PERAN MADRASAH DINIYAH NURUL ANAM DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM DI DESA KRANJI KECAMATAN KEDUNGWUNI PEKALONGAN
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S. I) Dalam Ilmu Tarbiyah Jurusan/Prodi : Pendidikan Agama Islam (PAI)
Oleh : CIYARTI NIM. 053111001
FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2009
MOTTO ☺
⌧ ⌧
⌧ ⌧ ⌧
(122 : )ﺍﻟﺘﻮﺑﺔ “Tidak sepatutnya bagi mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”. (Q.S. at-Taubah : 122).1
1
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: CV. Diponegoro, 2005), hlm.164.
PERSEMBAHAN Skripsi ini akan penulis persembahkan kepada : 1. Bapak dan Ibu (Tarono dan Turipah), yang telah memberikan segenap curahan kasih sayang dan do’a restunya. Meskipun hidup dalam kesederhanaan, mereka senantiasa tak kenal lelah untuk mendorong anakanaknya mencari ilmu. 2. Adik-adik tersayang (Win, Diroh, Ridho, Imroh, Vina, Fatimah dan Naufal),
karena
merekalah,
jiwa
ini
selalu
termotivasi
untuk
menyelesaikan skripsi ini. 3. Drs. H. Bisri Mahfudz, M.Ag, Drs. Abdul Hakim, M.Ag dan sedulur – sedulur Pekalongan yang tergabung dalam keluarga besar IMPADIS, terima kasih atas do’a dan motivasinya. 4. Mbak Aning, Mas Tafsir dan Mas Mujib yang telah banyak memberikan inspirasi dan motivasi dalam penyelesaian skripsi ini. 5. Seseorang yang pernah menjadi semangat penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yang telah banyak membantu baik material maupun spiritual (Mas Na2). 6. Hanik, Pupun, Erna, April, Tika dan keluarga besar Bapak Ngadiran atas do’a dan motivasinya. 7. Putri Pramugarini dan Mas Ikhsan yang telah banyak membantu dalam pengetikan skripsi ini hingga dapat tersusun menjadi karya ilmiah. 8. Mbak Isyna, Mbak Una, Mas Arwani, Pak Afandi dan Pak Sugeng, yang telah ikhlas meluangkan waktunya dalam membantu penyusunan skripsi ini. 9. Teman-teman PAI A angkatan 2005, teman-teman seorganisasi dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
DEKLARASI Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang telah pernah ditulis orang lain atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi pikiran orang lain, kecuali informasi dalam referensi yang penulis jadikan bahan rujukan.
Semarang, 10 Desember 2009 Deklarator,
Ciyarti NIM. 053111001
ABSTRAK Ciyarti (NIM 053111001). Peran Madrasah Diniyah Nurul Anam dalam Pengembangan Pendidikan Islam di Desa Kranji Kecamatan Kedungwuni Pekalongan. Skripsi. Semarang: Program Sarjana Strata I Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2009. Kata kunci: Madrasah Diniyah, Pendidikan Islam. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimana Pengembangan pendidikan Islam di desa Kranji?, 2) Bagaimana Peran Madrasah Diniyah Nurul Anam dalam pengembangan Pendidikan Islam di Desa Kranji Kecamatan Kedungwuni Pekalongan?. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) Pengembangan pendidikan Islam di desa Kranji; 2) Peran Madrasah Diniyah Nurul Anam dalam pengembangan Pendidikan Islam di Desa Kranji Kecamatan Kedungwuni Pekalongan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif lapangan (field research) dengan teknis analisis deskriptif kualitatif. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel sumber data dengan tujuan tertentu pertimbangan bahwa informan dipandang mengetahui tentang situasi sosial Madrasah Diniyah Nurul Anam. Adapun jumlah informan dalam penelitian ini adalah sebanyak 57 informan. Diambil dari 3 orang tokoh agama, 3 orang tokoh masyarakat, 3 orang pengurus Yayasan Madrasah Diniyah, 1 orang pengurus Madrasah Diniyah, 25 orang pengajar madrasah Diniyah baik Awaliyah, Wustha maupun ‘Ulya, dan 22 masyarakat Kranji yang sekaligus merupakan orang tua santri. Pengumpulan data menggunakan teknik wawancara, observasi, dokumentasi dan triangulasi. Data penelitian yang terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif dengan pendekatan deduktif dan induktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Pengembangan pendidikan Islam di Kranji ditempuh melalui beberapa cara, meliputi: pengajian, majelis ta’lim, pesantren, Madrasah Diniyah dan organisasi masyarakat/organisasi pemuda. 2) Madrasah Diniyah Nurul Anam merupakan media yang paling mengena dan berpengaruh di masyarakat desa Kranji dalam proses pengembangan pendidikan Islam melalui anak-anak mereka. Peran Madrasah Diniyah tersebut yaitu: a) Sebagai lembaga pentransfer pengetahuan agama, b) Sebagai media pelestarian ajaran Islam, c) Media pembentukan dan pembinaan akhlaqul kharimah, d) Sebagai media pengenalan dan penanaman ajaran Islam secara dini, e) sebagai salah satu pilar pendidikan Islam, f) Untuk melengkapi pendidikan agama Islam di sekolah umum. Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan akan menjadi bahan informasi dan masukan bagi mahasiswa, para tenaga pengajar, para peneliti dan semua pihak di lingkungan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, terutama lingkungan dunia pendidikan Islam khususnya dan masyarakat luas pada umumnya.
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Alhamdulillah Wasysyukru Lillah, segala puji hanya milih Allah Yang Maha Rahman Rahim. Hanya dengan hidayah dan taufiq-Nya, usaha untuk menyelesaikan skripsi ini dapat terwujud. Semoga petunjuk dan pertolongan Allah senantiasa mengiringi kita. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah untuk junjungan kita Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan sahabat-nya, diiringi dengan upaya meneladani akhlaknya. Selanjutnya disampaikan bahwa penulisan skripsi ini didasari oleh keinginan untuk ikut serta mengembangkan khazanah ilmiah dalam bidang pendidikan Islam dalam perspektif sosial sejarah (sosio historis), yang hingga saat ini masih dirasakan kurang. Madrasah Diniyah Nurul Anam Kranji merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam yang berbasis masyarakat yang memiliki signifikansi dalam melestarikan kontinuitas pendidikan Islam dan nilai-nilai moral etis keislaman bagi masyarakat Kranji. Madrasah Diniyah Nurul Anam merupakan media yang paling mengena dan berpengaruh di masyarakat dalam proses pengembangan pendidikan Islam lewat anak-anak sebagai usaha memupuk keimanan dan kepercayaan yang diberikan sejak dini. Diharapkan dengan penguasaan dan pemahaman ajaran Islam lebih mengena dan mengakar dalam diri peserta didik, sebagai penerus kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, sebagai modal dalam menghadapi arus globalisasi. Sesuai dengan obyek kajiannya, skripsi ini akan dipaparkan mengenai latar belakang sejarah Madrasah Diniyah Nurul Anam
dalam perkembangannya.
Untuk menunjang pemahaman, penulis juga akan memaparkan kajian teoritis mengenai madrasah dan pengembangannya, karakteristik Madrasah Diniyah serta konsep pendidikan Islam. Penulis menyadari sepenuhnya, tidaklah mungkin mewujudkan tulisan ini, tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini, dengan penuh perasaan tulus, penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak
yang telah memberikan bantuan-bantuan baik berupa materiil, saran, nasehat maupun bimbingannya yang bermanfaat bagi penyusunan skripsi ini. Untuk itu yang pertama penulis menyampaikan terima kasih kepada orang tua, adik-adik dan kerabat yang selalu memberikan motivasi untuk terselesaikannya skripsi ini. Kemudian pernyataan terima kasih penulis sampaikan secara tertulis kepada yang terhormat : 1. Prof. Dr. H. Ibnu Hadjar, M.Ed, selaku Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang. 2. Ahmad Muthohar, M.Ag, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang. 3. Drs. Mustaqim, M.Pd, selaku Dosen Wali Studi selama penulis menuntut ilmu di Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang 4. Ismail SM. M.Ag dan Fatah Syukur NC, M.Ag, selaku Dosen Pembimbing, yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi ini. 5. Semua Dosen dan Staf Tata Usaha Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, yang telah banyak membantu dalam persiapan hingga penyelesaian skripsi ini. 6. Bapak Choiron Ikhwan, selaku pengurus Madrasah Diniyah Nurul Anam dan semua Staf Madrasah Diniyah Nurul Anam, yang telah banyak membantu dalam pengumpulan data yang dibutuhkan dalam kajian skripsi. Dengan demikian penulis sadar betul bahwa secara isi maupun metodologis, skripsi ini masih jauh dari idealitas karya ilmiah. Oleh karena itu, dengan lapang hati penulis siap menerima saran kritik demi perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi yang sederhana ini bermanfaat dan ada berkahnya. Amiin. Semarang, 10 Desember 2009
Ciyarti NIM. 053111001
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.........................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...............................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN...........................................................................
iii
HALAMAN DEKLARASI...............................................................................
iv
HALAMAN ABSTRAK...................................................................................
v
HALAMAN MOTTO .......................................................................................
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................................................
vii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... viii DAFTAR ISI ..................................................................................................... BAB I
BAB II
x
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ............................................................
1
B. Penegasan Istilah .......................................................................
7
C. Rumusan Masalah .....................................................................
9
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................
9
E. Kajian Pustaka...........................................................................
10
F. Metode Penelitian ....................................................................
11
G. Sistematika Penulisan ..............................................................
15
KAJIAN UMUM TENTANG MADRASAH DINIYAH DAN PENGEMBANGANNYA DALAM PENDIDIKAN ISLAM A. Madrasah dan Perkembangannya..............................................
17
B. Sistem Pendidikan Madrasah Diniyah ......................................
26
C. Pendidikan Islam .......................................................................
35
D. Peran Madrasah Diniyah dalam Pengembangan Pendidikan Islam ..........................................................................................
43
BAB III PROFIL
MADRASAH
DINIYAH
NURUL
ANAM
DAN
EKSISTENSINYA DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM DI DESA KRANJI KECAMATAN KEDUNGWUNI PEKALONGAN A. Profil Madrasah Diniyah Nurul Anam ...................................... B. Eksistensi
Madrasah
Diniyah
Nurul
Anam
48
dalam
Pengembangan Pendidikan Islam di Desa Kranji .....................
61
BAB IV ANALISIS TERHADAP PERAN MADRASAH DINIYAH NURUL ANAM DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM DI DESA KRANJI KECAMATAN KEDUNGWUNI PEKALONGAN A. Analisis Pengembangan Pendidikan Islam di Desa Kranji .......
67
B. Analisis Peran Madrasah Diniyah Nurul Anam dalam Pengembangan Pendidikan Islam di Desa Kranji ..................... BAB V
70
PENUTUP A. Kesimpulan ...............................................................................
74
B. Saran – saran .............................................................................
75
C. Penutup......................................................................................
76
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN – LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari hidup dan kehidupan manusia. Mulai dari dalam kandungan sampai beranjak dewasa kemudian tua, manusia mengalami proses pendidikan yang didapatkan dari orangtua, masayarakat maupun lingkungannya. Pendidikan bagaikan cahaya penerang yang berusaha menuntut manusia dalam menentukan arah, tujuan, dan makna proses penyadaran yang berusaha menggali dan mengembangkan potensi dirinya lewat metode pengajaran atau dengan cara lain yang telah diakui oleh masyarakat. Madrasah sebagai lembaga Pendidikan Islam walaupun mempunyai tujuan khusus akan tetapi pendidikan yang dilaksanakan harus merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pendidikan nasional dalam arti bahwa pendidikan pada madrasah harus memberikan kontribusi terhadap tujuan pendidikan nasional. Kehadiran madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam di Indonesia merupakan simbiosis mutualisme antara masyarakat muslim dan madrasah itu sendiri. Secara historis kelahiran madrasah tidak bisa dilepaskan dari peran dan partisipasi masyarakat.1 Secara historis, keberadaan Madrasah Diniyah sebagai lembaga pendidikan keagamaan berbasis masyarakat menjadi sangat penting dalam upaya pembangunan masyarakat belajar, terlebih lagi karena bersumber dari aspirasi masyarakat yang sekaligus mencerminkan kebutuhan masyarakat sesungguhnya akan jenis layanan pendidikan. Dalam kenyataan terdapat kesenjangan sumber daya yang besar antara satuan pendidikan keagamaan. Oleh karenanya, sebagai komponen sistem Pendidikan Nasional, pendidikan keagamaan perlu diberi kesempatan untuk berkembang, dibina dan ditingkatkan mutunya oleh semua komponen bangsa, termasuk Pemerintah 1
Mahfud Djunaedi, Rekonstruksi Pendidikan Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), Cet. 2, hlm. 99.
1
2
dan Pemerintah Daerah. Salah satunya melalui pengaturan wajib belajar Madrasah Diniyah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.2 Dengan demikian sistem pendidikan khususnya Islam, secara makro merupakan usaha pengorganisasian proses kegiatan kependidikan yang berdasarkan ajaran Islam, ajaran yang berdasarkan atas pendekatan sistematik sehingga dalam pelaksanaan operasionalnya terdiri dari berbagai sub sistem dari jenjang pendidikan pra dasar, menengah dan perguruan tinggi yang harus memiliki vertikalitas dalam kualitas keilmuan pengetahuan dan teknologinya.3 Pendidikan merupakan proses budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia dan berlangsung sepanjang hayat, dilaksanakan di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah. Pendidikan dalam proses tujuannya perlu dikelola dalam suatu sistem terpadu dan serasi, baik antar sektor pendidikan dan sektor pembangunan lainnya. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang ditindaklanjuti dengan disahkannya PP No. 55 Tahun 2007 tentang pendidikan agama dan keagamaan memang menjadi babak baru bagi dunia pendidikan agama dan keagamaan di Indonesia. Karena itu berarti negara telah menyadari keanekaragaman model dan bentuk pendidikan yang ada di bumi nusantara ini. Keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 tahun 2007 tentang pendidikan agama dan pendidikan keagamaan, diharapkan dapat membawa perubahan pada sisi managerial dan proses pendidikan Islam. PP tersebut secara eksplisit mengatur bagaimana seharusnya pendidikan keagamaan Islam (bahasa yang digunakan PP untuk menyebut pendidikan Islam), dan keagamaan lainnya diselenggarakan. Dalam pasal 9 ayat (1) disebutkan, “Pendidikan keagamaan meliputi pendidikan keagamaan Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan 2
Jalaludin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), Cet .1, hlm.
3
Muzayyim Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2003),
85. hlm. 73.
3
Khonghucu. Pasal ini merupakan pasal umum untuk menjelaskan ruang lingkup pendidikan keagamaan. Selanjutnya pada ayat (2) pasal yang sama disebutkan tentang siapa yang menjadi pengelola pendidikan keagamaan baik yang formal, non-formal dan informal tersebut, yaitu Menteri Agama. Dalam UU Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 Pasal 17 ayat (2) juga memang disebutkan untuk jenjang pendidikan dasar, yaitu MI, MTs, dan Pasal 18 ayat (3) jenjang pendidikan menengah bagi pendidikan Islam adalah MA dan MAK. Hanya saja, khusus untuk pendidikan keagamaan baik dalam UU Sisdiknas Pasal 30 ayat (4) ataupun PP No. 55 pasal 14 ayat (1) berbentuk pendidikan diniyah, dan pesantren. Ayat (2) dan ayat (3) menjelaskan bahwa kedua model pendidikan tersebut dapat diselenggarakan pada jalur formal, nonformal dan informal. Tema menarik lain dalam PP 55 tahun 2007 ini adalah kemandirian dan kekhasan pendidikan keagamaan sebagaimana tercantum dalam pasal 12 ayat (2) yaitu “Pemerintah melindungi kemandirian dan kekhasan pendidikan keagamaan selama tidak bertentangan dengan tujuan pendidikan nasional” Sejak dahulu kekhasan pendidikan diniyah dan pesantren adalah hanya mengajarkan materi agama Islam saja, dan tidak materi lain. Sementara itu untuk pendidikan diniyah non-formal disebutkan dalam pasal 21 ayat (1) yaitu, Pendidikan diniyah nonformal diselenggarakan dalam bentuk pengajian kitab, Majelis Taklim, Pendidikan al-Quran, Diniyah Takmiliyah, atau bentuk lain yang sejenis. Adapun untuk proses penyelenggaraannya
tertuang
dalam
pasal
yang
sama
ayat
(5)
Penyelenggaraan Diniyah Takmiliyah dapat dilaksanakan secara terpadu dengan SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK atau pendidikan tinggi.4 Sejalan dengan semangat Undang-Undang Dasar tersebut pemerintah kemudian membuat Undang-undang pendidikan yang diantara isinya mengatur tentang pendidikan Agama. Seiring dengan perkembangan masyarakat, nampaknya perhatian pemerintah terhadap pendidikan agama di sekolah mengalami perubahan-perubahan. 4
www.MSI-UII.Net, diakses pada tanggal 11 Maret 2009.
4
Dalam
UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan
Nasional, negara memberikan hak yang penuh kepada peserta didik di sekolah untuk mendapatkan pendidikan agama, baik itu sekolah negeri maupun swasta. Demikian halnya isi dalam Undang-undang Dasar 1945 dan Undangundang tentang sistem pendidikan Nasional yang menyatakan perlunya keimanan, ketaqwaan dan akhlak mulia dalam mencerdaskan kehidupan bangsa menunjukkan bahwa pendidikan agama memiliki makna penting, dan perlu diperhatikan oleh berbagai kalangan.5 Dalam UU RI No. 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional juga mengatur tentang pendidikan keagamaan, sebagaimana pasal 30 ayat (1), (2), (3) dan (4) yang berbunyi : (1) Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dan pemeluk agama, sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan (2) Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama. (3) Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, non formal dan informal (4) Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, pasraman, pabhaja samanera dan bentuk lain yang sejenis.6 Dalam hal ini, pendidikan agama merupakan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat. Di samping sekolah/madrasah formal yang didirikan oleh pemerintah seperti MIN, MTsN maupun MAN, masyarakat juga dapat menyelenggarakan pendidikan agama baik formal, non formal maupun informal, seperti madrasah diniyah. Pendidikan Islam merupakan sesuatu yang sangat penting dalam pembentukan moral dan pembangunan generasi muda. Oleh karena itu, pendidikan Islam harus dilaksanakan secara intensif dan terprogram untuk memperoleh hasil yang sempurna.
5
Muzayyim Arifin, op. cit., hlm. 225. Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Bandung: Fokus Media, 2003), Cet. 2, hlm. 19. 6
5
Pendidikan Islam merupakan sistem pendidikan untuk melatih anak didiknya sedemikian rupa sehingga dalam sikap hidup, tindakan dan pendekatan nya, terhadap segala jenis pengetahuan banyak dipengaruhi oleh nilai-nilai spiritual dan sangat sadar akan nilai etik Islam.7 Ada pepatah yang mengatakan belajar di waktu kecil seperti melukis di atas batu, belajar setelah dewasa seperti melukis di atas air. Setelah dewasa betapa sulitnya sekedar menghafal sebait lagu populer. Tapi anak kecil dengan mudah dan fasih menyanyikan lagu-lagu yang sedang hits meski dengan lidah yang cadel. Begitulah anak-anak dengan segala kepolosannya, daya tangkap dan kecerdasan mereka menerima informasi sungguh luar biasa. Sehingga masa seperti itu kita harus dimanfaatkan untuk menerapkan dasar-dasar agama dan pendidikan moral kepada anak. Pendidikan agama dan moral yang diterapkan sedini mungkin akan membentuk karakter anak menjadi anak yang sholeh, bertaqwa dan berakhlak mulia. Agar pendidikan agama benar-benar terpatri kuat seperti halnya melukis di atas batu. Perubahan lingkungan yang pesat, mau tidak mau membawa pengaruh yang kuat dalam pembentukan karakter anak. Diharapkan dengan adanya pembekalan agama sejak dini akan menjadi semacam filter bagi anak sehingga anak dapat tumbuh dengan dasar agama yang kuat. Dapat memilih hal yang benar dan salah sesuai tuntutan agama. Betapa pentingnya menerapkan pendidikan Islam dalam diri anak. Namun tampak bahwa masa depan kehidupan umat manusia tetap mengandalkan lembaga-lembaga pendidikan formal dan nonformal sebagai pusat-pusat pengembangan dan pengendalian kecenderungan manusia modern menuju ke arah optimisme. Apalagi jika kecenderungan itu dilandasi dengan nilai-nilai moral dan agama. Karena itu, pendidikan masing dapat potensial bagi pengembangan peradaban umat manusia, jauh di masa depan dilihat dari berbagai alasan sosiologis, psikologis, kultural dan teknologis. 7
hlm. 79.
Ismail SM, dkk., Paradigma Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000),
6
Pada segi-segi penggambaran masa depan di atas, sesungguhnya idealitas pendidikan Islam dapat menjadi suatu kekuatan moral dan ideal bagi upaya pembudayaan manusia dan mengagamakan manusia. Pengembangan pendidikan Islam sangat penting bagi umat Islam dalam upaya pembentukan muslim yang berakhlakul karimah. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut telah menyebabkan perubahan ekonomi masyarakat, perubahan tata kehidupan dan perilaku manusia, dimana manusia sekian cerdas, profesional dan terampil mengolah alam dan lingkungan hidup bagi kehidupannya. Namun tanpa disadari telah muncul pula penurunan kualitas kepribadian manusia dan menurunnya nilai agama. Ironis nya, di sekolah umum jam terbatas untuk pelajaran agama dan di madrasah umum (sebagai benteng moral) proporsi pengetahuan telah ditambah 70 % sementara pelajaran agama 30 %, sedangkan banyak anak yang tidak mampu membaca al-Qur’an dengan baik, tidak bisa menulis arab, dan menurunnya nilai – nilai moral di kalangan pelajar dan masyarakat. Menyikapi hal tersebut, Madrasah Diniyah dengan ciri khas pendidikan diniyah nya (khusus agama Islam) yang menyadari pentingnya tambahan pendidikan agama bagi putra – putri mereka dalam usaha pengembangan pendidikan Islam di masyarakat. Pendidikan agama selama ini memang lebih banyak dijadikan tanggung jawab orang tua, dibandingkan pemerintah. Sementara mata pelajaran kuliah pendidikan agama yang selama ini ada dinilai menghadapi berbagai keterbatasan. Sebagian masyarakat mengatasinya dengan tambahan pendidikan agama di rumah, rumah ibadah atau di perkumpulan-perkumpulan yang kemudian berkembang menjadi satuan atau program pendidikan keagamaan formal, nonformal atau informal.8 Madrasah
Diniyah
Nurul
Anam
adalah
lembaga
pendidikan
keagamaan yang telah berdiri sejak sebelum kemerdekaan Indonesia, dan merupakan embrio dari berdirinya lembaga-lembaga pendidikan lainnya, baik formal maupun nonformal, seperti: MTs Walisongo, SMP Walisongo, MI 01 8
Abdurahman an-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat, (Jakarta: Gema Insan Press, 1995), hlm.176.
7
Kranji, MI 02 Kranji, dan TPQ. Sebelum adanya Madrasah Diniyah Nurul Anam, kondisi sosial agama masyarakat kranji belum begitu religius dan masyarakatnya pun masih cenderung masih bersikap individualis. Jauh dibandingkan sekarang, setelah adanya
penyelenggaraan
pendidikan di Madrasah Diniyah Nurul Anam, kondisi sosial agama masyarakat kranji sangat religius. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya kegiatan keagamaan yang ada di Kranji. Menghadapi tantangan dan kenyataan di atas, dapatkah agama berperan dalam menyumbangkan nilai etik, moral dan spiritual? Solusi nya tiada lain adalah dengan usaha mengembangkan pendidikan Islam di masyarakat berdasarkan nilai-nilai luhur yang terkandung pada agama tersebut disesuaikan dengan nilai-nilai yang hidup dan berkembang di kalangan masyarakat tersebut. Pendidikan Islam sangat kaya dengan nilai etika dan moral untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka penulis merasa tertarik untuk mengangkatnya dalam sebuah karya tulis ilmiah (Skripsi) yang berjudul: “ Peran Madrasah Diniyah Nurul Anam dalam Pengembangan Pendidikan Islam di Desa Kranji Kecamatan Kedungwuni Pekalongan ”.
B. Penegasan Istilah Untuk mempermudah pemahaman terhadap skripsi yang berjudul “Peran Madrasah Diniyah Nurul Anam dalam Pengembangan Pendidikan Islam di Desa Kranji Kecamatan Kedungwuni Pekalongan”, maka lebih dahulu penulis akan menjelaskan pengertian judul tersebut, sehingga diharapkan akan dapat menghindarkan terjadinya kesalahpahaman persepsi. 1. Peran Peran artinya sesuatu yang menjadi bagian atau yang memegang pimpinan yang terutama (dalam terjadinya sesuatu hal).9 9
W.J.S. Poerwadarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Departemen P dan K, 1999), hlm. 735.
Pustaka
8
Yang dimaksud adalah sesuatu yang menjadi bagian pada Madrasah Diniyah Nurul Anam dalam terjadinya proses pengembangan pendidikan Islam di desa Kranji. 2. Madrasah Diniyah Nurul Anam Madrasah artinya sekolah atau perguruan (yang berdasarkan agama Islam).10 Sedangkan diniyah artinya berhubungan dengan agama, bersifat keagamaan. Jadi Madrasah Diniyah artinya suatu sekolah yang berdasarkan agama Islam dan materi-materi pelajaran yang diajarkan berhubungan dengan agama Islam. Istilah madrasah di sini adalah madrasah dalam pengertian sebagai lembaga pendidikan nonformal atau jalur pendidikan luar sekolah yang terdiri dari tiga jenjang: Awaliyah, Wustha, dan ‘Ulya. Madrasah Diniyah merupakan lembaga pendidikan agama yang memberikan
pendidikan
dan
pengajaran
secara
klasikal
dalam
pengetahuan agama Islam kepada pelajar secara bersama-sama sedikitnya berjumlah sepuluh atau lebih, diantara anak-anak usia 7 sampai 20 tahun.11 Nurul Anam adalah nama sebuah Madrasah Diniyah yang ada di desa Kranji Kecamatan Kedungwuni. 3. Pengembangan Pengembangan
adalah
proses
cara
atau
perbuatan
mengembangkan.12 Pengembangan dalam pendidikan menunjukkan suatu proses perubahan secara bertahap ke arah tingkat yang lebih tinggi dan meluas
10
Sulistyowati, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Jakarta: CV. Buana Raya, 2005),
hlm. 285. 11
Direktorat Pendidikan Agama dan Pondok Pesantren, Dirjen Kelembagaan Agama Islam, Pedoman Penyelenggaraan dan Pembinaan Madrasah Diniyah, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2003), hlm. 3. 12 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), hlm. 662.
9
serta mendalam secara menyeluruh dapat tercipta suatu kesempurnaan atau kematangan.13 4. Pendidikan Islam Menurut
Abuddin
Nata,
pendidikan
Islam
adalah
upaya
membimbing, mengarahkan dan membina peserta didik yang dilakukan secara sadar dan terencana agar terbina suatu kepribadian yang utama sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.14 Kranji sendiri adalah sebuah desa atau tempat yang menjadi obyek dalam penelitian ini. Dari pengertian di atas, yang dimaksud dengan Peran Madrasah Diniyah Nurul Anam dalam Pengembangan Pendidikan Islam di Kranji Kec. Kedungwuni Pekalongan adalah suatu penelitian kualitatif lapangan terhadap Madrasah Diniyah Nurul Anam untuk mengetahui dan menjelaskan peran Madrasah Diniyah tersebut dalam pengembangan pendidikan Islam yang sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam di masyarakat Kranji.
C. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah yang diangkat dalam skripsi ini adalah: 1. Bagaimana pengembangan pendidikan Islam di desa Kranji? 2. Bagaimana peran Madrasah Diniyah Nurul Anam dalam pengembangan pendidikan Islam di desa Kranji ?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini yaitu: 1. Untuk mengetahui bagaimana pengembangan pendidikan Islam di desa Kranji. 2. Untuk mengetahui bagaimana peran Madrasah Diniyah Nurul Anam dalam pengembangan pendidikan Islam di desa Kranji. 13
Muzayyin Arifin, op.cit., hlm. 191. Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), Cet. 5,
14
hlm. 292.
10
Sedangkan manfaat penelitian ini diharapkan mampu memberi kontribusi terhadap dunia ilmu dalam wacana akademis. Kajian ini merupakan studi awal yang akan mempermudah siapa saja yang berniat belajar lebih lanjut mengenai Pengembangan pendidikan Islam melalui peran madrasah diniyah. Diharapkan pula, dengan penelitian ini akan berguna bagi peminat ilmu-ilmu keislaman pada umumnya.
E. Kajian Pustaka Untuk menghindari duplikasi dari sebuah penelitian, maka penulis akan melakukan kajian pustaka terhadap buku-buku yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan penulis. Drs. Fatah Syukur NC, M.Ag dalam buku yang berjudul “Dinamika Madrasah dalam Masyarakat Industri”. Tulisan dalam buku ini, yang naskah aslinya berupa tesis magister Pemikiran Pendidikan Islam, mencoba untuk meneliti lebih jauh terhadap problematika tersebut dengan studi kasus di Madrasah Mu’allimin NU Kudus dan Madrasah TBS Kudus. Lembaga yang disebut pertama menunjukkan adanya fenomena melemahnya identitas dan kemandirian madrasah karena mengikuti keseragaman dalam aturan pemerintah. Sedang lembaga kedua justru menunjukkan penguatan identitas dengan kemandirian mempertahankan status salafiyah. Dengan identitas dan kemandirian yang jelas ini, lembaga kedua justru semakin eksis dan cenderung meningkat jumlah muridnya sementara lembaga pertama cenderung merosot peminatnya.15 Ma’mun (NIM : 3603022). Dalam skripsinya yang berjudul “Persepsi Tokoh Masyarakat Desa Tlepok Wetan Kecamatan Grabag Purworejo Tentang Peran Pendidikan Madrasah Diniyah Pada Tahun 2006.” Dalam skripsi tersebut dijelaskan tentang madrasah dalam kajian historis. Dipaparkan mengenai perkembangan madrasah dari masa kemerdekaan hingga madrasah tahun 2006. Dalam analisis skripsi ini bahwa pendidikan Madrasah Diniyah 15
Fatah Syukur NC, Dinamika Madrasah dalam Masyarakat Industri, (Semarang: PKPI2 dan PMDC, 2004), hlm. iv.
11
memiliki peranan positif yang penting, baik dan sangat diperlukan. Orientasi pengajarannya yang mengarah kepada pengajaran agama, pembentukan dan pembinaan akhlakul karimah.16 Dari beberapa karya di atas, penulis belum menemukan suatu pembahasan khusus tentang peran Madrasah Diniyah dalam pengembangan pendidikan Islam di suatu masyarakat melalui kajian sosio historis. Oleh karena itu, penulis mencoba membahas permasalahan ini dengan mengambil studi kasus di Madrasah Diniyah Nurul Anam dalam peranannya mengembangkan pendidikan Islam di Kranji.
F. Metode Penelitian 1. Jenis dan Pendekatan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif lapangan. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian field research yaitu penelitian dengan melakukan pengamatan langsung terhadap objek penelitian (terjun langsung di lapangan), guna memperoleh informasi terhadap masalah-masalah yang dibahas. Penulis melakukan penelitian guna memperoleh dan mengumpulkan data yang bersumber dari obyek penelitian, dalam hal ini Madrasah Diniyah Nurul Anam. Penelitian ini menggunakan pendekatan sosio historis yaitu untuk mengetahui latar belakang internal dan eksternal obyek yang diteliti. 2. Fokus Penelitian Dalam penelitian ini, yang menjadi fokus penelitian yaitu peran Madrasah Diniyah dalam pengembangan pendidikan Islam. Dalam hal ini penulis melakukan penelitian terhadap keseluruhan situasi sosial Madrasah Diniyah Nurul Anam yang meliputi aspek tempat (place), pelaku (actor) dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis. Kemudian menggali peran-peran Madrasah tersebut dalam pengembangan pendidikan Islam di Kranji. 16 Ma’mun, “Persepsi Tokoh Masyarakat Desa Tlepok Wetan Kecamatan Grabag Purworejo Tentang Peran Pendidikan Madrasah Diniyah Pada Tahun 2006”, (Semarang: Skripsi IAIN Walisongo Fakultas Tarbiyah, 2006), t.d. hlm. ii.
12
3. Subyek Penelitian Yang menjadi subyek penelitian ini yaitu Madrasah Diniyah Nurul Anam. Dimana sumber data primer tersebut digali langsung dari Madrasah Diniyah Nurul Anam dengan melakukan wawancara dengan pihak pengelola, pihak pengajar, siswa dan masyarakat sekitar Madrasah Diniyah khususnya. Subyek data adalah subyek dari mana data diperoleh. Subyek penelitian merupakan sumber utama yang dapat memberikan informasi mengenai data penelitian. Adapun informan dalam penelitian ini akan dipilih berdasarkan purposive sampling, yakni pemilihan informan berdasarkan tujuan dan pertimbangan tertentu, untuk mengetahui sejauh mana peran Madrasah Diniyah Nurul Anam dalam perkembangan pendidikan Islam di Kranji. Diambil dari 3 orang tokoh agama, 3 orang tokoh masyarakat, 3 orang pengurus Yayasan Madrasah Diniyah, 1 orang pengurus Madrasah Diniyah, 25 orang pengajar madrasah Diniyah baik Awaliyah, Wustha maupun ‘Ulya, dan 22 masyarakat Kranji yang sekaligus merupakan orang tua santri. 4. Metode Pengumpulan Data a. Metode Wawancara Wawancara adalah metode pengumpulan data dengan jalan tanya jawab yang dilakukan dengan sistematik dan berlandaskan tujuan penelitian. Metode ini penulis laksanakan dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang penulis susun dan persiapkan data secara tertulis. Dengan teknik ini memperoleh data yang bersumber dari para pengurus, para pengajar, siswa, tokoh agama dan masyarakat di sekitar Madrasah Diniyah. Teknik ini digunakan untuk memperoleh data secara langsung mengenai peran Madrasah Diniyah Nurul Anam dalam pengembangan
13
pendidikan Islam di Kranji. Yaitu dengan melakukan wawancara mendalam terhadap sejumlah informan yang representatif.
b. Metode Observasi Observasi adalah metode ilmiah yang biasa diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap fenomenafenomena yang diselidiki.17 Teknik ini digunakan untuk mempertajam data yang berkaitan dengan proses belajar mengajar di madrasah diniyah dan pengembangan pendidikan Islam di Kranji. c. Metode Dokumentasi Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan sebagainya.18 Metode dokumentasi ini penulis lakukan dengan cara memahami isi dan arsip dokumen madrasah diniyah Nurul Anam yang berkaitan dengan masalah yang dibahas. d. Metode Triangulasi Yakni teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber yang telah ada. Teknik
pengumpulan
data
dengan
triangulasi
sama
halnya
mengumpulkan data yang sekaligus menguji kredibilitas data yaitu mengecek kredibilitas data dengan berbagai teknik pengumpulan data dengan berbagai sumber, berbagai cara dan berbagai waktu. 1) Triangulasi Sumber Triangulasi sumber yaitu teknik pengumpulan data untuk mendapatkan data dari berbagai sumber dengan teknik yang sama. Dalam hal ini, juga untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa 17
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Jilid I, (Yogyakarta: Andi Offset, 2001), hlm..
136. 18
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Yogyakarta: Rineka Cipta, 1993), hlm. 231.
14
sumber. Misalnya untuk menguji kredibilitas data tentang perilaku murid, maka pengumpulan dan pengujian data yang telah diperoleh dapat dilakukan ke guru, teman murid yang bersangkutan dan orang tuanya. 2) Triangulasi Teknik Triangulasi teknik yaitu peneliti melakukan pengumpulan data
dengan
menggunakan
teknik
yang
berbeda
untuk
mendapatkan data dari sumber yang sama. Dalam hal ini, juga untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Misalnya data diperoleh dengan wawancara, lalu dicek dengan observasi, dokumentasi dan kuesioner. 3) Triangulasi Waktu Triangulasi waktu digunakan untuk menguji data yang dikumpulkan dengan teknik wawancara di pagi hari pada saat narasumber masih segar, belum banyak masalah, akan memberikan data yang lebih valid sehingga lebih kredibel. Untuk itu dalam rangka pengujian kredibilitas data dapat dilakukan dengan cara melakukan pengecekan wawancara, observasi atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda. 19 5. Metode Analisis Data Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Adapun langkah-langkah analisis data sebagai berikut : a. Reduksi Data Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu. Dengan demikian data yang 19
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D, (Bandung: CV. Alfabeta, 2008), Cet. 6, hlm. 330.
15
telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah
peneliti
untuk
melakukan
pengumpulan
data
21
selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan. b. Penyajian Data
Yaitu data yang telah direduksi kemudian dilakukan penyajian data dalam bentuk tabel, grafik, phie chard, pictogram dan sejenisnya. Melalui penyajian data tersebut, maka data terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan sehingga akan mudah dipahami.22 c. Verifikasi Data Adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Dengan demikian, kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak, karena seperti yang telah dikemukakan bahwa masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah penelitian di lapangan.23 Penelitian ini bersifat kualitatif, maka data hasil penelitian dianalisis dalam bentuk deskriptif kualitatif. Metode ini digunakan sebagai upaya untuk mendeskripsikan dan menganalisis secara sistematis data hasil penelitian mengenai peran Madrasah Diniyah Nurul Anam dalam pengembangan pendidikan Islam di Kranji.
G. Sistematika Penulisan Supaya hasil penelitian ini mudah dipahami oleh para pembaca, maka skripsi ini dibagi menjadi beberapa bab, setiap bab memuat beberapa sub bab
21
Ibid., hlm. 338. Ibid., hlm. 341. 23 Ibid., hlm. 345. 22
16
yang masih umum sifatnya, yang mana satu sama lain masih berkaitan antara bab sebelumnya dan bab sesudahnya. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian lapangan, maka dalam sistematika penulisan skripsi ini menggambarkan struktur organisasi penyusunan yang dapat dijelaskan dalam bab yang masing-masing bab memuat urutan sebagai berikut : 1. Bagian Awal Bagian ini berisi halaman sampul, halaman judul, halaman persetujuan pembimbing, halaman pengesahan, halaman deklarasi, halaman abstraksi, halaman motto, halaman persembahan, halaman kata pengantar dan daftar isi. 2. Bagian Isi Bab pertama, Pendahuluan. Bab ini berisi latar belakang masalah, penegasan istilah , rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kajian pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan. Bab kedua, Kajian Umum Tentang Madrasah Diniyah dan Pengembangannya dalam
Pendidikan Islam. Bab ini berisi tentang
Madrasah dan perkembangannya, sistem pendidikan Madrasah Diniyah, teori pendidikan Islam dan teori umum peran Madrasah Diniyah pengembangan pendidikan Islam. Bab
ketiga,
Profil
Madrasah
Diniyah
Nurul
Anam
dan
Eksistensinya dalam Pengembangan Pendidikan Islam di Kranji Kecamatan Kedungwuni
Pekalongan. Bab ini berisi tentang profil
Madrasah Diniyah Nurul Anam menurut tinjauan historis dan letak geografis, visi, misi dan strategi Madrasah Diniyah Nurul Anam, kedudukan, tugas pokok dan tujuan Madrasah Diniyah Nurul Anam, dan eksistensi Madrasah Diniyah Nurul Anam dalam pengembangan pendidikan Islam di Kranji. Bab keempat, Analisis Peran Madrasah Diniyah Nurul Anam dalam Pengembangan Pendidikan Islam di Kranji. Bab
ini berisi analisis
pengembangan pendidikan Islam di desa Kranji dan analisis peran
17
Madrasah Diniyah Nurul Anam dalam pengembangan pendidikan Islam di desa Kranji. Bab kelima Penutup. Bab ini berisi kesimpulan, saran-saran dan kata-kata penutup dari penulis. 3. Bagian Akhir Bagian ini berisi daftar pustaka, dan lampiran-lampiran.
BAB II KAJIAN UMUM TENTANG MADRASAH DINIYAH DAN PENGEMBANGANNYA DALAM PENDIDIKAN ISLAM
A. Madrasah dan Perkembangannya Salah satu sistem yang memungkinkan proses kependidikan Islam berlangsung secara konsisten dan berkesinambungan dalam rangka mencapai tujuannya adalah institusi atau kelembagaan pendidikan Islam. Dalam sejarah pendidikan Islam, sejak Nabi melaksanakan tugas dakwah agama secara aktif, di kota Mekah telah didirikan lembaga di mana Nabi memberikan pelajai-an tentang agama Islam secara menyeluruh di rumah-rumah dan masjid-masjid. Salah satu rumah yang terkenal dijadikan tempat berlangsungnya pendidikan Islam ialah Dar al-Arqam di Mekah dan masjid yang terkenal dipergunakan untuk kegiatan belajar dan mengajar ialah yang sekarang terkenal Masjid alHaram di Mekah dan Masjid an-Nabawi di Madinah al-Munawwarah. Di dalam masjid-masjid inilah berlangsung proses belajar mengajar berkelompok dalam halaqah dengan masing-masing gurunya yang terdiri dan para sahabat Nabi Saw.1 Sejalan dengan semakin berkembangnya jumlah pemeluk Islam dan juga keinginan untuk memperoleh efektivitas belajar mengajar yang cukup memadai, berkembanglah pemikiran baru dan para sahabat dan tabi’in tentang pendidikan yang berkelanjutan sampai munculnya kerajaan Islam di Timur Tengah dan Spanyol. Mereka mendirikan berbagai model kelembagaan pendidikan Islam yang lebih teratur dan terarah dalam kegiatan belajar dan mengajar secara klasikal yang berbentuk madrasah.2 Sejarah pendidikan Islam mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan lembaga pendidikan yang ada saat ini. Hal ini sesuai dengan pendapat Ruswan Thoyib, yang menyatakan bahwa:
1 Arifin, Ilmu Pendidikan Islam: Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), Cet. 4, hlm. 80. 2 Ibid.
17
18
“The history of Islamic civilization illustrates the variety of educational models from time to time and also from region to region. The Muslim lanscape proffers for the observer a variety of centres of learning, such as kuttab, mosques, hospitals, observatories, libraries, madrasa, khanqa, pesantren, ‘modern’ schools and universities.3 “Sejarah peradaban Islam melukiskan variasi model-model pendidikan dari waktu ke waktu dan juga dari suatu kawasan ke kawasan lain. Lanskap Muslim menunjukkan kepada pengamat suatu variasi pusatpusat pembelajaran semacam kuttab, masjid, rumah sakit, observatorium, perpustakaan, madrasah, khanqa, pesantren, sekolahsekolah ‘modern’, dan universitas-universitas. Mula-mula berdiri lembaga pendidikan yang bernama kuttab, suatu lembaga pendidikan dasar yang di dalamnya diajarkan cara membaca dan menulis huruf al-Qur’an serta pengajaran ilmu agama dan ilmu al-Qur’an. Orang yang pertama kali belajar menulis dan penduduk Mekah adalah Sufyan bin Umayah dan Abu Qais bin Abdu Manaf bin Zahrah bin Kilaab, sedangkan pengajarnnya ialah Basyar bin Abdul Malik yang pernah belajar menulis di Irak. Dari Mekah inilah kegiatan belajar menulis dan membaca alQuran menyebar ke seluruh penjuru Jazirah Arab. Motivasi utama dan kegiatan belajar menulis dan membaca al-Qur’an bersumberkan dari wahyu pertama yang diturunkan kepada Rasulullah yang tersebut dalam Surah al‘Alaq.4 Dari kemampuan
menulis dan
membaca inilah umat Islam
memperoleh sarana yang ampuh untuk belajar ilmu-ilmu yang lain. Oleh karena itu, membaca dan menulis dapat dipandang sebagai sumbernya ilmu pengetahuan manusia yang semakin berkembang. Kemajuan peradaban umat Islam pada masa itu merupakan hasil dan kemampuan membaca dan menulis yang pertama-tama diperintahkan oleh Allah melalui wahyu kepada utusan-Nya Muhammad Saw. Kegiatan belajar mengajar yang diawali dengan membaca dan menulis itu, akhirnya mendorong
3
Ruswan Thoyib, “Development of Muslim Educational System in the Classical Period (600 – 1000 A. D. ): An Overview” dalam Yudian Wahyudi, dkk., (eds. ), The Dynamics of Islamic Civilization, (Yogyakarta: FKAPPCD dan Titian Illahi, 1998), hlm. 53. 4 Arifin, loc. cit.
19
umat Islam untuk belajar dalam bidang-bidang ilmu pengetahuan di luar ilmu agama, di samping karena kebutuhan hidup yang semakin berkembang, terutama tentang ilmu alam, kemasyarakatan, dan falsafah. Oleh karena sistem kuttab tidak mampu menampung aspirasi dan kebutuhan belajar yang lebih luas dan dalam maka dibentuklah sistem pendidikan klasikal yang dikenal dengan madrasah atau sekolah. Madrasah yang pertama ialah Madrasah an-Nidzamiyah yang didirikan oleh Nidzam alMulki seorang Menteri Sultan Malik Syah as-Seijuqy pada tahun 460-475 H di kota Baghdad dan Naisapur dengan menggunakan namanya. Imam alGhazali pernah menjadi guru madrasah tersebut di Baghdad kemudian di Naisapur pada akhir abad ke-5 H. Madrasah an-Nidzamiyah di Baghdad misalnya, mencoba mensintesiskan antara agama dan filsafat yang berhasil dilakukan oleh Imam Abu Hamid al-Ghazali. Beliau mula-mula mendapatkan pelajaran tasawuf, lalu belajar filsafat, dan ilmu syariah.5 Kemudian disusul berdirinya madrasah-madrasah lainnya seperti Madrasah an-Nasiriyah, Madrasah al-Qumhiyah dan as-Saefi’yah dan Daulah Ayyubiyyah. Pada akhirnya bermunculan lah berbagai jenis madrasah tersebut di Timur Tengah seperti di Syiria, terkenal Madrasah an-Nuriyah yang didirikan oleh Nuruddin Zangky. 6Di Mesir dengan Madrasah al-Kamiliyah (didirikan oleh Malik al-Kamil al-Ayyub). Madrasah ad-Dhahiriyah di mana fikih mazhab as-Syafi’i dan Hanafi diajarkan. Sejalan dengan kebutuhan umat Islam terhadap pengembangan ilmu pengetahuan yang makin luas maka pada permulaan abad ke-5 H, muncullah institusi-institusi pendidikan yang baru, yaitu madrasah-madrasah untuk tempat belajar orang-orang dewasa. Madrasah didirikan oleh pemerintah untuk menyebarkan mazhab penguasa kerajaan yang memerintah saat itu.7
5
Abdul Ghofir dan Muhaimin, Pengenalan Kurikulum Madrasah, (Solo: Ramadhani, 1993), Cet. 1, hlm. 10. 6 George Makdisi, The Rise of Colleges: Institution of Learning in Islam and The West, (Irak: Edinburgh University Press, 1981), hlm. 23. 7 Arifin, op. cit., hlm. 123.
20
Madrasah dianggap sebagai lembaga yang khusus mentransmisikan ilmu-ilmu agama dengan memberikan penekanan khusus pada bidang fiqih, tafsir, dan hadits dan tidak memasukkan ilmu-ilmu umum dalam kurikulumnya. Hal ini menurut Azzumardi Azra disebabkan karena tiga alasan: pertama, ini berkaitan dengan pandangan tentang ketinggian ilmu-ilmu keagamaan yang dianggap mempunyai supremasi lebih dan merupakan jalan cepat menuju Tuhan. Kedua, secara institusional madrasah memang dikuasai oleh mereka yang ahli dalam bidang agama. Dan ketiga, berkenaan dengan kenyataan bahwa hampir seluruh madrasah didirikan dan dipertahankan dengan dana wakaf dan penguasa politik Muslim atau dermawan kaya, karena didorong oleh adanya motivasi kesalehan. Dengan kurikulum yang terfokus pada bidang keagamaan tersebut, madrasah justru dapat diterima luas di kalangan masyarakat, karena materi pokok yang diajarkan madrasah pada saat itu seperti fiqih, dianggap memenuhi kebutuhan masyarakat dan dapat diberikan pada anggota masyarakat dalam segala tingkatan umur. Di samping itu, para pengajar madrasah adalah para ulama yang notabene merupakan panutan masyarakat serta pembela kepentingan mereka dan memiliki kedudukan khusus dalam pemerintahan.8 Ciri khas madrasah lebih dan hanya sekedar penyajian mata pelajaran agama. Artinya, ciri khas tersebut bukan hanya sekedar menyajikan mata pelajaran agama Islam di dalam lembaga madrasah tetapi yang lebih penting ialah perwujudan dan nilai-nilai keislaman di dalam totalitas kehidupan madrasah. Suasana lembaga madrasah yang melahirkan ciri khas tersebut mengandung unsur-unsur sebagai berikut: 1. Perwujudan nilai-nilai keislaman di dalam keseluruhan kehidupan lembaga madrasah; 2. Kehidupan moral yang beraktualisasi, dan 3. Manajemen yang profesional, terbuka, dan berperan aktif dalam masyarakat.
8
Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam pada Periode Klasik dan Pertengahan,, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 178.
21
Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam di Indonesia relatif lebih muda dibanding pesantren. Ia lahir pada abad 20 dengan munculnya Madrasah Manba’ul Ulum Kerajaan Surakarta tahun 1905 dan Sekolah Adabiyah yang didirikan oleh Syekh Abdullah Ahmad di Sumatera Barat tahun 1909. Madrasah berdiri atas inisiatif dan realisasi dan pembaharuan sistem pendidikan Islam yang telah ada. Pembaharuan tersebut, menurut Karel Steenbrink, meliputi tiga hal, yaitu: 1. Usaha menyempurnakan sistem pendidikan pesantren, 2. Penyesuaian dengan sistem pendidikan Barat, dan 3. Upaya menjembatani antara sistem pendidikan tradisional pesantren dan sistem pendidikan Barat. Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam kini ditempatkan sebagai pendidikan sekolah dalam sistem pendidikan nasional. Munculnya SKB tiga menteri (Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan Menteri Dalam Negeri) menandakan bahwa eksistensi madrasah sudah cukup kuat beriringan dengan sekolah umum. Di samping itu, munculnya SKB tiga menteri tersebut juga dinilai sebagai langkah positif bagi peningkatan mutu madrasah baik dan status, nilai ijazah maupun kurikulum nya. Di dalam salah satu diktum pertimbangkan SKB tersebut disebutkan perlunya diambil langkah-langkah untuk meningkatkan mutu pendidikan pada Madrasah agar lulusan dan madrasah dapat melanjutkan atau pindah ke sekolah-sekolah Umum dan sekolah dasar sampai perguruan tinggi. 9 Secara harfiah madrasah bisa diartikan dengan sekolah, karena secara teknis keduanya memiliki kesamaan, yaitu sebagai tempat berlangsungnya proses belajar-mengajar secara formal. Namun demikian, Karel Steenbrink membedakan
madrasah
dan
sekolah
karena
keduanya
mempunyai
karakteristik atau ciri khas yang berbeda. Madrasah memiliki kurikulum, metode dan cara mengajar sendiri yang berbeda dengan sekolah. Meskipun mengajarkan ilmu pengetahuan umum sebagaimana yang diajarkan di sekolah, 9
Rahardjo, “Madrasah sebagai The Centre of Excellence”, http://www.pendis.go.id/madrasah/insidex. diakses tanggal 10 Oktober 2009.
22
madrasah memiliki karakter tersendiri, yaitu sangat menonjolkan nilai religiusitas masyarakatnya. Sementara itu sekolah merupakan lembaga pendidikan umum dengan pelajaran universal dan terpengaruh iklim pencerahan Barat. 10 Perbedaan karakter antara madrasah dengan sekolah itu dipengaruhi oleh perbedaan tujuan antara keduanya secara historis. Tujuan dan pendirian madrasah ketika untuk pertama kalinya diadopsi di Indonesia ialah untuk mentransmisikan nilai-nilai Islam, selain untuk memenuhi kebutuhan modernisasi pendidikan, sebagai jawaban atau respon dalam menghadapi kolonialisme dan Kristen, di samping untuk mencegah memudarnya semangat keagamaan penduduk akibat meluasnya lembaga pendidikan Belanda itu. Sekolah untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh pemerintah Belanda pada sekitar dasawarsa 1870-an bertujuan untuk menyiapkan calon pegawai pemerintah kolonial, dengan maksud untuk melestarikan penjajahan. Dalam lembaga pendidikan yang didirikan Kolonial Belanda itu, tidak diberikan pelajaran agama sama sekali. Karena itu tidak heran jika di kalangan kaum pribumi, khususnya di Jawa, ketika itu muncul resistensi yang kuat terhadap sekolah, yang mereka pandang sebagai bagian integral dan rencana pemerintah kolonial Belanda untuk membelandakan anak-anak mereka.11 Meskipun pesantren berperan lebih dahulu dalam membendung pengaruh pendidikan kolonial, dibandingkan dengan madrasah, para pembaharu pendidikan Islam di Indonesia tampaknya mengakui bahwa dalam banyak hal, lembaga pendidikan Islam tradisional ini mengandung banyak kelemahan, sementara pada sisi lain lembaga pendidikan yang didirikan pemerintah kolonial Belanda harus diakui memiliki banyak kelebihan. Madrasah yang, seperti kebanyakan lembaga modem lainnya, masuk pada sistem pendidikan di Indonesia pada awal abad ke-20, ini dimaksudkan sebagai upaya menggabungkan hal-hal yang positif dan pendidikan pesantren dan sekolah itu. 10 Badri Yatim, dkk., Sejarah Perkembangan Madrasah, (Jakarta: Bagian Proyek Peningkatan Madrasah Aliyah Tahun Anggaran 1998/1999, 1998), hlm. 10. 11 Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos, 1999), hlm. 193.
23
Lembaga pendidikan madrasah ini secara berangsur-angsur diterima sebagai salah satu institusi pendidikan Islam yang juga berperan dalam perkembangan peningkatan mutu pendidikan di Indonesia.12 Telah disinggung bahwa madrasah berbeda pengertiannya antara masa klasik Islam dengan masa ketika lembaga pendidikan tersebut masuk ke Indonesia pada sekitar awal abad ke-20. Madrasah di Indonesia merujuk pada pendidikan dasar sampai menengah, sementara pada masa klasik Islam madrasah merujuk pada lembaga pendidikan tinggi (the institution of higher learning). Perbedaan tersebut pada gilirannya bukan hanya merupakan masalah perbedaan definisi, tapi juga menunjukkan perbedaan karakteristik antara keduanya. Merujuk pada penjelasan Nakosteen, motif pendirian madrasah pada masa klasik Islam ialah untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan pendidikan umum (sekuler), yang dianggap kurang memadai jika dilakukan di dalam masjid. sebab masjid merupakan tempat ibadah. Namun, upaya untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan pendidikan umum itu di madrasah sejak awal perkembangannya telah mengalami kegagalan. Sebab, penekanan pada ilmu-ilmu agama (al-’ulum addiniyyah), terutama pada bidang fikih, tafsir, dan hadits, ternyata lebih dominan, sehingga ilmu-ilmu non-agama khususnya ilmu-ilmu alam dan eksakta, tetap berada dalam posisi pinggiran atau marjinal. Hal itu berbeda dengan madrasah di Indonesia yang sejak awal pertumbuhannya telah dengan sadar menjatuhkan pilihan pada (a) madrasah yang didirikan sebagai lembaga pendidikan yang semata-mata untuk mendalami agama (li tafaqquh fiddin). yang biasa disebut Madrasah Diniyah salafiyah; dan (b) madrasah yang didirikan tidak hanya untuk mengajarkan ilmu pengetahuan dan nilai-nilai Islam, tapi juga memasukkan pelajaranpelajaran yang diajarkan di sekolah-sekolah yang diselenggarakan pemerintah Hindia Belanda, seperti madrasah Adabiyah di Sumatera Barat, dan madrasah
12
Karel Steenbrink, Beberapa Aspek Tentang Islam di Indonesia Abad ke – 19, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), hlm. 159.
24
yang diselenggarakan oleh Muhammadiyah, Persatuan Islam, dan PUI di Majalengka.13 Dan keterangan di atas menarik untuk dicatat bahwa salah satu karakteristik madrasah yang cukup penting di Indonesia pada awal pertumbuhannya ialah bahwa di dalamnya tidak ada konflik atau upaya mempertentangkan ilmu-ilmu agama dengan ilmu-ilmu umum. Konflik (lebih tepat disebut perselisihan pendapat) itu biasanya terjadi antara satu organisasi keagamaan dengan organisasi keagamaan lain yang memiliki faham keagamaan yang berbeda, dan mereka sama-sama mendirikan madrasah. Misalnya: NU, Muhammadiyah, Persis, al-Irsyad, Tarbiyah Islamiyah, dan lain-lain, memiliki madrasah nya sendiri-sendiri untuk mensosialisasikan dan mengembangkan faham keagamaan mereka masing-masing. Madrasah di Indonesia secara historis juga memiliki karakter yang sangat populis (merakyat), berbeda dengan madrasah pada masa klasik Islam. Sebagai lembaga pendidikan tinggi madrasah pada masa klasik Islam terlahir sebagai gejala urban atau kota. Madrasah pertama kali didirikan oleh Dinasti Samaniyah (204-395 H/819-1005 M), di Naisapur kota yang kemudian dikenal sebagai daerah kelahiran madrasah. Daerah Naisapur mencakup sebagian Iran, sebagian Afghanistan dan bekas Uni-Sovyet antara laut Kaspia dan laut Aral. Dengan inisiatif yang datang dan penguasa ketika itu, maka praktis madrasah tidak kesulitan menyerap hampir segenap unsur dan fasilitas modern, seperti bangunan yang permanen, kurikulum yang tertata rapi, pergantian jenjang pendidikan, dan tentu saja anggaran atau dana yang dikucurkan oleh pemerintah.14 Hal ini berbeda dengan madrasah di Indonesia. Kebanyakan madrasah di Indonesia pada mulanya tumbuh dan berkembang atas inisiatif tokoh masyarakat yang peduli, terutama para ulama yang membawa gagasan pembaharuan pendidikan, setelah mereka kembali dan menuntut ilmu di Timur Tengah. Dana pembangunan dan pendidikannya pun berasal dan 13
http://www.pendis.go.id/madrasah/insidex, di akses tanggal 10 Oktober 2009. Ibid.
14
25
swadaya masyarakat. Karena inisiatif dan dananya didukung oleh masyarakat, maka masyarakat sendiri diuntungkan secara ekonomis, artinya mereka dapat memasukkan anak-anak mereka ke madrasah dengan biaya ringan. Sebagai lembaga pendidikan swadaya, madrasah menampung aspirasi sosial budaya-agama masyarakat yang tinggal di wilayah pedesaan. Tumbuh dan berkembangnya madrasah di pedesaan itu menjadi petunjuk bahwa masyarakat Indonesia ternyata memiliki komitmen yang sangat tinggi terhadap pendidikan putra-putri mereka. Dan sudut pandang lain, hal itu juga berarti ikut meringankan beban pemerintah di bidang pendidikan. Dalam hal mi patut dicatat bahwa dan 36.000 jumlah madrasah yang ada (yang mengajarkan ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum), 96 persen di antaranya dikelola oleh masyarakat secara swadaya, atau madrasah swasta. Sementara itu madrasah yang mengkhususkan diri pada mata pelajaran agama, yaitu madrasah diniyah yang dikelola masyarakat, jumlahnya telah mencapai 22.000.15 Kini madrasah dipahami sebagai lembaga pendidikan Islam yang berada di bawah Sistem Pendidikan Nasional dan berada di bawah pembinaan Departemen Agama. Lembaga pendidikan madrasah ini telah tumbuh dan berkembang sehingga merupakan bagian dan budaya Indonesia, karena ia tumbuh dan berproses bersama dengan seluruh proses perubahan dan perkembangan yang terjadi di dalam masyarakat. Kurun waktu cukup panjang yang dilaluinya, yakni kurang lebih satu abad, membuktikan bahwa lembaga pendidikan madrasah telah mampu bertahan dengan karakter nya sendiri, yakni sebagai lembaga pendidikan untuk membina jiwa agama dan akhlak anak didik. Karakter itulah yang membedakan madrasah dengan sekolah umum.
15
Ibid.
26
B. Sistem Pendidikan Madrasah Diniyah. 1. Pengertian Madrasah Diniyah. Kata madrasah secara etimologi merupakan isim makan yang berarti tempat belajar, dari akar kata darasa yang berarti belajar. Diniyah berasal dari kata din yang berarti agama. Secara terminologi madrasah adalah nama atas sebutan bagi sekolah - sekolah agama Islam, tempat proses belajar mengajar ajaran agama Islam secara formal yang mempunyai kelas (dengan sarana antara lain meja, bangku, dan papan tulis) dan memiliki kurikulum, dalam bentuk klasikal.16 Madrasah Diniyah adalah suatu lembaga pendidikan keagamaan yang telah diakui keberadaannya oleh masyarakat maupun pemerintah. Di dalam UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional ditetapkan bahwa Madrasah Diniyah merupakan salah satu dari sebuah lembaga pendidikan yang memberikan pendidikan kepada anak didik dalam bidang keagamaan. Sejalan dengan ide-ide pendidikan di Indonesia maka Madrasah pun ikut mengadakan pembaharuan dari dalam. Beberapa organisasi pendidikan yang menyelenggarakan madrasah mulai menyusun kurikulum yang di dalamnya sudah terdapat mata pelajaran umum, namun masih ada sebagian Madrasah yang tetap mempertahankan statusnya sebagai sekolah agama murni yaitu semata – mata memberikan pendidikan dan pengajaran agama Islam. Sekolah ini sering kita sebut sebagai Madrasah Diniyah. Madrasah yang ada saat ini merupakan perkembangan dari Madrasah Diniyah yang telah ada sejak zaman pra kemerdekaan. Pada pemerintahan Hindia Belanda di Indonesia, hampir pada setiap desa terdapat Madrasah Diniyah. Akan tetapi belum ada keseragaman nama maupun bentuk dari masing-masing Madrasah Diniyah tersebut. Beberapa
16
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. Ensiklopedi Islam 3, (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 2002), hlm. 105.
27
nama dan bentuk Madrasah Diniyah saat ini seperti pengajian anak – anak, pesantren, sekolah kitab dan lain- lain.17 Madrasah Diniyah adalah lembaga pendidikan agama yang memberikan pendidikan dan pengajaran secara klasikal dalam pengetahuan agama islam kepada pelajar secara bersama – sama, sedikitnya berjumlah sepuluh atau lebih di antara anak- sanak usia 7 sampai 20 tahun.18 Dalam buku ”Pedoman Teknis Penyelenggaraan Pendidikan Pada Pondok Pesantren” dijelaskan bahwa Madrasah Diniyah adalah sekolah yang tiga jenjang pendidikan yaitu Madrasah Diniyah Awaliyah, Madrasah Diniyah
Wustha
dan
Madrasah
Diniyah
‘Ulya
yang
hanya
menyelenggarakan pendidikan agama Islam dan bahasa Arab (sebagai bahasa al-Qur’an) dengan memakai sistem klasikal. Dan dalam buku “Pedoman Penyelenggaraan dan Pembinaan Madrasah Diniyah” dijelaskan bahwa Madrasah Diniyah adalah sebagai berikut: Lembaga pendidikan keagamaan pada jalur luar sekolah yang diharapkan mampu secara terus menerus memberikan pendidikan agama Islam kepada anak didik yang tidak terpenuhi pada jalur sekolah yang diberikan melalui sistem klasikal serta menerapkan jenjang pendidikan yaitu Madrasah Diniyah Awaliyah, Madrasah Diniyah Wustha dan Madrasah Diniyah ‘Ulya.19 2. Dasar Madrasah Diniyah. a. Dasar Religius. Islam memerintahkan belajar pada ayat yang diturunkan pada Rasulullah Saw. Oleh karena belajar itu utama dan sarana terbaik mencerdaskan umat. Pemerintah tersebut tidak terbatas pada jurusan duniawi saja, tapi dalam urusan ukhrawi . Firman Allah dalam al-Qur’an surah at-Taubah ayat 122. 17
Abuddin Nata, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2001), hlm. 209. 18 Direktorat Pendidikan Keagamaan & Pondok Pesantren Dirjen Kelembagaan Agama, Pedoman Penyelenggaraan dan Pembinaan Madrasah Diniyah, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2003), hlm. 3. 19 Ibid., hlm. 7
28
ﺋ ﹶﻔ ﹲﺔﻢ ﻃﹶﺎ ﻬ ﻨﻣ ﺔ ﺮﹶﻗ ﻓ ﻦ ﹸﻛﻞﱢ ﻣ ﺮ ﻧ ﹶﻔ ﻮﻟﹶﺎ ﻭﺍ ﻛﹶﺎﻓﱠﺔ ًۗ ﹶﻓﹶﻠﻔﺮ ﻨﻴﻟ ﻮ ﹶﻥﻣﻨ ﺆ ﻤ ﺎ ﻛﹶﺎ ﹶﻥ ﺍﹾﻟﻭﻣ ﻭ ﹶﻥﺤ ﹶﺬﺭ ﻳ ﻢ ﻌﻠﱠﻬ ﻢ ﹶﻟ ﻴ ﹺﻬﻮﺍ ﹺﺇﹶﻟﺟﻌ ﺭ ﻢ ﹺﺇﺫﹶﺍ ﻬ ﻣ ﻮ ﻭﺍ ﹶﻗﺬﺭ ﻨﻟﻴﻭ ﻳ ﹺﻦﻲ ﺍﻟﺪﻮﺍ ﻓﺘ ﹶﻔﻘﱠﻬﻴﻟ ﴾122﴿ “Tidak sepatutnya bagi mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (Q.S. at -Taubah : 122).20 Lafadz
ﻳ ﹺﻦﺪّ ﻰ ﺍﹾﻟﺍﻓﻮﺘ ﹶﻔﻘﱠﻬﻴﻟ
dalam ayat tersebut memberi isyarat
tentang kewajiban memperdalam ilmu agama.21 Artinya seorang muslim perlu memperdalam ilmu agama dan mengajarkan nya kepada orang lain
berdasarkan
kadar
yang
diperkirakan
dapat
memberikan
kemaslahatan bagi mereka sehingga tidak memberikan mereka tidak mengetahui hukum-hukum agama yang ada pada umumnya harus diketahui oleh orang-orang yang beriman. Hal ini disebabkan banyaknya orang yang pintar dalam urusan duniawi namun mereka lalai dalam urusan akhirat. Sebagaimana firman Allah Swt dalam al Qur’an surah ar-Rum ayat 7.
﴾7﴿ ﻓﻠﹸﻮ ﹶﻥﻢ ﻏﹶﺎ ﻫ ﺓ ﺮ ﺧ ﻋ ﹺﻦ ﺍﹾﻟ َﺂ ﻢ ﻫ ﻭ ۖ ﺎﻧﻴﺪ ﺓ ﺍﻟ ﺎﺤﻴ ﻦ ﺍﹾﻟ ﻣ ﺍﻫﺮ ﻮ ﹶﻥ ﻇﹶﺎﻌﹶﻠﻤ ﻳ “Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai” (Q.S. ar-Rum : 7).22 Ayat ini merupakan penegasan sifat – sifat orang kafir, yang sesat dan pendusta, yang tidak menghayati dan mengetahui ilmu yang hakiki, maka mereka lalai akan kehidupan akhirat dan kehidupan yang
20
Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: CV. Diponegoro, 2005), hlm. 164. 21 Abuddin Nata, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 159. 22 Departemen Agama RI, op.cit., hlm. 323.
29
sebenarnya. Kelalaian mereka akan hari akhirat menyebabkan mereka tidak dapat lagi menilai sesuatu dengan benar.23 Dari ayat di atas di jelaskan bahwa belajar agama merupakan suatu hal yang sangat penting bagi seorang muslim sebagai benteng yang dapat menjaga diri dan tetap dalam koridor yang diisyaratkan. Begitu pentingnya belajar agama sehingga Allah SWT memberikan kedudukan tinggi pada orang yang memusatkan perhatian dalam mendalami ilmu agama sebagaimana derajatnya orang-orang yang berjihad dengan harta dan dirinya dalam rangka meninggikan kalimah Allah. Salah satu cara yang bisa dilakukan dengan belajar di sebuah lembaga yang khusus mengajarkan ilmu agama yaitu Madrasah Diniyah.
ﺍ ﹼﻥ ﺍﻟﺘﺮﺑﻴﺔ ﺍﻟﺪﻳﻨﻴﺔ ﺍﳌﺪﺭﺳﻴﺔ ﺗﻌﺪ ﲪﺎﻳﺔ ﻟﺸﺒﺎﺑﻨﺎ ﻣﻦ ﺍﻟﺸﻌﻮﺫﺓ ﺍﳋﺰﻋﺒﻼﺕ 24 .ﻭﺍﻻﻓﻜﺎﺭ ﺍﳋﺎﻃﺌﺔ ﺍﻟﱵ ﳊﻘﺖ ﺑﺪﻳﻨﻨﺎ ﺍﳊﻨﻴﻒ “Sesungguhnya pendidikan di Madrasah Diniyah dimaksudkan untuk memelihara peserta didik dari cerita karangan, lelucon dan pemikiran yang salah yang sering bertentangan dengan ajaran agama Islam yang lurus”. Penyelenggaraan Madrasah Diniyah sangat berperan penting dalam pembentukan karakter dan akhlak anak. Sebagaimana yang dijelaskan dalam Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori.:
: ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﺻﻠﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ: ﻋﻦ ﺃﰊ ﻫﺮﻳﺮﺓ ﺭﺿﻲ ﺍﷲ ﻋﻨﻪ ﻗﺎﻝ ﻣﺎ ﻣﻦ ﻣﻮﻟﻮﺩ ﺍ ﹼﻻ ﻳﻮﻟﺪ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻔﻄﺮﺓ ﻓﺄﺑﻮﺍﻩ ﻳﻬﻮﺩﺍﻧﻪ ﺍﻭ ﻳﻨﺼﺮﺍﻧﻪ ﺍﻭ ﳝﺠﺴﺎﻧﻪ 25 .()ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻯ 23
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirannya, Jilid VII, (Jakarta: Departemen Agama RI, 1990), hlm. 530. 24 M. Abdul Qodir Ahmad, Turuqut Ta’lim at- Tarbiyah al-Islamiyah, (Kairo: Maktabah an-Nahdhah, 1998), hlm. 49. 25 Imam Abi Abdillah Ibnu Ismail Ibnu Ibrahim Ibnu Maghiroh Ibnu Baridzabah, Shahih Bukhari, Jilid I, (Beirut: Darul Kutb al-Ilmiah, 1992), hlm. 413.
30
“Dari Abu Hurairah ra, menceritakan: Sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda: Tidaklah anak dilahirkan kecuali atas dasar fitrah, maka kedua orangtualah yang menjadikannya sebagai Yahudi, Nasrani, atau Majusi” (HR. Bukhori). Dari hadits di atas dijelaskan bahwa pada dasarnya anak dilahirkan dalam keadaan suci dan menurut fitrah. Oleh karena itu, dengan adanya pendidikan Madrasah Diniyah, seorang anak akan diarahkan untuk menjadi seorang anak yang memiliki pondasi agama yang kuat dan terbentuk pribadi anak yang berakhlakul karimah. b. Dasar Yuridis. Penyelenggaraan Madrasah Diniyah secara yuridis diatur dalam Tata Perundangan Republik Indonesia. Sila pertama yang menyebutkan Ketuhanan Yang Maha Esa memiliki makna bahwa agama dijadikan sebagai pembimbing sekaligus keseimbangan hidup bangsa Indonesia. Ini berarti bahwa lembaga keagamaan seperti Madrasah Diniyah diakui sebagai tempat pembinaan mental spiritual bangsa Indonesia. Secara konstitusional dalam Undang – Undang RI Tahun 1945 pasal 29 ayat 2 negara menjamin kebebasan rakyatnya dalam melaksanakan ajaran agamanya, termasuk kebebasan belajar di Madrasah Diniyah. Pasal 31 ayat 3 menyebutkan bahwa pemerintah mengusahakan satu Sistem Pendidikan Nasional, yang meningkatkan keimanan
dan
ketaqwaan
serta
akhlak
mulia
dalam
rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa. Salah satunya adalah penyelenggaraan Madrasah Diniyah. Secara operasional ketentuan Madrasah Diniyah diatur dalam Keputusan Menteri Agama No. 1 Tahun 2001 setelah lahirnya Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren yang khusus melayani Pondok pesantren dan Madrasah Diniyah. Keberadaan Madrasah Diniyah sebagai bagian dari Sistem Pendidikan Nasional diperkuat Undang-undang No. 20 Tahun 2003 terutama pasal 30 ayat 1 hingga 4 yang menyatakan bahwa:
31
(1) Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh Pemerintah dan / atau kelompok masyarakat dan pemeluk agama, sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan (2) Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama. (3) Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal dan informal. (4) Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, pasraman, pabhaja samanera, dan bentuk lain yang sejenis.26 Keberadaan Madrasah Diniyah dipertegas lagi dengan disahkannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 55 Tahun 2007 tentang pendidikan agama dan Pendidikan keagamaan terutama pasal 21 ayat (1) hingga (3 ) menyebutkan bahwa: (1) Pendidikan diniyah nonformal diselenggarakan dalam bentuk pengajian kitab, Majelis Taklim, Pendidikan al Qur’an, Diniyah Taklimiyah atau bentuk yang sejenis (2) Pendidikan diniyah nonformal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk satuan pendidikan. (3) Pendidikan diniyah nonformal yang berkembang menjadi satuan pendidikan wajib mendapatkan izin dari kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota setelah memenuhi ketentuan tentang persyaratan pendirian satuan pendidikan. Dan dijelaskan pula dalam pasal 25 ayat (1) hingga (5) bahwa: (1) Diniyah Taklimiyah bertujuan untuk melengkapi pendidikan agama Islam yang diperoleh di SD/MI, SMP/MTs, SMA/MAN, SMK/MAK atau di Perguruan Tinggi dalam rangka peningkatan keimanan dan ketakwaan peserta didik kepada Allah SWT. (2) Penyelenggaraan Diniyah Taklimiyah dapat di laksanakan secara berjenjang atau tidak berjenjang. (3) Penyelenggaraan Diniyah Taklimiyah dilaksanakan di masjid, mushalla atau di tempat lain yang memenuhi syarat. (4) Penamaan atas Diniyah Taklimiyah merupakan kewenangan – penyelenggara. (5) Penyelenggaraan Diniyah Taklimiyah dapat dilaksanakan secara terpadu dengan SD/MI, SMP/MTs, SMA/MAN, SMK/MAK atau di Perguruan Tinggi.27 26
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Bandung: Fokus Media, 2003), Cet. 2, hlm.19. 27 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2007 Tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan.
32
3. Fungsi dan Tujuan Madrasah Diniyah. a. Fungsi Madrasah Diniyah 1) Menyelenggarakan pengembangan kemampuan dasar pendidikan agama Islam yang meliputi : Al-Qur’an Hadits, Ibadah Fiqh, Aqidah Akhlak, Sejarah Kebudayaan Islam dan Bahasa Arab. 2) Memenuhi kebutuhan masyarakat akan pendidikan agama Islam bagi yang memerlukan. 3) Membina hubungan kerja sama dengan orang tua dan masyarakat antara lain: a) Membantu membangun dasar yang kuat bagi pembangunan kepribadian manusia Indonesia seutuhnya. b) Membantu mencetak warga Indonesia takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan menghargai orang lain. 4) Memberikan bimbingan dalam pelaksanaan pengalaman agama Islam. 5) Melaksanakan
tata
usaha
dan
program
pendidikan
serta
perpustakaan.28 Dengan demikian, Madrasah Diniyah di samping berfungsi sebagai tempat mendidik dan memperdalam ilmu agama Islam juga berfungsi sebagai sarana untuk membina akhlak al karimah (akhlak mulia) bagi anak yang kurang akan pendidikan agama Islam di sekolahsekolah umum. b. Tujuan Madrasah Diniyah. Sebagaimana diuraikan di muka bahwa Madrasah Diniyah merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam. Oleh karena itu, maksud dan tujuan Madrasah Diniyah tidak lepas dari tujuan pendidikan Islam. Begitu pula tujuan pendidikan Madrasah Diniyah tidak lepas dari 28 Direktorat Pendidikan Keagamaan & Pondok Pesantren Dirjen Kelembagaan Agama Islam, Pedoman Administrasi Madrasah Diniyah, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2003), hlm. 42.
33
tujuan Pendidikan Nasional mengingat pendidikan Islam merupakan sub Sistem Pendidikan Nasional. Tujuan pendidikan Madrasah Diniyah adalah sebagai berikut : 1) Tujuan Umum. a) Memiliki sikap sebagai muslim dan berakhlak mulia. b) Memiliki sikap sebagai warga negara Indonesia yang baik. c) Memiliki kepribadian, percaya pada diri sendiri, sehat jasmani dan rohani. d) Memiliki pengetahuan pengalaman, pengetahuan, ketrampilan beribadah dan sikap terpuji yang berguna bagi pengembangan kepribadiannya. 2) Tujuan Khusus. a) Tujuan khusus Madrasah Diniyah dalam bidang pengetahuan antara lain : (1) Memiliki pengetahuan dasar tentang agama Islam. (2) Memiliki pengetahuan dasar tentang Bahasa Arab sebagai alat untuk memahami ajaran agama Islam. b) Tujuan khusus Madrasah Diniyah dalam bidang pengamalan, yaitu agar siswa: (1) Dapat mengamalkan ajaran agama Islam. (2) Dapat belajar dengan cara yang baik. (3) Dapat bekerjasama dengan orang lain dan dapat mengambil bagian secara aktif dalam kegiatan – kegiatan masyarakat. (4) Dapat menggunakan bahasa Arab dengan baik serta dapat membaca kitab berbahasa Arab. (5) Dapat memecahkan masalah berdasarkan pengalaman dan prinsip- prinsip ilmu pengetahuan yang dikuasai berdasarkan ajaran agama Islam. c) Tujuan khusus Madrasah Diniyah dalam bidang nilai dan sikap yaitu agar siswa : (1) Berminat dan bersikap positif terhadap ilmu pengetahuan.
34
(2) Disiplin dan mematuhi peraturan yang berlaku. (3) Menghargai kebudayaan nasional dan kebudayaan lainnya yang tidak bertentangan dengan agama Islam. (4) Memiliki sikap demokratis, tenggang rasa dan mencintai sesama manusia dan lingkungan hidup. (5) Cinta terhadap agama Islam dan keinginan untuk melakukan ibadah sholat dan ibadah lainnya, serta berkeinginan untuk menyebarluaskan. (6) Menghargai setiap pekerjaan dan usaha yang halal. (7) Menghargai waktu, hemat dan produktif.29 4. Jenjang Madrasah Diniyah. Jenjang pendidikan Madrasah Diniyah dapat dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu: a. Madrasah Diniyah Awaliyah. Madrasah Diniyah Awaliyah adalah satuan pendidikan keagamaan jalur luar sekolah yang menyelenggarakan pendidikan agama Islam tingkat dasar dengan masa belajar 4 (empat) tahun dan jumlah jam belajar 18 jam pelajaran seminggu. Materi yang diajarkan meliputi : Fiqih, Tauhid, Hadits, Tarikh, Nahwu, Sharaf, Bahasa Arab, Al-Qur’an, Tajwid dan Akhlak.
b. Madrasah Diniyah Wustha. Madrasah Diniyah Wustha adalah satuan pendidikan keagamaan jalur, luar sekolah yang menyelenggarakan pendidikan agama Islam tingkat menengah pertama sebagai pengembang pengetahuan yang diperoleh pada Madrasah Diniyah Awaliyah, masa belajar 2 tahun dengan jumlah jam belajar 18 jam pelajaran seminggu. Materi yang 29
Direktorat Pendidikan Keagamaan & Pondok Pesantren Dirjen Kelembagaan Agama Islam, op.cit., hlm. 21-24.
35
diajarkan meliputi : Fiqih, Tauhid, Hadits, Tarikh, Nahwu, Sharaf, Bahasa Arab, Al-Qur’an, Tajwid dan Akhlak. c. Madrasah Diniyah ‘Ulya Madrasah Diniyah ‘Ulya adalah salah satuan pendidikan keagamaan jalur luar sekolah yang menyelenggarakan Pendidikan Agama Islam tingkat menengah atas dengan melanjutkan dan mengembangkan pendidikan agama Islam yang diperoleh pada jenjang Madrasah Diniyah Wustha, masa belajar 2 tahun dengan jumlah jam belajar 18 jam pelajaran seminggu.30 Materi yang diajarkan meliputi: Fiqih, Tauhid, Hadits, Tarikh, Nahwu, Sharaf, Bahasa Arab, Al-Qur’an, Tajwid dan Akhlak. C. Pendidikan Islam 1. Pengertian Pendidikan Islam. Istilah pendidikan dalam konteks Islam pada umumnya mengacu kepada term at-Tarbiyah, at -Ta’dib, dan at-Ta’lim. 31 a. at-Tarbiyah Penggunaan istilah at-Tarbiyah berasal dari kata rabb, yang pada dasarnya menunjukkan makna tumbuh, berkembang, memelihara, merawat, mengatur, dan menjaga kelestarian atau eksistensinya. Secara filosofis mengisyaratkan bahwa proses Pendidikan Islam adalah bersumber
pada
pendidikan
yang
di
berikan
Allah
sebagai
“Pendidikan” seluruh ciptaan-Nya, termasuk manusia. Dalam konteks yang luas pengertian Pendidikan Islam yang dikandung dalam term atTarbiyah terdapat 4 (empat ) pendekatan yaitu : (1) Memelihara dan menjaga fitrah anak didik menjelang dewasa (baligh) (2) Mengembangkan seluruh potensi menuju kesempurnaan. (3) Mengarahkan seluruh fitrah menuju kesempurnaan. 30
Ibid,. hlm. 14. Syed Muhammad Naquib al-Attas, Aims and Objectives of Islamic Education, (Jeddah: King Abdul Aziz University, 1979), hlm. 157. 31
36
(4) Menjelaskan pendidikan secara bertahap.32 b. Istilah at–Ta’lim Istilah at-Ta’lim telah digunakan sejak periode awal pelaksanaan Pendidikan Islam. Rasyid Ridho mengartikan at-Ta’lim sebagaimana proses transmisi terbagi ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu.33 Argumentasinya didasarkan dengan merujuk pada ayat berikut ini:
☺⌧
☺ ☺
☺ ☺
( ١٥١: ) ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ “Sebagaimana ( Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu ) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu al-kitab dan al-hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui”.( Q.S. al-Baqarah: 151).34 Kalimat wa yu’allimut hum al-kitab wa al-hikmah dalam ayat tersebut menjelaskan tentang aktivitas Rasululloh SAW mengajarkan tilawat al-Qur’an kepada kaum muslimin.35 Menurut
Addul Fattah Jalal, apa yang dilakukan Rasulullah
bukan hanya sekedar memuat umat-umat Islam bisa membaca, melainkan membawa kaum muslimin kepada nilai pendidikan tazkiyah an-Nafs (pensucian diri) dari segala kotoran, sehingga memungkinkan nya menerima al- hikmah serta mempelajari segala yang bermanfaat untuk diketahui. Oleh karena itu, makna at-Ta’lim tidak hanya terbatas pada pengetahuan yang lahiriyah, akan tetapi mencakup pengetahuan 32
Maksum, Madrasah: Sejarah dan Perkembangannya, (Jakarta: Logos, 2001), hlm. 14. Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoritis, dan Praktis, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hlm. 26. 34 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, hlm. 18. 35 Abuddin Nata, Tafsir Ayat – Ayat Pendidikan, hlm. 25. 33
37
dan ketrampilan yang dibutuhkan dalam kehidupan, perintah untuk melaksanakan pengetahuan dan pedoman untuk berperilaku.36 c. Istilah at-Ta’dib Kata addaba dalam hadits diatas dimaknai al-Attas sebagai ”mendidik”. Maka at-Ta’dib berarti pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan ke dalam diri manusia (peserta didik) tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan. Dengan pendekatan ini, pendidikan akan berfungsi sebagai pembimbing ke arah pengenalan dan pengakuan dan kepribadiannya.37 Selain pengertian secara terminologi diatas, para ahli Pendidikan Islam. Asy – Syaibaniy mengemukakan bahwa pendidikan Islam adalah proses mengubah tingkah laku individu peserta didik pada kehidupan pribadi, masyarakat dean alam sekitarnya. Proses tersebut dilakukan dengan cara pendidikan dan pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan prosesi diantara sekian banyak profesi asasi dalam masyarakat. Selain itu, Ahmad D. Marimba mengemukakan bahwa pendidikan adalah bimbangan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama (insan kamil).38 Dari beberapa penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah suatu sistem yang memungkinkan seseorang (peserta didik) dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan ideologi Islam. Melalui pendekatan ini, peserta didik akan dapat dengan mudah membentuk kehidupan dirinya sesuai dengan nilai – nilai ajaran Islam yang di yakinnya.
36
Samsul Nizar, op. cit., hlm. 28. Syed Muhammad Naquib al-Attas, The Concept of Education in Islam, (Malaysia: ABIM, 1991), hlm. 22. 38 Samsul Nizar, op.cit., hlm. 31. 37
38
2. Dasar dan Tujuan Pendidikan Islam. Sebagai aktivitas yang bergerak dalam proses pembinaan kepribadian muslim, maka pendidikan Islam memerlukan asas atau dasar yang dijadikan landasan kerja. Dengan dasar ini memberikan arah bagi pelaksanaan pendidikan yang telah diprogramkan. Dalam konteks ini, dasar yang menjadi acuan pendidikan Islam hendaknya merupakan sumber nilai kebenaran dan kekuatan yang dapat menghantarkan peserta didik kearah pencapaian pendidikan. Oleh karena itu dasar yang terpenting dari Pendidikan Islam adalah al-Quran dan sunnah Rasulullah Saw (hadits).39 Menetapkan al-Qur’an dan hadits sebagai dasar pendidikan Islam bukan hanya dipandang sebagai kebenaran yang didasarkan pada keimanan semata. Namun justru karena kebenaran yang terdapat dalam kedua dasar tersebut dapat diterima oleh nalar manusia, dan dapat di buktikan dalam sejarah atau pengalaman kemanusiaan. Sebagai pedoman, al-Qur’an tidak ada keraguan didalamnya. Al-Qur’an sebagai kitab undang-undang, hujjah dan petunjuk selayaknya kalau didalamnya mengandung banyak hal yang menyangkut segenap kehidupan manusia. Pendidikan Islam merupakan sesuatu yang sangat penting dalam pendidikan moral. Oleh karena itu, pendidikan Islam harus dilaksanakan secara intensif dan terprogram untuk memperoleh hasil yang sempurna. Di samping itu, pendidikan khususnya pendidikan islam selain membentuk insan kamil, juga bagi orang yang memiliki pendidikan (pengetahuan), Allah akan menaikkan derajatnya. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Qur’an surah al-Mujadalah ayat 11 :
(11 : ﺎﺩﻟﺔ)ﺍ.... ﺕ ﺎﺭﺟ ﺩ ﻢ ﻌ ﹾﻠ ﻮﺍ ﺍﹾﻟﻦ ﺃﹸﻭﺗ ﻳﺍﱠﻟﺬﻢ ﻭ ﻨ ﹸﻜﻣ ﻮﺍﻣﻨ ﻦ َﺁ ﻳﻪ ﺍﱠﻟﺬ ﺮﹶﻓ ﹺﻊ ﺍﻟﱠﻠ ﻳ... ”Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat” (Q.S. al-Mujadalah: 11).40 39 Widodo Supriyono, “Ilmu Pendidikan Islam Teoritis dan Praktis” , dalam Ismail SM dkk., ( eds. ), Pradigma Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Belajar , 2001), hlm. 37. 40 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, hlm. 434.
39
Ayat di atas menjelaskan bahwa begitu besar keutamaan orang yang berilmu dan orang-orang yang berilmu akan di tempatkan diantara orang –orang yang beriman.41 Sehingga perlu adanya proses pendidikan untuk membekali seseorang agar memiliki pengetahuan pendidikan merupakan proses sepanjang hayat. As-Sunnah dijadikan sebagai landasan dasar Pendidikan Islam karena Rasulullah Saw telah meletakkan dasar-dasar kependidikan Islam semenjak beliau diangkat menjadi utusan Allah. Dalam Pendidikan Islam, sunnah Rasul mempunyai dua fungsi yaitu : (a) Menjelaskan sistem Pendidikan Islam yang terdapat dalam al-Qur’an dan menjelaskan hal-hal yang tidak terdapat didalamnya. (b) Menyimpulkan metode pendidikan dari kehidupan Rasululloh bersama sahabatnya, perlakuan beliau terhadap anak-anak dan pendidikan keimanan yang pernah dilakukannya.42 Selain al-Qur’an dan as-Sunnah, Ijtihad juga dijadikan dasar Pendidikan Islam, karena Ijtihad merupakan usaha-usaha pemahaman yang sangat serius dari kaum muslimin terhadap al-Qur’an dan as-Sunnah sehingga memunculkan kreativitas yang cemerlang di bidang Pendidikan Islam. Atau bahkan karena adanya tantangan zaman dan desakan kebutuhan sehingga melahirkan ide-ide fungsional yang gemilang.43 Dalam merumuskan tujuan pendidikan Islam, paling tidak ada beberapa hal yang perlu di perhatikan, yaitu : (a) Tujuan dan tugas manusia di bumi, baik secara vertikal maupun horizontal. (b) Sifat -sifat dasar manusia. (c) Tuntunan masyarakat dan dinamika peradaban kemanusiaan. (d) Demensi-demensi kehidupan ideal Islam. Dalam aspek ini setidaknya ada tiga macam demensi ideal Islam yaitu : 41
Abuddin Nata, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, hlm.175. Samsul Nizar, op. cit., hlm. 35. 43 Ismail SM, dkk., op.cit., hlm. 38. 42
40
(1) Mengandung nilai yang berupaya meningkatkan kesejahteraan hidup manusia di muka bumi. (2) Mengandung nilai yang mendorong manusia berusaha keras untuk meraih kehidupan yang baik. (3) Mengandung nilai yang dapat memadukan antara kepentingan kehidupan dunia dan akhirat.44 Secara umum tujuan pendidikan Islam terwujudnya manusia sebagai hamba Allah. Menurut al-Syaibani, tujuan pendidikan Islam adalah : (a) Tujuan yang berkaitan dengan individu, mencakup perubahan yang berupa pengetahuan, tingkah laku masyarakat, tingkah laku jasmani dan rohani dan kemampuan – kemampuan yang harus di miliki untuk hidup di dunia dan akhirat. (b) Tujuan yang berkaitan dengan masyarakat, mencakup tingkah laku dalam masyarakat, perubahan kehidupan masyarakat & memperkaya pengalaman masyarakat. (c) Tujuan profesional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai ilmu, sebagai seni, sebagai profesi dan sebagai kegiatan masyarakat.45 Menurut Muhammad Fadhil al-Jamaly, tujuan pendidikan Islam menurut al-Qur’an meliputi : (a) Menjelaskan posisi peserta didik sebagai manusia di antara makhluk Allah lainnya dan tanggungjawabnya dalam kehidupan ini. (b) Menjelaskan hubungannya sebagai makhluk sosial dan tanggung jawabnya dalam tatanan kehidupan bermasyarakat. (c) Menjelaskan hubungan manusia dengan alam dan tugasnya untuk mengetahui
hikmah
percintaan
dengan
cara
dengan
cara
memakmurkan alam semesta. (d) Menjelaskan hubungannya khaliq sebagai pencipta alam semesta. 44 http://baituna123.blogspot.com/posisi-pendidikan-Islam. html, di akses Pada tanggal 20 januari 2009. 45 Ibid.
41
Secara praktis, Muhammad Athiyah al–Abrasyi menyimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam terdiri atas lima sasaran yaitu : (a) Membentuk akhlak mulia . (b) Mempersiapkan kehidupan dunia dan akhirat. (c) Persiapan untuk mencari rizki dan memelihara segi kemanfaatan nya. (d) Menumbuhkan semangat ilmiah di kalangan peserta didik. (e) Mempersiapkan tenaga profesional yang terampil.46 3. Tugas dan Fungsi Pendidikan Islam Pada hakikatnya, pendidikan Islam adalah suatu proses yang berlangsung secara kontinyu dan berkesinambungan. Berdasarkan hal ini, maka tugas dan fungsi yang perlu di emban oleh pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya dan berlangsung sepanjang hayat. Konsep ini bermakna bahwa tugas dan fungsi pendidikan Islam memiliki sasaran pada peserta didik yang senantiasa tumbuh dan berkembang secara dinamis, mulai dan kandungan sampai akhir hayatnya.47Secara umum tugas
pendidikan
Islam
adalah
membimbing
dan
mengarahkan
pertumbuhan dan perkembangan peserta didik dan tahap kehidupannya sampai mencapai titik kemampuan optimal. Sementara fungsinya adalah menyediakan fasilitas yang dapat memungkinkan tugas pendidikan berjalan dengan lancar. Maka dari itu, tugas pendidikan Islam setidaknya dapat di lihat dari tiga pendekatan. Ketiga pendekatan tersebut adalah pendidikan Islam sebagai pengembangan potensi, proses pewarisan budaya serta interaksi antara potensi dan budaya. Sebagai pengembangan potensi, tugas pendidikan Islam adalah menemukan dan mengembangkan kemampuan dasar yang di miliki peserta didik, sehingga dapat diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari.
46
Samsul Nizar, op. cit., hlm. 37. Hasan Langgunung, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1997), hlm 13.
47
42
Sementara sebagai pewarisan budaya, tugas pendidikan Islam adalah alat transmisi unsur-unsur pokok budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya, sehingga identitas umat tetap terpelihara dan terjamin dalam tantangan zaman. Adapun sebagai interaksi antara potensi dan budaya, tugas pendidikan Islam adalah sebagai proses transaksi (memberi dan mengadopsi) antara manusia dan lingkungannya. Dengan proses ini peserta didik (manusia) akan dapat menciptakan dan mengembangkan ketrampilan-ketrampilan
yang
diperlukan
untuk
mengubah
atau
48
memperbaiki kondisi-kondisi kemanusiaan dan lingkungannya.
Untuk menjamin terlaksananya tugas pendidikan Islam secara baik, hendaklah terlebih dahulu mempersiapkan situasi kondisi pendidikan yang bernuansa elastis, dinamis, kondusif yang memungkinkan bagi pencapaian tugas tersebut. Hal ini berarti bahwa pendidikan Islam dituntut untuk dapat menjalankan fungsinya, baik secara struktural maupun secara institusional. Secara struktural, pendidikan Islam menuntut adanya struktur organisasi yang mengatur jalannya proses pendidikan baik pada dimensi vertikal maupun horizontal. Sementara secara institusional, mengandung implikasi bahwa proses pendidikan yang berjalan hendaknya dapat memenuhi kebutuhan dan mengikuti perkembangan zaman yang terus berkembang. Untuk itu, diperlukan kerjasama berbagai jalur dan jenis pendidikan mulai dari sistem pendidikan sekolah maupun pendidikan luar sekolah. Bila dilihat secara operasional, fungsi pendidikan Islam dapat dilihat dari dua bentuk yaitu : a.
Alat untuk memelihara, memperluas dan menghubungkan tingkat – tingkat kebudayaan, nilai – nilai tradisi dan sosial serta ide – ide masyarakat dan nasional.
b.
Alat untuk mengadakan perubahan, inovasi, dan perkembangan. Pada garis besarnya, upaya ini di lakukan melalui potensi ilmu
48
Samsul Nizar, op. cit., hlm. 33.
43
pengetahuan dan skill yang di miliki serta melatih tenaga –tenaga manusia
(peserta
didik)
yang
produktif
dalam
menemukan
perimbangan perubahan sosial dan ekonomi yang demikian dinamis.49 D. Peran Madrasah Diniyah dalam Pengembangan Pendidikan Islam. Pendidikan Islam merupakan sistem pendidikan untuk melatih anak didiknya dengan sedemikian rupa sehingga dalam sikap hidup, tindakan, dan pendekatan nya terhadap segala jenis pengetahuan banyak dipengaruhi oleh nilai – nilai spiritual dan sangat sadar akan nilai etik Islam. Mentalnya di latih sehingga keinginan mendapatkan pengetahuan bukan semata-mata untuk memuaskan rasa ingin tahu intelektualnya saja atau hanya untuk memperoleh keuntungan material semata. Melainkan untuk mengembangkan dirinya menjadi makhluk nasional yang berbudi luhur serta melahirkan kesejahteraan spiritual, mental, fisik bagi keluarga, bangsa dan seluruh umat manusia.50 Pada awal permulaan, pendidikan dan pengajaran Islam dilakukan secara informal dan membawa hasil yang sangat baik. Sistem pendidikan informal ini, terutama yang berjalan dalam lingkungan keluarga sudah diakui kemampuannya dalam menanamkan sendisendi agama dalam jiwa anak-anak. Anak-anak di didik dengan ajaran-ajaran agama sejak kecil dalam keluarga dan mereka di latih membaca al-Qur’an., melakukan sholat dengan berjama’ah, berpuasa di bulan ramadhan dan lain – lain.51 Usaha-usaha pendidikan Islam dimasyarakat ini yang kemudian dikenal dengan pendidikan nonformal, dan hal ini muncul Madrasah Diniyah yang ternyata mampu menyediakan kondisi sangat baik dalam menunjang keberhasilan pendidikan Islam dan memberi motivasi yang kuat bari umat
49
Ibid., hlm. 32. Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004),
50
hlm. 27.
51
Zuhairini, dkk., Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), Cet. 8, hlm.
209.
44
Islam untuk menyelenggarakan pendidikan agama yang lebih baik dan lebih sempurna.52 Disamping itu, dengan tumbuhnya lembaga pendidikan Islam seperti Madrasah Diniyah menjadikan pilihan alternatif bagi orang tua yang tidak memiliki ilmu agama islam yang cukup untuk mendidik anak – anak mereka. Sehingga, anak – anak yang sudah berumur 7 tahun mengikuti pendidikan Islam di Madrasah Diniyah.53 Pengembangan aktivitas kependidikan Islam di Indonesia pada dasarnya sudah berlangsung sejak sebelum Indonesia merdeka hingga sekarang dan hingga yang akan datang. Hal ini dapat di lihat dari fenomena tumbuh kembang nya program dan praktek pendidikan Islam yang dilaksanakan di nusantara. Dalam hal ini, praktek pendidikan Islam yang di lakukan di madrasah juga memiliki peranan yang penting dalam mengembangkan pendidikan Islam. Dalam perkembangannya sistem madrasah ini dibedakan menjadi dua macam yaitu Madrasah Diniyah dan madrasah yang di samping memberikan pendidikan dan pengajaran agama juga memberi pelajaran umum. Pendidikan Islam bagi bangsa Indonesia merupakan modal dasar yang menjadi tenaga penggerak yang tak ternilai harganya bagi pengisian aspirasi bangsa. Pendidikan Islam memberi motivasi hidup dan kehidupan serta merupakan alat pengembangan dan pengendalian diri yang amat penting. Pendidikan Islam merupakan sesuatu yang sangat penting dalam pembentukan moral dan pembangunan generasi muda, oleh karena itu pendidikan Islam harus dilaksanakan secara intensif terprogram, untuk memperoleh hasil yang sempurna. Pada dasarnya inti dari materi – materi pendidikan Islam mencakup 3 aspek yaitu :
52
Ibid., hlm. 211. Ibid., hlm. 217.
53
45
1. Pendidikan moral, akhlak, yaitu sebagai usaha menanamkan karakter manusia yang baik berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah. 2. Pendidikan individu, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesadaran individu yang utuh dan berkesinambungan antara perasaan dan akal pikiran serta antara keyakinan dan intelek, antara perasaan dan akalan pikiran serta antara dunia dengan akhirat. 3. Pendidikan kemasyarakatan, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesediaan dan keinginan hidup bermasyarakat.54 Pendidikan Islam merupakan sesuatu yang sangat penting dalam pembentukan moral dan pembangunan generasi muda oleh karena itu pendidikan yang harus dilaksanakan secara intensif dan terprogram, untuk memperoleh hasil yang sempurna. Pendidikan Islam juga bisa dilaksanakan di Madrasah Diniyah, dimana dalam Madrasah Diniyah ini santri di didik sesuai dengan ajaran Islam agar menjadi generasi Islam yang berkualitas dan berakhlak baik. Peranan Madrasah Diniyah dalam pengembangan pendidikan islam sangatlah diperlukan. Pendidikan Madrasah Diniyah merupakan bagian dari sistem pendidikan pesantren yang wajib di pelihara dan di pertahankan karena lembaga ini telah terbukti mampu mencetak para kyai/ ulama, ustadz, dan sejenisnya.55 Berbagai model dan pola pengembangan pendidikan Islam tersebut pada dasarnya bermaksud untuk mengembangkan ajaran- ajaran dan nilainilai mendasar yang terkandung dalam al-Qur’an dan as-Sunnah. Secara historis, madrasah diniyah sebagai institusi pendidikan Islam merupakan perpanjangan tangan dari pondok pesantren (Islamic Boarding School) dengan model kelembagaan dan kurikulum yang sedikit berbeda, akan tetapi secara umum sama-sama mempunyai peran untuk menyelenggarakan pendidikan Islam bagi masyarakat sekitarnya.
54
Muhaimin, Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam, (Bandung: Nuansa, 2003),
hlm. 22.
55
http://pendis.depag.go id/madrasah/ Insidex, di akses pada tanggal 11 Maret 2009.
46
Secara sosiologis, madrasah diniyah didirikan untuk memfasilitasi masyarakat yang hendak menyekolahkan anaknya agar mau mempelajari ilmu-ilmu keislaman dan berharap agar anaknya berperilaku dengan akhlak alkarimah (akhlak mulia). Madrasah
Diniyah
memiliki
signifikansi
dalam
melestarikan
kontinuitas pendidikan Islam dan nilai-nilai moral etis keislaman bagi masyarakat. Peran ini semakin tidak layak diabaikan ketika memperhatikan kuantitas Madrasah Diniyah yang sangat tidak sedikit.56 Pendidikan madrasah diniyah memiliki peran dalam penanaman nilainilai Islam lebih dini pada peserta didik. Sehingga anak didik mampu membedakan perilaku baik dan buruk yang berkembang di masyarakat. Membentuk kepribadian Islami dengan pondasi yang kuat melalui penanaman nilai-nilai keimanan dan memberikan Tsaqafah Islamiyah (Wawasan Islami) . Sehingga mereka mampu mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari melalui ibadah mahdhah maupun ghairu mahdhah, materi lainnya juga akan diberikan adalah dasar-dasar ilmu bahasa Arab. Di samping itu, dengan adanya jenjang pendidikan ini diharapkan pendidikan Islam akan kembali solid dalam memberdayakan umat Islam di Indonesia yang sedang menuju pada masyarakat industrial dengan berbagai tantangan etos kerja, profesionalisme dan moralitas. Karena pendidikan Islam merupakan satu-satunya lembaga pendidikan yang dapat menghidupkan keseimbangan perkembangan dalam setiap diri manusia.57 Peran
Pendidikan
Madrasah
Diniyah
dalam
pengembangan
pendidikan agama Islam dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Sebagai wahana penggalian, kajian, penguasaan ilmu-ilmu keagamaan dan pengenalan ajaran islam (akidah, syari’ah, dan akhlak), 2. Sebagai media sosialisasi nilai-nilai ajaran agama Islam, 3. Sebagai pemelihara tradisi keagamaan, 56
Hayat Rukyat, “Revitalisasi Peran Madrasah Diniyah”, http://www.madin.co.id, diakses tanggal 1 Oktober 2009. 57 Tri, Republika Newsroom, http://www.republika.co.id/berita/15096/madrasah_diniyah_JIC, diakses tanggal 1 Oktober 2009.
47
4. Usaha membentuk akhlak dan kepribadian, 5. Sebagai pendidikan alternatif (khusus agama).58 Madrasah dalam konteks mempersiapkan peserta didik menghadapi perubahan jaman akibat globalisasi memiliki peran yang amat penting. Keberhasilan madrasah dalam menyiapkan peserta didik dalam menghadapi tantangan masa depan yang lebih kompleks akan menghasilkan lulusan yang memiliki keunggulan kompetitif dan menjadi pemimpin umat, pemimpin bangsa yang ikut menentukan arah perkembangan bangsa ini.59 Dengan
demikian,
pendidikan
Madrasah
Diniyah
sangatlah
dibutuhkan masyarakat sebagai pengontrol dan penguasaan dalam mengarungi arus globalisasi. Dan diharapkan akan menjadi bahan informasi dan masukan bagi semua pihak dalam lingkungan dunia pendidikan, terutama lingkungan dunia pendidikan Islam khususnya dan masyarakat luas pada umumnya.
58
Umaroh Aini, “Peran Pendidikan Diniyah dalam Pengembangan Agama Islam”, http://www.library.walisongo.ac.id/digilib/gdl.s.i.2005.umarohaini.359, diakses tanggal 1 Oktober 2009. 59 Musthofa Imam Machali, Pedidikan Islam dan Tantangan Globalisasi: Buah Pikir Seputar; Filsafat, Politik, Ekonomi, Sosial dan Budaya, (Yogyakarta: Presma dan Ar-Ruzz Media, 2004), Cet. 1, hlm. 84.
BAB III PROFIL MADRASAH DINIYAH NURUL ANAM DAN EKSISTENSINYA DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM DI DESA KRANJI KECAMATAN KEDUNGWUNI PEKALONGAN
A. Profil Madrasah Diniyah Nurul Anam 1. Latar Belakang Berdirinya Madrasah Diniyah Nurul Anam Kranji Kec. Kedungwuni Pekalongan Madrasah Diniyah Nurul Anam merupakan lembaga pendidikan agama nonformal atau disebut juga lembaga pendidikan masyarakat. Pada awal mulanya, nama madrasah ini adalah Madrasah Diniyah Salafiyah Kranji. Kemudian berganti nama menjadi Madrasah Diniyah Nurul Anam Kranji. Didirikan oleh K.H. Ahmad Subuki bin Kyai Sukhaemi. Sistem kelembagaannya, berada dibawah naungan Yayasan Nurul Anam. Antara Madrasah Diniyah Nurul Anam berdiri lebih dulu dibandingkan dengan Yayasan Nurul Anam. Selain Madrasah Diniyah Nurul Anam, yang berada dibawah naungan Yayasan Nurul Anam diantaranya, Pondok Pesantren Nurul Anam, Balai Pengobatan Nurul Anam, Madrasah Ibtidaiyah Nurul Anam dan Masjid Nurul Anam. Madrasah Diniyah Nurul Anam Awaliyah berkedudukan di Jalan Raya Kranji, tepatnya di Jalan Raya Kranji – Kedungwuni gang masjid Rt/Rw 001/009 Kranji, Kecamatan Kedungwuni. Madrasah Diniyah Wustha ‘Ulya Nurul Anam berkedudukan di Jalan Kranji Sidodai Kedungwuni. Dalam sistem pelaksanaan pendidikan antara Madrasah Diniyah Awaliyah dan Madrasah Diniyah Wustha - ’Ulya dilaksanakan terpisah pada lokasi yang terpisah, tidak berada pada lokasi yang sama. Hal ini karena faktor gedung yang tidak mampu menampung siswa yang berjumlah sekitar 741 siswa. Akan tetapi, Madrasah Diniyah Awaliyah dan Madrasah Diniyah Wustha - ‘Ulya berada pada satu sistem kepengurusan yang sama.
48
49
Madrasah Diniyah Nurul Anam salah satu eksistensinya adalah membentuk insani muslim yang berilmu pengetahuan dan berakhlak karimah serta memperkokoh kehidupan agama demi terwujudnya masyarakat Islam yang sehat dan dinamis. Pada awal mulanya, Madrasah Diniyah Nurul Anam didirikan sebagai pendidikan keagamaan non-formal adalah untuk menjawab respon masyarakat Kranji dan sekitarnya mengenai pentingnya menanamkan pendidikan agama pada anak sejak dini, dan agar anak-anak menganut agama Islam karena mengikuti orang tuanya yang telah memeluk agama Islam. Dalam pengembangan pendidikannya, Madrasah Diniyah Nurul Anam menyelenggarakan 3 jenjang pendidikan yaitu; 1. Madrasah Diniyah Awaliyah, yaitu pendidikan Madrasah diniyah yang menyelenggarakan pendidikan agama tingkat Sekolah Dasar (SD/MI) dengan masa pendidikan selama 6 tahun.. 2. Madrasah Diniyah Wustha, yaitu pendidikan Madrasah Diniyah yang menyelenggarakan pendidikan agama tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP/MTs) dengan masa pendidikan selama 3 tahun. 3. Madrasah Diniyah ‘Ulya, yaitu pendidikan Madrasah Diniyah yang menyelenggarakan pendidikan agama tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA/MAN) dengan masa pendidikan selama 3 tahun. Dengan semangat yang dimiliki para pengasuh/guru Madrasah Diniyah Nurul Anam, maka pada tanggal 7 Januari 1986, Madrasah Diniyah Nurul Anam resmi terdaftar sebagai Lembaga Pendidikan Agama non-formal dengan nomor ijin lembaga WK/5.e/441/Pgm/MD/1986.1 Sebenarnya Madrasah Diniyah Nurul Anam telah berdiri sejak tahun 1937, Akan tetapi baru dapat diresmikan pada tahun 1986. Dalam perkembangannya, Madrasah Diniyah Nurul Anam mempu eksis hingga sekarang adalah merupakan hasil kerja keras dan 1
Data dokumen Madrasah Diniyah Nurul Anam, “Instrument Kelembagaan Madrasah Diniyah Nurul Anam”.
50
komitmen dari semua pihak, bagi dari pengurus, pengelola, pengajar maupun dari pihak masyarakat. Madrasah Diniyah Nurul Anam sering kali mengalami pasang surut jumlah siswanya. Pada awal tahun 1968, mengalami perluasan dalam pelaksanaan pengajarannya, pada jenjang pendidikan Wustha. Jenjang pendidikan Wustha terbagi menjadi dua tempat yaitu, Madrasah Diniyah Wustha Nurul Anam di jalan raya Kranji - Sidodadi dan Madrasah Diniyah Wustha Panggung di Jl. Raya Kranji - Kedungwuni. Dan kemudian mampu membentuk lembaga pendidikan sendiri yaitu lembaga pendidikan Madrasah Tsanawiyah Walisongo Kedungwuni. Dan terdaftar resmi sebagai lembaga pendidikan formal. Disamping itu, terbentuk juga lembaga pendidikan formal Sekolah Menengah Pertama (SMP) Walisongo Kedungwuni yang beralamatkan di Jalan Raya Podo, Kedungwuni. Hal tersebut membuktikan bahwa Madrasah Diniyah Nurul Anam mampu menunjukkan eksistensinya sehingga sekarang dan merupakan akar
dari
terbentuknya
sekolah-sekolah
formal,
yaitu
Madrasah
Tsanawiyah Walisongo Kedungwuni dan SMP Walisongo Kedungwuni.
2. Visi, Misi dan Tujuan Madrasah Diniyah Nurul Anam merupakan sebuah lembaga pendidikan yang didirikan dengan visi, misi dan tujuan sebagai berikut; a. Visi : Progesivisme, esensialisme, dan parenialisme tarbiyah Islamiyah. b. Misi : 1) Membentuk insan yang berilmu pengetahuan dan berakhlakul karimah, serta memperkokoh kehidupan agama (spiritual) demi mewujudkan masyarakat Islam yang sehat dan dinamis. 2) Menumbuhkan semangat ilmiah (science spirit) pada santri serta mendorong untuk mengkaji berbagai disiplin ilmu. 3) Melaksanakan
pendidikan
yang
berorientasi
sebagai
bekal
kehidupan dunia dan akhirat, sehingga tercipta kerukunan yang
51
berdasarkan
kebenaran,
keadilan,
kasih
sayang,
toleransi,
kerjasama dan saling hormat menghormati. c. Tujuan 1) Mengembangkan iklim belajar yang kondusif, yang berakar pad alQur’an dan Sunnah Rasulullah Saw. 2) Menyiapkan tamatan yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan sesuai dengan standar keahlian dan kejujuran. 3) Mewujudkan
pelayanan
dalam
upaya
memaksimalkan
pemberdayaan sumber daya manusia. 4) Mencetak tamatan agar mampu dan memiliki kemampuan yang profesional dan berwawasan masa depan yang berakhlakul karimah.2
3. Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Madrasah Diniyah Nurul Anam Kranji adalah Lembaga Pendidikan Keagamaan non-formal yang diselenggarakan oleh Yayasan Nurul Anam, yang dipimpin oleh Kepala Madrasah yang berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada pengurus Yayasan Nurul Anam yang memiliki wewenang sebagai asistensi bidang pendidikan. Tugas
pokok
Madrasah
Diniyah
Nurul
Anam
adalah
menyelenggarakan pendidikan akademik dalam sejumlah disiplin ilmu keagamaan. Untuk dapat melaksanakan Tugas Pokok tersebut, Madrasah Diniyah Nurul Anam Kranji mempunyai fungsi; a. Melaksanakan dan mengembangkan pendidikan keagamaan. b. Melaksanakan pembinaan dan kebebasan akademik dalam rangka pengembangan ilmu. c. Melaksanakan pengabdian kepada masyarakat. d. Melaksanakan pembinaan pengurus, kepala madrasah, ustadz dan santri dan hubungannya dengan masyarakat. 2
Profil Madrasah Diniyah Nurul Anam
52
e. Melaksanakan kegiatan layanan administrasi. 4. Kondisi Umum Madrasah Diniyah Nurul Anam Kranji a. Letak Geografis Madrasah Diniyah Nurul Anam terletak pada kondisi yang strategis, dimana letak Madrasah Diniyah tersebut dibatasi oleh beberapa wilayah. Adapun batas-batas letak geografis Madrasah Diniyah Nurul Anam adalah sebagai berikut; 1. Sebelah Utara
: Capgawen
2. Sebelah Selatan : Pakisputih 3. Sebelah Barat
: Sidodadi
4. Sebelah Timur
: Paesan
Madrasah Diniyah Nurul Anam tepatnya beralamatkan di jalan Raya Kranji – Kedungwuni, Gang Masjid Kranji Kedungwuni. Letak Madrasah Diniyah Nurul Anam dapat dijangkau oleh transportasi dan berada di pusat keramaian. Dimana di lingkungan sekitar Madrasah Diniyah Nurul Anam terdapat banyak lembaga pendidikan umum dan lembaga pendidikan keagamaan. Diantaranya pondok pesantren TPQ, Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, Sekolah Menengah Pertama, Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar. Disamping lembaga pendidikan, baik umum maupun agama, terdapat lembaga layanan masyarakat disekitar wilayah Madrasah Diniyah Nurul Anam seperti Balai Pengobatan, Kantor Kelurahan, Kantor Pos, Dinas Pekerjaan Umum dan Kantor Kawedanan.3 Selain itu, lingkungan sekitar Madrasah Diniyah Nurul Anam didominasi oleh usaha rumahan atau konveksi, bak konveksi batik, konveksi kemeja maupun konveksi jeans. Berdasarkan letak geografis tersebut, hal ini memudahkan Madrasah Diniyah Nurul Anam dalam penyebaran informasi
3
2009.
Hasil wawancara dengan Bapak Lukman, ketua Rt 001 Rw 009, pada tanggal 31 Oktober
53
pendidikan karena letaknya yang strategis dan dapat dijangkau oleh transportasi.
b. Keadaan Guru/Ustadz dan Santri 1) Guru/Ustadz Ustadz yang mengajar di Madrasah Diniyah Nurul Anam berasal dari desa sekitar Madrasah Diniyah, mayoritas berasal dari desa Kranji, dimana Kranji tersebut adalah tempat berdirinya Madrasah Diniyah Nurul Anam. Data keseluruhan Ustadz/Ustadzah sekitar 38 orang. Dengan rincian 11 orang ustadzah dan 27 orang ustadz. Latar belakang pendidikan pengajar sangat beragam. Akan tetapi pengajar mayoritas merupakan lulusan dari pesantren, baik pondok pesantren yang di Jawa Tengah maupun di luar Jawa Tengah. Selain pengajar yang berbasis pesantren terdapat juga pengajar yang lulusan dari SMP, MTS, SMA, SMU, MA, D2, dan S1, tetapi para pengajar juga memiliki kompetensi dalam pendidikan Islam. Mata pelajaran yang diampu oleh masing-masing pengajar disesuaikan dengan kompetensi masing-masing pengajar. Madrasah Diniyah adalah suatu lembaga pendidikan keagamaan yang mengadakan kegiatan belajar mengajar di waktu sore, mulai pukul 14.30 WIB, hingga malam sekitar pukul 20.00 WIB, sehingga para pengajar Madrasah Diniyah Nurul Anam selain mengajar di waktu sore di Madrasah Diniyah Nurul Anam, ada beberapa pengajar yang juga mengajar di sekolah-sekolah pagi, seperti mengajar di MI Nurul Anam Kranji, di MTs Walisongo Kedungwuni. Dan juga ada beberapa pengajar yang mengajar di pondok pesantren, seperti Ustadzah Hj. Najihah, beliau adalah kepala Madrasah Diniyah Nurul Anam 02, sebagai pengajar mata pelajaran Nahwu Sharaf di Madrasah Diniyah Nurul Anam 02,
54
beliau juga mengajar pelajaran fiqh di pondok pesantren Asmaul Husna Kranji. Adapun data persebaran Ustadz/Ustadzah beserta latar belakang pendidikan dan mata pelajaran yang diampu adalah sebagai berikut: Data Ustadz Madrasah Diniyah Awaliyah Nurul Anam 01 Kranji No.
Nama
Pendidikan
Mata Pelajaran
1
H. Mustaqim
MA/Pesantren
Al-Qur’an Tajwid, Tafsir
2
Romadhan Yasin
Pesantren
Imla’, Tauhid, Fiqh
3
Haman Tauhid
SMP/ Pesantren
Tahaji,
Bahasa
Arab,
Akhlak, Fiqh 4
Badruzzaman
S.1/ Pesantren
Akhlak
5
Mu’azim
MTs/ Pesantren
Bahasa
Arab,
Akhlak,
Kaligrafi 6
Masykur Sumarno
MTs/ Pesantren
Tauhid,
Nahwu,
Fiqh,
Hadits 7
Chafidz Akhwan
MTs/ Pesantren
Fiqh, Tarikh, Tafsir
8
Miftah Mz
MTs/ Pesantren
Tauhid,
Fiqh,
Akhlak,
Hadits 9
Misykat Salim
Pesantren
Bahasa Arab, Kaligrafi
10
H. Jundi Sa’ad
SMP/ Pesantren
Al-Qur’an Tajwid
11
Hasan Mahali
SMA/ Pesantren
Al-Qur’an, Akhlak
12
A. Dimyati
MTs/ Pesantren
Kepala
Madrasah/Nahwu
Sharaf 13
Moch. Dalhal
Pesantren
Tafsir
14
M. Arwani
SMU/ Pesantren
Tata Usaha,Tauhid
Madrasah Diniyah Nurul Anam 01 merupakan Madrasah Diniyah yang menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar yang
55
dimulai pada pukul 18.20 WIB hingga pukul 19.40 WIB. Madrasah Diniyah Nurul Anam 01 ini disebut juga Madrasah Diniyah Awaliyah Putra, karena semua pengajar dan santri adalah putra. Dan gedung yang digunakan bergantian dengan Madrasah diniyah Awaliyah Nurul Anam 02 atau Madrasah Diniyah Awaliyah Nurul Anam Putri yang kegiatan belajar-mengajarnya dilaksanakan pad sore hari mulai pukul 14.30 WIB hingga pukul 16.15 WIB. Data Ustadzah Madrasah Diniyah Awaliyah Nurul Anam 02 Kranji No.
Nama
Pendidikan
1
Hj. Najihah
MTs/ Pesantren
Kepala Madrasah/Nahwu Sharaf
2
Siti Tadzkiroh
MTs/ Pesantren
Tafsir
3
Isyna Hida
SMU/ Pesantren
Tauhid
4
Nailatul Muna
SMU/ Pesantren
Tarikh Nabi
5
Nur Khofidhoh
MAN/ Pesantren
Akhlak
6
Maghfirah
MA/ Pesantren
Hadits
7
Siti Farichah
D2/ Pesantren
Tahaji
8
Alimah
MA/ Pesantren
Fiqh
9
Ainu Zumrudah
SMA/ Pesantren
Alkhot/Imla’/Tafsir
SMU/ Pesantren
Al-Qur’an/Tajwid
10 Mucfidhah
11 Miftahur Rohmah SMU/ Pesantren
Mata Pelajaran
Bahasa Arab
Madrasah Diniyah Awaliyah Nurul Anam 02 adalah Madrasah Diniyah Awaliyah putri, karena semua pengajar dan siswanya adalah putri. Proses belajar mengajar dilaksanakan pad sore hari mulai pukul 14.30 WIB hingga 16.15 WIB.
56
Data Ustadz Madrasah Diniyah Wustha – ‘Ulya Nurul Anam Kranji No
Nama
Pendidikan Ponpes Rembang
Mata Pelajaran
1
M. Afnan
Tarikh
2
Muh. Mawahib Afandi, Shi S.1 STAIN Pekalongan
Kepala Madrasah/Tauhid
3
Musta’in Jazuli
Ponpes Kediri
Akhlak, Fiqh, Hadits
4
Moh. Khanafi
Ponpes Sarang
Tauhid, Faroidh
5
A. Duroidi Atsani
Ponpes Tuban
Nahwu, Tauhid
6
Ridho Budiono Badawi
SMA/Ponpes
Fiqh
7
Moh. Azmi Fahmi, S. Ag
S.1/AIA Jakarta
Akhlak, Tafsir, Fiqh
8
M. Mawardi
Ponpes Langitan
Aswaja, Risalatul Mahaidl
9
Ali Efendi
Ponpes Parakan
Tauhid, Nahwu
10 Moh. Sulaiman
Ponpes Tegalrejo
Sharaf
11 M. Ishaq Isfiriyoni Lc
S.1 Al-Azhar Kairo Mesir B. Arab
12 M. Mudaris Lc
S.1 Al-Azhar Kairo Mesir Nahwu
13 Sugeng Kurniawan
SMP/Pesantren
Tata Usaha
Pengajar Madrasah Diniyah Wustha juga merangkap sebagai pengajar Madrasah Diniyah ‘Ulya. Pengajarnya semua adalah putra dan untuk santrinya adalah putra-putri. Untuk kelas yang Wustha antara
santri yang putra dan santri yang putri dipisahkan,
sedangkan untuk kelas yang ‘Ulya antara santri putra dan putri digabung menjadi satu kelas. Dilihat dari latar belakang pendidikan para pengajar, dapat diketahui bahwa para pengajar Madrasah Diniyah Awaliyah Nurul Anam adalah kompeten di bidang mata pelajaran yang diampunya. Dan semua pengajar memiliki ijazah pendidik Madrasah Diniyah sebagai salah satu syarat untuk menjadi pengajar di Madrasah Diniyah Awaliyah Nurul Anam. Karena seorang pengajar harus memiliki kompetensi di bidang mata pelajaran yang diajarkannya.
57
2) Santri Santri di Madrasah Diniyah Awaliyah Nurul Anam mayoritas berasal dari desa Kranji, dari berbagai desa di sekitar Kranji
misalnya,
Prawasan,
Capgawen,
Paesan,
Sidodadi,
Karangdadap, Jrebeng Kembang, Rogobayan, Pakis Putih, Kedungwuni, Simbang Kulon, Pekajangan, dan desa-desa lainnya. Mayoritas santri adalah siswa sekolah pagi. Untuk madrasah Diniyah Awaliyah adalah santri yang berlatarbelakang sekolah Dasar (SD) atau setaranya, Madrasah Dinyah Wustha adalah santri yang berlatar belakang Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau setaranya, dan Madrasah Dinyah ‘Ulya adalah santri yang berlatarbelakang Sekolah Menengah Atas (SMA) atau setaranya. Latar belakang ekonomipun siswa beragam, dari berbagai kalangan, dari kalangan ekonomi sedang hingga menengah ke atas. Disamping itu, tingkat kemampuan atau kecerdasan santripun berbeda-beda, hal ini dikarenakan santri berasal dari kalangan keluarga yang berbeda juga, ada yang berasal dari keluarga Ustadz/ kyai, ada yang dari keluarga guru/pegawai dan juga dari keluarga buruh/kaum awam. Sebagian besar santri menempuh perjalanan ke Madrasah Diniyah Nurul Anam dengan sepeda. Mereka berangkat bersamatemannya yang satu desa, secara rombongan. Sebagian kecil ada yang diantar jemput. Bisanya santri yang diantar jemput oleh keluarganya adalah santri Madrasah Diniyah Awaliyah kelas 1 atau kelas 2. Banyak prestasi-prestasi yang pernah diraih oleh santri-santri Madrasah Diniyah Nurul Anam Kranji. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya piala dan piagam yang terpajang di kantor Madrasah Diniyah Nurul Anam. Diantaranya, lomba yang diikuti oleh Madrasah Diniyah se-Kecamatan Kedungwani. Adapun prestasi
58
yang diraih diantaranya adalah juara I lomba BTQ, juara I lomba Pidato Bahasa Arab, juara I lomba Adzan, juara II lomba Kaligrafi, dan prestasi-prestasi lainnya. Jumlah keseluruhan santri Madrasah Diniyah Nurul Anam tahun 2009 mencapai 741 santri. Adapun rincian jumlah santri untuk masing-masing jenjang pendidikan adalah sebagai berikut :4 Jumlah Santri Madrasah Diniyah Awaliyah 01 (Putra) Kelas Santri 38 I 44 II 23 III A 34 III B 39 IV 39 V 28 VI Jumlah 245 Jumlah Santri Madrasah Diniyah Awaliyah 02 (Putri) Kelas I II III A III B III C IV A IV B V VI Jumlah
Santri 39 45 40 30 26 32 30 41 30 313
Jumlah Santri Madrasah Diniyah Wustha - ‘Ulya Kelas Jenjang Pendidikan Pa Madrasah Diniyah Wustha 30 Madrasah Diniyah Ulya 16
I
II Pi 30 26
Pa 17 -
Pi 25 -
III Pa Pi 24 17 -
Jumlah 143 40
Dilihat dari data santri di atas dapat diketahui bahwa Madrasah Diniyah Nurul Anam Kranji merupakan lembaga 4
Data Statistik Santri Madrasah Diniyah Nurul Anam Kranji.
59
pendidikan nonformal yang mampu menunjukkan eksistensinya sebagai
lembaga
pendidikan
masyarakat.
Hal
ini
juga
dilatarbelakangi oleh para pengajar yang benar-benar memiliki kompetensi dan komitmen dalam pengembangan pendidikan Islam. c. Sarana dan Prasarana Madrasah Diniyah Nurul Anam memiliki dua (2) gedung untuk tiga jenjang pendidikan. Satu gedung untuk Madrasah Diniyah Awaliyah dan satu gedungnya lagi untuk Madrasah Diniyah Wustha dan ‘Ulya. Antara Madrasah Diniyah Awaliyah Nurul Anam 01 dan Madrasah Diniyah Awaliyah Nurul Anam 02 berada pada gedung yang sama. Akan tetapi kegiatan belajar mengajar bergantian. Untuk Madrasah Diniyah Awaliyah (02) putri kegiatan belajar mengajar berlangsung pada sore hari yaitu mulai pukul 15.30 hingga pukul 16.15 WIB. Sedangkan untuk Madrasah Diniyah Awaliyah 01 (Putra) berlangsung pada malam hari yaitu mulai pukul 18.20 hingga 19.40 WIB. Gedung digunakan untuk kegiatan pembelajaran Madrasah Diniyah Awaliyah 01 dan Madrasah Diniyah Awaliyah 02, pada paginya juga digunakan untuk kegiatan pembelajaran MI Nurul Anam I Kranji. Jumlah ruang kelas untuk Madrasah Diniyah Awaliyah ada 7 ruang kelas, dan untuk kelas yang memiliki 2 atau 3 kelas, misalnya kelas III ada III A, III B, III C, kelas IV da kelas IV A da IV B, proses kegiatan pembelajarannya dimulai lebih awal. Untuk kelas III B putri dan IV B putri, dimulai pukul 14.30 WIB. Selain memiliki 7 ruang kelas, Madrasah Diniyah Awaliyah juga memiliki 1 ruang kantor, yang digunakan sebagai ruang guru, ruang tamu, dan juga ruang administrasi. Untuk perpustakaan belum ada, karena buku-buku yang dimiliki Madrasah Diniyah Awaliyah hanya buku-buku pedoman dan penunjang pelajaran atau buku pegangan guru dalam mengajar materi. Sehingga buku-buku tersebut diletakkan
60
di kantor. Madrasah Diniyah Awaliyah juga memiliki seperangkat komputer sebagai penunjang kegiatan akademik dan administrasi Madrasah. Seperti yang telah dijelaskan di depan, bahwa Madrasah Diniyah Awaliyah memiliki 2 gedung untuk 3 jenjang pendidikan. Gedung yang pertama adalah gedung yang digunakan untuk kegiatan belajar mengajar Madrasah Diniyah Awaliyah 01 (putra) dan Madrasah Diniyah Awaliyah 02 (putri) dengan sistem pergantian waktu, yaitu waktu sore untuk santri putri dan malam untuk santri putra. Untuk
Madrasah
Diniyah
Wustha
dan
‘Ulya
kegiatan
pembelajarannya berada di gedung yang berbeda. Dimana untuk paginya, gedung ini juga digunakan untuk kegiatan pembelajaran MI 02 Kranji. Madrasah Diniyah Wustha - ‘Ulya memiliki 7 ruang kelas, 3 ruang kelas untuk kelas Wustha I, II dan III putri, 3 ruang kelas untuk kelas wustha I,II dan III putra dan 1 ruang kelas untuk ‘Ulya. Pada dasarnya semua santri putra dan putri terpisahkan. Akan tetapi untuk Madrasah Diniyah Ulya, santri putra dan putri dicampur dalam satu ruang kelas karena dilihat dari jumlah siswanya yang sedikit. Sama halnya dengan Madrasah Diniyah Awaliyah, Madrasah Diniyah Wustha – ‘Ulya juga memiliki 1 ruangan untuk kantor, ruang guru, dan kantor administrasi. Sarana dan prasarana yang menunjang pembelajaran di kelas antara lain, papan tulis hitam, meja siswa dan meja guru. Selain itu, di Madrasah Diniyah Nurul Anam juga memiliki fasilitas tempat parkir, karena sebagian besar santri membawa sepeda. d. Proses Belajar Mengajar Kegiatan belajar mengajar Madrasah Diniyah Nurul Anam sebagian besar pembelajarannya dilaksanakan di kelas (klasikal). Adapun metode pembelajarannya disesuaikan dengan kompetensi masing-masing pengajar. Ada yang menggunakan metode ceramah interaktif, metode diskusi, dan metode pembelajaran lainnya.
61
Kurikulum yang dikembangkan di Madrasah Diniyah Nurul Anam adalah kurikulum intern, yaitu kurikulum yang dikembangkan sendiri yang dilakukan oleh disesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa, atas dasar hasil rapat para pengajar. Untuk materi yang diajarkan untuk masing-masing jenjang pendidikan adalah sebagai berikut : 1) Madrasah Diniyah Awaliyah: Fiqih, Tauhid, Hadits, Tarikh, Nahwu, Sharaf, Bahasa Arab, Tafsir, al-Qur'an / Tajwid, Akhlak, Khot, Tahaji. 2) Madrasah Diniyah Wustha: Nahwu, Sharaf, Fiqh, Taukhid, Akhlak, Tafsir, al-Qur'an, Bahasa Arab dan Hadits. 3) Madrasah Diniyah ‘Ulya: Akhlak, Faraidh, Hujjah Ahlussunah Wal Jama'ah, Fiqh, Tarikh dan Risalatul Mahaidl. Proses pembelajaran untuk sistem evaluasi dilaksanakan 2 kali dalam satu tahun, yaitu ujian semester I dan ujian semester 2. Madrasah Diniyah Awaliyah 01 (putra) dimulai pukul 18.20 hingga 19.40 WIB, Madrasah Diniyah Awaliah 02 (putri) dimulai pukul 15.30 hingga 16.15 WIB, dan untuk Madrasah Diniyah Wustha – ‘Ulya berlangsung pada pukul 18.20 hingga 19.40 WIB. Adapun para pengajarnya untuk
masing-masing
jenjang
pendidikan telah dijelaskan di sub bab keadaan ustadz dan santri
B. Eksistensi Madrasah Diniyah Nurul Anam dalam Pengembangan Pendidikan Islam di Kranji 1. Pengembangan Pendidikan Islam di Masyarakat Kranji Kranji adalah salah satu Desa di Kecamatan Kedungwuni yang merupakan desa kawasan Industri. Dimana sebagian besar penduduknya adalah pengusaha konveksi atau garmen. Jumlah penduduk Kranji hampir mencapai sekitar 2000 penduduk. Dari segi ekonomi, warga Kranji berekonomi sedang hingga menengah ke atas. Hal ini dapat dilihat dari jenis mata pencaharian warga Kranji, 75 % adalah pengusaha konveksi /
62
wiraswasta / dagang, 20 % adalah pegawai Negeri Sipil (PNS) dan sisanya 5 % adalah buruh. Dilihat dari segi pendidikan, Kranji adalah suatu desa yang merupakan pusat pendidikan agama. Di kawasan Kranji ini terdapat beberapa Pondok Pesantren diantaranya Pondok Pesantren Asmaul Husna, TPQ Pendidikan Nurul Anam, Madrasah Tsanawiyah Walisongo, Madrasah Ibtidaiyah Nurul Anam, dan lembaga pendidikan keagamaan lainnya. Yang mana lembaga-lembaga pendidikan tersebut berdiri setelah adanya eksistensi Madrasah Diniyah Nurul Anam sebagai lembaga pendidikan masyarakat. Sebagian besar warga Kranji adalah lulusan sekolah menengah atas atau setaranya, dan hanya beberapa saja yang lulusan sekolah menengah pertama. Disamping itu juga, untuk saat ini banyak dari warga Kranji yang melanjutkan pendidikan hingga tingkat Perguruan Tinggi, seperti UNNES, UNDIP, IAIN, STAIN Pekalongan, Sekolah Tinggi Kejuruan, dan bahkan ada beberapa yang melanjutkan pendidikan di Al Azhar, Kairo, Mesir. Dengan demikian dapat diketahui bahwa penduduk Kranji dari segi pendidikan, cukup maju. Sebagaimana yang dituturkan oleh Bapak Choiron Ikhwan bahwa perkembangan tingkat pendidikan masyarakat Kranji mengalami kemajuan yang baik. Dulu sebagian besar masyarakat Kranji, sekitar 80 % berpendidikan pondok pesantren dan 20 % berpendidikan sekolah umum. Sekarang menjadi 75 % masyarakat berpendidikan sekolah umum dan 25 % berpendidikan pondok pesantren. Kranji sebagai salah satu pusat pendidikan agama, di mana dalam masyarakat Kranji terdapat banyak kegiatan keagamaan dan dalam penerapannya bertujuan untuk mengembangkan pendidikan Islam yang telah ada di masyarakat Kranji. Pengembangan pendidikan Islam yang ada di masyarakat Kranji ditempuh melalui beberapa cara, meliputi: pengajian, pondok pesantren, Madrasah Diniyah, Majelis Ta’lim, dan organisasi masyarakat/organisasi
63
pemuda.5 Pengajian yang ada bentuknya meliputi : thariqah, pengajian alQur’an dan pengajian memperingati Hari Besar Islam seperti Isra’ Mi’raj dan Maulid Nabi Muhammad Saw. Di samping itu, terdapat pengajian rutin setiap harinya, yang dilaksanakan sesuai pembagian dusun, yang meliputi, pengajian ibu-ibu Kranji Timur, pengajian Ibu-ibu Kranji Tengah, Pengajian Ibu-ibu Kranji Pondok dan Pengajian Ibu-ibu Kranji Kaum. Selain itu terdapat juga pengajian Pemuda Ansor. Pesantren sebagai lembaga pendidikan agama yang ada di Kranji dikhususkan pada menghafal al-Qur’an dan pengkajian ilmu-ilmu pendidikan Islam yang murni. Bentuk dan pengajian dan pesantren ini di masyarakat Kranji menyebabkan adanya berbagai macam kegiatan keagamaan seperti berjanji, dhibaan, tahlilan, dan mendatangi rumah-rumah para pemuka agama/tokoh agama bagi mereka yang ingin membaca al-Qur’an dengan benar terutama di kalangan anak-anak. Madrasah Diniyah yang ada di masyarakat Kranji merupakan suatu lembaga pendidikan agama yang melaksanakan kegiatan pendidikan yang mengkaji ajaran agama Islam seperti aqidah, syariah dan akhlak serta penguasaan ilmu-ilmu keagamaan lainnya dengan tidak menambah mata pelajaran umum. Kehidupan masyarakat Kranji sangat religius sehingga Kranji disebut sebagai kawasan santri. Karena pada dasarnya di Kranji terdapat banyak kyai dan ulama’. Demikian juga dengan kegiatan pengembangan pendidikan Islamnya sangatlah baik. Hal ini dapat dilihat dari berbagai kegiatan keagamaan dan pendidikan yang berkembang di Kranji. Kegiatan keagamaan yang telah berjalan di masyarakat Kranji sangat menyeluruh dan mencakup berbagai usia. Dari anak remaja, hingga orang tua. Untuk anak-anak dalam hal ini anak usia sekolah dasar sendiri terdapat kegiatan Berzanzi, yasin, tahlil dan pengajian al-Qur’an. Begitu juga bagi Remaja, 5 Sebagaimana hasil observasi dan wawancara terhadap beberapa tokoh masyarakat dan sebagian warga masyarakat Kranji, pada tanggal 29 Oktober - 4 November 2009.
64
terdapat kegiatan keagamaan diantaranya yasin, tahlil, berzanzi, majlis ta’lim al-Murtasyidin, pengajian pemuda Ansor, IPNU, IPPNU dan kegiatan keagamaan lainnya. Dan untuk pelaksanaannya pun remaja putra sendiri dan remaja putri sendiri. Untuk kaum orang tua baik untuk jama’ah ibu-ibu maupun jamaah Bapak-bapak juga berjalan berbagai kegiatan keagamaan seperti pengajian rutin Ibu-ibu Kranji dengan pembagian masing-masing dusun, berzanzi, tahlil, yasin, khatmil Qur’an, sama halnya untuk kaum Ibu-ibu. Untuk kaum Bapak-bapak juga berjalan kegiatan keagamaan, akan tetap untuk pelaksanaannya pada malam hari dan untuk ibu-ibu, pelaksanaannya pada siang atau sore hari.
2. Peran Madrasah Diniyah Nurul Anam dalam Pengembangan Pendidikan Islam di Kranji. Madrasah Diniyah Nurul Anam merupakan lembaga pendidikan keagamaan yang telah ada di Kranji sejak tahun 1937 dan tetap eksis hingga sekarang. Dan keberadaannya pun mempunyai peran yang besar dalam pengembangan pendidikan Islam. Pada awal mula berdirinya, Madrasah Diniyah Nurul Anam ditujukan untuk mengarahkan peserta didik/santri dalam mendalami ajaran-ajaran agama Islam dengan benar. Karena pada dasarnya, anak terlahir dari orang yang sudah memeluk agama Islam dan secara langsung anak juga memeluk agama yang sama dengan agama Islam. Sehingga dengan
adanya
Madrasah
Diniyah
Nurul
Anam
yang
dalam
pembelajarannya terdapat pengkajian dan pengenalan ajaran Islam. Dengan demikian, anak memiliki benteng aqidah Islam yang kuat dan mampu menjalankan kepercayaannya sesuai dengan nilai-nilai agama Islam. Dilihat dari perkembangan jumlah santrinya pun setiap tahun ajarannya mengalami kenaikan, hal ini juga menunjukkan kepercayaan masyarakat Kranji dan sekitarnya akan kualitas dan eksistensi Madrasah Diniyah Nurul Anam.
65
Pendidikan keagamaan yang ada di Madrasah Diniyah Nurul Anam merupakan media yang paling mengena dan berpengaruh
di
masyarakat Kranji dalam proses pengembangan pendidikan Islam terhadap anak-anak mereka sebagai usaha memupuk keimanan dan kepercayaan sejak dini pada anak. Madrasah Diniyah Nurul Anam dalam eksistensinya sebagai lembaga pendidikan masyarakat, memiliki peran yang sangat penting dalam pendidikan Islam di Kranji. Hal ini dapat dilihat dari adanya berbagai macam kegiatan keagamaan di Kranji yang tidak lepas dari Peran Madrasah Diniyah Nurul Anam dalam menanamkan nilai-nilai agama Islam pada santri-santri sejak dini, dan mengajarkan pendidikan al-Qur'an, yang mampu mencetak santri-santri yang memiliki benteng aqidah Isalmiyah, mampu memahami ajaran Islam dan berakhlakul karimah. Selain itu, dilihat dari latar belakang santri, yang berasal dari keluarga yang berbeda-beda dalam tingkat pendidikannya. Madrasah Diniyah Nurul Anam mempunyai peran sebagai pendidikan alternatif bagi santri yang tidak terpenuhi pendidikan agamanya pada saat mengikuti pendidikan formalnya, seperti: di SD, SMP, dan SMA. Sehingga hal ini menjadi solusi terbaik bagi orang tua dalam menanamkan aqidah Islamiyah pada anak mereka sebagai benteng dan pondasi dalam menghadapi perkembangan zaman. Agar tidak mudah terpengaruh pada hal-hal yang negatif, seperti kenakalan remaja, perkosaan, pencurian, dan perilaku negatif lainnya. Keberadaan Madrasah Diniyah Nurul Anam sangat berpengaruh dalam kehidupan sosial masyarakat Kranji. Dengan dilaksanakannya pendidikan di Madrasah Diniyah tersebut, kondisi desa Kranji lebih religius.
Banyak
kegiatan
keagamaan
yang
dilaksanakan
dalam
masyarakat Kranji. Selain itu, eksistensi Madrasah Diniyah Nurul Anam sebagai
lembaga
pendidikan
masyarakat
mampu
menumbuhkan
kepercayaan masyarakat untuk menyekolahkan anak mereka di Madrasah Diniyah tersebut.
66
Sebagaimana yang dituturkan oleh Ibu Kun, orang tua dari M. Sabil, siswa kelas V Madrasah Diniyah Awaliyah bahwa Madrasah Diniyah Nurul Anam memiliki kualitas yang baik dalam pelaksanaan pendidikannya, serta mampu mencetak lulusan yang benar – benar mempunyai pengetahuan dan pemahaman agama Islam dan memiliki akhlak yang sesuai dengan nilai – nilai Islam dalam kehidupan masyarakat Kranji. Selaku tokoh agama di desa Kranji, Bapak H. Ikhsan juga menuturkan bahwa madrasah diniyah memiliki peran yang tidak dapat diabaikan dalam pengembangan pendidikan Islam karena Madrasah Diniyah Nurul Anam merupakan embrio dari terbentuknya sekolah – sekolah umum, yaitu SMP Walisongo dan MTs Walisongo Kedungwuni. Dalam proses pembelajarannya, Madrasah Diniyah Nurul Anam, dapat diketahui bahwa pengembangan Pendidikan Islam yang merupakan salah satu eksistensinya sebagai lembaga pendidikan keagamaan di masyarakat terlihat jelas dengan adanya materi-materi keislaman lainnya selain materi aqidah, syariah dan akhlak, yaitu: materi Nahwu Sharaf, Risalatul Mahaidh, Hujjah Ahlussunnah wal jama’ah, Tarikh. Beberapa materi tersebut tidak diajarkan dalam sekolah-sekolah umum atau sekolah formal. Disamping itu juga, sebagaimana yang telah dipaparkan dalam latar belakang berdirinya Madrasah Diniyah Nurul Anam, bahwasanya Madrasah Diniyah Nurul Anam merupakan embrio dari lahirnya Madrasah Tsanawiyah Walisongo dan SMP Walisongo Kedungwuni, yang dalam eksistensi kedua lembaga pendidikan formal ini salah satunya adalah pengembangan pendidikan Islam.
BAB IV ANALISIS TERHADAP PERAN MADRASAH DINIYAH NURUL ANAM DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM DI DESA KRANJI KECAMATAN KEDUNGWUNI PEKALONGAN
Sebagaimana dijelaskan dalam bab II bahwa melalui pendekatan sosio historis, Madrasah Diniyah memiliki signifikansi dalam melestarikan kontinuitas pendidikan Islam dan nilai-nilai moral etis keislaman bagi masyarakat. Obyek yang menjadi sasaran penelitian ini adalah Madrasah Diniyah Nurul Anam dan karena teknis metodologis, maka peneliti mengambil sampel di Madrasah Diniyah Nurul Anam Kranji kecamatan Kedungwuni Pekalongan. Yang menjadi alasan pemilihan sampel ini adalah karena Madrasah Diniyah Nurul Anam merupakan salah satu diantara Madrasah Diniyah di Pekalongan yang memiliki eksistensi sangat besar dalam pengembangan pendidikan Islam di Kranji pada khususnya dan masyarakat Islam pada umumnya. Bab IV ini berangkat dari kata-kata yang dipaparkan pada bab I, bab II dan bab III. Sehingga tidak menafikan adanya pengulangan kalimat dari bab sebelumnya dalam bab analisis ini akan dikemukakan analisis di seputar rumusan masalah yang diajukan yaitu: Analisis pengembangan pendidikan Islam di desa Kranji dan analisis peran Madrasah Diniyah Nurul Anam dalam pengembangan pendidikan Islam di desa Kranji. A. Analisis Pengembangan Pendidikan Islam di Desa Kranji Kranji merupakan salah satu desa di kabupaten Pekalongan yang dilihat dari tingkat religiusitas nya sangat tinggi. Hal ini dilihat dari banyaknya lembaga pendidikan baik lembaga pendidikan umum maupun lembaga pendidikan agama, banyaknya kegiatan keislaman yang dilaksanakan di desa Kranji, kondisi sosial masayarakat di desa Kranji serta banyak ulama kyai/tokoh agama terkemuka di Pekalongan yang merupakan warga Kranji. Sehingga desa Kranji disebut sebagai salah satu tempat pusat pendidikan Islam.
67
68
Sekitar 80 % penduduk Kranji mempunyai basic pendidikan pesantren dan 20 % masyarakat awam. Dengan demikian, desa Kranji dapat juga disebut sebagai desa kawasan santri. Pengembangan pendidikan Islam yang di desa Kranji ditempuh melalui beberapa cara, meliputi: Pengajian, Pesantren, Madrasah Diniyah, Majelis Ta’lim dan Organisasi Masyarakat/Organisasi Pemuda. Bentuk pengajian yang terdapat di desa Kranji meliputi: thariqah, pengajian al-Qur’an dan pengajian memperingati Hari Besar Islam seperti Peringatan Isra’ Mi’raj dan Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Disamping itu, dalam masyarakat Kranji juga terdapat pengajian dalam rangka memperingati hari kematian sesepuh desa/pendiri desa/ulama yang memiliki pengaruh besar bagi masyarakat Kranji. Pengajian ini sering disebut dengan sebutan “Khaul”. Misalnya Khaul Mbah Nurul Anam, selaku pendiri Pondok Pesantren Nurul Anam. Selain itu, di desa Kranji juga terdapat kegiatan pengajian rutin yang dilaksanakan setiap hari dan dalam pelaksanaannya terdapat pengajian ibu-ibu, pengajian Bapak-bapak dan pengajian remaja usai sekolah dasar hingga pemuda dewasa. Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam dimasyarakat Kranji yang merupakan salah satu wahana pengembangan pendidikan Islam di Kranji. Dalam pelaksanaannya di pesantren diadakan pendidikan Islam melalui Madrasah Diniyah, pengajian kitab kuning dan kegiatan ketrampilan khithabah, barzanzi dan qiroah. Disamping itu, pendidikan di pesantren lebih dikhususkan pada penghafalan al-Qur’an. Tujuan dari lembaga pendidikan pesantren ini adalah pengkajian, pengenalan dan pemahaman ajaran-ajaran Islam murni. Pendidikan Islam yang diajarkan dalam pendidikan pesantren ini meliputi pendidikan aqidah, syari’ah dan akhlak. Dimana di dalam pondok pesantren, santri dididik sesuai dengan ajaran Islam agar menjadi generasi Islam yang berkualitas dan berakhlak baik. Pesantren yang ada di lingkungan Kranji yaitu Pondok Pesantren Asmaul Husna, Pondok Pesantren Nurul Anam dan Pondok Pesantren Baitul Muqodas.
69
Majelis Ta’lim al-Murtasyidin juga menjadi salah satu tempat dalam pengembangan pendidikan Islam. Sistem pendidikannya lebih sederhana, biasa berupa perkumpulan pengajian dalam suatu majelis. Organisasi masyarakat/organisasi pemuda yang berkembang di Kranji antara lain: Pemuda Ansor, IPNU dan IPPNU. Secara tidak langsung, dalam Ansor, IPNU, dan IPPNU menjadi salah satu cara efektif dalam pengembangan pendidikan islam. Karena pendidikan Islam merupkan prose yang berkesinambungan dan senantiasa berinteraksi dengan lingkungan. Dalam Ansor, IPNU maupun IPPNU terjadi interaksi sosial antara masingmasing individu. Sehingga proses pendidikan yang terjadi dalam organisasi pemuda ini maupun mengembangkan pendidikan Islam yang berorientasi pada pengembangan kreativitas, kecapan dan penalaran menganalisa permasalahan di masyarakat berdasarkan nilai-nilai keislaman. Pengembangan pendidikan Islam di desa Kranji tidak hanya ditekankan pada lembaga pendidikan saja. Akan tetapi pengembangan pendidikan Islam yang berorientasi pada pengembangan pendidikan yang lebih
bersifat
holistik.
Yang
artinya
pendidikan
ditekankan
pada
pengembangan kesadaran untuk bersatu dalam kemajemukan budaya, kemajemukan berfikir, menjunjung tinggi nilai moral, kemanusiaan dan agama, kesadaran kreatif, dan produktif dan kesadaran hukum. Meningkatnya peran serta masyarakat Kranji secara kualitatif dan kuantitatif dalam upaya pengembangan pendidikan dan pemberdayaan institusi masyarakat seperti: keluarga, organisasi pemuda, pesantren, madrasah, dan LSM, merupakan suatu upaya pengelolaan dan pengembangan pendidikan Islam secara makro yang diorientasikan kepada terbentuknya masyarakat yang demokratis, religius dan tangguh menghadapi lingkungan global.
70
B. Analisis Peran Madrasah Diniyah Nurul Anam Dalam Pengembangan Pendidikan Islam Di Desa Kranji Sebagaimana yang telah dikemukakan dalam bab III, bahwa Madrasah Diniyah Nurul Anam telah terdiri sejak sebelum kemerdekaan negara Indonesia, yaitu sejak tahun 1937 M. Dihitung hingga waktu sekarang, tahun 2009, Madrasah Diniyah telah eksis selama kurang lebih 72 tahun. Secara historis, awal mula didirikannya Madrasah Diniyah Nurul Anam bertujuan untuk mengarahkan santri dalam mendalami ajaran-ajaran agama Islam dengan benar. Mengarahkan fitrah anak dalam beragama, karena pada dasarnya anak menganut agama mengikuti agama yang telah dianut oleh orang tuanya. Madrasah Diniyah juga memfasilitasi masyarakat akan layanan akan pendidikan agama Islam. Madrasah Diniyah Nurul Anam dalam pelaksanaan pendidikannya tidak mengacu semua pada pedoman penyelenggaran Madrasah Diniyah sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Departemen Agama. Dalam pedoman penyelenggaraan Madrasah Diniyah, masa belajar untuk Madrasah Diniyah Awaliyah hanya 4 tahun, Madrasah Diniyah Wustha hanya 2 tahun dan Madrasah Diniyah ‘Ulya hanya 2 tahun.. Akan tetapi, Madrasah Diniyah Nurul Anam menyeleggarakan pendidikan untuk Madrasah Diniyah Awaliyah selama 6 tahun (setara dengan masa belajar pendidikan sekolah tingkat dasar), untuk Madrasah Diniyah Wustha selama 3 tahun (setara dengan masa belajar pendidikan sekolah tingkat menengah pertama), dan untuk Madrasah Diniyah ‘Ulya selama 3 tahun (setara dengan masa belajar pendidikan sekolah tingkat menengah atas) . Madrasah Diniyah Nurul Anam sebagai lembaga pendidikan keagamaan
yang
berbasis
masyarakat
memiliki
signifikansi
dalam
melestarikan kontinuitas pendidikan Islam dan nilai-nilai moral etis bagi masyarakat. Berdasarkan dari data yang telah diperoleh melalui observasi dan wawancara serta triangulasi, Madrasah Diniyah Nurul Anam memiliki peran yang penting dan tidak dapat diabaikan dalam pengembangan pendidikan Islam.
71
Melalui pendekatan sosio historis, Madrasah Diniyah Nurul Anam memiliki peran yang kompleks dalam pengembangan pendidikan Islam sejak awal pendirian, pada masa sekarang dan diharapkan memiliki komitmen yang kuat dalam pengembangan pendidikan Islam untuk masa yang akan datang. Peran Madrasah Diniyah Nurul Anam dalam pengembangan pendidikan Islam dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Peran sebagai Lembaga Pentransfer Pengetahuan Agama Madrasah Diniyah Nurul Anam merupakan lembaga pendidikan keagamaan yang mengajarkan pendidikan agama Islam. Dalam proses pelaksanaannya pengajaran di Madrasah Diniyah Nurul Anam lebih ditekankan pada penguasaan pendidikan agama Islam. Karena pada dasarnya materi di Madrasah Diniyah pendidikan agama Islam yang meliputi: al-Qur’an, Tajwid, Akhlak, Aqidah, Fiqh, Bahasa Arab, Sejarah Kebudayaan Islam, dan Praktek Ibadah. Madrasah Diniyah Nurul Anam tidak menambah materi pelajaran umum. Sehingga Madrasah Diniyah Nurul Anam benar-benar menanamkan pengetahuan agama pada anak secara mendalam. 2. Peran sebagai pelestarian ajaran Islam. Seiring dengan perkembangan zaman lembaga pendidikan pun mengalami perkembangan. Di masyarakat banyak didirikan lembaga pendidikan yang modern yang dari segi sarana dan prasarana, metode, bahkan materinya pun lebih mengedepankan materi pendidikan modern. Madrasah Diniyah merupakan satu-satunya lembaga pendidikan madrasah yang masih mempertahankan kekhasan nya yang hanya mengajarkan materi agama Islam saja. Sehingga menjadi suatu lembaga yang eksis dalam melestarikan ajaran Islam disamping lembaga pendidikan pesantren. 3. Peran dalam usaha pembentukan akhlakul karimah. Madrasah Diniyah mempunyai peran dalam usaha pembentukan Akhlakul Karimah peserta didik. Sebagaimana yang dicantumkan dalam tujuan pendidikan Madrasah Diniyah bahwa Madrasah Diniyah memiliki tujuan umum agar siswa memiliki sikap sebagai orang muslim dan
72
berakhlakul karimah. Dalam pelaksanaan pendidikannya, Madrasah Diniyah berusaha mengarahkan dan membimbing siswa agar memahami, menguasai dan mengamalkan nilai-nilai ajaran Islam. Sehingga siswa mampu berinteraksi dimasyarakat, serta memiliki sikap sopan santun dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dapat terlihat pada sikap dan tingkah laku santri dalam pergaulan nya dengan orang lain, dalam berinteraksi dengan masyarakat. 4. Peran untuk mengenalkan agama Islam secara dini. Usia anak pada pendidikan Madrasah Diniyah Nurul Anam adalah sekitar usia 6 tahun hingga 20 tahun. Setara dengan usia siswa sekolah dasar. Usia 6 tahun merupakan usia yang paling efektif dalam menanamkan pendidikan agama Islam pada anak. Disamping itu juga, usia yang rentan terhadap pengaruh negatif dari lingkungan. Sehingga sejak usia 6 tahun, seorang anak perlu penanaman ajaran agama Islam secara dini sebagai benteng agar tetap sesuai dalam koridor nilai-nilai ajaran Islam yang disyariatkan. Belajar diwaktu kecil ibarat melukis diatas batu sedangkan belajar diwaktu dewasa ibarat melukis diatas air. Anak usia dini dengan kepolosan nya akan mudah menerima pengajaran dan mudah mengingat materi yang disampaikan. Daya tangkap mereka dalam menerima informasi sungguh luar biasa. Sehingga masa seperti ini harus dimanfaatkan dengan baik untuk menanamkan dasar - dasar agama Islam sedini mungkin, sehingga akan membentuk karakter anak menjadi anak yang shaleh dan memiliki pondasi agama yang kuat. 5. Peran sebagai salah satu pilar pendidikan Islam. Tiga pilar pendidikan Islam yaitu pendidikan keluarga, pendidikan sekolah dan pendidikan masyarakat. Madrasah Diniyah merupakan lembaga pendidikan Islam yang berbasis masyarakat, dimana dalam pelaksanaannya adalah untuk memfasilitasi kebutuhan masyarakat akan layanan pendidikan Islam. Dalam hal ini, peranan masyarakat sangatlah penting dalam eksistensi Madrasah Diniyah sebagai lembaga pendidikan masyarakat.
73
6. Peran untuk melengkapi pendidikan agama Islam di sekolah umum.. Materi agama Islam yang diajarkan di sekolah umum hanya 2 jam pelajaran seminggu. Setiap 1 jam pelajaran waktunya 45 menit. Jadi dalam seminggu siswa sekolah umum hanya 90 menit. Melihat kondisi tersebut sangat kurang efektif baik, baik dalam bagi guru dalam penyampaian materi maupun siswa dalam menerima materi pelajaran. Sehingga lulusan dari pendidikan sekolah umum untuk pemahaman dan pengetahuan tentang agama Islam kurang mendalam, dan untuk lulusan dari pendidikan madrasah umum untuk pengetahuan dan pemahaman tentang agama Islam masih setengah – setengah. Karena materi pelajaran agama yang diberikan di sekolah umum hanya dasar-dasar nya saja. Maka dari itu, Madrasah Diniyah Nurul Anam memberikan solusi atas permasalahan tersebut. Karena Madrasah Diniyah Nurul Anam menyelenggarakan jenjang pendidikan agama Islam yang setara dengan pendidikan umum. a. Jenjang Madrasah Diniyah Awaliyah menyelenggarakan pendidikan agama Islam yang setara dengan pendidikan sekolah dasar. b. Jenjang Madrasah Diniyah Wustha menyelenggarakan pendidikan agama Islam yang setara dengan pendidikan sekolah menengah pertama. c. Jenjang Madrasah Diniyah ‘Ulya menyelenggarakan pendidikan agama Islam yang setara dengan pendidikan sekolah menengah atas. Dengan demikian, pendidikan agama Islam pada siswa sekolah umum dapat terpenuhi melalui pendidikan Madrasah Diniyah. Berdasarkan kegiatan analisis terhadap peran Madrasah Diniyah Nurul Anam dalam pengembangan pendidikan Islam di desa Kranji dapat diketahui bahwa Madrasah Diniyah Nurul Anam memiliki peran yang sangat penting dalam pengembangan pendidikan Islam yang ada di desa Kranji. Berbagai macam kegiatan pengembangan pendidikan Islam yang ada di Kranji salah satunya dilatarbelakangi oleh adanya kegiatan pendidikan yang dilaksanakan di Madrasah Diniyah Nurul Anam.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan uraian – uraian yang telah dipaparkan dalam bab – bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pengembangan pendidikan Islam di desa Kranji ditempuh melalui beberapa cara, meliputi: pengajian, pesantren, Madrasah Diniyah, Majelis Ta’lim,
dan
Organisasi
Masyarakat/Organisasi
Pemuda.
Dari
pengembangan pendidikan Islam melalui pengajian, pesantren, Madrasah Diniyah, Majelis Ta’lim, dan Organisasi Masyarakat/Organisasi Pemuda tersebut, menyebabkan adanya berbagai macam kegiatan keagamaan di masyarakat Kranji. Kegiatan – kegiatan keagamaan yang ada di Kranji, bukan hanya sekedar proses pelestarian adat keislaman yang disesuaikan dengan nilai – nilai keislaman di masyarakat Kranji. Akan tetapi sekaligus sebagai usaha pengembangan pendidikan Islam. Karena pada dasarnya, pengembangan pendidikan Islam lebih berorientasi pada pengembangan pendidikan yang bersifat holistik. 2. Madrasah Diniyah memiliki signifikansi dalam melestarikan kontinuitas pendidikan Islam dan nilai – nilai moral etis keislaman bagi masyarakat. Peran Madrasah Diniyah Nurul Anam dalam pengembangan pendidikan Islam yaitu dengan diadakannya pendidikan al-Qur’an, pengkajian kitab ilmu keislaman dan pengajaran bahasa Arab di Madrasah Diniyah tersebut. Sehingga menyebabkan adanya kegiatan keagamaan seperti; khithabah, barzanzi, qiroah, dan mukhadarah. Dan dapat diklasifikasikan bahwa peran Madrasah Diniyah Nurul Anam dalam pengembangan pendidikan Islam di Kranji, sebagai berikut: a. Sebagai lembaga pentransfer pengetahuan Agama, b. Sebagai media pelestarian ajaran Islam, c. Media pembentukan dan penanaman akhlaqul karimah, d. Sebagai media pengenalan dan penanaman agama Islam secara dini,
74
75
e. Sebagai salah satu pilar pendidikan Islam, f.
Untuk melengkapi pendidikan agama Islam di sekolah umum.
B. Saran –saran Tanpa
mengurangi
rasa
hormat
kepada
semua
pihak
yang
berkompeten dalam institusi pendidikan, dengan rendah hati penulis memberikan saran demi terlaksananya pendidikan Madrasah Diniyah yang lebih baik sesuai dengan yang dicita – citakan di Madrasah Diniyah Nurul Anam Kranji. Saran –saran yang dimaksud antara lain: 1. Bagi para pengurus yayasan, kepala madrasah, pengasuh dan pengajar, hendaklah selalu berbenah diri meningkatkan kualitas diri dan meningkatkan mutu penyelenggaraan pendidikan Madrasah Diniyah. 2. Bagi para mubalig/khatib dan tokoh agama, perlu memberikan penyuluhan kepada orang tua siswa dan selalu mengimbau agar masalah pendidikan
agama
putra
putrinya
mendapatkan
perhatian
yang
semestinya. 3. Bagi masyarakat, khususnya masyarakat sekitar Madrasah Diniyah, peran serta masyarakat dalam pengembangan pendidikan Islam sudah baik dan lebih ditingkatkan lagi. 4. Bagi pemerintah, khususnya pemerintah departemen agama, hendaknya mempunyai perhatian lebih terhadap eksistensi madrasah diniyah. karena pada dasarnya lembaga ini merupakan salah satu aset terbesar dalam pendidikan Islam. Karena lembaga ini memiliki signifikansi dalam melestarikan kontinuitas pendidikan Islam dan nilai –nilai moral etis bagi masyarakat, yang selanjutnya menjadi salah satu pondasi kemajuan bangsa yang seutuhnya.
76
C. Penutup Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah mengajarkan manusia ilmu pengetahuan. Berkat rahmat, taufiq, dan hidayah–Nya, penulis mampu menyelesaikan skripsi ini walaupun dalam bentuk yang cukup sederhana. Sejujurnya penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari idealitas karya ilmiah. hal ini tidak lepas dari kekurangan dalam berbagai aspek, termasuk tidak terpenuhinya data yang dimiliki baik data primer maupun data sekunder, disebabkan kurangnya waktu bagi penulis untuk mencapai target ideal. Namun demikian, perlu dimaklumi bahwa pada hakikat nya penulis telah melakukan ikhtiar semaksimal mungkin untuk mencapai hasil karya ilmiah yang sesuai dengan tuntutan dunia akademik. Oleh karena itu, berharap sangat kritik dan saran yang konstruktif dari semua pihak yang kompeten, utamanya Bapak dan Ibu penguji demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga apa yang telah
disampaikan dalam skripsi ini dapat
menambah wawasan ilmiah bagi para pembaca khususnya, dan bagi masyarakat luas pada umumnya. Amiin.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, M. Abdul Qodir., Turuqut Ta’lim At-Tarbiyah al-Islamiyah, Kairo: Maktabah al-Nahdhah al-Mashriyah, 1980. Aini, Umaroh, “Peran Pendidikan Diniyah dalam Pengembangan Agama Islam”, http://www.library.walisongo.ac.id/digilib/gdl.s.i.2005.umarohaini.359, t.d. Al-Attas, Syeh Muhammad Naquib, Aims and Objectives of Islamic Education, Jeddah: King Abdulaziz University, 1979. _________, The Concept of Education in Islam, Malaysia: ABIM, 1991. An-Nahlawi, Abdurrahman, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat, Jakarta: Gema Insani Press, 1995. Arifin, Muzayyim, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2003. _________, Ilmu Pendidikan Islam; Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009, Cet. 4. Asrohah, Hanun, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Logos, 1999. Azra, Azyumardi, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Jakarta: Logos, 1999. Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirannya, Jilid VII, Jakarta: Departemen Agama RI, 1990. _________, Al Qur’an dan Terjemahannya, Bandung: CV. Diponegoro, 2005. Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. Ensiklopedi Islam 3, Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 2002. Direktorat Jenderal Agama RI, Desain Pengembangan Madrasah, Jakarta: Departemen Agama RI, 2005, Cet. 2. Direktorat Pendidikan Keagamaan & Pondok Pesantren Dirjen Kelembagaan Agama Islam, Pedoman Administrasi Madrasah Diniyah, Jakarta: Departemen Agama RI, 2003a. _________, Pedoman Penyelenggaraan dan Pembinaan Madrasah Diniyah, Jakarta: Departemen Agama RI, 2003b.
Djunaedi, Mahfud, Rekonstruksi Pendidikan Islam di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006, Cet. 2. Dokumen Madrasah Diniyah Nurul Anam “Instrumen Penyusunan Baseline Data Pendidikan Madrasah Diniyah dan Pendidikan Keagamaan” Ghofir, Abdul dan Muhaimin, Pengenalan Kurikulum Madrasah, Solo: Ramadhani, 1993. Hadi, Sutrisno, Metodologi Research, Jilid I, Yogyakarta: Andi Offset, 2001. http://baituna123.blogspot.com/posisi-pendidikan–Islam. html. http://pendis.depag.go id/madrasah/ Insidex. Imam Abi Abdillah Ibnu Ismail Ibnu Ibrahim Ibnu Maghiroh Ibnu Baridzabah , Shahih Bukhari, Jilid I, Beirut: Darul Kutb al-Ilmiah, 1992. Imam, Machali, Musthofa, Pendidikan Islam dan Tantangan Globalisasi: Buah Pikir Seputar; Filsafat, Politik, Ekonomi, Sosial, dan Budaya, Yogyakarta: Presma dan Ar-Ruzz Media, 2004, Cet. I. Ismail SM, dkk., Paradigma Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001. Jalaludin, Teologi Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001, Cet. 1. Langgunung, Hasan, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1997. Ma’mun, “Persepsi Tokoh Masyarakat Desa Tlepok Wetan Kecamatan Grabag Purworejo Tentang Peran Pendidikan Madrasah Diniyah Pada Tahun 2006”, Semarang: Skripsi IAIN Walisongo Fakultas Tarbiyah, 2006.t.d. Makdisi, George, The Rise of Colleges: Institution of Learning in Islam and The West, Iraq: Edinburgh University Press, 1981. Maksum, Madrasah: Sejarah dan Perkembangannya, Jakarta: Logos, 2001. Muhaimin, Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam: Pemberdayaan dan Pengembangan Kurikulum hingga Redefinisi Islamisasi Pengetahuan, Bandung: Nuansa, 2003. ________, Paradigma Pendidikan Islam, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004. Mastuhu, Pemberdayaan Sistem Pendidikan Islam, Jakarta: Logos,1999.
Mursi,
Muhammad Munir, al-Tarbiyah al-Islamiyyah: Ushuluha Tathawwuruha fi al-Bilad al-‘Arabiyyah, Kairo: ‘Alimul Kutb, 1977.
wa
Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT . Raja Grafindo Persada, 2001. _________, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000, Cet.5. _________, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002. _________, Sejarah Pendidikan Islam Pada Periode Klasik dan Pertengahan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004, Cet. I. Nizar, Samsul, Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Historis, Teoritis, dan Praktis, Jakarta: Ciputat Pers, 2002. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2007 Tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan. Poerwadarminta, WJS, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Pustaka Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Departemen P dan K, 1999. Profil Madrasah Diniyah Nurul Anam Kranji. Rukyat, Hayat “Revitalisasi Peran Madrasah Diniyah”, http://www.madin.co.id Steanbrink, Karel A, Beberapa Aspek Tentang Islam di Indonesia Abad ke-19, Jakarta: Bulan Bintang, 1984, Cet. I. Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R & .D, Bandung: CV. Alfabeta, 2008, Cet. 6. Sulistyowati, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Jakarta: CV. Buana Raya, 2005. Syalabi, Ahmad, Al-Tarbiyyah al-Islamiyyah, Kairo: Maktabah an-Nahdhah alMashriyah, 1976. Syukur, Fatah, Dinamika Madrasah Dalam masyarakat Industri, Semarang: PKPI2 dan PMDC, 2004. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2002. Tri, Republika Newsroom, http://www.republika.co.id/berita/15096/ madrasah_diniyah_JIC.
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bandung: Fokus Media, 2003, Cet. 2. www.MSI.LIII.net. Wahyudi, Yudian, dkk., The Dynamics Of Islamic Civilization, Yogyakarta: FKAPPCD dan Titian Ilahi Press, 1998. Yatim, Badri, Sejarah Perkembangan Madrasah, (Jakarta: Bagian Proyek Peningkatan Madrasah Aliyah Tahun Anggaran 1998/1999, 1998. Zamroni, Pendidikan Masa Depan, Yogyakarta: Bigraf Publishing, 2000. Zuhairini, dkk., Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2006, Cet. 8.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama
: Ciyarti
Jenis kelamin
: Perempuan
Tempat/Tanggal Lahir: Pekalongan, 13 Januari 1987 Alamat
: Larangan Selatan Legok Gunung Rt 011 Rw 002 Wonopringgo Pekalongan 51181.
Jenjang Pendidikan : 1. SDN Legok Gunung 04 Wonopringgo Pekalongan Lulus Tahun 1999. 2. MTs Walisongo Kedungwuni Pekalongan Lulus Tahun 2002. 3. MAN I Pekalongan Lulus Tahun 2005. 4. IAIN Walisongo Semarang Fakultas Tarbiyah Semarang IX Angkatan 2005. Pengalaman Organisasi: 1. Redaktur Pelaksana Buletin Edukasi Tahun 2006-2007. 2. Wakil Ketua Lembaga Pengembangan Studi dan Advokasi Perempuan (LPSAP) Tahun 2006-2007. 3. Ketua Ikatan Mahasiswa Pekalongan di Semarang (IMPADIS) Tahun 2006-2008. 4. Bendahara Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Fakultas (MPMF) Tahun 2007-2008.
Demikian keterangan ini dibuat dengan sebenar-benarnya. Semarang, 10 Desember 2009
Ciyarti 053111001
Lampiran 1:
INSTRUMEN PENELITIAN I.
Pedoman Wawancara A. Pedoman wawancara terhadap sistem pendidikan Madrasah Diniyah Nurul Anam Kranji: 1. Bagaimana latar belakang berdirinya Madrasah Diniyah Nurul Anam? 2. Bagaimana letak geografis Madrasah Diniyah Nurul Anam? 3. Apa visi, misi, dan tujuan pendidikan Madrasah Diniyah Nurul Anam? 4. Bagaimana struktur kepengurusan Madrasah Diniyah Nurul Anam? 5. Bagaimana metode pembelajaran di Madrasah Diniyah Nurul Anam? 6. Berapa jumlah siswa Madrasah Diniyah Nurul Anam pada Tahun Ajaran 2009? 7. Bagaimana latar belakang para pengajar di Madrasah Diniyah Nurul Anam? 8. Bagaimana kondisi sarana dan prasarana Madrasah Diniyah Nurul Anam? 9. Bagaimana kurikulum Madrasah Diniyah Nurul Anam? 10. bagaimana sistem evaluasi pendidikan Madrasah Diniyah? 11. Bagaimana prestasi hasil belajar siswa? B. Pedoman wawancara terhadap masyarakat Kranji: 1. Bagaimana letak geografis desa Kranji? 2. Berapa jumlah penduduk desa Kranji? 3. Bagaimana kondisi keagamaan masyarakat Kranji? 4. Bagaimana kondisi ekonomi masyarakat Kranji? 5. Bagaimana kondisi sosial masyarakat Kranji? 6. Apa alasan bapak/ ibu (masyarakat Kranji) menyekolahkan putra – putri di Madrasah Diniyah Nurul Anam? 7. Bagaimana
peran
Madrasah
pengembangan pendidikan Islam?
Diniyah
Nurul
Anam
dalam
II. Pedoman observasi ¾ Obyek Observasi 1. Kondisi Madrasah Diniyah Nurul Anam 2. Proses belajar mengajar di Madrasah Diniyah Nurul Anam 3. Kondisi pengajar Madrasah Diniyah Nurul Anam 4. Kondisi siswa Madrasah Diniyah Nurul Anam 5. Kondisi lulusan Madrasah Diniyah Nurul Anam 6. Kondisi sosial, ekonomi, agama, dan pendidikan masyarakat Kranji
III. Pedoman dokumentasi ¾ Obyek Dokumentasi 1. Profil Madrasah Diniyah Nurul Anam 2. Data statistik siswa Madrasah Diniyah Nurul Anam 3. Data statistik penduduk Kranji 4. Data pengajar Madrasah Diniyah Nurul Anam
Lampiran 2:
HASIL WAWANCARA “PERAN MADRASAH DINIYAH NURUL ANAM DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM DI DESA KRANJI KECAMATAN KEDUNGWUNI PEKALONGAN”
Wawancara ini dilakukan terhadap informan atau nara sumber dalam penelitian ini dengan menggunakan teknik purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel sumber data yang dipilih berdasarkan pertimbangan dan tujuan tertentu. Nara sumber dalam penelitian ini diambil dari nara sumber yang representatif.
Bagaimana peran Madrasah Diniyah Nurul Anam dalam Pengembangan Pendidikan Islam?
1. Bapak Choiron Ikhwan (Pengurus Madrasah Diniyah Nurul Anam Kranji) “Madrasah Diniyah Nurul Anam didirikan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Kranji dan sekitarnya, akan Pendidikan Agama Islam, melanjutkan perjuangan para Kyai atau ulama terdahulu dalam melestarikan ajaran Islam. Di samping itu, dengan adanya Madrasah Diniyah Nurul Anam, masyarakat Kranji lebih religius karena banyak kegiatan keagamaan yang dilaksanakan dalam masyarakat Kranji sebagai hasil dari dilaksanakannya pendidikan di Madrasah Diniyah Nurul Anam. “ 2. Bapak H. Ikhsan Dimyati (Tokoh Agama di desa Kranji) “Madrasah Diniyah Nurul Anam merupakan salah satu madrasah diniyah yang mampu menunjukkan eksistensinya sebagai lembaga pendidikan keagamaan. Selama 72 tahun menyelenggarakan pendidikan keagamaan lewat
anak-anak antara usia 6 hingga 20 tahun, dan mampu menghasilkan lulusan yang memiliki pengetahuan dan pemahaman ajaran Islam. Selain itu, Madrasah Diniyah Nurul Anam merupakan embrio lahirnya Madrasah Tsanawiyah Walisongo dan SMP Walisongo Kedungwuni.” 3. Ibu Hj. Najihah (Kepala Madrasah Diniyah Awaliyah 02) “Pendidikan yang diselenggarakan di Madrasah Diniyah Nurul Anam tidak hanya sebagai proses transfer ilmu, tetapi juga sebagai proses transfer nilai. Sehingga para santri memiliki perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai etis dalam masyarakat Kranji. Para santri juga mampu berakhlakul karimah dalam kehidupannya di masyarakat, karena di Madrasah Diniyah Nurul Anam diberi materi pelajaran Aqidah Akhlak dan Tarikh Nabi, dimana dalam materi tersebut dijelaskan tentang keteladanan Nabi dan sahabat-sahabatnya, sifatsifat terpuji dan juga tata pergaulan dalam masyarakat Muslim.” 4. Bapak Hasan Mahali (Ustadz Madrasah Diniyah Awaliyah 01 dan Wali Santri dari Finadzul Husna, kelas IIA) “Madrasah Diniyah Nurul Anam memiliki peran dalam penanaman pendidikan Islam pada anak secara dini. Sehingga anak-anak mampu memiliki pondasi agama yang kuat sebagai benteng dari pengaruh perkembangan jaman yang semakin maju dan banyak hal-hal yang dapat mempengaruhi pribadi anak, misalnya: internet, Vedio game, HP, dan teknologi lainnya.” 5. Bapak Fakhurrodin (Warga Paesan Utara dan Wali Santri dari M. Alfian Azmi) “Madrasah Diniyah Nurul Anam memiliki kualitas yang baik dalam menyelenggarakan pendidikannya, mampu mencetak yang baik yang benarbenar memiliki pengetahuan agama secara mendalam sebagai pondasi utama orang
Islam.
Sehingga
mampu
mengamalkan
ibadah-ibadah
yang
diperintahkan dalam ajaran Islam.” 6. Bapak Lukman (Ketua RT Desa Kranji RT 001 RW 009) “Dengan dilaksanakannya pendidikan keagamaan di Madrasah Diniyah Nurul Anam, anak-anak lebih memiliki pengetahuan agama Islam yang mendalam, karena kebanyakan anak-anak yang sekolah di Madrasah Diniyah adalah siswa sekolah umum seperti: Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama
(SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Anak-anak yang tidak terpenuhi pendidikan agama Islam di sekolah umum, dapat terpenuhi dengan mengikuti pendidikan di Madrasah Diniyah Nurul Anam.”
Lampiran 3:
LAMPIRAN DATA DOKUMENTASI: “PERAN MADRASAH DINIYAH NURUL ANAM DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM DI KRANJI”
Gambar. 1. Gedung Madrasah Diniyah Awaliyah Nurul Anam, tempat kegiatan belajar mengajar Madrasah Diniyah Awaliyah 01 dan Madrasah Diniyah Awaliyah 02.
Gambar. 2. Ustadz Misykat Salim sedang meminta salah seorang santri kelas VI putra Madrasah Diniyah Awaliyah 01 untuk membaca materi pelajaran bahasa Arab yang telah ditulisnya.
Gambar. 3. Santri kelas II Madrasah Diniyah Wustha menyalin materi pelajaran Hadits di buku catatan, sebagai salah satu metode pembelajaran di Madrasah Diniyah Nurul Anam.
Gambar. 4. Ustadzah Siti Tadzkiroh sedang memberikan ceramah materi Tarikh Nabi, setelah memberikan penjelasan materi dengan menulis terlebih dahulu materi di papan tulis.
Gambar. 5. Santri Madrasah Diniyah ‘Ulya sedang mengikuti pelajaran bahasa Arab yang diampu oleh Ustadz Mudarits, LC, dengan metode pembelajaran ceramah interaktif.
Gambar. 6. Ustadzah Zumrudah sedang mendikte materi pelajaran Tajwid kepada santri kelas V Madrasah Diniyah Awaliyah 02.
Gambar. 7. Santri kelas IV Madrasah Diniyah Awaliyah 02 sedang menghafal materi pelajaran al-Qur’an yang kemudian nantinya santri diminta untuk maju menyetorkan hafalannya kepada Ustadzah Isyna.
Gambar. 8. Ustadzah Zumrudah sedang memeriksa tugas santri kelas III untuk meteri pelajaran tauhid. Kegiatan ini merupakan salah satu proses penilaian guru terhadap kemampuan santri akan suatu materi pelajaran tertentu.
STRUKTUR ORGANISASI MADRASAH DINIYAH NURUL ANAM KRANJI
Kepala Yayasan Nurul Anam Bpk. H. Kholis Kepala Bagian Pendidikan Yayasan Nurul Anam Bapak H. Mudatsir Pengurus Madrasah Diniyah Nurul Anam Bapak Choiron Ikhwan
Kepala Madrasah Diniyah Awaliyah 01 Bapak Ahmad Dimyati
Para Pelajar, Guru / Ustadz
TU M. Arwani
Kepala Madrasah Diniyah Awaliyah 02 Ibu Hj. Hajihah
Para Pelajar, Guru / Ustadzah
TU Nailatul Muna
Kepala Madrasah Diniyah Wustha – Ulya Bapak M. Mawahib A.
Para Pelajar, Guru / Ustadz
TU Sugeng K