BAB III STATISTIK KECELAKAAN BOEING 737
3.1 Perkembangan Tingkat Kecelakaan 737 Sejak dioperasikan pertama kalinya pada 10 Februari 1968 tercatat sebanyak 275 kasus pesawat 737 dalam database Aviation Safety Network (ASN), www. Aviation-safety.net. Kasus-kasus ini mencakup kecelakaan (accident), insiden, pembajakan (hijacking), kasus kriminal (mencakup sabotase dan penembakan) serta kejadian-kejadian lain. 135 kasus dari 275 kasus yang ada merupakan kategori hullloss (kerusakan yang tidak dapat diperbaiki atau hilangnya bagian pesawat) sementara sisanya termasuk minor damage dengan tingkat kerusakan yang dapat diperbaiki. Sementara pada database Boeing –sampai 26 Jni 2007- hanya terdapat 145 kasus 737 yang diterima dari berbagai kategori kasus di atas. Dari 275 data kecelakaan berbagai kategori pada ASN tersebut terdapat 156 kasus yang murni berupa kecelakaan (accident) dan insiden baik itu yang termasuk hull-loss accident ataupun minor damage. Ke-156 kasus ini yang dijadikan data acuan dalam mempelajari dan menganalisis statistik kecelakaan yang terjadi pada Boeing 737.
Gambar 3.01 Klasifikasi kasus-kasus Boeing 737 pada ASN Diolah dari database ASN 33
Pada dasarnya data kecelakaan 737 memiliki karakteristik dan pola yang mengikuti data statistik secara umum. Hanya saja, analisa yang ada dengan berdasar pada 275 kasus yang tercatat pada ASN seperti disebutkan di atas masih belum dapat mempresentasikan keadaan sesungguhnya. Berdasarkan data kecelakaan tahunan pesawat komersial yang dikeluarkan Boeing dari tahun 1959 sampai 2005 dapat dilihat bahwa tingkat kecelakaan -yang didefinisikan sebagai jumlah kecelakaan setiap satu juta operasi penerbangan- dari tahun ke tahun cenderung mengalami penurunan (Gambar 3.02). Meskipun demikian tingkat penurunan ini tidak diikuti dengan penurunan jumlah korban jiwa yang selalu bervariasi, tidak dapat diprediksi serta tidak memperlihatkan penurunan setiap tahunnya.
Gambar 3.02 Accident Rates and Fatalities by Year Sumber: 2005 Statistical Sumary, May 2006, www.boeing.com, akses 26 Juni 2007
Penyebab utama tidak adanya penurunan jumlah korban jiwa ini adalah semakin pesatnya perkembangan dunia penerbangan komersial sehingga memacu pertambahan pesawat yang beroperasi setiap tahunnya serta lahirnya pesawatpesawat baru dengan kapasitas besar. Karena hal inilah, meskipun dengan perkembangan teknologi dan penerapannya dalam bidang keselamatan tingkat kecelakaan per operasi penerbangan dapat ditekan tetapi jumlah korban jiwa tetap tak berkurang.
34
Hal yang saama dapat dilihat pada data kecelakaan 737. Data ASN memperlihatkan bahw wa jumlah kecelakaan 737 dari tahun ke tahun berfluktuasi (Gambar 3.03). Dim mulai dari awal pengoperasiannya pada 1970 -an jumlah kecelakaan yang mennimpa 737 tidak memiliki jumlah yang beraarti, namun seiring dengan pesatnya perttambahan 737 yang beroperasi maka pada aw wal 1980-an mulai terjadi loncatan jum mlah kecelakaan. Data memperlihatkan terddapatnya flukutasi jumlah kecelakaan deengan kecend erungan semakin meningkat paada setiap tahunnya terutama sejak tahhun 1980. Namun apabila
diamati lebiih detail dengan
mengklasifikasi jumllah kejadian dalam interval lima tahun daapat dilihat bahwa peningkatan jumlah kecelakaan meningkat secara signifikan seejak dekade kedua y 10 kasus pada dekade pertama berbandding 41 kasus pada pesawat beroperasi, yakni dekade kedua (Tabel 3.01)
Jumlah Kecelakaan 737 tahun 1970-2007
Jumlah Kasus
12 10 8 6 4 2 0
Tahun
Gambarr 3.03 Grafik Jumlah Kecelakaan 737 tahun 1970--2007
Parameter yanng biasa dipergunakan untuk menyatakan tingkat t kecelakaan adalah laju kecelakaaan per operasi penerbangan, biasanya dinyatakkan dalam per satu juta operasi. Namun karena keterbatasan akses informasi mengenai jumlah operasi Boeing 737 setiap tahhunnya, maka dalam Tugas Akhir ini parametter yang digunakan untuk menunjukkan tingkat kecelakaan adalah jumlah kecelakkaan dibandingkan jumlah akumulasi dellivery. Meskipun metode ini tidak secara speesifik menunjukkan tingkat kecelakaan per p operasi penerbangan tetapi setidaknya memberi m gambaran umum laju perkembanngan tingkat kecelakaan 737.
35
Tingkat kecelakaan 737 (Gambar 3.04) pada awal dua dekade pertama sempat mengalami kenaikan namun pada tahun-tahun berikutnya sejak 1986 sampai 2007 menunjukkan penurunan signifikan. Jumlah kasus yang diterima ASN sejak 1986 sampai 2007 setiap tahunnya berfluktuasi dan sulit dianalisa, namun apabila dikelompokkan dalam interval lima tahunan maka data menunjukkan jumlah kecelakaan yang terjadi hampir sama dan relatif konstan. Ini menunjukkan bahwa peningkatan jumlah 737 yang beroperasi (dalam hal ini jumlah pesawat yang dikirim seperti terlihat pada Tabel 3.02) tidak diiringi peningkatan jumlah kecelakaan sehingga secara kualitatif dapat disimpulkan bahwa tingkat kecelakaan 737 mengalami penurunan seperti ditunjukkan dalam gambar 3.04.
No 1 2 3 4 5 6 7 8
Periode 1970-1975 1976-1980 1981-1985 1986-1990 1991-1995 1996-2000 2001-2005 2006- Juni 2007
Total Acc./Inc. 4 6 12 29 31 30 31 12
Year 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005
Total 737 Delivered 444 698 1151 1925 2710 3790 4830
Tabel 3.01 Jumlah Kecelakaan 737 Tabel 3.02 Jumlah Pengriman 737 Sumber: www.b737.org.uk akses bulan Juni 2007
Gambar 3.04 Grafik Tingkat Kecelakaan 737 Diolah dari database ASN
Dalam Statistical Summary of Commercial Jet Airplane Accidents Worldwide Operations 1959 -2005 yang disusun Boeing berdasarkan data-data ASN dan accident report pesawat Boeing dinyatakan bahwa untuk kategori hull loss accident, 36
Boeing 737-Original (-100 dan -200) memiliki tingkat kecelakaan 1.41 kasus setiap satu juta operasi penerbangan. Prestasi ini masih dapat disamai oleh saingan terdekat DC-9 dengan tingkat kecelakaan yang sama namun jauh lebih baik dibanding pesawat BAC 1-11 yang memiliki tingkat kecelakaan 2.71 per satu juta operasi penerbangan. Seri 737-klasik (-300, -400 dan -500) bahkan memiliki prestasi lebih baik dibanding dua seri pendahulunya yang hanya memiliki tingkat kecelakaan 0.38 kasus setiap satu juta operasi penerbangan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa varian Boeing 737 memiliki tingkat keselamatan yang cukup tinggi.
Gambar 3.05 Grafik Perbandingan tingkat kecelakaan hull loss berdasarkan tipe pesawat Sumber: 2005 Statistical Sumary, May 2006, www.boeing.com, akses 26 Juni 2007
3.2 Kecelakaan Tiap Fase Penerbangan Pembagian kasus yang terjadi pada 737 yang meliputi kecelakaan accident dan insiden berdasarkan fase penerbangannya sejak tahun 1970 sampai Juni 2007 dapat dilihat dalam Tabel 3.03, Tabel 3.04 serta gambar 3.06 sebagai berikut:
37
Tabel 3.03 Data Kecelakaan Berdasarkan Fase Penerbangan Sumber: Hasil Pengolahan Data www.aviation-safety.net
Fase Taxi Take off Climb En route Approach Landing Ground
Jumlah Kasus 2 24 5 19 35 65 6
% Jumlah Jumlah Korban jiwa Kecelakaan Korban jiwa per Kasus 1.3% 0 0.00 15.4% 189 7.88 3.2% 373 74.60 12.2% 1195 62.89 22.4% 1765 50.43 41.7% 144 2.22 3.8% 23 3.83
% Jumlah Korban 0.0% 5.1% 10.1% 32.4% 47.8% 3.9% 0.6%
Tabel 3.04 Penyebab utama kecelakaan pada 737 Sumber: www.b737.org.uk diakses pada 5 Juli 2007 Phase of Flight / Type of Accident Ground RTO - Overrun RTO - Remained on runway Take-off Climb Cruise - Structural failure Cruise - Other Hijack / Bomb Double Engine Failure Fuel Exhaustion Rudder Problem Approach - Non Precision Approach - Other Landing - Collision Landing - Short Landing - Long Landing - Heavy Landing - Fast Landing - Gear Up Landing - LOC after touchdown Go-Around Total Accident Report to Boeing
Number of Occurrences 7 11 3 10 5 2 4 4 3 1 2 15 9 1 5 6 15 4 1 12 4 124
38
Gambar 3.06 Grafik tingkat kecelakaan 737 dan pesawat Komersial berdasarkan fase penerbangan (tanpa menyertakan ground accident)
Dari kedua tabel dan grafik tingkat kecelakaan berdasarkan fase penerbangan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa 737 mengalami kejadian kecelakaan pada fase landing dengan tingkat kecelakaan 36% (merujuk referensi Boeing pada Tabel 3.04) serta 41.7% (merujuk data ASN pada Tabel 3.03) dari keseluruhan kasus yang ada. Namun pada fase landing ini meskipun memiliki intensitas kecelakaan yang paling banyak tetapi memiliki tingkat korban jiwa yang sedikit, tercatat hanya 3.9% dari jumlah korban jiwa yang meninggal saat landing. Persentase Jumlah korban jiwa justru banyak terdapat pada fase approach yang merenggut 47.8% dari total keseluruhan korban jiwa, padahal persentase kasus yang terjadi pada fase tersebut hanya 22.4%. Bila dibandingkan dengan data kecelakaan penerbangan secara umum maka terdapat beberapa kesamaan dan perbedaan. Pada kasus kecelakaan secara umum, jumlah korban jiwa terbanyak terdapat pada fase climb (initial climb dan final climb), tingkat korban terbanyak kedua pada fase approach (initial approach dan final approach) kemudian diikuti fase cruise pada urutan ke-tiga. Sedangkan pada kasus-kasus kecelakaan 737, fase terbanyak memakan korban jiwa yaitu pada fase
39
approach di urutan pertama, fase cruise di urutan ke-dua dan fase climb pada urutan ke-tiga. Kesamaan terdapat pada fase approach dan landing. Landing dalam hal ini memiliki tingkat kecelakaan dengan persentase paling besar yakni 46% pada kasus penerbangan umum dan 41.7% pada kasus 737. Ironisnya pada fase landing ini meskipun tingkat kecelakaaannya tinggi namun memiliki tingkat korban jiwa yang relatif lebih kecil dibanding kecelakaan pada fase-fase yang lain yakni hanya 2% pada kasus kecelakaan penerbangan umum dan 3.9% pada kasus-kasus kecelakaan 737. Dari perbandingan kedua fase tersebut dapat disimpulkan bahwa meskipun fase landing memiliki tingkat kecelakaan yang lebih tinggi namun tingkat keselamatan (survival rate) lebih tinggi dibanding fase approach. Salah satu faktor utama banyaknya kecelakaan yang terjadi pada fase approach dan landing adalah faktor kesalahan kru penerbang. Penyebab utama kesalahan kru penerbang ini biasanya berupa kelalaian atau kurangnya konsentrasi efek dari akumulasi beban kerja sepanjang operasi penerbangan. Data-data hasil perbandingan tingkat kecelakaan dan korban jiwa pada setiap fase penerbangan di atas secara umum dapat dijadikan dasar pengambilan kebijakan serta menjadi acuan dalam pengembangan program kepelatihan kru pesawat ataupun pengembangan sistem dan peralatan avionik pesawat.
3.3 Tingkat Keselamatan Kecelakaan Kemajuan teknologi dan penerapannya dalam dunia penerbangan memiliki andil yang sangat besar baik dalam pengembangan alat dan sistem transportasi maupun peningkatan keselamatan penerbangan. Tingkat kecelakaan 1.41 per sejuta keberangkatan untuk 737 seri -100 dan -200 serta 0.38 untuk tingkat kecelakaan 737 seri -300, -400 dan -500 bukanlah jaminan keselamatan penerbangan 100%. Korban jiwa hampir selalu ada dalam setiap kecelakaan pesawat. Lalu seberapa besarkah peluang untuk dapat bertahan hidup dalam suatu kecelakaan pesawat terutama yang melibatkan 737?
40
Istilah tingkatt keselamatan yang digunakan Tugas Akhiir ini didefinisikan sebagai persentase peluang p hidup dalam setiap insiden dan keecelakaan pesawat. Adapun tingkat kesellamatan Boeing 737 sejak awal terjadi kecellakaan pada 19 Juli 1970 sampai bulan Juuni 2007 adalah sebagai berikut: Tabel 3.05 Tingkat T Keselamatan 737 dari tahun 1970 sampai Juni 2007 Diolah dari data www.aviation-safety.net No
Periode
Jumlah kasu us
1
1970-1975
2
1976-1980
3
1981-1985
4
1986-1990
5
Penumpang Total Pax.
5
Kru
Korban Jiwa
Total
Pax.
386
83
356
30
6
434
33
467
39
12
1101
68
1169
346
29
1929
162
2091
364
1991-1995
31
2100
172
2200
6
1996-2000
30
2174
161
7
2001-2005
31
2281
8
2006- Juni 2007
12
1015
Kru
Tingkat Kes elamatan
Total 8
Pax.
Kru
Total
91
76.7%
73.3%
76.4%
4
43
91.0%
87.9%
90.8%
29
375
68.6%
57.4%
67.9%
40
404
81.1%
75.3%
80.7%
709
70
779
66.2%
59.3%
64.6%
2335
578
56
640
73.4%
65.2%
72.6%
170
2568
800
65
865
64.9%
61.8%
66.3%
65
1228
465
27
492
54.2%
58.5%
59.9%
T Tingkat Keselamatan (Survival) Boeing 737 100.0% % Surviving
80.0% 60.0% 40.0% 20.0% 0.0% 1970-1975 5 1976-1980 1981-1985 1986-1990 1991-1995 1996-2000 2001-2005 2 2006- Juni Periode (tahun) 2007
Kru
Penumpang
Total
Gambar 3.07 Graafik Tingkat Keselamatan 737 dari tahun 1970 sam mpai Juni 2007 Diolah dari data www.aviation-safety.net
41
Tingkatt Keselamatan Pesawat Komersial secara Um mum % Surviving
40 30
23
22
21
1940s
1950s
1960s
18
3 33
32
19 980s
1990s+
24
20 10 0 1930s
1970s
Decade
Gambar 3.08 Perkembbangan tingkat keselamatan operasi pesawat secarra umum per dekade Sumbeer : www.planecrashinfo.com akses bulan Maret 2007 2
Bila dibandinngkan data tingkat keselamatan 737 (gambar 3.07) dengan data tingkat keselamatan pesawat komersial secara umum (gambar 3.08) dapat dilihat keduanya saling berttolak belakang. Tingkat keselamatan 737 cenderung menurun seiring berjalannya waktu. Hal ini bertolak belakang denngan data tingkat keselamatan pesawat komersial yang umumnya menunjukkan penningkatan meskipun ada sedikit penurunaan dari dekade 1980-an menuju 1990-an. Salah satu hal yang menyebabkan penuruunan tingkat keselamatan tersebut adalah ukuuran pesawat yang cenderung meningkatt pesat. Contoh nyata adalah Boeing 737 -1000 yang berkapasitas 124 kursi berevolusi menjadi m 737 -900ER dengan kapasitas 215 kuursi. Data Korban Jiwa 737 (1991 - Juni 2007) 600
Jumlah Kasus
500 400 300 200 100 0 1997
98 199
1999
2000
Jumlah Korban Jiwa
2001
2002 2003 2004 2005 2006 Tahun Rata-rata kematian setiap keecelakaan
2007
Gambar 3.099 Data korban jiwa dan tingkat kematian setiap keecelakaan Diolah dari data www.aviation-safety.net 42
Gambar 3.07 memperlihatkan bahwa tingkat keselamatan pada suatu kecelakaan 737 dari tahun ke tahun berfluktuasi, tidak dapat diprediksi serta tidak mengindikasikan adanya peningkatan, baik dari keselamatan kru maupun penumpang. Tingkat keselamatan tertinggi dicapai pada periode tahun 1976 sampai 1980. Pada periode ini tingkat keselamatan pada suatu kecelakaan mencapai 91% dari enam kasus yang diterima ASN. Hal ini dapat dimaklumi karena jumlah 737 yang beroperasi pada tahun 1976 hanya berjumlah 481 sementara sampai akhir tahun 1980 jumlah pesawat yang beroperasi tidak lebih dari 698 unit dengan tingkat usia di bawah 10 tahun. Data kecelakaan sepuluh tahun terakhir seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.09 memperlihatkan bahwa jumlah korban jiwa tidak menunjukkan penurunan, bahkan cenderung menunjukkan kenaikan. Hal tersebut diiringi dengan kecendrungan naiknya tingkat korban jiwa pada setiap kecelakaan yang pada pertengahan 2007 ini mencapai 40.3 korban jiwa per kejadian kecelakaan. Padahal pada tahun 1997 tingkat korban jiwa berada pada angka 23.3 bahkan pernah menyentuh angka 0.3 korban jiwa per kejadian kecelakaan pada 2001. Ini membuktikan bahwa dalam enam tahun terakhir tingkat korban jiwa per kejadian kecelakaan pada 737 semakin tinggi. Ada baiknya ditinjau tingkat keselamatan dari segi usia pesawat. Berdasarkan gambar 3.10 bila diperhatikan sepintas, hampir tidak terlihat adanya korelasi antara usia pesawat dengan tingkat keselamatan. Padahal secara teori semakin tua usia pesawat maka tingkat keandalan dan kemampuan pesawat akan semakin menurun. Hubungan antara usia pesawat dan jumlah kecelakaan terlihat jelas pada Tabel 3.06. dengan menggunakan parameter aging factor. Dalam hal ini aging factor didefinisikan sebagai usia rata-rata pesawat mengalami kecelakaan. Tabel 3.06 dengan parameter aging factor memperlihatkan bahwa peningkatan jumlah kecelakaan yang semakin tinggi merupakan konsekuensi dari semakin bertambahnya usia operasi pesawat. Pada Tabel 3.02 dapat dilihat bahwa terdapat 1151 pesawat berusia di atas 15 pada akhir tahun 2000 yang nantinya berusia lebih dari 20 tahun di tahun 2005 sehingga terdapat 1925 pesawat berusia di atas 15 tahun pada akhir tahun 2005 baik yang masih beroperasi maupun yang sudah tidak beroperasi. Hal inilah
43
yang menjadi salah satu faktor dimana kecelakaan pesawat padda periode 1996 – 2005 banyak melibatkkan pesawat dengan usia rata -rata di atas 15 ttahun. Tabel 3.06 Huubungan perkembangan kasus kecelakaan dengan faktor usia Hasil klaasifikasi data www.aviation-saffety.net akses Junii 2007 No 1 2 3 4 5 6 7 8
Periode 1970-1975 1976-1980 1981-1985 1986-1990 1991-1995 1996-2000 2001-2005 2006- Juni 2007
Jumlah kasus 5 6 12 29 31 30 31 12
Aging facto or 3.4 40 5.8 83 7.6 67 9.6 66 13.113 17.550 18.445 15.992
Tingkaat Keselamatan 737 Berdasarkan Usia Pesaw wat 90.0%
79.5%
80.0%
Persentase
70.0%
78.0%
76.2%
75.0% 68.00%
62 2.6%
61.2%
60.0%
48.6%
50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% 0.0% 0 s.d s 3
4 s.d 7
8 s.d 11 12 s.d 15 16 s.d 19 20 s.d 23 24 s.d d 27
> 28
Interval Usia
Gambar 3.10 Grafik Tingkat keselamatan dan kecelakaan 737 berdasaarkan usia pesawat Diolaah dari data www.aviation-safety.net akses Juni 20007
3.4 Penyebab Utam ma Kecelakaan Berdasarkan penyebab p utama kecelakaan dengan kategorii hull loss accident yang terjadi pada opperasi penerbangan pesawat komersial secarra umum (Gambar 3.11) didapatkan kesimpulan k bahwa sebagian besar kecelaakaan disebabkan kesalahan kru pesawaat (55%), urutan kedua ditempati faktor internnal pesawat (17%), diikuti oleh faktor cuaaca 13%, kejadian lain (7%), faktor kesalahann bandara dan atau 44
ATC (5%). Sedangkan pada urutan terakhir ditempai faktor kesalahan perawatan (3%). Bila dibandingkan dengan kasus hull loss accident pesawat 737 terdapat beberapa perbedaan mendasar. Perbedaan mencolok terlihat dari persentase kecelakaan akibat flight crew yang memiliki selisih lebih kecil hingga 15.2%. Perbedaan lain terlihat dari banyaknya kasus kecelakaan yang disebabkan kegagalan internal pesawat yang mencapai 21.2% (4.2% lebih tinggi dibanding kecelakaan pada pesawat komersial). Dapat dipastikan banyaknya kasus kegagalan flight control system pada 737 merupakan salah satu faktor yang memberikan andil cukup besar dalam menyebabkan kecelakaan.
Gambar 3.11 Kategori hull lossaccident 737 dan pesawat komersial berdasarkan penyebab utama Sumber: Statistical Summary of Commercial Jet Airplanes Accident Worldwide Operation 1959-2005. Boeing dan pengolahan data ASN
3.5 Kegagalan Flight Control System Dari 156 laporan kasus insiden dan kecelakaan Boeing 737 yang diterima ASN terdapat 37 kasus (23,7%) disebabkan faktor kegagalan internal pesawat baik karena kegagalan powerplant, kegagalan sistem, ataupun kegagalan struktur 45
pesawat. Sembilan kasus k diantaranya (5.8% dari kasus keseluuruhan) melibatkan kegagalan flight contrrol system. Kegagalan Internal Pesawat 737
System 35%
Powerplant 49%
Structural 16%
Gambar 3.12 3 Klasifikasi Kegagalan Internal Pesawat Boeinng 737 Diolah dari data www.aviation-safety.net Tabel 3.07 Daftar D kecelakaan 737 akibar kegagalan flight conttrol system Diolaah dari data www.aviation-safety.net akses Juni 20007 *) kegagalan sistem rudder Date
O Operator
AC Type
17-Dec-78 14-Jul-86 3-Mar-91 8-Sep-94 22-Oct-95
Indian Airlines A Pacific Western W Airlines * *) United USAir *) Brtish Airways
B737-2A8 B737-275 B737-291 B737-3B7 B737-236
9-Jun-96 8-Feb-97 19-Dec-97 15-Jun-06
East Win nd Airlines Transavia Airlines Silkair TNT Airw ways
B737-2H5 B737-2L9 B737-36N B737
*)
AC age 7 8 9 7 15
TTotal Faatalities 1 0 25 132 0
Phase Take off Landing Approach Approach En route
26 9 0 19
0 0 104 0
Approach En route En route Landing
Tiga dari sembilan kasus k yang ada pada Tabel 3.07 (33.3%) ddiakibatkan adanya kegagalan pada sistem m rudder dengan modus yang sama yaitu peergerakan rudder di luar kendali akibat keegagalan Power Control Unit (PCU). Fase teerjadinya kegagalan pada sistem rudder pada ketiga kasus di atas berlangsung paada fase approach dimana pada fase inii terdapat akumulasi beban kerja kru penerbbang. Ketiga kasus akan dibahas lebih lannjut pada bab berikutnya dalam analisis dan sstudi kasus. Hingga akhir 90-an 9 saja Boeing mencatat setidaknya lima operator melapor 7)
Service Bulletin Summ mary ATA: 2721 No: 737 -27-1145 Revision 1: 30 Juni 1988
46
kan adanya kasus pada sistem rudder. Sebagian besar kasus yang diterima pihak Boeing adalah retaknya piston aktuator penggerak yaw damper yang menimbulkan kebocoran fluida hidrolik PCU sehingga yaw damper tidak beroperasi 7). Kasus pada sistem rudder lebih disebabkan faktor kegagalan desain, sedangkan kasus kegagalan pada sistem kendali lainnya (spoiler atau stabilizer) terjadi lebih banyak karena faktor perawatan.
3.6 Kasus Kecelakaan Boeing 737 di Indonesia Berdasarkan data kecelakaan periode 1997 - 2007 yang terdapat dalam ASN jumlah kecelakaan di Indonesia sepuluh tahun terakhir terdapat 42 kasus dengan jumlah korban jiwa mencapai 387 orang. Sedangkan dalam periode 2003-2007 terdapat 25 kasus kecelakaan dengan jumlah korban jiwa mencapai 351 orang (termasuk korban di darat). Data tersebut menunjukkan bahwa dalam periode lima tahun terakhir terdapat peningkatan jumlah kasus kecelakaan sebanyak 47% dari jumlah kecelakaan periode 1998-2002 yang hanya mencapai 17 kasus. Peningkatan juga terlihat dari jumlah korban jiwa yang ada, 351 dari 387 korban jiwa akibat kecelakaan di Indonesia selama sepuluh tahun terakhir terjadi dalam periode 2003-2007. Jelas suatu prestasi yang buruk dalam dunia penerbangan nasional sehingga wajar apabila asosiasi penerbangan Uni-Eropa menjatuhkan larangan terbang bagi maskapai penerbangan Indonesia di Eropa. Dari 33 kasus yang terjadi pada periode 2002-2007 (Tabel 3.08) terdapat sepuluh kasus diantaranya atau sekitar 30% melibatkan pesawat Boeing 737 dengan jumlah korban jiwa mencapai 271 orang atau 72% dari total korban jiwa yang ada. Jumlah kecelakaan yang melibatkan 737 di Indonesia sendiri seluruhnya berjumlah 12 kasus kecelakaan, tiga kasus diantaranya terjadi pada 2007 dengan jumlah korban jiwa sebanyak 123 orang.
47
Tabel 3.08 Daftar kecelakaan di Indonesia periode 1997-2007 Disusun berdasarkan data-data ASN Januari 2008 Tahun Jumlah kasus Korban jiwa 2007 4 128 2006 7 14 2005 8 180 2004 2 25 2003 4 4 2002 8 23 2001 5 13 2000 1 0 1999 2 0 1998 1 0 1997 7 390 Jumlah 49 777
Dari Tabel 3.07 terlihat bahwa sebagian besar kejadian kecelakaan Boeing 737 terjadi pada pesawat dengan usia di atas 15 tahun dengan rata-rata usia pesawat 19.7 tahun. Hanya terdapat tiga kasus kecelakaan (30%) yang terjadi pada pesawat di bawah usia 15 tahun sisanya didominasi pesawat di atas 15 tahun (70%). Tabel 3.09 Daftar kecelakaan Boeing 737 di Indonesia periode 2002-2007 Disusun berdasarkan data-data dari www.aviation-safety.net akses Januari 2008
Tanggal 7-Mar-07 21-Feb-07 1-Jan-07 24-Dec-06 3-Oct-06 5-Sep-05 4-Jan-05 23-Jan-03 14-Jan-02 16-Jan-02
Operator Tipe Garuda 737-497 Adam Air 737-33A Adam Air 737-4Q8 Lon Airlines 737-4Y0 Mandala Airlines 737-2T4 Mandala Airlines 737-230 Tri-MG Airlines 737-2A9C Star Air 737-2B7 Lion Airlines 737-291 Garuda 737-3Q8 Total korban jiwa
Korban Jiwa
Usia 15 12 17 16 23 14 35 19 33 13
Fase 21 Landing 0 Landing 102 En route 0 Landing 0 Landing 101 Initial Climb 2 Landing 0 Landing 0 Takeoff 1 Approach 227
Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang disebutkan ASN sebagai negara yang tidak pernah mengirim laporan resmi hasil investigasi pada ICAO8). Karena itu sumber publikasi terbatas pada berita lokal di Indonesia.
48
Penyebab utama kasus-kasus yang terjadi adalah human error baik itu disebabkan kesalahan kru penerbang, manajemen penerbangan yang tidak sesuai prosedur sampai kesalahan pada proses perawatan. Tercatat tiga kasus kecelakaan (Garuda 7-Mar-07, Mandala 5-Sep-05, serta Lion Air 14-Jan-02) terjadi karena human error. Penyebab terbesar kedua adalah cuaca buruk terutama saat landing (tiga kasus –Adam Air 1-Jan-07, Mandala 3-Okt-06, serta Star Air 23-Jan-03). Tercatat enam dari sepuluh kecelakaan Boeing 737 (60%) terdapat pada fase landing. Faktor lain penyebab kecelakaan adalah kegagalan propulsi pesawat seperti yang terjadi pada kasus 16 januari 2002 yang dialami Garuda Flight 421.
8)
Ranter, Harro. 2002. Access to Airsafety Information. ASN
49