BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 4.1.
Hot Water Heater Pemanasan bahan bakar dibagi menjadi dua cara, pemanasan yang di ambil dari
Sistem pendinginan mesin yaitu radiator, panasnya di ambil dari saluran air UPER HOUSE ( selang baypas bagian atas), dan pemanasan yg dilakukan daengan cara pemanasan elektrik, listrik yg di gunakan di ambil dari alternator an di rubah menjadi panas menggunakan elemen pemanas 4.1.1. Siklus Kerja System Pendinginan Mesin Pada system ini pemansan baha bakar menggunakan paduan antara system bahan bakar dan system pendinginan mesin. Radiator mendinginkan cairan pendingin yang telah menjadi panas setelah melalui saluran water jacket..Radiator terdiri dari tengki air bagian atas (upper water tank) tangki air bagian bawah (lower water tank) dan radiator core pada bagian tengahnya. Cairan pendingin yang telah menjadi panas masuk ke upper water tank melalui selang (upper hose) Inti radiator (Radiator core) terdiri dari pipa - pipa yang dapat di lalui air pendingin dari upper tank ke lower tank. Selain itu juga dilengkapi juga dengan sirip – sirip pendingin, yang berfungsi sebagai penyerap panas dari air pendingin. Radiator letaknya di depan kendaraan sehingga radiator dapat di dingin kan dari gerakan kendaraan itu sendiri dengan bantuan kipas.
Gambar 4.1. Siklus kerja Sistem Pendinginan Mesin
Antara suhu Upper dan Lower House perbedaan suhunya sangat jauh, karena pada Upper hose suhu lebih tinggi dan Lower hose lebih rendah, karena Air pada saluran upper hose belum di dinginkan dan pada saluran Lower hose sudah terjadi proses pendinginan, dengan demikian kita mengambil saluran Upper hose sebagai saluran pemanasan bahan bakar, dengan menambahkan Power heater pada saluran Upper hose dengan demikian kita mendapatkan sumber panas yang dapat membantu memanaskan bahan bakar dalam Heater.
Gambar 4.2. Siklus Pendingin Mesin dengan Pemanas
Bahan bakar mengalir dari tanki bahan bakar ke water sedimeter yang berfungsi sebagai pemisah antara bahan bakar dan kemungkinan jika terdapat air dan kotoran, dari water sedimeter bahan bakar di alirkan ke dalam heater yang terlebih dahulu di panaskan oleh bantuan system pendinginan mesin, yaitu pemanasan dilakukan oleh air yang panas akibat suhu kerja mesin pada saat hidup. Setelah bahan bakar mengalami kenaikan suhu, maka bahan bakar di teruskan ke system Injection yang kemudian mengalirkan bahan bakar ke ruang bakar melalui nozzle.
4.1.2. Konsep Dasar Perpindahan Panas Perpindahan panas dapat didefinisikan sebagai berpindahnya energi dari suatu daerah ke daerah lainnya sebagai akibat dari beda suhu antara daerah-daerah tersebut. Selain itu perpindahan panas terdiri dari beberapa proses, yaitu proses dalam keadaan stedi dan tak stedi. Proses stedi adalah bila laju aliran panas dalam suatu sistem tidak berubah dengan waktu, yaitu bila laju itu konstan, maka suhu dititik manapun lidak berubah. Dengan kondisi stedi, kecepatan masuk panas pada titik manapun harus tetap sama dengan kecepatan keluar, dan jika terdapat atau terjadi perubahan energi dalam contohnya adalah pendinginan bola lampu listrik dengan udara sekitar, atau perpindahan panas dari fluida yang panas ke fluida yang dingin didalam penukar panas. Sedangkan yang dimaksud dengan proses tak stedi bila suhu diberbagai titik dari sistem tersebut berubah dengan waktu. Karena perubahan suhu menunjukkan perubahan energi dalam, kita berkesimpulan bahwa penyimpanan energi bagian yang tidak terpisahkan dari aliran proses tak stedi. Kepustakaan perpindahan panas pada umumnya mengenal tiga cara perpindahan panas yang berbeda : konduksi ( conduction, juga dikenal dengan istilah hantaran ), radiasi ( radiation ) dan konveksi ( convection ). Konduksi adalah proses dimana panas mengalir dari daerah yang bersuhu tinggi ke daerah yang bersuhu rendah didalam suatu medium ( padat, cair, gas ) atau antara medium-medium yang berlainan yang bersinggungan secara langsung. Dalam aliran perpindahan panas secara konduksi, perpindahan energi terjadi karena hubungan molekul yang cukup besar. Menurut teori kinetic, suhu elemen zat sebanding dengan energi kinetic rata-rata molekul yang mcmbentuk elemen itu. q=-k .A. ∂ T / ∂ x ……………………………………………1 ) Dimana : q = laju perpindahan kalor ∂ T / ∂x = gradien suhu perpindahan kalor k = konduktifitas thermal bahan A = luas bidang perpindahan kalor
Energi yang dimiliki oleh suatu elemen zat yang disebabkan oleh kecepatan dan posisi relatif molekul-molekulnya disebut energi dalam. Jadi, semakin cepat molekul-molekul bergerak, semakin tinggi suhu maupun energi dalam elemen zat tersebut. Radiasi adalah proses dimana panas mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang bertemperatur rendah tanpa melalui zat perantara, kalor juga dapat berpindah melalui daerah-daerah hampa. Panas radiasi dipancarkan oleh suatu benda dalam bentuk kumpulan energi yang terbatas atau kuanta. Gerakan panas radiasi didalam ruangan mirip perambatan cahaya dan dapat diuraikan dengan teori gelombang. Bila gelombang radiasi menjumpai benda yang lain, maka energinya diserap dan dikekal oleh permukaan benda tersebut. Perpindahan panas secara radiasi semakin pcnting dalam meningkatkan suhu suatu benda. Untuk radiasi antar dua benda, dapat dirumuskan :
q = Fe. Fg. A.σ (T14 – T24)
Dimana Fe = Fungsi emisitas Fg = Fungsi geometri A = Luas permukaan bidang σ = konstanta Stefan Boltzman (5, 669 x 10-8 W/m2K4 ) (Holman, 1999 : 13)
Konveksi adalah proses perpindahan energi dengan kerja gabungan dari kunduksi panas, penyimpanan energi dan gerakkan mencampur perpindahan panas dengan cara konveksi dari suatu permukaan yang suhunya diatas suhu fluida sekitarya berlangsung dalam beberapa tahap. Pertama, panas akan mengalir secara konduksi dari permukaan partikel-partikel fluida yang terbatas. Energi berpindah dengan cara demikian akan menaikkan suhu dan energi dalam partikel-partikel fluida. Kemungkinan partikel-partikel fluida tersebut akan bergerak ke daerah yang bersuhu lebih rendah didalam fluida dimana mereka akan bercampur, dan memindahkan sebagian energinya kepada partikel-partikel lainnya.
Gambar 4.3. Perpindahan kalor konveksi dari suatu plat
Perpindahan pada konveksi diklasifikasikan dalam konveksi bebas dan konveksi paksa menurut cara pergerakkan alirannya. Maka bila gerakkan mencampur berlangsung semata-mata sebagai akibat dari perbedaan kerapatan yang disebabkan oleh gradient suhu disebut dengan konveksi bebas. Dan bila gerakan mencampur disebabkan oleh suatu alat dari luar, seperti pompa, kipas, maka prosesnya disebut konveksi paksa. Pada gambar 9. Tw adalah suhu suatu plat dan Tx adalah suhu fluida . Apabila kecepatan di atas plat adalah nol, maka kalor hanya dapat berpindah secara konduksi, akan tetapi bila fluida diatas plat bergerak dengan kecapatan tertentu, maka kalor berpindah secara konveksi, dimana gradien suhu bergantung dari laju fluida pembawa kalor. Laju perpindahan kalor dipengaruhi oleh luas permukaan perpindahan kalor (A) dan beda menyeluruh antara permukaan bidang dengan fluida yang dapat dirumuskan sebagai berikut : q = h. A ( Tw- Tx ) Dimana :
h = koefisien perpindahan panas konveksi A = Luas penampang Tw = Suhu plat Tx = suhu fluida
Perpindahan panas konveksi tergantung pada viskositas fluida, disamping ketergantungan terhadap sifat – sifat thermal fluida, seperti : konduktivitas thermal, kalor spesifik, dan densitas. Hal ini disebabkan karena viskositas mempengaruhi profil kecepatan dan oleh sebab itu mempengaruhi laju perpindahan energi di daerah dinding.
4.2.
Koefisen Perpindahan Panas Metode perhitungan perpindahan panas secara konveksi khususnya cara-cara mencari
nilai koefisien perpindahan panasnya dalam hal masalah perpindahan panas konveksi diperlukan analisis dinamika fluida tersebut. Sebelum menelaah lebih jauh terlebih dahulu harus memahami dan menentukan angka Reynolds terlebih dahulu. Penentuan angka Reynolds ini bertujuan untuk dapat memastikan apakah aliran fluida dalam pipa / tabung tersebut laminar atau turbulen.
Gambar 4.4. Pola aliran fluida yang mengalir melalui sebuah pipa
Pada saluran aliran fluida sepenuhnya turbulen kecuali dalam suatu lapisan yang tipis yang berbatasan dengan dinding. Tanda panah berbentuk lingkaran adalah aliran turbulen yang menyapu tepi lapisan laminar. Pusaran itu mencampur fluida yang lebih panas dan yang lebih dingin lebih efektif, sehingga panas berpindah secara cepat antara tepi lapisan batas laminar dan fluida yang turbulen. Tahanan thermal lapisan laminar mengendalikan laju pepindahan panas, sebaliknya medan aliran turbulensi memberikan tahanan yang kecil terhadap aliran panas.
Cara yang efektif yang dapat ditempuh ialah dengan menaikkan koefisien perpindahan panas dan mengurangi tahanan thermal lapisan batas laminar. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan turbulensi di dalam aliran utama sehingga pusaran turbulen dapat menembus jauh ke dalam lapisan laminar. Kenaikan turbulensi di satu sisi juga mengakibatkan kerugian energi yang besar dalam peningkatan tekanan gesek fluida dalam saluran, sehingga dibutuhkan kecepatan aliran fluida relatif tinggi yang akan menghasilkan koefisien perpindahan panas yang tinggi pula.
Angka Reynolds digunakan sebagai kriteria untuk menunjukan apakah aliran dalam tabung atau pipa tersebut itu laminar atau turbulen. Untuk aliran itu biasanya turbulen. Red =
um .d > 2300 v
( Ref. Perpindahan Kalor J.P. Holman Hal : 195 )
Sekali lagi pada daerah transisi terdapat suatu jangkau angka Reynolds, yang bergantung dari kekerasan pipa dan kehalusan aliran. Jangkau transisi yang biasanya di gunakan adalah : 2000 < Red < 4000
( Ref. Perpindahan Kalor J.P. Holman Hal : 195 )
Walaupun dalam kondisi yang dikendalikan ketat dalam laboratorium aliran laminar masih bisa didapatkan pada angka Reynolds 25.000. Hubungan Kontinuitas untuk aliran satu dimensi dalam tabung ialah :
m = ρumA
( Ref. Perpindahan Kalor J.P. Holman Hal : 195 )
Dimana : m = Laju aliran massa (kg/s) μm = Kecepatan rata-rata (m/s) A = Luas penampang (m2)
4.3.
Rumus Perhitungan Perpindahan Panas Proses pemanasan secara prinsip didasari proses pertukaran panas. Pertukaran panas
ini dari air dengan bahan bakar solar yang di alirkan kedalam pipa pemanas. Air pendingin akan meningkat suhunya dikarenakan mengambil panas yang berasal dari panas hasil pembakaran gas dalam ruang bakar. Pengambilan panas terjadi pada komponen radiator. Proses pengambilan panas ini akan menyebabkan turunnya temperatur air pendingin (cooling effect), sedangkan pada bahan bakar solar yang dihembuskan akan mengalami kenaikan suhu (heating effect). Putaran mesin yang tinggi dengan sendirinya akan menyebabkan putaran pompa menjadi semakin tinggi pula, sehingga jumlah air / fluida yang dipompakan semakin banyak. Jumlah air / fluida yang dipompakan dapat diartikan sebagai debit atau jumlah fluida yang melewati suatu penampang dalam satuan waktu tertentu. Berdasarkan uraian di atas dapat digambarkan adanya suatu hubungan antara debit aliran air terhadap efektifitas pemanasan bahan bakar solar pada tabung pemanas.
Untuk Kecepatan Rata-rata μm dimana panjang jarak yang dilalui pada selang bahan bakar dibagi dengan waktu yang dibutuhkan oleh bahan bakar tersebut. Maka :
s PanjangJar akYangDila luiPadaSel angBahanBa kar μm = t = WaktuPemak aianBahanB akar
= =
= 0.011 ⁄
Kecepatan massa didefinisikan sebagai berikut :
Kecepatan Massa = G =
m = ρum A
Sehingga angka Reynolds dapat dituliskan sebagai berikut : Gd
Red =
m d atau Red =
Untuk menentukan Laju aliran massa dapat digunakan :
m=ρ
d 2 4
m kg/s
( Ref. Perpindahan Kalor J.P. Holman Hal : 260 )
Dimana : ρ = masa jenis bahan bakar (kg/m3) d = diameter tabung (m) μm = Kecepatan rata-rata (m/s) Metode perhitungan pada penelitian ini menggunakan rumus metode efektifitas pendinginan. Metode efektifitas mempunyai beberapa keuntungan untuk menganalisa perbandingan berbagai jenis penukar kalor dalam memilih jenis yang terbaik untuk melaksanakan pemindahan kalor tertentu Untuk dapat menentukan berapa laju perpindahan panas pada bahan bakar yang keluar setelah melewati pemanas buatan dapat diketahui berdasarkan rumus sebagai berikut : Pada suhu dinding luar dapat diketahui suhu yang keluar ;
q = mCp(Tb2 – Tb1) J/s
( Ref. Perpindahan Kalor J.P. Holman Hal : 260 )
Dimana : m = Laju aliran massa (kg/s) Cp = Koefisien perpindahan panas karena tekanan (kJ/kg.K) Tb2 = Suhu Bio solar setelah melewati pemanas ( oC ) Tb1 = Suhu Bio solar sebelum melewati pemanas ( oC )
4.4.
Hasil Perhitungan Perpindahan Panas Heater
1. Kecepatan rata-rata aliran bahan bakar :
s PanjangJar akYangDila luiPadaSel angBahanBa kar μm = t = WaktuPemak aianBahanB akar = 0.011 ⁄
= = 2. Laju aliran massa m=ρ
d 2 4
m kg/s
=
. ,
= 0.82 = 0.82
. 0.0039
= 0,0032 3. Laju perpindahan panas : q = mCp(Tb2 – Tb1) J/s (
=
−
)
= 0,0032 × 100(100 − 38 ) = 0,32 (62 ) = 19,84
4. Kecepatan rata-rata aliran bahan bakar : μm =
s t
= =
= 0.011 ⁄