MANAJEMEN KRISIS PUBLIC RELATIONS DEPARTEMEN PERHUBUNGAN PASCA TRAGEDI KECELAKAAN TRANSPORTASI (GARUDA BOEING 737-400) DI YOGYAKARTA (PERIODE 2007)
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Jenjang Sarjana Strata Satu ( S-1 ) Program Studi Public Relations
Disusun Oleh : Putri Imbanagara 4420401 – 037
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2008
UNIVERSITAS MERCU BUANA FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI PUBLIC RELATIONS ABSTRAKSI Putri Imbanagara 4420401-037 Manajemen Krisis Public Relations Departemen Perhubungan Pasca Tragedi Kecelakaan Transportasi (Garuda Boeing 737-400) di Yogyakarta (Periode 2007). Tebal halaman: 113, Bibliografi: 17 Departemen Perhubungan menglami krisis manajemen pada kasus kecelakaan pesawat Garuda Boeing 737-400 yang terbakar di Bandara Adi Sucipto Yogyakarta. Pesawat Garuda mengangkut 140 orang termasuk di dalamnya 7 orang awak pesawat. Departemen Perhubungan adalah salah satu lembaga pemerintah yang bergerak dibidang jasa transportasi, yang mempunyai tugas membantu presiden dalam merumuskan kebijakan-kebijakan dibidang jasa transportasi di Indonesia. Dengan terjadinya tragedi kecelakaan transportasi belakangan ini (periode 2007), menyebabkan keadaan pengguna jasa transportasi mengalami kemerosotan. Mengingat transportasi merupakan sebagai alat untuk berpergian para masyarakat Indonesia, maka PR Dephub segera membuat strategi yang dirancang untuk mengatasi krisis yang bertujuan untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap jasa transportasi di Indonesia. Manajemen krisis adalah salah satu langkah atau upaya yang ditempuh dalam membentuk manajemen khusus menghadapi krisis dan sekaligus berupaya mencegah meluasnya dampak yang ditimbulkan dari suatu peristiwa krisis dengan tujuan untuk memperoleh kembali kepercayaan masyarakat(Yosal Iriantara:Manajemen Krisis PR). Krisis merupakan suatu keadaan tidak menguntungkan yang disebabkan oleh adanya sutu peristiwa atau kejadian dan berdampak terhadap kepercayaan masyarakat terhadap suatu produk atau organisasi. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Di mana teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam dengan kepala bagian Public Relations Departemen Perhubungan. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukan bahwa Dephub melakukan langkahlangkah penanganan krisis seperti mengidentifikasi krisis, menganalisa krisis, mengatasi krisis, mengisolasi krisis dan mengevaluasi krisis, langkah-langkah penanganan krisis tersebut dilakukan dengan baik sehingga krisis yang dialami Departemen Perhubungan cepat terselesaikan dan dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap jasa transporasi di Indonesia.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb Bismillahhirrohmanirrohim. Manusia hanya mampu menjalankan dan hanya Allah-lah yang menentukan. Alhamdulillah, segala puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT. Berkat ridho-nya, peneliti telah melaksanakan riset di Departemen Perhubungan. Walaupun menemui sedikit kendala dalam penyusunannya, peneliti bersyukur dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun sesuai riset yang peneliti lakukan sejak Juni hingga Agustus 2008. keberhasilan peneliti dalam menyusun skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, dorongan, dan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu dengan kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Ibu Dra. Diah Wardhani, M.Si selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan banyak masukan, dorongan, segala bantuan dan kesabarannya selama membimbing peneliti dalam melaksanakan riset hingga penyusunan skripsi ini, serta nasehat yang begitu memotivasi. 2. Ibu Marhaeni F.K,S.Sos,M.Si selaku Ketua Jurusan Public Relations Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana atas masukan serta nasehatnya kepada penulis. 3. Ibu Siti Komsiah, S.IP,M.Si. selaku dosen pembimbing II, atas segala bantuan dan kesabarannya selama membimbing peneliti dalam penyusunan skripsi ini.
4. Seluruh jajaran rektorat, dosen, dan karyawan Universitas Mercu Buana yang terhormat. 5. Kedua orang tua penulis yang tercinta, Bapak Eddy Diasumantri dan Ibu Samsinar, yang selalu sabar dan penuh kasih sayang dalam memberikan dorongan serta doa untuk keberhasilan penulis baik dalam pelaksanaan magang hingga penyusunan laporan ini. 6. Adik-adik ku tersayang, makasih ya atas keceriaan kalian sehingga dapat menyegarkan pikiran dan kakak bisa menyelesaikan skripsi. 7. Cinta sejatiku Kasuma Ramadona, penyemangat peneliti dikala sedih dan susah, selalu sabar membimbing peneliti, memberikan masukan baik materi dan non materi, kasih sayang yang luas dan doa sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 8. It’s A Crew puri (K’Syarif, K’Zhimii, Joel, ulan, Hendra, Arif, Rifi) dan semua Crew It’s A yang gak bisa disebutin satu-satu, makasi ya atas dorongan dan semangat dari kalian akhirnya aku bisa menyelesaikan skripsi ini. 9. Onions Family: Hesty (Mba Gaul), Winda (Mba Macho), dan Rani (Mba Heboh) yang selalu siap memberikan waktunya saat peneliti kesulitan, masukan/nasehat yang dahsyat, teman seperjuangan, dan saling mendukung atas segala hal. 10. Bpk. Bambang S.Ervan selaku Public Relations atas kesempatan yang telah diberikan kepada peneliti untuk dapat melakukan riset di Departemen Perhubungan.
11. Bpk. Kodri selaku kepala bagian publikasi dan media monitoring, terimakasih atas kesempatan yang telah diberikan untuk melakukan riset di Departemen Perhubungan, khususnya di bagian publikasi dan evaluasi. 12. Bapak J.A. Barata selaku Juru bicara KNKT yang telah memberikan banyak informasi kepada peneliti. 13. Anak-anak Mercu, Nita, Dewi, Ipie, Rizka, Dodi, Abbe, Tuti, Kristina, Dahlia, Winda Sari, Ratna, dan Seluruh teman, sahabat yang tidak dapat disebutkan satu persatu dan orang-orang yang telah mendukung dan mendoakan penelitit hingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Peneliti menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, peneliti sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun di masa akan datang. Harapan peneliti, skripsi ini tidak hanya bermanfaat secara pribadi, tetapi juga bermanfaat bagi para pembaca.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Tangerang, Agustus 2008
Peneliti
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN SIDANG SKRIPSI.....................................................i TANDA LULUS SIDANG SKRIPSI.....................................................................ii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI....................................................................iii ABSTRAKSI..........................................................................................................iv KATA PENGANTAR............................................................................................vi DAFTAR ISI...........................................................................................................ix DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................xiii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1 1.1 Latar Belakang Masalah........................................................................8 1.2 Rumusan Masalah..................................................................................8 1.3 Tujuan Penelitian...................................................................................9 1.4 Manfaat Penelitian.................................................................................9 1.4.1
Manfaat Akademis...............................................................9
1.4.2
Manfaat Praktis....................................................................9
BAB II KERANGKA PEMIKIRAN.....................................................................10 2.1 Komunikasi..........................................................................................10 2.1.1 Definisi Komunikasi...................................................................10 2.1.2 Proses Komunikasi.....................................................................14 2.2 Public Relations……………………………………………………...16
2.2.1 Definisi Public Relations……………….………………………16 2.2.2 Ciri, Fungsi, dan Tugas Public Relations……...…………….…18 2.2.3 Tujuan Public Relations…………………………………….….22 2.3 Manajemen Public Relations…...........................................................24 2.4 Manajemen Krisis…………………………………….…….………….26 2.4.1 Definisi Manajemen Krisis………………………...………..…26 2.4.2 Tahap-tahap Manajemen Krisis……………...…..…..……...…28 2.4.3 Langkah-langkah Manajemen Krisis………………………......31 2.4.4 Peran PR dalam Mengatasi Krisis…...…………………….…...34 2.4.5 Strategi Manajemen Krisis……………………………………..38 2.5 Citra…………………..…………………………………………...….40 2.5.1 Citra Perusahaan………………………………………………..41 2.6 Opini Publik... .....................................................................................42 2.6.1 Opini Publik Ditinjau Dari Segi Ilmu Komunikasi....................45 2.6.2 Peran PR Dalam Pembentukan Opini Publik...……….…..........46
BAB III METODOLOGI PENELITIAN..............................................................47 3.1 Tipe Penelitian.....................................................................................48 3.2 Metode Penelitian................................................................................49 3.3 Key Informan.......................................................................................51 3.4 Teknik Pengumpulan Data...................................................................50 3.4.1 Data Primer.................................................................................50 3.4.2 Data Sekunder.............................................................................50
3.5 Definisi Konsep...................................................................................50 1. Manajmen Krisis…..........................................................................50 2. Departemen Perhubungan………………………………………....51 3. Kecelakaan Transportasi di Indonesia………………………….…51 4. Tragedi Terbakarnya Pesawat Garuda Boeing 747-497 di Yogyakarta..................................................................................52 3.6 Focus Penelitian...................................................................................52 3.6.1 Aktivitas PR Dalam Manajemen Krisis......................................52 3.7 Teknik Analisis Data............................................................................55
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Departemen Perhubungan......................................57 4.1.1 Tugas Pokok Departemen Perhubungan.....................................57 4.1.2 Fungsi Departemen Perhubungan...............................................57 4.1.3 Visi dan Misi...............................................................................58 4.1.4 Struktur Departemen Perhubungan.............................................59 4.1.5 Lambang Departemen Perhubungan...........................................59 4.1.6 Tugas Public Relations Departemen Perhubungan.....................63 4.2 Hasil Penelitian....................................................................................64 4.3 Pembahasan.......................................................................................101 4.3.1 Mengidentifikasi Krisis Kecelakaan Transportasi....................101 4.3.2 Mengidentifikasi Krisis Kecelakaan Transportasi....................102 4.3.3 Mengisolasi Krisis Kecelakaan Transportasi............................103
4.3.4 Mengatasi Krisis Kecelakaan Transportasi...............................104 4.3.5 Meng-Evaluai Krisis Kecelakaan Transportasi.........................107
BAB V KESIMPULAN 5.1
Kesimpulan…………………………………………………......110
5.2
Saran………………………………………………………........111 5.2.1
Saran Akademis…………………………………….......111
5.2.2
Saran Praktis....................................................................112
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat Permohonan Riset Skripsi dari Universitas Mercu Buana 2. Surat Pernyataan Penyusunan Skripsi 3. Draft Wawancara 4. Transkip Wawancara 5. Siaran Pers Departemen Perhubungan 6. NOTA DINAS 7. Hasil Evaluasi Pemberitaan 8. Dokumentasi Skripsi 9. Dokumentasi Departemen Perhubungan
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Public Relations kini manfaat dan keberadaannya mulai terasa di berbagai organisasi / perusahaan. Setiap organisasi mulai membutuhkan kehadiran seorang insan Public Relations untuk menangani setiap masalah, memudahkan bersosialisasi dengan stakeholdernya, membina hubungan dengan stakeholdernya, dan menjalankan program – program kehumasan. Tidak hanya itu, Public Relations juga mampu menjadi ujung tombaknya sebuah perusahaan. Manakala perusahaan / organisasi tersebut mengalami suatu krisis, maka Public Relations turut mengatasinya. Public Relation itu sesungguhnya punya arti penting yang jauh lebih besar terhadap organisasi. Public Relation juga memiliki kaitan yang sangat erat dan sangat luas dengan berbagai aspek manajemen, untuk itu pihak manajemen atau para pemimpin perusahaan harus bisa memahami dan menghargai arti penting dan manfaat Public Relation.1 Adapun manfaat khusus Public Relation meliputi kegunaan Public Relation dalam pengelolaan atau pelaksanaan salah satunya adalah menangani permasalahan atau krisis yang muncul dalam suatu perusahaan yang biasa disebut manajemen krisis.
1
Jefkins Frank. Public Relations Erlangga edisi Kelima. 2004 hal 333
1
Krisis adalah masa gawat atau saat genting dimana situasi tersebut dapat merupakan titik baik atau sebaliknya. Dalam beberapa dekade belakangan ini, boleh dikatakan hampir seluruh organisasi pernah mengalami krisis sehingga kalangan pimpinan atau pihak manajemennya mulai menyadari bahwa mereka membutuhkan serangkaian persiapan dan kesiapan tersendiri untuk mengatasi berbagai masalah mendesak terutama yang berkaitan dengan hubungan pers atau hubungan media.2 Biasanya, Reputasi cemerlang yang sudah dibina oleh suatu perusahaan bisa luntur dalam sekejap karena adanya krisis yang menimpa perusahaan tersebut. Sehingga apabila krisis tersebut tidak diantisipasi dengan cepat akan membuat perusahaan tidak bisa dipercaya oleh masyarakat. Oleh karena itu setiap organisasi atau perusahaan perlu membentuk sebuah tim manajemen krisis yang permanen. Bila suatu krisis terjadi secara mendadak, maka tugas pertama yang harus dikerjakan oleh para anggota tim manajemen krisis atau mengidentifikasi dan menentukan apa yang harus dilakukan. Pada dasarnya, ada dua macam kemungkinan krisis yakni ( 1 ) kemungkinan yang diperhitungkan dan ( 2 ) yang tidak diperhitungkan. Kemungkinan krisis yang diperhitungkan biasanya berkaitan erat dengan karakteristik atau bidang kegiatan yang digeluti oleh suatu organisasi atau perusahaan. Sedangkan kemungkinan terjadinya sangat kecil. Namun
2
Ibid., 334
2
konsekuensinya tidak kalah berbahayanya.3 Jadi hal sekecil apapun yang terjadi di perusahaan, akan berubah menjadi suatu hal yang besar dan mengerikan. Mengingat masa krisis, secara tidak langsung dapat mempengaruhi turunnya bahkan hilangnya citra. Karena itu insan Public Relation adalah pihak yang lebih terkait dengan masa krisis.4 Manajemen krisis merupakan salah satu bentuk saja dari 3 bentuk respons manajemen terhadap perubahan yang terjadi di lingkungan eksternal organisasi. Respons tersebut adalah (a) Koersif, bila perubahan yang cepat dipaksakan terjadi pada organisasi, (b) Adaptif, bila perubahan tersebut semakin meluas seiring perjalanan waktu, dan (c) merespons krisis, bila organisasi ingin mempertahankan kelangsungan hidupnya dibawah tekanan waktu yang ekstrem. Ini dilakukan dalam konteks mengelola perubahan.5 Dalam hal kegiatan Public Relation, manajemen krisis merupakan salah satu aspek yang mendapat perhatian. Manajemen krisis ini boleh dikatakan sebagai “bantalan” yang di persiapkan oleh organisasi untuk menghadapi krisis yang sifatnya tak terduga dan mendadak.6 Jadi manfaat Public Relations itu sangat penting apabila perusahaan sedang terjadi krisis.
3 4
5 6
Ibid., 335 Soemirat, Soleh dan Elvinaro Ardianto.2002. Dasar-dasar PR. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya hal 182. Iriantara.Yosal.2004. Manajemen Strategis PR. Jakarta: Galia Indonesia hal 116 Ibid.
3
Public Relations mempunyai peranan penting dalam menangani masa krisis, mengingat masa krisis dapat berdampak negatif terhadap citra perusahaan, sehingga dapat dikatakan Public Relation merupakan fungsi manajemen yang strategis.7 Lukas Zewski dalam bukunya Iriantara membedakan manajemen krisis dengan manajemen komunikasi krisis, namun para ahli Public Relations umumnya tidak melakukan pembedaan mendasar seperti itu. Karena dalam manajemen krisis yang merupakan upaya organisasi untuk menangani krisis yang dihadapi organisasinya, bagian Public Relations menjalankan
peran
sesuai
dengan
keseluruhan
upaya
organisasi
dalam
fungsinya
untuk
menghadapi
mendukung
krisis.
Dalam
pelaksanaan kegiatannya, tentu saja bagian Public Relations melakukan kegiatan komunikasi dengan publik internal dan publik eksternal organisasi.8 Sudah sangat jelas, seperti yang dijelaskan diatas insan Public Relations sangat memegang peranan penting bagi organisasi. Jika Public Relations tidak melakukan kegiatan manajemen krisis tersebut, maka bisa saja citra yang telah dibentuk akan hilang dan menjadi terpuruk akibat krisis yang dihadapi oleh organisasi itu. Lain halnya jika Public Relations melakukan kegiatan manajemen krisis dengan sigap cepat membentuk tim Manajemen Krisis, tentu saja krisis organisasi akan bisa teratasi dengan baik. Segala sesuatu yang ingin 7 8
Soemirat. Op.Cit., 185 Iriantara.Op.Cit.,128.
4
dicapai menuju kebaikan akan mudah lebih terarah melalui strategistrategi Public Relations. Terciptanya suatu citra perusahaan yang baik di mata masyarakat atau
khalayaknya
akan
banyak
menguntungkan.
Misalnya,
akan
menularkan citra yang baik kepada semua produk barang dan jasa yang dihasilkannya termasuk bagi para pekerjanya akan menjadi suatu kebanggaan tersendiri. Krisis menjadi ”momok” yang menakutkan bagi perusahaan ataupun instansi karena krisis akan berdampak kepada pencitraan suatu perusahaan atau instansi. Banyak hal yang dapat dilakukan dalam menangani krisis seperti menjalin hubungan dengan berbagai pihak salah satunya melakukan media relations. Perlu disadari bahwa media memiliki pengaruh besar terhadap perusahaan terutama perusahaan yang sedang mengalami krisis. Dalam hal ini sebagai seorang public relations harus bisa membuat manajemen krisis sebagai cara yang tepat dalam menangani masalah/krisis. Dunia perhubungan indonesia akhir-akhir ini sedang mengalami penurunan yang dahsyat. Bisa kita lihat dari sederet runtutan kecelakan transportasi yang terjadi pada awal tahun 2007. Sebut saja tragedi hilangnya Pesawat Adam Air, tenggelamnya KM Senopati, tenggelamnya KM Levina I, dan kembali jatuhnya pesawat Adam Air, hingga munculnya Tragedi yang sangat mengejutkan juga terjadi pada Pesawat Garuda
5
Indonesia yang terbakar. Tragedi kecelakaan transportasi ini banyak mengakibatkan jatuhnya korban jiwa. Dikejutkannya dunia penerbangan oleh jatuhnya pesawat garuda Boeing 737-400 pada 5 Maret 2007 di Yogyakarta. Jatuhnya pesawat tersebut menambah panjang daftar tragedi kecelakaan transportasi di Indonesia. Tragedi kecelakaan ini tentu saja menimbulkan korban yang jumlahnya tidak sedikit. Peneliti akan mengangkat kasus manajemen krisis departemen perhubungan pasca tragedi kecelakaan transportasi pada kasus jatuhnya pesawat Garuda Boeing 737-400 di Yogyakarta. Maka dengan itu kecelakaan pesawat Garuda Boeing 737-400 yang mengalami ledakan hingga terjadi kebakaran di Bandara Adi Sucipto Yogyakarta, diangkat sebagai kasus dalam penelitian ini, karena kasus kecelakaan Garuda Boeing 737-400 disebabkan bukan karena kerusakan pada pesawat tetapi terjadi karena adanya humman error yang mengakibatkan hard linding. Jatuhnya pesawat Garuda ini bukan saja menjadi tanggung jawab pihak PT. Garuda Indonesia. Sebagai regulator pemerintah Departemen Perhubungan juga ikut andil dalam kasus kecelakaan pesawat Garuda Boeing 737-400. Hal ini telah menjadi krisis bukan hanya bagi perusahaan penerbangan namun juga menjadi krisis Departemen Perhubungan. Sehingga Departemen Perhubungan harus siap menghadapi segala apapun
6
yang terjadi baik menurunnya citra Departemen Perhubungan maupun perombakan kinerja Departemen Perhubungan. Akibat banyaknya tragedi Dunia perhubungan Indonesia, evaluasi kabinetpun harus dilakukan. Krisis yang dialami oleh pemerintah ini sangat berpengaruh baik internal maupun eksternal, terutama kepada publik eksternal. Akhirnya Menteri Departemen Perhubungan Hatta Radjasa pun, pada saat itu, mengaku siap melakukan tindakan ini untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat pada presiden Susilo Bambang Yudhoyono, terkait krisis yang sedang dialami oleh pemerintah Indonesia. Krisis yang dialami oleh pemerintahan sangat berdampak buruk bagi masyarakat, karena saat ini masyarakat sangat membutuhkan pengharapan baru evaluasi kinerja pemerintah dan kabinet perlu dilaksanakan, sehingga akan tercipta kinerja yang maksimal. Dampak kecelakaan pesawat Garuda tersebut membuat banyak pihak merasa dirugikan sehingga Departemen Perhubungan harus benarbenar melakukan pengawasan dan pengecekan kelaikan pada setiap transportasi umum. Tragedi ini juga menyebabkan jatuhnya citra Departemen Perhubungan yang dinilai buruk kinerjanya oleh masyarakat. Dalam hal ini pemerintah perlu membuat tim manajemen krisis untuk menangani masalah ini. Dengan metode dan strategi Public Relations. Krisis bisa diatasi. Keterbukaan terhadap pers dan khalayak sangat
diperlukan
dalam
manajemen
miscommunication.
7
krisis,
agar
tidak
terjadi
Public Relations pemerintah harus memberikan keterangan yang cukup, jelas, benar dan apa adanya bahwa Reshuffle memang perlu diadakan. Pergantian menteri yang duduk di Departemen Perhubungan siap dilaksanakan. Untuk mengatasi masalah ini ada yang disebut Preventive Public Relations, yakni usaha untuk mengantisipasinya, melakukan perencanaan menangani krisis dengan membuat rencana aksi yang dapat dilakukan dalam waktu cepat dan efektif.9 Alasan peneliti memilih Departemen Perhubungan, karena peneliti tertarik dengan kasus yang dialami pemerintah pasca Tragedi Kecelakaan Transportasi (Garuda Indonesia Boeing 737-400, Yogyakarta) , akibatnya, manajemen krisispun dilakukan. Tragedi Dunia perhubungan membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengambil langkah pergantian kabinet. Dan Menteri Perhubungan Hatta Radjasa siap diganti apabila memang kinerja beliau dinilai kurang baik. Hal ini yang membuat saya mengangkat kasus ini dalam tugas skripsi.
1.2.
Rumusan Permasalahan Rumusan masalah yang akan dibahas pada skripsi ini berkaitan dengan salah satu kegiatan Public Relations yaitu Manajemen Krisis. Dengan mengangkat kasus : Manajemen Krisis Departemen Perhubungan Pasca Tragedi Kecelakaan Transportasi (Garuda Indonesia Boeing 737-
9
Soemirat. Op.Cit., 181
8
400) di Yogyakarta (Periode 2007). Berdasarkan kasus tersebut, masalah yang akan penulis teliti adalah “ Bagaimana manajemen krisis Departemen Perhubungan pasca tragedi kecelakaan transportasi (Garuda Indonesia Boeing 737-400) di Yogyakarta (Periode 2007)? 1.3.
Tujuan Penelitian Tujuan Penelitian yang ingin dicapai dalam dilaksanakannya penelitian ini antara lain : Mengetahui langkah – langkah manajemen krisis yang dilakukan Public Relations Departemen Perhubungan pasca tragedi kecelakaan transportasi (Garuda Indonesia Boeing 737-400) di Yogyakarta (Periode 2007).
1.4.
Manfaat Penelitian a. Manfaat Akademis Untuk memberikan Sumbangsih kepada bidang keilmuan Public Relations mengenai bagaimana seorang PR profesional memanage krisis dalam sebuah perusahaan. b. Manfaat Praktis Memberi pemasukan / saran kepada Departemen Perhubungan bagaimana seharusnya menghadapi krisis yang sedang terjadi. Menggunakan strategi – strategi apa saja dalam menghadapi krisis. Serta memberikan upaya / langkah – langkah yang baik dalam manajemen krisis.
9
BAB II KERANGKA PEMIKIRAN
2.1
Komunikasi 2.1.1 Definisi Komunikasi
Kata atau istilah komunikasi (dari bahasa Inggris Communication) berasal dari communicatus dalam bahasa Latin yang artinya berbagi atau menjadi
milik
bersama.
Dengan
demikian
komunikasi,
menurut
Lexicogrepher (ahli kamus bahasa), menunjuk pada suatu upaya yang bertujuan berbagi untuk mencapai kebersamaan.10 Dalam istilah yang sederhana,
komunikasi adalah proses
penyampaian pesan antar individu. Semua masyarakat manusia dilandasi kapasitas manusia untuk menyamakan maksud, hasrat, perasaan, pengetahuan, dan pengalaman dari satu orang kepada orang lainnya. Pada pokoknya, komunikasi adalah pusat minat dari situasi perilaku dimana suatu sumber menyampaikan suatu pesan kepada seorang penerima dengan tujuan mempengaruhi perilaku si penerima.11 Pengertian pokok lainnya, komunikasi adalah suatu proses mengenai pembentukan, penyampaian, penerimaan, dan pengolahan pesan. Sejalan dengan perkembangan zaman, komunikasi telah memiliki berbagai macam definisi – definisi tersendiri, yang semuanya memiliki 10
Sasa Djuarsa.Pengantar Ilmu Komunikasi.Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.2003 hal 1.10 H. Frazier moore.Hubungan Masyarakat prinsip, kasus, dan masalah.PT Remaja Rosdakarya.Bandung.1998 hal 78 11
10
penekanan – penekanan arti, konteks, dan cakupan yang berbeda satu sama lain. Dari berbagai macam pengertian komunikasi diatas, jelas bahwa komunikasi memiliki definisi yang luas dan beragam. Dari contoh – contoh definisi sebagaimana dikemukakan dalam bagian sebelumnya, diperoleh gambaran bahwa pengertian komunikasi memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut :12 1.
Komunikasi adalah Suatu Proses Komunikasi
sebagai
suatu
proses
artinya
bahwa
komunikasi merupakan serangkaian tindakan atau peristiwa yang terjadi secara berurutan (ada tahapan dan sekuensi) serta berkaitan satu sama lainnya dalam kurun waktu tertentu. Sebagai suatu proses, komunikasi tidak statis tetapi dinamis dalam arti akan selalu mengalami perubahan dan berlangsung terus – menerus. Proses komunikasi melibatkan banyak faktor atau unsur. Faktor – faktor atau unsur – unsur yang dimaksud antara lain dapat mencakup pelaku atau peserta, pesan (meliputi bentuk, isi, dan cara penyajiannya), saluran atau alat yang dipergunakan untuk menyampaikan pesan, waktu, tempat, hasil atau akibat yang terjadi, serta situasi atau kondisi pada saat berlangsungnya proses komunikasi.
12
Sasa Djuarsa.Op.Cit., hal 1.13-1.16
11
2.
Komunikasi adalah Suatu Upaya yang Disengaja serta Mempunyai Tujuan Komunikasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan sacara sadar, disengaja serta sesuai dengan tujuan atau keinginan dari pelakunya. Pengertian sadar di sini menunjukan bahwa kegiatan komunikasi yang dilakukan seseorang sepenuhnya berada dalam kondisi mental psikologis yang terkendalikan atau terkontrol bukan dalam keadaan mimpi. Disengaja maksudnya bahwa komunikasi yang dilakukan memang sesuai dengan kemauan dari pelakunya. Sementara tujuan menunjuk pada hasil atau akibat yang ingin dicapai.
3.
Komunikasi menurut Adanya Partisipasi dan Kerja Sama dari Para Pelaku yang Terlihat Kegiatan komunikasi ini akan berlangsung baik, apabila pihak – pihak yang berkomunikasi (dua orang atau lebih) sama – sama ikut terlibat dan sama – sama mempunyai perhatian yang sama terhadap topik pesan yang dikomunikasikan.
4.
Komunikasi Bersifat Simbolis Komunikasi pada dasarnya merupakan tindakan yang dilakukan dengan menggunakan lambang - lambang. Lambang yang paling umum digunakan dalam komunikasi adalah bahasa
12
verbal dalam bentuk kata – kata, kalimat – kalimat, angka – angka atau tanda – tanda lainya. Selain bahasa verbal, ada juga ada lambang – lambang yang bersifat non verbal yang dapat dipergunakan dalam komunikasi seperti gestura (gerak tangan, kaki, atau bagian lainnya dari tubuh), warna, sikap duduk atau berdiri, jarak, dan berbagai bentuk lambang lainnya. Penggunaan lambang - lambang non verbal ini lazimnya dimaksudkan untuk memperkuat arti dari pesan yang disampaikan. 5.
Komunikasi Bersifat Transaksional Komunikasi pada dasarnya menuntut dua tindakan: memberi dan menerima. Dua tindakan tentunya perlu dilakukan secara seimbang atau proposional oleh masing – masing. Pengertian transaksional juga menunjuk pada suatu kondisi bahwa keberhasilan komunikasi tidak hanya ditentukan oleh salah satu pihak, tetapi oleh kedua belah yang terlibat mempunyai kesempatan tentang hal – hal yang dikomunikasikan.
6.
Komunikasi Menembus Faktor Waktu dan Ruang Komunikasi menembus faktor waktu dan ruang maksudnya bahwa para peserta atau pelaku yang terlibat dalam komunikasi tidak harus hadir pada waktu serta tempat yang sama. Dengan adanya barbagai produk teknologi komunikasi seperti telepon,
13
faksimili, teleks, video-text, dan lain – lain, kedua faktor tersebut (waktu dan tempat) bukan lagi menjadi persoalan dalam hambatan.
Telah dijelaskan di atas bahwa komunikasi selain memiliki definisi-definisi yang beragam, komunikasi juga memiliki karakteristik pokok.
2.1.2 Proses Komunikasi Salah satu karakteristik komunikasi adalah komunikasi sebagai suatu proses. Di mana, jika kita sedang berkomunikasi dengan orang lain terjadi proses komunikasi dari penyampaian pesan sampai penerimaan pesan hingga terjadi feedback. Proses komunikasi adalah suatu hal yang lumrah dan harus terjadi. Ini merupakan hal yang penting. Secara garis besar, proses komunikasi sedikitnya melibatkan empat elemen atau komponen sebagai berikut:13 1.
Sumber/pengirim
pesan/komunikator,
yakni
seseorang
atau
sekelompok orang atau suatu organisasi yang mengambil inisiatif menyampaikan pesan. 2.
Pesan, berupa lambang atau tanda seperti kata-kata tertulis atau secara lisan, gambar, angka, gestura
3.
Saluran,
yakni
sesuatu
yang
dipakai
sebagai
alat
penyampaian/pengiriman pesan (misalnya telepon, radio, surat,
13
Ibid., hal 2.2
14
surat kabar, majalah, TV, dan gelombang udara dalam konteks komunikasi antarpribadi secara tatap muka) 4.
Penerimaan/komunikan, yakni seseorang atau sekelompok orang atau organisasi yang menjadi sasaran penerima pesan.
Keempat elemen di atas adalah yang harus perlu kita perhatikan, agar pesan yang kita sampaikan memiliki tujuan tertentu hingga mendapat feedback dari komunikan. Namun selain elemen tadi, ada beberapa faktor yang juga penting dalam proses komunikasi. Faktor-faktor ini perlu kita perhatikan agar proses komunikasi berjalan baik. Tiga faktor tersebut adalah: akibat/dampak/hasil yang terjadi pada pihak penerima/komunikan, umpan
balik/
feedback,
yakni
tanggapan
baik
dari
pihak
penerima/komunikan atas pesan yang diterimanya, dan yang terakhir adalah noise, berupa gangguan dari faktor-faktor fisik ataupun psikologis yang dapat mengganggu atau menghambat kelancaran proses komunikasi. Dalam
proses
komunikasi,
sumber
dan
penerima
pesan
komunikasi, masing-masing melakukan tiga kegiatan atau tindakan: encoding (membentuk kode-kode pesan), decoding (memecahkan kodekode pesan), dan interpreting (menginterpretasikan pesan).14 Berdasarkan tingkat partisipasi dari para pelaku yang terlibat, proses komunikasi dapat terbagi dalam dua jenis atau bentuk, yaitu:15
14 15
Ibid., hal 2.9 Ibid., hal 2.7
15
1.
Komunikasi satu arah (one way communication), adalah suatu bentuk proses komunikasi di mana yang aktif terlibat hanyalah pihak sumber. Pihak penerima pesan bersifat pasif. Dalam arti hanya menerima saja semua pesan yang disampaikan sumber tanpa memberikan umpan balik berupa anggapan, reaksi atau pendapat atas pesan-pesan yang diterimanya. Contohnya, penyampaian pesan melalui media massa seperti radio, TV, surat kabar, dan majalah.
2.
Komunikasi dua arah (two way communication), adalah sumber dan penerima masing-masing terlibat aktif dalam penyampaian pesan dan umpan balik.
Banyak hal yang harus kita perhatikan dalam proses komunikasi. Seperti yang telah dijelaskan di atas, sehingga proses komunikasi bisa berjalan dengan sesuai yang kita harapkan.
2.2. Public Relations 2.2.1. Definisi Public Relations Public Relations memiliki definisi yang luas dan beragam. Public Relations itu merupakan kegiatan melaksanakan hubungan dengan publik di luar dan di dalam organisasi dengan jalan berkomunikasi. Tentu saja dengan cara komunikasi yang tidak sembarangan, melainkan dengan keahlian-keahlian komunikasi.
16
Definisi menurut (British) Institut of Public Relations (IPR) bahwa Public Relations memiliki pengertian keseluruhan upaya yang dilakukan secara terencana dan berkesinambungan dalam rangka menciptakan dan memelihara niat baik (good will) dan saling pengertian antara suatu organisasi dengan segenap khalayaknya.16 Karena begitu banyaknya definisi Public Relations itu, maka para pempraktek Public Relations dari berbagai negara di seluruh dunia, yang terhimpun dalam organisasi yang bernama ”The International Public Relations Association” (IPRA), bersepakat untuk merumuskan sebuah definisi dengan harapan dapat diterima. Definisinya sebagai berikut ”Public Relations is a management function, of continuiting and planned character, through whic public and private organizations and institutions seek to win and retain the understanding, sympathy, and support of those with whom they are or may be concered-by evaluating public opinion about themselves, in order to correlate, as fat as possible, their own policies and procedures, to achieve by planned and widespeard information more productive co-peration and more efficient fulfillment of their common interest.” :17 (Public Relations adalah fungsi manajemen dari sikap budi yang berencana dan berkesinambungan, yang dengan itu organisasi-organisasi dan lembaga-lembaga yang bersifat umum dan pribadi berupaya membina pengertian, simpati, dan dukungan dari mereka yang ada kaitannya atau mungkin ada hubungannya dengan jalan menilai pendapat umum di antara mereka, untuk mengorelasikan, sedapat mungkin, kebijaksanaan dan tata cara mereka, yang dengan informasi yang berencana dan tersebar luas, 16
Frank Jefkins.Public Relation edisi Kelima.Erlangga.2004 hal 9 Onong Uchjana Effendy.Hubungan Masyarakat Suatu Studi Kasus komunikologis.PT Remaja Rosdakrya.1986 hal 20 17
17
mencapai kerja sama yang lebih produktif dan pemenuhan kepentingan bersama yang lebih efisien).
2.2.2. Ciri, Fungsi, dan Tugas Public Relations Ciri dan fungsi sangat erat kaitannya. Ciri adalah tanda yang khas untuk mengenal atau mengetahui. Selain memiliki definisi yang beragam, Public Relations juga memiliki ciri dan fungsi yang menjelaskan tentang apa itu Public Relations dan seperti apa Public Relations itu. Dalam kaitannya dengan Public Relations, maka Public Relations dalam suatu instansi dikatakan berfungsi apabila Public Relations itu menunjukan kegiatan yang jelas, yang dapat dibedakan dari kegiatan lainnya.18
A.
Ciri Public Relations Berfungsi tidaknya Public Realtions dalam sebuah organisasi dapat
diketahui dari ada tidaknya kegiatan yang menunjukan ciri-cirinya. Ciriciri Public Relations secara implicit dijelaskan secara tegas sebagai berikut: 1. Public Relations adalah kegiatan komunikasi dalam suatu organisasi yang berlangsung dua arah secara timbal balik; 2. Public Relations merupakan penunjang tercapainya tujuan yang ditetapkan oleh manajemen suatu organisasi;
18
Ibid., Hal 24
18
3. Publik yang menjadi sasaran kegiatan Public Relations adalah public ekstern dan public intern; 4. Operasionalisasi Public Relations adalah membina hubungan yang harmonis antara organisasi dengan publik dan mencegah terjadinya rintangan psikologis, baik yang timbul dari pihak organisasi maupun dari pihak publik.19
Namun ciri tersebut perlu kita paparkan lebih jelas. Sebagai kegiatan komunikasi dalam organisasi, prosesnya berlangsung dalam dua arah timbal balik (two way traffic reciprocal communication). Ini berarti bahwa pada jalur pertama komunikasi berbentuk penyampaian informasi oleh manajer sebagai pimpinan oraganisasi kepada publik. Pada jalur kedua komunikasi berlangsung dalam bentuk penyampaian tanggapan atau opini publik (opinion public) dari pihak publik kepada si manajer tadi. Di sini evaluasi terhadap proses dan efek komunikasinya itu perlu diketahui untuk bahan perencanaan kegiatan berikutnya.20 Telah diterangkan bahwa ciri Public Relations melekat pada proses manajemen, yang berarti bahwa Public Relations tidak mungkin dipisahkan dari manajemen. Eksistensi Public Relations sebagai pelembagaan kegiatan komunikasi dalam organisasi justru menunjang upaya manajemen dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Untuk mencapai suatu tujuan dalam teori manajemen, disebutkan bahwa 19 20
Ibid. Ibid.
19
prosesnya berlangsung melalui tahap-tahap yang dikenal dengan POAC, sebagai
singkatan
(Pengorganisasian),
dari
Planning
Actuating
(Perencanaa),
(Penggiatan),
dan
Organizing Controling
(Pengawasan).21 Ciri ketiga dari Public Relations ialah bahwa sasaran kegiatannya adalah publik eksternal dan publik internal. Mereka diarahkan dan dikerahkan kepada pencapaian tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi. Cara menggiatkannya adalah dengan komunikasi, bukan dengan cara-cara lain di luar bidang komunikasi.22 Dan ciri yang terakhir Public Relations dalam operasionalisasinya ada dua, yakni pertama membina hubungan yang harmonis antara organisasi dengan publik, dan yang kedua mencegah terjadinya rintangan psikologis pada pihak publik.23
B.
Fungsi Public Relations Ada beberapa penjelasan tentang fungsional Public Relations.
Menurut Scott M. Cultip dan Allen Center dalam bukunya, Effective Public Relations, memberikan penjelasan sebagai berikut: 1. Memudahkan dan menjamin arus opini yang bersifat mewakili dari publik-publik suatu organisasi, sehingga kebijaksanaan beserta operasionalisasi organisasi dapat terpelihara dengan ragam kebutuhan dan pandangan publik-publik tertentu. 21
Ibid., hal 25 Ibid. 23 Ibid. 22
20
2. Menasehati manajemen mengenai jalan dan cara menyusun kebijaksanaan dan operasionalisasi organisasi untuk dapat diterima secara maksimal oleh publik. 3. Merencanakan dan melaksanakan program-program yang dapat menimbulkan
penafsiran
yang
menyenangkan
terhadap
kebijaksanaan dan operasionalisasi organisasi.24
Yang berbeda pendekatannya dengan kedua pengarang di atas adalah Bertrand R. Canfield, yang dalam bukunya, Public Relations; Principles and Problems, sebagai berikut:25 (1).
Mengabdi kepada kepentingan umum
(2).
Memelihara komunikasi yang baik
(3).
Menitikberatkan moral dan perilaku yang baik
Berdasarkan uraian mengenai ciri-ciri Public Relations menurut Cutlip dan Center serta Canfield di atas, maka fungsi Public Relations dapat dirumuskan sebagai berikut:26 a)
Menunjang kegiatan manajemen dalam mencapai tujuan organisasi;
b)
Membina hubungan harmonis antara organisasi dengan publik, baik publik eksternal maupun publik internal;
24
Ibid., Hal 34 Ibid., hal 35 26 Ibid., hal 36 25
21
c)
Menciptakan komunikasi dua arah timbal balik dengan menyebarkan informasi dari organisasi kapada publik dan menyalurkan opini publik kepada organisasi;
d)
Melayani publik dan menasehati pimpinan organisasi demi kepentingan umum.
2.2.3. Tujuan Public Relations Sebelumnya telah dijelaskan tentang pengertian, ciri, dan fungsi Public Relations. Suatu organisasi memanfaatkan insan Public Relations pasti memiliki tujuan baik bagi perusahaannya. Salah satunya tujuan dalam proses manajemen. Tidak hanya itu, tujuan Public Relations sangat banyak. Dari sekian banyak hal yang bisa dijadikan tujuan kegiatan Public Relations sebuah perusahaan, beberapa diantaranya yang pokok adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengubah citra umum di mata khalayak sehubungan dengan adanya kegiatan-kegiatan baru yang dilakukan oleh perusahaan 2. Untuk meningkatkan bobot kualitas para calon pegawai 3. Untuk menyebarluaskan cerita sukses yang telah dicapai oleh suatu perusahaan kepada masyarakat dalam rangka mendapatkan pengakuan 4. Untuk memperkenalkan perusahaan kepada maysarakat luas, serta membuka pasar-pasar ekspor baru
22
5. Untuk mempersiapkan penerbitan saham tambahan atau karena adanya perusahaan yang akan go public 6. Untuk memperbaiki hubungan antara perusahaan itu dengan khalayaknya, sehubungan dengan telah terjadinya suatu peristiwa yang mengakibatkan kecaman, kesangsian, atau salah paham di kalangan khalayak terhadap niat baik perusahaan 7. Untuk mendidik para pengguna atau konsumen agar mereka lebih efektif
dan
mengerti
dalam
memanfaatkan
produk-produk
perusahaan 8. Untuk meyakinkan khalayak bahwa perusahaan mampu nertahan atau bangkit kembali setelah terjadinya suatu krisis 9. Untuk meningkatkan kemampuan dan ketahanan perusahaan dalam menghadapi resiko ,pengambil-alihan (take-over) 10. Untuk menciptakan identitas perusahaan yang baru 11. Untuk
menyebarluaskan
informasi mengenai aktivitas
dan
partisispasi para pimpinan perusahaan organisasi dalam kehidupan sosial sehari-hari 12. Untuk mendukung keterlibatan perusahaan sabagai sponsor dari penyelenggara suatu acara 13. Untuk memastikan bahwa para politisi benar-benar memahami kegiatan atau produk perusahaan yang positif, agar perusahaan yang bersangkutan terhindar dari peraturan, undang-undang, dan kebijakan pemerintah yang merugikan
23
14. Untuk menyebarluaskan kegiatan-kegiatan riset yang telah dilakukan perusahaan.
2.3. Manajemen Public Relations kebanyakan perusahaan/ organisasi kini mengakui peranan public relations cukup menonjol dalam pengambilan keputusan manajemen. Acapkali manajer public relations melapor atau berhubungan langsung kepada top management. Fraser P. Seitel dalam bukunya The Practice Public Relations mengatakan bahwa dalam beberapa tahun terakhir ini public relations telah mengembangkan kerangka teorinya sebagai suatu sistem manajemen. Ia menyebutkan bahwa Profesor James Grunig dan Todd Hunt telah mengembangkan lebih jauh kerangka teori public relations ini. Grunug dan Hunt menyarankan para manjer PR bertindak berdasarkan apa yang disebut sebagai teoritis organisasional suatu boundary role (memainkan peran di perbatasan), mereka berfungsi di tepi suatu perusahaan/ organisasi sebagai penghubung antara perusahaan/ organisasi dengan publik internal dan eksternalnya. Dengan perkataan lain para manajer public relations harus meletakkan satu kakinya di dalam perusahaan dan satu kaki lainnya di luar perusahaan (publik)-nya. Sering posisi ini dianggap unik di satu sisi tidak sendirian, tetapi sisi lainnya juga mengandung bahaya/ resiko.
24
Para profesional public relations juga manjadi manajer sistem, memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk melakukan transaksi dengan menjalin berbagai hubungan yang bersifat kompleks (rumit) dan pentin dalam organisasi perusahaan, yakni : 1. PR harus memikirkan hubungan organisasi/ perusahaan terhadap lingkungannya sendiri. Berkaitan dengan itu unit manajer bisnis bagian operasional mendukung staf. Sebagai contoh terjadinya konflik antarbagian di perusahaan itu. 2. PR harus bekerja sesuai dengan aturan organisasi/ perusahaan untuk mengembangkan
pemecahan
yang
inovatif
terhadap
berbagai
permasalahan organisasi. 3. PR harus berfikir strategis. Para manajer PR harus menampakan pengetahuannya tentang misi, tujuan dan strategi organisasi/ perusahaan. Solusinya harus menjawab kebutuhan nyata organisasi/ perusahaan. 4. Para PR manajer harus juga memiliki kemampuan mengukur hasil yang sudah di peroleh. PR harus menyatakan dengan jelas apa yang mereka ingin kerjakan, membuat pekerjaan secara sistematik, dan mengukur suatu keberhasilan.27 Akhirnya, berdasarkan poin – poin dari Grunig dan Hunt, dalam pengelolaan sistem PR suatu organisasi/ perusahaan, praktisi PR harus
27
Soleh Soemirat dan Elvinaro Ardianto, Dasar-dasar Public Relations, Rosda, Bandung, 2002, Hal 88
25
membentuk suatu comfort (keharmonisan) dengan berbagai unsur dalam organisasi/ perusahaan itu sendiri. Rhenald Kasali dalam bukunya Management Public Relations, mengatakan manjemen dan PR adalah dua bidang ilmu yang berkembang secara terpisah. Seperti pada hubungan antara menajemen dan bidang – bidang lainnya, manajemen telah menyatu dengan PR. Artinya manajemen telah memberi kontribusi yang sangat besar bagi penerapan konsepsi PR dalam kehidupan manusia.28 Public relations mempunyai peranan yang penting dalam mengefektifkan organisasi dengan membangun hubungan jangka panjang dengan lembaga – lembaga strategis. Menurut Cutlip dan Center (dalam Kasali dan Abdurachman), proses PR sepenuhnya mengacu kepada pendekatan manajerial. Proses ini terdiri dari: fact finding, planning, communications, dan evaluations.29
2.4. Manajemen Krisis 2.4.1. Definisi Manajemen Krisis Banyak ahli yang mendefinisikan manajemen krisis sesuai dengan bahasanya. Manajemen krisis adalah merupakan suatu manajemen pengelolaan, penanggulangan, atau pengendalian krisis hingga pemulihan citra perusahaan (corporate image recovery).30
28
Ibid, Hal 89 Ibid, Hal 90 30 Rosady Ruslan.Praktik dan Solusi Public Relations dalam Situasi Krisis dan Pemulihan Citra. Hal 63 29
26
Adapun definisi krisis itu sendiri adalah: “ An event which causes the company to became the subject of widespread, potentially un favourable, attention from the intenasional and national media and other groups such as customers, shareholders, employees and their families, politicians, trade unionists and environmental pressure groups who, for one reason or another, have a vested interest in the activities of the organization.”31 (Suatu peristiwa atau kejadian yang menyebabkan perusahaan menjadi pokok pembicaraan tersebar luas, tidak mengutungkan secara potensial. Menjadi pusat perhatian dari media nasional dan internasional dan kelompok lainnya seperti customer, shareholders, pegawai beserta keluarganya, politikus, serikat pekerja dan kelompok penekan lingkungan, untuk suatu alasan atau alasan yang lain, memiliki sebuah keterikatan dalam kegiatan organisasi). Krisis memang berkonotasi negatif. Namun sebenarnya, dibalik krisis itu tersedia peluang yang bisa dimanfaatkan organisasi. Bila organisasi mampu menarik pelajaran dari krisis yang dialaminya, niscaya organisasi tersebut akan mampu menjadi lebih baik.32 In the time of crisis, it is the communications effort that can mobilize support, reassure key audiences, and show that a company is in control of the situation.33 Krisis itu selalu muncul tiba-tiba. Karena itu manajemen krisi tidak harus disusun saat organisasi sedang mengalami krisis.34
31
Michael Regester & Judy Larkin.The Art and Science Of Public Relations, Risk Issues and Crisis Management.Crest Publishing.Volume 5 hal 131 32 Iriantara Yosal.Manajemen Strategi PR.Galia Indonesia.Jakarta hal 121 33 Raymond Simon and Joseph M. Zappala.Public Relations Workbook Writing & Techniques.NTC Business Book.Illinois USA 1996 hal 214
27
2.4.2 Tahap-tahap Manajemen Krisis Namun, sebelum membahas lebih jauh tentang Public Relation dan krisis ini, ada baiknya kita mengenai dulu anatomi krisis. Anatomi krisis itu berdasarkan tahapan – tahapan krisis sebagai berikut :35 1. Tahap Prodormal Pada tahap ini, krisis belum dirasakan oleh organisasi. Namun tandatanda dan gejala krisis sebenarnya sudah mulai ada. Tahap ini kadangkadang disebut juga sebagai tahap peringatan yang memberi sinyal tanda bahaya, ada tindakan yang mesti dilakukan supaya krisis tidak menjadi akut. Tahap prodormal ini biasanya muncul dalam salah satu dari 3 bentuk berikut ini. a. Jelas sekali, yakni tatkala gejala awal memang sudah bisa dilihat dengan jelas seperti munculnya desas-desus atau adanya kebocoran pipa gas di pabrik. b. Samar-samar, yakni gejala yang muncul hanya samar-samar sehingga sulit menafsirkan dan menduga luasnya satu kejadian, seperti munculnya pesaing baru atau tindakan/ucapan dari pemuka pendapat. c. Tidak terlihat sama sekali. Perusahaan tidak bisa melihat gejala apaapa. Segalanya dipandang berjalan wajar dan biasa saja.
34 35
Ibid., hal 122 Ibid., hal 122-123
28
2. Tahap Akut Pada tahap ini krisis sudah kelihatan dan orang menyadari krisis sudah terjadi. Salah satu kesulitan besar dalam menghadapi krisis pada tahap akut ini adalah intensitas dan kecepatan serangan yang datang dari berbagai pihak menyertai tahap ini. Kecepatan ditentukan oleh jenis krisis yang menimpa perusahaan, sedangkan intensitasnya ditentukan oleh kompleksnya permasalahan. Tahap akut merupakan antara, yang bila tidak ditangani dengan baik akan membawa organisasi pada tahapan krisis berikutnya, yakni tahap kronis.
3. Tahap Kronis Pada tahap ini sisa-sisa krisis kelihatan. Ini merupakan tahap untuk melakukan pemulihan dan analisis diri. Ada langkah-langkah yang dilakukan, seperti pergantian manajemen, perubahan struktur perusahaan atau perubahan nama perusahaan. Tahap ini bisa membawa organisasi pada keadaan yang lebih baik karena penyembuhan mulai berposes.
4. Tahap Resolusi (Penyembuhan) Pada tahap ini penyembuhan dilakukan. Organisasi mulai pulih kondisinya, hanya masih tersisa sedikit bekas-bekas krisis yang dialami organisasi itu.
29
Siklus Krisis
Krisis Prodormal
Krisis Akut
Krisis Resolusi
Krisis Kronis
Rhenald Kasali Salah satu tugas penting yang harus dilakukan dalam mengelola krisis adalah memotong siklus tersebut, sehingga krisis tersebut dari krisis prodormal langsung menjadi krisis resolusi, tidak harus melalui tahapan krisis akut atau krisis kronis terlebih dahulu. Itulah yang harus dilakukan oleh seorang Public Relations. Selalu siap tampil manakala suatu perusahaan sedang mengalami krisis yang bisa menyebabkan turunnya citra dan reputasi suatu organisasi. Dengan melakukan komunikasi timbal balik, mengendalikan saluran informasi, berupaya membujuk, mendidik, membangun kembali dan mempertahankan citra dan kepercayaan di mata publiknya, merupakan resiko peran Public Relations dalam melakukan fungsi manajemen krisis,
30
baik dalam masa aman atau masa di mana organisasi mengalami krisis atau masa sulit.
2.4.3. Langkah-langkah Manajemen Krisis Dalam Manajemen krisis, langlah-langkah yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut:36 1.
Identifikasi Krisis Dalam mengidentifikasi krisis, praktisi Public Relations melakukan penelitian, yang menelitinya bisa saja bersifat informal dan kilat, bila krisisnya terjadi sedemikian cepat. Katakanlah di sini praktisi Public Relations mendiagnosis krisis tersebut. Diagnosis itu merupakan langkah awal yang penting untuk mendapatkan data dan informasi yang akan digunakan untuk melakukan tindakan pada tahap berikutnya.
2.
Analisis Krisis Data dan informasi yang dikumpulkan tersebut untuk selanjutnya diurai, baik bagian per bagian, artinya melakukan analisis parsial atau analisis menyeluruh. Analisis ini dilakukan sebagai dasar untuk menentukan pengambilan tindakan yang tepat.
36
Iriantara Yosal, Op.Cit, hal 124
31
3.
Isolasi Krisis Tindakan ini diperlukan untuk mencegah agar krisis tidak meluas.
4.
Pilihan Strategi Sebelum langkah berkomunikasi dilakukan, setelah melakukan analisis dan mengisolasi krisis, penting untuk menentukan strategi mana yang akan dipergunakan. Strategi generik dalam menangani krisis ini ada 3 bentuk. (1). Strategi Defensif Langkah-langkah yang diambil untuk strategi ini adalah: a. mengulur waktu, b. tidak melakukan apa-apa, c. membentengi diri sekuat-kuatnya. (2). Strategi Adaptif Langkah yang diambil untuk strategi ini mencakup hal-hal yang lebih luas, yakni: a. mengubah kebijakan, b. memodifikasi operasional, c. kompromi, d. meluruskan citra.
32
(3).
Strategi Dinamis Langkah yang diambil untuk strategi ini bersifat makro dan dapat mengubah karakter organisasi. Pilihan dalam strategi ini mencakup: a. merger dan akuisisi, b. investasi baru, c. menjual saham, d. meluncurkan produk baru menarik peredaran produk lama. menggandeng kekuasaan, e. melempar isu baru untuk mengalihkan perhatian.
5.
Program Pengendalian Ini merupakan implementasi strategi yang dipilih. Strategi generik
itu sendiri umumnya sudah dipersiapkan dalam bentuk petunjuk dalam menghadapi krisis. Implementasinya mencakup pada: a. perusahaan, b. industri (gabungan jenis usaha), c. komunitas, d. divisi-divisi perusahaan.
Apa yang diungkapkan Kasali diatas kurang lebih sama dengan yang dinyatakan dalam manual buatan IFAS (2001) tentang manajemen krisis yang menekankan persiapan dalam menghadapi krisis. Artinya,
33
ketika organisasi tidak menghadapi krisis sekalipun, tim manajemen krisis sudah dibentuk dan bekerja. Langkah-langkah dalam menangani krisis tersebut adalah sebagai berikut: mengidentifikasi krisis, fact-finding selama masa tidak krisis, membentuk tim, dan melakukan fine-tune jaringan komunikasi.37
2.4.4. Peran Public Relations dalam Mengatasi Krisis Setiap perusahaan harus selalu mengantisipasinya terjadinya krisis. Karena dengan mengantisipasinya suatu perusahaan akan siap menghadapi krisis itu. Aktivitas-aktivitas yang pokok di dalam menangani krisis dapat dilakukan sebagai upaya pencegahan sebelum terjadinya krisis.38 Dalam menjalankan peran tersebut insan Public Relation harus membuat langkah-langkah strategisnya: (1)
Press Relations,
(2)
Government Relations,
(3)
Opinion leaders,
(4)
Trade Relations.39
Public Relations berperan dalam pengelolaan krisis tersebut. Karena manajemen krisis merupakan keahlian yang harus dimiliki oleh setiap praktisi Public Relations. Telah kita ketahui pada bahasan dalam
37
Ibid., hal 125 Soleh Soemirat dan Elvinaro Ardianto.Dasar-dasarPR.PT Remaja Rosdakarya.Bandung.2002 hal 181 39 Ibid, hal 185.
38
34
bab sebelumnya, dalam mengelola krisis, seorang Public Relations harus bisa memanage segala hal mulai dari memberikan pengertian kepada publik eksternal maupun internal. Bagaimana seharusnya Public Relations memberitahukan hal ini kepada khalayaknya, agar tidak terjadi kesalahpahaman informasi. Krisis yang muncul kerap kali memberikan kesempatan kapada praktisi Public Relations untuk berperan lebih besar dalam kegiatan perencanaan pada level manajemen. Praktisi Public Relations harus mempersiapkan diri atas kemungkinan terburuk dengan melakukan antisipasi dan memberikan respon sebaik-baiknya atas kebutuhan manajemen puncak.40 Sama seperti bagian divisi lain di dalam perusahaan, untuk memberi kontribusi kepada rencana kerja jangka panjang itu, praktisi PR dapat melakukan langkah – langkah : 1. Menyampaikan fakta dan opini, baik yang beredar di dalam maupun di luar perusahaan. 2. Menelusuri dokumen resmi perusahaan dan mempelajari perubahan yang terjadi secara historis. Perubahan umumnya disertai dengan perubahan sikap perusahaan terhadap publiknya atau sebaliknya. 3. Melakukan analisis SWOT . Meski tidak perlu menganalisis hal – hal yang berada di luar jangkauannya, seorang praktisi PR perlu
40
Morrisan.Pengantar Public Relations Strategi Menjadi Humas Profesional.Ramdina Prakarsa.2006 hal 152
35
melakukan analisis yang berbobot mengenai persepsi dari luar dan dalam perusahaan atas SWOT yang dimilikinya.41
Selain berkonotasi ”jangka panjang” strategi manajemen juga menyandang konotasi ”strategi”. Kata strategi sendiri mempunyai pengertian yang terkait dengan hal – hal seperti kemenangan, kehidupan, atau daya juang. Artinya menyangkut dengan hal – hal yang berkaitan dengan mampu atau tidaknya perusahaan atau organisasi menghadapi tekanan yang muncul dari dalam atau dari luar perusahaan. Pearce dan Robinson, mengembangkan langkah – langkah strategi manajemen sebagai berikut : 1. Menentukan mission perusahaan. 2. Mengembangkan company profile yang mencerminkan kondisi intern perusahaan dan kemampuan yang dimilikinya. 3. Penilaian terhadap lingkungan ekstern perusahaan, baik dari segi semangat kompetitif maupun secara umum. 4. Analisis terhadap peluang yang tersedia dari lingkungan (yang melahirkan pelihan - pilihan). 5. Identifikasi atas pilihan yang dikehendaki yang tidak dapat digenapi untuk memenuhi tuntutan misi perusahaan. 6. Pemilihan strategi atas objective jangka panjang dan garis besar strategi yang dibutuhkan untuk mencapai objective tersebut.
41
Soleh Soemirat dan Elvinaro Ardianto, Op.Cit, Hal 91
36
7. Mengembangkan objektif tahunan dan rencana jangka pendek yang selaras dengan objective jangka panjang dan garis besar strategi. 8. Implementasi atas hasil hal - hal di atas dengan menggunakan sumber yang tercantum pada budget (anggaran) dan mengawinkan rencana tersebut dengan sumber daya manusia, struktur, teknologi dan sistem balas jasa yang memungkinkan. 9. Review dan evaluasi atas hal – hal yang telah dicapai dalam setiap periode jangka pendek sebagai suatu proses untuk melakukan kontrol dan sebagai input bagi pengambilan keputusan di masa depan.42
Public relations dapat memberikan kontribusinya dalam proses strategic management, ungkap Kasali, melalui dua cara yaitu, Pertama: melakukan
tugasnya
sebagai
bagian
dari
strategic
Management
keseluruhan organisasi, dengan melakukan survey atas lingkungan dan membantu mendefinisikan misi, sarana, dan objective organisasi/ perusahaan. Keterlibatan PR dalam proses menyeluruh ini akan memberi manfaat yang besar bagi perusahaan dan skaligus bagi PR itu sendiri, khususnya pada tingkat korporat. Kedua: PR dapat berperan dalam strategi manajemen dengan mengelola kegiatannya secara strategis. Artinya bersedia mengorbankan kegiatan jangka pendek demi arah perusahaan secara menyeluruh.43
42 43
Ibid, Hal 92 Ibid, Hal 92-93
37
2.4.5. Strategi Manajemen Krisis Dalam mengatasi krisis, salah satu cara yang baik adalah dengan strategi manajemen krisis. Mengingat dampak negatif dan kerugian besar, bahkan citra perusahaan akan terganggu dengan terjadinya krisis, insan Public Relations sebagai yang paling berkepentingan menangani krisis, dapat menggunakan strategi 3P yang dikembangkan oleh Soleh Soemirat, yaitu:
1.
Strategi Pencegahan Adalah tindakan preventif melalui antisipasi terhadap situasi krisis. Insan Public Relations harus memiliki kepekaan terhadap gejala-gejala yang timbul mendahului krisis. Public Relations
dituntut
mengantisipasi,
mampu
menganalisis,
berfikir dan
strategis sekaligus
untuk
dapat
memposisikan
masalah krisis agar terjadinya krisis dapat dicegah sejak dini.
2.
Strategi Persiapan Bilamana krisis tidak dapat dicegah sejak dini, strategi persiapan harus dilakukan melalui dua langkah: pertama, perusahaan membentuk tim krisis dan tim ini terdiri dari pemimpin perusahaan (presdir, dirut), manager umum, manager personalia, manager operasi, manager keamanan, dan manager Public Relations. Tim ini harus selalu berhubungan baik melalui surat,
38
telepon, atau rapat, dengan seringnya berkomunikasi suasana krisis dapat dipantau dari waktu ke waktu. Kedua, tim harus mendapatkan informasi tentang krisis dengan jelas dan akurat, sehingga pers akan mendapatkan informasi akurat.
3.
Strategi Penanggulangan Apabila strategi pencegahan dan strategi persiapan tidak sempat dilaksanakan, langkah terakhir yang diambil adalah strategi penanggulangan,
yaitu
masa
kuratif.
Dalam
strategi
penanggulangan terdapat langkah-langkah yang harus diambil sesuai dengan kondisi krisis. a)
Kondisi krisis akut, melalui tahap-tahap: (1) mengidentififkasi krisis, (2) mengisolasi krisis, (3) mengendalikan krisis.
b)
Kondisi kesembuhan, kondisi ini merupakan saat di mana perusahaan mengintrospeksi mengapa krisis terjadi.44
Selain strategi 3P di atas, Public Relations dapat menggunakan strategi analisis SWOT merupakan suatu tindakan perencanaan jangka panjang. SWOT merupakan kependekan dari Strengths (Kekuatan),
44
Soleh Soemirat.Op.Cit., hal 184-185
39
Weaknesses
(Kelemahan),
Opportunities
(Peluang),
dan
Threats
(Ancaman). Di mana pada Strengths (S) dan Weaknesses (W) diteliti dan dikaji berasalkan dari dalam perusahaan, sedangkan Opportunities (O) dan Theats (T) diteliti dan dikaji berasalkan dari lingkungan luar perusahaan.
2.5.
Citra “An important part of public relations work is the image. What is meant by image? It can be defined as being: the impression gained according to the level of knowledge and understanding of facts (about people, products or situations). Wrong or incomplete information will give a wrong image.”45
Citra adalah sesuatu yang harus dimiliki oleh perusahaan, terutama citra positif. Melalui pembentukan citra positif inilah nama baik perusahaan dikenal oleh masyarakat. Dan dapat menaruh kepercayaan terhadap perusahaan tersebut. Citra merupakan nama baik perusahaan, bisa baik dan bisa buruk tergantung bagaimana proses komunikasi yang dilakukan Humas. Citra juga terbentuk berdasarkan persepsi dari khalayak. Suatu citra bisa sangat kaya makna atau sederhana saja. Citra dapat berjalan stabil, konsisten dari waktu kewaktu, diperkaya oleh jutaan pengalaman dan banyak jalan pikiran asosiatif, atau sebaliknya, bisa berubah-ubah dinamis. Citra bisa diterima secara homogen, sama pada
45
Henslowe, Philip, Public Relations, Crest Publishing House, New Delhi, 2000, Hal.2
40
setiap kepala anggota masyarakat atau sebaliknya, setiap orang memiliki persepsi yang berbeda-bada. Citra merupakan gambaran tentang realitas dan tidak harus selalu sesuai dengan realitas. Realitas yang ditampilkan media adalah realitas yang sudah diseleksi, yaitu media massa melakukan seleksi terhadap berita yang dimuatnya; hasil seleksi inilah yang mempengaruhi terbentuknya suatu citra. Karena proses selektif ini, mungkin saja terjadi penggambaran yang salah oleh media.46 Kesan yang timbul karena pemahaman akan suatu kenyataan. Pemahaman yang berasal dari informasi yang tidak lengkap, juga akan menghasilkan citra yang tidak sempurna. Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa hubungan media (media relations) merupakan suatu kegiatan Humas dalam rangka melaksanakan komunikasi yaitu penyampaian pesan atau informasi tentang aktivitas perusahaan yang memerlukan publikasi dan dari publikasi tersebut diharapkan bersifat positif, sehingga dengan sendirinya terbentuk citra yang baik.
2.5.1. Citra Perusahaan Citra perusahaan adalah tentang apa yang terpikirkan oleh orang tentang perusahaan. Citra perusahaan bukan sesuatu hal yang dapat
46
Rahmat, Jalaludin, Psikologi Komunikasi, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 1985, Hal.23-24
41
diciptakan oleh satu orang, tetapi merupakan semua hal mengenai perusahaan itu. Citra perusahaan dapat terlihat sederhana. Akan terlihat kompleks melihat citra peusahaan berbentuk konglomerasi atau multirasional yang memiliki keragaman usaha. Citra perusahaan akan terus berkembang pada pemahaman masyarakat luas seiring berkembangnya pola pikir masyarakat yang semakin maju. Citra perusahaan adalah karakter dari organisasi yang juga akan membawa pengaruh citra perusahaan tersebut kepada orang-orang yang ada atau bekerja pada organisasi tersebut.
2.6.
Opini Publik Istilah opini publik dapat digunakan untuk menandakan setiap pengumpulan pendapat yang dikemukakan individu-individu. Menurut Santoso Sastropoetro (1990) istilah opini publik sering digunakan untuk menunjuk kepada pendapat-pendapat kolektif dari sejumlah besar orang. Opini publik terdiri dari dua komponen kata yaitu publik dan opini. Batasan sederhana dari publik adalah suatu kelompok orang yang memiliki kepentingan yang sama dalam masalah tertentu. Pendapat adalah ekspresi suatu sikap terhadap topik tertentu (yang ramai dibicarakan). Sikap yang semakin kuat, akan muncul kepermukaan dalam bentuk opini. Sewaktu
42
opini semakin kuat akan lebih terungkap atau terbentuk tindakan perangai tertentu.47 Opini publik adalah kumpulan pendapat individu terhadap masalah tertentu yang mempengaruhi suatu kelompok orang – orang (masyarakat). Pendapat lain menyebutkan bahwa opini publik mewakili suatu kesepakatan, dan kesepakatan dimulai dengan sikap orang – orang terhadap issue yang masih tanda tanya. Mencoba untuk mempengaruhi suatu sikap yang dimiliki individu bagaimana tanggapan dia terhadap suatu pokok masalah yang dihadapinya, adalah suatu fokus utama dari kegiatan public relations.48 Opini Publik, menurut William Albiq (Santoso S.1990) adalah suatu jumlah dari pendapat individu-individu yang diperoleh melalui perdebatan dan opini publik merupakan hasil interaksi antar individu dalam suatu publik. Emory S.Bogardus dalam The Making of Public Opinion mengatakan opini publik hasil pengintegrasian pendapat berdasarkan diskusi yang dilakukan di dalam masyarakat demokratis. Opini publik bukan merupakan seluruh jumlah pendapat individu-individu yang dikumpulkan.49 Istilah Opini Publik pertama kali digunakan Machiavelli dalam pengertiannya yang modern. Dalam bukunya DISCOURSES menurutnya bahwa orang yang bijaksana tidak akan mengabaikan OP mengenai soal-
47 Soleh Soemirat dan Elvinaro Ardianto, Dasar – Dasar Public Relations, Rosda, Bandung, 2002,Hal 104 48 Ibid, Hal 104 49 Olii, Helena,Opini Publik,Indeks,Jakarta,2007,Hal.20
43
soal tertentu, seperti pendistribusian jabatan dan kenaikan pangkat, sehingga ia menganggap istilah OP tidak perlu didefinisikan lagi karena sudah cukup dikenal dan dimengerti publik. Menurut pandangan Leonard W.Doob, Opni Publik (OP) mempunyai hubungan yang erat dengan sikap manusia, yaitu sikap pribadi atau sikap kelompok.50 Maka tidak menutup kemungkinan bahwa OP adalah sikap pribadi seseorang atau kelompok yang sebagian sikapnya ditentukan pengalaman dari dan dalam kelompoknya. Komunikasi persuasi bila dihubungkan dengan opini publik Doob mempunyai pendapat bahwa opini publik itu sifatnya akan tetap latennt (terpendam) dan baru memperlihatkan sifat yang aktif apabila issue itu timbul dalam sesuatu kelompok atau lingkungan. Suatu issue itu timbul kalau terdapat konflik, kegelisahan atau frustasi. Opini publik akan berkembang dan menjadi kuat apabila opini publik itu didukung oleh beberapa opini kelompok (group opinion) sehingga opini publik itu dapat lebih mudah digerakkan.51 Menurut Ferdinand Tonnies, seperti dikutip Sunarjo, terdapat tiga tahap opini publik dalam perkembangannya yaitu die luftartige (masih mencari bentuk yang nyata), die flussige (sudah mempunyai bentuk yang nyata tetapi masih dapat dialirkan menurut saluran yang kita kehendaki) dan die fiste (opini publik yang sudah kuat dan tidak mudah berubah).52
50
Ibid, Hal 22 Soleh Soemirat dan Elvinaro Ardianto, Op.Cit, Hal 104 52 Ibid, Hal 104 51
44
2.6.1. Opini Publik ditinjau dari segi ilmu komunikasi Komunikasi mengenai soal-soal tertentu, apabila dibawa dalam bentuk tertentu kepada orang-orang tertentu akan memberi efek tertentu pula. Komunikasi yang diadakan dan ditujukan kepada persoalan tertentu akan menghasilkan interpretasi dan pertanyaan-pertanyaan tertentu, maka ditemukan unsur aktualitasnya. Tindakan komunikasi membawa persoalan kepada orang-orang dengan harapan akan memperoleh tanggapan atau umpan balik. Di sini letak persamaan opini Leonard W.Doob mengenai opini publik, yaitu opini publik yang aktual (actual piblic opinion). Persamaan opini harus dinyatakan untuk dapat dinilai sebagai opini publik. Doob menyebut opini yang telah dinyatakan: actual (public) opinion. Suatu opini harus dinyatakan sebelum dapat dinilai, karena sesuatu yang belum dinyatakan dan belum disampaikan, belum mengalami proses komunikasi dan dengan demikian masih merupakan suatu proses dalam diri manusia yang bersangkutan. Yang dikatakan IRISH dan PROTHRO mengenai opini yang telah dinyatakan yaitu pernyataan yang mengalami proses komunikasi disebut Opinion, sedangkan bila perasaan atau pemikiran belum dinyatakan, maka ia masih merupakan attitude atau sikap.53
53
Ibid, Hal 22-23
45
2.6.2. Peranan Public Relations dalam Pembentukan Opini Publik Kewajiban Publi Relations dalam membentuk opini publik lebih mengarah kepada rasio daripada emosi dan naluri (insting). Kemampuan untuk memiliki pendapat yang rasional terdapat pada setiap individu dan kelompok
yang
cerdas,
dan
tugas
Public
Relations
adalah
mengembangkan pendapat-pendapat yang rasional daripada yang bersifat emosional terhadap isu yang bersifat kontroversial. Dalam pembentukan atau perubahan opini oleh publik tentang halhal yang bersifat kontrovesial, disajikan informasi yang relevan tanpa ada yang disembunyikan atau diubah sehingga opini publik yang timbul merupakan produk pengetahuan dan pemilihan atas dasar pertimbangan yang rasional. Public Relations harus mengembangkan pikiran yang rasional sebagai berikut: 1. Memberikan kepada publik lebih banyak keterangan atau penjelasan tentang hal-hal yang kontroversial. 2. Menimbulkan perhatian yang lebih besar pada individu-individu sebagai
kelompok
yang
menghadapi
hal-hal
yang
bersifat
kontroversial. Bilamana Public Relations tidak berbuat seperti yang diatas maka ia akan gagal dalam tugasnya untuk menciptakan opini publik yang mendukung terhadap suatu masalah.54
54
Ibid,Hal 59-60
46
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1.
Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan peneliti adalah tipe penelitian deskriptif. Karena penelitian ini berusaha mengungkapkan suatu masalah atau keadaan atau peristiwa sebagaimana adanya sehingga bersifat mengungkapkan fakta, di mana hasil penelitian tersebut menekankan pada pemberian gambaran secara obyektif mengenai keadaan yang sebenarnya dari obyek yang diteliti. Dalam penelitian deskriptif, untuk menggambarkan tentang karakteristik (ciri-ciri) individu, situasi atau kelompok tertentu. Penelitian ini relatif sederhana yang tidak memerlukan landasan teoritis rumit atau pengajuan hipotesis tertentu. Dapat meneliti hanya pada satu variable, dan termasuk penelitian mengenai gejala atau hubungan antara dua gejela atau lebih.55 Berdasarkan kasus yang diteliti dalam skripsi ini, peneliti menggunakan tipe penelitian deskriptif karena dalam penelitian ini peeliti akan mengungkapkan kejadian atau peristiwa yang terjadi dalam Departemen Perhubungan serta memberi gambaran secara obyektif mengenai keadaan sebenarnya.
55
Ibid.,Hal 12
47
3.2.
Metode Penelitian Untuk mempertegas penelitian peneliti menggunakan metode yang bertujuan untuk memperkuat hasil penelitian. Pengertian metode sendiri adalah cara-cara yang lebih terperinci bagaimana melakukan penelitian.56 Metode yang akan digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Alasan pemilihan metode penelitian tersebut adalah adanya fenomena atau peristiwa atau gejala yang bersifat kontemporer, yaitu penerapan manajemen kiris Humas Departemen Perhubungan dalam mengatasi krisis yang terjadi di dalam pemerintahan. Sedangkan pendekatan kualitatif digunakan dengan pertimbangan bahwa dimensi penelitian yang ingin diungkapkan lebih bersifat kualitatif dibandingkan pengungkapan dengan data kuantitatif. Adapun pengertian studi kasus (case study) merupakan salah satu strategi penelitian untuk mengembangkan analisis mendalam dengan pokok masalah “apa/apakah” atau “mengapa” tentang satu kasus atau kasus majemuk dari fenomena kontemporer dengan pendekatan/metode penelitian kualitatif.57 Studi kasus merupakan strategi yang lebih cocok bila pokok pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan how atau why, bila peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa
56
Tri Juono. Modul Metode Penelitian Komunikasi.Universitas Mercu Buana hal 6
57
Tri Juono. Modul 10 Studi Kasus dan Grounded Theory.Universitas Mercu Buana.Jakarta.Hal 1
48
yang akan diselidiki, dan bilamana fokus penelitiannya terletak pada fenomena kontemporer (masa kini) di dalam konteks kehidupan nyata.58
3.3.
Key Informan Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan key informan sebagai sumber kunci utama. Key informan dari penelitian ini yaitu key informan Public Relations Departemen Perhubungan, Bapak Bambang S Ervan. Key informan/sumber
kunci
utama
ini
memberikan
informasi-
informasi/sumber-sumber yang berhubungan dengan manajemen krisis Departemen Perhubungan. Bapak Bambang S Ervan merupakan key informan yang bisa memberikan informasi secara detail tentang krisis yang terjadi di Departemen Perhubungan pasca tragedi kecelakaan transportasi (Garuda Boeing 737-400) di Yogyakarta (Periode 2007). Dipilihnya Public Relations Departemen Perhubungan sebagai key informan karena penulis ingin mengetahui sejauh mana peran Public Relations Departemen Perhubungan dalam Manajemen Krisis pasca tragedi kecelakaan transportasi (Garuda Boeing 737-400) di Yogyakarta (Periode 2007). Key informan yang kedua yaitu Bapak J.A. Barata selaku Jubir KNKT. Mengapa peneliti memilih Bapak J.A. Barata sebagai key
58
Robert K.Yin.Studi Kasus Desain & Metode.PT RajaGrafindo Persada.Jakarta.2006 hal 1
49
informan karena beliau berperan dalam pemberitaan terhadap hasil yang di peroleh dari Tim KNKT. Key informan yang ketiga dalam penelitian ini yaitu Bapak Tatang Kurniadi selaku Ketua KNKT, beliau menyampaikan informasi mengenai kejadian kecelakaan pesawat Garuda secara teknis. Key informan yang keempat yaitu Bapak Budi M.Suyitno selaku Ditjen Perhubungan Udara, beliau sebagai key informan yang memberikan penjelasan penyebab dari kecelakaan Garuda tersebut.
3.4.
Teknik Pengumpulan Data
3.4.1.
Data Primer Data primer yaitu, data yang dibutuhkan segera dengan
menggunakan teknik. Teknik yang dugunakan peneliti dalam skirpsi ini adalah teknik wawancara terstruktur, langsung kepada nara sumber/key informan. Peneliti mencari informasi-informasi tentang manajemen krisis Departemen Perhubungan dengan cara terjun langsung guna mendapat informasi yang akurat.
3.4.2.
Data Sekunder Selain menggunakan wawancara langsung sebagai data primer,
data sekunder dalam penelitian ini didapat berdasarkan referensi-referensi buku yang terkait/berhubunhan dengan manajemen krisis.
50
3.5.
Definisi Konsep 1.
Manajemen Krisis Adalah alternatif optimal atau strategi Public Relations yang dipilih
untuk ditempuh dalam membentuk manajemen khusus menghadapi krisis sekaligus berupaya untuk mencegah meluasnya dampak negatif yang ditimbulkan dari suatu peristiwa krisis guna mencapai tujuan Public Relations dalam kerangka suatu rencana Public Relations (Public Relations Plan).59 Adapun pengertian krisis Adalah sesuatu di luar dugaan, para eksekutif perusahaan dengan seksama dilatih untuk menghadapi media massa dalam situasi krisis, dan banyak perusahaan Public Relations memiliki departemen yang secara khusus untuk menangani situasi krisis.
2.
Departemen Perhubungan Adalah suatu lembaga pemerintahan milik negara yang bergerak di
bidang jasa transportasi dan bertugas membantu presiden dalam merumuskan kebijakan dan koordinasi di bidang jasa transportasi dan ikut serta dalam upaya memajukan kualitas transportasi di Indonesia.
3.
Tragedi Kecelakaan Transportasi di Indonesia Adalah suatu peristiwa kecelakaan transportasi baik transportasi
darat, transportasi udara dan transportasi laut, yang menewaskan dan 59
Rosady Ruslan.Manajemen Humas dan Manajemen Komunikasi.PT Raja Grafindo Persada.Jakarta.2001 Hal 107
51
mencideri ratusan jiwa korban baik dalam maupun luar negeri, dengan terjadinya kecelakaan ini maka jasa transportasi di Indonesia, di anggap tidak berkualitas dengan baik.
4.
Tragedi Terbakarnya Pesawat Garuda Boeing 747-400 di Yogyakarta. Adalah suatu peristiwa yang sangat mengejutkan terjadinya
kebakaran pesawat Garuda Boeing 747-400 pada 5 Maret 2007 di Bandara Adi Sucipto, Yogyakarta. Kebakaran itu diakibatkan karena pada saat pesawat mendarat terlalu cepat dan akibatnya pesawat keluar garis pendaratan, maka terjadilah kebakaran itu yang menelan banyak korban, baik korban luka-luka bahkan sampai korban meninggal dunia.
3.6.
Focus Penelitian
3.6.1. Aktifitas Public Relations dalam Manajemen Krisis Dalam krisis yang sedang dihadapi oleh pemerintahan pasca tragedi kecelakaan transportasi (Garuda Indonesia Boeing 737-400) di Yogyakarta, langkah yang harus diambil oleh insan Public Relations seperti yang telah dijelaskan di muka. Langkah awal yang harus diambil adalah jangan menutup arus informasi, karena jika arus inrfomasi dalam krisis ini macet, maka nilai berita yang akan muncul adalah nilai berita yang negatif, di mana hal itu akan secara terang-terangan di blow-up oleh media dan menjadi konsumsi umum.
52
Terkait karena krisis ini sangat mempengaruhi citra pemerintahan terutama akan menimbulkan merosotnya kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Maka krisis ini harus segera diantisipasi secepat mungkin. Tragedi kecelakaan beberapa transportasi (Garuda Indonesia Boeing 737-400) di Yogyakarta kini sangat meresahkan masyarakat. Sehingga masyarakat menjadi was-was jika ingin berpergian, dan dampaknya akan terasa pada jasa transportasi. Pasalnya kejadian ini mutlak disebabkan oleh human error atau memang kesalahan dari pihak pengelola atau mungkin dari manajemen Departemen Perhubungan. Hal ini juga tentu saja mempengaruhi kinerja dari Departemen Perhubungan. Karena banyaknya tragedi ini, Menteri Perhubungan Hatta Radjasa mengaku siap mengundurkan diri. Dan jika kinerja beliau dan rekanrekannya dinilai kurang maksimal, mereka siap mengadakan reshuffle kabinet. Di sinilah peran Public Relations sangat dibutuhkan dalam menangani krisis. Pertama, insan Public Relations harus membentuk tim manajemen krisis. sebagai berikut langkah-langkahnya: 1.
Mengidentifikasi Krisis a.
Bagaimana
petugas
Public
Relations
mengidentifikasi
penyebab terjadinya krisis dengan tujuan pada tahap mana krisis kecelakaan transportasi berada.
53
b.
Bagaimana Public Relations melakukan tinjauan pada perusahaan-perusahaan transportasi baik negeri maupun swasta, dengan tujuan apakah kecelakaan itu pure karena faktor alam atau karena human error.
c.
Bagaimana Public Relations mengetahui seberapa parah dampak yang diakibatkan dari krisis kecelakaan ini.
d.
Apakah Public Relations membentuk tim manajemen krisis dalam menangani krisis.
e.
Pihak-pihak mana yang terkait dalam manajemen krisis untuk mengatasi kasus kecelakaan ini.
2.
Menganalisis Krisis a.
Bagaimana insan Public Relations melakukan analisis terhadap krisis kecelakaan transportasi di Indonesia.
b.
Bagaimana Public Relations menentukan Langkah-langkah apa saja yang harus diambil untuk mengatasinya
c.
Bagaimana Public Relations mengambil rencana tindakan (action plan) baik untuk jangka panjang dan jangka pendek
d.
Bagaimana Public Relations mencari informasi yang akurat mengenai dampak krisis ini pada masyarakat.
3.
Mengatasi dan Menanggulangi Krisis a.
Apa rencana (tindakan) yang ditempuh untuk mengatasi krisis.
54
Public Relations
b.
Bagaimana mengetahui keberhasilan yang dicapai dalam langkah-langkah identifikasi krisis yang dibuat untuk mengatasi krisis ini.
c.
Apakah Public Relations medirikan media center pasca tragedi kecalakaan transportasi di Indonesia periode 2007.
4.
Mengevaluasi Krisis a.
Bagaimana cara Public Relations dalam melakukan evaluasi.
b.
Bagaimana Public Relations melakukan penilaian terhadap program-program kerja atau kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan baik di dalam organisasi maupun di luar organisasi.
c.
Bagaimana melihat apakah krisis tersebut sudah mereda atau sudah selesai.
d.
Bagaimana melihat apakah target telah tercapai dalam mengatasi krisis ini.
3.7.
Teknik Analisis Data Analisis bukti (data) terdiri atas pengujian, pengkategorian,
pentabulasian, ataupun pengkombinasian kembali bukti-bukti untuk menunjukan proposisi awal suatu penelitian.60 Peneliti menggunakan analisa data triangulasi, di mana peneliti menggunakan berbagai teknik pengumpulan data (wawancara, dan
60
Ibid., hal 133
55
pengamatan) serta dari berbagai sumber (orang, waktu, dan tempat) yang berbeda. Teknik triangulasi dengan sumber yang berarti membandingkan dan mencek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Teknik triangulasi dengan sumber yang dugunakan dalam penelitian ini dicapai melalui dua cara yaitu; (a) membandingkan data hasil pengamatan atau observasi dengan data hasil wawancara, (b) membandingkan isi wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.61
61
Lexy J. Moleong.Metode Penelitian Kualitatif.Remaja Rosdakarya.Bandung.2001. hal 178
56
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Departemen Perhubungan 4.1.1. Tugas Pokok Departemen Perhubungan Membantu Presiden dalam menyelenggarakan sebagian tugas pemerintahan dibidang perhubungan. 4.1.2. Fungsi Departemen Perhubungan Tiap departemen mwmiliki Funfsinya masing-masing. Adapun fungsi dari Departemen Perhubungan meliputi:
A. Perumusan kebijakan nasional, kebijakan pelaksanaan dan kebijakan teknis di bidang perhubungan; B. Pelaksanaan urusan pemerintahan di bidang perhubungan; C. Pengelolaan barang milik / kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Departemen Perhubungan; D. Pengawasan dan pelaksanaan tugas dibidang perhubungan; E. Penyampaian laporan hasil evaluasi, saran dan pertimbangan di bidang tugas dan fungsi bidang perhubungan kepada Presiden;
57
4.1.3. Visi dan Misi Departemen Perhubungan
A. Visi
Terwujudnya penyelenggaraan pelayanan perhubungan yang handal, berdaya saing dan memberikan nilai tambah;
B. Misi
A. Mempertahankan tingkat jasa pelayanan sarana dan prasarana perhubungan; B. Melaksanakan konsolidasi melalui restrukturisasi dan reformasi di bidang sarana dan prasarana perhubungan; C. Meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap pelayanan jasa perhubungan; D. Meningkatkan kualitas pelayanan jasa perhubungan yang handal dan memberikan nilai tambah.
58
4.1.4. Susunan Organisasi Departemen Perhubungan
Departemen Perhubungan
Sekretariat Jendral
Inspektorat Jendral
Direktorat Jendral Perhubungan Darat
Direktorat Jendral Perhubungan Laut
Direktorat Jendral Perhubungan Udara
Direktorat Perkeretaapian
Badab SAR Nasional
Badan Litbang
Badan Diklat
4.1.5. Lambang Departemen Perhubungan Lambang Departemen Perhubungan adalah gambar atau tanda sebagai pengikat batin dan kesatuan jiwa seluruh aparatur serta merupakan pengejawantahan keluhuran missi DEPHUB dalam keikutsertaan mewujudkan cita-cita bangsa dan negara.
59
Lambang terdiri dari bentuk lingkaran dan pita bertuliskan Departemen Perhubungan Republik Indonesia yang menggambarkan satu kesatuan, kekompakan dan keterpaduan dalam melaksanakan tugas yang diemban Departemen Perhubungan untuk mencapai cita-cita Bangsa dan Negara.
1. Unsur lambang tersebut terdiri dari :
A. Sayap tujuh helai disebelah kiri dan tujuh helai di sebelah kanan B. Jangkar yang menyatu dengan sayap dan ekor C. Bola dunia warna biru dengan garis-garis warna emas yang menyatu dengan roda gigi sebanyak 12 buah warna emas dan 12 buah warna biru D. Ekor warna emas lima helai E. Padi 45 butir dan kapas 17 buah seluruhnya berwarna emas yang tangkainya diikat dengan pita warna emas berbentuk angka delapan F. Seloka "Wahana Manghayu Warga Pertiwi" diletakkan di dalam jangkar warna biru G. Pita warna emas dan biru diletakkan dibawah lingkaran warna mas dengan tulisan Departemen Perhubungan Republik Indonesia
60
2. Arti unsur-unsur pada lambang ialah :
A. Burung merupakan simbolis sarana tercepat untuk mencapai sasaran dan jangkauan perhubungan juga melambangkan Perhubungan Udara B. Jangkar merupakan sarana kokoh dan kuat menggambarkan missi perhubungan dapat menjangkau Kepulauan Nusantara maupun seluruh dunia dengan tabah dan tenang sekaligus melambangkan Perhubungan Laut C. Bola dunia menggambarkan tugas dan fungsi Perhubungan melayani jasa Perhubungan ke seluruh penjuru dunia D. Padi dan kapas berarti sandang dan pangan yang merupakan cita-cita Bangsa Indonesia yaitu masyarakat adil dan makmur E. Roda bergigi 24 terdiri dari 12 warna emas dan 12 warna biru perlambang aparatur perhubungan menjalankan tugas selama 24 jam terus menerus sekaligus melambangkan Perhubungan Darat F. Lingkaran
luar
warna
emas
perlambang
keseluruhan
aparatur
Departemen berfungsi dalam kesatuan sistem Perhubungan Nasional G. Pita pengikat padi dan kapas melambangkan keadilan dan kemakmuran dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
3. Makna unsur-unsur pada lambang ialah :
A. Tujuh helai sayap kiri dan kanan bermaknakan Sapta Prasetya KORPRI B. 24 jam gigi roda bermaknakan aparatur perhubungan menjalankan tugasnya selama 24 jam terus menerus melayani masyarakat
61
C. Lima helai ekor bernamakan 5 Citra manusia Perhubungan yaitu : D. Citra untuk mampu memelihara ketertiban dan kebersihan di segala bidang E. Mampu membudayakan tepat waktu dalam pemberian jasa Perhubungan F. Mampu memberikan kenyamanan dan keamanan kepada masyarakat pengguna jasa Perhubungan G. Mampu bertindak gesit tidak berlaku lamban H. Peka terhadap keluhan masyarakat namun tetap
memancarkan
kepribadian yang ramah I. 45 butir padi 17 buah kapas yang diikat oleh simpul pita berbentuk angka bermakna tanggal, bulan dan tahun proklamasi RI yaitu 17-8-1945
Warna lambang terdiri dari warna biru tua yang melambangkan suasana kedamaian yang terwujud dengan pelayanan jasa angkutan yang dilayani dengan tertib, teratur, cepat, tepat, aman dan nyaman dan warna kuning emas melambangkan kejayaan dan keagungan alam semesta.
4. Logo Departemen Perhubungan Logo Departemen Perhubungan adalah suatu bentuk simbolis yang menggambarkan keluarga besar Perhubungan
Logo terdiri dari bentuk lingkaran mempunyai unsur-unsur roda bergigi, jangkar, burung Garuda, dan bulatan bumi.
62
Arti dari unsur Logo ialah :
A. roda bergigi berarti matra Perhubungan Darat B. jangkar berarti matra Perhubungan Laut C. burung Garuda berarti matra Perhubungan Udara D. bulatan bumi berarti lingkup pelayanan jasa Perhubungan
Warna logo terdiri dari warna biru langit (cerulean blue) berarti kedamaian dan kuning berarti keagungan.
4.1.6. Tugas Public Relations Departemen Perhubungan
Departemen Perhubungan memiliki seorang Public Relations yang mempunyai tugas memanage semua kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Departemen Perhubungan, Public Relations memiliki peran penting dalam kegiatan yang dilakukan Departemen Perhubungan, karena didalam kegiatan tersebut Public Relations sebagai pembuat konsep terhadap kegiatan yang akan dilakukan, sehingga kegiatan tersebut dapat berjalan dengan baik dan menghasilkan apa yang diinginkan atau mencapai target yang sudah ditentukan.
63
Selain Public Relations sebagai konseptor dalam melakukan kegiatan-kegiatan
yang
diadakan
Departemen
Perhubungan,
Public
Relations juga berperan penting dalam menangani krisis atau masalah yang terjadi di Departmen Perhubungan ataupun di luar Departemen Perhubungan yang menyangkut dengan Deparemen Perhubungan.
Public Relations dalam mnangani krisis yang terjadi di Departemen Perhubungan berperan sebagai konseptor dalam pembuatan aktivitasaktivitas yang dilakukan Departemen Perhubungan dalam mengatasi krisis tersebut sehingga krisis yang terjadi tidak berkepanjangan dan dapat terselesaikan sesuai dengan target yang telah ditentukan.
4.2. Hasil Penelitian Bagian ini merupakan analisis hasil penelitian dengan pendekatan kualitatif. Data berikut ini peneliti peroleh berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh penulis kepada Kepala Pusat Komunikasi Public Relations Departemen Perhubungan yaitu Bapak Bambang S Ervan. Serta wawancara singkat dengan Bapak Kodri selaku Kasubid Analisis Berita dan Pengelolaan Opini dan Bapak J.A. Barata sebagai Juru Bicara KNKT yang bertempat di kantor Departemen Perhubungan di Jl Medan Merdeka Barat Jakarta Pusat, pada hari Rabu 6 Agustus 2008 pukul 13.15 s-d 15.50 WIB tentang ”Manajemen Krisis Public Relations Departemen Perhubungan Pasca Tragedi Kecelakaan Transportasi (Garuda
64
Indonesia Boeing 737-400) di Yogyakarta (Periode 2007).” Hasil penelitian ini sudah dilakukan secara maksimal, meskipun banyak datadata yang tidak bisa diberikan oleh key informan, karena wawancara yang dilakukan berlangsung dalam jangka yang pendek. Terkait dengan kecelakaan, Public Relations merupakan fungsi staf dari Departemen perhubungan. Strategi Public Relations dalam menangani krisis dengan adanya kecelakaan adalah bagaimana kita mempersiapkan langkah-langkah untuk meyakinkan kepada publik bahwa Departemen Perhubungan melaksanakan tugasnya terkait dengan pengawasan. Departemen perhubungan merupakan pihak yang bertanggung jawab atas adanya kecelakaan transportasi baik udara, darat maupun laut, khususnya pada kasus kecelakaan pesawat Garuda Indonesia Boeing 737400 yang terbakar di Bandara Udara Adi Sucipto, Yogyakarta. Dalam hal ini Public Relations aktif untuk memberikan masukan kepada otoritas pengawas
penerbangan
yaitu
Dirjen
Perhubungan
Udara
untuk
melaksanakan tugasnya dengan benar. Begitu terjadi kecelakaan Public Relations melaksanakan langkahlangkah yang telah dipersiapkan yaitu mengumpulkan informasi sebanyakbanyaknya tentang kecelakaan, mengkoordinir semua pihak yang terkait dalam
penanganan
kecelakaan
untuk
bersama-sama
memberikan
keterangan kepada pers agar tidak terjadi kesimpang siuran informasi. Public Relations mendudukan semua pihak sehingga masing-masing pihak dapat mendengar penjelasan masing-masing sesuai dengan fungsi dan
65
tugas pokoknya serta dapat melakukan konfirmasi langsung apabila kontradiksi penjelasan. Setiap
informasi
yang
disampaikan
pihak
Departemen
Perhubungan disaring dan didiskusikan dahulu antara Public Relations dengan unit terkait. Public Relations dan pihak terkait menganalisis dampak yang akan timbul apabila informasi tersebut disampaikan. Public Relations tidak menutupi atau menyimpan informasi tapi memperkirakan dampak untuk itu disiapkan cara penyampaian. Secara teori belum tahu tahap apa akibat kecelakaan transportasi, tapi dapat dikatakan kerusakan ”damage” cukup parah. Namun yang patut diperhatikan secara umum kepercayaan pengguna jasa transportasi masih menaruh kepercayaan, hal tersebut dapat terlihat dari peningkatan penumpang setelah Departemen Perhubungan melakukan langkah-langkah pengetatan kepada keselamatan penerbangan dan pelayaran. Namun kepercayaan masyarakat luar negeri terhadap transportasi Indonesia sangat rendah, hal tersebut dapat terlihat dari adanya travel warning maupun travel advice dari beberapa negara yang menganjurkan warga negaranya untuk tidak menggunakan maskapai penerbangan Indonesia. Public Relations sebagai unsur yang telah menyusun dan melaksanakan road map to zero accident. Dengan corectivie action yang dilakukan Departemen Perhubungan diharapkan masyarakat memahami bahwa kecelakaan bukan keinginan dan bukan dilakukan dengan sengaja,
66
tapi hal tersebut merupakan suatu konsekuensi yang timbul akibat suatu kegiatan transportasi. Jadi pada prinsipnya peran Public Relations dalam penanganan krisis adalah turut terlibat dan berperan aktif dalam penyusunan program penanganan krisis serta sebagai ujung tombak pelaksana komunikasi tentang program-program pencegahan kecelakaan.
1. Identifikasi Krisis Kunci dari manajemen krisis adalah mengidentifikasi suatu permasalahaan yang berpotensial menjadi suatu krisis, penanggulangan krisis yang efektif adalah dengan cara mendeteksi terlebihdahulu tandatanda akan munculnya suatu krisis kecil sebelum menjadi krisis. Bambang
S.Ervan
menjelaskan
bahwa
“...
Departemen
perhubungan merupakan pihak yang bertanggung jawab atas adanya kecelakaan transportasi baik udara, darat maupun laut, khususnya pada kasus kecelakaan pesawat Garuda Indonesia Boeing 737-400
yang
terbakar di Bandara Udara Adi Sucipto, Yogyakarta.”62 Berkenaan dengan kasus kecelakaan pesawat milik PT. Garuda Indonesia di Bandara Adi Sucipto, Yogyakarta, pihak Departemen Perhubungan melakukan koordinasi dengan PT. Garuda Indonesia mengenai kejadian kecelakaan tersebut. Seperti yang disampaikan oleh Bapak Bambang S. Ervan selaku Public Relations Departemen 62
Hasil wawancara dengan Bapak Bambang S.Ervan selaku Public Relations Departemen Perhubungan, 6 Agustus 2008, di kantor pusat Departemen Perhubungan.
67
Perhubungan bahwa pesawat Garuda Indonesia mengalami kecelakaan yaitu pesawat GA-200 melayani rute Jakarta-Yogyakarta. Pesawat GA-200 jenis Boeing 737 seri 400 dengan registrasi PKGZC yang diterbangkan oleh Capt. M. Marwoto Komar (Pilot in Command) tersebut membawa 133 penumpang terdiri dari 13 penumpang kelas bisnis dan 120 kelas ekonomi. Selain para penumpang dan Pilot, terdapat juga 6 awak pesawat yang berada di dalam pesawat yaitu Gagam Saman Rohmana (First Officer), Wiranto Waryono (Purser), Irawati (Senior Awak Kabin), Mariati (Senior Awak Kabin), Imam Arief Iskandar (Senior Awak Kabin), dan Ratna Budiyanti (Junior Awak Kabin). Dalam krisis kecelakaan pesawat Garuda Indonesia Boeing 737400, Departemen perhubungan salah satu pihak yang bertanggung jawab untuk menangani krisis kecelakaan pesawat tersebut, seperti yang dituturkan oleh Bapak Bambang S.Ervan selaku Public Relations Departemen perhubungan. Lebih lanjut Bambang mengatakan ”...dalam kasus kecelakaan Garuda ini public relations departemen perhubungan terjun langsung kelapangan untuk mencari informasi mengenai bagaimana tragedi kecelakaan tersebut dapat terjadi, mencari tahu apa penyebab dari kecelakaan pesawat Garuda Indonesia Boeing 737-400 tersebut, dengan mewawancarai langsung saksi-saksi seperti Pilot, Co-pilot, Kepala pemantau udara di Bandara Adi Sucipto Yogyakarta, dan penumpang yang selamat dari kecelakaan pesawat Garuda tersebut. Public Relations juga di bantu oleh Tim investigasi yang menangani kecelakaan pesawat Garuda”.63
63
Hasil wawancara dengan Bapak Bambang S.Ervan selaku Public Relations Departemen Perhubungan, 6 Agustus 2008, di kantor pusat Departemen Perhubungan.
68
Sehubungan dengan terjadinya kecelakaan pesawat Garuda Indonesia Boeing 737-400 yang terbakar di Bandara Adi Sucipto, Yogyakarta, Public Relations Departemen Perhubungan melakukan pencarian data dan informasi secara langsung di lapangan untuk lebih memperjelas penyebab terjadinya kecelakaan pesawat Garuda, menurut penuturan Bapak Bambang S.Ervan selaku Public relations Departemen Perhubungan yang mendapatkan fakta-fakta langsung melalui wawancara dengan para saksi seperti Pilot dan copilot, Public Relations Departemen Perhubungan melakukan wawancara kepada pilot dan copilot dibantu oleh Mabes Polri, wawancara yang dilakukan di kantor Mabes Polri Yogyakarta sehari setelah kejadian kecelakaan tersebut, proses wawancara yang berlangsung selama 6 jam, mengeluarkan banyak pertanyaan sekitar 60 pertanyaan dan pertanyaan-pertanyaan dalam wawancara tersebut tidak untuk dipublikasikan kepada khalayak. Selain Pilot dan Copilot, Public Relations Departemen Perhubungan juga melakukan wawancara dengan saksi yang lain yaitu para penumpang yang selamat dan orang yang bertugas melihat situasi keadaan bandara pada saat pesawat melakukan landing dan wawancara tersebut tertutup untuk media sehingga media tidak mengetahui apa saja yang dipertanyakan kepada para saksi. Begitu pula dikatakan oleh Jubir KNKT, Bapak J.A Barata ”...Public Relations Departemen Perhubungan melakukan pencarian fakta secara langsung ditempat kejadian, dengan cara mengumpulkan informasi melalui wawancara langsung dengan para saksi seperti Kepala Pemantau Udara di Bandara Adi Sucipto Yogyakarta, korban yang selamat dalam kecelakaan Garuda tersebut misalnya Pilot, Co-pilot dan penumpang yang selamat, dan juga mencari fakta-fakta lainnya yang dibantu oleh Ketua KNKT, SARNAS, dan juga Mr. Allan Stray (perwakilan resmi
69
Australia dalam tim investigasi kecelakaan Garuda Boeing 737-400 di Yogya), dan ICAO sebagai petugas yang berwenang mengadakan investigasi kecelakaan pesawat”...64 Dalam proses pencarian data atau informasi secara faktual yang dilakukan oleh Public Relations di tempat kejadian kecelakaan pesawat, dibenarkan oleh
Bapak J.A Barata yang mengatakan bahwa Public
Relations Departemen perhubungan melakukan indentifikasi krisis secara langsung di tempat kejadian kecelakaan melalui wawancara para saksi seperti penumpang yang selamat dan saksi dari kepala pemancar udara yang berada di bandara Adi Sucipto Yogyakarta. Menurut penuturan dari Jubir KNKT, Bapak J.A. Barata bahwa ”tragedi kecelakaan pesawat Garuda Indonesia Boeing 737-400, terjadi akibat kecepatan pesawat terbang yang berlebihan saat ingin melakukan pendaratan di Bandara Udara Adi Sucipto Yogyakarta. Pilot dan Copilot telah berusaha untuk mengendalikan lajunya pesawat namun ketika sedang mendarat pesawat turun terlalu rendah dari batas yang telah ditentukan, sehingga mengakibatkan pesawat mengalami bouncing (benturan kedarat) beberapakali sebelum akhirnya mendarat, sehingga ban pesawat pecah akibat benturan tersebut, dan akhirnya pesawat keluar dari garis pendaratan sejauh 300 meter, dan terjadi 3 kali ledakan keras pada pesawat...”65
Peneliti melihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh pihak KNKT dalam mengetahui penyebab terjadinya kecelakaan pesawat Garuda Indonesia Boeing 737-400, bahwa kecelakaan pesawat Garuda diakibatkan karena adanya human error Bukan karena kerusakan pada pesawat terbang. Seperti yang telah dijelaskan oleh Bapak J.A. Barata selaku Jubir KNKT bahwa penyebab terjadinya kecelakaan tersebut karena human 64
Hasil wawancara dengan Bapak J.A. Barata selaku Jubir KNKT, 20 Agustus 2008, di kantor pusat Departemen Perhubungan. 65 Ibid
70
error bukan karena kerusakan pada pesawat, karena pada saat ingin mendarat pilot dan co pilot melakukan pendaratan dengan terlalu cepat sehingga mengalami benturan yang berulang kali sehingga membuat ban pesawat pecah dan mengakibatkan pesawat keluar dari garis landasan sejauh 300 meter dan terjadinya ledakan keras tiga kali pada pesawat. Lanjut oleh Bapak Budi M.Suyitno selaku Ditjen Perhubungan Udara ”...para korban yang tidak sempat keluar dari pesawat akibat mereka terjebak di pintu, semua pintu tidak dapat dibuka, hanya pintu darurat dan pintu belakang yang terbuka, para penumpang dan crew berebut keluar melalui kedua pintu yang terbuka tersebut, mereka keluar dengan melompat karena tidak ada tangga dari pintu yang terbuka tersebut, mereka melompat dari ketinggian sekitar 2 meter. Tim Investigasi telah membawa korban-korban dalam kecelakaan pesawat Garuda tersebut kebeberapa Rumah Sakit di Yogyakarta, korban dalam kecelakaan pesawat Garuda tersebut bukan hanya warga Negara Indonesia diantaranya terdapat juga empat warga Negara Australia yang menjalani perawatan di RS. Bethesda dan 2 Warga Negara Brunei yang dirawat di RS. Yogya Internasional Hospital...”66
Kecelakaan pesawat Garuda indonesia Boeing 737-400 menelan banyak korban, korban mayoritas warga Negara Indonesia dan terdapat pula warga Negara Asing seperti Negara Australia dan warga Negara Brunei, korban warga Negara Asing telah dilarikan kebeberapa Rumah Sakit yang terlatak di Yogyakarta. Seperti yang telah dijelaskan oleh Bapak Budi M.Suyitno selaku Ditjen Perhubungan Udara yang menjelaskan bahwa Tim Investigasi yang menangani korban dalam kecelakaan
pesawat tersebut segera
membawa
korban
luka-luka
kebeberapa Rumah Sakit Di Yogyakarta.
66
Hasil wawancara dengan Bapak Budi M.Suyitno selaku Ditjen Perhubungan Udara, 14 Agustus 2007, di kantor Pusat Departemen Perhubungan.
71
Public Relations Departemen Perhubungan melakukan identifikasi krisis dengan berbagai kegiatan, seperti terjun langsung kelapangan untuk mendapatkan informasi yang faktual, Public Relations mendapatkan informasi mengenai kecelakaan pesawat Garuda tersebut dengan melakukan wawancara dengan para saksi yaitu korban selamat dalam kecelakaan pesawat Garuda seperti Pilot, Copilot dan para penumpang yang selamat. Tetapi wawancara yang dilakukan kepada Pilot dan Copilot sangatlah tertutup tidak dibuka untuk umum maka dari itu pihak media tidak mengetahui isi atau pertanyaan-pertanyaan dalam wawancara tersebut. Setelah Public Relations Departemen Perhubungan melakukan wawancara yang juga dibantu oleh Mabes Polri, langkah selanjutnya yang dilakukan Public Relations Departemen yaitu mengidentifikasi korban akibat kecelakaan pesawat Garuda Indonesia, dalam penanganan korban kecelakaan pesawat Garuda ini Public Relations Departemen Perhubungan bekerjasama dengan Tim Khusus yang anggotanya terdiri dari Tim Forensik RS. Sarjito, Mabes Polri dan Kepolisisan Federal Australia. Tim ini di bentuk oleh Presiden Indonesia Bapak Susilo Bambang Yudhoyono yang ditujukan untuk menangani para korban kecelakaan pesawat Garuda yang mengalami luka-luka maupun yang meninggal dunia untuk dilakukannya otopsi sehingga dapat mengetahui identitas korban, sempat terjadi kesulitan dalam mengidentifikasi jenazah karena jenazah sudah dalam kondisi yang tidak utuh lagi, tetapi dengan kesungguhan para
72
anggota Tim Evakuasi dalam mengidentifikasi korban akhirnya sampai pada titik berhasilnya pengidentifikasian korban. Sehingga semua jenazah telah dibawa pulang oleh keluarga korban dan segera dimakamkan. Setelah langkah-langkah pengidentifikasian kecelakaan pesawat Garuda Indonesia Boeing 737-400 dilakukan, masih ada langkah selanjutnya yang perlu dilakukan seorang Public Relations Departemen Perhubungan yaitu dengan cara memantau pemberitaan menganai kasus kecelakaan pesawat Garuda GA 200 yang dimuat di media masa baik cetak maupun elektronik. Public Relations Departemen Perhubungan harus melihat apakah isi dari pemberitaan di media massa sesuai dengan informasi dari kenyataan yang ada, berita yang disampaikan media massa tidak boleh melenceng dari fakta yang ada. Maka dari itu seorang Public Relations Departemen Perhubungan harus selalu memantau pemeberitaan media. Media massa cetak dan elektronik harus memuat berita yang sesuai dengan fakta tragedi kecelakaan pesawat Garuda Indonesia mulai dari penyebab kecelakaan pesawat Garuda hingga hasil penelitian yang dikeluarkan oleh Tim Investigasi kecelakaan pesawat. Dalam hal ini media yang dikhususkan untuk memuat berita mengenai kecelakaan pesawat Garuda Boeing737-400 yaitu dari media cetak Kompas dan media elektronik Seputar Indonesia yang ditayangkan oleh RCTI, akan tetapi tidak menutup informasi kepada para wartawan dari media yang lain karena Departemen Perhubungan sangat terbuka dalam pemeberian
73
informasi dengan begitu semua pihak media dapat memperoleh informasi yang akurat mengenai kecelakaan pesawat Garuda.
2. Menganalisis Krisis Kecelakaan Pesawat Garuda Terdapat banyaknya kemungkinan yang mengakibatkan terjadinya kecelakaan tersebut, maka dari itu Tim Investigasi penelitian melakukan penelitian secara mendalam untuk mengetahui penyebab terjadinya kecelakaan. Seperti yang dijelaskan Bapak Tatang Kurniadi selaku Ketua KNKT bahwa : ”Saat Tim Investigasi menganalisis secara mendalam tragedi kecelakaan tersebut ternyata diakibatkan karena human error, bukan karena kerusakan pada pesawat, temuan ini sejalan dengan pernyataan BMG yogyakarta yang menyebutkan kecepatan angin pada saat kecelakaan pesawat masih dalam batas normal, melainkan karena pendaratan yang terlalu cepat hard shot...”67 Ujar Tatang Kurniadi, Ketua KNKT. Lanjut penuturan oleh Bapak Tatang Kurniadi selaku ketua KNKT yang melakukan investigasi pesawat ini berkata bahwa ”...pada kecelakaan tersebut ditemukannya, hidung pesawat sebelah kiri menggelinding poros menghubungi landasan terbang dan patahan sehingga pesawat tidak berhasil untuk mendaratkan pesawat dengan sempurna. Adanya kerusakan pada roda menyebabkan pesawat tergelincir keluar jalur landasan, dan sayap kanan pesawat Garuda hancur karena pada bagian kanan pesawat tersebut terdapat bahan bakar, avtur yang tumpah terkena percikan api sehingga pesawat meledak.”68 Kerusakan tersebut harus diteliti dan diamati secara mendalam dan pesawat terbang harus melalui pengecekan yang maksimal. Departemen Perhubungan menerapkan jadwal baru pengecekan pesawat yang disetujui oleh Menteri Perhubungan Hatta Rajasa yang dimulai pada awal tahun 67
Hasil wawancara Bapak Tatang Kurniadi selaku Ketua KNKT, 20 Agustus 2008, di Kkantor Pusat Departemen Perhubungan. 68 Ibid
74
2008 pengecekan pesawat dilakukan enam bulan sekali, pengecekan kelaiakan pesawat tersebut dilakukan oleh Departemen Perhubungan dibantu dengan Tim khusus dari Perhubungan Udara dan Tim pengecekan pesawat terbang dari PT. Garuda Indonesia untuk mengecek kelaiakan dari pesawat-pesawat yang dimiliki PT. Garuda Indonesia. Dalam kecelakaan pesawat Garuda Boeing 737-400 ini bukan disebabkan karena cuaca buruk, seperti yang dijelaskan oleh Bapak J.A. Barata selaku Jubir KNKT bahwa : ”...Kejadian kecelakaan pesawat Garuda nomor GA 200 tersebut jika dikondisikan karena cuaca buruk ditepis oleh pihak bandara, karena cuaca sangat baik waktu itu. Faktor penyebab lain disebutkan karena adanya turbulansi udara akibat sayap kanan pesawat menyentuh tanah dan kemudian menimbulkan percikan api”.69 Ungkap Jubir KNKT, Bapak J.A. Barata.
Ditambahkan oleh Prof. Wardani dari UGM, pada saat wawancara di program Seputar Indonesia di media elektonik RCTI pada pukul 17.30 WIB, yang mengatakan bahwa : ”...sangat kecil kemungkinannya kalau kondisi landasan yang menjadi penyebab kecelakaan. Cuacapun dalam keadaan baik, dengan ketinggian limaratus meter tidak mungkin karena gangguan udara. Jadi, kemungkinan penyebab kecelakaan tersebut akibat adanya gangguan teknis karena ada pengumuman hard landing. Kondisi landasan memang bergelombang tetapi tidak akan menimbulkan kecelakaan, paling hanya ketidak nyamanan ketika landing saja...”70 Dengan melihat hasil penjelasan oleh Prof. Wardani pada media elektronik RCTI yang ditayangkan pada program Seputar Indonesia pukul
69 Hasil wawancara dengan Bapak J.A. Barata selaku Jubir KNKT, 20 Agustus 2008, di kantor pusat Departemen Perhubungan. 70 Hasil konferensi pers oleh Prof. Wardani di media elektronik, RCT Seputar Indonesia, 7 Maret 2007.
75
17.30 WIB bahwa sebenarnya kecelakaan bukan disebabkan akibat dari kondisi landasan ataupun kondisi cuaca karena pada saat itu cuaca sangat baik maka dengan itu tidak dapat dikatakan karena adanya gangguan udara. Kemungkinan hal yang menyebabkan kecelakaan pesawat Garuda Indonesia terjadi diakibatkan adanya gangguan teknis karena ada pengumuman hard landing.
3. Mengatasi Krisis kecelakaan pesawat Garuda Indonesia a. Pembentukan Tim Investigasi Untuk mengatasi krisis kecelakaan pesawat Garuda Indonesia diperlukan keseriusan dan kerjasama berbagai pihak agar dapat segera melewati krisis dan kembali pulih, karena masalah ini bukanlah masalah mudah untuk dihadapi maka dari itu upaya dan dukungan yang baik dari berbagai pihak akan dapat membawa jasa transportasi di Indonesia menjadi lebih baik. Kecelakaan pesawat Garuda Indonesia, Bambang mengemukakan bahwa ”...public relations Departemen Perhubungan tentu saja melakukan kerjasama dengan berbagai pihak seperti, Menteri Luar Negeri Australia Alexander Downer, Sekertaris Kabinet Sudi Silalahi, Kepolisisan Federal Australia karena korban kecelakaan pesawat Garuda GA 200 ini tidak hanya warganNegara Indonesia saja tetapi ada warga Negara Asing juga yang menjadi korban kecelakaan pesawat ini, Dirut Garuda Bapak Emir Satar untuk memberikan santunan kepada para korban dan keluarga korban, Tim forensik dari RS. Sarjito Yogyakarta sebagai Tim yang menangani para korban, dan Mabes Polri...”71 Begitu juga dengan pemaparan Jubir KNKT Bapak J.A. Barata yang mengungapkan bahwa ”...dalam mengatasi krisis ini kami bersamasama bahu-membahu dengan berbagai pihak seperti pihak PT. Garuda 71
Ibid Bambang S.Ervan
76
Indonesia yang membantu dalam pemberitahuan informasi tentang data para penumpang pesawat, pihak KNKT yang bertugas melihat dan mengidentifikasi apa penyebab terjadinya kecelakaan pesawat Garuda tersebut, Ditjen Perhubungan Udara yang mengecek apakah penyebab terjadinya kecelakaan pesawat Garuda tersebut diakibatkan kelalaian Pilot atau akibat kerusakan pada pesawat, Public Relations Garuda Indonesia menangani data para penumpang yang menjadi korban kecelakaan pesawat Garuda GA 200, Kepolisaian Federal Australia, Menlu Australia Alexander Downer, Menkopolhukan Widodo AS, Tim Forensik, Mabes Polri dan Pemerintahan Daerah Yogyakarta untuk mengamankan situasi pada tempat kejadian. Untuk menyelidiki penyebab kecelakaan dan terbakarnya pesawat Garuda Boeing 737-400, Tim investigasi gabungan dari mabes polri, komisi Nasional, Kepolisian Federal Australia dan KNKT melakukan olah tempat kejadian perkara. Pola tempat kejadian perkara terbakarnya Boeing 737-400 GA 200 dilakukan tim gabungan dari POLRI, Komite Nasional, KNKT dan Tim Investigasi Australia. Pola TKP yang dipimpin oleh Bridjen Ruslan Riza dilakukan dari tempat kejadian pertama hingga terbakarnya pesawat di landasan pacu Adi Sucipto.”72 Ujar Jubir KNKT Bapak J.A. Barata. Dalam menangani kecelakaan pesawat Garuda ini terdapat Tim Forensik dari RS. Sarjito, Mabes Polri dan Kepolisian Federal Australia, seperti penuturan Bapak J.A. Barata selaku Jubir KNKT bahwa : ”...dalam penanganan korban baik korban yang meninggal ataupun korban yang mengalami luka-luka. Jumlah penumpang yang menjadi korban dalam kebakaran pesawat Garuda tersebut ada 140 orang termasuk awak pesawat Garuda. Tim Forensik membawa para korban luka-luka kebeberapa Rumah Sakit di Yogyakarta seperti 27 orang dirawat di RS. TNI AU Hardjo Lukito dan 23 orang dirawat di RS. Panti Rini, dan korban selamat lainnya telah dibawa pulang oleh keluarganya masing-masing dan diwajibkan untuk melapor kepada Mabes Polri. Sedangkan korban yang meninggal dunia telah diotopsi oleh Tim Forensik, Mabes Polri dan Kepolisisan Federal Australia, mereka adalah Tim Identifikasi korban kecelakaan pesawat Garuda Indonesia, dan mereka sempat kesulitan pada saat mengidentifikasi jenazah karena jenazah dalam kondisi tidak utuh lagi, sudah terbakar dalam suhu diatas enam ratus derajat celcious, tetapi dengan penuh ketekunan dan ketelitian akhirnya mereka dapat menemukan identitas para jenazah korban kecelakaan pesawat Garuda dan segera memberikan informasi kepada keluarga korban untuk segera dimakamkan...”73 72
Ibid J.A. Barata Hasil wawancara dengan Bapak J.A. Barata selaku Jubir KNKT, 20 Agustus 2008, di kantor pusat Departemen Perhubungan. 73
77
Dilihat dari hasil penjelasan oleh Bapak J.A. Barata yang menjelaskan bahwa ada beberapa Tim Investigasi khusus yang menangani para korban seperti Tim Forensik, Tim dari Mabes Polri, dan Tim dari Kepolisian Federal Australia, merekalah yang menangani para korban baik yang meninggal dunia, maupun yang luka-luka. Para korban luka-luka langsung dievakuasi kebeberapa Rumah Sakit terdekat di Yogyakarta dan korban yang meninggal dunia langsung diotopsi untuk mengetahui identitas korban dan segera memberitahukan kepada keluarga korban. Dengan begitu proses penanganan korban dapat dilakukan dengan teliti dan dapat mempercepat penanganan korban sehingga para keluarga korban dapat dengan cepat memperoleh informasi mengenai keluarganya yang menjadi korban dan dengan segera membawa pulang untuk dimakamkan. Tiap krisis yang cukup besar pada dasarnya seorang Public Relations tidak mungkin mengatasi krisis itu sendirian, saat mengatasi krisis diperlukannya kerjasama dengan beberapa pihak yang terkait, ketika dinyatakan mengenai tim manajemen khusus untuk mengatasi krisis kecelakaan pesawat Garuda tersebut Bambang menjelaskan bahwa: ”...bahwa Public Relations Departemen perhubungan tidak membentuk tim manajemen khusus untuk menanggulangi manajemen krisis yang sedang dialami, yang ada hanyalah Tim Investigasi yang memiliki kewenangan dalam mengatasi krisis kecelakaan pesawat Garuda GA 200, yang terdiri instansi pusat dan daerah serta para stakeholdernya...”74
74
Ibid, Bambang S.Ervan
78
Adapun tim investigasi yang ikut serta dalam menangani krisis ini adalah sebagai berikut : ”... Dalam tim manajemen krisis ini terdiri dari Bambang S.Ervan selaku public relations Departemen Perhubungan yang secara langsung menangani tragedi kecelakaan pesawat Garuda ini, Prof. Mardjono selaku ketua Tim investigasi dan di bantu oleh beberapa pihak seperti pihak Ditjen Perhubungan Udara Bapak Budi M. Suyitno untuk mengetahui dan mencari tahu fakta yang ada pada kecelakaan Garuda tersebut, pihak PT. Garuda Indonesia Bapak Pudjo Broto selaku Public Relations untuk membantu pencarian data para penumpang pesawat Garuda dan mendata siapa-siapa saja yang menjadi korban dalam kecelakaan pesawat Garuda tersebut, pihak KNKT Bapak Tatang Kurniadi selaku Ketua KNKT dan Bapak J.A. Barata selaku Jubir KNKT yang bertugas pengidentifikasian penyebab tejadinya kecelakaan. Dari pihak Jasaraharja Bapak Nasir Hakam selaku Public Relation yang membantu menginformasikan kepada keluarga korban mengenai kecelakaan pesawat Garuda Indonesia Boeing 737-400. Menkopolhukam Bapak Widodo AS menangani penyelidikan non-tekhnis untuk mengetahui apakah tragedi kecelakaan ini diakibatkan karena adanya sabotase. Tim Forensik dari RS. Sarjito Yogyakarta untuk melakukan identifikasi jenazah korban kecelakaan pesawat Garuda. Mabes Polri, Kepolisian Federal Australia, Dirut Garuda Emir Satar yang bertugas memberikan santunan kepada para korban yang selamat sebesar dua puluh lima juta rupiah sebagai dana perihatin dan keluarga korban yang meninggal sebesar enamratus juta rupiah, pemberian santunan diberikan sebulan setelah kecelakaan pesawat Garuda itu terjadi, Dengan begitu krisis ini dapat segera dipulihkan...”75 Ujar Bambang S.Ervan. Kasus kecelakaan ini sangatlah serius dan harus ditangani dengan sungguh-sungguh, dan tidak mungkin ditangani sendiri karena kecelakaan pesawat ini merupakan krisis yang sangat rumit untuk ditangani sendiri, oleh karena itu Public Relations Departemen Perhubungan membuat Tim Investigasi yang disetujui oleh Bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
75
Ibid
79
Setelah ada persetujuan dari Bapak Presiden Susilo Bambang Yudoyono, maka dibentuklah Tim Investigasi yang menangani kecelakaan pesawat Garuda Boeing 737-400, Tim Investigasi tersebut diketuai oleh Prof. Mardjono, dengan beberapa anggota seperti Bapak Bambang S.Ervan selaku Public Relations Departemen Perhubungan yang berperan sebagai penganalisis hasil penelitian kecelakaan pesawat Garuda yang dilakukan oleh Tim KNKT dan diolah kembali hasil penelitian itu kemudian barulah disampaikan kepada masyarakat melalui media massa. Selain Public Relations Departemen Perhubungan adapula anggota Tim Investigasi lainnya seperti Tim KNKT, Bareskrim Polri, Puslabfor Polri, sedangkan polri sendiri membentuk dua Tim yaitu Tim Identifikasi korban dan Tim Penyelidik. Tim Investigasi ini dibantu oleh beberapa pihak terkait seperti Public Relations Garuda Indonesia, Ditjen Perhubungan Udara, dan kepolisian Federal Australia, dengan banyaknya Tim yang menangani kasus kecelakaan ini diharapkan krisis manajemen ini dapat kembali normal.
Dijelaskan pula oleh Bapak J.A. Barata dalam wawancaranya, bahwa ”...dalam menangani kasus kecelakaan ini departemen perhubungan tidak membentuk Tim Manajemen Krisis tetapi Departemen Perhubungan memiliki Tim Investigasi dalam menangani kasus kecelakaan pesawat Garuda Indonesia Boeing 737-400, Tim Investigasi yang dibentuk ini tidak tetap atau bersifat Independent. Tim Investigasi itu terdiri dari Ketua Tim Investigasi yaitu Prof. Mardjono, Ketua KNKT Tatang Kurniadi, Bapak Pujo Broto selaku Public Relations Garuda yang menangani para korban dan keluarga korban dalam halnya menyampaikan berita kecelakaan pesawat Garuda kepada keluarga korban, begitu juga dengan Humas Jasaraharja yang juga mengidentifikasi jumlah korban dalam kecelakaan pesawat Garuda, kepala dinas perhubungan, sedangkan Departemen Perhubungan itu
80
sendiri dalam Tim Investigasi ini berperan untuk penyampaian berita kepada media massa oleh Bapak Kodri, dalam Tim Investigasi ini Public Relations Departemen Perhubungan Bapak Bambang S.Ervan berperan membantu tim lainnya dalam pencarian informasi di lapangan dan membantu membuat konsep untuk penanggulangan krisis kecelakaan pesawat Garuda dan juga sebagai penganalisis hasil penelitian kecelakaan pesawat Garuda yang dilakukan Tim KNKT dan kemudian disampaikan kepada media massa, dan dari Departemen Perhubungan Udara sendiri yaitu Bapak Budi M.Suyitno yang terjun langsung untuk membantu dalam pengecekan penyebab terjadinya kecelakaan pesawat Garuda tersebut, ditambah 3 orang bantuan tenaga ahli penyidik dari Australia (Australia Transport Safety, Board)...”76 menurut penuturan Bapak J.A. Barata.
Adapun tujuan dari pembuatan Tim Investigasi ini yaitu untuk membantu mempercepat pemulihan krisis, seperti penuturan Bambang S.Ervan berikut ini : ”...tujuan Menteri Perhubungan dalam pembuatan Tim Investigasi dalam mengatasi manajemen krisis ini karena, hal tersebut merupakan krisis yang cukup berat untuk ditangani sendiri sehingga untuk menanganinya Public Relations Departemen Perhubungan perlu Tim Investigasi yang dapat bekerja sesuai dengan prosedurnya, agar krisis ini cepat terselesaikan dan dapat kembali normal seperti sediakala”.77 Dalam menangani kasus kecelakaan pesawat Garuda tidak dapat dilakukan secara individu, dengan itu Menteri Perhubungan yang telah disetujui oleh Presiden Indonesia memerintahkan untuk membuat Tim Investigasi dalam menangani kasus kecelakaan Garuda, dengan tujuan krisis dapat cepat terselesaikan dan dapat kembali normal seperti semula.
76 77
Ibid. J.A. Barata Ibid. Bambang S.Ervan
81
b. Kegiatan Public Relations Ada satu hal yang dilakukan oleh Public Relations Departemen Perhubungan dalam menyikapi krisis kecelakaan pesawat Garuda Indonesia, yaitu menerapkan sistem keterbukaan sacara penuh tentang halhal yang diketahui kepada masyarakat melalui media. Maksud dari sistem keterbukaan atau transparansi tersebut yaitu, Departemen Perhubungan memberikan informasi berdasarkan fakta atau kenyataan yang ada, tidak ada rekayasa atau kebohongan dalam pemberian informasi, dan Public relations Departemen Perhubungan secara terus menerus memberikan fakta-fakta baru yang telah diperoleh di lapangan atau di tempat kejadian kecelakaan pesawat Garuda tersebut. Dan itu sangat membantu Departemen Perhubungan untuk memberikan informasi secara akurat dan faktual kepada masyarakat melalui media. Dalam menangani krisis seorang Public Relations tidak boleh berkata bohong dalam penyampaian informasi. Berikut penuturan Bapak Bambang S.Ervan mengatakan bahwa : ”...Public relations berusaha sebaik mungkin untuk tidak memberikan keterangan palsu atau dengan kata lain tidak berbohong, karena Public relations Departemen Perhubungan berkeyakinan bahwa pada akhirnya fakta akan berbicara dan semua orang akan mengetahui keadaan yang sebenarnya...”78 Memang dalam sejarahnya seorang Public Relations dituntut untuk selalu berkata jujur dalam segala bentuk penyampaian informasi, karena apabila seorang Public relations berkata bohong dalam informasinya maka
78
Ibid
82
dapat menghancurkan reputasi perusahaan yang ditanganinya, seperti yang disampaikan oleh Bambang S.Ervan selaku Public Relations Departemen Perhubungan bahwa salah satu hal penting dan harus dijunjung tinggi oleh seorang Public relations adalah kejujuran dalam pemberian informasi.
Sedangkan menurut Jubir KNKT J.A. Barata mengungkapkan bahwa ”...sikap kami sebagai tim yang menangani kasus kecelakaan ini, sangat pro aktif dalam mengatasi krisis kecelakaan pesawat Garuda ini misalnya Public relations bersama tim khusus lainnya melakukan pencarian fakta-fakta yang terjadi di lapangan, dengan cara kami meminta data penumpang kepada pihak Garuda pada bagian pendataan penumpang pesawat, dan Public Relations mendukung langkah-langkah kebijakan departemen perhubungan terutama yang berkaitan dengan penyebaran informasi melalui media massa, seperti halnya yang dilakukan oleh bagian pemberitaan media massa yaitu bapak Budi, dalam kasus ini beliau yang dengan cepat memberikan informasi kepada pihak media dan di bantu pula oleh Public Relations Departemen perhubungan...”79
Selain itu, Public Relations juga mamanfaatkan media secara efektif dengan bertindak cepat seperti yang mereka lakukan. Untuk menghindari pertanyaan wartawan yang akan datang secara bertubi-tubi, Public Relations segera membuat press release (berita pers) yang isi berita dari press release tersebut mengenai identifikasi kecelakaan pesawat Garuda secara berkala sesuai dengan hasil penelitian dari Tim KNKT, dan press release itu kemudian disebarkan kepada media massa dalam setiap wawancara pers yang diadakan. Press release Public Relations Departemen Perhubungan berisis informasi yang dibuat dan disampaikan kepada pers mengenai penanganan
79
Ibid. J.A. Barata
83
krisis kecelakaan pesawat Garuda Indonesia secara keseluruhan mulai dari penyebab terjadinya krisis sampai dengan tahap penyelesaian, dengan harapan dapat disebarluaskan kepada masyarakat melalui media massa yang pada akhirnya masyarakat menjadi tahu dan memahami adanya suatu peristiwa atau kejadian yang aktual baik yang akan datang maupun yang sedang terjadi dalam proses pemulihan jasa transportasi pasca kecelakaan pesawat Garuda Indonesia Boeing 737-400. Press release akan disampaikan kepada wartawan melalui wawancara pers dan konferensi pers yang diadakan oleh pihak Departemen Perhubungan. Wawancara pers pertama diadakan ditempat kejadian kecelakaan pesawat Garuda di Bandara Adi Sucipto Yogyakarta, wawancara pers kemudian dilakukan di kantor pusat Departemen Perhubungan, para wartawan berkumpul di ruang pers untuk mendapatkan informasi selanjutnya, dan Public Relations harus mempersiapkan informasi baru yang didapatkan oleh Tim Investigasi mengenai kecelakaan pesawat Garuda, sebelum disampaikan kepada pers terlebih dahulu Public Relations harus menganalisis hasil dari penelitian kecelakaan pesawat itu, dan kemuadian akan disampaikan kepada para wartawan secara faktual. Konferensi pers yang dilakukan dalam pemberitahuan informasi mengenai kecelakaan pesawat Garuda selalu ada pembicara yang menjelaskan hasil dari penelitian yang dilakukan Tim KNKT mengenai kasus kecelakaan pesawat Garuda Indonesia Boeing 737-400, pembicara dalam konferensi pers harus orang yang sangat memahami mengenai
84
kecelakaan pesawat tersebut dan dalam konferensi pers yang dilakukan untuk menjelaskan kecelakaan pesawat ini yaitu Bapak Bambang S.Ervan selaku Public Relations Departemen Perhubungan, Bapak J.A. Barata selaku Jubir KNKT, dan Bapak Pudjo Broto selaku Public Relations PT. Garuda Indonesia, mereka itulah yang berwenang untuk menjelaskan kepada wartawan mengenai kasus kecelakaan pesawat Garuda Indonesia Boeing 737-400.
4. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada tahap pemulihan krisis Adapun beberapa Tahap pemulihan dalam krisis yaitu tahap rescue, tahap rehabilitasi, tahap normalisasi, dan tahap ekspanasi. Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam tahap pemulihan krisis, adalah sebagai berikut:
a. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada tahap rescue adalah sebagai berikut: Tahap pertama yang dilakukan dalam pemulihan krisis kecelakaan pesawat Garuda Boeing 737-400 adalah tahap rescue, yang dimaksud dengan tahap rescue ini adalah tahap pertama yang perlu dilakukan dalam mengatasi krisis, yang berhubungan dengan krisis tersebut. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada tahap rescue ini antara lain kegiatan kemanusiaan yaitu kegiatan yang bersifat kemanusiaan atau lebih mengarah pada kepedulian
kemanusiaan seperti permintaan maaf dan
85
duka cita kepada keluarga korban melalui pengiriman surat, pemasangan iklan di spanduk-spanduk ataupun media massa cetak dan elektronik, serta pemberian dana santunan sebesar enam ratus juta rupiah untuk keluarga para korban yang meninggal dunia, dan dua puluh lima juta rupiah untuk korban yang selamat sebagai dana keperihatinan. Pada tahap rescue ini adapula kegiatan yang berhubungan dengan media, seperti misalnya press conference, press release, dan dialog interaktif. Kegiatan-kegiatan itu dilakukan sebagai penyampaian informasi mengenai kasus kecelakaan pesawat Garuda kepada masyarakat melalui media. Penyampaian informasi pertama melalui press conference yang dilakukan secara langsung ditempat kejadian perkara yaitu Bandara Adi Sucipto Yogyakarta, yang dihadiri para wartawan mulai dari wartawan lokal seperti salah satunya yaitu wartawan dari media cetak Kompas, dan dari media elektronik salah satunya yaitu Reporter Seputar Indonesia hingga internasional seperti wartawan CNN dan BBC, semua berkumpul ditempat kejadian perkara untuk mendapatkan informasi awal pada kasus kecelakaan pesawat Garuda. Public Relations Departemen Perhubungan Bambang S.Ervan bersama Ketua KNKT Bapak Tatang Kurniadi dalam konferensi pers membahas mengenai identifikasi kecelakaan seperti penyebab terjadinya kecelakaan dan memberikan keterangan mengenai berapa jumlah korban kecelakaan pesawat Garuda.
86
Setelah melakukan konferensi awal, kemudian seorang Public Relations Departemen Perhubungan mempersiapkan press release selanjutnya yang akan disampaikan dalam konferensi pers berikutnya mengenai hasil penelitian lanjutan yang diperoleh dari Tim KNKT yang secara langsung menangani kecelakaan pesawat Garuda Boeing 737-400. Isi dari press release yang akan disampaikan kepada media harus sehubungan dengan kelanjutan dari penelitian kecelakaan pesawat yang sedang ditangani Tim KNKT, sebelum disampaikan kepada pihak media terlebih dahulu Public Relations Departemen Perhubungan harus menganalisis hasil penelitian yang disampaikan oleh Tim KNKT kepada Public Relations Departemen Perhubungan, agar informasi yang akan diterima masyarakat dapat lebih mudah dimengerti. Tahap rescue dapat dilakukan pula untuk mengembalikan citra jasa transportasi yang sempat rusak di mata khalayak yang disebabkan akibat kecelakaan pesawat Garuda Boeing 737-400. Public Relations Departemen Perhubungan melakukan kegiatan pengembalian Citra dengan membuat konsep dalam penyelenggaraan pertemuan yang dilakukan di Jakarta, pertemuan itu dihadiri oleh pihak-pihak yang terkait dalam kasus kecelakaan pesawat Garuda seperti Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Menteri Perhubungan Hatta Rajasa, Public Relations Departemen Perhubungan Bambang S.Ervan, Ditjen Perhubungan Udara Budi M.Suyitno, Public Relations PT. Garuda Indonesia Pudjo Broto. Pertemuan ini dilakukan untuk membahas mengenai kecelakaan pesawat
87
Garuda Boeing 737-400 yang terjadi pada 5 Maret 2007 lalu, kemudian dalam pertemuan tersebut terdapat topik yang membahas mengenai bagaimana mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap jasa transportasi. Kegiatan dalam memulihkan citra yang dilakukan Departemen Perhubungan adalah melakukan kampanye. Kampanye yang dilakukan Departemen Perhubungan melalui media elektronik dan media cetak, isi pesan dari kampanye tersebut yaitu mengenai keselamatan, keamanan dan kenyamanan dalam melakukan perjalanan menggunakan alat transportasi di Indonesia. Kegiatan kampanye ini mulai dilakukan pada akhir tahun 2007 hingga sekarang, karena proses pemulihan citra dan menumbuhkan kepercayaan masyarakat tidaklah mudah, oleh karena itu kampanye ini dilakukan selama satu tahun kedepan setelah tragedi kecelakaan pesawat Garuda. Public Relations Departemen Perhubungan sangat berperan aktif dalam pembuatan kampanye, dalam pembuatan kampanye ini Public Relations Departemen Perhubungan berperan sebagai pembuat konsep kampanye, konsep yang dibuat oleh Public Relations Departemen Perhubungan sangat erat kaitannya dengan kenyamanan dan keamanan dalam bertransportasi, sehingga dapat menumbuhkan rasa kepercayaan masyarakat terhadap jasa transportasi. Selain melakukan kampanye dalam pengembalian citra jasa transportasi, Public Relations Departemen Perhubungan juga melakukan
88
pengembangan jasa transportasi dengan berbagai promo-promo menarik seperti, menyediakan paket khusus untuk jasa penerbangan kebeberapa kota dan negara yang telah ditentukan, dan juga menyediakan discount khusus untuk pengguna jasa transportasi udara. Setelah mengadakan promo-promo menarik tersebut diharapkan agar menarik perhatian masyarakat untuk tetap menggunakan jasa transportasi udara. Kasus kecelakaan pesawat Garuda Boeing 737-400 yang terjadi di Yogyakarta, tidak hanya menelan korban warga negara Indonesia saja tetapi dalam kecelakaan pesawat itu juga terdapat korban yang berasal dari negara sahabat yaitu Australia dan Brunei. Public Relations Departemen Perhubungan mengundang Duta Besar negara sahabat yaitu Australia dan Brunei, dalam pertemuan itu Public Relations Departemen Perhubungan juga mengundang para jurnalis atau wartawan lokal dan Internasional. Pertemuan resmi yang diadakan di Jakarta sebulan setelah kejadian kecelakaan itu terjadi, bertujuan untuk memberikan informasi mengenai kecelakaan pesawat Garuda Boeing 737-400 yang terjadi di Bandara Adi Sucipto Yogyakarta, pertemuan itu dimaksudkan juga untuk lebih mempererat persahabatan dengan negara tetangga dan menumbuhkan rasa kepercayaan negara sahabat kepada jasa transportasi di Indonesia. Dari hasil penelitian ini peneliti mendapatkan beberapa informasi mengenai kegiatan pemulihan krisis, yang terdapat pada tahap yang pertama yaitu tahapan ’rescue’ lebih mengutamakan pada kegiatankegiatan yang bersifat kemanusiaan, lalu setelah itu menunjukan
89
permintaan maaf dan pernyataan duka cita kepada keluarga korban melalui penerimaan surat, pemberian tunjangan dana berupa konpensasi kepada keluarga korban sebesar 600 juta per korban dan 25 juta untuk korban yang selamat sebagai dana perihatin, dan pemasangan iklan di mediamedia dalam negeri dan luar negeri.
b. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada tahap rehabilitasi adalah sebagai berikut: Tahap kedua dari upaya pemulihan dinamakan tahap ’rehabilitasi’ atau perbaikan (dari April sampai Desember2007). Pada tahapan ini, selain melakukan perbaikan sistem keamanan, dilakukan pula berbagai upaya untuk meningkatkan pelayanan kepada pengguna jasa transportasi serta pemberian insentif untuk industri trasnportasi. Seperti yang dijelaskan oleh Bapak Pudjo Broto selaku Public Relations PT. Garuda Indonesia bahwa : ”...pada kasus kecelakaan pesawat Garuda indonesia ini, Public Relations Departemen Perhubungan memberikan perintah untuk melakukan pembenahan terhadap SDM (Sumber Daya Manusia) PT. Garuda Indonesia seperti memberikan training untuk para awak pesawat agar lebih profesional dalam bertugas, pemberian training itu dilakukan setiap tiga bulan sekali setiap tahunnya, dimaksudkan agar SDM yang dihasilkan oleh PT. Garuda Indonesia lebih berkualitas dan profesionalitas...”80 Public Relations Departemen Perhubungan melakukan perbaikan krisis yang utama yaitu memperbaiki SDM (Sumber Daya Manusia).
80
Wawancara dengan Bapak Pudjo Broto selaku Public Relations PT.Garuda Indonesia. 15 Agustus 2008, di kantor PT.Garuda Indonesia.
90
Kecelakaan pesawat Garuda tersebut diakibatkan karena human error maka dengan itu dalam tahap rehabilitasi ini Public Relations Departemen Perhubungan lebih mengutamakan perbaikan serta pembenahan pada SDM misalnya pemberian training kepada para awak pesawat, itu merupakan hal terpenting yang perlu dilakukan dalam tahap perbaikan krisis. Selain melakukan pembenahan SDM seperti memberikan training pada para awak pesawat, Public Relations Departemen Perhubungan juga melakukan perbaikan sistem keamanan pada transportasi, kelaikan alat transportasi udara, dan sistem pelayanan yang baik kepada pengguna jasa transportasi udara.
c. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada tahap normalisasi adalah sebagai berikut: Tahap ketiga yang dilakukan dalam proses pemulihan krisis yaitu tahap normalisasi. Tahap normalisasi ini merupakan kegiatan yang dilakukan setelah krisis mulai membaik, kehiatan yang dilakukan berupa meningkatkan keparcayaan masyarakat terhadap jasa transportasi udara, maka diadakannya media campaign melalui media cetak dalam negeri dan luar negeri. Media campaign diadakan selama dua bulan mulai pada saat krisis dapat dikatakan sudah kembali normal yaitu pada bulan Juli hingga Agustus 2007. Peran
Public
Relations
Departemen
Perhubungan
dalam
pembuatan Media Campaign ini yaitu sebagai konseptor. Dimana seorang
91
Public Relations Departemen Perhubungan harus membuat konsep media campaign yang sesuai dengan tujuannya, tujuan dari pembuatan media campaign yaitu mempertahankan citra positif dimata masyarakat terhadap jasa transportasi di Indonesia. Media campaign ini juga dilakukan pada TV Commercial dalam negeri maupun luar negeri, TV Commercial lokal seperti RCTI setelah program berita. Tahap ketiga dalam pemulihan krisis ini dilakukan juga standarisasi pelayanan, yang dimaksudkan untuk mengikuti atau mematuhi standarisasi yang telah ditentukan oleh Ditjen Perhubungan Udara Budi M.Suyitno dan telah disetujui oleh Menteri Perhubungan Udara Hatta Rajasa. Kegiatan dalam tahap normalisasi ini diharapkan semua sektor transportasi bisa pulih kembali seperti sediakala. Dilihat dari beberapa kegiatan tersebut akan dapat mendukung pemulihan pasca krisis dengan cepat dan mendapatkan kembali kepercayaan kepada masyarakat terhadap pelayanan jasa transportasi udara.
d. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada tahap ekspanasi adalah sebagai berikut: Dalam tahap keempat kegiatan pemulihan pasca krisis yaitu pada tahap ekspanasi, pada tahap ini kegiatan yang dilakukan dalam tujuan menarik pasar-pasar baru atau menarik calon pengguna transportasi udara,
92
kegiatan ini dilakukan dengan mengadakan road show kebeberapa wilayah tertentu seperti Jakarta, Yogyakarta, dan beberapa daerah antar pulau. Kegiatan road show ini dilakukan pula sebagai media untuk meningkatkan promosi, seperti yang diungkapkan oleh Public Relations Departemen Perhubungan bahwa : ”...Public Relations Departemen melakukan road show sebagai alat peningkatan promosi terhadap jasa transportasi, sehingga dapat menarik pasar-pasar baru dari berbagai wilayah karena kegiatan road show ini dilakukan keberbagai wilayah seperti di Jakarta, Yogyakarta dan beberapa wilayah antar pulau...”81 Menurut peneliti, kegiatan di atas tersebut dapat mendukung tercapainya citra yang positif dimata masyarakat. Dalam kegiatan ini salah satunya terdapat promo-promo menarik seperti memberikan discountdiscount khusus untuk melakukan perjalanan menggunakan pesawat terbang khususnya pesawat Garuda Indonesia.
5. Pengisolasian krisis Kecelakaan Pesawat Garuda Indonesia Boeing 737-400 Krisis diibaratkan seperti penyakit, bila tidak segera ditanggulangi penyakit tersebut dapat menyebar keseluruh tubuh dan bahkan dapat menyebabkan kematian, bahkan kadang bisa juga berarti lebih dari sekedar penyakit biasa tetapi penyakit yang menular, begitulah krisis. Sama halnya dengan krisis kecelakaan pesawat Garuda Indonesia, untuk mencegah krisis menular dan menyebar maka perlu dilakukan pengisolasian krisis.
81
Ibid. Bambang S.Ervan
93
Bambang S.Ervan menuturkan bahwa ”...pengisolasian krisis kecelakaan pesawat Garuda Indonesia ini, kami selalu melakukan uji kelaiakan terhadap pesawat terbang pada jangka waktu enam bulan sekali telah ditetapkan pada awal tahun 2008. Dan sebelum memberangkatkan pesawat terbang kami selalu melakukan pengecekan terlebih dahulu, misalnya seperti kami melakukan pengecekan terhadap Rem pesawat, mesin pesawat, Bahan bakar pesawat, kegiatan tersebut kami lakukan agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan..”82 Berdasarkan apa yang dikatakan Bapak Bambang S.Ervan selaku Public ralations Departemen perhubungan bahwa dalam pengisolasian krisis pihaknya selalu melakukan uji kelaiakan terhadap pesawat setiap enam
bulan
sekali
mulai
awal
tahun
2008,
kemudian
dalam
penambahannya pengecekan ulang pesawat secara tekhnis selalu dilakukan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Hal yang serupa juga diutarakan oleh Jubir KNKT J.A. Barata bahwa ”...salah satu langkah nyata yang dilakukan Public Relations Departemen Perhubungan adalah melakukan pengisolasian krisis agar krisis kecelakaan pesawat Garuda Indonesia ini tidak menyebar dan meluas ke sektor-sektor lainnya yaitu, dengan cara melakukan pengecekan rutin tiap enam bulan sekali, dan pengecekan awal sebelum pesawat di berangkatkan, pengecekan awal yaitu dengan mengecek bahan bakar pesawat, rem pesawat, mesin pesawat, apakah itu semua sudah lulus dalam pedoman penerbangan...”83 Sehubungan dengan pernyataan apa yang dikatakan oleh Bapak J.A. Barata selaku Jubir KNKT dalam penjelasannya bahwa upaya yang dilakukan dalam pengisolasian krisis agar krisis tersebut tidak menyebar luas dan dapat berkompetensi menimbulkan permasalahan yang baru. Beliau membenarkan sesuai dengan yang dikatan oleh Public relations Departemen perhubungan.
82 83
Ibid. Ibid. J.A. Barata
94
Ditambahkan
oleh
Bapak
Budi
M.Suyitno
selaku
Ditjen
Perhubungan Udara bahwa : ”...dalam melakukan
melakukan
pengisolasian
peng-Grounded-an
krisis
pesawat
Menteri
yang
tidak
Perhubungan layak
untuk
menjalankan penerbangan, agar tidak terjadi krisis yang serupa...”84 Pengisolasian krisis yang dilakukan yaitu meng-grounded pesawat yang tidak layak untuk melakukan penerbangan, dengan pengisolasian krisis ini diharapkan tidak terjadi lagi kecelakaan pesawat yang serupa, seperti yang telah dikemukakan oleh Bapak Budi M.Suyitno selaku Ditjen Perhubungan Udara.
6. Mengevaluasi Krisis Pada evaluasi ini menggunakan media monitoring untuk dapat mengetahui apakah berita-berita yang di informasikan telah dimuat di media, kami sendiri melakukan media monitoring dari semua media yang memuat pemberitaan tragedi ini untuk diolah dan dijadikan bahan pelajaran bagi kasus-kasus yang mungkin nanti terjadi dimasa yang akan datang. Public relations Departemen perhubungan tidak mengingkan hal tersebut terjadi lagi, namun siapa yang tahu musibah pasti akan datang.
84
Ibid. Budi M.Suyitno
95
Berikut penuturan Bambang S.Ervan mengenai media monitoring yang dilakukan Public relations Departemen perhubungan bahwa : ”...Public relations melakukan media monitoring dengan melihat dari pemberitaan tentang kecelakaan transportasi apakah dimuat di media dan media mana saja yang memuat pemeberitaan tersebut, seperti ada 23 (dua puluh tiga) media massa surat kabar yang dilanggani oleh Pusat Komunikasi Publik Departemen Perhubugan selama tahun 2007, yaitu Bisnis Indonesia, Business News, Indo Pos, Investor Daily, Jurnal Nasional, Kedaulatan Rakyat, Pos Kota, Rakyat Merdeka, suara Pembaruan, The Jakarta Post, Terbit, dan Warta Kota. Evaluasi pemberitaan tersebut mencakup jumlah kecelakaan, jenis kecelakaan, penyebab kecelakaan dan akibat kecelakaan. Jumlah kecelakaan Transportasi sesuai Media Massa selama tahun 2007 telah terjadi kecelakaan transportasi sebanyak 97 kali kejadian terdiri atas kecelakaan darat sebanyak 16 kali, kecelakaan kereta api sebanyak 37 kali, kecelakaan kapal sebanyak 28 kali, dan kecelakaan pesawat sebanyak 16 kali. Dilihat dari jenis kejadiannya, pada tahun 2007 untuk kecelakaan darat: tabrakan Bus dengan Bus sebanyak 11 kali, Bus terguling sebanyak 1 kali, Bus terjun kejurang sebanyak 1 kali, Bus seruduk motor sebanyak 3 kali. Kecelakaan Kereta Api: anjlok sebanyak 13 kali, menabrak mobil sebanyak 17 kali, dan menabrak motor sebanyak 7 kali. Untuk kecelakan kapal: tenggelm ebanyak 15 kali, terbakar sebanyak 6 kali, dan tabrakan sebanyak 7 kali, sementara itu untuk kecelakaan pesawat: jatuh sebanyak 1 kali, terbkar sebanyak 2 kali, tergelincir sebanyak 3 kali, dan gagal terbang sebanyak 10 kali. Akibat kecelakaan transportasi untuk kecelakaan darat selama tahun 2007 diberitakan telah mengakibatkan 90 orang luka-luka dan 144 orang meninggal. Kecelakaan kereta: pada kecelakaan kereta api sela tahun 2007 diberitakan luka ringan sebanyak 63 orang, luka berat sebanyak 38 orang, dan 94 orang meninggal. Untuk kecelakan kapal: telah mengakibatkan 101 orang meninggal dan 66 orang menghilang. Sementara itu, kecelakan pesawat selama tahun 2007 diberitakan telah mengakibatkan luka berat sebnyak 89 orang dan 192 orang meninggal...”85
85
Ibid. Bambang S.Ervan
96
a. Pembuatan Road Map To Zero Accident pasca kecelakaan transportasi Evaluasi yang kami lakukan bukan hanya sekadar melalui media monitoring tetapi kami menerapkan sistem Road Map to Zero Accident sebagai strategi peningkatan keselamatan transportasi baik transportasi udara, darat, maupun laut. Tentu saja Road Map to Zero Accident ini harus ada kerjasama dan partisipasi oleh semua pihak yang terkait dalam jasa transportasi di Indonesia agar pelaksanaan Road Map to Zero Accident ini dapat dilakukan secara benar. Depertemen Perhubungan melakukan Road Map to Zero Accident kepada transportasi udara, laut, dan darat. Adapun penjelasan Road Map to Zero Accident oleh Bambang S. Ervan. Berikut penjelasannya: ”Pasca kecelakaan Public Relations menelaah dengan melakukan program yang namanya Road Map to Zero Accident adalah suatu langkah/program Dephub untuk menghilangkan benih-benih kecelakaan yang diakibatkan oleh ketidakberlakunya suatu aturan kelalaian oleh fungsional atau SDM itu harus dibatasi. Jadi dari awal benih-benih itu harus dihapuskan.”86 Road Map to Zero Accident mulai diberlakukan oleh Departemen Perhubungan sebagai program peningkatan keselamatan bagi seluruh pihak khususnya pengguna jasa transportasi. Road Map to Zero Accident diberlakukan kepada semua bagian yang ada di Departemen Perhubungan. Adapun Road Map to Zero Accident bagi bidang transportasi udara terdiri
86
Ibid.
97
atas sarana dan prasarana, operator, regulasi, kelembagaan, SDM, penegak hukum, dan masyarakat. Program Road Map to Zero Accident transportasi udara berawal dari pembentukan rencana tindak pada semua bagian sarana dan prasarana, operator, regulasi, kelembagaan, SDM, penegak hukum, dan masyarakat. Kemudian setelah melakukan rencana tindak menentukan target atau sasaran dari rencana tindak yang telah dibuat. Untuk menyelesaikan semua program tersebut tentu harus ada jangka waktu atau batas waktu yang ditentukan. Maka Public relations telah menentukan jangka waktu yaitu pada tahun 2008 semua program tersebut dapat terselesaikan dan terlaksana sesuai dengan harapan awal. Setelah semua telah tersusun dengan baik tentu saja Road Map to Zero Accident harus dapat dilaksanan dengan baik agar tidak ada lagi peningkatan jumlah kecelakaan transportasi di Indonesia. Jumlah kecelakaan transportasi udara seperti Garuda Boeing 737-400 di Yogyakarta tidak terjadi kembali. Melalui program ini semua pihak harus bekerjasama dan berpartisipasi dalam menjaga keselamatan transportasi.
b. Program jangka pendek Untuk menghindari meluasnya dampak yang ditimbulkan dari krisis kecelakaan pesawat garuda indonesia ini maka dibuatlah rencana program jangka pendek. Program jangka pendek yang ditetapkan oleh pemerintah dan departemen Perhubungan yaitu antara lain Departemen
98
perhubungan bersama pelaku bisnis transportasi akan menggalang kekuatan untuk menggerakkan potensi masyarakat untuk menggunakan jasa transportasi udara, ”...hal ini dilakukan sebagai upaya untuk mempercepat proses pemulihan jasa transportasi di Indonesia...”87 ungkap Bambang S.Ervan. Ada pula program jangka pendek yang dilakukan Public Relation Departemen Perhubungan, berikut penuturan Bambang S.Ervan :
”...program jangka pendek yang kami lakukan yaitu mengkampanyekan program bertransportasi dengan aman dan selamat, menawarkan berbagai fasilitas dan discount-discount yang menarik. Program–program itu dilakukan untuk menarik kepercayaan masyarakat terhadap transportasi di Indonesia khususnya transportasi udara...”88 Menurut Public relations Departemen perhubungan program jangka pendek yang dilakukan berupa mengkampanyekan program bertransportasi dengan aman dan selamat, selain itu beliau juga menawarkan adanya fasilitas serta berbagai discount yang menarik minat masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut apa yang dikatakan oleh Bapak Bambang S.Ervan hal-hal tersebut dimaksudkan untuk menarik adanya kepercayaan masyarakat terhadap transportasi udara.
87 88
Ibid. Bambang S.Ervan Ibid.
99
c. Program jangka panjang. Menangani krisis adalah salah satu tugas Public Relations, ketika terjadi krisis hal yang paling utama adalah segera membuat perencanaan yang matang, menjalankan langkah-langkah yang telah ditetapkan tersebut untuk mengatasinya. Berdasarkan penuturan Bambang ”... melakukan upaya peningkatan keselamatan penerbangan, dengan mengecek kelaiakan dari pesawat yang akan diterbangkan, membangun kembali citra jasa transportasi sebagai tujuan penggunaan alat transportasi yang aman, mengalokasikan dana khusus promosi dan lain-lain...”89 itu semua merupakan langkah awal yang ditempuh oleh Departemen Perhubungan.
d. Membuka pusat media (media center) Pada hari kejadian tragedi kecelakaan pesawat Garuda tersebut yaitu pada tanggal 5 Maret 2007, Departemen Perhubungan mendirikan Media center di Jakarta dan Yogyakarta yang berfungsi sebagai pusat komunikasi dan informasi untuk pers, keluarga korban, dan publik. Bambang S.Ervan mengatakan ”...beberapa tugas yang dilakukan oleh media center ini salah satunya adalah mengadakan konferensi pers berkenaan dengan kasus kecelakaan pesawat Garuda Indonesia. Konferensi pers dilakukan untuk memberikan informasi seputar krisis kecelakaan pesawat Garuda Indonesia kepada masyarakat luas melalui media massa...”90 Sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Bapak Bambang S.Ervan berhubungan dengan fungsi media center terhadap adanya kasus kecelakaan pesawat Garuda salah satunya mengadakan konferensi pers
89 90
Ibid. Ibid
100
yang membahas mengenai seputar krisis kecelakaan pesawat Garuda Indonesia kepada masyarakat luas melalui media massa. Fungsi didirikannya media center ini antara lain adalah sebagai pusat penyampaian dan penerimaan informasi bagi para wartawan untuk menyiapkan laporan-laporan perkembangan setiap menit, menyediakan foto, fasilitas internet, telepon, data prosessing, mengadakan konferensi pers dan wawancara dengan para wartawan serta rapat-rapat, dan Media center ini dibuka 24 jam non-stop. Dari pusat informasi inilah media massa dunia seperti CNN, BBC dan sebagainya mendapat berita-berita yang terperinci dari menit ke menit. Beberapa pengumuman penting diperoleh media massa di Media center ini.
4.3. Pembahasan 4.3.1 Mengidentifikasi Krisis Tragedi Kecelakaan Secara keseluruhan, Terkait masalah krisis kecelakaan transportasi (Garuda Indonesia Boeing 737-497) di Yogyakarta, sebagai Public Relations harus bisa mengidentifikasi atau menemukan krisis yang sedang terjadi.
Mengidentifikasi krisis bukan hal mudah karena itu, Public
Relations tidak bekerja sendiri. Selain mengumpulkan data dan informasi yang terkait dengan krisis Public Relations juga melakukan kerja sama dengan beberapa pihak tujuannya untuk melihat sejauh mana tahap krisis kecelakaan berada, sehingga dapat menyelesaikan krisis dengan cepat.
101
Penelitian identifikasi krisis yang dilakukan dapat dengan cepat mengetahui hasil penelitian krisis kecelakaan, hasil yang diperoleh dari Tim Investigasi yaitu kecelakaan pesawat Garuda Boeing 737-400 yang terbakar di Bandara Adi Sucipto Yogyakarta saat melakukan pendaratan, pendaratan yang dilakukan oleh Pilot terlalu cepat karena ada perintah untuk melakukan pendaratan sehingga yang terjadi adalah hard landing, setelah
mendarat
terjadi
Bounching
sebanyak
tiga
kali
yang
mengakibatkan Ban pesawat mengalami kerusakan dan akhirnya pesawat keluar landasan sepanjang tiga ratus meter, setelah berhenti terjadilah ledakan sebanyak tiga kali yang mengakibatkan terbakarnya pesawat. Pesawat Garuda Boeing 737-400 dengan penumpang 140 orang termasuk 7 awak pesawat didalamnya, mengalami kebakaran yang hebat dalam kebakaran pesawat Garuda tersebut menelan banyak sekali korban, korban meninggal dunia 22 orang dan sisanya korban mengalami lukaluka yang cukup serius dan telah dilarikan kerumah sakit terdekat di Yogyakarta.
4.3.2 Menganalisis Krisis Tragedi Kecelakaan Dalam mengatasi krisis tragedi kecelakaan periode 2007 ini seorang Public Relatons terlebih dahulu melakukan analisis krisis. Untuk mengetahui dampak yang terjadi pada jumlah pengguna jasa transportasi, dan seorang Public Relations harus melakukan peninjauan terlebih dahulu terkait dengan kasus tragedi kecelakaan di Indonesia. Dalam kasus ini
102
terjadi pula dampak yang ditimbulkan dari pihak internal maupun pihak eksternal. Seorang Public Relations harus membuat program jangka panjang dan jangka pendek terhadap kasus ini. Terdapat banyaknya kemungkinan yang mengakibatkan terjadinya kecelakaan tersebut, maka dari itu Tim Investigasi penelitian melakukan penelitian secara mendalam untuk mengetahui penyebab terjadinya kecelakaan. Tim Investigasi menganalisis secara mendalam tragedi kecelakaan tersebut ternyata diakibatkan karena human error, bukan karena kerusakan pada pesawat, temuan ini sejalan dengan pernyataan BMG yogyakarta yang menyebutkan kecepatan angin pada saat kecelakaan pesawat masih dalam batas normal, melainkan karena pendaratan yang terlalu cepat hard shot. Krisis yang dialami perusahaan atau instansi dapat berkembang dengan cepat dimasyarakat akibat pem-Blow up-an dari media, sehingga seorang Public Relations harus dapat melihat perkembangan krisis dimata masyarkat. Adapun peran serta masyarakat dalam kasus ini, agar tetap menggunakan jasa transportasi.
4.3.3 Mengisolasi Krisis Tragedi Kecelakaan Agar kasus ini tidak menyebar luas, seorang Public Relations harus melakukan peng-isolasian krisis. Perkembangan krisis ini sudah meluas bahkan jumlah pengguna jasa transportasi terlihat sedikit berkurang karena
103
mereka kecewa dan mulai kurang percaya dengan jasa transportasi akan kualitasnya. Media mengambil peran penting dalam mem-blow up krisis tragedi kecelakaan ini. Maka diperlukannya langkah–langkah penanganan krisis agar krisis yang serupa di tahun ini tidak akan timbul lagi dimasa akan datang. Pengisolasian juga dilakukan dengan meng-grounded pesawat terbang yang kurang berkualitas dalam kelaiakan penerbangan. Maka dari itu kami selalu melakukan pengecekan terhadap pesawat yang akan di terbangkan, dan tiap enam bulan sekali kami melakukan pengecekan rutin akan kelaiakan pada pesawat terbang secara keseluruhan.
4.3.4 Mengatasi Krisis Tragedi Kecelakaan Dalam mengatasi krisis ini seorang Public Relations harus melakukan rencana – rencana ataupun tindakan – tindakan agar krisis ini dapat cepat terselesaikan. Dalam kasus ini pihak Dephub juga melakukan kerjasama dengan pihak yang terkait. Public Relations harus mengetahui langkah – langkah apa yang harus dilakukan agar kasus serupa tidak terjadi lagi dikemudian hari. Persiapan yang matang memang diperlukan dalam mengatasi krisis.
Mengatasi krisis yang dilakukan Public Relations Departemen Perhubungan yaitu memperbaiki SDM yang terdapat pada PT. Garuda Indonesia, memperbaiki SDM dilakukan dengan cara melakukan pemberian materi atau penegtahuan secara mendalam atau memberikan
104
training kepada awak pesawat sehingga dapat memiliki SDM yang berkualitas dan berkompetensi di bidangnya.
Dalam suatu perusahaan atau instansi pada saat mengalami krisis, seorang Public Relations harus membentuk tim manajemen krisis agar krisis yang sedang terjadi dapat terselesaikan dengan cepat. Pihak Dephub juga membuat persiapan khusus bagi para tim manajemen dalam mengatasi krisis berupa management hubungan dengan berbagai pihak. Bukan sekadar membuat tim manajemen krisis saja tetapi juga memperhatikan hal-hal yang kemungkinan bila tidak dijaga dan dimanage dengan baik akan menimbulkan masalah baru. Begitupula pada kasus kecelakaan pesawat Garuda Boeing 737-497 yang terjadi pada 7 Maret 2007 di Bandara Udara Adi Sucipto, Yogyakarta. Public Relations Departemen Perhubungan juga membuat Tim khusus dalam penanganan krisis kecelakaan ini, karena dalam menangani krisis yang sebesar ini tidak mungkin dapat ditangani sendiri, maka dari itu Public Relations Departemen Perhubungan bekerjasama dengan beberapa pihak yang terkait seperti, bagian Publikasi, pihak PT Garuda Indonesia dan pihak Perhubungan Udara. Dengan demikian kami dapat menyelesaikan kasus dengan baik. Adapun persiapan yang perlu diperhatikan seperti Management Hubungan dengan Media. Selain tim investigasi yang dibentuk sebagai penanganan krisis, Departemen Perhubungan juga menjalankan kegiatankegiatan media relations. Dengan me-maintain hubungan yang baik serta
105
menjaga kedekatan dan kepercayan kalangan media atau pers, Departemen Perhubungan dapat dengan mudah berkoordinasi dengan media terutama pada saat-saat tertentu seperti promosi, publikasi dan krisis.
Kedekatan itu penting dalam hubungan interpersonal begitu pula dengan hubungan institusional dalam dunia bisnis karena tidak bisa dipungkiri bahwa budaya Indonesia masih sangat dipengaruhi oleh tindakan moril. Aktivitas perusahaan tanpa dibantu dengan hubungan yang baik dengan media tidak akan berjalan dengan baik.
Persiapan yang terakhir adalah melakukan Management Informasi. Segala bentuk informasi penting dan mendasar mengenai perusahaan selalu dikelola dengan baik dan dilakukan perbaikan terhadap data-data atau dokumen yang sudah tidak relefan lagi. Dengan memiliki kesiapan data atau informasi seputar peusahaan dengan lengkap Dephub dapat dengan mudah mempergunakan data tersebut apabila sewaktu-waktu diperlukan. Dapat disimpulkan bahwa pihak Departemen Perhubungan telah berupaya dengan maksimal dalam mengatasi krisis kecelakaan transportasi agar dapat mengembalikan kembali citra Departemen Perhubungan. Selain itu, agar masyarakat khususnya pengguna jusa transportasi kembali percaya terhadap jasa trnsportasi dan akan tetap menggunakan jasa transportasi.
106
4.3.5 Mengevaluasi Krisis Tragedi Kecelakaan Untuk dapat mengetahui berhasil atau tidaknya langkah – langkah yang telah dilakukan Public Relations melakukan monitoring. Salah satu bukti kesiapan perusahaan dalam menghadapi krisis adalah kegiatan media monitoring. Dephub secara reguler atau setiap harinya melakukan monitor terhadap pemberitaan di media massa baik itu pemberitaan yang baik maupun yang buruk sekalipun. Dengan demikian perusahaan memiliki kesiapan dalam mengontrol issue-issue dan melakukan langkah antisipatif terhadap issue yang berpotensi krisis. Tahap terakhir dalam langkah-langkah penanganan manajemen krisis adalah Evaluasi, seorang Public Relations harus dapat mengevaluasi semua kegiatang manajemen krisis yang telah dilakukan. Dan juga melakukan media monitoring guna melihat sejauh mana peran media massa dalam memuat berita kecelakaan transportasi di Indonesia. Pada dasarnya setiap kecelakaan bukanlah keinginan dari setiap manusia. Namun, dalam hal ini sebagai regulator pemerintahan Departemen Perhubungan siap bertanggung jawab atas kecelakaan yang terjadi terkait masalah kelaikan alat transportasi pada dunia perhubungan. Kecelakaan yang mengakibatkan banyaknya jumlah korban tentu menjadi krisis bagi Departemen Perhubungan. Resiko terbesar yang ditimbulkan akibat pasca tragedi kecelakaan transportasi adanya perubahan kebinat atau reshuffel kabinet.
107
Evaluasi yang dilakukan bukan hanya sekadar melalui media monitoring tetapi Departemen Perhubungan menerapkan sistem Road Map to Zero Accident sebagai strategi peningkatan keselamatan transportasi baik transportasi udara, darat, maupun laut. Tentu saja Road Map to Zero Accident ini harus ada kerjasama dan partisipasi oleh semua pihak. Depertemen Perhubungan melakukan Road Map to Zero Accident kepada transportasi udara, laut, dan darat. Road Map to Zero Accident mulai diberlakukan oleh Departemen Perhubungan sebagai program peningkatan keselamatan bagi seluruh pihak khususnya pengguna jasa transportasi. Road Map to Zero Accident diberlakukan kepada semua bagian yang ada di Departemen Perhubungan. Adapun Road Map to Zero Accident bagi bidang transportasi udara terdiri atas sarana dan prasarana, operator, regulasi, kelembagaan, SDM, penegak hukum, dan masyarakat. Program Road Map to Zero Accident transportasi udara berawal dari pembentukan rencana tindak pada semua bagian sarana dan prasarana, operator, regulasi, kelembagaan, SDM, penegak hukum, dan masyarakat. Kemudian setelah melakukan rencana tindak menentukan target atau sasaran dari rencana tindak yang telah dibuat. Untuk mennyelesaikan semua program tersebut tentu harus ada jangka waktu atau batas waktu yang ditentukan. Setelah semua telah tersusun dengan baik tentu saja Road Map to Zero Accident harus dapat dilaksanan dengan baik agar tidak ada lagi
108
peningkatan jumlah kecelakaan transportasi di Indonesia. Jumlah kecelakaan transportasi udara seperti Garuda Boeing 737-497 di Yogyakarta tidak terjadi kembali. Melalu program ini semua pihak harus bekerjasama dan berpartisipasi dalam menjaga keselamatan transportasi. Departemen Perhubungan juga telah melakukan Reshuffel kabinet, karena ini merupakan langkah yang dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab dari Departemen Perhubungan. Krisis ini mengakibatkan adanya perubahan Menteri Perhubungan Hatta Rajasa yang diganti dengan Ir. Jusman Syafi’i Djamal.
109
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Setelah membahas dan menganalisa pada bab-bab sebelumnya, maka penulis menarik kesimpulan mengenai pelaksanaan strategi manajemen krisis Public Relations Departemen Perhubungan dalam mengatasi krisis tragedi kecelakaan transportasi Indonesia periode 2007. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan penulis, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Dalam menganalisis dan mengidentifikasi permasalahan Departemen Perhubungan sebagai landasan bagi pembuatan perencanaan langkah penanganan manajemen krisis untuk mengatasi krisis tragedi kecelakaan di Indonesia, Public Relations Departemen Perhubungan melakukannya dengan baik secara keseluruhan. 2. Peng-isolasian krisis yang dilakukan Public Relations Departemen Perhubungan dengan melakukan pembenahan terhadap SDM yang sudah ada agar SDM yang dihasilkan bisa lebih memiliki kualitas dan lebih profesional dalam melakukan tugasnya. Dilakukan pula melalui program jangka
pendek
dengan
mengkampanyekan
program-program
bertransportasi dengan aman dan selamat, menawarkan berbagai fasilitas dan discount-discount yang menarik, selain itu menetapkan strategi jangka panjang yang dibuat mencakup rescue, pemulihan kepercayaan baik
110
internal maupun eksternal untuk waktu kurang lebih 1 tahun terhadap jasa transportasi di Indonesia. 3. Dalam mengetahui hasil yang telah dicapai dari strategi manajemen krisis tersebut Public Relations Departemen Perhubungan melakukan Evaluasi. Evalusi yang dilakukan meliputi evaluasi harian, evaluasi mingguan, dan evaluasi bulanan. Selain itu evaluasi juga melakukan media monitoring dari semua media yang memuat pemberitaan tragedi ini untuk diolah dan dijadikan bahan pelajaran bagi kasus-kasus yang mungkin nanti terjadi dimasa yang akan datang. Berdasarkan hasil evaluasi tersebut dapat diketahui bahwa keberhasilan yang dicapai dalam pelaksanaan strategi tersebut adalah dengan meningkatnya jumlah pengguna jasa transportasi di Indonesia.
5.2. Saran 5.2.1. Saran Akademis Manajemen krisis merupakan bagian terpenting bagi sebuah institusi maupun perusahaan. Manajemen krisis mulai diterapkan oleh perusahaan atau institusi. Terlebih jika perusahaan atau institusi tersebut mengalami krisis yang beragam dan sangat kompleks. Dan ini merupakan tantangan bagi seorang public relations dalam menangani kasus yang terjadi di perusahaan yang mengakibatkan terjadinya krisis menajemen dan dapat menimbulkan dampak negatif bagi perusahaan.
111
Diharapkan, jurusan public relations akan lebih banyak menggali berbagai hal yang terkait dengan strategi manajemen krisis pada penelitian selanjutnya. Banyak cara untuk mengangkatnya. Hal ini dapat dilakukan dengan cara yang lebih bervariasi dengan menggunakan metode maupun teknik yang berbeda. Sehingga nantinya penelitian tentang manajemen krisis akan lebih menarik dalam penyajian dan menambah wawasan pembacanya.
5.2.2 Saran Praktis Dari kesimpulan yang telah peneliti uraikan sebelumnya, berikut saran yang dapat peneliti sampaikan yang dapat menjadi bahan masukan bagi Departemen Perhubungan dalam menangani krisis di masa yang akan datang: 1. Public Relations Departemen Perhubungan sebaiknya perlu menetapkan prosedur tetap mengenai team manajemen krisis yang secara otomatis akan dijadikan sebagai bahan acuan utama pada saat munculnya krisis, hal ini penting untuk
menunjukan
bahwa
Public Relations
Departemen
Perhubungan sebagai instansi yang bergerak dibidang perhubungan mempunyai crisis management yang baik. 2. Public Relations Departemen Perhubungan sebaikanya memberikan penegasan kepada PT. Garuda Indonesia untuk selalu melakukan pembenahan SDM dengan memberikan training kepada awak pesawat
112
agar dapat menghasilkan SDM yang berkualitas dan berkompeten dibidangnya. 3. Sebaiknya kedudukan Public Relations Departemen Perhubungan di bawah Top Management agar dalam melaksanakan fungsinya PR dapat berhubungan langsung dengan pimpinan secara efektif dan efisien tanpa melewati jenjang-jenjang yang terlalu banyak. 4. Diharapkan agar Departemen Perhubungan lebih memperhatikan kualitas dari jasa transportasi di Indonesia, agar masyarakat tidak was-was dalam menggunakan jasa transportasi tersebut. 5. Lebih mempersiapkan diri dalam menghadapi krisis di masa-masa mendatang dengan membuat perencanaan-perencanaan dan strategi yang matang dengan selalu melakukan evaluasi disetiap kegiatannya, dan tinjauan terhadap kasus tragedi kecelakaan yang terjadi agar kelak kasus tersebut tidak akan terjadi lagi di perusahaan.
113
114
Daftar Pustaka Jefkins Frank. Public Relations Erlangga edisi Kelima. 2004 H. Moore Frazier. Hubungan Masyarakat prinsip, kasus, dan masalah.PT Remaja Rosdakarya.Bandung. Henslowe, Philip, Public Relations, Crest Publishing House, New Delhi, 2000 Iriantara.Yosal.2004. Manajemen Strategis PR. Jakarta: Galia Indonesia Iriantara Yosal.Manajemen Strategi PR.Galia Indonesia.Jakarta Moleong J. Lexy.Metode Penelitian Kualitatif.Remaja Rosdakarya.Bandung.2001 Michael Regester & Judy Larkin.The Art and Science Of Public Relations, Risk Issues and Crisis Management.Crest Publishing.Volume 5 Morrisan. Pengantar Public Relations Profesional.Ramdina Prakarsa.2006
Strategi
Menjadi
Humas
Onong Uchjana Effendy.Hubungan Masyarakat Suatu Studi Kasus komunikologis.PT Remaja Rosdakrya.1986 Olii, Helena,Opini Publik,Indeks,Jakarta,2007 Raymond Simon and Joseph M. Zappala.Public Relations Workbook Writing & Techniques.NTC Business Book.Illinois USA 1996 Ruslan Rosady. Praktik dan Solusi Public Relations dalam Situasi Krisis dan Pemulihan Citra. Rahmat, Jalaludin, Psikologi Komunikasi, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 1985 Robert K.Yin.Studi Persada.Jakarta.2006
Kasus
Desain
&
Metode.PT
RajaGrafindo
Ruslan Rosady. Manajemen Humas dan Manajemen Komunikasi.PT Raja Grafindo Persada.Jakarta.2001 Soemirat, Soleh dan Elvinaro Ardianto.2002. Dasar-dasar PR. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya . Djuarsa Sasa. Pengantar Ilmu Komunikasi.Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.2003
Draft Wawancara Kepala Pusat Komunikasi Public Departemen Perhubungan Bambang S.Ervan
A. Identifikasi Krisis 1. Sebagai seorang Public Relations Departemen Perhubungan , menurut anda apakah krisis itu? 2. Apakah Public Relations melakukan identifikasi guna mengetahui penyebab terjadinya krisis pasca tragedi kecelakaan transportasi di Indonesia periode 2007? 3. Apakah kasus tregedi kecelakaan transportasi periode 2007 ini termasuk ke dalam krisis? Mengapa? 4. Menurut anda, bagaimanakah proses (tahapan) dari sesuatu hal atau kejadian sampai dikatakan krisis? 5. Pada tahap apa krisis yang terjadi akibat tragedi kecelakaan transportasi periode ini? Mengapa? 6. Apakah sebagai seorang Public Relations melakukan tinjauan terhadap angka peningkatan maupun penurunan jumlah pengguna transportasi umum baik darat, laut, udara pasca tragedi kecelakaan transportasi periode 2007? 7. Apakah Departemen Perhubungan melakukan kerjasama dengan pihak lain untuk mengatasi krisis?
B. Menganalisis Krisis 1. Apakah Public Relations dalam masalah ini melakukan analisis krisis? 2. Apakah Public Relations membentuk manajemen khusus untuk menangani krisis pasca tragedi kecelakaan transportasi di Indonesia periode 2007? 3. Apa program jangka panjang yang dibuat Public Relations Departemen Perhubungann untuk krisis kecalakaan transportasi periode 2007? 4. Apa program jangka pendek yang dibuat Public Relations Departemen Perhubungann untuk krisis kecalakaan transportasi periode 2007? 5. Sejauh mana perkembangan krisis tersebut di mata masyarakat dan pers? 6. Sebelum
terjadi
kecelakaan
transportasi,
media
manakah
(lokal/internasional) yang menjadi prioritas utama Public Relations? 7. Dampak apa yang ditimbulkan dari tragedi kecalakaan ini, baik internal maupun eksternal? 8. Bagaimana peran serta masyarakat Indonesia dalam menyikapi tragedi kecelakaan transportasi ini?
C. Mengisolasi Krisis 1. Apakah Public Relations melakukan pengisolasian krisis tragei kecelakaan transportasi di Indonesia agar tidak berkembang dan meluas? 2. Langkah-langkah apa yang dilakukan agar kasus yang serupa di tahun ini tidak terjadi kembali di masa yang akan datang?
D. Pilihan Strategi 1. Apakah Public Relations memberikan informasi secara objektif terhadap pihak pers? 2. Media mana saja yang diberikan informasi secara objektif oleh Public Relations Departemen Perhubungan?
E. Mengatasi Krisis 1. Apa rencana (tindakan) yang ditempuh Public Relations untuk mengatasi krisis? 2. Bagaimana mengetahui keberhasilan yang dicapai dalam langkah-langkah identifikasi krisis yang dibuat untuk mengatasi krisis ini? 3. Melalui apa saja identifikasi krisis dilakukan dan bagaimana langkahlangkahnya? 4. Apakah Public Relations medirikan media center pasca tragedi kecalakaan transportasi di Indonesia periode 2007?
F. Evaluasi 1. Bagaimana evaluasi manajemen krisis? 2. Apakah anda melakukan media monitoring? Dan bagaimana? 3. Apakah evaluasi juga dilakukan dengan cara melakukan penilaian terhadap program-program kerja atau kegiatan-kegiatan Public Relations yang telah dilakukan?
Draf Wawancara Bapak J.A. Barata selaku Juru Bicara KNKT
1. Apakah KNKT merupakan pihak yang terkait langsung dengan krisis kecelakaan yang kerap terjadi di dunia perhubungan baik darat, laut maupun udara? 2. Bagaimana pandangan KNKT melihat krisis kecelakaan transportasi di Indonesia? 3. Sejauh mana peran KNKT terlibat dalam menangani krisis kecelakaan transportasi di Indonesia? 4. Bagaimana tindakan yang dilakukan oleh KNKT dan humas Dephub terkait dengan krisis kecelakaan yang terjadi di Indonesia pada tahun 2007? 5. Bagaiman
langkah-langkah
atau
strategi
yang
ditempuh
dalam
mengatasi krisis kecelakaan transportasi di indonesia? 6. Bagaimana dampak yang terjadi di internal maupun eksternal pasca tragedi kecelakaan transportasi di indonesia periode 2007? 7. Adakah penanganan khusus dari setiap kecelakaan transportasi di darat, laut, dan udara? 8. Kendala apa saja yang dihadapi oleh KNKT dalam menangani krisis kecelakaan transportasi di Indonesia? 9. Apakah
KNKT
melakukan
transportasi di Indonesia?
evaluasi
pasca
tragedi
kecelakaan
Transkip Wawancara Kepala Pusat Komunikasi Public Departemen Perhubungan, Bambang S. Ervan
A. Identifikasi Krisis 1. Sebagai seorang Public Relations Departemen Perhubungan , menurut anda apakah krisis itu? Jawab :
Krisis kalau menurut saya itu ada 2, krisis yang terkait dengan
tingkat kalau transportasi itu adalah ketersediaan sarana prasarana transportasi. Kedua, krisis yang terkait dengan imagenya Departemen Perhubungan. Karena bisa saja bahwa krisis terjadi diketersediaan sarana prasarana tapi tidak merubah image, tapi itu bisa mengganggu pelayana. Sementara sebenarnya di dalam transportasi sendiri tidak ada krisis, tapi karena salah pemberitaan itu bisa menyebabkan omage Departemen Perhubungan itu jelek bisa menjadi krisis sehingga bisa menimbulkan adanya tolakan dari masyarakat terhadap kebijakan-kebijakan yang ditetapkan oleh Departemen Perhubungan. Ini sangat penting, karena kalau masyarakat tidak memahami dengan benar mengenai kabijakan itu akhirnya kebijakan yang ditujukan untuk kepentingan
masyarakat
ditolak
oleh
masyarakat.
Karena
Departemen
Perhubungan ini Departemen teknis sebagai regulator sekaligus juga kita ada sebagian masih penyedia jasa untuk transportasi.
2. Bagaimana Public Relations melakukan identifikasi guna mengetahui penyebab terjadinya krisis pasca tragedi kecelakaan transportasi di Indonesia periode 2007? Jawab :
Dalam kasus kecelakaan ini, tentu saja kami sebagai PR
Departemen Perhubungan melakukan identifikasi. Ya dengan kerja sama dengan beberapa pihak dengan memantau secara langsung dan terlebih dahulu mengumpulkan informasi secara benar agar tidak simpangsiur. 3. Apakah kasus tragedi kecelakaan transportasi periode 2007 ini termasuk ke dalam krisis? Mengapa? Jawab :
Kejadiannya itu pertama adalah Adam Air. Kalau Garuda hanya
sekali. Ya jelas itu adalah krisis yang sangat besar. Kalau di transportasi kita itu ada yang disebut Venerable Analysis, analisis kerentanan. Kerentanan ini karena transportasi terkait dengan masalah keselamatan dan keamanan. Apabila di suatu Failed, suatu kegagalan itu menyangkut manusia. Berbeda dengan teman kami di sebelah Mankominfo, kalau terjadi failed itu tidak menyangkut nyawa manusia hanya kerugian/apa saja. Tapi kalau transportasi ini menyamgkut nyawa manusia itu menjadi sorotan. Dan kalau di transportasi khususnya transportasi penerbangan, dipenerbangan ini tidak bisa dikaitkan hanya Departemen Perhubungan/internal Republik Indonesia, karena kalau transportasi udara ini menyangkut dunia internasional, jadi kita itu disorot sekali oleh dunia internasional. Hal itu bisa diketahui bahwa pada saat kita melakukan peringkatan, peringkatan terhadap penerbangan, itu langsung USA mengeluarkan Travel
Warning, sedangkan Australia mengeluarkan Travel Advice. Jadi disarankan orang Australia tidak menggunakan penerbangan indonesia, USA melarang. Itu merupakan krisis, sangat riskan terhadap dunia penerbangan Indonesia kalau kita tidak tangani secara benar. 4. Pada tahap apa krisis yang terjadi akibat tragedi kecelakaan transportasi periode ini? Mengapa? Jawab :
Memang kejadian kecelakaan yang lalu sudah sangat menjadi
krisis. Sebenarnya ini merupakan tahap yang sangat riskan hingga bisa membuat image Departemen Perhubungan sendiri menjadi jelek. Kenapa dikatakan demikian, jelas tahap krisis yang terjadi di Departemen Perhubungan ini sudah menyangkut masalah nyawa manusia, jadi krisis ini begitu berat dan kita harus hati-hati dalam menyelesaikannya.
5. Menurut anda, bagaimanakah proses (tahapan) dari sesuatu hal atau kejadian sampai dikatakan krisis? Jawab :
Sesuatu yang sudah dibentuk dengan baik sampai adanya kejadian
/failed separti yang saya sampaikan tadi, itulah yang dikatakan krisis. Sesuatu itu harus kita teliti teliti dengan mengidentifikasi dan membuat langkah-langkah secara terarah, agar bisa dikontrol dan dikendalikan dengan baik.
6. Bagaimana seorang Public Relations melakukan tinjauan terhadap angka peningkatan maupun penurunan jumlah pengguna transportasi umum baik darat, laut, udara pasca tragedi kecelakaan transportasi periode 2007? Jawab :
Ya, kalau hanya memantau peningkatan maupun penurunan itu
hanya sebagian kecil. Kalau masalah penurunan jumlah penumpang sampai saat ini tidak terjadi penurunan bahkan terjadi peningkatan sebesar 20% selama tahun 2007. Tapi kita ini di dalam Departemen Perhubungan kita ini terlibat langsung dengan Direktorat Teknis untuk menangani masalah kecelakaan. Kita langsung, sebagai contoh waktu terjadi serius accident. Jadi kalau di penerbangan itu ada incident, serious incident, accident. Jadi ada kejadian, serius kejadian, kecelakaan. Pada saat Garuda Beoing 737-400 di Yogyakarta itu adalah serious incident di mana yang disebut dengan Hard Landing, kemudian terjadi Devormasi dengan bentuk pesawat. Begitu kita dapat informasi kita langsung mengambil inisiatif dari kami di sini Departemen Perhubungan, kita langsung mendatangi Dirjen Perhubungan Udara langsung mengadakan rapat, jadi kita untuk menanggulangi dan menyarankan kepada Dirjen Perhubungan Udara harus mengambil langkah yang tegas dan langsung diumumkan kepada publik bahwa pemerintah tidak bermain-main dengan masalah kecelakaan. 7. Apakah Departemen Perhubungan melakukan kerjasama dengan pihak lain untuk mengatasi krisis? Jawab :
Karena di transportasi itu kalau terjadi kecelakaan memang tidak
bisa hanya dari Departemen Perhubungan sendiri, harus di backup. Memang prosedurnya seperti itu. Kita bekerja sama dengan KNKT ada di bawah
Departemen Perhubungan, ada SARNAS, dan juga terkait dengan SARNAS ini ada potensi SAR. Potensi SAR ini memiliki kemampuan melakukan SAR khususnya adalah ditempat kejadian. Yang mempunyai kemampuan itu adalah TNI dan Polisi. Mereka itu yang langsung bergerak melakukan sesuatu yang disebut Search And Rescue, penyelamatan dan itu yang harus kita koordinir.
B. Menganalisis Krisis 1. Bagaimana
Public
Relations
melakukan
analisis
krisis
kecelakaan
transportasi di Indonesia? Jawab :
Tentu saja kita melakukan analisis krisis, agar jelas masalah yang
sedang kita hadapi. Kita membuat suatu program yang disebut Road Map To Zero Accident, yaitu suatu langkah atau program Dephub untuk menghilangkan benihbenih kecelakaan yang diakibatkan ketidak berlakunya suatu aturan kelalaian oleh pelaksana dari Sumber Daya Manusia, itu harus dibatasi, dan dari awal-awal itu benih harus sudah dihapuskan, itulah sebagai langkah keselamatan.
2.
Apakah Public Relations membentuk manajemen khusus untuk menangani krisis pasca tragedi kecelakaan transportasi di Indonesia periode 2007? Jawab :
Berdasarkan yang saya lihat dari kejadian kemarin, kecelakaan
pesawat Garuda Boeing 737-400. Bahwa Public Relations Departemen perhubungan tidak membentuk tim manajemen khusus untuk menanggulangi manajemen krisis yang sedang dialami, yang ada hanyalah Tim Investigasi yang
memiliki kewenangan dalam mengatasi krisis kecelakaan pesawat Garuda GA 200, yang terdiri instansi pusat dan daerah serta para stakeholdernya. Dalam tim manajemen krisis ini terdiri dari Bambang S.Ervan selaku public relations Departemen Perhubungan yang secara langsung menangani tragedi kecelakaan pesawat Garuda ini, Prof. Mardjono selaku ketua Tim investigasi dan di bantu oleh beberapa pihak seperti pihak Ditjen Perhubungan Udara Bapak Budi M. Suyitno untuk mengetahui dan mencari tahu fakta yang ada pada kecelakaan Garuda tersebut, pihak PT. Garuda Indonesia Bapak Pudjo Broto selaku Public Relations untuk membantu pencarian data para penumpang pesawat Garuda dan mendata siapa-siapa saja yang menjadi korban dalam kecelakaan pesawat Garuda tersebut, pihak KNKT Bapak Tatang Kurniadi selaku Ketua KNKT dan Bapak J.A. Barata selaku Jubir KNKT yang bertugas pengidentifikasian penyebab tejadinya kecelakaan. Dari pihak Jasaraharja Bapak Nasir Hakam selaku Public Relation yang membantu menginformasikan kepada keluarga korban mengenai kecelakaan pesawat Garuda Indonesia Boeing 737-400. Menkopolhukam Bapak Widodo AS menangani penyelidikan non-tekhnis untuk mengetahui apakah tragedi kecelakaan ini diakibatkan karena adanya sabotase. Tim Forensik dari RS. Sarjito Yogyakarta untuk melakukan identifikasi jenazah korban kecelakaan pesawat Garuda. Mabes Polri, Kepolisian Federal Australia, Dirut Garuda Emir Satar yang bertugas memberikan santunan kepada para korban yang selamat sebesar dua puluh lima juta rupiah sebagai dana perihatin dan keluarga korban yang meninggal sebesar enamratus juta rupiah, pemberian santunan diberikan
sebulan setelah kecelakaan pesawat Garuda itu terjadi, Dengan begitu krisis ini dapat segera dipulihkan. 3. Apa program jangka panjang yang dibuat Public Relations Departemen Perhubungan untuk krisis kecalakaan transportasi periode 2007? Jawab :
Program jangka panjang yang dibuat mencakup rescue, pemulihan
kepercayaan baik internal maupun eksternal untuk waktu kurang lebih 1 tahun 4.
Apa program jangka pendek yang dibuat Public Relations Departemen Perhubungann untuk krisis kecalakaan transportasi periode 2007? Jawab :
Program jangka pendek adalah membenahi SDM pada PT. Garuda
Indonesia. Mengkampanyekan program-program bertransportasi dengan aman dan selamat, menawarkan berbagai fasilitas dan discount-discount yang menarik. 5.
Bagaimana perkembangan krisis tersebut di mata masyarakat dan pers? Jawab :
Jelas kalau krisis tentang kecelakaan transportasi pasti tersebar
sangat cepat. Sehingga menyebabkan ketidakpercayaan dimata masyarakat dan pers. Perkembangannya melonjak dan tidak hanya menyebabkan kenyamanan dan keamanan saja namun krisis komunikasi dan ketidakpercayaan. 6.
Sebelum
terjadi
kecelakaan
transportasi,
media
manakah
(lokal/internasional) yang menjadi prioritas utama Public Relations? Jawab :
Media yang menjadi target utama dalam krisis ini adalah para
jurnalis media internasional salah satunya BBC, karena korban dalam kecelakaan itu bukan hanya orang kita saja, namun banyak juga orang-orang asing. Namun peran media lokal(semua media lokal) juga sangat berpengaruh. Jadi kami dari Dephub tidak terlalu membedakan secara spesifik semua media dianggap
memiliki peran yang sama dalam menyebarkan informasi. Dan kami sangat terbuka dalam memberikan informasi mengenai tragedi kecelakaan yang terjadi. 7.
Apa dampak yang ditimbulkan dari tragedi kecelakaan ini, baik internal maupun eksternal? Jawaban :
Dampaknya sangat terasa kalau untuk internalnya pasti masyarakat
kurang percaya dengan jasa transportasi, mereka pasti lebih berhati-hati sehingga dampaknya ada penurunan tingkat pengguna jasa trasnportasi umum. Sedangkan untuk eksternalnya seperti USA dan Australia mereka membuat travel warning dan melarang keras menggunakan jasa penerbangan indonesia. 8. Bagaimana peran serta masyarakat Indonesia dalam menyikapi tragedi kecelakaan transportasi ini? Jawab :
Peran aktif dari masyarakat sangat kami butuhkan khususnya untuk
pemulihan untuk menggunakan jasa transportasi baik darat, laut maupun udara. Masyarakat ikut serta dalam mengamati kejadian ini dan banyak surat-surat yang masuk kepada kami baik meminta informasi maupun memberikan solusi.
C. Mengisolasi Krisis 1. Bagaimana sebagai seorang Public Relations melakukan pengisolasian krisis tragedi kecelakaan transportasi di Indonesia agar tidak berkembang dan meluas? Jawab :
pengisolasian krisis kecelakaan pesawat Garuda Indonesia ini,
kami selalu melakukan uji kelaiakan terhadap pesawat terbang pada jangka waktu enam bulan sekali telah ditetapkan pada awal tahun 2008. Dan sebelum
memberangkatkan pesawat terbang kami selalu melakukan pengecekan terlebih dahulu, misalnya seperti kami melakukan pengecekan terhadap Rem pesawat, mesin pesawat, Bahan bakar pesawat, kegiatan tersebut kami lakukan agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan 2. Bagaimana langkah-langkah yang dilakukan agar kasus yang serupa di tahun ini tidak terjadi kembali di masa yang akan datang? Jawab:
Lebih teliti baik dari pihak kami maupun pihak pelayanan jasa
trasnportasi umum untuk membenahi sistem SDM yang telah ada dan memeriksa kembali kondisi dari transportasi itu sendiri dan kelayakan penggunaannya.
D. Pilihan Strategi 1. Apakah Public Relations memberikan informasi secara objektif terhadap pihak pers? Mengapa? Jawab :
Informasi yang diberikan PR terhadap pihak pers sangatlah
objektif dan terbuka tentang apa yang terjadi dan berbagai kemajuan mengenai apa yang sudah diraih dan kita disini Puskom tidak menutup-nutupi informasi yang ada. Karena hal tersebut malah akan menimbulkan bias di masyarakat yang mengarah pada kesimpang siuran informasi. Disamping itu juga pers melakukan cek silang dengan berbagai sumber sehingga objektivitas informasi dari kami dapat dipercaya.
2. Media mana saja yang diberikan informasi secara objektif oleh Public Relations Departemen Perhubungan? Jawab :
Saya memberikan berita secara objektif hampir keseluruh media,
khususnya media yang terkemuka di Indonesia yaitu Kompas. Saya memilih Kompas karena jaringannya telah tersebar luas hingga kepelosok. Sehingga masyarakat yang di pelosok daerah bisa mendapatkan informasi mengenai kasus ini secara akurat.
E. Mengatasi Krisis 1. Apa rencana (tindakan) yang ditempuh Public Relations untuk mengatasi krisis? Jawab :
Rencana pertama yang kita lakukan adalah mengkonfirmasikan
tentang kejadian ini. Selanjutnya kita melakukan rapat dengan beberapa pihak yang terkait guna menyelesaikan masalah ini. Dan kita juga melakukan pengecekan terhadap kelaiakan dari kendaraan transportasi itu sendiri. 2. Bagaimana mengetahui keberhasilan yang dicapai dalam langkah-langkah identifikasi krisis yang dibuat untuk mengatasi krisis ini? Jawab :
Kalau untuk mengetahui keberhasilan yang dicapai dalam
melakukan langkah-langkah manajemen krisis kita tidak bisa bilang berhasil atau tidak, tapi kita sudah sangat maksimal dalam menangani krisis ini, semua tergantung dari semua pihak akan seberapa pentingnya keselamatan jiwa kita. Ya, sudah pasti dari kami disini melakukan beberapa langkah untuk pemulihan krisis ini. Yang jelas kita sudah berusaha dengan baik.
3. Melalui apa saja identifikasi krisis dilakukan dan bagaimana langkahlangkahnya? Jawab :
Memang jelas dari segi tingkat seriusnya kecelakaan itu kita
mengambil langkah-langkah. Jadi kalau serius seperti kecelakaan pesawat Garuda di Yogyakarta, kita langsung menyusun suatu strategi tentang komunikasi. Strateginya, bahwa dari pengalaman-pengalaman. Dari pengalaman waktu saya memantau terhadap kecelakaan–kecelakaan itu yang menjadi critical point adalah sumber berita dari media massa itu yang berbeda-beda, sehingga banyak pendapat-pendapat yang kejadian maupun informasi tentang kecelakaan itu bersumber dari macam-macam sumber. Karena di transportasi itu kalau terjadi kecelakaan memang tidak bisa hanya dari Departemen Perhubungan sendiri, harus di backup. Memang prosedurnya seperti itu. Sebagai contoh waktu kecelakaan pesawat terbang, ada KNKT walau KNKT ada di bawah Departemen Perhubungan, ada SARNAS, dan juga terkait dengan SARNAS ini ada juga terkait dengan potensi SAR. Potensi SAR ini memiliki kemampuan melakukan SAR khususnya adalah ditempat kejadian. Yang mempunyai kemampuan itu adalah TNI AU, pokoknya TNI dan Polisi. Mereka itu yang langsung bergerak melakukan sesuatu yang disebut Search And Rescue, penyelamatan dan itu yang harus kita koordinir. Pada saat kemarin misalnya kecelakaan Garuda kita melakukan inisiatif, yang waktu Garuda di Yogyakarta kita kumpulkan bahwa, Menteri berbicara dengan semua orang-orang yang terlibat
perkey person
langsung diusulkan pada waktu itu tempatnya di Gubernur DIY, Sultan yang merangkap Gubernur. Jadi kita laksanakan Jumpa Pers di pendopo dan kita
melakukan dulu pengumpulan informasi, karena pengalaman waktu terjadinya kecelakaan Garuda itu banyak terjadi simpang siur tidak melakukan pengecekan langsung keluar dan itu akhirnya validitas dari informasi kurang betul. Dengan pengalaman itu kami melakukan pada saat di Yogya agar tidak terjadi kesalah pahaman tentang informasi. Karena pasti wartawan banyak yang datang. 4. Apakah Public Relations medirikan media center pacsa tragedi kecalakaan transportasi di Indonesia periode 2007? Jawab: Ya, kita langsung membuat media center bagi para keluarga korban pengguna transportasi untuk memberikan informasi yang akurat tentang jumlah korban kecelakaan. Kita membuka media center di kantor Departemen Perhubungan dan juga di lokasi kejdian.
F. Evaluasi 1. Bagaimana evaluasi manajemen krisis? Jawab :
Evaluasi manajemen krisis yang dimaksud apa kita berhasil atau
tidak. Ya, kita tidak bisa bilang apa berhasil atau tidak. Tapi evaluasi itu bahwa kalau saya lihat dari satu kejadian kepada kejadian lain, kita sudah ada perbaikan. Makin lama kita makin belajar dari kejadian-kejadian yang lalu. Ya kalau saya lihat mulai kearah perbaikan dan kita sudar aktif bukan re-aktif.
2. Apakah anda melakukan media monitoring? Dan bagaimana? Jawab :
Kita melakukn media monitoring dengan melihat dari pemberitaan
tentang kecelakaan transportasi apakah dimuat di media dan media mana saja yang memuat pemeberitaan tersebut, seperti ada 23 (dua puluh tiga) media massa surat kabar yang dilanggani oleh Pusat Komunikasi Publik Departemen Perhubugan selama tahun 2007, yaitu Bisnis Indonesia, Business News, Indo Pos, Investor Daily, Jurnal Nasional, Kedaulatan Rakyat, Pos Kota, Rakyat Merdeka, suara Pembaruan, The Jakarta Post, Terbit, dan Warta Kota. Evaluasi pemberitaan tersebut mencakup jumlah kecelakaan, jenis kecelakaan, penyebab kecelakaan dan akibat kecelakaan. Jumlah kecelakaan Transportasi sesuai Media Massa selama tahun 2007 telah terjadi kecelakaan transportasi sebanyak 97 kali kejadian terdiri atas kecelakaan darat sebanyak 16 kali, kecelakaan kereta api sebanyak 37 kali, kecelakaan kapal sebanyak 28 kali, dan kecelakaan pesawat sebanyak 16 kali. Dilihat dari jenis kejadiannya, pada tahun 2007 untuk kecelakaan darat: tabrakan Bus dengan Bus sebanyak 11 kali, Bus terguling sebanyak 1 kali, Bus terjun kejurang sebanyak 1 kali, Bus seruduk motor sebanyak 3 kali. Kecelakaan Kereta Api: anjlok sebanyak 13 kali, menabrak mobil sebanyak 17 kali, dan menabrak motor sebanyak 7 kali. Untuk kecelakan kapal: tenggelm ebanyak 15 kali, terbakar sebanyak 6 kali, dan tabrakan sebanyak 7 kali, sementara itu untuk
kecelakaan pesawat: jatuh sebanyak 1 kali, terbkar
sebanyak 2 kali, tergelincir sebanyak 3 kali, dan gagal terbang sebanyak 10 kali.
Akibat kecelakaan transportasi untuk kecelakaan darat selama tahun 2007 diberitakan telah mengakibatkan 90 orang luka-luka dan 144 orang meninggal. Kecelakaan kereta: pada kecelakaan kereta api sela tahun 2007 diberitakan luka ringan sebanyak 63 orang, luka berat sebanyak 38 orang, dan 94 orang meninggal. Untuk kecelakan kapal: telah mengakibatkan 101 orang meninggal dan 66 orang menghilang. Sementara itu, kecelakan pesawat selama tahun 2007 diberitakan telah mengakibatkan luka berat sebnyak 89 orang dan 192 orang meninggal. Dari kami sendiri melakukan media monitoring dari semua media yang memuat pemberitaan tragedi ini untuk diolah dan dijadikan bahan pelajaran bagi kasus-kasus yang mungkin nanti terjadi dimasa yang akan datang. Ya meskipun saya sendiri tidak menginginkan hal tersebut terjadi lagi, namun siapa yang tahu musibah pasti akan datang.
Transkip Wawancara Jubir KNKT Bapak J.A. Barata
1. Bagaimana kronologis tragedi jatuhnya pesawat Garuda Boeing 737-400 di Bandara Adi Sucipto Yogyakarta? Jawab : Kecelakaan tersebut terjadi akibat kecepatan pesawat terbang yang berlebihan saat ingin mendarat di Bandara Udara Adi Sucipto Yogyakarta. Pilot dan co-pilot telah berusaha untuk mengendalikan lajunya pesawat namun ketika sedang mendarat pesawat terbang turun terlalu rendah dari batas yang telah ditentukan. Kronologisnya sendiri kami tidak bisa memaparkannya dengan jelas. Ya mungkin butuh waktu panjang untuk menjelaskan semua ini. Namun, sebenarnya secara prosedural kami telah melakukan simulasi penerbangan yang maksimal kepada semua awak penerbangan. Tentu saja segala peraturan telah kami sosialisasikan dengan baik. Dan semua staf penerbangan harus mematuhinya. 2. Bagaimana anda melakukan analisis kecelakaan jatuhnya pesawat Garuda Boeing 737-400 di Bandara Udara Adi Sucipto Yogyakarta? Jawab : Tentu saja kami melakukan analisis dari setiap kecelakaan. Untuk kecelakaan pesawat Garuda Boeing 737-400 yang terjadi di Adi Sucipto Yogyakarta kami analisis berdasarkan kerusakan pada pesawat terbang. Ditemukan pada hidung sebelah kiri menggelinding poros menghubungi landasan terbang dan patahan sehingga pesawat tidak berhasil untuk mendaratkan roda.
Adanya kerusakan pada roda menyebabkan pesawat tergelincir keluar jalur landasan. Kerusakan tersebut kami teliti dan amati yang tentu saja sebagai bahan evaluasi agar setiap pesawat terbang harus melalui pengecekan yang maksimal. Dan alhamdulillah sekarang kami melakukan pengecekan pada pesawat secara penuh yang sebelumnya dilakukan satu tahun sekali tetapi kini dengan periode yang sering yaitu enam bulan sekali. 3. Apa yang menyebabkan pesawat Garuda Boeing 737-400 jatuh di Yogyakarta? Jawab : Nah itu tadi yang saya katakan penyebab jatuhnya pesawat setelah kami analisis dan selidiki bahwa pesawat harus melalui pengecekan yang maksimal agar kerusakan yang seperti ini tidak kembali terjadi.