BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBIAYAAN PERBANKAN SYARIAH
A. Pengertian Pembiayaan Dalam arti sempit, pembiayaan dipakai untuk mendefinisikan pendanaan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan seperti bank syariah kepada nasabah. Pembiayaan secara luas berarti financing atau pembelanjaan yaitu pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun dikerjakan oleh orang lain.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Pasal 1 angka 25 Undang-Undang Perbankan Syariah 46, pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa : 1. Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah. 2. Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik. 3. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam dan istishna. 4. Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang Qardh. 5. Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multi jasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank syariah dan/atau USS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah tanpa imbalan atau bagi hasil. Menurut M. Syafi’i Antonio menjelaskan bahwa pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank yaitu pemberian fasilitas dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan deficit unit. 47 Secara umum pembiayaan dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu 1. Menurut sifat penggunaanya, pembiayaan dapat dibagi menjadi : a. Pembiayaan produktif.
46
Pasal 1 angka 25 Undang-Undang No. 21 Tahun 2008, Ibid.
47
Muhammad Syafi’i Antonio, Aspek Pembiayaan Perbankan Syariah, Ghalia Indonesia, Bogor, 2001. hal.160.
Universitas Sumatera Utara
Adalah pembiayaan yang ditunjukkan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan, maupun investasi. b. Pembiayaan konsumtif. Adalah pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan barangbarang modal (capital goods) serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan itu. 2. Menurut keperluannya, pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi : a. Pembiayaan modal kerja Adalah pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan : a) Peningkatan produksi, baik secara kuantatif, yaitu jumlah hasil produksi, maupun secara kualitatif, yaitu peningkatan kualitas atau mutu hasil produksi. b) Untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang. b. Pembiayaan investasi Adalah pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan barang-barang modal (capital goods) serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan itu.
B. Tujuan dan Fungsi Pembiayaan 1. Tujuan Pembiayaan Pembiayaan adalah sebuah istilah yang dipakai untuk mendefinisikan pendanaan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan seperti bank syariah kepada
Universitas Sumatera Utara
debiturnya. Pembiayaan secara luas berarti financing atau pembelanjaan yaitu pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun dikerjakan oleh orang lain. Tujuan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah untuk meningkatkan kesempatan kerja dan kesejahteraan ekonomi sesuai dengan nilai-nilai islam. Pembiayaan tersebut harus dapat dinikmati oleh sebanyak-banyaknya pengusaha perseorangan ataupun dalam badan hukum yang bergerak dibidang industri, pertanian, dan perdagangan untuk menunjang kesempatan kerja dan menunjang produksi dan distribusi barang-barang dan jasa-jasa dalam rangka memenuhi kebutuhan seseorang. Bank Sumut Syariah Cabang Tebing Tinggi menyediakan pembiayaan modal kerja yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang kekurangan dana modal dalam rangka mengembangkan usaha yang produktif, halal dan menguntungkan. Pada saat sekarang ini pemerintah telah mencanangkan untuk mengembangkan usaha kecil dan menengah yang ternyata telah teruji kualitas dan daya tahannya di dalam menghadapi krisis global. Banyak para pengusaha kecil dan menengah yang kekurangan modal pembiayaan dalam mengembangkan usahanya, namun mereka tidak tahu cara maupun prosedur di dalam meminjam modal untuk pengembangan usaha. Oleh karena itu sudah selayaknya pihak perbankan syariah mengadakan program
Universitas Sumatera Utara
sosialisasi kepada para pengusaha kecil dan menengah sehingga mereka tahu prosedur dan cara untuk 48 mendapatkan pinjaman kredit. Jika setiap pengusaha kecil dan menengah dapat mengembangkan usaha mereka berarti hal ini juga membawa dampak positif bagi perkembangan perekonomian nasional dan menambah lapangan kerja bagi masyarakat Indonesia. Pelunasan kredit dapat dilakukan dengan angsuran atau cicilan dengan berdasarkan proyeksi arus kas (cash flow) usaha nasabah. Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah suatu sistem yang mencakup seperangkat aturan, lembaga dan mekanisme yang digunakan untuk melaksanakan pemindahan dana guna memenuhi suatu kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi. 2. Fungsi Pembiayaan Keberadaan bank syariah yang menjalankan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah bukan hanya untuk mencari keuntungan dan meramaikan bisnis perbankan di Indonesia, tetapi juga untuk menciptakan lingkungan bisnis yang aman, diantaranya : 1. Memberikan pembiayaan dengan prinsip syariah yang menerapkan sistem bagi hasil yang tidak memberatkan debitur. 2. Membantu masyarakat ekonomi lemah yang selalu dipermainkan oleh rentenir dengan membantu melalui pendanaan untuk usaha yang dilakukan.
48
Pasal 1 angka 7 Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
Dalam rangka mewujudkan fungsinya tersebut, maka pihak Bank Sumut Syariah Cabang Tebing Tinggi telah menyalurkan dana yang cukup banyak pada akhir tahun 2009 yakni sebesar Rp 3, 7 Milyar (tiga koma tujuh milyar rupiah) yang diharapkan agar para pengusaha dapat mengembangkan usahanya tanpa harus meminjam uang dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. 49
C. Bank Syariah Sebagai Alternatif Pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia Bulan Mei tahun 1992 merupakan saat yang sangat bersejarah bagi perkambangan bank syariah di Indonesia. Sejak itu bank syariah terbentuk di Indonesia yakni Bank Muamalat Indonesia. Namun demikian sebenarnya kehadiran bank syariah di Indonesia telah dinilai lambat oleh sebagian pengamat ekonomi. Hal ini dikarenakan pada masa itu masih adanya perbedaan pendapat antara sebagian umat Islam mengenai konsep bunga bank yang dianggap haram (dilarang), subhat (meragukan) dan hingga halal (dibolehkan). Perkembangan bank syariah pada masa sekarang ini telah mengalami peningkatan yang cukup signifikan, hal ini dibuktikan dengan semakin banyaknya bank syariah yang menunjang program pemerintah dalam meningkatkan perekonomian nasional. Pada periode awal tahun 2009 saja telah terdapat 3 Bank Umum Syariah, 25 Unit Usaha Syariah dan 115 Bank Perkreditan Rakyat Syariah yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Pembiayaan syariah yang disalurkan
49
http://www.banksumut.com/kembang.php.
Universitas Sumatera Utara
untuk sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) telah mencapai angka sebesar Rp 18,38 Trilyun (67,82 % dari pembiayaan total). Hal ini menunjukkan peranan bank dalam memberdayakan sektor UKM dalam hal pembiayaan telah cukup tinggi meski pangsa pasar masih sangat kecil yakni 2,79 % dari total kredit perbankan nasional. 50 Terbatasnya alternatif penempatan dana bagi bank syariah telah memaksa bank-bank syariah untuk menyalurkan fasilitas pembiayaan baru, di mana mayoritas bantuan diberikan dalam bentuk mudharabah. Distribusi pembiayaan terkonsentrasi pada tiga sektor yaitu : bisnis jasa, perkebunan dan konstruksi. Jangka waktu pembiayaan dimulai dari tida tahun sampai lima tahun. Salah satu penyebab besarnya persentase pembiayaan bank syariah terhadap UKM diduga karena lembaga ini lebih mengutamakan kelayakan usaha (proyek) ketimbang nilai agunan, sementara faktor agunan untuk sebagian besar pengusaha merupakan penghambat UKM untuk mendapat akses peminjaman dari bank konvensional. Pengusaha yang tidak dapat dilayani oleh bank konvensional inilah yang nantinya merupakan calon nasabah yang potensial bagi bank syariah. Dengan demikian, kalau mau mendukung UKM dengan keuangan, maka salah satu upaya yang dapat ditempuh adalah dengan memberikan dan mendukung perkembangan bank syariah. Dengan kata lain, penguatan dan perluasan jaringan bank syariah kiranya dapat meningkatan akses UKM terhadap lembaga pembiayaan.
50
http://www.Bank-Indonesia.com.
Universitas Sumatera Utara
Dalam tahun-tahun terakhir ini, dana yang terkumpul di bank konvensional banyak yang menganggur sedangkan sektor riil tidak banyak menerima kucuran dana antara lain karena perbankan konvensional lebih menyukai penanaman dananya dalam SBI. Sementara itu, fasilitas yang mirip dengan SWBI kurang dimanfaatkan oleh perbankan syariah karena lebih berorientasi pada pembiayaan investasi di sektor riil sebagai salah satu prinsip syariah untuk menghindari praktik kegiatan yang berunsur spekulatif. Selain itu, transaksi keuangan yang tidak didasarkan pada usaha riil akan melahirkan pertumbuhan semu dan menambah tekanan inflasi. Berbeda dengan kondisi tersebut, pada bank syariah walaupun dana yang dapat dihimpun masih relatif sedikit, kalau hanya dilihat dari rasio ini saja tampaklah bahwa penyaluran dana dari bank syariah hampir tiga kali lipat bank konvensional. Dengan kecenderungan ini, maka dapat diharapkan apabila semakin banyak bank syariah, dana akan semakin termobilisasi dan akhirnya tersalur untuk pembiayaan sektor riil, suatu aspek yang sangat dinantikan oleh dunia usaha untuk mengerakkan roda perekonomian yang tidak berkembang selama empat tahun terakhir ini. Hal ini akan semakin mendukung UKM karena sesuai dengan prinsip syariah sebagai lembaga intermediasi yang menerima dan menyalurkan dana, produk pembiayaan syariah bukan hanya terkait dengan bidang perbankan melainkan dapat mencakup anjak piutang (hiwalah), modal ventura (musyarakah), sewa beli (ijarah muntahiya bittamlik, ijarah waiqtina) dan pegadaian (rahn). Dengan bervariasinya produk syariah, masyarakat diberi kesempatan untuk memilih produk yang diminatinya sesuai dengan kebutuhan.
Universitas Sumatera Utara
Dengan berkembangnya produk-produk bank syariah yang sehat akan memberikan pelayanan yang kompetitif kiranya akan dapat mendorong peningkatan aliran modal masuk dari investor internasional, khususnya dari lembaga atau pihak-pihak yang dalam penyeluran dananya menyaratkan pola transaksi dengan prinsip syariah. Untuk itu, dapat dilakukan berbagai cara antara lain : 1. Mengupayakan pola kerja sama dengan bank umum syariah dengan Bank Perkreditan Rakyat Syariah terutama dalam bentuk pembiayaan dengan syarat lunak. 2. Peningkatan sumber dana (modal maupun kredit) dikaitkan dengan promosi bank syariah dan pendirian cabang di luar negeri. 3. Mengupayakan sumber dana dari lembaga donor yang menyaratkan prinsip syariah dalam penyalurannya. Secara umum IDB dapat membiayai proyek berupa : loan financing, leasing, installment sale, equity, istisna’a, profit sharing dan technical assistance. Di antara proyek-proyek tersebut, mungkin ada yang bisa langsung berhubungan dengan UKM sebagai nasabah bank syariah ataupun UKM sekedar sebagai subkontraktor atau paling bank syariah bisa dijadikan “kas” dalam penarikan dananya, antara lain : karena dalam penyaluran dananya IDB mensyaratkan pola transaksi dengan prinsip syariah. Oleh karena itulah, pemerintah kiranya dapat memberikan dukungan atau memfasilitasi bank syariah yang lain untuk akses terhadap sumber dana ini, baik untuk penyertaan maupun pembiayaan untuk para nasabahnya. Demikian pula, hal
Universitas Sumatera Utara
yang sama kiranya dapat dilakukan pemerintah yang terkait dengan sumber dana yang lain (di luar IDB) yang menyaratkan prinsip syariah dalam penyalurannya. Selain itu dengan menyadari masih sedikitnya bank syariah di Indonesia kiranya dapat dipertimbangkan untuk mengizinkan Bank Islam negara lain membuka cabangnya di Indonesia ataupun bekerjasama dengan perbankan syariah Indonesia. Demikian pula masuknya bank asing juga kiranya akan mempercepat proses pembentukan peraturan yang lebih mendekati pelaksanaan syariah. Keterbatasan pengalaman, sumber daya manusia, modal serta kemampuan manajerial diharapkan akan teratasi dengan mendatangkan mereka yang telah lebih dulu mengembangkan bank syariah. Dengan bertambahnya Bank Islam di masa mendatang, nasabah Muslim, termasuk UKM akan mempunyai pilihan di bank mana uangnya akan ditaruh atau dari bank mana mereka akan akses terhadap berbagai bentuk pembiayaan yang ditawarkan bank syariah. Untuk mencapai tujuan pengembangan perbankan syariah perlu adanya strategi pengembangan yang diarahkan untuk meningkatkan kompetensi usaha yang sejajar dengan sistem perbankan konvensional dan dilakukan secara komperehensif dengan mengacu kepada analisis kekuatan dan kelemahan perbankan syariah saat ini. Dengan berpedoman kepada hal ini, Bank Indonesia telah menyusun strategi pengembangan perbankan syariah yang pada dasarnya mengacu kepada empat langkah utama 51, yaitu :
51
http://www.Bank-Indonesia.com.
Universitas Sumatera Utara
1. Penyusunan dan penyempurnaan landasan hukum dan ketentuan operasional bank syariah yang mengacu kepada standar internasional. 2. Perizinan yang mendukung upaya perluasan jaringan kantor bank syariah dan pengawasan yang berorientasi pada prinsip kehati-hatian. 3. Pengembangan instrumen moneter dan pasar keuangan syariah. 4. Meningkatkan pemahaman masyarakat dan pengembangan sumber daya manusia perbankan syariah. Sekalipun demikian seperti dipaparkan di muka di dalam jangka panjang langkah-langkah strategis tersebut kiranya dapat mengarah kepada pembentukan lembaga pembiayanan syariah yang tidak sekedar penyesuaian terhadap ketentuan perbankan konvensional.
D. Kebijakan dan Strategi Pengembangan Perbankan Syariah Keberadaan perbankan syariah di Indonesia merupakan refleksi kebutuhan atas sistem perbankan yang dapat memberikan kontribusi stabilitas kepada sistem keuangan nasional. Industri perbankan syariah juga mencerminkan permintaan masyarakat yang membutuhkan suatu sistem perbankan alternatif yang menyediakan jasa perbankan yang memenuhi prinsip-prinsip syariah. Negara Indonesia yang mayoritas Muslim terbesar di dunia, Indonesia dapat dikatakan memiliki prospek yang sangat cerah bagi pengembangan perbankan syariah di masa yang akan datang. Hal ini didukung oleh keyakinan sebagian masyarakat yang mengganggap adanya keberkahan rizki dari Tuhan Yang Maha Esa.
Universitas Sumatera Utara
Secara resmi regulasi perbankan syariah telah dituangkan dalam UndangUndang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 dan juga Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2004. Namun semua peraturan perundang-undangan tersebut belum memberikan penjelasan yang lengkap tentang perbankan syariah. Barulah pada Tahun 2008 yang lalu disahkannya Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Undang-Undang Syariah ini telah mengatur keseluruhan perbankan syariah secara lengkap. Perkembangan perbankan syariah tetap berada di bawah otoritas Bank Indonesia dan terus diregulasi sejak tahun 2002. Pada tahun 2009 Bank Indonesia menargetkan pertumbuhan kuantitatif aset perbankan syariah yang cukup besar, yakni mencapai minimal 5 % (lima persen) dari seluruh aset perbankan nasional. Untuk itulah akselerasi pertumbuhan tersebut perlu didukung oleh suatu kebijakan yang tepat, yang tidak hanya melibatkan Bank Indonesia dan pemerintah saja, tetapi juga komponen masyarakat lainnya seperti : lembaga-lembaga pendidikan dan perguruan tinggi sebagai penyedia Sumber Daya Insani (SDI). 52 Melihat pesatnya pertumbuhan industri perbankan syariah di Indonesia, Bank Indonesia mengembangkan empat paradigma kebijakan, yaitu : 1. Market driven
52
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana, Jakarta, 2005. hal. 103.
Universitas Sumatera Utara
Bank Indonesia bersama dengan stakeholder yang lain akan melakukan public education kepada masyarakat untuk mendukung proses positioning. Hal ini terjadi karena industri perbankan syariah tumbuh sebagai realisasi kebutuhan masyarakat yang membutuhkan jasa pelayanan keuangan dan perbankan yang sesuai dengan prinsip syariah. 2. Fair treatment Pengembangan kerangka ketentuan maupun upaya bagi penyempurnaan infrastruktur industri dilakukan berdasarkan perlakuan konsep yang sama, yang mengakomodasi ciri-ciri operasional khusus perbankan syariah serta penyusunan program pengembangan yang disesuaikan dengan tahapan pertumbuhan industri. 3. Gradual and sustainnable approach Program pengembangan perbankan dapat dipandang sebagai suatu upaya transformasi suatu industri yang dilakukan menurut fokus dan prioritas dalam suatu tahapan yang terstruktur dan berkesinambungan.
4. Comply to Syariah principles Kepatuhan terhadap prinsip-prinsip syariah yang merupakan suatu argumen utama keberadaan industri perbankan syariah. Adapun implementasi kepatuhan terhadap prinsip syariah merupakan upaya untuk menginkorporasi nila-nilai syariah, baik dalam skema transaksi keuangan sampai kepada
Universitas Sumatera Utara
implementasinya dalam mengelola usaha yang tercermin dalam corporate governance industri perbankan syariah yang baik. Selain empat paradigma kebijakan tersebut, Bank Indonesia juga telah menentukan empat tahapan pencapaian pengembangan perbankan syariah nasional 53, yaitu : 1. Tahap Pertama (2002-2004), Tahap peletakan landasan pengembangan yang kuat bagi pertumbuhan industri perbankan syariah. Fokus aktifitas dalam tahap ini adalah menyusun ketentuan kelembagaan bank syariah dan menyiapkan infrastruktur dasar yang diperlukan untuk pertumbuhan bank syariah. 2. Tahap Kedua (2005-2009), Tahap penguatan industri, peningkatan daya saing, efisiensi operasi, spesifikasi operasi serta kompetensi dan profesionalisme SDI perbankan syariah. 3. Tahap Ketiga (2010-2012), Tahap peningkatan kualitas pelayanan dan operasional perbankan syariah yang sesuai dengan standar keuangan dan kualitas pelayanan internasional. 4. Tahap Keempat (2013-2015). Tahap di mana industri perbankan syariah telah mencapai satu pangsa pasar yang signifikan untuk memberikan kontribusi dalam sistem perekonomian nasional. Pada saat itu diharapkan telah terbentuk integrasi dengan sektor-
53
Ibid, hal. 60.
Universitas Sumatera Utara
sektor lainnya, khususnya dengan lembaga keuangan syariah bukan bank dan institusi pendukung. Kebijakan
pengembangan
perbankan
syariah
diterapkan
dengan
berpedoman kepada strategi pengembangan jangka panjang perbankan syariah. 54 Adapun sasaran strategis pengembangan yang dimaksud adalah sebagai berikut : 1. Kepatuhan kepada prinsip-prinsip syariah. Hal ini dilakukan dengan menerbitkan peraturan yang bertujuan untuk memberikan panduan dalam penerapan akad keuangan syariah secara baik, yaitu dengan dikeluarkannya ketentuan tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana bagi Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah. Selanjutnya disusun juga standar keuangan syariah untuk mendukung pengembangan produk yang selaras antara aspek syariah dan kehati-hatian. 2. Implementasi aturan prudensial. Bank Indonesia berkomitmen terhadap pengembangan good corporate governance dan pemutakhiran sistem pengawasan dan pemeriksaan bank syariah. Untuk itu, saat ini tengah dikembangkan sistem pengawasan dan pemeriksaan berbasis resiko di samping mengeluarkan beberapa regulasi prudensial (transparansi keuangan, perubahan ketentuan giro wajib minimum, penilaian kualitas aktiva). Untuk Bank Perkreditan Rakyat Syariah, juga terdapat Peraturan Bank Indonesia yang mengatur tentang Laporan Bulanan
54
Amir Machmud, Bank Syariah : Suatu Pengantar, Erlangga, Jakarta, 2007. hal. 60-62.
Universitas Sumatera Utara
Bank (Labul) serta penyempurnaan ketentuan yang mengatur tenteng perizinan bank. 3. Efisiensi operasional dan daya saing. Dalam hal ini, Bank Indonesia telah mengeluarkan ketentuan mengenai Perubahan Kegiatan Usaha Bank Umum Konvensial menjadi Bank Umum yang melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah dan Pembukaan Kantor Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah oleh Bank Umum Konvensional. Kepada cabang bank konvensional yang telah memiliki Unit Usaha Syariah (UUS) dibolehkan melayani transaksi perbankan syariah tertentu (office channeling). Selain itu, Bank Indonesia telah melakukan pemetaan potensi dan preferensi masyarakat terhadap perbankan syariah di hampir seluruh kabupaten/kota di Indonesia. 4. Stabilitas sistemik dan terciptanya maslahat perekonomian. Untuk meningkatkan kontribusi industri perbankan syariah, Bank Indonesia telah menyelesaikan kajian kebijakan entry dan exit pada industri perbankan syariah. Melalui kebijakan yang direkomendasikan, diharapkan industri perbankan syariah akan didukung oleh pelaku yang memiliki keahlian dan dedikasi yang tinggi dalam mengembangkan industri perbankan syariah. Selain itu, terdapat pusat-pusat penelitian, pendidikan dan pengembangan ekonomi dan perbankan syariah yang dapat mendukung kebijakan secara makro. Bank Indonesia juga telah menyusun suatu akselerasi pengembangan perbankan syariah tahun 2007-2008. 5. Pengembangan Sumber Daya Insani (SDI).
Universitas Sumatera Utara
Pengembangan SDI di bidang perbankan syariah terus dilakukan baik di sisi pengelola bank syariah, pengawas Bank Indonesia maupun masyarakat, yaitu melalui program edukasi yang sistematis, terfokus dan berkesinambungan. Bank Indonesia juga telah menjalin kerja sama dengan beberapa perguruan tinggi di Indonesia untuk menciptakan SDI perbankan syariah yang andal serta mengerti akan konsep syariah sehingga dapat memberikan pemahaman dan mengajak masyarakat untuk mempunyai rasa kepemilikan (sense of belonging) terhadap perbankan syariah. Dalam rangka penguatan Sumber Daya Insani, Bank Indonesia mencanangkan berbagai kegiatan, seperti : a. Melakukan pelatihan dengan bekerja sama dengan lembaga pendidikan seperti: Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI). b. Melakukan kajian / penelitian dengan bekerja sama dengan berbagai perguruan tinggi, pusat-pusat kajian serta lembaga riset. c. Memfasilitasi kesempatan kerja praktik, magang serta penelitian. d. Memberikan bantuan teknis peningkatan kompetensi pengelolaan bank syariah, seperti : workshop, training di bidang pelayanan dan pembiayaan. e. Menyusun text book Ekonomi Islam bagi kalangan perguruan tinggi. Upaya penguatan SDI tersebut tidak terlepas dari program akselerasi lainnya dari Bank Indonesia untuk menguatkan Bank Syariah. 6. Inisiatif strategis untuk mengoptimalkan fungsi sosial bank syariah. Hal ini dilakukan melalui perannya dalam memfasilitasi hubungan voluntary sector (dana sosial) dengan pemberdayaan ekonomi kerakyatan. Terkait
Universitas Sumatera Utara
dengan inisiatif ini, Bank Indonesia telah membentuk kerja sama dengan Badan Amal Zakat Nasional (BAZNAS) dan seluruh perbankan syariah untuk mengembangkan Program Perbankan Syariah Peduli Umat (PSPU). Adapun PSPU tersebut adalah kegiatan pengelolaan zakat, infak, sedekah dan wakaf yang merupakan kerja sama antara perbankan syariah (Bank Umum Syariah dan BPRS), Bank Indonesia dan Badan Amil Zakat. Tujuannya adalah dalam rangka membuat program pendayagunaan ZIS (zakat, infak, sedekah) yang efektif, mensosialisasikannya dan menggalang dana tersebut dari masyarakat serta menumbuhkan citra positif dalam masyarakat mengenai perbankan syariah sebagai lembaga yang peduli terhadap program kemiskinan dan permasalahan dhuafa. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : a. Tujuan pengembangan perbankan syariah di Indonesia, antara lain memenuhi kebutuhan jasa perbankan (alternatif) bagi masyarakat dan mendorong peningkatan peran perbankan secara optimal dalam mengerakkan sektor ini. b. Strategi pengembangan perbankan syariah dilakukan secara bertahap dimulai sejak tahun 2002 dengan sasaran yang jelas guna meningkatkan kompetensi usaha yang sejajar dengan sistem perbankan konvensional. c. Kebutuhan Sumber Daya Insani perbankan syariah masih sangat terbatas, baik kualitas maupun kuantitasnya. Oleh karena itu, tersedia peluang bagi lembaga
Universitas Sumatera Utara
pendidikan, khususnya perguruan tinggi yang memfasilitasi dan menutupi kesenjangan penyediaan Sumber Daya Insani di perbankan syariah. 55
BAB IV
55
H. Rukmana, Kebijakan Bank Syariah, Erlangga, Jakarta, 2010. hal.62-63.
Universitas Sumatera Utara
PELAKSANAAN ASPEK PEMBIAYAAN PADA BANK SUMUT SYARIAH CABANG TEBING TINGGI
A. Jenis-Jenis Pembiayaan Bank Sumut Syariah sebagai salah satu unit dari Bank Sumut telah mulai beroperasi pada Tanggal 4 November 2004. Pada awal beroperasinya, unit usaha syariah mengalami kerugian sebesar Rp 5,81 Milyar (lima koma delapan puluh satu milyar rupiah), namun pada akhir tahun 2009 Bank Sumut Unit Usaha Syariah telah mengalami peningkatan laba sebesar 7,82 Milyar (tujuh koma delapan puluh dua milyar rupiah) dan angka ini terus bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah nasabah yang awalnya hanya sekitar 1.200 (seribu dua ratus) nasabah meningkat menjadi 8.789 (delapan ribu tujuh ratus delapan puluh sembilan) nasabah pada akhir tahun 2009. 56 Dalam hal permodalan, Bank Sumut Syariah juga mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat pada sumber dana terdiri atas modal kerja yang disisihkan oleh Bank Sumut Konvensional sebagai Induk dan Dana Pihak Ketiga dari Giro, Tabungan dan Deposito. Hingga Desember 2009 total modal kerja adalah Rp. 230,50 Milyar (dua ratus tiga puluh koma lima puluh milyar rupiah) dan Dana Pihak Ketiga yang mampu dihimpun sebesar Rp. 129, 98 Milyar (seratus dua puluh sembilan koma sembilan puluh delapan milyar rupiah). 57 Dibandingkan dengan tahun 2008, terjadi peningkatan penghimpunan Dana Pihak Ketiga dari
56 57
http://www.banksumut.com/nasabah.php http://www.banksumut.com/kembang.php
Universitas Sumatera Utara
Rp. 76,50 Milyar (tujuh puluh enam koma lima puluh milyar rupiah) pada tahun 2008 menjadi Rp. 129,98 Milyar (seratus dua puluh sembilan koma sembilan puluh delapan milyar rupiah) pada tahun 2009 atau terjadi pertumbuhan 69,90 % (enam puluh sembilan koma sembilan puluh persen). Dalam rangka meningkatkan kinerja kerjanya di daerah dan bukan hanya di pusat ibukota propinsi, maka Bank Sumut mulai membuka 16 (enam belas) unit syariah lainnya di daerah-daerah, seperti di Kota Tebing Tinggi, Kota Pematang Siantar, Kota Rantau Parapat, Kota Padang Sidimpuan. Secara geografis Kota Tebing Tinggi terletak diantara 30 19'-30 21' Lintang Utara dan 980 11'-980 21' Bujur Timur. Posisi Kota Tebing Tinggi ada di bagian Utara Provinsi Sumatera Utara pada ketinggian tempat 26-34 m di atas permukaan laut dan kondisi wilayah relatif datar. Luas wilayah Kota Tebing Tinggi 38.438 km2 secara administratif terdiri dari 3 Kecamatan dan 27 Kelurahan dengan jumlah penduduk 26.570 (dua puluh enam ribu lima ratus tujuh puluh) jiwa. Selama beberapa tahun terakhir perekonomian Kota Tebing Tinggi didominasi oleh sektor industri pengolahan yaitu 23,87 % (dua puluh tiga koma delapan puluh tujuh persen) dari total pendapatan daerah. Peringkat kedua adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu 20,70 % (dua puluh koma tujuh puluh persen) dan diikuti oleh sektor jasa sebesar 16,13 % (enam belas koma tiga belas persen). Dari ketiga sektor tersebut terlihat bahwa perekonomian Kota Tebing Tinggi sangat didukung oleh sektor-sektor yang merupakan kegiatan
Universitas Sumatera Utara
perkotaan. Dari ketiga sektor ini dapat diturunkan bidang-bidang usaha yang layak untuk dikembangkan dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi. 58 Mengingat potensi yang demikian besarnya di Kota Tebing Tinggi, maka tidak mengherankan jika Bank Sumut membuka unit syariah di kota ini. Di mana semua jenis pembiayaan yang ditawarkan oleh pihak Bank Sumut Syariah diharapkan dapat menambah dan meningkatkan perekonomian masyarakat di Tebing Tinggi. Menurut sifat penggunaanya, pembiayaan dapat dibagi menjadi : a. Pembiayaan produktif, yaitu pembiayaan yang ditunjukkan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan, maupun investasi. b. Pembiayaan konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan barang-barang modal (capital goods) serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan itu. Kata al-Murabahah diambil dari bahasa Arab dari kata ar-ribhu (
)
yang berarti kelebihan dan tambahan (keuntungan). Sedangkan dalam definisi para ulama terdahulu adalah jual beli dengan modal ditambah keuntungan yang diketahui. Hakekatnya adalah menjual barang dengan harga (modal) nya yang diketahui kedua belah transaktor (penjual dan pembeli) dengan keuntungan yang diketahui keduanya. Pembiayaan Murabahah dalam istilah fiqh ialah akad jual beli atas barang tertentu.dalam transaksi jual beli tersebut,penjual menyebutkan
58
http://www.banksumut.com/kembang.php
Universitas Sumatera Utara
dengan jelas barang yang diperjual belikan termaksud harga pembelian dan keuntungan yang diambil . Murabahah dalam teknis perbankan adalah akad jual beli antara bank selaku penyedia bank dengan nasabah yang memesan untuk membeli barang. Jenis pembiayaan modal kerja yang diberikan oleh pihak Bank Sumut Syariah Cabang Tebing Tinggi telah diatur dalam Surat Keputusan Direksi No. 120/DIR/DUSy-PDJs/SK/2009 tanggal 24 Agustus 2009. 59 Adapun jenis-jenis pembiayaan yang diberikan oleh Bank Sumut Syariah Cabang Tebing Tinggi adalah pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah dengan sasaran : 1.
Perorangan yang memperoleh penghasilan secara rutin melalui kegiatan usaha sehari-hari dan dapat dibuktikan secara fisik maupun administratif. Sasaran perorangan ini dikelompokkan menjadi : a. Pengusaha (wiraswasta) b. Profesional (apoteker, dokter, akuntan, notaris, dan lain-lain)
2.
Badan usaha, yaitu entity business yang memenuhi ketentuan perundangundangan yang berlaku untuk perusahaan dalam bentuk CV, Firma, Perseroan Terbatas (PT) dan lembaga lain yang bertujuan untuk mendapatkan laba/ hasil usaha. Dari Surat Keputusan tersebut dapat diketahui bahwa pada dasarnya jenis-
jenis pembiayaan Bank Syariah hanya 2 jenis, yakni : pembiayaan mudharabah
59
Surat Keputusan Direksi No. 120/DIR/DUSy-PDJs/SK/2009 tanggal 24 Agustus 2009.
Universitas Sumatera Utara
dan musyarakah. Agar lebih jelasnya, maka penulis akan menguraikan kedua jenis pembiayaan tersebut.
1.
Pembiayaan Mudharabah Mudharabah adalah penanaman dana dari pemilik dana (shahibul maal)
kepada pengelola dana (mudharib) untuk melaksanakan kegiatan usaha tertentu dengan pembagian keuntungan/ bagi hasil dengan menggunakan metode bagi untung dan rugi (profit and loss sharing) atau metode pendapatan (revenue sharing) antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang disepakati sebelumnya. Selain melakukan kegiatan usaha, pihak Bank Syariah juga dapat menempatkan dana pada Bank Syariah lain dalam bentuk titipan berdasarkan Akad Wadi’ah atau investasi berdasarkan Akad Mudharabah dan / atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. 60 Sedangkan pembiayaan mudharabah adalah pembiayaan yang dilakukan melalui kerjasama usaha antara dua pihak dimana pemilik modal/ bank (shahibul maal) menyediakan modal 100% (seratus persen) sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola usaha/ debitur (mudharib) dengan mensyaratkan jenis ataupun bentuk usaha yang dilakukan. 61 Pembiayaan mudharabah pada prinsipnya merupakan suatu transaksi yang mengupayakan suatu nilai tambah (added value) dari suatu kerjasama antar pihak dalam memproduksi barang dan jasa.
60 61
Pasal 21 Undang-Undang No. 21 Tahun 2008, Ibid. Faisal Abdullah, Bank Syariah, Suatu Pengantar, Gema Insani Press, Jakarta, 2005. hal.56.
Universitas Sumatera Utara
Agar lebih jelasnya mengenai pembiayaan mudharabah, dapat dilihat dalam skema transaksi mudharabah pada Gambar 2.1 berikut :
Nasabah
Bank Syariah
Skill
Modal Proyek/Usaha
Outcome Value Added
Return untuk nasabah
Return untuk bank
Gambar 2.1 Skema Transaksi Mudharabah (Sumber : Direktorat Perbankan Syariah,2004:25) Ketentuan-ketentuan umum dari pembiayaan mudharabah adalah : 1. Jumlah modal yang disetor kepada nasabah selaku pengelola modal harus diserahkan tunai, dan dapat berupa uang atau barang yang dinyatakan nilainya dalam satuan uang. 2. Hasil usaha yang dibagi sesuai dengan perhitungan dalam akad, pada setiap bulan atau waktu yang disepakati.
Universitas Sumatera Utara
3. Bank berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan, namun tidak berhak mencampuri urusan usaha nasabah. Berdasarkan tujuannya, pembiayaan mudharabah dibagi dua, yaitu :
1. Mudharabah Non SPK Yaitu pembiayaan yang diberikan oleh bank sebanyak 100% (seratus persen) kepada nasabah untuk modal usaha agar meningkatkan hasil usaha nasabah. 2. Mudharabah SPK Yaitu pembiayaan yang diberikan oleh bank maksimal 60% (enam puluh persen) dari nilai proyek yang didapatkan oleh nasabah yang dana proyek tersebut dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) / Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Loan (pinjaman luar negeri), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) / Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Perusahaan Swasta. 2. Pembiayaan Musyarakah Musyarakah adalah penanaman dana dari pemilik dana/ modal mereka pada suatu usaha tertentu, dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya, sedangkan kerugian ditanggung semua pemilik modal berdasarkan bagian dana/ modal masing-masing. Hampir sama dengan pembiayaan mudharabah, transaksi musyarakah merupakan salah satu bentuk kerja sama usaha. Terdapat dua hal yang membedakan antara transaksi mudharabah dan musyarakah. Pertama, dalam transaksi musyarakah pihak pengusaha harus ikut serta dalam permodalan. Kedua,
Universitas Sumatera Utara
pihak pemilik dana memiliki hak untuk melakukan intervensi dalam kegiatan usaha sesuai dengan peran yang telah disepakati oleh kedua belah pihak saat akad pertama kali ditanda-tangani. Mekanisme kerjasama antar pihak dalam transaksi musyarakah dapat dilihat pada Gambar 2.2 :
Nasabah
Bank Syariah
Skill + Modal
Modal
Proyek/Usaha
Outcome Value Added
Return untuk nasabah
Return untuk bank
Gambar 2.2. Skema Transaksi Musyarakah (Sumber : Direktorat Perbankan Syariah,2004:32) Ketentuan-ketentuan umum dalam embiayaan musyarakah adalah sebagai berikut : 1. Semua modal disatukan untuk dijadikan modal proyek musyarakah dan dikelola bersama-sama. 2. Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam menentukan kebijakan usaha yang dijalankan oleh pelaksana proyek.
Universitas Sumatera Utara
3. Pemilik modal dipercaya untuk menjalankan proyek musyarakah tidak boleh melakukan tindakan, seperti : 1) Menggabungkan dana proyek dengan harta pribadi. 2) Menjalankan proyek musyarakah dengan pihak lain tanpa ijin pemilik modal lainnya. 3) Memberi pinjaman kepada pihak lain. 4. Biaya yang timbul dalam pelaksanaan proyek dan jangka waktu proyek baru diketahui bersama. Pembiayaan musyarakah berdarkan tujuannya dibagi dua, yaitu : 1. Musyarakah Non SPK Yaitu pembiayaan yang diberikan oleh bank kepada nasabah untuk modal usaha agar meningkatkan hasil usaha nasabah. Modal yang diberikan dari bank tidak 100% (seratus persen) seperti pembiayaan mudharabah dari yang dibutuhkan pemohon dikarenakan selebihnya adalah modal dari pemohon sendiri. 2. Musyarakah SPK Yaitu pembiayaan yang diberikan oleh bank kurang dari 60% (enam puluh persen) dari nilai proyek yang didapatkan oleh nasabah yang dana proyek tersebut dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) / Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Loan (pinjaman luar negeri), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) / Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Perusahaan Swasta dikarenakan pemohon juga memasukkan dananya sendiri untuk mengerjakan proyek tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Pada awal tahun 2010 ini, pihak Bank Sumut Syariah telah memberikan pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah pada nasabah sebesar Rp 3,3 Milyar (tiga koma tiga milyar rupiah). B. Prosedur Pembiayaan Modal Kerja 1. Persyaratan Administrasi Setiap permohonan pembiayaan modal kerja baik mudharabah atau musyarakah pada PT. Bank Sumut Cabang Syariah Tebing Tinggi harus diajukan secara tertulis dengan cara membuat surat permohonan untuk mengajukan pembiayaan yang ditujukan kepada Pemimpin Cabang Syariah dan juga melengkapi persyaratan administrasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Persyaratan administrasi yang ditetapkan dan juga diatur dalam Surat Keputusan Direksi No.120/DIR/DUSy-PDJs/SK/2009 tanggal 24 Agustus 2009 adalah sebagai berikut : 1. Bagi Pengusaha (Wiraswasta) 1) Fotokopi identitas diri pemohon, pemilik barang agunan suami/ istri yang masih berlaku (KTP atau SIM atau Paspor). 2) Pasphoto berwarna pemohon dan suami/ istri dengan ukuran 3 x 4 cm. 3) Fotokopi kartu keluarga pemohon dan pemilik barang agunan. 4) Fotokopi buku nikah bagi yang sudah menikah. 5) Fotokopi surat agunan dan PBB terakhir (SPPT dan STTS). 6) Fotokopi bukti-bukti legalitas usaha (s/d Rp. 100.000.000 cukup dengan surat keterangan dari Lurah). 7) Fotokopi NPWP untuk pembiayaan di atas Rp. 100.000.000.
Universitas Sumatera Utara
8) Membuka rekening tabungan atau giro. Syarat-syarat administrasi ini ditujukan kepada pihak-pihak yang sumber pengembalian berasal dari laba usaha. 2. Bagi Profesional ( Apoteker, Dokter, Akuntan, Notaris, dan Lain-lain) 1) Fotokopi identitas diri pemohon, pemilik barang agunan suami/ istri yang masih berlaku (KTP atau SIM atau Paspor). 2) Pasphoto berwarna pemohon dan suami/ istri dengan ukuran 3 x 4 cm. 3) Fotokopi kartu keluarga pemohon dan pemilik barang agunan. 4) Fotokopi buku nikah bagi yang sudah menikah. 5) Fotokopi surat agunan dan PBB terakhir (SPPT dan STTS). 6) Fotokopi bukti-bukti legalitas profesi dan atau izin praktek. 7) Fotokopi NPWP untuk pembiayaan diatas Rp. 100.000.000. 8) Membuka rekening tabungan atau giro. Syarat-syarat administrasi ini ditujukan kepada pihak-pihak yang sumber pengembalian berasal dari pendapatan praktek setiap bulan dan hasil usaha. 3. Bagi Badan Usaha 1) Fotokopi identitas diri pemohon, pemilik barang agunan suami/ istri yang masih berlaku (KTP atau SIM atau Paspor). 2) Pasphoto berwarna pemohon dan suami/ istri dengan ukuran 3 x 4 cm. 3) Fotokopi kartu keluarga pemohon dan pemilik barang agunan. 4) Fotokopi buku nikah bagi yang sudah menikah. 5) Fotokopi surat agunan dan PBB terakhir (SPPT dan STTS).
Universitas Sumatera Utara
6) Fotokopi bukti-bukti legalitas usaha antara lain : SIUP, SIUJK, SKITU, TDP, HO dan lain-lain. 7) Fotokopi NPWP. 8) Membuka rekening tabungan atau giro. Syarat-syarat administrasi ini ditujukan kepada pihak-pihak yang sumber pengembalian berasal dari laba usaha. 2. Analisis Pembiayaan Jika seorang analisis dari seksi pemasaran menilai bahwa permohonan pembiayaan modal kerja layak diproses lebih lanjut, maka seorang analisis akan menghubungi calon mudharib untuk memberi tahu kapan akan dilakukan peninjauan langsung ke lokasi usaha dan lokasi agunan calon mudharib. Setelah dipastikan waktu untuk dilakukan peninjauan langsung atau survey, maka sesuai dengan Surat Edaran No. 057/DIR/DUSy-SP/SE/04 tanggal 3 Desember 2004 perihal Tata Cara Penilaian dan Pengikatan Agunan, peninjauan langsung dilaksanakan oleh minimal 2 (dua) orang pegawai kantor cabang yang telah memenuhi syarat dan ditunjuk dengan menggunakan surat tugas. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi sebagai seorang petugas taksasi atau survey adalah : a. Mampu membaca gambar pada surat tanah dan menentukan letak tanah sesuai dengan kondisi di lapangan. b. Memiliki pengetahuan tentang konstruksi bangunan dan tehnik menilai bangunan.
Universitas Sumatera Utara
c. Memiliki kemampuan berkomunikasi yang memadai untuk mengumpulkan informasi harga. d. Dapat menggambar denah lokasi berdasarkan aturan umum, seperti : a) Letak mata angin. b) Skala. c) Simbol-simbol (land mark), contoh seperti sungai, pohon, masjid dan lainlain. d) Topography (tata letak, kondisi tanah). e) Garis-garis, contoh Garis Sepadan Bangunan (GSB), Garis Sepadan Jalan (GSJ). f) Mempunyai integritas yang tinggi dan dapat melakukan penilaian secara objektif. g) Mempunyai pengetahuan yang luas tentang penilaian terutama untuk agunan selain tanah dan bangunan. Pada saat dilakukan survey maka analis akan mulai melakukan analisa pemberian pembiayaan apakah pemohon tersebut layak diberikan pembiayaan atau tidak. Umumnya di Bank Sumut Syariah Cabang Tebing Tinggi dalam melakukan analisa menggunakan prinsip 5C + 1S, yaitu : 1. Character (Analisis Watak) Yaitu penilaian terhadap karakter atau kepribadian pemohon pembiayaan dengan tujuan untuk
memperkirakan kemungkinan bahwa penerima
pembiayaan akan memenuhi kewajibannya setelah pembiayaan dicairkan. Penilaian ini meliputi apakah karakter dan kredibilitas pemohon cukup baik,
Universitas Sumatera Utara
dikenal dikalangan pemasok dan langganan, kondisi keuangan usaha lancar atau tidak, dan tidak termasuk dalam daftar hitam dari Bank Indonesia. 2. Capacity (Analisis Kemampuan) Yaitu penilaian secara obyektif tentang kemampuan pemohon pembiayaan untuk melakukan pembayaran setelah pembiayaan dicairkan. Kemampuan pemohon dapat diukur dengan catatan prestasi pembiayaan di masa lalu yang didukung dengan pengamatan di lapangan atas sarana usahanya seperti toko, karyawan, alat-alat dan pengalaman pemohon dalam menjalankan usahanya. 3. Capital (Analisis Modal) Yaitu penilaian terhadap kemampuan modal yang dimiliki oleh pemohon pembiayaan yang diukur dengan modal usaha menunjukkan angka positif. Peningkatan Net Profit Margin dan perkembangan Net Worth (kekayaan sendiri) selama satu tahun terakhir menggambarkan kemampuan pemohon untuk memupuk modal sendiri dari laba usaha yang digunakan untuk membiayai operasional bisnis. 4. Collateral (Analisis Agunan) Yaitu penilaian agunan yang dimiliki pemohon pembiayaan. Penilaian ini bertujuan untuk lebih meyakinkan bahwa jika suatu resiko kegagalan pembayaran terjadi, maka agunan dapat dipakai sebagai pengganti kewajiban pembayaran. Rasio agunan untuk pembiayaan modal kerja baik mudharabah atau musyarakah pada Bank Sumut Cabang Syariah Tebing Tinggi telah diatur dalam Surat Edaran No. 035/DIR/Dusy-SP/SE/2005 tanggal 16 Agustus 2005
Universitas Sumatera Utara
perihal Rasio Agunan Pembiayaan. Di dalam surat edaran tersebut dinyatakan bahwa : 1) Pembiayaan Mudharabah Non Proyek (Non SPK), rasio agunan adalah 125 % dari fasilitas pembiayaan. 2) Pembiayaan Mudharabah Proyek (SPK), rasio agunan adalah : a. Jika proyek yang dibiayai dengan sumber dana pembayaran berasal dari APBD/APBN, maka rasio agunan sebesar minimal 50 % dari fasilitas pembiayaan. b. Jika proyek yang dibiayai dengan sumber dana pembayaran berasal dari loan (pinjaman luar negeri), maka rasio agunan sebesar minimal 75 % dari fasilitas pembiayaan. c. Jika proyek yang dibiayai dengan sumber dana berasal dari BUMD/BUMN, maka rasio agunan sebesar minimal 75 % dari fasilitas pembiayaan. d. Jika proyek yang dibiayai dengan sumber dana berasal dari perusahaan swasta, maka rasio agunan sebesar minimal 100 % dari fasilitas pembiayaan. 3) Pembiayaan Musyarakah Non SPK dan Musyarakah SPK, rasio agunan adalah 125 % ( seratus dua puluh lima persen) dari sharing modal (fasilitas pembiayaan). Penilaian agunan dengan jumlah pembiayaan kepada nasabah atau grup nasabah lebih dari Rp. 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah), penilaian agunan wajib dilakukan oleh penilai independen disamping penilaian juga dilakukan
Universitas Sumatera Utara
oleh pihak bank, sedangkan pembiayaan dengan jumlah sampai dengan Rp. 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah) penilaian agunan dilakukan petugas bank. 5. Condition (Analisis Kondisi dan Prospek Usaha) Seorang analis harus melihat kondisi ekonomi yang terjadi di masyarakat secara spesifik melihat adanya keterkaitan dengan jenis usaha yang dilakukan oleh pemohon. Analisis harus melihat kondisi eksternal berupa persaingan usaha yang terjadi di lapangan agar dapat menilai tingkat pertumbuhan usaha pemohon. 6. Syariah Penilaian ini dilakukan untuk menegaskan bahwa usaha yang akan dibiayai benar-benar usaha yang tidak melanggar hukum syariah sesuai dengan fatwa DSN “Pengelola tidak boleh menyalahi hukum syariah Islam dalam tindakannya yang berhubungan dengan mudharabah”. (Departemen Agama RI,2003:7) Dalam perkembangannya, seorang analis menggunakan aspek tambahan selain 5S + 1C, seperti contohnya Credit Historical, yaitu seorang analis harus melihat sejarah pembayaran pembiayaan atau kredit calon mudharib pada bank lain ataupun di Bank Sumut Unit Usaha Syariah itu sendiri. Analis dapat melihat sejarah pembayaran tersebut dalam sistem informasi debitur (SID) yang nantinya juga sebagai bahan pertimbangan dalam kelayakan penerimaan pembiayaan. Setelah dilakukan checking on the spot maka analis menghitung ekspetasi/ proyeksi bagi hasil yang berpedoman pada ketentuan yang berlaku yang diatur dalam Surat Edaran No. 013/DIR/DUSy-SP/SE/2007 tanggal 20 Maret 2007
Universitas Sumatera Utara
perihal Marjin dan Ekspektasi Keuntungan Bagi Hasil Pembiayaan yaitu sebesar minimal 16 % efektif/ tahun. 62 Kantor Cabang Bank Sumut Syariah dapat menetapkan tingkat ekspektasi/ proyeksi bagi hasil kepada nasabah diatas ketentuan minimal, dengan pertimbangan misalnya : 1. Keuntungan usaha yang akan diperoleh cukup besar. 2. Jarak lokasi usaha yang cukup jauh sehingga membutuhkan waktu dan biaya monitoring/ pengawasan yang cukup besar. Perhitungan ekspektasi bagi hasil analis menggunakan sistem perhitungan efektif artinya ekspektasi bagi hasil dihitung berdasarkan baki debet. Untuk pembayaran yang pembayaran pokok dan bagi hasil setiap bulan, maka porsi pembayaran pokok dan bagi hasil dapat langsung dihitung secara komputerisasi dalam rumus annuitas (menurun). Pihak analisis juga menentukan nisbah bagi hasil yang didapatkan antara bank dan nasabah. Nisbah bagi hasil adalah rasio atau perbandingan pembagi keuntungan revenue sharing. Hal-hal yang harus diperhatikan oleh pihak analisis dalam menentukan porsi bagi hasil keuntungan adalah sebagai berikut : 1. Keuntungan yang diperoleh merupakan hasil dari pengelolaan dana pembiayaan yang diberikan. 2. Besar pembagian keuntungan dinyatakan dalam bentuk persentase nisbah yang disepakati.
62
Surat Edaran No. 013/DIR/DUSy-SP/SE/2007 tanggal 20 Maret 2007 perihal Marjin dan Ekspektasi Keuntungan Bagi Hasil Pembiayaan.
Universitas Sumatera Utara
3. Nasabah harus membayarkan bagian keuntungan yang menjadi hak bank sesuai dengan jadwal yang disepakati. 4. Pelaksanaan bagi hasil dan besarnya kewajiban pembagian keuntungan ditetapkan berdasarkan laporan dari hasil usaha nasabah, yang disetujui oleh bank setiap bulan atau berdasarkan kesepakatan antara pihak bank dan nasabah. 5. Rumus persentase nisbah bagi hasil bagi pihak bank adalah : Jumlah proyeksi/ Ekspetasi bagi hasil (Rp,-) Nisbah bagi hasil (%) =
x 100
Proyeksi keuntungan (Rp,-)
Setelah didapatkan nisbah bagi hasil untuk bank dan nasabah maka cara pembayaran bagi hasil dilakukan setiap bulan atau disesuaikan dengan siklus usaha nasabah. Ketentuan pembayaran angsuran pokok atau bagi hasil adalah sebagai berikut : a. Untuk jangka waktu pembiayaan s/d 1 tahun, pada saat jatuh tempo atau sesuai kesepakatan/ berdasarkan proyeksi arus kas usaha nasabah. b. Untuk jangka waktu pembiayaan di atas 1 tahun, wajib diangsur secara berkala dan dijadwalkan selama jangka waktu pembiayaan. c. Pembayaran angsuran pokok dan bagi hasil wajib dicantumkan dalam akad pembiayaan dan terdokumentasi secara lengkap. Pembiayaan modal kerja dapat juga dengan sistem pembayaran pokok atau bagi hasil sekaligus pada saat jatuh tempo disesuaikan dengan siklus usaha nasabah/ cash flow dan dalam jangka waktu pendek (di bawah 1 tahun), misalnya:
Universitas Sumatera Utara
a. Pembiayaan kepada petani tanaman jagung dengan jangka waktu pembiayaan 4 bulan karena siklus tanaman jagung mulai dari masa tanam hingga panen adalah 4 bulan. b. Pembiayaan kepada pedagang pakaian menjelang Idul Fitri atau seragam sekolah menjelang tahun ajaran baru. c. Pembiayaan kepada pedagang lembu menjelang Idul Adha. d. Pembiayaan kepada kontraktor yang mendapat proyek dari Pemerintah yang jangka waktu proyek di bawah 1 tahun. Biaya-biaya administrasi pembiayaan harus dihitung juga oleh analis, dan untuk biaya administrasi pembiayaan modal kerja telah diatur dalam Surat Edaran No. 007/DIR/DUSy-PDJs/SE/2009 tanggal 19 Februari 2009 perihal Biaya Administrasi Pembiayaan Pada Unit Usaha Syariah. Biaya administrasi dihitung berdasarkan klasifikasi jumlah pembiayaan. Setelah diperoleh semua data yang telah diuraikan sebelumnya maka analisis membuat analisa lanjutan yang mencakup : 1. Data Pemohon/ Nasabah 2. Keterangan Usaha 3. Data Legalitas Usaha 4. Data Pembiayaan 5. Data Barang Agunan 6. Aspek Manajemen 7. Aspek Hukum 8. Aspek Teknis
Universitas Sumatera Utara
9. Aspek Pemasaran 10. Aspek Keuangan (Neraca, L/R dan Cash Flow) Jika semua aspek-aspek tersebut telah dipenuhi dan diyakini bahwa nasabah dari penghasilan usahanya mampu membayar seluruh kewajibannya kepada bank sampai pembiayaan dinyatakan lunas oleh bank. Selanjutnya pihak analis membuat persetujuan pemberian pembiayaan pada lembaran LP4 dan kemudian membuat lembaran KPP (Kelompok Pemutus Pembiayaan) yang ditandatangani oleh Pimpinan Seksi Pemasaran, Wakil Pimpinan Cabang, dan Pimpinan Cabang yang disertakan argumen dari masing-masing pejabat. Setelah tahap-tahap tersebut sudah dilaksanakan maka pihak bank menerbitkan SP4 kepada nasabah dan sebagai tanda persetujuan, nasabah menandatangani diatas materai cukup. Dan jika berdasarkan analisis, nasabah tidak layak menerima fasilitas pembiayaan maka harus segera memberitahukan penolakan dengan bahasa yang santun tanpa harus memberitahukan alasan penolakan, dengan waktu maksimal 7 (tujuh) hari dari tanggal agenda masuk surat permohonan yang telah lengkap.
C. Penyelesaian pembiayaan bermasalah di Bank Sumut Syariah Pembiayaan bermasalah (problem loan) adalah pembiayaan yang telah atau diperkirakan akan mengalami kesulitan pembayaran pokok dan / atau bunga kredit yang masih tercatat pada neraca maupun yang telah diadministratifkan. Gejala timbulnya pembiayaan bermasalah dapat dilihat dari : 1. Nasabah mulai melakukan tunggakan pembayaran angsuran pokok.
Universitas Sumatera Utara
2. Nasabah melakukan penyimpangan penggunaan dana pembiayaan dari tujuan awal. 3. Adanya masalah internal yang terjadi dalam perusahaan atau usaha yang dikelola nasabah yang mendapat peminjaman pembiayaan. Dalam prakteknya adapun penyebab timbulnya pembiayaan bermasalah di Bank Sumut Syariah Cabang Tebing Tinggi, yaitu : 1. Menurunnya kondisi usaha bisnis perusahaan, yang disebabkan merosotnya kondisi ekonomi umum dan/atau bidang usaha dimana mereka beroperasi. 2. Adanya kesalahan dalam pengelolaan usaha bisnis perusahaan atau karena kurang berpengalaman dalam bidang usaha yang ditangani. 3. Adanya masalah keluarga misalnya perceraian, kematian, sakit yang berkepanjangan. 4. Pemborosan dana oleh salah satu atau beberapa orang anggota keluarga. 5. Kegagalan nasabah pada bidang usaha atau perusahaan mereka yang lain. 6. Munculnya kejadian diluar kekuasaan nasabah (Force Majeur). 7. Adanya niat nasabah yang tidak akan mengembalikan dana pinjaman pembiayaan. 8. Negara mengalami krisis ekonomi sebagai akibat dari krisis ekonomi dunia. Adapun kriteria-kriteria pembiayaan bermasalah, antara lain : 1. Terdapat tunggakan pembayaran pokok yang telah melampaui 90 hari. 2. Terdapat cerukan yang berulang kali khususnya untuk menutupi kerugian operasional dan kekurangan arus kas.
Universitas Sumatera Utara
3. Hubungan nasabah dengan bank memburuk dan informasi keuangan tidak dapat dipercaya. 4. Pelanggaran terhadap persyaratan pokok pinjaman pembiayaan. 5. Perpanjangan angsuran pembiayaan untuk menyembunyikan kesulitan keuangan. 1. Evaluasi dan Dokumentasi Dalam proses terhadap penyelesaian pembiayaan bermasalah diperlukan informasi dan dokumentasi yang berguna untuk mengevaluasi terhadap pembiayaan-pembiayaan yang bermasalah. Terdapat beberapa informasi yang dibutuhkan untuk mengevaluasi penyelesaian pinjaman pembiayaan bermasalah, yaitu : a. Penjelasan mengenai penyebab terjadinya tunggakan pokok yang didasarkan atas faktor-faktor yang berkaitan dengan usaha nasabah. b. Rincian dan kelangkapan dokumen yang
diperlukan dalam rangka
pelaksanaan penyelesaian pembiayaan bermasalah antara lain akad pinjaman pembiayaan dan dokumen lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan penyelesaian pembiayaan bermasalah. c. Mempelajari kembali aspek hukum yaitu : isi perjanjian pembiayaan, pengikatan agunan dan pengikatan-pengikatan lainnya yang telah dilakukan dengan tujuan untuk pengamanan bank dalam mengambil keputusan. d. Meneliti dan menilai kembali agunan pembiayaan dengan membuat laporan retaksasi yang di diketahui dan setujui oleh Kepala Seksi Administrasi dan Penyelamatan Kredit Pembiayaan dan Pemimpin Cabang.
Universitas Sumatera Utara
2. Analisa Dalam melakukan analisis terhadap pembiayaan bermasalah, harus dilakukan penilaian kembali dengan memperhatikan seluruh aspek dari nasabah dan pemilik barang jaminan (aspek hukum, aspek marketing, aspek keuangan dan sebagainya). Hal ini dilakukan untuk memudahkan petugas dalam melakukan pendekatan kepada nasabah dan mengambil keputusan penyelesaian pembiayaan bermasalah. Para petugas harus bisa memahami karakter dari nasabah serta menilai kemampuan dan kemauan nasabah dalam penyelesaian masalahnya. Setelah analisa dilakukan terhadap nasabah, petugas Penyelamatan Kredit Pembiayaan dapat mengembangkan alternatif dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah tersebut. Dalam pemilihan alternatif penyelesaian masalah yang harus diperhatikan petugas adalah potensi keberhasilan dalam menerapkan alternatif penyelesaian, resiko yang dihadapi, serta penilaian terhadap iktikad dan prospek debitur. Setelah debitur dinilai kategorinya, dengan mengacu pada kriteria mengenai iktikad debitur dan prospek usahanya, maka langkah penyelesaian hutang terhadap debitur-debitur tersebut adalah sebagai berikut : 1. Nasabah A : Itikad baik, prospek usahanya ada: langkah penyelesaian adalah akan dilakukan negosiasi guna mencari cara penyelesaian yang disepakati untuk penyelesaian pembiayaan bermasalah. 2. Nasabah B : Itikad baik, prospek usahanya tidak cukup: langkah penyelesaian akan dilakukan penyelesaian secara komersil misalnya penyelesaian peminjaman
pembiayaan
dengan
cara
mendapat
bantuan
keluarga,
penjualan/pengambil alihan barang agunan dan diluar agunan.
Universitas Sumatera Utara
3. Nasabah C : Itikad kurang, prospek usahanya ada : langkah penyelesaian akan dilakukan langkah-langkah melalui proses hukum agar menjadi kooperatif. Apabila tetap tidak kooperatif maka proses hukum dilanjutkan, antara lain dengan penyitaan dan kepailitan. 4. Nasabah D : Itikad kurang, prospek usahnya tidak cukup : langkah penyelesaian akan dilakukan langkah-langkah melalui proses hukum termasuk penyitaan dan kepailitan. Setelah mengevaluasi dan menganalisis permasalahan penyelesaian pembiayaan bermasalah, hal ini harus dituangkan dalam bentuk memorandum atau proposal. Sebelum proposal atau memorandum tersebut dibuat, nasabah harus mengajukan permohonan kepada pemimpin cabang terlebih dahulu. Setelah dianalisa oleh pemimpin cabang, barulah prosposal atau memorandum tersebut dibuat oleh petugas berdasarkan hasil analisa dari pemimpin cabang. Proposal untuk penyelesaian pembiayaan bermasalah dapat diajukan oleh para nasabah kepada Bank Sumut Kantor Cabang Tebing Tinggi dengan ditujukan kepada Kepala Bagian Penyelamatan Kredit Pembiayaan atau Kepala Seksi Penyelamatan Kredit Pembiayaan, memorandum atau proposal diajukan kepada : 1. Pemimpin Cabang sebatas wewenangnya. 2. Kepala Divisi Penyelamatan Kredit Pembiayaan apabila telah melampaui batas wewenang Pemimpin Cabang tetapi masih dalam batas wewenang Kepala Divisi Penyelamatan Kredit Pembiayaan.
Universitas Sumatera Utara
3. Direksi apabila telah melampaui batas wewenang Pemimpin Cabang dan Kepala Divisi Penyelamatan Kredit Pembiayaan melalui Divisi Penyelamatan Kredit Pembiayaan. Dalam memberikan rekomendasi penyelesaian pembiayaan bermasalah sesuai dengan Surat Keputusan Direksi No. 016/DIR/DPK-ADL/SK/2006 tanggal 15 Maret 2006 tentang Kebijakan Penyelesaian Kredit Bermasalah, dapat dilakukan melalui satu atau lebih cara dibawah ini : 1. Restrukturisasi kredit pembiayaan. 2. Pembebasan sebahagian atau seluruh tunggakan denda. 3. Pemberian kelonggaran waktu pembayaran. 4. Penarikan sebahagian barang agunan kredit pembiayaan. 5. Pengambil alihan agunan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 6. Penjualan hak tagih. 7. Penyerahan piutang ke Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL). 8. Penyelesaian melalui lembaga hukum.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dalam sebuah penulisan skripsi, biasanya terdapat kesimpulan-kesimpulan yang merupakan rangkuman dari skripsi. Adapun kesimpulan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Tujuan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah untuk meningkatkan kesempatan kerja dan kesejahteraan ekonomi sesuai dengan nilai-nilai islam. Bank Sumut Syariah Cabang Tebing Tinggi menyediakan pembiayaan modal kerja yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang kekurangan dana modal dalam rangka mengembangkan usaha yang produktif, halal dan menguntungkan. Sedangkan fungsi dari pembiayaan Bank Sumut Syariah Cabang Tebing Tinggi, yaitu: 1) Memberikan pembiayaan dengan prinsip syariah yang menerapkan sistem bagi hasil yang tidak memberatkan debitur. 2) Membantu masyarakat ekonomi lemah yang selalu dipermainkan oleh rentenir dengan membantu melalui pendanaan untuk usaha yang dilakukan.
Universitas Sumatera Utara
2. Jenis-jenis pembiayaan Bank Sumut Syariah Cabang Tebing Tinggi, yaitu : 1) Pembiayaan Mudharabah Mudharabah adalah penanaman dana dari pemilik dana (shahibul maal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melaksanakan kegiatan usaha tertentu dengan pembagian keuntungan/ bagi hasil dengan menggunakan metode bagi untung dan rugi (profit and loss sharing) atau metode pendapatan (revenue sharing) antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang disepakati sebelumnya. Selain melakukan kegiatan usaha, pihak Bank Syariah juga dapat menempatkan dana pada Bank Syariah lain dalam bentuk titipan berdasarkan Akad Wadi’ah atau investasi berdasarkan Akad Mudharabah dan / atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. 2) Pembiayaan Musyarakah Musyarakah adalah penanaman dana dari pemilik dana/ modal mereka pada suatu usaha tertentu, dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya, sedangkan kerugian ditanggung semua pemilik modal berdasarkan bagian dana/ modal masing-masing. 3. Prosedur pembiayaan modal kerja Bank Sumut Syariah Cabang Tebing Tinggi, yaitu harus memenuhi persyaratan administrasi dan telah melewati analisis pembiayaan. Adapun data-data yang harus dipenuhi, yaitu : 1) Data Pemohon/ Nasabah. 2) Keterangan Usaha. 3) Data Legalitas Usaha.
Universitas Sumatera Utara
4) Data Pembiayaan. 5) Data Barang Agunan. 6) Aspek Manajemen. 7) Aspek Hukum. 8) Aspek Teknis. 9) Aspek Pemasaran. 10) Aspek Keuangan (Neraca, L/R dan Cash Flow). 4. Penyelesaian Kredit Bermasalah menurut Surat Keputusan Direksi No. 016/DIR/DPK-ADL/SK/2006 tanggal 15 Maret 2006, dapat dilakukan melalui satu atau lebih cara dibawah ini : 1) Restrukturisasi kredit pembiayaan. 2) Pembebasan sebahagian atau seluruh tunggakan denda. 3) Pemberian kelonggaran waktu pembayaran. 4) Penarikan sebahagian barang agunan kredit pembiayaan. 5) Pengambil alihan agunan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 6) Penjualan hak tagih. 7) Penyerahan piutang ke Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL). 8) Penyelesaian melalui lembaga hukum.
B. Saran Adapun saran dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
1. Dalam memberikan suatu peminjaman pembiayaan, pihak Bank Sumut Syariah Cabang Tebing Tinggi seharusnya melakukan analisis yang sesuai dengan prosedur bank agar tidak terjadi pembiayaan bermasalah. Selama ini banyak sekali oknum-oknum bank yang memberikan peminjaman dengan terlalu mudah tanpa melalukan analisis yang mendalam terhadap calon debitur. 2. Bank Sumut Syariah yang berlandaskan nilai-nilai Islami yang mengharamkan riba / rente merupakan suatu tolok ukur bahwa pada masa era modernisasi ini, masih ada bank yang sanggup bertahan dan bersaing dengan bank umum tanpa adanya pemberian bunga bank. Seharusnya hal ini merupakan kelebihan jika dibandingkan dengan bank umum, namun dalam praktiknya terdapat beberapa oknum bank syariah yang menjanjikan riba / rente bagi para nasabah yang mempunyai uang atau modal yang cukup besar. Penulis sangat mengharapkan agar bank-bank syariah di Indonesia dapat menghindarkan diri dari praktik yang demikian karena tidak sesuai dengan nilai-nilai Islami.
Universitas Sumatera Utara