Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put. 73289/PP/M.IB/27/2016 : PPh Pasal 15 Final
Tahun Pajak
: 2007
Pokok Sengketa
: bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam Banding ini adalah Koreksi Dasar Pengenaan Pajak Pajak Penghasilan Final Pasal 15 Masa Pajak Januari-Desember 2007 sebesar Rp5.848.078.922, yang tidak disetujui oleh Pemohon Banding;
JA
K
Jenis Pajak
PA
Menurut Terbanding : bahwa berdasarkan Pasal 5 ayat (1) huruf b UU PPh serta Pasal 5 ayat (4) artikel 26 OECD Commentary dijelaskan bahwa aktifitas BUT tidak terlepas dari AAA Corporation saja melainkan kepada grup/afiliasi yang terkait dengan AAA Corporation yang memiliki BUT tersebut, dengan demikian terhadap adanya impor dari selain AAA Corporation Jepang yaitu dari afiliasinya ke Indonesia, merupakan obyek dari Pemohon Banding; : bahwa berdasarkan informasi dan data-data yang telah Pemohon Banding kumpulkan terkait perusahaan-perusahaan tersebut diatas, diketahui bahwa Pemohon Banding adalah badan hukum yang berbeda dari perusahaan-perusahaan tersebut diatas. Oleh karena itu transaksitransaksi penjualan yang dilakukan oleh beberapa perusahaan tersebut tidak dapat dianggap sebagai Dasar Pengenaan Pajak untuk menghitung kewajiban PPh Ps. 15 atas Pemohon Banding, karena perusahaan-perusahaan tersebut diatas bukan merupakan Prinsipal dari Kantor Perwakilan AAA Corporation. Namun demikian kesalahan pengambilan Dasar Pengenaan Pajak untuk menghitung kewajiban PPh Ps. 15 tidak akan menjadi masalah, karena sesuai ketentuan yang berlaku Pemohon Banding seharusnya tidak terutang PPh Ps. 15;
Menurut Majelis
: bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap berkas sengketa, penjelasan para pihak serta bukti-bukti yang diserahkan dalam persidangan, diuraikan sebagai berikut:
NG AD
ILA
N
Menurut Pemohon
bahwa pada pokoknya terdapat 2 (dua) pokok sengketa dalam banding yang diajukan oleh Pemohon Banding, yakni: 1) Kedudukan Pemohon Banding sebagai Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia; 2) Apakah Penghasilan Kantor Pusat dan Afiliasinya sebesar Rp4.393.692.627,00 merupakan Obyek Pajak Penghasilan BUT; 1. Kedudukan Pemohon Banding di Indonesia
PE
bahwa berdasarkan Undang-undang Nomor: 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana beberapa kali diubah terakhir dengan Undang – undang Nomor: 17 Tahun 2000 (selanjutnya disebut UU PPh), antara lain dinyatakan sebagai berikut:
Yang dimaksud dengan bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa: a. tempat kedudukan manajemen; b. cabang perusahaan; c. kantor perwakilan; d. gedung kantor; e. pabrik; f. bengkel; g. pertambangan dan penggalian sumber alam, ...... dst sampai huruf l;
ET
AR
(5)
IAT
Pasal 2 UU PPh: (1) Yang menjadi Subyek Pajak adalah: a.1) Orang pribadi; 2) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak; b. badan; c. bentuk usaha tetap.
bahwa berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia dengan Jepang, antara lain diatur sebagai berikut:
SE
KR
Article 5 P3B Indonesia – Jepang: 1. For the purposes of this Agreement, the term "permanent establishment" means a fixed place of business through which the business of an enterprise is wholly or partly carried on; 2. The term 'Permanent establishment" includes especially: (a) a place of management; (b) a branch; (c) an office; (d) a factory ; (e) a workshop; (f) a farm or plantation; (g) a mine, an oil or gas well, a quarry or any other place of extraction of natural resources; 3. A building site or construction or installation project constitutes a permanent establishment only if it lasts more than six months; 4. Notwithstanding the provisions of the preceding paragraphs, the term 'Permanent establishment" shall be deemed not to include:
(a)
the use of facilities solely for the purpose of storage or display of goods or merchandise belonging to the enterprise; the maintenance of a stock of goods or merchandise belonging to the enterprise solely for the purpose of storage or display; the maintenance of a stock of goods or merchandise belonging to the enterprise solely for the purpose of processing by another enterprise; the maintenance of a fixed place of business solely for the purpose of purchasing goods or merchandise, or of collecting information, for the enterprise; the maintenance of a fixed place of business solely for the purpose of advertising , for scientific research or for similar activities which have a preparatory or auxiliary character, for the enterprise; the maintenance of a fixed place of business solely for any combination of activities mentioned in subparagraphs (a) to (e), provided that the overall activity of the fixed place of business resulting from this combination is of a preparatory or auxiliary character;
(b)
K
(c)
JA
(d) (e)
PA
(f)
bahwa berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, diuraikan sebagai berikut:
1) bahwa sejak tanggal 14 November 1982, Pemohon Banding tercatat di KPP Badan dan Orang Asing Satu Jakarta dengan nama: BBB Heavy Industruies, dengan NPWP XXX.000, beralamat di Jakarta 10220;
Nama NPWP Alamat
ILA
N
2) bahwa berdasarkan Permohonan Perubahan Data Wajib Pajak yang diajukan oleh Pemohon Banding dengan Surat Nomor: JK 709 – 903 tanggal 14 September 2007 yang ditujukan kepada Kepala KPP Badan dan Orang Asing Satu Jakarta, Pemohon Banding mengajukan perubahan data Wajib Pajak, semula sebagaimana tertulis pada angka 1) menjadi: : AAA Corporation : XXX.000 : Jakarta 10220
NG AD
3) bahwa berdasarkan permohonan Pemohon Banding tersebut, Terbanding menerbitkan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) Nomor: PEM - 02448/WPJ.07/ KP.0703/2007 tanggal 21 September dengan rincian sebagai berikut : Nama :: Pemohon Banding NPWP : XXX.000 KLU : 45210 – Konstruksi Gedung Alamat : Jakarta Pusat DKI Jakarta Raya 10220 Kewajiban Pajak : PPh Pasal 4 (2), Pasal 15, Pasal 19, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 25, Pasal 26 dan Pasal 29
PE
4) bahwa sejak tercatat sebagai BUT di KPP Badan dan Orang Asing Satu Jakarta pada tahun 1982 sampai dengan tahun 2016 (saat persidangan sengketa berlangsung), setiap tahun Pemohon Banding telah melaporkan SPT PPh Badan sebagai wujud pemenuhan kewajiban perpajakan dari Pemohon Banding sebagai BUT di Indonesia; 5) bahwa sejak terdaftar sebagai BUT tahun 1982 sampai dengan saat persidangan ini dicukupkan tanggal 20 April 2016, Pemohon Banding tidak pernah mengajukan keberatan kepada Terbanding atas status Pemohon Banding sebagai BUT yang telah ditetapkan oleh Terbanding;
IAT
bahwa berdasarkan fakta tersebut, dapat disimpulkan bahwa Pemohon Banding sejak beraktivitas di Indonesia sampai dengan saat sekarang telah menyetujui kedudukan Pemohon Banding sebagai BUT di Indonesia, dan setiap tahun Pemohon Banding telah menjalankan dan memenuhi kewajiban perpajakannya dengan melaporkan SPT PPh Badan sebagai BUT;
AR
bahwa berdasarkan uraian dan pertimbangan tersebut, Majelis berpendapat bahwa penetapan Pemohon Banding sebagai BUT oleh Terbanding adalah sudah tepat, sesuai dengan fakta yang sebenarnya dan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 2 UU PPh dan Article 5 P3B Indonesia - Jepang; 2. Obyek Pajak Penghasilan BUT sebesar Rp5.848.078.972,00
ET
bahwa berdasarkan Izin Usaha Kantor Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing yang diterbitkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dengan Surat Nomor: 66/I/IUP3A-T/P-21/Asing/2012 tanggal 16 Agustus 2012 tentang: Perubahan Kepala Perwakilan dan Perpanjangan Izin Usaha Kantor Perwakilan Perdagangan Asing (KP3A), yang ditujukan kepada Kepala Kantor Perwakilan AAA Corporation di Jakarta, antara lain dinyatakan sebagai berikut:
KR
Angka V: Kantor Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing (KP3A) wajib mentaati ketentuan-ketentuan sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan No. 10/M-DAG/PER/3/2006 sebagaimana telah diubah dengan No. 28/MDAG/PER/6/2010 sebagai berikut:
SE
1. Pemegang Izin Usaha Kantor Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing (pusat/cabang) : a. Sebagai agen penjualan dan atau agen pabrik diperkenankan: 1) Memperkenalkan dan menunjukkan pemasaran barang-barang (promosi) yang dihasilkan oleh perusahaan yang menunjuk; 2) Memberikan keterangan-keterangan atau petunjuk-petunjuk tentang penggunaan, pengimporan barangbarang tersebut; 3) Penelitian pasar dalam rangka memajukan pemasaran barang-barang tersebut; 4) Pengawasan penjualan barang-barang tersebut di dalam negeri; b. Sebagai agen pembelian: 1) Menghubungkan perusahaan yang menunjuknya dan memberikan petunjuk-petunjuk, atau keterangan-
JA
K
keterangan tentang syarat pengiriman/ ekspor kepada perusahaan di dalam negeri; 2) Menutup kontrak dalam rangka ekspor barang atas nama perusahaan yang menunjuk; 3) Melakukan ekspor hasil produksi dalam negeri; c. Menunjuk perusahaan nasional sebagai agen dengan melalui persetujuan produsen atau pabrik yang memproduksi di luar negeri berkaitan dengan produk-produk yang dipromosikan; d. Tidak diperkenankan melakukan kegiatan perdagangan, kecuali kegiatan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 a dan/atau 1b bahwa sebagaimana dinyatakan oleh Terbanding, aktivitas yang dilakukan oleh Pemohon Bandiing di Indonesia sebagai perwakilan AAA Corporation Jepang, adalah melakukan promosi dan survey pasar namun tidak melakukan penjualan barang atau memberikan jasa tertentu di Indonesia;
PA
bahwa berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan, terbukti bahwa Pemohon Banding tidak melakukan penjualan barang dan memberikan jasa tertentu di Indonesia, sehingga selama beraktivitas di Indonesia tidak pernah memperoleh penghasilan;
N
bahwa berdasarkan SPT PPh Badan Pemohon Banding dari sejak berdiri tahun 1982 sampai dengan SPT PPh Badan tahun 2016 sebagaimana yang telah diperiksa oleh Terbanding, tidak terdapat penghasilan yang diperoleh dari aktivitas Pemohon Banding di Indonesia;
ILA
bahwa berdasarkan Undang-undang Nomor: 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana beberapa kali diubah terakhir dengan Undang - undang Nomor: 17 Tahun 2000 (selanjutnya disebut UU PPh), antara lain dinyatakan sebagai berikut:
NG AD
Pasal 5 UU PPh: (1) Yang menjadi Objek Pajak bentuk usaha tetap adalah: a. penghasilan dari usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap tersebut dan dari harta yang dimiliki atau dikuasai; b. penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap di Indonesia; Memori Penjelasan Pasal 5 Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, dikenakan pajak di Indonesia melalui bentuk usaha tetap tersebut. Ayat (1)
PE
Huruf a Bentuk usaha tetap dikenakan pajak atas penghasilan yang berasal dari usaha atau kegiatan dan dari harta yang dimiliki atau dikuasainya. Dengan demikian semua penghasilan tersebut dikenakan pajak di Indonesia.
IAT
Huruf b Berdasarkan ketentuan ini penghasilan kantor pusat yang berasal dari usaha atau kegiatan, penjualan barang dan pemberian jasa, yang sejenis dengan yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap dianggap sebagai penghasilan bentuk usaha tetap, karena pada hakekatnya usaha atau kegiatan tersebut termasuk dalam ruang lingkup usaha atau kegiatan dan dapat dilakukan oleh bentuk usaha tetap. Usaha atau kegiatan yang sejenis dengan usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap, misalnya terjadi apabila sebuah bank di luar Indonesia yang merupakan bentuk usaha tetap di Indonesia, memberikan pinjaman secara langsung tanpa melalui bentuk usaha tetapnya kepada perusahaan di Indonesia.
AR
Penjualan barang yang sejenis dengan yang dijual oleh bentuk usaha tetap, misalnya kantor pusat di luar negeri yang mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia menjual produk yang sama dengan produk yang dijual oleh bentuk usaha tetap tersebut secara langsung tanpa melalui bentuk usaha tetapnya kepada pembeli di Indonesia.
ET
Pemberian jasa oleh kantor pusat yang sejenis dengan jasa yang diberikan oleh bentuk usaha tetap, misalnya kantor pusat perusahaan konsultan di luar Indonesia memberikan konsultasi yang sama dengan jenis jasa yang dilakukan bentuk usaha tetap tersebut secara langsung tanpa melalui bentuk usaha tetapnya kepada klien di Indonesia; bahwa yang menjadi sengketa adalah koreksi Terbanding atas Obyek Pajak Penghasilan yang berasal dari ekspor AAA Corporation Jepang (Kantor Pusat) dan Perusahaan Afiliasinya ke Indonesia selama tahun 2007 sebesar Rp5.848.078.972,00 ;
KR
bahwa berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Pasal 5 Ayat (1) huruf b UU PPh, dinyatakan yang menjadi Obyek Pajak BUT adalah: “ penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap di Indonesia”;
SE
bahwa dalam menetapkan Obyek Pajak Penghasilan yang berasal dari ekspor barang ke Indonesia oleh AAA Corporation (Kantor Pusat) dan Perusahaan Afiliasinya, Terbanding tidak menggunakan dan mempertimbangkan ketentuan yang diatur dalam Pasal 5 UU PPh, meskipun ketentuan tersebut berkaitan langsung dengan kedudukan Pemohon Banding sebagai BUT yang ditetapkan oleh Terbanding; bahwa Majelis berpendapat, berdasarkan ketentuan Pasal 5 Ayat (1) huruf b UU PPh beserta memori penjelasannya, dan berdasarkan fakta bahwa Pemohon Banding tidak melakukan kegiatan penjualan barang di Indonesia, maka penghasilan Kantor Pusat (AAA Corporation Jepang) dan Afiliasinya yang berasal dari ekspor barang ke Indonesia bukan merupakan Obyek Pajak Penghasilan bagi Pemohon Banding sebagai BUT;
K
bahwa berdasarkan memori penjelasan Pasal 29 Ayat (2) Undang-undang Nomor: 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan sebagaimana beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor: 16 Tahun 2000, antara lain dinyatakan : “ Pendapat dan kesimpulan petugas pemeriksa harus didasarkan pada bukti yang kuat dan berkaitan serta berlandaskan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan “ ;
JA
bahwa berdasarkan uraian dan pertimbangan tersebut, Majelis berkesimpulan koreksi Terbanding atas DPP PPh Badan tahun 2007 sebesar Rp5.848.078.972,00 harus dibatalkan karena tidak didasarkan pada bukti yang kuat dan berkaitan serta tidak berlandaskan pada ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;
Dasar Hukum: A. P3B Indonesia Jepang 1. Pasal 5 angka 4, dan Pasal 7 angka 1 dan 2: Pasal 5
(1) For the purposes of this Agreement, the term "permanent establishment" means a fixed place of business through which the business of an enterprise is wholly or partly carried on. (2) The term "permanent establishment" includes especially: (a) a place of management; (b) a branch; (c) an office; (d) a factory; (e) a workshop; (f) a farm or plantation; (g) a mine, an oil or gas well, a quarry or any other place of extraction of natural resources. (3) A building site or construction or installation project constitutes a permanent establishment only if it lasts more than six months; (4) Notwithstanding the provisions of the preceding paragraphs, the term "permanent establishment" shall be deemed not to include: (a) the use of facilities solely for the purpose of storage or display of goods or merchandise belonging to the enterprise; (b) the maintenance of a stock of goods or merchandise belonging to the enterprise solely for the purpose of storage or display;
(1) Untuk tujuan Persetujuan ini, istilah "pendirian tetap" berarti suatu tempat usaha tertentu dimana “seluruh” atau “sebagian” usaha suatu perusahaan dijalankan.
ILA
N
Article 5
(2) Istilah "pendirian tetap" terutama meliputi: (a) suatu tempat ketatalaksanaan; (b) suatu cabang; (c) suatu kantor; (d) suatu pabrik; (e) suatu tempat kerja; (f) suatu pertanian atau perkebunan; (g) suatu pertambangan, suatu sumur minyak atau gas, suatu tempat penggalian atau tempat lainnya untuk pengembalian sumber kekayaan alam. (3) Suatu lokasi bangunan atau tempat pekerjaan konstruksi atau proyek instalasi merupakan suatu pendirian tetap jika kegiatannya berlangsung lebih dari enam bulan. (4) lstilah "pendirian tetap" tidak dianggap termasuk :
IAT
PE
NG AD
I.
PA
bahwa dalam sengketa ini, Hakim Ketua yaitu Masdi mempunyai pendapat berbeda (Disenting Opinion) atas koreksi Terbanding dengan pendapat sebagai berikut :
ET
AR
(c) the maintenance of a stock of goods or merchandise belonging to the enterprise solely for the purpose of processing by another enterprise; (d) the maintenance of a fixed place of business solely for the purpose of purchasing goods or merchandise, or of collecting information, for the enterprise;
KR
(e) the maintenance of a fixed place of business solely for the purpose of advertising, for scientific research or for similar activities which have a preparatory or auxiliary character, for the enterprise;
SE
(f) the maintenance of a fixed place of business solely for any combination of activities mentioned in subparagraphs (a) to (e), provided that the overall activity of the fixed place of business resulting from this combination is of a preparatory or auxiliary character.
(a) penggunaan fasilitas-fasilitas “sematamata” dengan maksud untuk menyimpan atau menamerkan barang-barang atau barang dagangan kepunyaan perusahaan; (b) pengurusan suatu persediaan barangbarang atau barang dagangan kepunyaan perusahaan “semata-mata” dengan maksud untuk penyimpanan atau untuk pameran; (c) pengurusan suatu persediaan barangbarang atau barang dagangan kepunyaan perusahaan semata-mata dengan maksud untuk diolah oleh perusahaan lain; (d) pengurusan suatu tempat usaha tertentu semata-mata maksud untuk melakukan pembelian barang-barang atau barang dagangan atau untuk pengumpulan keterangan bagi keperluan perusahaan; (e) pengurusan suatu tempat usaha tertentu semata-mata dengan maksud untuk keperluan reklame, untuk pemberian keteranganketerangan, untuk penelitian ilmiah atau kegiatan kegiatan serupa “yang bersifat persiapan atau penunjang bagi perusahaan”; (f) pengurusan tempat usaha tertentu sematamata untuk setiap kegiatan-kegiatan gabungan dari yang disebut dalam sub ayat (a) sampai (e), asal saja keseluruhan kegiatan ditempat usaha tertentu itu bersifat “persiapan atau penunjang”.
Pasal 7
Article 7 (1) The profits of an enterprise of a Contracting
(1) Laba perusahaan dari Negara Pihak pada Persetujuan hanya akan dikenakan pajak di
KR
ET
AR
IAT
PE
NG AD
ILA
N
PA
JA
K
Negara itu kecuali perusahaan itu menjalankan State shall be taxable only in that usahanya di Negara lainnya, melalui suatu Contracting State unless the enterprise bentuk usaha tetap yang berkedudukan disitu. carries on business in the other Jika perusahaan menjalankan usahanya Contracting State through a permanent sebagaimana dimaksud diatas, maka laba dari establishment situated therein. If the perusahaan itu bisa dikenakan pajak di Negara enterprise carries on business as lainnya, tetapi hanya atas bagian laba yang aforesaid, the profits of the enterprise berasal dari bentuk usaha tetap tersebut. may be taxed in that other Contracting State but only so much of them as is attributable to that permanent establishment. (2) Subject to the provisions of paragraph 3 (2) Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan where an enterprise of a Contracting pada ayat 3, jika suatu perusahaan dari suatu State carries on business in the other Negara pada Persetujuan menjalankan Contracting State through a permanent usahannya di Negara lain melalui suatu bentuk establishment situated therein, there usaha tetap yang berkedudukan disitu, maka shall in each Contracting State be yang akan diperhitungan sebagai laba bentuk attributed to that permanent usaha tetap oleh masing masing negara ialah establishment the profits which it might laba yang diperolehnya seandainya bentuk usaha be expected to make if it were a distinct tetap tersebut merupakan suatu perusahaan and separate enterprise engaged in the yang terpisah dan berdiri sendiri, yang same or similar activities under the same melakukan kegiatan-kegiatan yang sama atau or similar conditions and dealing wholly serupa, dan mengadakan hubungan yang independently with the enterprise of sepenuhnya bebas dengan perusahaan yang which it is a permanent establishment memiliki bentuk usaha tetap itu; (3) In determining the profits of a permanent (3) Dalam menentukan besarnya laba suatu bentuk establishment, there shall be allowed as usaha tetap, dapat dikurangkan biaya-biaya yang deductions expenses which are incurred dikeluarkan untuk kepentingan usaha dari bentuk for the purposes of the permanent usaha tetap itu termasuk biaya-biaya pimpinan establishment, including executive and dan biaya-biaya administrasi umum baik yang general administrative expenses so dikeluarkan di negara di mana bentuk usaha incurred, whether in the Contracting tetap itu berkedudukan maupun tempat lainnya; State in which the permanent establishment is situated or elsewhere. (4) Selama menjadi kebiasaan di suatu Negara untuk (4) Insofar as it has been customary in a menetapkan laba yang diperkirakan diperoleh Contracting State to determine the profits suatu pendirian tetap berdasarkan suatu to be attributed to a permanent pembagian laba dari keseluruhan laba establishment on the basis of an perusahaan terhadap pelbagai bagiannya, apportionment of the total profits of the ketentuan-ketentuan dalam ayat 2 tidak akan enterprise to its various parts, nothing in menutup kemungkinan bagi perusahaan di paragraph 2 shall preclude that Negara itu untuk menetapkan laba yang Contracting State from determining the dikenakan pajak atas suatu pembagian laba profits to be taxed by such an seperti itu yang mungkin merupakan kebiasaan; apportionment as may be customary; the bagaimanapun cara penghitungan pembagian method of apportionment adopted shall, yang dianut, akan menjadikan hasilnya sesuai however, be such that the result shall be dengan azas-azas yang terkandung dalam pasal in accordance with the principles ini. contained in this Article. (5) No profits shall be attributed to a permanent (5) Tidak akan dianggap ada laba yang diperoleh establishment by reason of the mere suatu pendirian tetap hanya karena pembelian purchase by that permanent semata-mata oleh bentuk usaha tetap dari establishment of goods or merchandise barang-barang atau barang dagangan untuk for the enterprise. perusahaan induknya; (6) For the purposes of the preceding (6) Untuk kepentingan-kepentingan ayat-ayat paragraphs, the profits to be attributed to terdahulu, besarnya laba yang diperoleh suatu the permanent establishment shall be pendirian tetap akan ditentukan dengan cara determined by the same method year by perhitungan yang sama dari tahun ke tahun year unless there is good and sufficient kecuali bila ada alasan yang cukup kuat untuk reason to the contrary. melakukan penyimpangan. (7) Where the profits include items of income (7) Jika dalam jumlah laba termasuk unsur-unsur which are dealt with separately in other pendapatan yang diatur secara tersendiri oleh Articles of this Agreement, then the Pasal-pasal lain dari Persetujuan ini, maka provisions of those Articles shall not be ketentuan-ketentuan dalam Pasal-pasal itu tidak affected by the provisions of this Article. akan terpengaruh oleh ketentuan-ketentuan dalam Pasal ini.
2. UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000;
SE
1. Pasal 2 ayat (1): “Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak. ” 2. Pasal 2 ayat (4):”Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau mengukuhkan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan apabila Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2).” Penjelasan Pasal 2 ayat (4): Terhadap Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak yang tidak memenuhi kewajiban untuk mendaftarkan diri dan/atau melaporkan usahanya dapat diterbitkan Nomor Pokok Wajib
K
Pajak dan/atau pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan. Hal ini dapat dilakukan apabila berdasarkan data yang diperoleh atau dimiliki oleh Direktorat Jenderal Pajak ternyata orang pribadi atau badan atau Pengusaha tersebut telah memenuhi syarat untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
1. Pasal 2 ayat (1) huruf c : “Yang menjadi subjek pajak adalah bentuk usaha tetap”;
JA
3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000
NG AD
ILA
N
PA
2. Pasal 2 ayat (5) :”Yang dimaksud dengan bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa” : a. tempat kedudukan manajemen; b. cabang perusahaan; c. kantor perwakilan; d. gedung kantor; e. pabrik; f. bengkel; g. pertambangan dan penggalian sumber alam, wilayah kerja pengeboran yang digunakan untuk eksplorasi pertambangan; h. perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan; i. proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan; j. pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau oleh orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan; k. orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas; l. agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung resiko di Indonesia; 3. Pasal 5 :”Yang menjadi Obyek Pajak bentuk usaha tetap adalah : a. penghasilan dari usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap tersebut dan dari harta yang dimiliki atau dikuasai; b. penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap di Indonesia;
PE
4. Pasal 15 :”Norma Penghitungan Khusus untuk menghitung penghasilan netto dari Wajib Pajak tertentu yang tidak dapat dihitung berdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat (1) atau ayat (3) ditetapkan Menteri Keuangan”; Penjelasan Pasal 15
IAT
Ketentuan ini mengatur tentang Norma Penghitungan Khusus untuk golongan Wajib Pajak tertentu, antara lain perusahaan pelayaran atau penerbangan internasional, perusahaan asuransi luar negeri, perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas bumi, perusahaan dagang asing, perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangun-guna-serah ("build, operate, and transfer"); bahwa untuk menghindari kesukaran dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi golongan Wajib Pajak tertentu tersebut, berdasarkan pertimbangan praktis atau sesuai dengan kelaziman pengenaan pajak dalam bidang-bidang usaha tersebut, Menteri Keuangan diberi wewenang untuk menetapkan Norma Penghitungan Khusus guna menghitung besarnya penghasilan netto dari Wajib Pajak tertentu tersebut;
AR
4. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 634/KMK.04/1994 tentang Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto Bagi Wajib Pajak Luar Negeri Yang Mempunyai Kantor Perwakilan Dagang Di Indonesia;
ET
1. Pasal 1 Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan nilai ekspor bruto adalah semua nilai pengganti atau imbalan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri yang mempunyai kantor perwakilan dagang di Indonesia dari penyerahan barang kepada orang pribadi atau badan yang berada atau bertempat kedudukan di Indonesia;
KR
2. Pasal 2 (1) Penghasilan neto dari Wajib Pajak luar negeri yang mempunyai kantor perwakilan dagang di Indonesia ditetapkan sebesar 1% (satu persen) dari nilai ekspor bruto; (2) Pelunasan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar 0,44% (empat puluh empat per seribu) dari nilai ekspor bruto dan bersifat final;
SE
3. Pasal 3 Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Keputusan ini ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak;
5. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-667/PJ./2001 tentang Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto Bagi Wajib Pajak Luar Negeri Yang Mempunyai Kantor Perwakilan Dagang Di Indonesia 1. Pasal 1 Dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini yang dimaksud dengan nilai ekspor bruto adalah semua nilai
pengganti atau imbalan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri yang mempunyai kantor perwakilan dagang di Indonesia dari penyerahan barang kepada orang pribadi atau badan yang berada atau bertempat kedudukan di Indonesia;
K
2. Pasal 2 Ayat (1)
JA
Penghasilan neto dari Wajib Pajak luar negeri yang mempunyai kantor perwakilan dagang di Indonesia ditetapkan sebesar 1% (satu persen) dari nilai ekspor bruto"; 3. Pasal 2 Ayat (2)
PA
Pelunasan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar 0,44% (empat puluh empat per seribu) dari nilai ekspor bruto dan bersifat final"; Adapun dasar penghitungan 0,44% adalah sebagai berikut :
30% X 10% 20% X(1-0,3)%
= =
N
PPh atas penghasilan kena pajak terutang Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu Bentuk Usaha Tetap (Branch Profit Tax/BPT) (tarif 20%) Total
0,30% 0,14% 0,44%
ILA
4. Wajib Pajak luar negeri yang dimaksud dalam KEP-667/PJ./2001 tersebut adalah Wajib Pajak Luar Negeri yang mempunyai Kantor Perwakilan Dagang (representative office/liaison office), selanjutnya disingkat KPD, di Indonesia yang berasal dari negara yang belum mempunyai Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dengan Indonesia;
NG AD
5. Untuk KPD dari negara-negara mitra P3B dengan Indonesia, maka besarnya tarif pajak yang terutang disesuaikan dengan tarif BPT dari suatu Bentuk Usaha Tetap tersebut sebagaimana dimaksud dalam P3B terkait; a. Contoh 1: Penghitungan untuk KPD yang berasal dari Spanyol.
PE
Tarif BPT dalam P3B Indonesia dengan Spanyol sebesar 10%. Dengan demikian tarif pajak yang terutang adalah sebagai berikut: PPh atas penghasilan kena pajak terutang 30% X 1% = 0,30 % 10% X (1- = 0,07 Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi 0,3)% % pajak dari suatu Bentuk Usaha Tetap (Branch Profit Tax/BPT) (tarif 10%) Total 0,37 % b.
contoh 2: penghitungan untuk KPD yang berasal dari Australia;
IAT
Tarif BPT dalam P3B Indonesia dengan Australia sebesar 15%. Dengan demikian tarif pajak yang terutang adalah sebagai berikut
AR
PPh atas penghasilan kena pajak terutang Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu Bentuk Usaha Tetap (Branch Profit Tax/BPT) (tarif 15%) Total
30% X 1% = 15% X (1- = 0,3)%
0,30% 0,105 % 0,405 %
6. Surat Direktur Jenderal Pajak nomor S-279/PJ.312/2002 tentang PPh Final bagi Kantor Perwakilan Dagang di Indonesia;
ET
7. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-2/PJ.03/2008 tentang “Penegasan Atas Penerapan Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto Bagi Wajib Pajak Luar Negeri Yang Mempunyai Kantor Perwakilan Dagang (Representative Office/Liaison Office) di Indonesia”;
KR
8. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 10/M-DAG/PER/3/2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Izin Usaha Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing 1. Pasal 1 angka 1 :”Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing adalah perorangan Warga Negara Indonesia atau Warga Negara Asing yang ditunjuk oleh Perusahaan Asing atau Gabungan Perusahaan Asing di luar negeri sebagai perwakilannya di Indonesia”.
SE
2. Pasal 3 :”Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing dapat” : a. melakukan kegiatan memperkenalkan, mempromosikan dan memajukan pemasaran barang-barang yang dihasilkan oleh Perusahaan Asing atau Gabungan Perusahaan Asing di luar negeri yang menunjuknya, serta memberikan keterangan-keterangan atau petunjuk-petunjuk bagi penggunaan dan pengimporan barang kepada perusahaan/pemakai di dalam negeri; b. melakukan penelitian pasar dan pengawasan penjualan di dalam negeri dalam rangka pemasaran barang dari Perusahaan Asing atau Gabungan Perusahaan Asing di luar negeri yang menunjuknya; c. melakukan penelitian pasar atas barang-barang yang dibutuhkan oleh Perusahaan Asing atau Gabungan Perusahaan Asing di luar negeri yang menunjuknya dan menghubungkan serta memberikan keterangan-
K
keterangan dan petunjuk-petunjuk tentang syarat-syarat pengeksporan barang kepada perusahaan di dalam negeri; d. menutup kontrak untuk dan atas nama perusahaan yang menunjuknya dengan perusahaan di dalam negeri dalam rangka ekspor; II. Pokok Sengketa
PA
JA
A. bahwa yang menjadi pokok sengketa banding adalah koreksi positif Terbanding atas Dasar Pengenaan Pajak PPh Final Pasal 15 sesuai dengan Pasal 15 UU PPh jo. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 634/KMK.04/1994 jo. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-667/PJ./2001 jo. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-2/PJ.03/2008, sedangkan menurut Pemohon Banding seharusnya tidak dikenakan PPh Final Pasal 15 sesuai dengan aturan P3B; B. bahwa berdasarkan LHP, LPK, SPHP, SPUH, SUB, Surat Bantahan, Surat Tanggapan, penjelasan para pihak dalam persidangan, bukti dokumen yang diserahkan dalam persidangan atas sengketa koreksi positif DPP PPh Final Pasal 15 a quo, maka Hakim Ketua Masdi berpendapat sebagai berikut:
1. bahwa untuk menguatkan dalil yang dikemukakan oleh para pihak, maka Hakim Ketua Masdi
5. 6.
N
ET
SE
KR
8.
AR
IAT
7.
ILA
4.
NG AD
3.
PE
2.
memerintahkan kepada para pihak untuk membuktikan dalil kedua pihak sesuai dengan ketentuan Pasal 76 Undang-Undang Nomor 14 tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak “Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam pasal 69 (1)“ bahwa Terbanding menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) PPh Final Pasal 15 Nomor 00033/241/07/053/13 tanggal 4 Desember 2013 untuk masa pajak Januari s.d Desember 2007 berdasarkan Laporan Hasil Verifikasi dalam rangka penerbitan Surat Ketetapan Pajak KPP Badan dan Orang Asing Nomor : LHV-18/WPJ.07/KP.0708/2013 tanggal 28 November 2013; bahwa Pemohon Banding tidak setuju atas penerbitan SKPKB a quo berdasarkan proses verifikasi a quo karena Mahkamah Agung telah mencabut Pasal-Pasal dalam PP nomor 74 Tahun 2011; bahwa Terbanding tidak setuju atas pendapat Pemohon Banding tentang proses penerbitan SKPKB a quo karena proses verifikasi dilaksanakan sebelum putusan MA tentang pencabutan Pasal-Pasal PP 74 tahun 2011 yaitu laporan hasil verifikasi dibuat tanggal 28 November 2013 sedangan putusan Mahkamah Agung tentang sengketa pasal-pasal PP 74 tahun 2011 dengan nomor perkara 73P/HUM/2013 berlaku pada tanggal 30 Septembar 2015 atau 90 (sembilan puluh hari) setelah putusan dikirim kepada para pihak yaitu pada tanggal 1 Juli 2015 sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materill; bahwa Hakim Ketua Masdi berpendapat tentang proses penerbitan SKPKB melalui verifikasi a quo yang dilakukan Terbanding sudah sesuai dengan ketentuan a quo; bahwa selanjutnya, atas permohonan sendiri, Pemohon Banding telah memperoleh surat izin usaha tetap sebagai “Perwakilan Perusahaan Dagang Asing” dari Departemen Perdagangan dengan nomor SP39/A/P2DA/DLLP/72 tanggal 9 Mei 1972 yang kemudian diperpanjang oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan RI, Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri dengan Surat Izin Usaha “Kantor Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing” nomor 10/M-DAG/PER/3/2006 dan yang terakhir dengan “Surat Izin Usaha KPDA (Kantor Perwakilan Perdagangan Asing)” dari Kepala BKPM nomor 66/I/IUP3AT/P-21/Asing/2012 tanggal 16 Agustus 2012; bahwa berdasarkan surat izin usaha tetap yang diperoleh Pemohon Banding a quo dan telah menempati “alamat kantor” yang tetap untuk melakukan kegiatan usaha di Gd.Midplaza II Lt.17, Jl.Jenderal Sudirman Kav 10-11, Tanah Abang, Jakarta Pusat sejak tahun 2006, maka menurut Hakim Ketua Masdi, Pemohon Banding telah memenuhi “persyaratan subyektif” sesuai ketentuan Pasal 2 ayat (1) huruf c dan Pasal 2 ayat (5) UU PPh jo. Pasal 5 ayat (2a) dan (2c) P3B Indonesia Jepang yakni: Pasal 5 ayat 2 menentukan: Istilah "pendirian tetap" terutama meliputi: (a)suatu tempat ketatalaksanaan; (b) suatu cabang; (c) suatu kantor; (d) suatu pabrik; (e) suatu tempat kerja; (f) suatu pertanian atau perkebunan; (g) suatu pertambangan, suatu sumur minyak atau gas, suatu tempat penggalian atau tempat lainnya untuk pengembalian sumber kekayaan alam. bahwa “kegiatan usaha” Pemohon Banding menurut Surat Izin Usaha “Kantor Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing” nomor 10/M-DAG/PER/3/2006 adalah Pemohon Banding dapat melakukan kegiatan usaha sesuai dengan Pasal 3 Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 10/MDAG/PER/3/2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Izin Usaha Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing yakni: a) melakukan kegiatan memperkenalkan, mempromosikan dan memajukan pemasaran barang-barang yang dihasilkan oleh Perusahaan Asing atau Gabungan Perusahaan Asing di luar negeri yang menunjuknya, serta memberikan keterangan-keterangan atau petunjuk-petunjuk bagi penggunaan dan pengimporan barang kepada perusahaan/pemakai di dalam negeri; b) melakukan penelitian pasar dan pengawasan penjualan di dalam negeri dalam rangka pemasaran barang dari Perusahaan Asing atau Gabungan Perusahaan Asing di luar negeri yang menunjuknya; c) melakukan penelitian pasar atas barang-barang yang dibutuhkan oleh Perusahaan Asing atau Gabungan Perusahaan Asing di luar negeri yang menunjuknya dan menghubungkan serta memberikan keterangan-keterangan dan petunjuk-petunjuk tentang syarat-syarat pengeksporan barang kepada perusahaan di dalam negeri; d) menutup kontrak untuk dan atas nama perusahaan yang menunjuknya dengan perusahaan di dalam negeri dalam rangka ekspor; bahwa selanjutnya kegiatan usaha Pemohon Banding sebagaimana diperluas dalam perpanjangan Surat Izin Usaha “Kantor Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing” dari Kepala BKPM nomor 66/I/IUP3AT/P-21/Asing/2012 tanggal 16 Agustus 2012 sebagai berikut:
9.
SE
KR
ET
AR
IAT
PE
NG AD
ILA
N
PA
JA
K
a) Promote and conduct market research and costomer's needs for the products an services; b) Liaise with end users as well as distributions in an advisory role and in providing after sales support and assistance; c) Coordination business schedules and development; d) Contribution of activities to Indonesia society for Principal; 10. bahwa kegiatan usaha dipertegas dalam surat keberatan Pemohon Banding yaitu untuk menjalankan aktifitas Promote and conduct market research and costomer's needs for the products an services, Liaise with end users as wel as distributions in an advisory role and in providing after sales support and assistance, Coordination business schedules and development, Contribution of activities to Indonesia society for Principal. Fungsi tersebut membuktikan bahwa kegiatan tersebut adalah kegiatan pemasaran atas produk-produk/jasa-jasa yang dihasilkan/diberikan oleh kantor pusat untuk kepentingan kantor pusat (AAA Group) yang merupakan pelaksanaan sebagian kegiatan usaha bentuk usaha tetap sebagaimana ditentukan dalam Pasal 5 ayat (1) P3B; 11. bahwa berdasarkan data pencarian melalui internet (https://xa.yimg.com/kq/groups/ 20956927/700923147/name/IHI+NEW+EVENT+- +MOI.pdf.) yang dilakukan oleh Terbanding, diperoleh “bukti” bahwa kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh Pemohon Banding merupakan kegiatan pemasaran aktif yaitu diantaranya dengan melakukan kegiatan seminar tentang "Business Matching on IHI's Industrial Machineries for Future Cooperation Between Indonesia & Japan", dimana dalam kegiatan tersebut diketahui bahwa Pemohon Banding melakukan penawaran produk-produk yang diproduksi oleh grup AAA Corporation, yaitu Package Boilers for utility of factory, Centrifugal and gas compressor, logistics systems, crane material handling, centrifugal and filters; 12. bahwa berdasarkan SPT Tahunan PPh Pasal 21 yang disampaikan dan dilaporkan Pemohon Banding, jabatan pegawai-pegawai Pemohon Banding adalah aktivitas manajemen, Customer Services, Trade Marketing, Product Marketing, Sales Planning, kegiatan terkait Accessories dan Business Support serta kegiatan kesekretariatan yang seluruhnya merupakan cerminan atau gambaran tugas-tugas yang diberikan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan rutin dari Pemohon Banding; 13. bahwa berdasarkan bukti kegiatan usaha yang dilakukan oleh Pemohon Banding sebagaimana diuraikan diatas, maka Terbanding “secara jabatan” menerbitkan “Surat Keterangan Terdaftar” nomor PEM02448/WPJ.07/KP.0703/2007 dengan mengubah nama dari “BBB Heavy Industries” menjadi “Pemohon Banding” karena Pemohon Banding telah memenuhi persyaratan subyektif dan obyektif sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan ayat (4) UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 (UU KUP) dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-161/PJ./2001, meskipun Pemohon Banding hanya mengajukan permohonan perubahan data Wajib Pajak nomor JK 709-903 tentang “perubahan nama” dari “BBB Heavy Industries” menjadi “ AAA Corporation”; 14. bahwa selanjutnya Pemohon Banding tetap berpendirian status perpajakannya di Indonesia sebagai “Kantor Perwakilan Dagang Asing” yang termasuk “bukan sebagai BUT atau Pendirian Tetap (Permanent Establishment)” sesuai dengan Pasal 5 ayat (3) dan (4) P3B Indonesia Jepang karena kegiatan usaha Pemohon Banding di Indonesia hanya bersifat “persiapan dan penunjang”; 15. bahwa menurut Pemohon Banding, meskipun Pemohon Banding tidak pernah menyatakan statusnya di Indonesia sebagai Badan Usaha Tetap (BUT) pada pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau mengajukan usulan perubahan dari “Kantor Perwakilan Perusahaan Dagang Asing” menjadi “BUT”, namun Pemohon Banding tetap melaksanakan kewajiban pajak sebagaimana ditetapkan dalam SKT; 16. bahwa Hakim Ketua Masdi berpendapat berdasarkan bukti yang disampaikan dalam persidangan a quo, argumentasi yang didalilkan oleh Terbanding tentang kegiatan Pemohon Banding sebagai “Kantor Perwakilan Perdagangan Dalam Negeri (representative office) yang telah memenuhi Persyaratan sebagai Badan Usaha Tetap (Permanent Establishment) sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (1) huruf c dan Pasal 2 ayat (5) UU PPh jo. Pasal 5 ayat (1), (2c) dan ayat (4) P3B Indonesia Jepang a quo, maka Terbanding dapat mengubah kegiatan usaha “secara jabatan” dari “Kantor Perwakilan Dagang Asing” menjadi “Badan Usaha Tetap (BUT)” sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (4) dan (4a) UU KUP; 17. bahwa selanjutnya menurut pandangan Hakim Ketua Masdi, kegiatan Pemohon Banding sebagaimana diuraikan di atas bukanlah kegiatan “persiapan dan penunjang (preparatory or auxiliary)” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) P3B yaitu; (a) penggunaan fasilitas-fasilitas “semata-mata” dengan maksud untuk menyimpan atau memamerkan barang-barang atau barang dagangan kepunyaan perusahaan; (b) pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan kepunyaan perusahaan “semata-mata” dengan maksud untuk penyimpanan atau untuk pameran; (c) pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan kepunyaan perusahaan semata-mata dengan maksud untuk diolah oleh perusahaan lain;(d) pengurusan suatu tempat usaha tertentu semata-mata maksud untuk melakukan pembelian barang-barang atau barang dagangan atau untuk pengumpulan keterangan bagi keperluan perusahaan; (e)pengurusan suatu tempat usaha tertentu semata-mata dengan maksud untuk keperluan reklame, untuk pemberian keterangan-keterangan, untuk penelitian ilmiah atau kegiatan kegiatan serupa “yang bersifat persiapan atau penunjang bagi perusahaan”;(f) pengurusan tempat usaha tertentu semata-mata untuk setiap kegiatan-kegiatan gabungan dari yang disebut dalam sub ayat (a) sampai (e), asal saja keseluruhan kegiatan ditempat usaha tertentu itu bersifat “persiapan atau penunjang”, melainkan kegiatan “pemasaran produk aktif” untuk kepentingan kantor pusat dan kegiatan manajemen yang merupakan kegiatan BUT sebagaimana ditentukan dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2a), (2c) P3B; 18. bahwa menurut pendapat Hakim Ketua Masdi, berdasarkan surat-surat izin usaha a quo dan penjelasan Pemohon Banding dalam persidangan menunjukkan kegiatan Pemohon Banding pada intinya melakukan kegiatan untuk mempromosikan barang-barang AAA Group berupa produk-produk dan jasa-jasa yang dapat dijual dan disediakan oleh AAA Group yang juga dibuktikan dengan “adanya pekerjaan konstruksi di Indonesia a quo” dan “ekspor barang AAA Group ke Indonesia a quo”. Meskipun Pemohon Banding tidak melaksanakan penjualan langsung produk-produk dan atau kegiatan jasa lainnya, namun kegiatan Pemohon Banding tersebut sudah dapat dikategorikan sebagai pelaksanaan sebagian dari kegiatan yang dilakukan oleh kantor pusat untuk kepentingan kantor pusat sebagai bentuk usaha tetap yang memenuhi ketentuan Pasal 5 ayat (1), (2a) dan (2c) P3B yakni: “For the purposes of this Agreement, the term "permanent establishment" means a fixed place of business through which the business of an enterprise is “wholly” or “partly” carried on” (Untuk tujuan Persetujuan ini, istilah "pendirian tetap" berarti suatu tempat
IAT
PE
NG AD
ILA
N
PA
JA
K
usaha tertentu dimana seluruh atau “sebagian usaha” suatu perusahaan dijalankan); 19. bahwa menurut Hakim Ketua Masdi, “kegiatan pemasaran yang berupa promosi produk-produk” AAA Group merupakan “sebagian kegiatan usaha” Pemohon Banding yang dilakukan terus menerus untuk kepentingan kantor pusat (AAA Group) yang terbukti AAA Group mampu memperoleh penghasilan dari ekspor ke Indonesia tahun 2006 sebesar Rp4.393.692.627 dan meningkat dari tahun ke tahun yaitu tahun 2007 Rp5.848.078.922, tahun 2008 Rp24.106.773.024, tahun 2009 Rp94.199.315.507, tahun 2010 Rp90.752.302.875, tahun 2011 Rp22.441.163.765 dan tahun 2012 Rp89.361.387.889, sehingga atas penghasilan tersebut dapat dikenakan pajak di Negara lainnya atau Negara sumber hanya sebesar bagian laba yang dianggap berasal dari badan usaha tetap sebagaimana ditentukan dalam Pasal 7 ayat (1) P3B; 20. bahwa Hakim Ketua Masdi berpendapat, yang dimaksud dengan kegiatan usaha bentuk usaha tetap di Indonesia “sama dengan” yang dijalankan atau dilakukan kantor pusat berarti bentuk usaha tetap tersebut melakukan “seluruh (wholly)” kegiatan usaha kantor pusat termasuk transaksi penjualan dan kegiatan kegiatan pendukung lainnya seperti pemasaran dan administrasi, sedangkan yang dimaksud dengan “sebagian (partly)” kegiatan bentuk usaha tetap (BUT) adalah bentuk usaha tetap di Indonesia hanya melakukan sebagian (partly) kegiatan usaha kantor pusat tanpa melakukan penjualan misalnya hanya melakukan kegiatan pemasaran produk-produk kantor pusat dan affiliasinya, namun demikian penghasilan yang diperoleh kantor pusat atas kegiatan BUT di Indonesia merupakan obyek pajak sesuai dengan ketentuan Pasal 7 P3B jo. angka 4 huruf b Surat Direktur Jenderal Pajak nomor S-279/PJ.312/2002 tentang PPh Final bagi Kantor Perwakilan Dagang di Indonesia; 21. bahwa penghasilan kantor pusat yang diperoleh dari ekspor langsung ke Indonesia atau ekspor oleh perusahaan affiliasinya ke Indonesia yang mempunyai bentuk usaha tetap (BUT) dikenakan pajak di Negara lain (Negara sumber) “hanya sebesar bagian laba yang dianggap berasal dari bentuk usaha tetap” tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 7 ayat (1) P3B; 22. bahwa bagian laba yang dianggap berasal dari bentuk usaha tetap a quo dikenakan pajak di Negara lain (Negara sumber) sebagaimana ditentukan dalam Pasal 7 ayat (4) P3B yakni: “Selama menjadi kebiasaan di suatu Negara untuk menetapkan laba yang diperkirakan diperoleh suatu pendirian tetap berdasarkan suatu pembagian laba dari keseluruhan laba perusahaan terhadap pelbagai bagiannya, ketentuan-ketentuan dalam ayat 2 tidak akan menutup kemungkinan bagi perusahaan di Negara itu untuk menetapkan laba yang dikenakan pajak atas suatu pembagian laba seperti itu yang mungkin merupakan kebiasaan; bagaimanapun cara penghitungan pembagian yang dianut, akan menjadikan hasilnya sesuai dengan azas-azas yang terkandung dalam pasal ini (Insofar as it has been customary in a Contracting State to determine the profits to be attributed to a permanent establishment on the basis of an apportionment of the total profits of the enterprise to its various parts, nothing in paragraph 2 shall preclude that Contracting State from determining the profits to be taxed by such an apportionment as may be customary; the method of apportionment adopted shall, however, be such that the result shall be in accordance with the principles contained in this Article)”. 23. bahwa Terbanding berdasarkan Pasal 7 ayat (4) P3B a quo menghitung pajak yang terutang atas kegiatan yang dilakukan oleh Pemohon Banding dalam bentuk usaha tetap dengan mengenakan pajak PPh final sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam Pasal 15 UU PPh jo. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 634/KMK.04/1994 jo. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP667/PJ./2001 jo. angka 4 huruf b Surat Direktur Jenderal Pajak nomor S-279/PJ.312/2002 tentang PPh Final bagi Kantor Perwakilan Dagang di Indonesia; 24. bahwa tujuan utama dari tax treaty (perjanjian perpajakan) atau lebih dikenal dengan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) adalah untuk penghindaran pengenaan pajak berganda (avoidance of double taxation) karena terdapat dua yuridiksi perpajakan mengenakan pajak atas penghasilan yang sama yang dimiliki oleh subyek pajak yang sama, sehingga kedua negara perlu melakukan perundingan untuk membuat persetujuan penghindaran pajak berganda (P3B) yang mengatur hak pemajakan masingmasing negara untuk jenis-jenis penghasilan tertentu; 25. bahwa sesuai Pasal 78 Undang-undang Nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa "Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim";
Menimbang
: bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai kredit pajak; : bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai Sanksi Administrasi, kecuali bahwa besarnya sanksi administrasi tergantung pada penyelesaian sengketa lainnya;
KR
Menimbang
: bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai tarif pajak;
ET
Menimbang
AR
bahwa berdasarkan pemeriksaan dokumen yang diserahkan pada persidangan dan keterangan para pihak dalam persidangan, Hakim Ketua Masdi berpendapat koreksi DPP PPh Pasal 15 final oleh Terbanding a quo sudah sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1), ayat 2 dan ayat 4, Pasal 7 ayat (1) dan (4) P3B a quo. Dengan demikian pajak yang kurang dibayar berdasarkan koreksi positif DPP Pasal 15 final oleh Terbanding a quo “dipertahankan” atau menolak permohonan Pemohon Banding;
SE
Menimbang
Menimbang
: bahwa sesuai dengan Pasal 79 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak diatur: “Dalam hal pemeriksaan dilakukan oleh Majelis, putusan Pengadilan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 diambil berdasarkan musyawarah yang dipimpin oleh Hakim Ketua dan apabila dalam musyawarah tidak dapat dicapai kesepakatan, putusan diambil dengan suara terbanyak”; : bahwa karena salah satu Hakim berpendapat lain, maka putusan diambil berdasarkan suara terbanyak, Majelis berketetapan untuk menggunakan kuasa Pasal 80 ayat (1) huruf b Undangundang No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak untuk mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding dan menghitung kembali PPh Final Pasal 15 Masa Pajak Januari - Desember 2007 terutang menjadi sebagai berikut :
Dasar Pengenaan Pajak cfm Terbanding Koreksi yang dibatalkan
Rp. Rp.
5.848.078.972,5.848.078.972,-
Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp.
0,0,0,0,0,0,-
K
Dasar Pengenaan Pajak cfm Majelis Pajak Terhutang Kredit Pajak PPh yang kurang dibayar Sanksi Pasal 13 ayat (2) UU KUP Jumlah yang masih harus dibayar
: Undang.undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan ketentuan perundang.undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan perkara ini;
Memutuskan
:
JA
Mengingat
PPh Final Pasal 15 terhutang Kredit Pajak PPh Final Pasal 15 yang kurang dibayar Sanksi Administrasi Pasal 13 ayat (2) UU KUP Jumlah yang masih harus dibayar
Rp Rp Rp Rp Rp
0,00
N
Rp
ILA
Dasar Pengenaan Pajak PPh Final Pasal 15
PA
Mengabulkan seluruhnya Banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-639/WPJ.07/2015 tanggal 25 Februari 2015, tentang Keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) PPh Final Pasal 15 Masa Pajak Januari s.d Desember 2007 Nomor: 00033/241/07/053/13 tanggal 4 Desember 2013, atas nama : XXX, sehingga perhitungan PPh Final Pasal 15 yang masih harus dibayar menjadi sebagai berikut:
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Masdi, S.E., M.Si. Rasono, Ak., M.Si. Tri Andrini Kusumandari, S.E.,Ak., M.B.T. Tatyo Meirianto, S.H., M.Hum.
NG AD
Demikian diputus di Jakarta berdasarkan suara terbanyak setelah pemeriksaan dalam persidangan dicukupkan pada hari Rabu tanggal 20 April 2016 oleh Hakim Majelis I Pengadilan Pajak dengan susunan Majelis dan Panitera Pengganti sebagai berikut: sebagai Hakim Ketua, sebagai Hakim Anggota, sebagai Hakim Anggota, sebagai Panitera Pengganti,
SE
KR
ET
AR
IAT
PE
Dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua pada hari Rabu tanggal 24 Agustus 2016 dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota, Panitera Pengganti, dengan dihadiri oleh Terbanding dan dihadiri Pemohon Banding.