BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN MORAL ANAK PADA KELUARGA BURUH DI DESA KWAYANGAN KECAMATAN KEDUNGWUNI KABUPATEN PEKALONGAN A. Analisis Tentang Implementasi Pendidikan Moral Anak pada Keluarga Buruh Pada prinsipnya pendidikan agama yang dilaksanakan di lingkungan sekolah, masyarakat dan keluarga itu sama saja, hanya sistem pendidikan dan pengajarannya yang berbeda. Pendidkan di lingkungan sekolah menggunakan sistem pendidikan yang segalanya serba formal, sedangkan di lingkungan masyarakat dan keluarga menggunakan sistem pendidikan yang ada di lingkungan keluarga dan masyarakat. Keluarga sebagai lembaga pendidikan informal berfungsi untuk memelihara kelangsungan keturunan dari generasi ke generasi berikutnya. Disamping itu, keluarga juga merupakan sumber pendidikan pertama dan terutama, dimana semuaa pengetahuan maupun kecerdasan manusia dibentuk untuk pertama kalinya. Keluarga merupakan wadah pembentukan nilai-nilai sosial, budaya maupun mentalitas. Moral adalah hal yang mendorong manusia unruk melakukan tindakan yang baik sebagai kewajiban. Moral dapat diartikan sebagai sarana untuk mengukur benar tidaknya atau baik tidaknya tindakan manusia. Helden dan Richard merumuskan pengertian moral sebagai suatu kepekaan dalam pikiran. Perasaan dan tindakan dibandingkan dengan tindakan lain yang tidak hanya berupa kepekaan terhadap prinsip dan aturan. Selanjutnya, Athikson mengemukakan moral merupakan pandangan tentang baik dan buruk, benar dan salah, apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan. Selain itu moral juga
64
65
merupakan seperangkat keyakinan dalam suatu masyarakat berkenaan dengan karakter atau kelakuan dan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia.1 Pendidikan moral juga diartikan sebagai usaha sadar dan terencana dalam membentuk watak kepribadian anak, agar anak memiliki pedoman dalam bertingkah laku dan bertindak. Pelaksanaan pendidikan moral dapat tercapai sesuai apa yang diharapkan maka harus melalui proses pendidikan. Untuk itu penulis akan mendeskripsikan proses pelaksanaan pendidikan moral dalam keluarga buruh di Desa Kwayangan Kecamatan Kedungwuni Kabupaten Pekalongan, diantaranya sebagai berikut: 1) Tujuan Dalam penerapan pendidikan moral, maka diperlukan tujuan yang hendak dicapai. Tujuan pendidikan moral tersebut adalah membina terbentuknya perilaku moral yang baik bagi setiap orang, artinya pendidikan moral bukan sekedar memahami tentang aturan benar dan salah atau mengetahui tentang ketentuan baik dan buruk tetapi harus benar-benar meningkatkan moral perilaku seseorang. Mempersiapkan manusia beriman dan shaleh yang merasa bangga dengan loyalitas kepada agama Islam dan berusaha sekuat tenaga demi tegaknya panji-panji Islam di muka bumi. Atau manusia yang rela
1
Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak, Peran Moral Intelektual, Emosional dan Sosial, sebagai Wujud Integritas Membangun Jati Diri, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008), Cet. II, hlm. 8.
66
mengorabnkan harta, kedudukan, waktu, dan jiwanya demi tegaknya syariat Islam.2 Dengan demikian, tujuan dari pendidikan moral adalah untuk menciptakan manusia sebagai makhluk yang tertinggi dan sempurna, memiliki amal dan tingkah laku yang baik terhadap Tuhan, dan manusia, serta makhluk ciptaan Tuhan, guna mencari kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan bahwa tujuan pendidikan moral pada keluarga buruh mempunyai tujuan agar anakanaknya bisa mempunyai moral dan tingkah laku yang baik kepada keluarga maupun masyarakat. Dan dengan pendidikan moral diharapkan anak bisa mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang disampaikan oleh Bapak RL, ia mengatakan bahwa tujuan memberikan pendidikan moral yaitu supoyo anak biso nduwe akhlak reng bener lan apik, anak juga biso bergaul reng sopan karo konco-konco
mbak, luwih-luwih anak biso menghormati kabeh
manungso.3 Hal yang senada juga disampaikan oleh Bapak MS, ia mengatakan bahwa tujuan memberikan pendidikan moral yaitu supoyo biso mbekali anka-anak lan biso ngarahke anak ben dadi bocah reng berguna, bermanfaat lan ditrimo neng masyarakat. Nek ono pendidikan moral kan
2
Ali Abdul Halim Mahmud, Akhlak Mulia,Terj. At-Tarbiyah Al-Khuluqiyah, (Jakarta: Gema Insani, 2004), hlm. 160. 3 RL, Buruh Harian Lepas, Wawancara Pribadi, Kamis 16 April 2015 Pukul 18.55 WIB.
67
anak-anak biso dadi wong reng nduwe sopan santun lan unggah-ungguh marang wong liyo mbak.4 Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Ibu WR, ia mengatakan bahwa tujuan memberikan pendidikan moral yaitu soale pendidikan agama iku biso mengantarkan pada keselamatan lan kebahagiaan dunia akhirat mbak. Nek pendidikan moral iku biso nuntun anak dadi wong apik lan ungguh ungguh marang wong liyo.5 2) Cara memberikan pendidikan moral Moral manusia yang ideal dapat dicapai dengan usaha pendidikan dan pembinaan yang sungguh-sungguh, tidak ada manusia yang mencapai keseimbangan yang sempurna kecuali apabila ia mendapatkan pendidikan dan pembinaan moralnya secara baik. Pendidikan moral dalam keluarga dilakukan dengan cara mendidik dan mengajari moral yang baik, dan membiasakan untuk melakukan sifatsifat yang terpuji, menghindari sifat tercela. Kebiasaan ini di mulai sejak anak lahir, sehingga apabila anak tumbuh dewasa ia akan terbiasa dengan kebiasaan-kebiasaan baik yang ia peroleh sejak lahir. Sesuai dengan perkembangan jiwanya akan membentuk sikap tertentu pada anak, yang lambat laun sikap itu akan semakin jelas dan kuat dan anak tidak tergoyah lagi karena telah masuk dalam jiwanya dan menjadi bagian dari kepribadiannya yang sesuai dengan dasar, tujuan, materi pendidikan moral. 4
MS, Buruh Konveksi, Wawancara Pribadi, Senin 13 April 2015 Pukul 19.00 WIB. WR, Buruh Pekerja Rumah Tangga, Wawancara Pribadi, Kamis 23 April 2015 Pukul 20.10 WIB. 5
68
Cara pemberian pendidikan moral yang akan diberikan kepada anak harus sesuai disesuaikan dengan perkembangan usia, perkembangan usia, perkembangan kemampuan kognitif dan emosional. Oleh karena itu cara pemberian pendidikan moral pada awal masa kanak-kanak berbeda dengan pemberian pendidikan pada masa remaja. Penyampaiannya harus dilakukan secara bertahap, sedikit demi sedikit dimulai dari hal-hal yang sederhana dan terus meningkat. Sedang penyampaiannya harus dengan bijaksana, dimulai dari pemberian contoh dan dilakukan secara berkelanjutan dalam setiap kesempatan yang ada. Seperti dari hasil wawancara penulis mengenai cara pemberian pendidikan moral yang diberikan kepada anak mereka. Keluarga berusaha memberikan contoh atau teladan yang baik kepada anak-anak mereka dan juga memberikan bimbingan serta nasehat. Namun pada kenyataannya dalam keluarga buruh di desa Kwayangan dalam memberikan pendidikan moral belum begitu maksimal. Mereka hanya memberikan pendidikan moral kepada anak dengan cara menyekolahkan anak pada sekolahsekolah yang berbasis agamis, tanpa ada pantauan khusus dari orang tua mereka. Karena waktu yang dimiliki orang tua habis digunakan untuk bekerja, bekerja dan bekerja. Dan juga faktor pengetahuan mereka yang kurang memadahi dikarenakan jenjang pendidikan mereka mayoritas Sekolah Dasar. Seperti hasil wawancara penulis dengan Bapak WK, beliau adalah seorang buruh harian lepas menyatakan “lingkungan konco-koncone reng
69
podo nakal isek okeh. Aku dewe rak due waktu cukup mggo mantau perkembangan anak ku piye, soale waktu ku entek go gawe nyambut gawe. Aku cumo lulusan SD mbak, dadine aku juga kurang biso ngarahke anak mergo keterbatasanku neng pengetahuan”.6 Sama halnya pendapat yang dikemukakan oleh Ibu SK, beliau adalah seorang pekerja buruh tani “aku ora biso sepenuhe ngajari pendidikan nggo anak ku mbak, soale aku ora sekolah. Tapi nek aku pingin nyekolahke anak-anak ku tekan duwur juga masalahe biaya ne ora ono mbak, kan dadi angel. Penghailan ku mong cukup nggo mangan sedino-dino”.7 Hal senada juga dikemukakan oleh Bapak RL, beliau adalah seorang pekerja buruh harian lepas “kadang-kadang aku waktu ne ora cukup ndampingi anak ku terus mbak. Soale aku karo bojoku kerjo kabeh, opo maneh yen wayah rame iku nglembur terus mbak. Dadi kadang aku lali ngurus anak”.8
B. Analisis Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Pelaksanaan Pendidikan Moral Anak pada Keluarga Buruh di Desa Kwayangan Kecamatan Kedungwuni Kabupaten Pekalongan Pendidikan moral dalam keluarga adalah mendidik dan membina anak menjadi manusia dewasa yang memiliki mentalitas dan moralitas yang luhur dan bertanggung jawab baik secara moral, agama, maupun sosial kemasyarakatan. Secara sederhana orang tua menghendaki anak-anaknya 6
WK, Buruh Harian Lepas, Wawancara Pribadi, Senin 13 April 2015 Pukul 19.45 WIB. SK, Buruh Tani, Wawancara Pribadi, Selasa 14 April 2015 Pukul 20.20 WIB. 8 RL, Buruh Harian Lepas, Wawancara Pribadi, Kamis 16 April 2015 Pukul 18.55 WIB. 7
70
menjadi manusia mandiri yang memiliki keinginan yang teguh taat beribadah serta berakhlak mulia dalam pergaulan sehari-hari di tengah masyarakat dan lingkungannya. Maka singkatnya orang tua menginginkan anak-anaknya menjadi muslim yang sejati. Tujuan pendidikan tersebut akan dapat tercapai apabila orang tua memposisikan diri sebagai pendidik sejati. Sebab berbagai tingkah laku dan perbuatan orang tua akan menjadi acuan anak-anaknya. Karena manusia pada fase anak-anak senang dengan meniru sesuatu yang dilihatnya. Oleh karena itu, orang tua hendaknya memberikan bimbingan dan asuhan serta suri tauladan yang baik terhadap mereka dalam keluarga. Apabila dibiasakan dengan bimbingan dan asuhan serta suri tauladan yang baik, anak akan tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang dewasa yang hidup dalam bingkai kebaikan dan begitu pula sebaliknya.9 Faktor pendukung dalam pelaksanaan pendidikan moral di lingkungan keluarga buruh di Desa Kwayangan Kecamatan Kedungwuni Kabupaten Pekalongan, dari hasil wawancara dan observasi adalah adanya tujuan yang hendak dicapai, yakni menjadikan anak sholih sholihah yang mempunyai moral atau akhlakul karimah dan budi pekerti yang baik, serta mempunyai sopan santun terhadap semua orang. Adanya kesadaran pada keluarga buruh terhadap pendidikan agama khususnya pendidikan moralnya. Seperti yang dikemukakan oleh Bapak SL, ia mengatakan bahwa faktor pendukungnya adalah pendukunge iku aku sadar nek tanggung jawab 9
Mahmud dkk. Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga. (Bandung: Akademi Permata, 2013), hlm. 155.
71
ku sebagai wong tuo iku yo ngei bimbingan karo arahan nggo anak-anakke supoyo dadi wong bener.10 Hal yang sama juga diutarakan oleh Bapak RL, ia mengatakan bahwa faktor pendukungnya adalah pendukunge aku pingin dadekke anak-anak lan keluarga nduweni moral lan akhlak reng apik lan biso dadi wong sholehsholehah ben besok biso dadi anak-anak reng banggakke wong tuo mbak. Pandongane yo mbak, supoyo anak-anak ku biso dadi wong bener.11 Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Bapak MN, ia mengatakan bahwa pendukungnya adalah pendukunge yo karang wes dadi kewajibanku ngelekno anak ben dadi wong bener.12 Ada beberapa faktor yang turut
mempengaruhi dan memotivasi
seseorang dalam bernoral atau beretika, diantaranya yaitu: a. Insting (Naluri) Insting adalah seperangkat tabiat yang dibawa menusia sejak lahir. Insting merupakan kemampuan yang melekat sejak lahir dan dibimbing oleh naluriahnya. Insting yang berarti juga naluri, merupakan dorongan nafsu yang timbul dalam batin untuk melakukan suatu kecenderungan khusus dari jiwa yang dibawa sejak ia dilahirkan. b. Adat/ Kebiasaan c. Pola dasar bawaan
10
SL, Buruh Konveksi, Wawancara Pribadi, Jum’at 10 April 2015 Pukul 19.05 WIB. RL, Buruh Harian Lepas, Wawancara Pribadi, Kamis 16 April 2015 Pukul 18.55 WIB. 12 MN, Buruh Bangunan, Wawancara Pribadi, Sabtu 25 April 2015 Pukul 19.30 WIB. 11
72
Pola dasar manusia mewarisi beberapa sifat tertentu dari kedua orang tuanya, bisa mewarisi sifat-sifat jasmaniah, juga mewarisi sifat-sifat rohaniahnya. d. Lingkungan Salah satu aspek yang juga memberikan sumbangan terhadap terbentuknya corak sikap dan tingkah laku seseorang adalah faktor lingkungan di mana ia berada. Manusia walaupun dipengaruhi alam atau lingkungan pergaulan, tetapi ia masih memiliki akal yang dapat dipergunakan untuk menentukan lingkungan yang cocok dan beradaptasi dengan baik.13 Adapun faktor penghambat dalam memberikan pendidikan moral anak pada keluarga buruh di Desa Kwayangan Kecamatan Kedungwuni Kabupaten Pekalongan adalah: 1) Pendidikan orang tua yang rendah Masyarakat buruh yang tinggal di pedesaan, mereka dulu kurang mendapatkan pendidikan yang layak. Karena dengan alasan orang tua akan menikahkan anak-anak mereka ketika sudah lulus sekolah dasar (SD). Dengan adanya pengalaman yang kurang, sehingga menyebabkan mereka sekarang kurang mempunyai pengetahuan yang luas. Seperti yang dikemukakan oleh Ibu SK, yaitu hambatane iku aku ora biso sepenuhe ngajari pendidikan nggo anak ku mbak, soale aku ora sekolah.14
13
Istighfarotur Rahmaniyah, Pendidikan Etika, (Malang: UIN Maliki Press, 2010), hlm.
97-104.
14
SK, Buruh Tani, Wawancara Pribadi, Selasa 14 April 2015 Pukul 20.20 WIB.
73
Hal yang sama juga dikemukakan oleh Ibu KT, yaitu hambatane aku dewe kadang kangelan ngei bimbingan lan arahan karo anak-anak ku mbak, soale aku dewe juga kurang pengetahuan tenatng pendidikan luwihluwih pendidikan agama, aku juga ora biso nduwe waktu akeh nggo anakanak ku, soale hari-hari ku di isi gawe kerja kerja lan kerja. Maklum mbak, tuntutan ekonomi.15 2) Kesibukan keluarga Hal yang sangat mempengaruhi dalam berbagai hal, kesibukan jika terus dilakukan tidak akan ada habisnya bahkan kesibukan akan terus mengejar kita. Oleh karena itu kita harus menyeimbangkan antara urusan dunia dengan urusan akhirat. Mereka sering kali kerepotan untuk membagi waktunya, karena sibuk dengan uurusan pekerjaan mereka terkadang anak menjadi dinomor duakan. Dan tidak jarang juga anak-anak tidak pergi ke sekolah TPQ karena tidak ada yang memandikan atau memgingatkan. Mereka juga masih disibukkan dengan pekerjaan rumah tangga mereka. Apalagi jika Ibu yang memiliki anak bayi, dan anaknya tidak mau lepas dari gendongannya akan menambah kesibukan orang tua. Seperti yang dikemukakan oleh Bapak RL, yaitu hambatane kadang-kadang aku waktu ne ora cukup ndampingi anak ku terus mbak. Soale aku karo bojoku kerjo kabeh, opo maneh yen wayah rame iku nglembur terus mbak. Dadi kadang aku lali ngurus anak.16
15
KT, Buruh Pekerja Rumah Tangga, Wawancara Pribadi, Kamis 23 April 2015 Pukul 19.25 WIB. 16 RL, Buruh Harian Lepas, Wawancara Pribadi, Kamis 16 April 2015 Pukul 18.55 WIB.
74
Bapak SN juga mengemukakan pendpatnya yaitu kadang aku lali ngoprak-ngoprak nak-anak ngaji soale sibuk kerja. Nek bengi wayahe ank sinau malah do dolanan neng jobo karo konco-koncone soale akune wes kesel ndang klayah turu. Opo neh ano acara tivi reng disenengi mbak, nek dikon sinau karo ngaji ngele ra umum.17 Hal itu yang menjadi faktor penghambat dalam memberikan pendidikan moral anak pada keluarga buruh di Desa Kwayangan Kecamatan Kedungwuni Kabupaten Pekalongan. 3) Faktor lingkungan dan pergaulan yang kurang baik Lingkungan yang kurang baik akan berpengaruh tidak baik pula pada anak. Hasil pengamatan dan observasi menunjukkan bahwa di sana banyak anak yang putus sekolah, kemudian banyak dari anak-anak sana yang pergaulannya tidak baik. Seperti yang dikemukakan oleh Bapak WK, yaitu hambatane akeh mbak, ono bae godaane . mboh kui lingkungan konco-koncone reng podo nakal isek okeh.18 Hal yang sama juga dikemukakan oleh Bapak MN, yaitu hambatane anak ku angel dikandani mbak, soale pergaulan lingkungan lan kanca-kancane reng kurang apik. Dadi anak aku luwih mentingke konco tenimbang wong tuo.19 Hal yang sama juga dikemukakan oleh Bapak MS, yaitu: ”Hambatane iku lingkungane seng kurang apik mbak, anak-anak lan remaja ne kene morale kurang apik, lan anak-anak iku isek terpengaruh karo konco-koncone mbak. Terkadang anakku luwih 17
SN, Buruh Tani, Wawancara Pribadi, Selasa 14 April 2015 Pukul 19.10 WIB. WK, Buruh Harian Lepas, Wawancara Pribadi, Senin 13 april 2015 Pukul 19.45 WIB. 19 MN, Buruh Bangunan, Wawancara Pribadi, Sabtu 25 April 2015 Pukul 19.30 WIB. 18
75
mentingke konco dari pada aku sebagai wong tuone mbak. Tapi aku yakin anakku bakale ngerti opo reng tak perintahke utowo laranganku selama iki”.20 4) Faktor ekonomi Pendapatan seorang buruh masih sangat rendah sehingga mereka harus berusaha memenuhi kebutuhan keluarga dengan melakukan strategi seperti mencari pekerjaan sampingan. Mereka cenderung sibuk dengan pekerjaan mereka dan kurang memerhatikan perkembangan anak-anak mereka. Dan pada akhirnya anak-anak mereka berkembang sendiri tanpa adanya pantauan khusus dari orang tua mereka. Seperti hasil wawancara penulis dengan Bapak AR, yaitu kadang aku terlalu sibuk karo kerjaanku mbak, dadi ora terlalu merhatike ankaanak. ekonomi juga dadi masalah utama nggo membekali anak-anak dalam pendidikan duwur mbak, soale penghasilanku ora sepiro, nyukup nggo mangan lan butuhan be wes alhamdulillah.21
20
MS, Buruh Konveksi, Wawancara Pribadi, Senin 13 April 2015 Pukul 19.00 WIB. AR, Buruh Konveksi, Wawancara Pribadi, Senin 20 April 2015 Pukul 19.05 WIB.
21
74