ini sebagai salah satu alternatif untuk menjadikan subjek pajak luar negeri menjadi objek pajak dalam negeri.
Pasal 23 UU PPh 1. Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintahan, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada wajib pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan : a. Sebesar 15% dari jumlah bruto atas: 1) Dividen sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) huruf g. 2) Bunga sebagaimana dimasksud dalam pasal 4 ayat (1) huruf f. 3) Royalti 4) Hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong pajak penghasilan sebagaiman dimaksud dalam pasal 12 ayat (1) huruf e. b. Sebesar 15% dari jumlah bruto dan bersifat final atas bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi. c.
Sebesar 15% dari perkiraan penghasilan neto atas: 1) Sewa dan penghasilan lain sebungan dengan penggunaan harta.
57
2) Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jsa lain selain jasa yang telah dipotong pajak penghasilan sebagaimana dimasksud dalam pasal 21. 2. Besarnya perkiraan penghasilan neto dan jenis jsa lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c ditetapkan dengan keputusan Direktur Jenderal Pajak. 3. Orang pribadi sebagai wajib pajak dalam negeri dapat ditunjukan oleh Direktur Jenderal Pajak untuk memotong pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). 4. Pemotong pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dilakukan atas : a.
Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank.
b.
Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi.
c.
Dividen sebagaimana dimasksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf f.
d.
Bunga obligasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf j.
e.
Bagian laba sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf i.
f.
Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya.
g.
Bunga simpanan yang tidak melebihi batas yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri keuangan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya.
Dari hasil perhitungan PPh pasal 23 pada PT. TS Indonesia terdapat PPh yang terjadi sebesar Rp. 4.710.684.746,- (tahun 2006), Rp. 10.451.997.735,- (tahun 2007) dan Rp. 15.115.510.487,- (tahun 2008) yang merupakan: 1.
Jasa sehubungan dengan biaya pabrikasi perusahaan.
2.
Jasa Manajemen, Audit dan Notaris. 58
3.
Jasa Katering.
Dan atas jumlah biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan jasa, perusahaan memotong PPh 23 atas jasa-jasa tersebut. Dalam hal ini PT. TS Indonesia telah patuh dan telah sesuai melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan memotong, menyetor, dan melaporkan PPh 23 yang telah dikenakan tarif sesuai dengan jenis jasa yang digunakan. IV.3
Laporan Koreksi Fiskal 2006, 2007, 2008 PT. TS Indonesia Besarnya pajak penghasilan suatu badan akan menimbulkan suatu masalah. Hal
ini terjadi karena adanya perbedaan interpretasi antara pihak perusahaan dengan pihak fiskus dalam menentukan dan atau pengakui penghasilan (pendapatan) dan biaya (beban) antara akuntansi dan Peraturan Perpajakan. Perbedaan ini terdiri dari beda tetap (permanent difference) dan beda waktu (temporary difference). Perbedaan waktu adalah perbedaan antara “accouting base” yaitu nilai buku atau nilai aktiva dan kewajiban menurut akuntansi dan “tax base” yaitu nilai buku fiscal yang dipergunakan untuk menghitung penghasilan kena pajak (rugi fiskal) yang dilaporkan dalam SPT-PPh. Perbedaan tetap adalah perbedaan pengakuan pendapatan dan beban antara akuntansi dan fiscal yang berbeda. Perhitungan PPh untuk laba usaha dihitung berdasarkan laporan keuangn yang dibuat perusahaan berdasarkan PSAK (Pernyataan Standart Akuntansi Keuangan), berupa neraca dan laporan laba rugi. Untuk keperluan keuangan tersebut perlu direkonsiliasi mnjadi laporan keuangan fiskal, hal ini menimbulkan koreksi-koreksi fiskal sebagai berikut : 1. Koreksi fiskal positif : koreksi fiskal yang menyebabkan bertambahnya laba fiskal dibandingkan laba komersial, penyebabnya adalah tidak diakuinya beban komersial oleh fiskal. Contoh : sumbangan, pemberian bentuk natura. 59
2. Koreksi fiskal negatif : koreksi yang menyebabkan berkurangnya laba fiskal dibandingkan laba komresial, penyebabnya adalah diakuinya beban yang lebih besar oleh fiskal dibandingkan dengan komersial. Contoh : beban depresiasi. Penyebab lainnya adalah pendapatan menurut komersial namun bukan merupakan pendapatan menurut fiskal. Contoh : pendapatan bunga deposito.
60
Dan berikut uraian koreksi fiskal dan negatif PT. TS Indonesia selama 2006, 2007 dan 2008 : Tabel 4.3 Evaluasi Koreksi Fiskal 2006
2007
2008
41,403,741,828 131,354,276,808 181,132,060,127 Laba Komersial Koreksi Positif : Denda Pajak 231,641,166 196,981,550 13,827,044 Kerugian pemeriksaan pajak Penyusutan komersial 428,029,232 818,326,672 1,145,672,362 Peny. Harta sewa 1,757,121,447 942,084,388 1,073,516,738 Biaya sewa 709,276,391 743,830,422 868,736,859 Biaya keanggotan 39,870,000 42,415,000 56,500,000 Transportasi 104,323,873 119,178,601 147,166,319 Sumbangan & Pemberian 29,500,000 53,653,333 82,175,678 Rekreasi 327,651,572 211,871,132 387,408,214 Lain-Lain 791,736,712 219,897,734 128,283,255 Manfaat Masa Pensiun 517,899,182 1,506,368,900 1,711,828,934 Perbedaan Persediaan 384,616,327 188,931,263 237,417,891 Keuntungan Penjualan Aset 3,817,361,720 55,033,333 86,854,041 Total : 9,139,027,622 5,098,572,328 5,939,387,335 Koreksi Negatif : beban sewa guna 916,098,709 784,982,487 1,548,744,451 pendptan bunga 226,633,678 1,170,932,078 4,162,357,633 selusuh peny fiskal 28,222,135 22,533,333 Total : 1,170,954,522 1,978,447,898 5,711,102,084 49,371,814,928 134,474,401,238 181,360,345,378 Laba Fiskal
61
Tabel 4.4 Rekonsiliasi Laporan Laba Rugi Komersial dan Fiskal Sebelum dan Setelah Perencanaan Pajak Rekonsiliasi Laporan Laba Rugi Komersial dan Fiskal PT. TS Indonesia Untuk Tahun yang Berjalan 31 Desember 2006 Komersial Koreksi Fiskal (Rp) (Rp) Penjualan Bersih Beban Pokok Penjualan Bahan Baku, Saldo Awal Pembelian Bahan Baku Bahan Baku, Tersedia Untuk Dipakai Bahan Baku, Saldo Akhir Bahan Baku Yang Terpakai Upah Langsung Beban Pabrikasi : Upah Tidak Langsung Transportasi Sewa Penyusutan Dan Amortisasi Jasa Pihak Ketiga Royalti Freight In Reparasi Asuransi Jamuan Perlengkapan Pabrik Listrik dan Air Biaya Lainnya Total Beban Pabrikasi Barang Dalam Proses, Saldo Awal Barang Dalam Proses, Saldo Akhir Barang Jadi, Saldo Awal Barang Jadi, Saldo Akhir
Harga Pokok Penjualan Laba Kotor Biaya Penjualan Gaji Biaya Transport Barang Total Biaya Umum dan Administrasi Gaji & Honorarium PPh 21 Tunjangan Pajak Transportasi Tunjangan Transportasi Penyusutan Asuransi Pengobatan Karyawan Tunjangan Kesehatan Sewa Tunjangan Rumah Jasa Management, Audit, Notary Reparasi Telekomunikasi Alat Kantor Keanggotaan Listrik dan Air
Fiskal (Rp)
328,246,899,931
328,246,899,931
30,917,236,611 222,748,763,223 253,665,999,834 (21,079,542,613) 232,586,457,221
30,917,236,611 222,748,763,223 253,665,999,834 (21,079,542,613) 232,586,457,221
3,177,979,390
3,177,979,390
4,445,226,091 1,722,491,092 1,029,652,061 4,914,600,597 3,512,610,526 694,198,997 574,838,187 1,595,935,982 69,437,471 32,494,717 89,476,222 396,649,134 5,029,234,898 24,106,845,975
4,445,226,091 1,722,491,092 778,622,322 4,914,600,597 3,512,610,526 694,198,997 574,838,187 1,595,935,982 69,437,471 32,494,717 89,476,222 396,649,134 4,316,966,999 23,143,548,337
251,029,739
712,267,899
4,316,631,021 (3,582,737,912) 8,805,564,768 (7,134,002,810) 2,405,455,067
4,316,631,021 (3,582,737,912) 8,805,564,768 (7,134,002,810) 2,405,455,067
262,276,737,653
261,313,440,015
65,970,162,278
66,933,459,916
1,531,331,237 7,376,679,243 8,908,010,480
1,531,331,237 7,376,679,243 8,908,010,480
3,767,211,918 294,846,167
901,651,958 294,846,167
2,865,559,960 -
383,083,406
104,323,873
278,759,533
791,787,231
2,185,150,679 (28,222,135)
(1,365,141,313)
75,934,826 164,515,630 458,246,652 1,038,318,437 502,846,133 369,746,324 846,716,387 39,870,000 756,264,520
75,934,826 164,515,630 458,246,652
39,870,000
1,038,318,437 502,846,133 369,746,324 846,716,387 756,264,520
62
Rekonsiliasi Laporan Laba Rugi Komersial dan Fiskal PT. TS Indonesia Untuk Tahun yang Berjalan 31 Desember 2006 Komersial Koreksi Fiskal (Rp) (Rp)
Katering Sumbangan Biaya Bank Biaya Langganan Jamuan Lain-lain Biaya Perijinan, PBB Biaya Denda dan Rugi Pajak Amortisasi R & D Total
159,755,783 1,350,000 183,461,532 359,346,142 475,719,275 1,198,101,568 167,933,671 231,641,166 930,703,861 13,197,400,629
Total Biaya Laba Usaha
22,105,411,109 43,864,751,169
Pendapatan (Beban) Lain Pendapatan Bunga (Jasa Giro) Biaya Bunga Bank /Leasing
226,633,678 (1,954,100,616)
1,350,000
141,287,769 231,641,166
Fiskal (Rp)
159,755,783 183,461,532 359,346,142 475,719,275 1,056,813,799 167,933,671 930,703,861 8,867,254,500 17,775,264,980 49,158,194,936
Keuntungan Penjualan Aset
(226,633,678) (916,098,709)
(2,870,199,325)
3,817,361,720
3,817,361,720
Kerugian Pertukaran Mata Uang Asing-Net Pendapatan Lainnya - Net Beban Lainnya - Net
(744,818,470) 11,276,067 (2,461,009,341)
LabaSebelum Pajak Penghasilan
41,403,741,828
49,371,814,928
41,403,741,828
49,371,814,928
(744,818,470) 11,276,067 213,619,992
Pajak Penghasilan Laba Bersih
63
Tabel 4.5 Rekonsiliasi Laporan Laba Rugi Komersial dan Fiskal Sebelum dan Setelah Perencanaan Pajak Rekonsiliasi Laporan Laba Rugi Komersial dan Fiskal PT. TS Indonesia Untuk Tahun yang Berjalan 31 Desember 2007 Komersial Koreksi Fiskal (Rp) (Rp) Penjualan Bersih Beban Pokok Penjualan Bahan Baku, Saldo Awal Pembelian Bahan Baku Bahan Baku, Tersedia Untuk Dipakai Bahan Baku, Saldo Akhir Bahan Baku Yang Terpakai Upah Langsung Beban Pabrikasi : Upah Tidak Langsung Transportasi Sewa Penyusutan Dan Amortisasi Jasa Pihak Ketiga Royalti Freight In Reparasi Asuransi Jamuan Perlengkapan Pabrik Listrik dan Air Biaya Lainnya Total Beban Pabrikasi Barang Dalam Proses, Saldo Awal Barang Dalam Proses, Saldo Akhir Barang Jadi, Saldo Awal Barang Jadi, Saldo Akhir
Fiskal (Rp)
576,664,554,494
576,664,554,494
26,809,330,887 399,399,668,307 426,208,999,194 (41,899,357,691) 384,309,641,503
26,809,330,887 399,399,668,307 426,208,999,194 (41,899,357,691) 384,309,641,503
5,447,778,790
5,447,778,790
6,170,786,574 2,014,743,349 1,617,891,167 5,272,327,129 8,934,983,142 2,191,934,468 413,674,247 1,902,807,247 166,779,462 22,150,587 27,743,039 435,703,129 1,376,558,570 30,548,082,110
6,170,786,574 2,014,743,349 1,329,430,500 5,272,327,129 8,934,983,142 2,191,934,468 413,674,247 1,902,807,247 166,779,462 22,150,587 27,743,039 435,703,129 975,756,175 29,858,819,048
288,460,667
400,802,395
1,801,375,157 (1,379,451,338) 3,185,577,291 (4,318,769,012) (711,267,902)
1,801,375,157 (1,379,451,338) 3,185,577,291 (4,318,769,012) (711,267,902)
Harga Pokok Penjualan
419,594,234,501
418,904,971,439
Laba Kotor
157,070,319,993
157,759,583,055
768,643,400 7,668,974,746 8,437,618,146
768,643,400 7,668,974,746 8,437,618,146
Biaya Penjualan Gaji Biaya Transport Barang Total Biaya Umum dan Administrasi Gaji & Honorarium PPh 21 Tunjangan Pajak Transportasi Tunjangan Transportasi Penyusutan Asuransi Pengobatan Karyawan Tunjangan Kesehatan Sewa Tunjangan Rumah Jasa Management, Audit, Notary Reparasi Telekomunikasi Alat Kantor Keanggotaan Listrik dan Air Katering Sumbangan
5,396,238,341 416,863,512
1,089,505,388 416,863,512
4,306,732,953 -
952,502,166
119,178,601
833,323,565
1,407,981,012
1,760,411,060 (22,533,333)
(352,430,048) 22,533,333 134,225,354 94,115,044
134,225,354 94,115,044 455,369,755 1,233,753,503 254,600,062 419,610,443 459,121,110 42,415,000 807,502,030 283,241,090 1,850,000
455,369,755
42,415,000
1,850,000
1,233,753,503 254,600,062 419,610,443 459,121,110 807,502,030 283,241,090 -
64
Rekonsiliasi Laporan Laba Rugi Komersial dan Fiskal PT. TS Indonesia Untuk Tahun yang Berjalan 31 Desember 2007 Komersial Koreksi Fiskal (Rp) (Rp)
Biaya Bank Biaya Langganan Jamuan Lain-lain Biaya Perijinan, PBB Biaya Denda dan Rugi Pajak Amortisasi R & D Total Total Biaya Laba Usaha Pendapatan (Beban) Lain Pendapatan Bunga (Jasa Giro) Biaya Bunga Bank /Leasing Kerugian Pertukaran Mata Uang AsingNet Pendapatan Lainnya - Net Beban Lainnya - Net LabaSebelum Pajak Penghasilan
219,183,875 384,800,147 363,600,347 549,719,667 131,658,536 196,981,550 2,427,465,380 16,632,797,924
271,701,067 196,981,550
25,070,416,070 131,999,903,923 1,170,932,078 (127,361,510)
131,354,276,808
219,183,875 384,800,147 363,600,347 278,018,600 131,658,536 2,427,465,380 12,301,055,324 20,738,673,470 137,020,909,585
(1,170,932,078) (784,982,487)
(2,190,665,677) 501,467,994 (645,627,115)
Fiskal (Rp)
(912,343,997) (2,190,665,677)
55,033,333
556,501,327 (2,546,508,347) 134,474,401,238
65
Tabel 4.6 Rekonsiliasi Laporan Laba Rugi Komersial dan Fiskal Sebelum dan Setelah Perencanaan Pajak Rekonsiliasi Laporan Laba Rugi Komersial dan Fiskal PT. TS Indonesia Untuk Tahun yang Berjalan 31 Desember 2008 Komersial Koreksi Fiskal (Rp) (Rp) Penjualan Bersih Beban Pokok Penjualan Bahan Baku, Saldo Awal Pembelian Bahan Baku Bahan Baku, Tersedia Untuk Dipakai Bahan Baku, Saldo Akhir Bahan Baku Yang Terpakai Upah Langsung Beban Pabrikasi : Upah Tidak Langsung Transportasi Sewa Penyusutan Dan Amortisasi Jasa Pihak Ketiga Royalti Freight In Reparasi Asuransi Jamuan Perlengkapan Pabrik Listrik dan Air Biaya Lainnya Total Beban Pabrikasi
Fiskal (Rp)
753,971,342,476
753,971,342,476
19,137,135,181 531,573,267,554 550,710,402,735 (49,127,761,438) 501,582,641,297
19,137,135,181 531,573,267,554 550,710,402,735 (49,127,761,438) 501,582,641,297
6,253,846,125
6,253,846,125
8,406,858,659 2,057,145,487 1,659,042,069 6,153,478,499 13,795,412,610 3,062,211,231 692,747,872 3,287,467,621 249,857,277 35,866,287 55,762,640 652,998,462 1,207,725,681 41,316,574,395
8,406,858,659 2,057,145,487 1,308,132,975 6,153,478,499 13,795,412,610 3,062,211,231 692,747,872 3,287,467,621 249,857,277 35,866,287 55,762,640 652,998,462 582,899,576 40,340,839,196
350,909,094
624,826,105 975,735,199
7,163,661,490 (11,203,817,113) 9,622,355,103 (17,463,458,362) (11,881,258,882)
7,163,661,490 (11,203,817,113) 9,622,355,103 (17,463,458,362) (11,881,258,882)
Harga Pokok Penjualan
537,271,802,935
536,296,067,736
Laba Kotor
216,699,539,541
217,675,274,740
992,701,350 7,786,795,680 8,779,497,030
992,701,350 7,786,795,680 8,779,497,030
Barang Dalam Proses, Saldo Awal Barang Dalam Proses, Saldo Akhir Barang Jadi, Saldo Awal Barang Jadi, Saldo Akhir
Biaya Penjualan Gaji Biaya Transport Barang Total Biaya Umum dan Administrasi Gaji & Honorarium PPh 21 Tunjangan Pajak Transportasi Tunjangan Transportasi Penyusutan Asuransi Pengobatan Karyawan Tunjangan Kesehatan
6,600,906,550 582,746,293
1,129,082,641 582,746,293
5,471,823,909 -
1,875,247,427
147,166,319
1,728,081,108
4,750,693,725
2,219,189,100
2,531,504,625
200,948,276 150,348,279
200,948,276 150,348,279
66
Sewa Tunjangan Rumah Jasa Management, Audit, Notary Reparasi Telekomunikasi Alat Kantor Keanggotaan Listrik dan Air Katering Sumbangan Biaya Bank Biaya Langganan Jamuan Lain-lain Biaya Perijinan, PBB Biaya Denda dan Rugi Pajak Amortisasi R & D Total
Rekonsiliasi Laporan Laba Rugi Komersial dan Fiskal PT. TS Indonesia Untuk Tahun yang Berjalan 31 Desember 2008 Komersial Koreksi Fiskal (Rp) (Rp) 517,827,765 517,827,765
Total Biaya Laba Usaha Pendapatan (Beban) Lain Laba (Rugi) Penjualan Aktiva Pendapatan Bunga (Jasa Giro) Biaya Bunga Bank /Leasing Kerugian Pertukaran Mata Uang AsingNet Pendapatan Lainnya - Net Beban Lainnya - Net LabaSebelum Pajak Penghasilan
1,004,372,194 438,472,843 648,214,371 826,757,264 56,500,000 830,510,625 315,725,683 5,300,000 384,726,423 428,467,294 239,474,629 638,896,360 99,487,173 13,827,044 5,200,276,707 25,809,726,925
56,500,000
5,300,000
206,158,933 13,827,044
34,589,223,955 182,110,315,586
Fiskal (Rp)
1,004,372,194 438,472,843 648,214,371 826,757,264 830,510,625 315,725,683 384,726,423 428,467,294 239,474,629 432,737,427 99,487,173 5,200,276,707 20,931,928,830 29,711,425,860 187,963,848,880
4,162,357,633
86,854,041 (4,162,357,633)
86,854,041 -
(148,491,364)
(1,548,744,451)
(1,697,235,815)
(746,449,948)
(5,642,736,939) 649,615,211 (6,603,503,502)
(5,642,736,939) 649,615,211 (979,255,459) 181,131,060,127
181,360,345,378
67
Tabel 4.7 Perhitungan PPh Badan Setelah Koreksi Fiskal
PKP Dibulatkan ( Pasal 17 ayat 4 ) PPh Badan yang terutang : 10% x 50.000.000 15% x 50.000.000 30% x 49.271.814.000 30% x 134.374.401.000 30% x 181.360.345.000 30% x 50.065.344.000 30% x 134.932.755.000 30% x 181.765.821.000 Jumlah Kredit Pajak Dalam Negeri Kredit Pajak Luar Negeri PPh Pasal 29
Perhitungan PPh Badan (Rp) Setelah Koreksi Fiskal 2006 2007 49,371,814,928 134,474,401,239 49,371,814,000 134,474,401,000
5,000,000 7,500,000 14,781,544,200
5,000,000 7,500,000
2008 181,360,345,378 181,360,345,000
5,000,000 7,500,000
40,312,320,300 54,378,103,500
14,794,044,200 2,230,352,457 12,563,691,743
40,324,820,300 5,958,983,579 5,413,329 34,360,423,392
54,390,603,500 7,990,715,674 46,399,887,826
Keterangan : Ruang lingkup penelitian hanya pada perhitungan penghasilan dan biaya dikenakan dan atau dihasilkan di Indonesia, tanpa memperdulikan perhitungan penghasilan dan biaya TS. Co. LTD di Jepang dari Indonesia .
68