BAB IV ANALISIS KETERKAITAN TIGA PUSAT PERTUMBUHAN KABUPATEN GARUT BAGIAN SELATAN
Bab analisis ini meliputi pembahasan mengenai keterkaitan melalui indikator keterkaitan desa-kota oleh Rondinelli dimana setiap indikator memiliki kondisi dan karakteristik tersendiri yang membuat satu sama lainnya juga terkait dalam pengembangan suatu wilayah.
4.1
Keterkaitan Internal Kabupaten Garut bagian Selatan
Wilayah studi terdiri atas 16 kecamatan dengan 3 kecamatan yang menjadi pusat pertumbuhan. Dalam keterkaitan internal ini dilihat keterkaitan antara ketiga pusat pertumbuhan dengan wilayah sekitarnya di dalam lingkup Kabupaten Garut bagian Selatan melalui indikator-indikator keterkaitan.
4.1.1
Keterkaitan Fisik
Hubungan fisik dapat dilihat antara lain dari jaringan transportasi seperti jalan, jalur udara, laut, jaringan rel kereta api, serta dapat dilihat pula dari ketergantungan ekologis yang ada. Ketiga kota pusat pelayanan berada pada jarak yang berjauhan satu sama lain. Jika ditarik garis penghubung antara Kecamatan Bungbulang, Cikajang dan Pameungpeuk akan terbentuklah suatu segitiga yang hampir sama sisi. Disamping bentuk imajinatif tersebut, keterkaitan fisik antara ketiga kota ini tidaklah sederhana karena bervariasinya kondisi topografi wilayah. Terdapat hambatan dalam hubungan fisik antar pusat pertumbuhan dan antar kecamatan yang berupa kondisi wilayah yang berupa pegunungan, rawannya terjadi bencana longsor, dan minimnya akses. Sarana penghubung utama antara ketiga kota ini saat ini adalah jaringan jalan sebagai urat nadi penghubung antar wilayah serta media penyalur barang, dan orang. Tidak ada jenis jalur penghubung lainnya dikarenakan ketiadaan jalur udara. Sementara jalur laut tidak memungkinkan karena ketiadaan pelabuhan selain penangkapan ikan serta karakter laut selatan
57
yang berombak besar dan banyaknya karang. Dilihat dari sejarahnya, sebenarnya kawasan perkebunan teh yang ada di beberapa kecamatan sebenarnya pernah memiliki jalur kereta api. Jalur ini dibangun oleh pemerintah Belanda untuk mengangkut hasil produksi pertanian terutama perkebunan di wilayah selatan Kabupaten Garut. Saat ini beberapa stasiun-stasiun kereta tersebut masih berdiri dengan kondisi yang mengenaskan sementara hampir seluruh jaringan rel terputus karena pencurian maupun rusak. Tidak ada kereta yang melalui wilayah ini lagi. Kondisi ini mengakibatkan transportasi di wilayah ini hanya melalui jalur darat dalam bentuk kendaraan bermotor.
Peran dari keterkaitan transportasi adalah memfasilitasi mekanisme aliran untuk memperkuat interaksi desa-kota dengan menyalurkan barang dan informasi. Kecamatan Cikajang merupakan akses utama ke area lebih selatan Kabupaten Garut mengingat posisinya yang berada paling utara, dan merupakan tempat terjadinya percabangan ke dua jalan utama menuju pusat pertumbuhan lainnya. Struktur jaringan jalan bagian selatan kabupaten Garut ini tidak seimbang dalam memberikan aksesibilitas bagi penduduk untuk pergi ke wilayah manapun yang dikehendakinya. Pusat pertumbuhan Pameungpeuk berada di arah tenggara, pusat pertumbuhan
Bungbulang
terletak
di
sebelah
barat
daya.
Kedua
pusat
pertumbuhan dipisahkan dengan ketiadaan jalan jalur penghubung secara langsung selain oleh jalur lintas selatan pantai Jawa yang terletak beberapa kilometer di arah selatan. Terdapat jalan desa yang sebenarnya menghubungkan kedua sisi Kabupaten Garut ini, namun kondisinya masih berbatu dengan rute melewati hutan lindung dan gunung-gunung. Kondisi jalan propinsi dan Kabupaten di wilayah ini masih relatif baik, sementara jalan desa atau kecamatan banyak yang berupa jalan tanah atau batu yang dalam kondisi memperihatinkan karena sudah bertahun-tahun lamanya sejak jalan tersebut tidak diperbaiki. Buruknya kondisi jaringan jalan ini selain karena kondisi topografis Kabupaten Garut bagian Selatan yang memang berstruktur tanah yang rentan longsor bisa juga mengindikasikan ketertinggalan sektor perhubungan. Sektor ini merupakan urat nadi dari pengembangan suatu wilayah. Kondisi ini mempersulit aktivitas masyarakat dan mengurangi produktivitas dan pengiriman baik barang maupun pelayanan dari kota atau wilayah lain. Rendahnya akses ke pusat-pusat pertumbuhan mengakibatkan biaya transportasi menjadi lebih tinggi dibanding dengan nilai jual komoditas.
58
gbr 4.1 peta jaringan jalan
59
Dengan topografi yang bervariasi, Kabupaten Garut bagian Selatan memiliki guna lahan perkebunan dan hutan lindung yang dominan. Wilayah utara wilayah studi banyak diperuntukkan sebagai kawasan lindung. Batas bagian selatan wilayah studi ini adalah Samudera Hindia, dengan karakteristik daerah pesisir selatan pulau Jawa berupa topografi yang terjal, perairan dalam, pola arus yang dipengaruhi arus samudra hindia, dan vegetasi yang relatif tidak ada. Pantai umumnya berupa pantai karang, pantai jenis ini baik untuk produksi perikanan, namun kurang cocok untuk dijadikan pantai untuk berenang bagi para wisatawan.
Permukiman di Kabupaten Garut bagian Selatan berada terpencar-pencar sepanjang jalan utama, baik berupa jalan propinsi atau jalan kabupaten. Disamping itu masih terdapat pula perkampungan permukiman yang berjarak sangat jauh dari pusat kegiatan dengan jarak tempuh ke jalan raya bisa mencapai berjam-jam dengan menggunakan motor atau berjalan kaki. Ketiga kota-kecamatan di pusat pertumbuhan
memiliki
wilayah
permukiman
yang
tergolong
paling
luas
dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan di sekitarnya. Pola permukiman yang tersebar-sebar ini menjadikan rendahnya kesatuan masyarakat dalam berinteraksi, mengingat jauh dan lamanya jarak yang harus ditempuh antar permukiman. Sistem penggunaan sumber daya pada area hinterland ditentukan oleh pola permukiman, apakah
tersebar
atau
mengumpul.
Sistem
permukiman
yang
terpencar
menunjukkan kombinasi permukiman dari fungsi yang berbeda. Pada sistem permukiman yang mengumpul semua sistem permukiman yang berbeda ukuran dalam suatu wilayah terhubung secara fisik sehingga interaksi yang terjadi dapat terjadi secara lebih efektif dan efisien. Wilayah perdesaan dengan sistem permukiman yang lebih seimbang dan terintegrasi akan memiliki kesempatan lebih besar. Pola permukiman di Kabupaten Garut bagian Selatan menjadi salah satu hambatan dalam pengembangan wilayahnya, karena komunitas dan aktivitas produksi yang kurang terintegrasi sehingga tidak menimbulkan interaksi yang lebih antar penduduk dan market center-nya, bahkan dengan kota-kota pada hierarki diatasnya.
60
Gr 4.2 Peta guna lahan
61
Gambar 4.3 Kondisi Jaringan Jalan Tahun 2006
*Jalan Propinsi
4.1.2
**Jalan Kabupaten
Keterkaitan Ekonomi
Keterkaitan dalam sektor perekonomian mungkin merupakan keterkaitan yang paling mencolok dalam hubungan yang terjadi antara suatu desa dan kota. Keterkaitan ekonomi disini dilihat dari segi pemasarannya. Keterkaitan pemasaran merefleksikan sistem ekonomi pada suatu wilayah. Keterkaitan pemasaran berkaitan dengan aliran barang dari produksi ke konsumsi akhir melalui berbagai jalur pemasaran. Area perkotaan dalam suatu wilayah perdesaan berfungsi sebagai pertukaran barang yang diproduksi baik di wilayah perdesaan itu sendiri maupun yang berasal dari kota besar. Ketiga kota kecil ini berperan dalam pertukaran barang hasil-hasil produksi lokal yang mayoritas adalah produksi pertanian. Pertanian bukanlah sektor perekonomian satu-satunya di wilayah Garut bagian Selatan, namun sektor inilah yang menafkahi mayoritas penduduknya, seperti dapat dilihat pada tabel 4. Kebanyakan input-input pertanian yang merupakan sektor dominan perekonomian perdesaan datang dari lembaga di kota. Menurut Pradhan (2003), pasar utama produk-produk pertanian berada pada kawasan perkotaan. Kondisi ini secara nyata terjadi dalam hubungan antara pusat pertumbuhan di wilayah Garut bagian Selatan dengan wilayah sekitarnya, yaitu desa-desa di kecamatan-kecamatan hinterlandnya.
62
Tabel IV.1 Proporsi Tenaga Kerja di setiap bidang (%) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Kecamatan cisewu caringin talegong Bungbulang mekarmukti pamulihan pakenjeng cikelet Pameungpeuk cibalong cisompet peundeuy singajaya cihurip Cikajang banjarwangi
Pertanian 81.46 81.46 85.41 66.16 70.4 37.43 59.35 58.32 57.05 63.88 49.39 60.06 61.7 61.7 57.41 52.58
Perkebunan 0.49 0.49 0.57 0.35 3 23.13 5.52 5.63 0.39 15.01 6.18 0.94 2.02 2.02 3.4 1.5
Perdagangan 5.06 5.06 5.38 9.34 6.12 7.71 7.18 7.07 17.25 7.67 9.78 16.1 15.2 15.2 15.36 13.79
Jasa 4 4 2.67 11.15 7.9 15.97 11.79 6.11 16.77 6.04 11.61 8.69 8.1 8.1 13.92 5.47
Industri 0.8 0.8 0.69 2.78 1.23 7.65 1.66 4.62 4.51 3.23 4.61 8.75 4.83 4.83 3.31 4.42
Sumber : Pusat Penelitian dan Pengkajian Universitas Garut, 2005
Ekonomi sektoral Kabupaten Garut didominasi oleh sektor pertanian dan perdagangan baik partai besar atau eceran. Meski demikian, aktivitas ekonomi dominan bagian selatan Kabupaten Garut lebih berkutat pada sektor pertanian, seperti dapat dilihat pada tabel 4.3. Produksi-produksi pertanian tersebut umumnya dipergunakan untuk konsumsi pribadi dan sebagian juga dikirim keluar dari masingmasing kecamatan.
Tidak terdapat industri besar di Kabupaten Garut bagian Selatan, melainkan hanya sebatas industri rumah tangga yang tidak berkontribusi besar pada PDRB. Meski demikian industri-industri ini ternyata turut menyokong perekonomian masyarakat, seperti misalnya industri opak, dodol/wajit, gula/aren di Kecamatan Bungbulang, atau gula kelapa, mebeul, dan bata merah di Pameungpeuk. Setiap kecamatan mempunyai produk unggulannya masing-masing, dan seperti dengan pemasaran produk hasil pertanian, produk-produk ini selain untuk konsumsi pribadi yang tidak seberapa, dijual melalui pedagang dan bandar ke luar dari kecamatannya.
63
Tabel IV.2 Nilai LQ Berdasarkan PDRB Kabupaten Garut bagian Selatan Tahun 2002
KECAMATAN
Cikajang Banjarwangi Singajaya Cisompet Cihurip Cibalong Peundeuy Pameungpeuk Cikelet Cisewu Caringin Talegong Bungbulang Pakenjeng Pamulihan
pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan (1) 1.42 1.39 1.00 1.00 1.00 1.58 1.74 1.29 2.26 1.08 1.07 1.06 1.05 0.81 1.01
pertambangan dan penggalian (2) 0.14 0.74 0.57 3.95 0.57 1.71 0.64 1.43 0.40 0.52 0.51 0.42 2.02 0.26 0.53
industri pengolahan (3) 0.22 1.41 3.04 2.37 3.04 0.92 0.23 1.05 0.22 1.05 1.04 0.27 0.39 2.32 0.31
listrik, gas dan air bersih (4) 1.32 0.78 0.61 0.49 0.61 0.76 1.13 1.58 0.17 1.36 1.36 1.41 0.96 0.22 2.28
bangunan/ konstruksi (5) 0.05 0.25 0.13 6.04 0.13 1.25 0.42 0.60 0.35 0.20 0.20 0.38 0.59 2.79 0.71
Perdagangan hotel dan restoran (6) 0.65 1.28 1.56 1.55 1.56 1.08 0.81 1.52 0.21 0.82 0.82 0.89 1.10 1.26 0.12
angkutan dan komunikasi (7) 0.57 0.80 0.37 1.20 0.37 0.46 0.31 3.54 0.32 0.67 0.67 1.44 1.26 0.71 1.19
Sumber : Hasil Analisis LQ berdasarkan PDRB menurut lapangan usaha th 1999-2001 (atas dasar harga berlaku), Studio Perencanaan Wilayah ITB 2005
64
bank dan lembaga keuangan lainnya (8) 2.38 0.13 0.10 0.09 0.09 0.12 0.13 0.06 0.03 1.10 1.09 1.21 0.89 0.63 2.53
jasajasa (9) 0.49 1.60 1.66 1.32 1.66 1.39 2.04 1.42 0.49 0.89 0.89 1.38 0.97 0.59 2.85
Produk pertanian tanaman pangan merupakan salah satu produk sektor pertanian yang dominan di tiap kecamatan di Kabupaten Garut bagian Selatan. Distribusi hasil produksi tanaman pangan ini dilakukan oleh kolektor, baik tingkat perdesaan atau kecamatan yang disalurkan ke bandar yang berlokasi di kecamatan yang memiliki pasar harian. Sebagian kecil dari hasil produksi tersebut dialirkan lagi ke pasar lokal, sementara selebihnya disalurkan ke bandar utama yang berada di luar Kabupaten Garut bagian Selatan yaitu pasar Guntur Tarogong, atau langsung ke bandar besar di Bandung, Jakarta, Bekasi bahkan Batam. Kota kecil sebagai market center lebih berfungsi untuk pemenuhan/pembelian barang konsumsi penduduk sedangkan penjualan barang itu tidak terlalu memerlukan pasar.
Hanya terdapat dua pasar induk di wilayah Garut bagian Selatan, sisanya hanya berupa pasar-pasar harian di hampir setiap kecamatan. Kondisi dimana masih terdapat kecamatan yang tidak memiliki pasar ini menimbulkan keterkaitan dari segi perekonomian. Sebagai contohnya, pasar Cikajang banyak didatangi oleh pembeli dari Peundeuy dan Singajaya yang bertujuan untuk menjual lagi barang-barang tersebut baik pada pasar harian di daerahnya atau di warung-warung permukiman. Terdapat perbedaan hasil produksi masing-masing kecamatan juga menyebabkan terjadinya pula alur pertukaran barang dagangan, pedagang di kecamatan Pameungpeuk terkadang membeli sayur-sayuran dari Pasar Cikajang, dan sebaliknya menjual hasil produksi perikanan. Kegiatan perdagangan ini telah menimbulkan keterkaitan lintas wilayah pusat pertumbuhan.
4.1.3
Keterkaitan Mobilitas Penduduk
Mobilitas yang dimaksud disini adalah suatu aktivitas yang berkaitan dengan perpindahan tempat atau pergerakan yang dilakukan orang atau sekelompok orang untuk tujuan tertentu. penduduk
diartikan
Dari segi hukum pada PP No. 27 tahun 1994 mobilitas sebagai
gerak
keruangan
penduduk
melewati
batas
administrasi Daerah Tingkat II. Terdapat dua jenis mobilitas yaitu permanen dan temporal. Mobilitas penduduk yang sifatnya permanen menunjukkan jumlah penduduk di wilayah Kabupaten Garut bagian Selatan yang datang maupun pindah ke luar wilayah untuk kemudian menetap, sedangkan mobilitas non-permanen menunjukkan pergerakan ulang-alik (commuting) penduduk dari satu tempat ke tempat yang lain namun tidak menetap.
65
Tabel IV.3 Migrasi Penduduk Per Kecamatan Kabupaten Garut bagian Selatan Tahun 2004 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Kecamatan Singajaya Banjarwangi Peundeuy Pameungpeuk Cisompet Cikelet Cibalong Bungbulang Pakenjeng Cisewu Talegong
Jumlah penduduk 42131 53541 22118 35629 49695 36778 38048 55987 61534 30847 29574
Datang 0 0 0 3 0 0 0 0 0 0 0
Pindah 0 0 0 4 0 0 0 0 0 0 0
Sumber : Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Garut 2006
Tidak terdapat satupun data mengenai komuter pada wilayah studi. Ketiadaan data ini mengindikasikan dua hal: data yg tidak mewakili atau ketiadaan perilaku ulangalik masyarakat, baik karena rendahnya kemampuan masyarakat maupun ketiadaan alasan untuk melakukan perjalanan bolak-balik. Kendala dalam melakukan perjalanan bolak-balik adalah jarak dan waktu tempuh yang panjang dan waktu tempuh yg lama krn kondisi jalan yg buruk. Jarak untuk mencapai masing-masing kecamatan dapat dilihat pada tabel 4.4.
Keberadaan jalur lintas selatan yang mulai dioperasikan sejak sekitar akhir tahun 2004 telah membuka banyak keuntungan bagi aksesibilitas penduduk. Kedua kota pusat pertumbuhan yang terletak di selatan kini terhubungkan dengan jarak dan waktu tempuh yang lebih cepat. Sebelum berfungsinya lintas selatan besar jarak yang
harus
ditempuh
bagi
masyarakat
di
Bungbulang
untuk
mencapai
Pameungpeuk dan sebaliknya mencapai ratusan kilometer. Hal ini disebabkan hanya ada satu buah jalan yang mengakibatkan masyarakat harus memutar ke arah utara terlebih dahulu, yaitu melewati Cikajang, baru bisa tiba di sisi lain dari Kabupaten Garut bagian Selatan. Perbedaan jarak yang diperkecil oleh ketersediaan lintas selatan ini mencapai puluhan kilometer, dan mempersingkat waktu dari sekitar 5 jam menjadi sekitar 2 jam dengan menggunakan kendaraan bermotor.
Meski
hal
ini
bisa
membuka
kesempatan-kesempatan
untuk
mengembangkan potensi lokal terutama pada wilayah barat Kabupaten Garut
66
bagian Selatan, namun belum ada data terbaru mengenai hasil dari pengurangan hambatan fisik ini.
Tabel IV.4 Jarak Antar Ibukota Kecamatan di Kabupaten Garut (Km) No
Kecamatan
1
3
3
Garut Kota Tarogong Kidul Tarogong Kaler
4
4
-
29
55
60
67
96
67
94
98
78
109
62
52
149
4
Cikajang
26
27
29
-
24
32
39
58
39
67
70
50
83
35
25
123
5
Banjarwangi
50
51
55
24
-
8
6
Singajaya
57
58
60
32
7
peundeuy
64
65
67
39
8
Pameungpeuk
84
85
96
58
9
Cisompet
65
66
67
10
Cikelet
93
94
94
11
Cibalong
96
97
12
Bungbulang
75
76
13
Cisewu
106
14
Pakenjeng
61
15
Pamulihan
16
Talegong Nomor Kec.
2
1 -
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
3
4
26
50
57
64
84
65
93
96
75
106
61
51
146
4
27
51
58
65
85
66
94
97
76
107
62
52
147
-
15
82
63
91
94
74
107
59
49
147
-
7
88
64
92
100
82
115
60
50
155
15
7
-
95
71
99
107
89
122
67
57
162
82
88
95
-
20
9
12
120
141
36
86
181
39
63
64
71
20
-
28
32
89
122
77
67
162
67
91
92
99
9
28
-
21
117
150
105
95
190
98
70
94
100
107
12
32
21
-
132
153
108
98
193
78
50
74
82
89
120
89
117
132
-
33
49
39
73
107
109
83
107
115
122
141
122
150
153
33
-
82
72
40
62
62
35
59
60
67
36
77
105
108
49
82
-
24
122
51
52
52
25
49
50
57
86
67
95
98
39
72
24
-
112
146
147
149
123
147
155
162
181
162
190
193
73
40
122
112
-
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Garut Kota
Trg Kidul
Trg Kaler
Cikajang
Banjarwangi
Singajaya
peundeuy
Pameungpeuk
Cisompet
Cikelet
Cibalong
Bungbulang
Cisewu
Pakenjeng
Pamulihan
Talegong
8
Sumber : BPS Kabupaten Garut 2004
Keberadaan angkutan perdesaan (umumnya adalah jenis kendaraan yg disebut elf) juga berpengaruh terhadap tingkat pergerakan dan mobilitas masyarakat, terlebih lagi untuk daerah dengan kontur dan jarak yang sulit ditempuh oleh kendaraan tidak bermotor. Minimnya jumlah angkutan mengurangi frekuensi kendaraan pergerakan masyarakat. Untuk mobilitas penduduk yang sifatnya non-permanen, pergerakan yang terjadi tidak dapat terdeteksi secara kuantitatif, lebih banyak disimpulkan dari hasil pengamatan dan wawancara. Pergerakan ulang-alik yang terjadi di internal wilayah lebih banyak terjadi secara harian dengan frekuensi yang relatif rendah.
67
Tabel IV.5 Jumlah Angkutan Antar Kecamatan yang Beroperasi Menurut Jurusan/Trayek Tahun 2004 Target Menurut Perda
Jurusan/trayek
Kendaraan yang Beroperasi 55 60 40 50 60 60 50 25 10 10 5 5 5
Garut-Pameungpeuk-cikelet Garut-Pameungpeuk Garut-Miramare Garut-Cimari Garut-Singajaya Garut-Bungbulang Garut-Cikajang Garut-singajaya-miramare Garut-Bungbulang-cisewu Garut-Bungbulang-rancabuaya Garut-Bungbulang-tanjungjaya Garut-Bungbulang-cijayana Garut-singajaya-pangrumasan
27 48 9 20 49 60 50 15 3 5 2 1 2
Sumber : Dinas Perhubungan Kab. Garut
Rendahnya ketersediaan angkutan, jauhnya jarak tempuh, serta lamanya waktu yang dibutuhkan untuk berinteraksi antar kecamatan mengakibatkan rendahnya mobilitas penduduk antar kecamatan di wilayah Kabupaten Garut bagian Selatan, baik secara permanen maupun non-permanen.
4.1.4
Keterkaitan Interaksi Sosial
Menurut indikator Rondinelli, keterkaitan interaksi sosial terjadi dalam bentuk pola kunjungan, pola kekeluargaan, ritual dan aktivitas religius, dan Interaksi kelompok sosial. Interaksi yang terjadi pada ketiga kecamatan ini dengan wilayah sekitarnya boleh dikatakan sangat minim. Hal ini didasari oleh ketiadaan alasan yang menyebabkan
kunjungan
yang
menentu
antar
penduduk.
Terpencarnya
permukiman pun turut mengindikasikan rendahnya keterkaitan interaksi sosial antar penduduk di wilayah Garut bagian Selatan. Jalinan kekeluargaan memang terjadi, namun tidak terdapat pola kunjungan tertentu, karena warga yang memiliki hubungan persaudaraan di kota/kecamatan yang berbeda saling berkunjung tanpa terjadwal atau pada waktu-waktu rutin. Interaksi yang terjadi hanya sekedar interaksi-interaksi bermotif ekonomi dan kebutuhan pelayanan. Interaksi bermotif ekonomi berupa kegiatan-kegiatan jual beli yang dilakukan pada ketiga pusat pertumbuhan, ataupun kegiatan bekerja. Terdapat interaksi dalam motif mencari
68
mata pencaharian dalam lingkup wilayah Garut bagian Selatan. Meski demikian pekerjaan yang dilakukan sebenarnya tidak jauh berbeda dengan pekerjaan yang dilakukan penduduk di tempat asalnya. Motif pelayanan terjadi saat penduduk menggunakan pelayanan diluar wilayah tempat tinggalnya. Hal ini mengindikasikan bahwa kota pusat pertumbuhan ini dikunjungi atas tujuan mencari pelayanan dan ekonomi. Pradhan (2003) mengatakan dalam hubungan desa kota banyak pekerja dari perdesaan mencari pekerjaan di kota sehingga mengurangi kebutuhan pekerja perdesaan.
4.1.5
Keterkaitan Penyediaan Pelayanan
Salah satu faktor yang membedakan suatu kawasan perkotaan dengan desa atau perdesaan adalah dari segi penyediaan pelayanannya. Keterkaitan penyediaan pelayanan dapat dijabarkan melalui sistem penyediaan pendidikan, kesehatan, sistem
transportasi
dan
komunikasi,
serta
jaringan
kredit
dan
finansial.
Ketersediaan pelayanan ini memberikan dukungan terhadap keterkaitan sosial dan ekonomi. Keterkaitan teknologi dapat dilihat dari segi jaringan telekomunikasi, ketersediaan air, sistem pengairan, alur energi dan irigasi. Komponen-komponen teknologi ini berkaitan erat dengan peningkatan produksi pada daerah kota dan desa. Keberadaan keterkaitan teknologi yang terjadi sangat erat dengan keberadaan penyediaan pelayanan. Hal ini terjadi karena teknologi yang berperan besar dan berlingkup luas untuk kasus Kabupaten Garut bagian Selatan adalah energi listrik dan telekomunikasi, dimana keduanya juga merupakan salah satu bentuk pelayanan umum.
•
Kesehatan
Ketersediaan pelayanan kesehatan merupakan salah satu kebutuhan mendasar bagi
masyarakat, dan harus dapat diakses oleh semua manusia. Banyak dari
pelayanan sosial dan kesehatan yang melayani kebutuhan dasar manusia di perdesaan disalurkan dari perkotaan (Pradhan, 2003). Pelayanan dari fasilitasfasilitas ini tidak terbatas hanya untuk suatu batas administratif atau wilayah tertentu. Untuk wilayah Kabupaten Garut bagian Selatan keberadaan fasilitas kesehatan hanya sebatas puskesmas saja. Belum ada rumah sakit khusus untuk melayani wilayah ini, sehingga untuk melayani penyakit yang tak teratasi oleh
69
puskesmas penduduk harus ke rumah sakit di Kota Garut. Ketiga pusat pertumbuhan memiliki fasilitas lebih daripada wilayah sekitarnya yaitu dengan keberadaan puskesmas dengan fasilitas rawat inap. Hal ini menyebabkan ketiga pusat pertumbuhan ini menjadi rujukan pertama dalam pelayanan fasilitas kesehatan untuk wilayah sekitarnya.
Tabel IV.6 Jumlah Fasilitas Kesehatan di Kabupaten Garut bagian Selatan Tahun 2003
No
Puskesmas
Kecamatan
Balai Pengobatan
BKIA
Toko Obat
Apotek
dokter
Lengkap
Pembantu
Keliling
Cikelet
2
5
0
2
2
0
0
2
0
2
Pameungpeuk
1
4
1
3
1
7
0
4
0
3
Cibalong
1
4
0
1
1
0
0
2
0
4
Cisompet
1
8
0
6
1
3
0
0
0
5
Peundeuy
1
3
1
3
1
0
0
2
0
Singajaya
1
2
0
3
1
0
0
1
0
7
Cihurip
1
2
0
1
1
0
0
0
0
8
Cikajang
1
2
2
11
1
7
3
4
0
9
Banjarwangi
1
3
0
4
1
0
0
0
0
10
Cisewu
1
2
1
4
1
0
0
1
0
Caringin
1
1
0
3
1
0
0
0
0
12
Talegong
1
4
0
1
1
0
0
0
0
13
Bungbulang
1
5
1
15
1
1
0
2
1
14
Mekarmukti
1
3
0
0
1
0
0
0
0
15
Pamulihan
2
1
1
2
2
3
0
1
0
Pakenjeng
1
7
1
1
1
0
0
1
0
1
6
11
16
umum
Sumber : BPS Kabupaten Garut 2004
70
gigi
•
Pendidikan
Pendidikan berperan pada peningkatan kualitas SDM serta pada taraf hidup masyarakat. Setiap kecamatan sudah memiliki sarana pendidikan hingga tingkat SMA dengan jumlah yang berbeda-beda. Pelayanan pendidikan tersebut tersebar merata di setiap kecamatan terutamanya untuk pendidikan dasar (SD dan SMP), sedangkan untuk pendidikan menengah tidak semua kecamatan dilayani Dari sisi kemudahan untuk menjangkau lokasi rata-rata berada pada kondisi mudah dijangkau sebagaimana yang dapat dilihat pada Tabel 4.8.
Menurut pihak ketiga pusat pertumbuhan, sarana pendidikan di kecamatan Cikajang dan Pameungpeuk seringkali digunakan oleh penduduk yang tinggal di luar kecamatannya disebabkan faktor lokasi yang berdekatan dan kualitas pendidikan yang konon lebih bagus. Hal yang sama juga terjadi dalam hubungan Bungbulang dengan kecamatan-kecamatan sekitarnya. Hal ini mengindikasikan terdapat keterkaitan dari segi pelayanan pendidikan antara pusat pertumbuhan dan wilayah sekitarnya. Hal ini sesuai dengan data yang terdapat di instansi pusat mengenai banyaknya jumlah dan kualifikasi pelayanan pendidikan.
71
Tabel IV.7 Jumlah Desa Terpencil dan tingkat kesulitan ke sekolah Tahun 2005/2006
No.
Kecamatan
(1)
(2)
1 Banjarwangi 2 Bungbulang 3 Caringin 4 Cibalong 5 Cihurip 6 Cikajang 7 Cikelet 8 Cisewu 9 Cisompet 10 Mekarmukti 11 Pakenjeng 12 Pameungpeuk 13 Pamulihan 14 Pendeuy 15 Singajaya 16 Talegong Jumlah Sumber : www.garut.go.id Catatan:
Desa
Desa
Seluruhnya
Terpencil
(3)
(4)
11 11 5 9 4 11 7 6 11 4 12 7 5 6 9 7 125
5 6 5 5 3 1 4 8 6 2 9 3 2 3 3 65
Tingkat kesulitan ke SD+MI Sulit Mudah Sulit Sekali 1) 2) 3) (5) (6) (7) 25 33 10 22 8 36 29 16 33 7 25 12 21 18 23 16 334
10 15 7 8 4 5 10 8 12 3 6 3 4 6 6 6 113
4 6 5 4 2 3 5 4 7 2 3 2 3 4 4 4 62
1) Lajur ini diisi dengan jumlah sekolah yang mudah dijangkau 2) Lajur ini diisi dengan jumlah sekolah yang sulit dijangkau 3) Lajur ini diisi dengan jumlah sekolah yang sangat sulit dijangkau
72
Tingkat kesulitan keSMP+MTs Sulit Mudah Sulit Sekali 1) 2) 3) (8) (9) (10) 2 7 3 1 2 6 3 3 2 1 5 7 3 4 3 5 57
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
0
Tingkat kesulitan ke SM + MA Mudah 1)
Sulit 2)
Sulit Sekali 3)
(11)
(12)
(13)
0
0
1 5 0 0 0 2 2 3 1 0 2 5 0 2 2 2 27
•
Perdagangan
Fasilitas untuk pelayanan perdagangan antara lain berupa keberadaan pasar sebagai tempat transaksi jual beli. Untuk kawasan Kabupaten Garut bagian Selatan hanya terdapat 2 pasar yang masing-masing terletak pada kecamatan Cikajang dan Pameungpeuk. Kecamatan-kecamatan lain hanya memiliki hari pasar, dengan pedagang yang umumnya sama. Berdasarkan hasil wawancara kepada kepala pasar Bungbulang, pelaku-pelaku pasar untuk wilayah Bungbulang dan sekitarnya kebanyakan adalah warga Bungbulang yang berpindah-pindah ke berbagai kecamatan sekitarnya sesuai hari pasar yang dimiliki masing-masing kecamatan. Pedagang-pedagang tersebut membeli barang dagangannya langsung dari Garut Kota dan Bandung, menggunakan mobil-mobil box dan angkutan umum dengan bantuan para bandar. Para bandar ini merupakan pedagang-pedagang besar yang berdomisili baik di Bandung dan memang orang asli Bungbulang. Untuk pedagang di Pameungpeuk dan Cikajang selain datang dari penduduk asli, banyak pula yang datang dari Garut Kota bahkan kabupaten lain yaitu Tasikmalaya.
Barang-barang yang dijual di pasar-pasar ini merupakan barang-barang kebutuhan sehari-hari, tekstil, hingga perhiasan. Untuk bahan makanan dan perabotan barang yang dijual berasal dari Garut kota, tekstil berasal dari Bandung, dan beberapa barang jadi justru datang dari Jakarta.
Gambar 4.4 Suasana Sehari-hari Pasar Kabupaten Garut bagian Selatan
73
•
Energi
Bentuk energi yang paling utama adalah listrik. Untuk wilayah Garut bagian Selatan penyediaan listrik nyaris secara keseluruhan dilakukan oleh PLN, karena memang masih terdapat beberapa kampung di beberapa desa dan kecamatan yang belum dialiri aliran listrik. Sistem penyediaan listrik oleh PLN ini berupa jaringan-jaringan, dengan keberadaan gardu-gardu induk. Untuk wilayah Kabupaten Garut bagian Selatan terdapat Gardu induk yang berada di Kecamatan Pameungpeuk dan Pamulihan. Pelayanan listrik di wilayah Garut Selatan dilayani oleh wilayah kerja ranting Cikajang. Sistem distribusi jaringan ini diatur sedemikian rupa oleh PT. PLN APJ Garut yang terletak di Garut Kota. Pelayanan energi berupa pemasangan dan perawatan yang diatur oleh pusat ini mengakibatkan keterkaitan dalam pelayanan energi hanya berupa dari segi teknis dan lokasi saja. Untuk sistem pembayaran sudah dilakukan di kecamatan masing-masing, dan masyarakat tinggal menikmati keberadaan listrik saja. Dari sisi energi listrik ini, keterkaitan teknologi yang muncul sifatnya lintas wilayah cakupan. Semua kecamatan yang berada dalam lingkup Kabupaten Garut bagian Selatan tidak terikat secara spasial dengan ketiga pusat pertumbuhan yang ada, yaitu Kecamatan Cikajang, Kecamatan Pameungpeuk, dan Kecamatan Bungbulang. Keterkaitan yang terjadi justru dengan sumber energi listrik. Tabel IV.8 Cakupan Pelayanan Gardu Induk Kabupaten Garut Bagian Selatan Tahun 2005 GARDU INDUK
WILAYAH CAKUPAN
Gardu Induk (GI) Santosa
-
Kec. Talegong
Gardu Induk (GI) Pameungpeuk
-
Kec. Cikelet Kec. Caringin Kec. Cisewu Kec. Pameungpeuk Kec. Cikalong Kec. Peundeuy Kec. Cisompet
Gardu Induk (GI) Sumadra
-
Kec. Singajaya Kec. Cikajang Kec. Cisurupan Kec. Banjarwangi Kec. Pakenjeng Kec. Pamulihan Kec. Bungbulang Kec. Caringin Kec. Cisewu
Sumber : PT. PLN, 2005
74
•
Perhubungan
Keberadaan sarana perhubungan merupakan pendukung perkembangan wilayah dalam rangka memudahkan mobilitas dan interaksi penduduk. Adanya terminal mengindikasikan keberadaan rute angkutan yang rutin melewati daerah tersebut. Keberadaan terminal di ketiga pusat pelayanan mengindikasikan perannya terhadap kondisi perhubungan wilayahnya.
Tabel IV.9 Keberadaan Fasilitas Perhubungan Kabupaten Garut bagian Selatan
Kecamatan
Sub Terminal BUS NON-BUS
Pameungpeuk
1
1
Singajaya
1
1
Cikajang
1
1
Bungbulang
1
1
Sumber : BPS Kabupaten Garut 2004
Seperti terlihat pada tabel 4.9, ketiga pusat pertumbuhan memiliki sub terminal baik bus maupun non-bus. Satu terminal lainnya terdapat di kecamatan Singajaya yang melayani wilayah timur laut Kabupaten Garut bagian Selatan. Untuk wilayah barat daya dari Kabupaten Garut bagian Selatan dilayani oleh terminal di Kecamatan Bungbulang, dan untuk di tenggara dilayani terminal di Pameungpeuk. Masih terdapat kecamatan yang belum terjangkau oleh angkutan umum yaitu kecamatan Talegong yang terletak paling barat laut Kabupaten Garut bagian Selatan, dan dari segi jarak justru lebih dekat dengan kecamatan di Kabupaten Bandung.
75
Gambar 4.5 Keterkaitan Sarana Perhubungan antar Kecamatan Kabupaten Garut bagian Selatan
Kabupaten Garut bagian Utara
Kabupaten Bandung
Cikajang Cihurip
Singajaya
Peundeuy
Talegong Banjarwangi Cisewu
Cibalong Pakenjeng Bungbulang
Pameungpeuk
Cisompet
Pamulihan
Cikelet Caringin Antar terminal Rute angkutan Ketiadaan angkutan / menggunakan ojek
Mekarmukti
•
Telekomunikasi
Berdasarkan penelitian Rural Urban Partnership Programme (RUPP) yang dilakukan oleh UNDP dan UNHCS pada tahun 1998 di Nepal, Faktor penting dalam interaksi antara kota dan hinterland-nya yaitu kebutuhan akan sarana transportasi dan komunikasi, begitu pula dengan delivery system pelayanan atas urban-based functions. Kedua komponen ini mempunyai peran paling penting dalam menimbulkan keterkaitan yang efektif antara market-town dan hinterland-nya. Sarana-prasarana juga merupakan salah satu dari keenam indikator suatu wilayah tertinggal yang dikemukakan oleh kementrian percepatan pembangunan kawasan tertinggal.
76
Sarana komunikasi yang paling umum digunakan adalah pos dan telepon. Pada bagian selatan kabupaten Garut belum semua desa dan kecamatan terlalui jaringan telekomunikasi, jikapun ada kebanyakan jaringan ini hanya menjangkau ibukota kecamatan saja. Di bagian selatan Kabupaten baru terdapat beberapa kecamatan yang memiliki jaringan telepon. Pada tahun 2004 hanya kecamatan Cikajang, Cisompet, dan Pameungpeuk yang sudah dilalui jaringan telepon, namun pada tahun 2005 jaringan tersebut sudah mencakupi wilayah barat
Kabupaten
Garut bagian Selatan yaitu pada kecamatan Bungbulang. Meski demikian jaringan ini hanya dapat dinikmati oleh segelintir penduduk yang tinggal di ibukota kecamatan saja. Sebelumnya kecamatan ini hanya mengandalkan telepon satelit atau pos untuk bisa berkomunikasi dengan wilayah diluarnya.
Kondisi ini terjadi disebabkan oleh beratnya medan yang mengakibatkan mahalnya biaya
yang
harus
dikeluarkan
untuk
pembuatan
jaringan,
terlebih
lagi
perawatannya. Desa-desa di Kabupaten Garut bagian Selatan memiliki letak yang berpencaran dan melalui banyak hambatan fisik seperti dan daerah rawan bencana. Kondisi ini akan tidak menguntungkan bagi PT. Telkom karena sedikitnya pengguna di masing-masing lokasi yang berjauhan, terlebih lagi mengingat rentannya terjadi longsor yang terkenal sering memutuskan jaringan jalan.
Alternatif lain dalam jaringan telekomunikasi ini yaitu jasa telekomunikasi selular yang dikelola oleh swasta. Terdapat beberapa BTS atau pemancar oleh beberapa provider telepon genggam yang terpencar-pencar di beberapa kecamatan. Jasa telekomunikasi seluler ini sudah mencakupi seluruh kecamatan yang dilalui sepanjang jalan propinsi di Kabupaten Garut bagian Selatan di sebelah timur, yaitu jalan Cikajang-Pameungpeuk, meskipun kekuatan sinyalnya masih bervariasi dan hanya sepanjang jalan besar tersebut saja. Untuk jalur Cikajang-Bungbulang masih terdapat beberapa blank-spot, atau daerah yang tidak mendapatkan sinyal telekomunikasi seluler. Sulitnya jaringan telekomunikasi telepon ini membuat masyarakat harus mengandalkan media-media seperti surat kabar, pos, atau bahkan pergi ke kota terdekat untuk mendapatkan atau menyalurkan informasi, dalam hal ini yaitu kota-kecamatan Cikajang, Pameungpeuk, Bungbulang, dan Cisompet.
77
Tabel IV.10 Jumlah Pelanggan dan Panjang Jaringan Kabel Tersambung PT.Telkom Kabupaten Garut Tahun 2001-2004 2000
2001 Jaring an Kabel (SST)
Jumlah Pelangg an
2003 Jaring an Kabel (SST)
Jumlah Pelangg an
2004 Jaring an Kabel (SST)
Jumlah Pelangg an
Jaring an Kabel (SST)
N O
Cakupan Pelayanan
Jumlah Pelangg an
1
Garut
13816
480
13901
295
14215
404
14618
450
17052
76
2
Cibatu
1759
70
1758
7
1788
37
1860
95
2104
20
3
Cikajang
1296
72
1291
9
1341
42
1484
57
2044
27
4
Cisompet
193
20
192
7
198
26
209
40
224
0
5
Pameungpeuk
908
17
900
0
900
37
969
83
1226
0
6
Wanaraja
2867
163
2961
63
3139
30
3319
44
4267
195
7
Kadungoro
2780
304
2760
142
3014
171
3180
179
3618
8
8
Limbangan
1283
85
1303
123
1343
108
1388
92
1592
45
9
Malangbong
832
315
839
216
918
124
931
57
1441
43
25925
862
26856
979
27958
1097
33568
414
TOTAL
25734 1526 Sumber: www.garut.go.id, 2006
Jumlah Pelangg an
2002 Jaring an Kabel (SST)
Ketersediaan atau keterbatasan prasarana dan sarana komunikasi, transportasi, kesehatan, pendidikan dan pelayanan lainnya menyebabkan masyarakat di daerah tertinggal mengalami kesulitan untuk melakukan aktivitas ekonomi dan sosial. Fasilitas pelayanan, yang ada di Kabupaten Garut ini masih kurang baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Dengan minimnya fasilitas pelayanan ini tetap terjadi keterkaitan antara pusat pertumbuhan dan wilayah hinterland di Kabupaten Garut bagian Selatan. Dengan keberadaan fasilitas pelayanan yang minim di wilayah tertinggal ini tetap terjadi demand atas fasilitas pelayanan yang mengakibatkan perpindahan interaksi masyarakatnya untuk mendapatkan atau mencari kualitas pelayanan yang lebih baik.
78
Gambar 4.6 Keterkaitan Penyediaan Pelayanan Pendidikan, Kesehatan, Perhubungan dan Perdagangan Kabupaten Garut bagian Selatan
4.1.6
Keterkaitan Politik, Administratif Dan Fungsional
Dari semua keterkaitan yang dilihat, perlu juga diperhatikan mengenai keterkaitan struktural wilayah Kabupaten Garut bagian Selatan dengan kota Garut sebagai ibukota kabupaten dan kota-kota dengan hierarki administratif dan fungsional yang lebih tinggi. Keterkaitan ini diidentifikasikan melalui review terhadap tupoksi keberadaan organisasi pemerintah yang mengelola potensi masing-masing kecamatan serta hubungan antara organisasi-organisasi tersebut.
Keterkaitan antar pusat terjadi karena fungsi pemerintah, pelayanan dan sumber daya terbagi-bagi antar organisasi dan yurisdiksi. Keterkaitan ini juga berperan sebagai saluran dukungan politik dan otoritas untuk mengambil aktivitas yang esensial bagi pengembangan wilayah. Kesemua kecamatan ini memiliki hierarki yang sejajar dalam struktur pemerintahan Kabupaten Garut, yang membedakannya hanyalah dari sisi pendanaan. Setiap kecamatan mempunyai skala prioritas tersendiri sesuai dengan kebutuhan pengelolaan dan pengembangannya. Terdapat program-program bantuan khusus seperti PPK, namun pemberian program ini dilihat berdasarkan karakteristik kecamatan itu sendiri. Untuk ketiga pusat pelayanan meskipun terdapat dokumen resmi yang menyatakan bahwa ketiganya memiliki orde yang lebih tinggi dari kecamatan sekitarnya namun tidak terdapat
79
pembedaan dalam perlakuan dari pemerintah Kabupaten. Kantor Kecamatan dan atau kelurahan berfungsi sebagai pelaksana pemerintahan daerah, berdasarkan lingkup wilayahnya terutama penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis di bidang ekonomi, pembangunan dan kemasyarakatan. Satu hal yang menarik dari posisi ketiga pusat pertumbuhan adalah bagaimana kecamatan-kecamatan sekitarnya menganggap kecamatan ini sebagai suatu kecamatan yang berkedudukan lebih tinggi dan berfungsi menaungi kecamatan sekitarnya. Pada kasus kecamatan-kecamatan di sekitar Bungbulang, aktivitas di sekitar wilayah ini dikatakan melalui pusat pertumbuhan ini terlebih dahulu. Kata ini mencerminkan bagaimana semua interaksi ataupun aktivitas masyarakat yang berlaku lintas kecamatan memang melewati Bungbulang. Hal ini disebabkan letak Bungbulang yang harus dilalui oleh kecamatan-kecamatan yang terletak di Barat daya jika ingin ke pusat dengan hiereraki diatasnya, yaitu Garut Kota. Sulitnya hubungan wilayah-wilayah kecamatan tersebut dengan wilayah lain, baik di Kabupaten Garut bagian utara, luar Kabupaten Garut, maupun kecamatan lain di Kabupaten Garut bagian Selatan itu sendiri itulah yang meimbulkan rasa keterkaitan.
Kecamatan-kecamatan
hinterland
Bungbulang
ini
antara
lain
Kecamatan Caringin, Mekarmukti, Cisewu, Pakenjeng, dan Talegong. Serupa dengan kasus Bungbulang dan Kecamatan sekitarnya, meskipun tidak ada kekuatan dari sisi administratif dan fungsional, ketiga pusat pertumbuhan ini memiliki peran moril bagi kecamatan sekitarnya. Terdapat rasa kesadaran sebagai wilayah tertinggal pada penduduk Kabupaten Garut bagian Selatan. Hal ini terlihat selain dari maraknya tuntutan peningkatan pelayanan dan pengembangan bagian selatan Kabupaten Garut, hingga sampai ke bentuk ekstrim yaitu pemecahan Kabupaten Garut bagian Selatan dari Kabupaten Garut. Seperti Bungbulang yang menjadi
induk
dari
aspirasi-aspirasi
penduduk
kecamatan
sekitarnya,
Pameungpeuk juga mengalami hal yang sama. Dibanding wilayah sekitarnya, kecamatan Pameungpeuk memang sebuah kutub perkembangan yang
cukup
maju baik dari segi ketersediaan pelayanan maupun kesejahteraan masyarakatnya. Pameungpeuk merupakan penampung aspirasi dari kecamatan Cikelet, Cibalong, dan Cisompet. Sementara itu kecamatan Cikajang lebiih dekat hubungannya dengan kecamatan Banjarwangi, Cihurip, Singajaya, Peundeuy dan Pamulihan. Tidak seperti wilayah barat daya yang karena beratnya medan dan sulitnya akses
80
yang menjadikan masyarakatnya merasa sebagai kesatuan, wilayah timur memiliki akses yang cukup baik. Pengaruh Pameungpeuk dan Cikajang bisa dikatakan sama besar bagi kecamatan yang terletak persis diantara kedua pusat pertumbuhan ini. Masyarakat di Cisompet, sebagai contohnya, tinggal memilih harus melakukan kegiatan ekonomi, atau mencari fasilitas ke dua kecamatan ini. Luas pengaruh pusat pertumbuhan ini tidak dapat dikalkulasikan secara tepat dalam penelitian ini.
4.2
Keterkaitan eksternal Kabupaten Garut bagian Selatan
Jenis keterkaitan ini dibahas melalui pembandingan dengan wilayah-wilayah lain di luar Kabupaten Garut bagian Selatan, yaitu Kabupaten Garut secara keseluruhan, Kabupaten-kabupaten lain di Jawa Barat, dan kota-kota lain di luar Kabupaten Garut. Seperti pula keterkaitan internal, keterkaitan eksternal ini juga akan dibahas menurut indikator keterkaitan dari Rondinelli.
4.2.1
Keterkaitan Fisik
Akses untuk mencapai wilayah selatan Kabupaten Garut ini dapat dicapai melalui beberapa jalur. Jalur pertama yaitu melalui jalan propinsi yang melewati kecamatan Cikajang, jalur lainnya yaitu dengan menggunakan lintas selatan Jawa Barat. Alternatif lain yaitu melalui wilayah Pengalengan di Kabupaten Bandung melalui Kecamatan Talegong yang letaknya di ujung paling barat wilayah studi. Saat ini jalur yang paling banyak dilalui adalah jalur yang pertama, hal ini disebabkan antara lain karena kondisi dan kapasitas jalan yang lebih baik daripada jalur lainnya. Jalur utama untuk mencapai kabupaten Garut adalah melalui jalan raya nagrek. Jalan raya Nagrek berstatus jalan nasional, dan keberadaannya menghubungkan beberapa kabupaten antara lain Tasikmalaya, Garut, dan Ciamis. Jalur inilah yang akhirnya terhubung dengan jalan propinsi yang melalui kecamatan Cikajang. Rute jalan antara Kecamatan Talegong-Kabupaten Bandung berstatus jalan kabupaten, namun dengan guna lahan hutan lindung yang dominan, serta kemiringan lahan yang besar, rute ini menjadi cukup berbahaya untuk ditempuh. Jalur lintas selatan yang berstatus jalan propinsi juga berfungsi menghubungkan antar kabupaten, namun hingga tulisan ini dibuat jalur ini belum selesai sepenuhnya. Untuk kedepannya jalur lintas selatan diharapkan dapat membangkitkan perekonomian
81
wilayah selatan Jawa Barat namun ambisi ini kemungkinan akan terhambat oleh buruknya kondisi jalan yang bergelombang.
Kesemua hal ini menjadikan rute
Cikajang-Garut Kota-Nagreg menjadi rute utama yang yang menghubungkan bagian selatan Kabupaten Garut ke wilayah/kota lain. Guna lahan dominan di Kabupaten Garut bagian Selatan adalah hutan lindung dan perkebunan. Jawa Barat Selatan memiliki hampir 80% dari hutan lindung yang ditetapkan untuk seluruh wilayah propinsi Jawa Barat., dimana fungsi lindung adalah sebesar 40% dari keseluruhan penggunaan lahan. Luas kawasan hutan di Kabupaten Garut pada tahun 2004 sebesar 107.865 Ha (35% dari luas Kabupaten Garut). Luas tersebut terdiri dari Hutan Lindung: 75.572 (70,06%), Hutan Konservasi: 26.727 Ha (24,77%), Hutan Produksi Terbatas (HPT): 5.400 Ha (5,02%),
dan
Hutan
Produksi
1.66
Ha
(0,15%).
Terkait
dengan
fungsi
lindung/konservasi untuk wilayah Kabupaten Garut bagian Selatan ini, terdapat beberapa kawasan yang secara nasional ditetapkan sebagai kawasan cagar alam, yaitu Leuweung Sancang, Papandayan, Kawah Kamojang, Galunggung dan Guntur. Selain itu terdapat pula kawasan perlindungan plasma nutfah di Cimapang Rancabuaya. Keberadaan jalan berperan penting dalam pengintegrasian keruangan aktivitas manusia. Dalam pandangan ini jaringan transportasi merupakan hal yang paling penting dalam keterkaitan karena menghubungkan area produksi ke pusat distribusinya. Kondisi dimana hanya ada satu jalan utama yang menghubungkan wilayah selatan kabupaten garut ini dengan wilayah sekitarnya menjadikan rendahnya tingkat aksesibilitas, dan rendahnya daya tarik investasi dari luar. Besarnya fungsi lindung juga menimbulkan keterbatasan fisik dan timbulnya pandangan bahwa wilayah selatan Kabupaten Garut ini semata-mata terdiri atas daerah perhutanan saja dengan tingkat aktivitas yang rendah.
82
Gbr 4.7 Peta Jaringan jalan Jawa Barat Bagian Selatan
83
4.2.2
Keterkaitan Ekonomi
Terkait dengan konsep pengembangan propinsi Jawa Barat, Kabupaten Garut berfungsi sebagai wilayah penunjang perekonomian wilayah utama di sebelah utaranya. Wilayah utama adalah wilayah dengan aglomerasi kegiatan ekonomi utama di bagian utara, yang pengembangannya cenderung membentuk koridor yang membentang dari barat ke timur. Fungsi wilayah ini adalah sebagai motor penggerak utama perekonomian Jawa Barat, dan sebagai pemacu dan pusat pertumbuhan wilayah belakangnya (hinterland). Dalam lingkup Kabupaten garut, terjadi kekontrasan antara majunya perekonomian utara dan rendahnya perekonomian bagian selatan. Hal ini dilihat dari rendahnya PDRB maupun PAD yang dihasilkan Garut Selatan yang wilayahnya mencapai lebih dari 60% keseluruhan wilayah kabupaten. Hubungan ekonomi dengan wilayah di luar Kabupaten Garut bagian Selatan terjadi dalam bentuk penjualan barangbarang hasil produksi wilayah setempat. Sebaliknya, terjadi pula pembelian barangbarang kebutuhan sehari-hari yang tidak diproduksi. Barang-barang yang banyak di bawa masuk berupa tekstil, barang-barang rumah tangga seperti ember dan panci, serta bahan makanan yang tidak diproduksi di Kabupaten Garut bagian Selatan seperti ayam buras. Barang-barang ini dibeli melalui pedagang bandar-bandar besar baik di Garut Kota, Bandung, dan terkadang Jakarta. Penjualan barangbarang hasil produksi lokal meliputi bahan mentah seperti batu templek dari kecamatan Bungbulang, ataupun Mangga dari kecamatan Pameungpeuk. Transaksi komoditas di Kabupaten Garut melibatkan (Julius, 2003) : o
Pergerakan komoditas dari wilayah produksi bergerak menuju pusat-pusat pengumpulan dan bermuara pada pusat pengumpulan utama di Tarogong sebelum di ekspor ke luar daerah
o
Koleksi komoditas sebagian besar berlangsung di Tarogong kemudian disebarkan ke pusat-pusat distribusi sebelum dikonsumsi oleh masyarakat
Pusat pengumpulan hasil produksi disini sebagian dilakukan di ketiga kota pusat pertumbuhan, sebagian lagi langsung dilakukan di lokasi produksi untuk langsung dibawa oleh bandar-bandar besar ke luar wilayah Garut bagian Selatan. Terdapat pula perusahaan-perusahaan skala nasional yang langsung mengambil hasil produksi untuk dibawa keluar wilayah Garut bagian Selatan. Perusahaan-
84
perusahaan ini selain tidak berkontribusi dalam PAD, mengingat dana investasi yang ditanamkan sebagian besar diterima oleh Pemerintah pusat/propinsi, dan kecamatan hanya mendapatkan untung dari timbulnya lapangan kerja. Hasil sumber daya alam yang begitu besar pada wilayah ini pada akhirnya banyak yang terserap oleh wilayah diluarnya, dan masyarakat hanya menikmati sedikit keuntungan. Tidak adanya nilai tambah dari hasil produksi menyebabkan rendahnya penghasilan masyarakat dan kesempatan untuk peningkatan taraf hidup.
85
Tabel IV.11 PDRB Menurut Kelompok Lapangan Usaha Wilayah Garut bagian Selatan Tahun 2002 (harga berlaku)
KECAMATAN Cisewu Caringin Talegong Bungbulang Mekarmukti Pamulihan Pakenjeng Cikelet Pameungpeuk Cibalong Cisompet Peundeuy Singajaya Cihurip Cikajang Banjarwangi Garut Selatan Kabupaten Garut
Pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan (1) 71783.99 59591.66 48599.04 183861.93 0 24753.5 91817.59 126219.41 103899.66 61454.59 75487.73 24811.37 43716.96 17176.77 100781.33 53155.05 1087110.58
Pertambangan dan penggalian (2) 84.06 69.61 47.09 85.8 0 31.77 72.64 44.91 230.88 132.71 596.12 18.15 49.9 19.61 66.87 56.61 1606.73
3038722.82
11575.56
Industri pengolahan (3) 6021.57 6643.79 1439.81 7870.71 0 880.93 30116.62 2511.63 17152.29 7263.81 36181.45 676.49 26976.57 10600.2 10750.27 10939.02 176025.16
Listrik, gas dan air bersih (4) 67.51 55.91 48.23 124.48 0 41.41 18.97 37.04 497.65 114.65 143.88 62.77 103.82 40.8 1252.48 117.49 2727.09
694335.40
42286.16
Sumber : PDRB Kabupaten Garut Per Kecamatan
86
Bangunan/ konstruksi (5) 335.69 278.05 428.66 2546.91 0 429.98 7781.66 445.07 1120.03 1120.84 10459.47 138.51 134.34 52.78 284.69 217.2 25773.88
Perdagangan hotel dan restoran (6) 14363.83 11896.7 1069.69 50213.77 0 778.32 37370.66 4000.56 42467.26 14442.81 40442.4 3975.45 23659.7 9296.85 54729.87 16915.72 325623.59
Angkutan dan komunikasi (7) 919.3 761.4 1352.44 4520.53 0 598.03 1650.99 981.61 15904 1011.14 5004.24 241.82 901.95 354.42 7630.27 1713.31 43545.4
Bank dan lembaga keuangan lainnya (8) 3209.4 2658.17 2432.18 6860.72 0 2709.57 3126.96 1130.43 3407.93 3310.45 4826.71 1304.48 2955.21 1161.23 4121.07 3439.47 46653.98
Jasa-jasa (9) 7432.37 6155.78 7885.42 21158.35 0 8655.63 8383.15 4093.01 17232.28 8077.54 14820.84 4360.81 10868.1 4270.52 17876.17 9203.02 150472.99
230574.10
2262086.34
259150.8
216037.79
664688.01
Tabel IV.12 Produk dan Tujuan Pemasaran ke luar Kabupaten Garut No.
Komoditas
1
Padi Sawah
2
Jagung
3
Kedelai
4
Kacang Tanah
5
Kentang
6
Kubis
7
Cabe Besar
8
Tomat
9
Wortel
10
Jeruk
11
Alpukat
12
Pisang
13
Pepaya
Kecamatan
Seluruh Kecamatan di Kab. Garut kecuali Cikajang Leles, Leuwigoong, Malangbong, Limbangan, Selaawi, Sukawening, Banyuresmi, Cilawu, Kadungora, Karangpawitan, Tarogong*, Wanaraja* Karangpawitan, Wanaraja*, Karangtengah, Sukawening, Banyuresmi, Cibatu, Tarogong* Caringin, Bungbulang, Pakenjeng, Cibalong, Cibatu, Malangbong, Limbangan, Selaawi, Cikelet, Pameungpeuk Cikajang, Cilawu, Bayongbong*, Cisurupan, Sukaresmi, Samarang, Pasirwangi, Wanaraja* Cikajang, Bayongbong*, Cisurupan, Sukaresmi, Samarang, Pasirwangi, Wanaraja* Talegong, Cikajang, Cilawu, Bayongbong, Cisurupan, Sukaresmi, Samarang, Pasirwangi. Tarogong*, Banyuresmi Cikajang, Cilawu, Bayongbong*, Cisurupan, Sukaresmi, Samarang, Pasirwangi, Tarogong*, Wanaraja* Cikajang, Bayongbong*, Pasirwangi Cikajang, Cisurupan,Sukaresmi, Samarang, Pasirwangi, Karangpawitan, Wanaraja* Cikajang, Bayongbong, Cisurupan, Karangpawitan, Wanaraja, Samarang Peundeuy, Cilawu, Wanaraja, Cikelet, Pameungpeuk, Cibalong, Cisompet Karangpawitan, Banyuresmi, Leles
Jumlah Produksi (ton)
Tujuan pemasaran
427.610
Bandung , Jakarta
179.298
Bandung , Jakarta, Cirebon , Sukabumi
23.421
Bandung, Jatim
109.875
Bandung, Jakarta, Batam
98.559
Bandung, Jakarta
49.252
Bandung, Jakarta, Batam
60.627
Bandung, Jakarta, Batam, Yogyakarta
36.257
Bandung, Jakarta
824.191
Bandung, Jakarta, Tasik
49.402
Bandung, Jakarta
61.318
Bandung, Tasik
Sumber : www.garut.go.id
Menurut Fu-Chen Lo, wilayah perdesaan menjadi korban dari proses ekstraksi dalam pemasaran, dan hanya berperan sebagai instrumen dari perpanjangan jangkauan sirkulasi barang di upper circuit, yaitu tingkatan yang lebih tinggi. Dalam penelitian Julius, 2003, ditemukan bahwa banyak dari hasil produksi lokal langsung dibawa ke pasar-pasar di pusat pertumbuhan dan pasar di luar Kabupaten Garut bagian Selatan untuk kemudian dijual keluar wilayah Kabupaten Garut. Masyarakat
87
yang tidak memproduksi barang tersebut terpaksa harus membeli barang yang telah disirkulasikan keluar Kabupaten Garut meskipun sebenarnya barang tersebut diproduksi di kecamatan tetangga mereka.
Gambar 4.8 Bagan pola Pemasaran Produk Pertanian Tanaman Pangan di Pasar-pasar Kabupaten Garut
Produk pertanian tanaman pangan dari petani
Kolektor kecamatan (lokasi yang tidak memiliki kecamatan)
Bandar kecamatan (lokasi yang memiliki pasar kecamatan)
Bandar utama tarogong
Bandar besar di luar Garut (Tasikmalaya, Bandung, jakarta, Bekasi, dll)
Pedagang pasar lokal (bukan pasar kecamatan)
Pedagang pasar kecamatan
Bandar utama tarogong
Pedagang di luar garut (bandung, tasikmalaya)
konsumen
Sumber : Julius, Thesis 2003
4.2.3
Keterkaitan Mobilitas Penduduk
Pola pergerakan keluar masuknya kendaraan umum antar kota di suatu daerah, dapat memperlihatkan laju perkembangan daerah tersebut. Dari laju pertumbuhan penduduk (LPP) Kabupaten Garut, diketahui bahwa jumlah penduduk yang masuk Kabupaten Garut lebih kecil daripada yang keluar. Hal ini menunjukkan terjadinya migrasi keluar Kabupaten Garut. Untuk pola pergerakan yang terjadi terlihat bahwa pergerakan keluar dari Kabupaten Garut lebih besar, mengingat besarnya migrasi keluar daripada migrasi masuk Kabupaten Garut.
Terdapat pengurangan jumlah armada dan peningkatan rit angkutan antar kota pada tahun 2005. Hal ini kemungkinan merupakan suatu bentuk efisiensi dari dinas perhubungan, mengingat terjadinya penurunan jumlah penumpang. Kota-Kota
88
besar seperti Bandung, Jakarta, Bekasi merupakan daerah tujuan migrasi penduduk Garut untuk mengadu nasib. Namun, pada tahun 2005 mulai ada perubahan daerah tujuan migrasi penduduk Garut, yaitu ke luar Pulau Jawa. Hal ini berdasarkan dari tingginya jumlah penumpang yang menuju ke Merak/Labuan yang merupakan pelabuhan utama Sumatra.
Penurunan
yang menghubungkan antara Jawa dengan
pergerakan
perangkutan
di
Kabupaten
Garut
ini
mengindikasikan menurunnya pula frekuensi kepergian masyarakat Garut, sebatas hubungannya dengan penggunaan angkutan antar kota.
Daya tarik kekotaan dari kota-kota besar di luar Kabupaten Garut telah memikat penduduk dengan berbagai latar belakang. Migrasi yang terjadi ini terkait dengan motif keinginan mendapat pencaharian. Terdapat sifat musiman dalam migrasi ini, yang terjadi umumnya pada musim kemarau, dimana mayoritas penduduk petani tidak dapat menggarap lahannya. Pada musim semacam itu banyak dari penduduk petani yang pergi ke luar Garut Selatan untuk bekerja kasar demi kelangsungan hidup keluarganya. Penduduk ini kembali lagi di musim-musim tanam untuk meneruskan usahanya.
Migrasi lain yang terjadi pada Garut Selatan adalah dalam bentuk pengiriman TKI. Migrasi semacam ini terkadang menimbulkan dampak positif dari besarnya remittance yang dikirim. Sisi buruk dari migrasi ini adalah hilangnya tenaga kerja pada musim-musim tanam. Remittance tidak disalurkan pada infrastruktur yang digunakan oleh komunitas, dan tidak bisa dijadikan sebagai kompensasi dari menurunnya tenaga kerja untuk membantu pekerjaan untuk kesejahteraan masyarakat lokal. Maka dari itu sementara ada rumah tangga yang mendapat untung dari migrasi ke kota besar, tingkat konsumsi jangka pendek satu rumah tangga bisa sama dengan tingkat konsumsi ekonomi lokal untuk jangka waktu yang mungkin lebih panjang.
89
Tabel IV.13 Rekapitulasi Banyak Kendaraan Bis (Armada) dan Jumlah Penumpang Naik Perbandingan dengan Tahun Sebelumnya
Garut-Soreang
Februari 2005 109
Februari 2004 889
Februari 2005 1341
Februari 2004 1361
Jumlah Penumpang Naik Februari Februari 2005 2004 16248 26553
Garut-Bandung Garut-Bekasi Garut-Jakarta
14 37 71
574 600 801
692 661 923
842 633 801
11099 10082 21462
20922 14020 24487
5 Garut-Merak/Labuan 6 Garut-Lebakbulus 7 Garut-Cikarang 8 Garut-Tangerang Total
6 10 6 0 253
23 216 66 0 3169
5 240 72 0
23 216 66 0
3934
3942
4981 125 2141 0 66138
620 4056 2044 0 92702
Armada No
Trayek/ Jurusan
1 2 3 4
Rit
Sumber : Kepala Terminal Guntur, Ending Kurnaedi, Februari 2005
4.2.4
keterkaitan interaksi sosial
Interaksi sosial yang terjadi antara masyarakat yang tinggal di Kabupaten Garut bagian Selatan dengan wilayah sekitarnya dilatarbelakangi oleh berbagai motif. Motif yang paling umum yaitu motif ekonomi dan pelayanan berupa pendidikan dan kesehatan. Interaksi terjadi dengan berbagai kota dan daerah, namun interaksi paling besar terjadi dengan Garut Kota dan kecamatan-kecamatan yang di sekitarnya, yaitu Tarogong Kaler dan Kidul. Motif ekonomi yang melatarbelakangi interaksi ini antara lain untuk mencari pekerjaan, minimnya lapangan pekerjaan dan musim kemarau yang rutin melanda membuat penduduk terpaksa mencari pekerjaan ke daerah ibukota Kabupaten Garut tersebut. Motif lainnya adalah untuk pendidikan, karena banyaknya penduduk usia sekolah yang meneruskan sekolahnya di Garut kota demi kualitas pendidikan yang konon lebih baik. Pemenuhan kebutuhan untuk pelayanan kesehatan yang lebih baik juga membuat penduduk harus berinteraksi di Garut kota mengingat kekurang lengkapan sarana kesehatan di Kabupaten Garut bagian Selatan. Interaksi ini tidak terbatas hanya sampai ke Garut kota saja, namun terjadi juga ke daerah yang lebih jauh namun memiliki fasilitas dan daya tarik kekotaan. Terdapat penduduk yang langsung melakukan interaksi langsung ke kota Bandung dengan
90
motif yang serupa. Kota Bandung dengan status sebagai kota menengah, pusat kegiatan wilayah, serta ibukota propinsi memiliki sarana-sarana dan kesempatan kerja yang dianggap baik bagi banyak warga Kabupaten Garut bagian Selatan. Interaksi dengan kota-kota lainnya seperti Jakarta dan Tasikmalaya juga terjadi, namun tidak seumum Garut Kota maupun Kota Bandung.
4.2.5
Keterkaitan Penyediaan Pelayanan
Jenis pelayanan ini meliputi keberadaan fasilitas kesehatan, perdagangan, pendidikan dan perhubungan, serta keterkaitan penyediaan energi listrik dan telekomunikasi. Terdapat hierarki-hierarki dalam penyediaan pelayanan, mengingat tingkat pelayanan yang dapat disediakan tidak mungkin disamaratakan pada semua tingkat wilayah. •
Kesehatan
Menurut data tahun 2003, jumlah unit rumah sakit di Kabupaten Garut hanya 2 unit. Ke dua unit rumah sakit tersebut terletak masing-masing di kecamatan Tarogong Kidul dan Garut Kota yang terletak di bagian utara Kabupaten Garut. Hal ini berarti penduduk di 40 kecamatan lainnya di Kabupaten Garut harus melewati jarak tertentu untuk mencapai fasilitas rumah sakit di kecamatan Garut Kota dan Tarogong Kidul. Menurut fungsinya, rumah sakit adalah tempat pelayanan yang menyelenggarakan pelayanan medik dasar dan spesialistik, pelayanan penunjang medik termasuk laboratorium, radiologi, farmasi dan lain-lain, pelayanan instalasi dan pelayanan perawatan secara rawat jalan dan rawat inap. Untuk pelayanan dengan tingkat lebih tinggi, pasien dirujuk ke rumah sakit tipe A yang hanya ada di Kota Bandung. •
Pendidikan
Setiap kecamatan di bagian selatan Kabupaten Garut sudah memiliki sekolah dari SD hingga SMU. Untuk perguruan tinggi, tercatat bahwa di seluruh Kabupaten Garut hanya terdapat 6 buah perguruan tinggi yang terletak pada dua kecamatan di utara Kabupaten Garut. Perginya penduduk dari Kabupaten Garut bagian Selatan untuk mendapat pendidikan bertujuan ke kota-kota dengan hierarki diatasnya. Tujuan pendidikan paling umum masyarakat yaitu Garut Kota dan Kota Bandung. Keterkaitan dalam penyediaan pelayanan terjadi dengan kota-kota besar di sebelah utara wilayah Kabupaten Garut bagian Selatan.
91
•
Perhubungan
Kabupaten Garut dilewati beberapa rute bus antar kota. Ketersediaan sarana perhubungan di Kabupaten ini hanyalah berupa terminal dan stasiun. Terminal terletak di wilayah Garut Kota, sementara stasiun Leles dan stasiun Cibatu sebagai stasiun barang dan penumpang terletak jauh di utara Kabupaten ini. Pada tingkat propinsi terdapat rencana peningkatan ruas jalan kolektor primer yang berfungsi sebagai penghubung antara PKW dan PKL, yaitu ruas jalan Nagrek-Garut-Pameungpeuk, Pangalengan-Cisewu–Rancabuaya. Dari sisi transportasi kereta api direncanakan untuk mengaktifkan kembali lintas cabang untuk angkutan masal penumpang dan barang Cibatu-GarutCikajang. Saat ini transportasi kereta api hanya umum digunakan untuk barang saja, jalur orang menggunakan jalan dengan sarana transportasi bus dan angkot.
Tabel IV.14 Banyak Armada dan Jumlah Penumpang di Terminal Guntur Kabupaten Garut Bulan Januari 2005 No
Trayek/ Jurusan
TasikmalayaGarut-Bandung Bandung-Garut 2 Tasikmalaya Banjar-Garut3 Bandung Bandung-Garut4 Banjar Tasikmalaya5 Garut-Jakarta Jakarta-Garut6 Tasikmalaya Jakarta-Garut7 Banjar Banjar-Garut8 Jakarta Tasikmalaya9 Garut-Cikarang Cikarang-garut10 Tasikmalaya TOTAL 1
Armada
Penumpang Menurut Asal Turun Naik
16
10804
2664
2980
16
11719
3031
4151
-
-
-
-
-
-
-
-
13
6784
1347
1617
13
7151
1758
1835
14
203
73
77
14
258
94
114
12
13190
611
948
12
2370
794
956
110
52479
10372
12678
Sumber : Kepala Terminal Guntur, Ending Kurnaedi, Februari 2005
92
Gambar 4.9 Keterkaitan Penyediaan Pelayanan Pendidikan, Kesehatan, dan Perhubungan Kabupaten Garut bagian Selatan dan wilayah sekitarnya
Kota Bandung
Garut Kota Garut bagian Utara
Garut bagian Selatan
Cikajang
Pameungpeuk
Bungbulang
•
Energi
Sumber daya energi listrik di Propinsi Jawa Barat merupakan bagian dari interkoneksi Jawa-Bali. Kapasitas terpasang pada propinsi ini sebesar 18.200 MW yang dihasilkan dari berbagai pembangkit. Energi listrik sebesar itu tersebut dikelola oleh PT. PLN Unit Bisnis Strategis Penyaluran dan Pusat Pengatur Beban Jawa Bali Unit Bidding dan Operasi Sistem (P3B) yang berpusat di Jakarta. P3B Pusat berfungsi melakukan pengontrolan terhadap pengeluaran energi listrik dari semua pembangkit besar. Untuk jaringan yang lebih kecil, P3B pusat dibantu oleh P3B Region, di Jawa Barat terdiri dari 2 region yaitu: o
Region Jakarta-Banten yang meliputi Propinsi Banten, DKI, Kab/Kota Bogor, Kota Depok, Kab/Kota Bekasi, Cikarang, dan Sukabumi Selatan.
93
o
Region Jawa Barat yang meliputi seluruh kabupaten/ kota di Propinsi Jawa Barat kecuali kabupaten/kota yang telah masuk dalam region Jakarta-Banten.
PT PLN APJ Garut merupakan salah satu Unit Pelaksana PLN distribusi Jawa Barat dan Banten. Secara geografis daerah kerja PLN APJ Garut meliputi seluruh wilayah Kabupaten Garut ditambah sebagian wilayah Kabupaten Tasikmalaya, Sumedang dan Bandung. Meskipun terdapat keterkaitan pelayanan listrik dari jangkauan pelayanan yang mencapai hingga ke kabupaten sekitarnya, tidak terdapat keuntungan dari kondisi ini bagi masyarakat Garut pada umumnya.
Gambar 4.10 Peta Semi Geografis Jaringan Listrik Propinsi Jawa Barat
Sumber : RTRW Propinsi Jawa Barat 2001
•
Perdagangan
Pasar merupakan salah satu infrastruktur perekonomian yang sangat menentukan besar kecilnya aliran uang, barang dan jasa di suatu wilayah. Interaksi yang
94
berkaitan dengan penyediaan sarana perdagangan antara Kabupaten Garut bagian Selatan dan wilayah sekitarnya dimulai dengan interaksi ke pasar Guntur yang terletak di Kecamatan Tarogong Kidul. Pasar ini merupakan pasar induk yang menampung dan mendistribusikan barang-barang dari wilayah Garut Selatan ke Garut bagian utara maupun ke wilayah di luar Kabupaten Garut itu sendiri, begitu pula sebaliknya.
Gambar 4.11 Keterkaitan Penyediaan Pelayanan Perdagangan Kabupaten Garut bagian Selatan
•
Telekomunikasi
Jasa telekomunikasi di Propinsi Jawa Barat terdiri dari 2 (dua) jenis yaitu: PSTN (Public Switch Telephone Network) yang dikelola oleh PT. Telkom Divisi Regional II dan III dan jasa telekomunikasi selular atau Sambungan Telepon Bergerak (STB) yang dikelola oleh swasta. Seperti jaringan energi, kontrol atas penyediaan dan
95
pelayanan jaringan telekomunikasi ini berada di kantor pusat sesuai dengan regionnya.
4.2.6
Keterkaitan Politik, Administratif dan Fungsional
Kabupaten Garut adalah satu dari sekian banyak kecamatan di propinsi Jawa Barat yang secara struktural memiliki posisi yang sejajar dibawah koordinasi Pemerintah Propinsi. Secara hierarkikal memiliki fungsi sebagai pusat kegiatan Lokal yang berada di bawah Pusat Kegiatan Wilayah Priangan Timur yang terdiri atas Kabupaten Ciamis dan Tasikmalaya. Peran pemerintah pusat dalam penanaman modal di Kabupaten Garut sangatlah besar. Urutan prosedur penanaman modal dimulai dari BKPM yang berada di Jakarta, lalu kemudian turun ke Badan Promosi dan Penanaman Modal (BPPMD) Popinsi Jawa Barat, baru kemudian instruksi tiba di Kabupaten Garut. Wewenang dinas penanaman modal Kabupaten Garut hanya sebatas dalam mengarahkan sektor yang yang sesuai untuk penanaman modal. Segala perizinan dimiliki pada tingkat yang lebih tinggi. Pasca era otonomi daerah, masalah perizinan mengalami beberapa perubahan. Pada masa sebelum otonomi mekanisme perizinan di daerah Kabupaten Garut terbagi menjadi 2 sistem yaitu : •
vertikal, dimana Izin untuk kegiatan yang dilakukan di Kabupaten Garut berasal dari pusat misalnya dinas perindustrian dan perdagangan
•
otonom, izin dibuat melalui pemerintah daerah Kabupaten Garut misalnya dinas pendapatan, dan masalah perencanaan.
Setelah masa otonomi semua perizinan harus melalui Pemerintah Daerah Kabupaten Garut terlebih dahulu dan dana perizinan tersebut masuk ke Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Garut. Dari sisi penerimaan pendapatan Kabupaten, pendapatan Garut yang terbesar berasal dari Dana Perimbangan. Perbandingan PAD dengan Dana Perimbangan adalah 1:4, yang berarti 75 % pendapatan Kabupaten Garut berasal dari Pemerintah Pusat. Angka perbandingan tersebut mengindikasikan besarnya ketergantungan Kabupaten Garut terhadap pemerintah pusat.
96