BAB III KEBIJAKAN DAN KARAKTERISTIK KABUPATEN GARUT BAGIAN SELATAN
Peran kota kecil tidak terbatas pada internal wilayahnya saja. Untuk melihat bagaimana suatu wilayah dapat tumbuh berkembang harus diperhatikan juga karakteristik dan konsep pembangunan yang ada pada tingkatan diatasnya. Bab ini membahas gambaran umum wilayah studi dilihat dari sisi kebijakan penataan ruang yang ada, serta kondisi fisik ekonomi dan sosial wilayahnya.
3.1
Karakteristik dan Konsep Pembangunan
Setiap wilayah memiliki fungsi dan perannya masing-masing, serta sedikit banyaknya memiliki dampak dalam kedudukannya pada tingkatan yang lebih rendah maupun lebih tinggi. Pengembangan suatu perkotaan harus sejalan dengan prinsip dan konsep pembangunan yang digariskan pada level diatasnya, baik pada tingkat nasional, propinsi, maupun Kabupaten.
3.1.1
Nasional
Pengembangan perkotaan tidak dapat dipisahkan dari pengembangan wilayah. Begitu pula dengan strategi pengembangan perkotaan yang juga perlu dikaitkan dengan strategi pembangunan nasional. Lebih jauh lagi, strategi perkotaan menjadi bagian dalam rencana pembangunan jangka panjang (RPJP) dan rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) dari sistem perencanaan pembangunan nasional1. Rencana pembangunan jangka panjang dan menengah dibentuk dengan didasari oleh permasalahan-permasalahan yang melanda Indonesia di berbagai bidang seperti bidang ekonomi, sosial, politik, keamanan, kelembagaan. Untuk jangka menengah 2004-2009, telah dikeluarkan visi pembangunan Indonesia sebagai berikut : 1.
terwujudnya kehidupan masyarakat, bangsa dan bernegara yang aman, bersatu, rukun dan damai
1
, RPJM nasional telah disahkan pengunaannya dengan PP no.7/2005, sementara RPJP
sedang dalam tahap pengesahan
36
2.
terwujudnya masyarakat, bangsa dan negara yang menjunjung tinggi hukum, kesetaraan, dan hak-hak asasi manusia
3.
terwujudnya perekonomian yang mampu menyediakan kesempatan kerja dan penghidupan yang layak serta memberikan fondasi yang kokoh bagi pembangunan yang berkelanjutan
Visi tersebut kemudian dijabarkan menjadi misi pembangunan Indonesia: (1) Mewujudkan Indonesia yang aman dan damai, (2) Mewujudkan Indonesia yang adil dan demokratis, dan (3) Mewujudkan Indonesia yang sejahtera. Diantara ketiga misi tersebut misi ketiga lah yang paling langsung terkait dengan pembangunan perkotaan perdesaan. Misi ini dijabarkan menjadi 5 sasaran yang masing-masing memiliki prioritas pembangunan.
Tabel III.1 Prioritas Pembangunan Jangka Menengah Indonesia
(1)
Sasaran menurunnya jumlah penduduk miskin, terciptanya lapangan pekerjaan yang layak dan mampu mengurangi pengangguran
(2)
berkurangnya kesenjangan antar wilayah
(3)
meningkatnya kualitas manusia Indonesia secara menyeluruh, membaiknya Indeks Pembangunan Indonesia (HDI) di Indonesia
-
Prioritas Pembangunan Penanggulangan kemiskinan Peningkatan investasi dan ekspor non-migas Peningkatan daya saing industri manufaktur Revitalisasi pertanian Pemberdayaan KUKM Peningkatan pengelolaan BUMN Peningkatan kemampuan IPTEK Perbaikan iklim ketenagakerjaan Pemantapan stabilitas ekonomi makro Pembangunan perdesaan Pengurangan ketimpangan pembangunan wilayah Peningkatan akses masyarakat terhadap pendidikan yang berkualitas Peningkatan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan yang lebih berkualitaspeningkatan perlindungan dan kesejahteraan sosial Pembangunan kependudukan, keluarga kecil berkualitas serta pemuda dan olahraga Peningkatan kualitas kehidupan beragama Perbaikan mutu pengelolaan sumber daya alam Pelestarian mutu lingkungan hidup
-
Percepatan pembangunan infrastruktur
-
-
(4)
(5)
membaiknya mutu lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam, mengarusutamakan (main streaming) prinsip pembangunan berkelanjutan. membaiknya infrastruktur nasional maupun daerah
-
Sumber : Tjahjati, 2005
37
3.1.2
Propinsi Jawa Barat
Dalam lingkup Jawa Barat terdapat peraturan dan rencana yang mengatur tentang struktur dan pola tata ruang wilayah propinsi. Adapun kedudukan Jawa Barat dalam konstelasi nasional adalah sebagai pemacu pertumbuhan sosial ekonomi, sebagai penyangga dan penyeimbang ibu kota negara. Provinsi Jawa Barat memiliki luas wilayah sebesar 4.435.461 dengan luas daratan sebesar 3.709.528,44 Ha. Provinsi Jawa Barat terdiri atas 25 kota/kabupaten, batas-batas wilayah Provinsi Jawa Barat adalah sebagai berikut Sebelah Utara
: Provinsi DKI Jakarta dan Laut Jawa
Sebelah Timur
: Provinsi Jawa Barat
Sebelah Selatan
: Samudera Indonesia
Sebelah Barat
: Provinsi Banten
3.1.2.1 Kebijakan pemanfaatan / pengendalian ruang Jawa Barat Dalam konstelasi nasional, arah penataan ruang daerah Jawa Barat meliputi arahan penetapan kawasan lindung, pengembangan kawasan budidaya, sistem perkotaan, prasarana wilayah dan pengembangan wilayah-wilayah prioritas. Pemantapan Kawasan Iindung yaitu untuk meningkatkan fungsi terhadap tanah, air, udara dan mempertahankan keanekaragaman flora dan fauna (diversity) yang menjadi
aset
Jawa
pengakomodasian
Barat. kegiatan
Pengembangan pertanian,
kawasan
budidaya
kehutanan,
berupa
permukiman,
pertambangan, industri dan pariwisata. Pengembangan Sistem Perkotaan di Jawa Barat diarahkan menjadi 3 (tiga) kelompok hirarki, masing-masing kelompok berfungsi sebagai : •
Kelompok Hirarki I berfungsi sebagai pusat pertumbuhan.
•
Kelompok Hirarki II berfungsi sebagai pusat koleksi dan distribusi.
•
Kelompok Hirarki III berfungsi sebagai pusat produksi.
Masing-masing kelompok dibedakan berdasarkan volume intensitas dan frekuensi kegiatan yang dibagi menjadi dua kategori yaitu A dan B. Kategori A rnempunyai intensitas yang lebih tinggi dari pada kategori B di masing-masing kelompok hirarki. Kota-kota yang termasuk dalam kategori tersebut adalah : ♦ Hirarki I A
: Jakarta dengan kegiatan utama perdagangan antar wilayah
dan Internasional.
38
♦ Hirarki I B
: Bojonegara dan Cirebon dengan kegiatan utama industri hilir,
perdagangan antar wilayah dan daerah. ♦ Hirarki II A
: Bandung, Bogor, Bekasi, Tangerang, Cikampek dengan
kegiatan utama industri, pemukiman dan perdagangan regional. ♦ Hirarki II B
:
Serang,
Banjar,
Rangkasbitung,
Labuan,
Kadipaten,
Malingping, Cikande, Indramayu dari Tasikmalaya dengan kegiatan utama industri hulu, pemukiman dan pariwisata. ♦ Hirarki III A Karawang,
: Balaraja, Rupin, Tigaraksa, Leuwiliang, Sukabumi, Garut, Palabuhan
Ratu
dan
Cianjur
dengan
kegiatan
utama
agroindustri, pemukiman, pariwisata, pertanian dan pertambangan. Pengembangan kota-kota Orde III diarahkan pada percepatan pertumbuhan dan pengembangan melalui kegiatan non-pertanian yang sesuai dengan fungsi dan kegiatan utama di masing-masing kota. Pengembangan Kota-Kota Orde l lebih diarahkan pada penataan dan persiapan prasarana sesuai dengan fungsi dan kegiatan utama dl masing-masing kota. Untuk pengembangan transportasi, diarahkan pada pengembangan jaringan jalan dari sentra produksi yang menuju Kota Orde III, peningkatan dan pengembangan jaringan jalan yang menunjang pengembangan kawasan industri, serta pengembangan jalan poros Barat-Timur di sebelah selatan Jawa Barat untuk menunjang pengembangan pariwisata dan pengembangan Jawa Barat Selatan. Kebijakan Pemanfaatan Ruang Wilayah Propinsi Jawa Barat juga meliputi pemantapan kawasan lindung d a n kawasan budidaya. Pemantapan kawasan lindung dilakukan untuk mempertahankan keanekaragaman dan kelestarian yang direncanakan melalui peningkatan fungsi kawasan lindung. Ditetapkan pula
mengenai
peningkatan
penanganan
perusakan
lingkungan
dan
pencemaran yang berdampak terhadap kondisi lingkungan dan sumber daya alam. Kebijakan Pengembangan Kawasan Budidaya dilakukan melalui upaya pemfungsian kawasan industri di Jawa Barat bagian utara (Serang-Purwakarta), peningkatan pengembangan permukiman skala besar untuk mendukung perkembangan kawasan yang tumbuh dengan pesat (kawasan industri), serta mempertahankan sawah beririgasi teknis dan peralihan penggunaan lahan.
39
Tabel III.2 Fungsi Kawasan dan Arahan Pengembangan Provinsi Jawa Barat Fungsi Kawasan 1. Kawasan Pertanian
2. Kawasan Industri
3. Kawasan Permukiman
4. Kawasan Pertambangan 5. Kawasan Pariwisata
Arahan Pengembangan • Kawasan pertanian lahan basah dengan irigasi teknis mutlak dipertahankan secara maksimal namun karena perkembangan prasarana (jalan) dan industri saat ini serta pertumbuhan permukiman disekitarnya menyebabkan areal pertanian irigasi teknis tersebut berkurang. Untuk itu perlu dicari alternatif pengganti yaitu dengan membangun bendungan pembangunan irigasi perdesaan terutama di Jawa Barat bagian selatan dan melanjutkan pembangunan daerah irigasi yang belum selesai. • Kawasan pertanian lahan kering berupa kawasan hutan produksi tetap dipertahankan dengan pengembangan hasil hutan bukan kayu (madu, damar,dll) sehingga tidak mengurangi luas areal hutan yang ada. Kawasan industri luasnya berjumlah 800.000 Ha, di samping zona industri yang telah berkembang. Luas ini diperhitungkan akan cukup menampung industri yang telah ada yang harus berlokasi dalam jangka waktu perencanaan. Jadi tidak ada usulan kawasan industri baru dengan mempertimbangkan keseimbangan sumber daya air. Pengelolaan mikro perlu untuk zona-zona industri yang telah berkembang di luar maupun di dalam kota, disamping lokasi yang telah disebutkan terdahulu. • Pengembangan sistem kota-kota, di mana terdapat perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan / perkembangan yang telah terjadi di bagian utara dan perkembangan yang akan distimulasi di bagian selatan. Di bagian utara akan tumbuh kota-kota dengan pusat yang perlu didukung dengan perencanaan lebih mikro. Di bagian selatan akan dikembangkan kota-kota pusat pelayanan yang akan mengurangi kesenjangan bagian utara. • Pengembangan permukiman skala besar, pembangunan kawasan permukiman dalam jumlah unit rumah yang banyak dan lahan yang sangat luas. Tumbuhnya permukiman dengan skala besar ini ditujukan untuk mendukung perkembangan kawasan yang tumbuh cepat,misalkan kota metreopolitan dan kawasan industri yang sangat luas. Sesuai dengan sifatnya, maka pada masa yang akan datang permukirnan skala besar akan tumbuh di Kabupaten Serang, wilayah Botabek untuk rnendukung perkembangan wilayah kota Jakarta serta wilayah Bandung dan sekitarnya untuk mendukung kota metropolitan Bandung. Kawasan Pertambangan akan dibebaskan dari pernanfaatan untuk kegiatan lain dan perlu reklamasi bekas galian tambang. Kawasan pariwisata yang akan dikembangkan ditangani dan direncanakan oleh swasta melalui penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri dengan kegiatan yang dapat berlangsung dimana saja dan tidak mengganggu fungsi dasarnya.
Sumber : Bappeda Provinsi Jawa Barat, 2001
40
Untuk konteks Jawa Barat, Kabupaten Garut berperan penting dalam budidaya perikanan yang terdiri atas perikanan darat, tambak, dan perikanan laut, serta dalam hal perkebunan, tanaman pangan lahan kering, serta perkebunan. Rencana Pemanfaatan Ruang terdiri atas kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan Iindung seluas 1.774.184 Ha (40%) kawasan budidaya 60 % yang terdiri atas: •
Kawasan pertanian lahan basah seluas 1.197.575 Ha (27 %)
•
Kawasan pertanian lahan kering seluas 1.064.511 Ha (24 %)
•
Kawasan perkotaan seluas 399.191 Ha (9 %)
Struktur tata ruang Jawa Barat dibagi dalam tiga wilayah pengembangan, yang masing-masing mempunyai arah orientasi ke pusat pertumbuhan utama. Pengembangan wilayah Jawa Barat ini dibagi menjadi tiga wilayah pengembangan, secara makro bertujuan untuk membentuk keterkaitan (linkages) yang jelas antar pusat-pusat pertumbuhan yang membentuk suatu sistem wilayah yang terintegrasi. Tiga pusat pertumbuhan utama tersebut memiliki skala pelayanan dan keterkaitan dalam sistem nasional dan memiliki fungsi sebagai pusat pintu keluar dan pintu masuk yang menunjang kegiatan perekonomian yaitu :
Wilayah Pengembangan Barat, dengan pusat pertumbuhan
utama
Bojonegara.
Wilayah Pengembangan Tengah, dengan pusat pertumbuhan utama DKI Jakarta dan Bandung.
Wilayah Pengembangan Timur dengan pusat wilayah pertumbuhan utama Cirebon.
Berdasarkan karakteristik, kondisi dan potensi serta arahan pengembangan, masing-masing wilayah pengembangan akan terdiri dari Wilayah Utama dan Wilayah Penunjang. Wilayah utama adalah wilayah dengan aglomerasi kegiatan ekonomi utama di bagian utara, yang pengembangannya cenderung membentuk koridor yang membentang dari barat ke timur. Fungsi wilayah ini adalah sebagai "motor” penggerak utama perekonomian Jawa Barat. Fungsi lainnya adalah
41
sebagai pemacu dan pusat pertumbuhan wilayah belakangnya (hinterland). Kegiatan ekonomi utama di wilayah ini memiliki keterkaitan yang kuat dengan system perekonomian internasional dan nasional, yaitu kegiatan ekonomi industri, perdagangan dan jasa, permukiman dan pertanian lahan basah. Wilayah Penunjang adalah wilayah dengan fungsi pendukung dan penopang pertumbuhan
ekonomi
wilayah
pengembangan
utama.
Wilayah
ini
terakumulasi di bagian selatan. Kegiatan basis di wilayah ini adalah pusatpusat produksi pertanian lahan kering peternakan, pertambangan, dan kegiatan pariwisata. Kabupaten Garut tergolong kedalam wilayah penunjang pengembangan tengah dengan hirarki III A memiliki fungsi sebagai pusat produksi, koleksi dan distribusi, dengan skala pelayanan inter-regional. Kategori “A” menunjukkan intensitas, volume dan frekuensi kegiatan yang lebih tinggi daripada “B”. Dari segi transportasi, rencana sistem pengembangan prasarana transportasi di Jawa Barat diarahkan untuk meningkatkan kelancaran roda perekonomian, agar koleksi dan distribusi arus barang dan jasa terselenggara lebih lancar dan agar mobilitas penduduk dan akses ke daerah produksi dan ke daerah yang masih terisolasi meningkat, yaitu antara wilayah utama
dan wilayah
penunjang. Bentuk sistem transportasi Jawa Barat pada pola pengembangan yang baru ini tidak merubah bentuk yang ada, tetapi mengembangkan sistem transportasi antar moda melalui penyediaan prasarana yang memadai di masing-masing wilayah. Konsep dasar dari pengelompokan kawasan ini mengacu pada pintu keluar yang merupakan sentral dari aliran pergerakan yang orientasi utamanya pada pemasaran keluar wilayah dan disesuaikan dengan pengembangan ruang, yaltu dengan pusat-pusat pertumbuhan baru untuk mengantisipasi kepadatan kegiatan dan pergerakan di Jakarta.
3.1.3
Jawa Barat Bagian Selatan
Jawa Barat selatan bukanlah suatu wilayah yang memiliki administratif atau historis tersendiri. Tidak terdapat penggolongan administratif secara resmi mengenai pembagian wilayah Jawa Barat menjadi utara dan selatan, namun
42
timbulnya istilah ini tidak dapat dilepaskan dari fenomena-fenomena yang terjadi selama ini. Pada mulanya, Jawa Barat Selatan merupakan peristilahan yang digunakan untuk menyebut lajur dataran tinggi yang membentang luas dari ujung kulon Kabupaten Pandeglang hingga sekitar perbatasan pantai selatan Ciamis dengan Nusakambangan (timur). Bila ditinjau berdasarkan ketentuan normatif dalam Peraturan Daerah No.2 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Jawa Barat, definisi dari wilayah Jawa Barat Selatan masih terpisah dalam bentuk dua terminologi yaitu, pertama sebagai Pusat Kegiatan Wilayah berupa Cianjur-Sukabumi, Priangan Timur, Tasikmalaya, dan Pangandaran. Kedua, sebagai kawasan Andalan yang terdiri dari kawasan andalan Sukabumi, Priangan Timur, dan Pangandaran.
Dari aspek geologis dapat diklasifikasikan bahwa Jawa Barat selatan meliputi daerah-daerah di sebelah selatan aliran S. Cimandiri di Sukabumi Selatan, bagian selatan jalur jalan Sukabumi-Cianjur, menyambung ke Bandung-Garut Selatan pada rangkaian kaki selatan G. Patuha – G. Papandayan – G. Cikuray – G. Cakrabuana, selatan aliran Ciwulan-Citanduy di Tasikmalaya dan Ciamis. Kondisi geologi tersebut menjadikan Jawa Barat Selatan mempunyai morfologi yang umumnya berrelief kasar. Dalam ilmu kebumian, sudah dikenal sejak lama bahwa Jawa Barat Selatan termasuk pada Zona Pegunungan Selatan, berupa plateau dan daratan terangkat. Medannya berbukit-bukit terjal dengan dataran-dataran sempit yang umumnya mengikuti lembah-lembah sungai. Jaringan sungai cukup rapat dengan pola umum mengalir berarah utaraselatan. Jawa Barat Selatan meliputi beberapa daerah aliran sungai (DAS) yang dibatasi oleh punggung bukit yang memisahkan aliran air permukaan ke utara dan ke selatan dan berbatasan dengan Samudra Indonesia. Daerahnya umumnya rawan longsor dan dilalui oleh jalur-jalur gempa bumi yang relatif aktif Daerah rawan becana di wilayah Jawa Barat bagian selatan ini relatif tersebar merata di seluruh wilayah. Bencana alam yang didentifikasikan mengancam wilayah Jawa Barat bagian selatan ini meliputi gerakan tanah rendah, rawan gerakan tanah tinggi, rawan gunung api 1 (daerah terlarang), rawan gunung api
2
(daerah
waspada),
rawan
banjir,
43
rawan
longsor/amblasan
dan
kemungkinan bahaya tsunami (Firman, 2005). Adapun lokasi-lokasi yang diidentifikasi sebagai daerah rawan bencana di Jawa Barat bagian selatan adalah sebagai berikut (Firman, 2005) : -
gerakan tanah rendah, diidentifikasikan terdapat di semua kabupaten terutama Kabupaten Cianjur dan Sukabumi
-
gerakan tanah tinggi, diidentifikasikan terdapat di semua kabupaten
-
longsor atau amblasan, diidentifikasi terdapat di Kabupaten Cianjur bagian selatan, Garut bagian Selatan, dan Sukabumi bagian selatan
-
gunung api 1 dan 2 (daerah bahaya dan waspada), diidentifikasikan terdapat di Kabupaten Garut
-
bencana banjir, diidentifikasikan terdapat di Kabupaten Cianjur, Ciamis, Sukabumi, dan Tasikmalaya
-
bahaya tsunami, diidentifikasikan terdapat di wilayah sekitar pantai Selatan terutama di Kabupaten Ciamis yaitu Kecamatan Parigi, Sidamulih, dan Pangandaran.
Hal yang lebih umum diketahui sehubungan dengan pembagian utara-dan selatan pada pulau jawa ini yaitu adanya rute transportasi yang membentang dari timur ke barat pulau jawa yang lebih dikenal sebagai jalur pantura. Jalur pantura yang membentang sepanjang pantai utara pulau jawa ini sedikitbanyaknya turut membuka wilayah-wilayah di utara pulau jawa terhadap potensi pengembangan ekonomi. Kawasan selatan selama ini berfungsi sebagai daerah penyangga karena sebagian wilayahnya hutan dan kawasan agraris, sementara di utara kawasan industri dan jalur utama perlintasan Kota Surabaya, Semarang, dan Jakarta. Pola jaringan jalan di Jawa Barat bagian selatan ini termasuk dalam koridor pengembangan Selatan Jawa Barat yang meliputi Pelabuhanratu - Sagaranten - Sindangbarang - Pameungpeuk – Cipatujah – Sikalong – Pangandaran – Majingklak (Firman, 2005). Beberapa lokasi yang merupakan kawasan andalan di wilayah Jawa Barat bagian selatan telah dihubungkan dengan bandara udara seperti Pelabuhan Komersial Nusawiru di Kecamatan Parigi Kabupaten Ciamis, yang mulai diaktifkan kembali untuk menunjang pariwisata di Pangandaran (Firman, 2005). Jawa Barat Selatan cenderung mengalami ketertinggalan dalam pembangunan dibandingkan dengan Jawa Barat bagian utara dan tengah. Selain dikarenakan
44
faktor geografis yang terdiri atas bentang alam yang relatif tinggi dan berbukit, ketertinggalan ini disebabkan juga oleh skala prioritas pembangunan dan segi kebijakan perencanaan. selama wilayah Jawa Barat selatan ditetapkan sebagai kawasan konservasi serta kawasan lindung, dengan 60% dari luas kawasan lindung di Jawa Barat berada di Jabar Selatan.
Sarana dan prasarana di Jawa Barat bagian selatan relatif tersedia dengan baik terutama untuk sarana dan prasarana perekonomian, pendidikan, dan kesehatan. Untuk prasarana air bersih, masyarakat di Jawa Barat bagian selatan dipenuhi subsisten oleh sumber daya yang terdapat di wilayah tersebut melalui air tanah, mata air, dan air permukaan terutama sungai dan situ (Firman, 2005). Sarana dan prasarana kelistrikan dan telekomunikasi menjangkau cukup baik di wilayah Jawa Barat bagian selatan ini. Dari sisi transportasi, tingkat aksesibilitas wilayah ini terhadap
wilayah
sekitar
cukup
tinggi,
terutamanya
di
Cianjur-Sukabumi,
Tasikmalaya, dan Kadipaten (RTRW Jawa Barat, 2003).
3.1.4
Kabupaten Garut
Setelah pemekaran kecamatan berupa pembentukan 2 Kecamatan baru dan beberapa desa di awal tahun 2004, wilayah administratif Kabupaten Garut terdiri atas 42 Kecamatan, 19 Kelurahan, dan 400 Desa. Secara geografis Kabupaten Garut terletak di sebelah selatan Propinsi Jawa Barat, terletak pada koordinat 6O 5’ 46” – 7O 45’ 00” Lintang Selatan dan 107O 25’ 8” – 108O 7’ 38” Bujur Timur, dengan batas-batas administrasi sebagai berikut :
Sebelah Utara : Kabupaten Bandung dan Kabupaten Sumedang
Sebelah Timur : Kabupaten Tasikmalaya
Sebelah Selatan : Samudera Indonesia
Sebelah Barat : Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Bandung
45
Tabel III.3 Daftar Kecamatan, Luas dan Jumlah Desa di Kabupaten Garut No Kecamatan 1 Cisewu 2 Caringin 3 Talegong 4 Bungbulang 5 Mekarmukti 6 Pamulihan 7 Pakenjeng 8 Cikelet 9 Pameungpeuk 10 Cibalong 11 Cisompet 12 Peundeuy 13 Singajaya 14 Cihurip 15 Cikajang 16 Banjarwangi 17 Cilawu 18 Bayongbong 19 Cigedug 20 Cisurupan 21 Sukaresmi 22 Samarang 23 Pasirwangi 24 Tarogong Kidul 25 Tarogong Kaler 26 Garut Kota 27 Karangpawitan 28 Wanaraja 29 Pangatikan 30 Sucinaraja 31 Sukawening 32 Karangtengah 33 Banyuresmi 34 Leles 35 Leuwigoong 36 Cibatu 37 Kersamanah 38 Cibiuk 39 Kadungora 40 Bl. Limbangan 41 Selaawi 42 Malangbong Jumlah
Luas (Ha) 9.483 17.703 10.874 20.22 13.244 19.844 17.232 4.411 21.359 17.225 5.679 6.769 4.042 12.495 12.382 7.763 4.995 2.888 8.088 3.517 5.971 4.67 1.871 3.674 2.771 5.207 2.804 1.819 4.252 3.883 2.328 6.246 7.351 1.935 4.143 1.65 1.99 3.731 7.359 3.407 9.238 306.519
Sumber : BPN Kabupaten garut
46
Jumlah Desa/Kelurahan 6 Desa 5 Desa 7 Desa 11 Desa 4 Desa 5 Desa 12 Desa 7 Desa 7 Desa 9 Desa 11 Desa 6 Desa 9 Desa 4 Desa 11 Desa 11 Desa 18 Desa 17 Desa 5 Desa 16 Desa 6 Desa 12 Desa 12 Desa 7 Desa 5 Kelurahan 13 Desa 11 Kel. 17Desa 3 Kelurahan 8 Desa 8 Desa 7 Desa 11 Desa 4 Desa 15 Desa 12 Desa 8 Desa 11 Desa 5 Desa 5 Desa 14 Desa 14 Desa 7 Desa 23 Desa 419 Desa / Kelurahan
Secara lebih rinci kota-kota di Kabupaten Garut yang diidentifikasi pada tingkat Propinsi adalah sebagai berikut : Kota Garut (Orde IIIA), Cikajang (Orde IVA), dan Pameungpeuk E (Orde IVA). Kota hirarki III berfungsi sebagai pusat-pusat produksi, koleksi dan distribusi dengan skala pelayanan inter regional. Kota hirarki IV berfungsi sebagai pusat-pusat produksi pertanian dengan skala pelayanan lokal. Kategori A untuk membedakan intensitas, volume dan frekuensi kegiatan yang lebih tinggi daripada kategori B. Dalam rencana pemanfaatan ruang RTRW Propinsi ditunjukkan alokasi dominan aktivitas ekonomi, untuk Kabupaten Garut dialokasikan untuk kegiatan pertanian lahan kering, hutan produksi, perkebunan, dan perikanan. Dalam kebijakan pembangunan Kabupaten Garut, struktur ruang wilayah Kabupaten Garut dibagi menjadi 3 pusat pertumbuhan, yaitu : •
Pusat Pertumbuhan Utara, merupakan pusat industri pengolahan hasil pertanian/perkebunan
dan
pusat
pemasaran
hasil-hasil
pertanian/perkebunan. •
Pusat Pertumbuhan Tengah, sebagai pusat pemerintahan, perdagangan dan jasa, pendidikan, dan industri pengolahan hasil pertanian (yaitu Kota Garut).
•
Pusat Pertumbuhan Selatan, sebagai pusat pengembangan pariwisata dan konservasi (yaitu Kota Pameungpeuk).
Dalam kajian RTRWP Jawa Barat Tahun 2002, Kabupaten Garut termasuk kedalam Kawasan Andalan Priangan Timur dan sekitarnya dengan Kota Tasikmalaya sebagai PKW (Pusat Kegiatan Wilayah) dan Kota Garut–Ciamis adalah PKL (Pusat Kegiatan Lokal). Kabupaten Garut dalam konteks Propinsi Jawa Barat berperan sebagai wilayah penunjang (bagian tengah) dengan kegiatan utama pertanian lahan kering, perkebunan, hutan produksi dan perikanan. Dalam konteks fungsi tersebut kota-kota yang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan (nodes) yaitu Garut (Orde III A), Cikajang (Orde IV A) dan Pameungpeuk (Orde IV A). Dalam konteks internal, Kabupaten Garut memiliki 3 pusat pertumbuhan yaitu pusat pertumbuhan utara, tengah dan selatan dengan fungsi yang berbeda.
47
Fungsi wilayah Kabupaten Garut sebagai wilayah penunjang di propinsi Jawa Barat, diturunkan pula kepada fungsi-fungsi permukiman. Pusat-pusat permukiman di bagian utara diarahkan pada kegiatan perekonomian skala antar region dan internasional, pusat-pusat bagian tengah untuk kegiatan koleksi distribusi intra region, sedangkan pusat-pusat permukiman di bagian selatan sebagai pusat pelayanan produksi lingkup lokal. Sesuai dengan konsep pengembangan tata ruang wilayah Kabupaten Garut maka strategi pengembangan yang dilakukan adalah pemerataan pelayanan dn penjalaran fungsi pusat-pusat pelayanan. Oleh sebab itu dibutuhkan pembentukan pusat-pusat yang mampu memberikan pelayanan secara memadai.
Tabel III.4 Orde Kota/Kecamatan Kabupaten Garut No 1 2 3 4 5
kota/kecamatan Garut dan tarogong Cikajang Pameungpeuk Malangbong Bungbulang
skala pelayanan
orde kota
A
I II II II II
√ √ √ √ √
wilayah sub-wilayah sub-wilayah sub-wilayah sub-wilayah
B
fungsi C D
E
F
√ √ √ √ √
√ √ √ √ √
√ √ -
√ -
√ √ √ √ √
Sumber : Bappeda Kabupaten Garut 2001 Keterangan : Fungsi : A
= pusat administrasi pemerintahan
B
= pusat perdagangan, jasa dan pemasaran
C
= pusat pelayanan sosial ekonomi
D
= pusat perhubungan dan komunikasi
E
= pusat produksi pengolahan
F
= pusat pendidikan tinggi
Hierarki sistem pusat-pusat permukiman di Kabupaten Garut adalah sebagai berikut :
Kota Orde 1
:
Kota dengan fasilitas pelayanan tertinggi
Kota ini berfungsi sebagai pusat pertumbuhan wilayah. Kota orde 1 ini adalah kota Garut
Kota orde 2
:
Kota dengan fasilitas pelayanan lebih rendah dari kota orde 1
dan berfungsi sebagai pusat pelayanan sub-wilayah
48
Kota orde II ini adalah kota malangbong (melayani Garut bagian utara), Cikajang melayani Garut bagian tengah). Pameungpeuk (melayani Garut bagian Selatan-timur), dan Bungbulang (melayani Garut bagian Selatan-barat)
Kota orde 3
:
Kota dengan tingkat pelayanan kecamatan.
Kota-kota lainnya (selain kota orde I dan orde II) merupakan kota orde III.
3.1.5
Garut bagian Selatan
Seperti pada Jawa Barat Selatan, Garut bagian Selatan pun tidak memiliki nilai administratif
tertentu.
Keberadaan
berdasarkan
persamaan
Garut
karakteristik
bagian
dan
lokasi
Selatan semata
ini
hanyalah
berdasarkan
pembagian utara dan selatan di tingkat propinsi Jawa Barat. Kabupaten Garut bagian Selatan terdiri dari 16 Kecamatan dan 122 Desa, dengan total luas 200.079,00 Ha, atau sekitar 60 % dari luas Kabupaten Garut. Batas wilayah Garut bagian Selatan yaitu : •
Sebelah Selatan
: Samudera Indonesia (Pantai Selatan Jawa)
•
Sebelah Timur
: Kabupaten Cianjur
•
Sebelah Barat
: Kabupaten Tasikmalaya
•
Sebelah Utara
: Kecamatan Cisurupan, Kecamatan Cigedug, Kecamatan Cilawu, Kabupaten Bandung
16 kecamatan yang termasuk ke wilayah selatan Kabupaten Garut ini yaitu : o o o o o o o o
Banjarwangi Singajaya Peundeuy Cihurip Talegong Caringin Cisewu Pamulihan
o o o o o o o o
Pameungpeuk Cibalong Cisompet Bungbulang Pakenjeng Cikajang Cikelet Mekarmukti
Selain dari segi geografis, perbedaan antara Garut bagian Selatan dengan bagian utaranya bisa dilihat dari segi-segi ekonomi dan kependudukannya. Dari sisi perekonomiannya, Kabupaten Garut bagian Selatan masih bertumpu pada sektor pertanian. Hal ini terlihat dari kontribusi sektor dalam PDRB, sektor pertanian memberikan kontribusi terbesar bagi perekonomian di Kabupaten Garut bagian Selatan (Pusat Penelitian dan Pengkajian Universitas Garut, 2005). Banyaknya penduduk yang bekerja di sektor ini juga menjadikan sektor pertanian sebagai
49
sektor tumpuan utama penghidupan masyarakatnya, karena juga berperan dalam penciptaan lapangan kerja, sumber pendapatan masyarakat, dan penciptaan ketahanan pangan. PDRB Kabupaten Garut bagian Selatan dapat dilihat pada Tabel 3.5 berikut.
Tabel III.5 Perbandingan PDRB Atas Dasar Harga Belaku Menurut Kelompok Lapangan Usaha Kabupaten Garut bagian Selatan dan Kabupaten Garut Tahun 2002 Kabupaten Garut bagian Selatan 1087110,58
Kabupaten Garut 3038722,82
1606,73
11575,56
178025,16
694335,40
2727,09
42286,16
25773,88
230574,10
325603,59
2262086,34
Angkutan dan komunikasi
43545,40
259150,80
Bank dan lembaga keuangan lainnya
46655,98
216037,79
150472,99
664688,01
Lapangan Usaha Pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan Pertambangan dan penggalian Industri pengolahan Listrik, gas, dan air bersih Bangunan/konstruksi Perdagangan, hotel, dan restoran
Jasa-jasa
Sumber : BPS Kab. Garut dalam Pusat Penelitian dan Pengkajian Universitas Garut, 2005
PDRB Kabupaten Garut bagian Selatan dapat digolongkan sangat rendah dibandingkan PDRB yang dihasilkan di wilayah utaranya. Selatan Kabupaten garut ini merupakan wilayah dengan dominasi guna lahan kehutanan dan pertanian, sehingga pemasukan terbesar datang dari hasil pertanian. Meski demikian PDRB pertanian ini hanya menyumbang sepertiga dari total PDRB pertanian Kabupaten Garut. Dilihat dari kependudukannya, jumlah penduduk Kabupaten Garut bagian Selatan jauh lebih sedikit dari total penduduk karena banyaknya penduduk yang tinggal di wilayah utara Kabupaten. Hanya seperempat dari jumlah keseluruhan penduduk Kabupaten Garut tinggal di wilayah yang mencapai lebih dari setengah luas wilayah keseluruhan Kabupaten. Kepadatan bagian selatan jauh lebih dari wilayah utaranya.
50
Tabel III.6 Luas wilayah, jumlah dan kepadatan penduduk Menurut kecamatan tahun 2004 No
Kecamatan
1 cisewu 2 caringin 3 talegong 4 Bungbulang 5 mekarmukti 6 pamulihan 7 pakenjeng 8 cikelet 9 Pameungpeuk 10 cibalong 11 cisompet 12 peundeuy 13 singajaya 14 cihurip 15 Cikajang 16 banjarwangi GARUT SELATAN KABUPATEN GARUT
Luas wilayah (Ha) 9483 17703 10874 13487 6738 13244 19844 17225 4411 21359 17225 5679 6769 4042 12495 12382 192960
Jumlah penduduk (jiwa) 31363 27445 29228 56254 14266 16643 58653 35955 35483 37200 47525 21868 42239 16419 68505 53418 592464
306519
2204175
Kepadatan/Ha 3.31 1.55 2.6 4.17 2.12 1.26 3.96 2.09 8.04 1.74 2.76 3.85 6.24 4.06 5.48 4.31 3.07 7.19
Sumber : BPS Kab. Garut dalam Pusat Penelitian dan Pengkajian Universitas Garut, 2005
3.2
Pusat Pertumbuhan Kabupaten Garut bagian Selatan
Pada bagian selatan kabupaten Garut ditetapkan 3 buah pusat pertumbuhan, yaitu pada Kecamatan Bungbulang, Cikajang, dan Pameungpeuk.
3.2.1
Cikajang
Kecamatan Cikajang yang luasnya sebesar 12.495 Ha dan terdiri dari 11 desa, merupakan kecamatan yang memiliki kelerengan dominan sebesar 8-15 % untuk wilayah terbangun dan 15->40 % untuk wilayah tidak terbangun. Adapun dominasi pemanfaatan lahan untuk lahan tidak terbangun di kecamatan Cikajang adalah untuk perkebunan teh, sementara itu sebagian besar lahan tidak terbangun lainnya dipergunakan sebagai daerah hutan lindung untuk fungsi konservasi. Komoditas unggulan yang dihasilkan yaitu padi gogo, jagung, ubi kayu, komoditas hortikultura (kentang, kubis, sawi, wortel, cabe, tomat, bucis, dan labu siam), komoditas perkebunan (teh dan kopi), serta produksi daging ayam ras dan sapi. Kecamatan Cikajang juga merupakan salah satu daerah sentra peternakan domba
51
di Kabupaten Garut, komoditas unggulan yang dihasilkan yaitu kulit domba untuk aneka kerajinan kulit. Curah hujan di Kecamatan Cikajang rata-rata per tahunnya sebesar 3000-4000 mm. Terkadang untuk bulan tertentu di bagian tengah kecamatan bisa melebihi 4000 mm per tahun. Sementara itu, ditinjau dari morfologinya, sebagian besar Kecamatan Cikajang berjenis tanah Asosiasi Regosol, yang merupakan jenis tanah subur untuk perkebunan teh. Secara geologi, Kecamatan Cikajang merupakan daerah yang dapat dibangun, dengan sebagian besarnya merupakan jenis batuan dari gunung api yang tak terurai dan plioses fasis sedimen. Hal ini menyebabkan perkebunan di Cikajang akan tumbuh subur dan cocok karena didukung oleh ketinggian ideal untuk perkebunan. Kecamatan Cikajang memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut : •
Utara
: Kecamatan Bayongbong dan Cisurupan
•
Timur
: Kecamatan Banjarwangi
•
Barat
: Kecamatan Pamulihan
•
Selatan
: Kecamatan Cisompet dan Pakenjeng
Tabel III.7 Sektor Dominan di Kecamatan Cikajang Tahun 2002
Sektor
PDRB Sektor (Ribu Rp)
Pertanian,Peternakan, Kehutanan&Perikanan
100.781,3
Perdagangan, Hotel&Restoran
54.729,87
Bank dan lembaga keuangan lainnya Jasa-jasa
412.107 17.876,17
Total PDRB Kecamatan (Ribu Rp)
PDRB Sektor/Kecamatan (%) 16,64489
605.479
9,039104 68,06298 2,952402
Sumber : BPS Kabupaten Garut, 2002
Berdasarkan data ketenagakerjaan di Kecamatan Cikajang tahun 2003, sejumlah 16.094 penduduk (60,5%) berprofesi sebagai petani, kemudian sejumlah 5838 penduduk (21,9%) berprofesi sebagai peternak. Maka dapat disimpulkan bahwa sektor dominan yang paling banyak menyerap tenaga kerja/ sebagai lapangan
52
kerja utama di Kecamatan Cikajang yaitu sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan meskipun nilai kontribusinya terhadap PDRB kecamatan tidak besar. Pola penggunaan lahan terbangun di Cikajang sebagian besar masih mengikuti pola jaringan jalan utama. Di beberapa titik di pusat-pusat kegiatan, ada beberapa yang sudah mulai membentuk pola bercabang. Perumahan di Cikajang masih menyebar di desa-desa. Di pusat kota kecamatan hanya merupakan permukiman untuk kegiatan perdagangan dan jasa. Pusat kota belum mampu tumbuh menjadi kota yang memiliki perumahan yang dekat dengan pusat kota karena pola jaringan jalannya yang masih linear (Fakta dan Analisis Studio Wilayah PWK ITB, 2005). Sesuai dengan kedudukannya sebagai kota berorde 2, Kecamatan Cikajang telah memiliki sarana perdagangan dan jasa yang cukup lengkap. Kecamatan Cikajang telah memiliki pasar yang cakupan pelayanannya sampai ke kecamatan-kecamatan lain di sekitar Kecamatan Cikajang. Sarana jasa lain yang terdapat di Kecamatan Cikajang adalah SPBU, yang merupakan satu-satunya SPBU yang terdapat di wilayah selatan Kabupaten Garut. Sarana perhubungan berupa terminal juga sudah terdapat di Kecamatan Cikajang
3.2.2
Bungbulang
Kecamatan Bungbulang memiliki luas sebesar 20,220 Ha dan terdiri dari 11 desa. Dominasi pemanfaatan lahan untuk lahan tidak terbangun di kecamatan Bungbulang adalah untuk hutan yaitu seluas 6.726 Ha, sementara itu sebagian besar lahan tidak terbangun lainnya dipergunakan sebagai areal tegalan dan semak belukar. Luas lahan terbangun berupa perkebunan, dan persawahan, serta hanya sekitar 2% dari luas lahan Bungbulang dipergunakan untuk permukiman. Perekonomian Kecamatan Bungbulang didominasi oleh pertanian, khususnya komoditas padi memiliki potensi yang tinggi untuk dikembangkan di kecamatan ini. Kecamatan Bungbulang memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut : •
Utara
: Kabupaten Bandung
•
Timur
: Kecamatan Pakenjeng, Pamulihan
•
Barat
: Kecamatan Caringin, Cisewu,
•
Selatan
: Kecamatan Mekarmukti, Samudera Indonesia
53
Tabel III.8 Sektor Dominan di Kecamatan Bungbulang Tahun 2002 Total PDRB Kecamatan (Ribu Rp)
PDRB Sektor (Ribu Rp)
Sektor
PDRB Sektor/Kecamatan (%) 66,13401
Pertanian,Peternakan, Kehutanan&Perikanan Perdagangan, Hotel&Restoran
183861,93
Bank dan lembaga keuangan lainnya Jasa-jasa
6860,72
2,467759
21158,35
7,610529
Industri Pengolahan
7870,71
2,831046
278014
50213,77
18,06158
Sumber :BPS Kabupaten Garut, 2002
Pola penggunaan lahan terbangun di Bungbulang sebagian besar masih mengikuti pola jaringan jalan utama, namun pada beberapa titik di pusat-pusat kegiatan sudah mulai membentuk pola bercabang. Perumahan tersebar di desa-desa dan di pusat kota kecamatan. Selain permukiman, pusat kota kecamatan terdiri atas kegiatan perdagangan, pertanian dan pemerintahan (Fakta dan Analisis Studio Wilayah PWK ITB, 2005).
3.2.3
Pameungpeuk
Kecamatan Pameungpeuk yang luasnya sebesar 4.411 Ha dan terdiri dari 7 desa, merupakan kecamatan yang memiliki kelerengan dominan sebesar 0-8 % untuk wilayah terbangun dan 0-15 % untuk wilayah tidak terbangun. Adapun dominasi pemanfaatan lahan untuk lahan tidak terbangun di kecamatan Pameungpeuk adalah untuk pertanian lahan basah, sementara itu sebagian besar lahan tidak terbangun lainnya dipergunakan sebagai daerah hutan lindung untuk fungsi konservasi. Kecamatan Pameungpeuk memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut : •
Utara
: Kecamatan Cisompet
•
Timur
: Kecamatan Cibalong
•
Barat
: Kecamatan Cikelet
•
Selatan
: Samudera Indonesia
54
Tabel III.9 Sektor Dominan di Kecamatan Pameungpeuk Tahun 2002
Sektor
PDRB Sektor (Ribu Rp)
Pertanian,Peternakan, Kehutanan&Perikanan
103899,7
Perdagangan, Hotel&Restoran Jasa-jasa Industri Pengolahan Pengangkutan & Komunikasi
42467,26
Total PDRB Kecamatan (Ribu Rp)
PDRB Sektor/Kecamatan (%) 51,45791 21,03257
201911,93
17232,28 17152,29 15903,95
8,534553 8,494936 7,876677
Sumber: BPS Kabupaten Garut, 2002
Kegiatan dominan di Kecamatan Pameungpeuk adalah pertanian yang menyerap tenaga kerja cukup besar, yaitu 67065 petani, dengan komoditas padi sawah menjadi komoditas unggulan. Sebagai Kota Orde dua, kegiatan perdagangan berkembang pesat di alun-alun kota, begitu pula dengan kegiatan hotel dan restoran karena letak Kecamatan Pameungpeuk dekat dengan pantai yang berpotensi sebagai objek wisata.Industri galian bukan logam berkembang karena terdapat sumber bahan baku industri ini yang terletak di sekitar pantai. Curah hujan di Kecamatan Pameungpeuk rata-rata per tahunnya sebesar 25003000 mm. Sementara itu, ditinjau dari morfologinya, sebagian besar kecamatan Pameungpeuk berjenis tanah Asosiasi Podsolik dan di sebagian pantainya berjenis tanah Aluvial, yang merupakan jenis tanah subur untuk pertanian lahan basah. Secara geologi, Kecamatan Pameungpeuk merupakan daerah yang dapat dikembangkan, dengan sebagian besarnya merupakan jenis batuan dari miosen fasies sedimen dan alluvium. Pantai selatan Pameungpeuk juga sangat potensial untuk dikembangkan karena pemandangannya yang indah. Pola penggunaan lahan terbangun di Pameungpeuk sebagian besar masih mengikuti pola jaringan jalan utama. Di beberapa titik di pusat-pusat kegiatan, ada beberapa yang sudah mulai membentuk pola bercabang. Perumahan di Pameungpeuk masih menyebar di desa-desa. Di pusat kota kecamatan hanya merupakan permukiman untuk kegiatan perdagangan dan jasa perhotelan dan pemerintahan. Pusat kota belum mampu tumbuh menjadi kota yang memiliki
55
perumahan yang dekat dengan pusat kota karena pola jaringan jalannya yang masih linear (Fakta dan Analisis Studio Wilayah PWK ITB, 2005). Sesuai dengan fungsinya sebagai orde kedua, Kecamatan Pameungpeuk mempunyai fasilitas perdagangan dan jasa yang relatif lebih lengkap dibanding wilayah sekitarnya. Hal ini terlihat dengan adanya pasar, KUD, perbankan, perhotelan dan restoran yang sekaligus mendukung sektor pariwisata. Sedangkan dilihat dari sarana perhubungan, kondisi yang ada juga dalam keadaan yang cukup baik. Hal ini terlihat dari tersedianya angkutan umum yang menghubungkan kecamatan ini dengan dengan wilayah lain yang difasilitasi oleh terminal tipe B. Prasarana yang ada meliputi listrik, PDAM, dan jaringan telepon. Jaringan listrik di kecamatan ini sudah terpasang di seluruh bagian kecamatan, namun belum meliputi semua rumah tangga.
56