BAB III SAJIAN DAN ANALISIS DATA A. SAJIAN DATA Dari data yang sudah dikumpulkan oleh peneliti, seni graffiti yang awalnya sebagai bentuk pemberontakan dan dengan perkembangan jaman seni graffiti sudah menjadi lebih luas dalam tujuan ataupun pembuatannya. Dalam analisa data ini, peneliti mencoba mendeskripsikan persepsi vandalisme terhadap seni graffiti sebagai pesan sosial di kota Surakarta. Peneliti melakukan wawancara mendalam dengan beberapa informan untuk mengetahui persepsi vandalisme mahasiswa Desain Komunikasi Visual Universitas Sebelas Maret terhadap graffiti sebagai pesan sosial yang mengetahui dan juga membuat seni graffiti tersebut. 1. Penilaian Mahasiswa Desain Komunikasi Visual UNS Di dalam pergerakan atau perkembangan akan seni graffiti yang begitu diminati saat ini, tidak dapat lepas dari peran bomber atau seniman graffiti itu sendiri yang menjadi peran utama hadirnya seni graffiti di tengah-tengah masyarakat yang subkultur. Kontribusi sebagai bentuk suara dari rakyat dan ideologi mereka sendiri yang mereka ungkapkan melalui karya-karya seni graffiti. Seni graffiti memang berbeda dengan seni lukis atau gambar pada umunya yang tertuang dalam media kanvas yang hanya dinikmati kalangan tertentu, tetapi
43
44
dengan seni graffiti yang umunya dilukiskan pada suatu ruang public yang bisa di nikmati secara visual oleh masyarakat luas. Pada tahap ini, peneliti melakukan wawancara yang mendalam (indepth interview) dengan beberapa mahasiswa desain komunikasi visual UNS yang juga sebagai seniman graffiti atau bomber. Peneliti mencoba menjabarkan pemahaman tentang seni graffiti itu sendiri apa, dan setelah itu peneliti menganalisis dari aspek seni graffiti sebagai bentuk pemberontakan hingga menjadi seni graffiti sebagai pesan sosial. Langkah selanjutnya, peneliti melihat keluh kesah seniman graffiti tentang penilaian terhadap seni graffiti. Dari hasil penelitian, muncul beberapa data temuan antara lain : 1.1 Pemahaman Seni Graffiti Pada poin ini, peneliti mencoba mengobservasi lebih jauh tentang seni graffiti atau yang disebut juga sebagai street art yang dilihat dari sudut pandang mahasiswa Desain Komunikasi Visual Universitas Sebelas Maret. Dalam hal ini, peneliti mencoba membuka pemikiran dari mahasiswa Desain Komunikasi Visual tentang bagaimana mereka memandang dan menilai seni graffiti itu sendiri serta pengaruh seni graffiti sebagai pesan sosial tehradap persepsi vandalisme yang sudah ada di benak masyarakat. a. Pandangan mahasiswa Desain Komunikasi Visual terhadap seni graffiti.
45
Pemahaman tentang seni graffiti pun bermacam-macam dikarenakan latar belakang mahasiswa desain komunkasi visual berbeda. Hal ini tidak lepas dari seni graffiti sendiri yang bisa dipandang dengan berbagai macam perspektif. 1) Seni graffiti sebagai sebuah karya seni menggambar atau kontemporer di ruang publik. Dari data wawancara yang di peroleh peneliti, diketahui bahwa setiap mahasiswa memliki beberapa pandagan tentang seni graffiti sendiri. Pada umunya bagi mahasiswa Desain Komunikasi Visual secara awam graffiti merupakan sebuah seni menggambar di tembok. Hal ini disampaikan oleh salah seorang mahasiswa Desain Komunikasi Visual Arkari Kokoh Ardanu : “…Sebuah seni menggambar di tembok”. (Wawancara dengan Arkari Kokoh Ardanu , 5 Januari 2016 jam 15.45 wib di suatu café) Dari pernyataan di dapat kita asumsikan secara singkat bahwa seni graffiti adalah sebuah seni menggambar pada dinding ruang public. Dalam arti yang lebih luas, seni graffiti itu adalah sebuah karya seni kontemporer yang ditempatkan atau digambar di ruang public seperti yang dikemukakan oleh Muhammad Alfian Nur Darmawan :
46
“Sekarang seni graffiti sudah mengarah ke seni kontemporer yang ditempatkan atau digambar di dinding ruang public dan tekhnisnya itu lebih ke pilog,”. (Wawancara dengan Muhammad Alvian Nur Darmawan, 22 Desember jam 14.41 wib di kampus DKV UNS) Dari pendapat yang tertera diatas kita dapat lebih memahami bahwa seni graffiti itu sendiri mempunyai pengertian yang saling berkaitan. Hendi salah satu mahasiswa DKV mempunyai pendapat yang menunjang akan pendapat dari Muhammad Alvian Nur Darmawan yaitu bahwa seni grafiti sendiri itu menyampaikan apa yang ingin mau disampaikan dan di gambar di ruang public : “.. menurutku ya graffiti itu seni menyampaikan apa yang saya mau sampaikan yang di gambar di ruang public”. (Wawancara dengan Hendi , 22 Desember jam 16.10 wib di kediamannya.) Gagah Putra salah satu mahasiswa DKV S1 mempunyai pendapat tentang seni graffiti sendiri yaitu : “Kalau untuk seni graffiti , ya seni graffiti itu budaya dari barat mas tentang seni menggambar di jalan mas, kalau seni graffiti sendiri banyak menyampaikan pesan dan bagaimana mereka mencari tempat bebas untuk berkarya dan berkesenian di
47
jalanan, dan juga seni graffiti adalah sebuah alat penyampaian pesan yang menggunakan media seni”.(Wawancara dengan Gagah Putra, 16 Februari 2016 jam 13.45 wib di gedung 3 DKV UNS) Didukung juga dengan pernyataan dari Muhammad Yusuf yang berpendapat bahwa: “Graffiti menurutku
melukis sih mas, tapi kalo
seumpama dikatakan sebagai seni graffiti harus mempunyai gambar yang bagus dan bisa dinikmati masyarakat. Aku disini mas lebih menekan pengertian bahwa seni graffiti juga semacam hobi, tetapi seni graffiti itu hobi yang mahal membutuhkan dana yang lebih banyak dibanding hobi yang lain”. (Wawancara dengan Muhammad Yusuf, 10 Februari 2016 jam 13.30 wib di gedung 4 FSSR UNS) Salah
satu
mahasiswa
DKV
juga
mengutarakan
pendapatnya sebagai berikut : “Kalo menurut saya graffiti itu ya seni sebagai media untuk menyuarakan dan mengekspresikan diri, kalo dulunya buat alat pemberontakan atau menyuarakan ketidak puasan diri terhadap sosial skrng udah beda lagi skrng buat media mengekspresikan diri”. (Wawancara dengan Johan Reksiwara, 10 Februari jam 12.45 wib di kediamannya)
48
Dari
pernyataan
mahasiswa
DKV
diatas
dapat
disimpulkan secara lengkap bahwa seni graffiti bisa dipandang sebagai sebuah karya seni menggambar yang dihadirkan pada dinding ruang public sebagai sarana menyampaikan ide atau gagasan dari bomber sendiri. 2) Perubahan media menggambar seni graffiti Dari beberapa wawancara yang telah diperoleh peneliti, penggunaan media dalam seni graffiti telah berubah. Seni graffiti hanya terlihat pada dinding ruang publik tetapi sudah beralih ke media lain. Seperti yang dikemukakan mahasiswa DKV UNS Muhammad Alfian Nur Darmawan : “Kalo dari media graffiti enggak ada batasannya, maksudnya kalo pelakunya pengennya bebas dari tembok, batu, mungkin triplek, ya enggak ada batasannya asal itu medianya bisa digambar dan condong ke ruang publik”. (Wawancara dengan Muhammad Alvian Nur Darmawan, 22 Desember jam 14.41 wib di kampus DKV UNS) Pernyataan diatas memberikan pemahaman bahwa seni graffiti itu tidak hanya digambar pada sebuah dinding karena
49
seni graffiti memiliki kebebasan dalam menggambar. Disebutkan juga oleh Hendi, dia berpendapat : “Kalo umumnya di dinding kalo sekarang ini sudah berkembang enggak cuma dinding bisa di kanvas dan bisa juga di spanduk”. (Wawancara dengan Hendi , 22 Desember jam 16.10 wib di kediamannya.) Penentuan media lebih bersifat bebas dan tidak ditentukan tinggal dari senimannya mau memakai apa dibuktikan oleh Gagah putra : “Biasanya media yang digunakan itu sih dinding tapi semakin ke sini aku melihat seni graffiti dalam penggunaan medianya sudah berkembang tidak melulu akan dinding sih mas dan lebih bebas bisa ke kanvas kertas ataupun kayu sih mas”. (Wawancara dengan Gagah Putra, 16 Februari 2016 jam 13.45 wib di gedung 3 DKV UNS) Dari pendapat diatas kita dapat mengerti bahwa seni graffiti itu lebih bebas dalam menentukan medianya. Didukung juga dengan pernyataan dari Arkari Kokoh Ardanu yang berpendapat :
50
“Mungkin pertama kali aku tahu graffiti tahunya ditembok, tapi seiring berjalannya waktu ada media lain semisal kaleng pilok, toys, kanvas gitu jadi tidak tidak menutup kemungkinan ke media lain, luas sih sebenarnya seperti seni lain”. (Wawancara dengan Arkari Kokoh Ardanu , 5 Januari 2016 jam 15.45 wib di suatu café) Pendapat diatas didukung juga dengan pernyataan dari Muhammad Yusuf salah satu mahasiswa DKV UNS : “Kalau seni graffiti medianya ya cat atau cat semprot dan medianya itu bebas yang terpenting di ruang publik seperti seni yang lain mas”. (Wawancara dengan Muhammad Yusuf, 10 Februari 2016 jam 13.30 wib di gedung 4 FSSR UNS) Salah satu mahasiswa DKV UNS Johan Reksiwara juga berpendabat bahwa : “Kalo dari dulu setahu saya graffiti dari pahat di gua-gua kalau sekarang cat semprot atau pilog, dan tempatnya di dinding yang banyak dijumpai di lingkungan dan bisa ke media lain mas kayak kayu gitu bebas mas kalau seni graffiti”. (Wawancara dengan Johan Reksiwara, 10 Februari jam 12.45 wib di kediamannya)
51
Sehingga dari pernyataan diatas seni graffiti tidak hanya menggunakan dinding kota tetapi seni graffiti itu lebih luas pemakaian mediannya bisa menggunakan kayu, kanvas, toys, ataupun spanduk. 3) Tujuan seni graffiti Di dalam membaut sebuah karya seni tidak hanya asal membuatnya, tetapi harus memiliki tujuan yang berarti bagi pembuatnya. Peneliti mendapat pernyataan dari informan tentang tujuan membuat seni graffiti sendiri, pendapat dari Muhammad Alfian Nur Darmawan : “..dia menempatkan graffiti sendiri di ruang publik buat eksistensi mereka sendiri, ada juga pelaku graffiti yang membawa karyanya ke sebuah propaganda, misalnya memberi saran bagi pemerintah sebagai arti-arti tertenu, terus menurutku tergantung pelaku sendiri”. (Wawancara dengan Muhammad Alvian Nur Darmawan, 22 Desember jam 14.41 wib di kampus DKV UNS) Tujuan seni graffiti sendiri di latar belakangi dengan si pelaku graffiti sendiri berikut pernyataan dari Hendi : “..mau niatnya merusak atau bikin indah itu tinggal pelakunya sendiri dan
yang menilai juga
masyarakat”.
52
(Wawancara dengan Hendi , 22 Desember jam 16.10 wib di kediamannya.) Dari data diatas diketahui tujuan dari seni graffiti berbedabeda dari yang hanya untuk eksistensi atau bisa juga sebagai bentuk propaganda yang bisa menjadi alat untuk menyuarakan suara masyarakat atau diri sendiri. Pernyataan diatas di setujui oleh Arkari Kokoh Ardanu : “..ada yang suka menggambar doang atau gimana, kalau aku sih mengarah ke suka menggambar enggak berontak”. (Wawancara dengan Arkari Kokoh Ardanu , 5 Januari 2016 jam 15.45 wib di suatu café) Dari pernyataan di atas disetujui oleh Muhammad Yusuf sebagai mahasiswa DKV UNS : “..mereka menunjukkan mereka dan juga secara personal mereka ingin menyampaikan sebuah pesan”. (Wawancara dengan Muhammad Yusuf, 10 Februari 2016 jam 13.30 wib di gedung 4 FSSR UNS) Seni graffiti sendiri merupakan bentuk sebuah hobi yang tidaklah murah seperti dikatan Gagah Putera : “Kalau menurut aku pribadi itu sebuah hobi mas dan tujuanya tergantung personalnya ada yang ingin menyampaikan pesan atau ada juga yang ingin menyalurkan hobinya mas, dan
53
hobi seni graffiti itu tidak murah mas”. (Wawancara dengan Gagah Putra, 16 Februari 2016 jam 13.45 wib di gedung 3 DKV UNS) Johan Reksiwara berpendapat bahwa : “Menurutku sih kalau tujuanya ya menyampaikan pesan apa yang dirasakan si pelaku graffiti sendiri, bisa pesan moral atau sosial atau apalah ya itu tadi mas”. (Wawancara dengan Johan Reksiwara, 10 Februari jam 12.45 wib di kediamannya) Dengan adanya pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan seni graffiti sendiri itu berbeda-beda tergantung dari si pelaku graffitinya sendiri mau dibawa ke arah yang positif atau
negative,
dalam
tujuannya
memang
berbeda-beda
dikarenakan adanya latar belakang yang berbeda dari si pelaku graffiti. 4) Persepsi seni graffiti sebagai pesan sosial Pemahaman orang secara umum mnelihat seni graffiti hanyalah gambar dinding yang mengotori kota, tetapi dengan brekembangnya dan munculnya masalah sosial yang ada para bomber ingin menyampaikan sesuatu lewat seni graffiti. Setelah melakukan wawancara yang mendalam, peneliti mendapatkan persepsi terhadap seni graffiti yang menjadi alat untuk menyampaikan aspirasi. Seperti dikemukakan oleh Hendi :
54
“Kalo menurutku sih dengan graffiti itu efisien karena graffiti memakai ruang publik yang tidak memerlukan materi yang banyak”. (Wawancara dengan Hendi , 22 Desember jam 16.10 wib di kediamannya.) Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa seni graffiti merupakan media yang efisien dalam menyuarakan aspirasi dari bomber sendiri. Pendapat di atas di tunjangjuga dengan pernyataan Muhammad Alvian Nur Darmawan : “..tergantung dia (pelaku graffiti) mau mengarahkan kemana, soalnya tujuan orang berbeda-beda tetapi kalau seni graffiti sebagai pesan sosial itu bisa menyampaikan apa yang dirisaukan oleh masyarakat”. (Wawancara dengan Muhammad Alvian Nur Darmawan, 22 Desember jam 14.41 wib di kampus DKV UNS) Dari pernyataan di atas diikuti oleh pernyataan dari Muhammad Yusuf : “Ya itu bagus sebagai sebuah aspirasi bisa membantu masyarakat
juga
dalam
menyampaikan
sebuah
pesan”.
(Wawancara dengan Muhammad Yusuf, 10 Februari 2016 jam 13.30 wib di gedung 4 FSSR UNS)
55
Seni graffiti pesan sosial bisa berkomunikasi dengan masyarakat. Pendapat diatas di tunjang juga dengan pernyataan dari Arkari Kokoh Ardanu : “Ya bagus sih kalo graffiti lebih bisa berkomunikasi dengan masyarakat ya bagus sih”. (Wawancara dengan Arkari Kokoh Ardanu , 5 Januari 2016 jam 15.45 wib di suatu café) Seni graffiti dipandang bisa positif dan negative seperti dikatan Gagah Putra : “Kalau menurut saya sih ada positif nya ada negatifnya, kalau positifnya itu ya bagus jika memang kalao seni graffiti di letakkan yang cocok dan negatifnya itu seperti mengotori jalanan mas”. (Wawancara dengan Gagah Putra, 16 Februari 2016 jam 13.45 wib di gedung 3 DKV UNS) Memberikan pesan lebih efektif seperti dikatakan Johan Reksiwara : “Yaa seni graffiti itu positif sih berperan juga dalam membantu menyuarakan atau memberikan pesan lebih kena di masyarakat
dibandingkan
ngomong
langsung
sih
mas”.
(Wawancara dengan Johan Reksiwara, 10 Februari jam 12.45 wib di kediamannya) Sehingga dari pernyataan dari mahasiswa DKV UNS mengatakan bahwa seni graffiti sebagai pesan sosial yang
56
menjadi
media
bagi
mereka
untuk
menyeruakan
suara
masyarakat atau diri sendiri itu bagus dan efisien karena seni graffiti bisa berkomunikasi dengan masyarakat tanpa adanya perbedaan sosial dan juga bisa dilihat dengan mudah karena berada di ruang publik. 1.2 Pemahaman Vandalisme Vandalisme kemunculannya menjadi salah satu kecemasan masyarakat yang semakin merajalela di tempat-tempat ruang publik. Dalam pembahasan ini, peneliti mencari pendapat akan vandalisme seperti apa dan apa persepsi mereka terhadap sikap vandalisme. Peneliti mewawancarai mahasiswa DKV UNS untuk mengetahui pendapat mereka secara mendalam. A. Pandangan Mahasiswa Desain Komunikasi Visual UNS Sikap vandalisme yang ada sudah menjadi suatu bentuk sikap yang menakutkan bagi seluruh masyarakat. Terdapat beberapa artian dari mahasis DKV UNS sendiri dalam mengartikan sikap vandalisme itu. 1) Pengertian vandalisme Peneliti sudah melakukan wawancara yang mendalam dengan tema pengertian sikap vandalisme terhadap mahasiswa DKV UNS. Terdapat beberapa pengertian yang ada tentang sikap vandalisme sendiri, ada yang mengartikan bahwa sikap
57
vandalisme itu seperti pengrusakan ke property publik seperti yang dikatan Arkari Kokoh Ardanu : “Vandalisme menurut aku ya dan yang pernah aku baca sih mengarah ke pengrusakan, ke property publiklah”. (Wawancara dengan Arkari Kokoh Ardanu , 5 Januari 2016 jam 15.45 wib di suatu café) Vandalisme sebuah perilaku yang tidak bertanggung jawab seperti yang dikatan oleh Gagah Putra : “Kalau vandalisme sih melakukan hal-hal yang tidak bertanggung jawab di jalan atau bisa di ruang public mas, tapi kalau seni graffiti dipandang vandalisme sendiri ya itu memang latar belakangnya seperti itu sih mas, dan merupakan bentuk protes mereka mengekspresikan sebuah protes untuk masyarakat, dan sekarang ya seni graffiti mengarah ke street art sih mas”. (Wawancara dengan Gagah Putra, 16 Februari 2016 jam 13.45 wib di gedung 3 DKV UNS) Dari sini peneliti tahu bahwa vandalisme merupakan sebuah sikap yang merusak property publik dengan bebas. Dari pernyataan di atas menjadi dasar dalam pengartian dari Muhammad Alvian Nur Darmawan : “Vandalisme lebih mengarah ke liar maksudnya ke personal dan tujuan vandalisme itu merusak, menurut saya lebih
58
ke
kebanggan
ke
personalnya
tidak
peduli
komentar
masyarakat”. (Wawancara dengan Muhammad Alvian Nur Darmawan, 22 Desember jam 14.41 wib di kampus DKV UNS) Menurut Hendi berfikir bahwa pengertian vandalisme seperti tindakan yang merugikan dikatakan sebagai berikut : “Vandalisme menurutku sih perilaku yang merugikan seperti tagging atau hydrant”. (Wawancara dengan Hendi , 22 Desember jam 16.10 wib di kediamannya.) Dari pernyataan diatas didukung dengan pernyataan dari Muhammad Yusuf : “Perusakan tempat umum dan juga corat-coret secara bebas liar dan tanpa pesan, kayak gang-gangan itu juga vandal”. (Wawancara dengan Muhammad Yusuf, 10 Februari 2016 jam 13.30 wib di gedung 4 FSSR UNS) Pengertian vandalisme menurut Johan Reksiwara yaitu : “Menurut saya ya perusakan, merusak ruang publik dan juga merusak karya orang lain”. (Wawancara dengan Johan Reksiwara, 10 Februari jam 12.45 wib di kediamannya) Dengan pernyataan dari informan yang ada peneliti dapat menyimpulkan bahwa sikap vandalisme yang terjadi merupakan sebuah sikap merusak dan liar yang merusak ke properti publik
59
dan sikap vandalisme dilakukan karena menjadi kebangaan personal bagi yang melakukannya. 2) Tujuan Vandalisme Dari vandalisme sendiri memiliki tujuan, beberapa tujuan yang dimengerti oleh mahasiswa DKV UNS sendiri pun berbeda-beda salah satunya dari Muhammad Alfian Nur Darmawan : “Mereka menunjukkan eksistensinya mereka dan untuk si pelaku sendiri menjadi adrenalin menjadi kegiatan yang memacu atau semacam ketagihan.” (Wawancara dengan Muhammad Alvian Nur Darmawan, 22 Desember jam 14.41 wib di kampus DKV UNS) Dari pernyataan yang ada diketahui bahwa sikap vandalimse memiliki tujuan untuk mencari eksistensi dan memacu adrenalin. Di dukung pula dengan pernyataan dari Arkari Kokoh Ardanu : “Mungkin ada yang memacu adrenalin, kalo diem-diem gitu kan adrenalinnya dipacu ada deg-degan dikejar orang”. (Wawancara dengan Arkari Kokoh Ardanu , 5 Januari 2016 jam 15.45 wib di suatu café) Salah satu mahasiswa DKV UNS Muhammad Yusuf berpendapat bahwa :
60
“Tujuan vandal ya cuman suka corat-coret udah gitu aja sih mas, tapi mereka juga nyari adrenalin dan nujukkin eksistensi mereka”. (Wawancara dengan Muhammad Yusuf, 10 Februari 2016 jam 13.30 wib di gedung 4 FSSR UNS) Dalam melakukan aksi vandalisme pasti para pelaku ingin menujukkan tujuanya menurut Gagah Putera bahwa tujuan mereka : “Menurut ku mereka ingin menunjukkan keeksistensian mereka dan mereka mencari sesuatu yang berbeda seperti mencari adrenalin”. (Wawancara dengan Gagah Putra, 16 Februari 2016 jam 13.45 wib di gedung 3 DKV UNS) Kebanggan personal tujuan utama dalam aksi vandalisme sendiri diukung dengan pernytaan dari Hendi : “Aku juga ikut vandalisme dan tujuanku ya cuma pengen muasin diri sendiri”. (Wawancara dengan Hendi , 22 Desember jam 16.10 wib di kediamannya.) Johan Reksiwara mahasiswa DKV UNS juga berpendapat bahwa : “Tujuannya ya ingin mencari adrenalin ada juga yang mencari eksistensi kelompok atau personal karena semakin banyak tagging semakin terkenal menjadi kebanggan tersendiri”.
61
(Wawancara dengan Johan Reksiwara, 10 Februari jam 12.45 wib di kediamannya) Sehingga kesimpulan yang dihasilkan data diatas tujuan dari sikap vandalisme sendiri adalah kepuasan personal untuk menujukkan eksistensi dan mencari kepuasan batin atau memacu adrenalin. 1.3 Seni graffiti sebagai pesan sosial dikategorikan sebagai bentuk vandalisme. Perkembangan jaman menjadi salah satu pendorong bagi para bomber dalam membuat seni graffiti semakin lebih kreatif. Munculnya masalah atau isu sosial yang ada di lingkungan masyarakat menjadi ambil bagian dalam konsep pembuatan seni graffiti. Dengan seni graffiti pelaku graffiti menyuarakan aspirasi mereka terhadap masyarakat tentang masalah atau isu sosial yang ada. A. Pandangan mahasiswa Desain Komunikasi Visual UNS Seni graffiti sendiri sekarang sudah menjadi media untuk mengaspirasi suara lingkungan sekitar atau personal, dengan membawa konsep tentang masalah atau sisu sosial dalam lingkungan yang menerpanya. Peneliti sudah mendapat beberapa
62
pendapat dari beberapa mahasiswa DKV uns, Arkari Kokoh Ardanu menyebutkan : “.. Yaitu kembali lagi lagi ke pribadinya, medianya dan tujuannya gimana, kalau warga sekitar sudah oke atau masyarakat belum menyetujui itu ya tergantung mereka, kalau aku sebagai senimannya ya tidak setuju tetap hargai dulu karya kita baru bisa berkomentar”. (Wawancara dengan Arkari Kokoh Ardanu , 5 Januari 2016 jam 15.45 wib di suatu café) Dengan pernyataan diatas di dukung oleh Hendi yang mengungkapkan pendapatnya : “..selama bisa mengubah keadaan yang kurang baik kenapa enggak atau bisa mempengaruhi masyarakat yang baca”. (Wawancara dengan Hendi , 22 Desember jam 16.10 wib di kediamannya.) Ada beberapa yang pro dan kontra akan seni graffiti sebagai pesan sosial diasumsikan sebagai aski vandalisme, tetapi dengan pernyataan diatas terlihat bahwa seni graffiti tidak selamanya bentuk aksi vandalisme yang juga di bantah oleh Muhammad Alvian Nur Darmawan : “..soalnya vandalisme lebih mengarah ke liar maksdunya lebih ke personal, tapi kalau sudah memakai pewarnaan maksudnya
semakin
bomber
mempunyai
konsep
yang
63
mempunyai tujuan menyadarkan masyarakat agar di apresiasi dan tujuan vandalisme sendiri itu kan merusak menurut saya lebih ke kebanggan ke personalnya tidak peduli komentar masyarakat”. (Wawancara dengan Muhammad Alvian Nur Darmawan, 22 Desember jam 14.41 wib di kampus DKV UNS) Muhammad
Yusuf
selaku
mahasiswa
DKV
UNS
mempunyai pendapat yang sama yaitu : “Yaa enggak setuju sih mas menurutku, kan ada juga seni graffiti yang bagus harusnya dihargai dan itu ya tergantung persepsinya
orang juga
sih
mas”.
(Wawancara
dengan
Muhammad Yusuf, 10 Februari 2016 jam 13.30 wib di gedung 4 FSSR UNS) Pendapat dari Gagah Putra tidak setuju bahwa : “Tidak setuju sih mas, kalau seni graffiti sebagai pesan sosial dipandang bentuk vandalisme karena enggak semua seni graffiti itu vandalisme mas, ada juga yang mereka mengangkat isu sosial yang sudah diberikan ijin menurutku sih gitu mas”. (Wawancara dengan Gagah Putra, 16 Februari 2016 jam 13.45 wib di gedung 3 DKV UNS) Penilaian positif terhadap seni graffiti sendiri diujar oleh Johan Reksiwara :
64
“Tidak setuju sih mas, karena disini kita membawa kreatifitas dan memakai konsep yang lebih bisa dihargai dan dinikmati, graffiti juga membawa sebuah pesan jadi bermanfaat mas”. (Wawancara dengan Johan Reksiwara, 10 Februari jam 12.45 wib di kediamannya) Dapat disimpulkan bahwa seni graffiti sebagai pesan sosial tidak bisa dipandang sebagai bentuk aksi vandalisme, karena seni graffiti mempunyai konsep yang bisa dipahami masyarakat ataupun
mempengaruhi
masyarakat
yang
membacanya.
Vandalisme sendiri bertujuan merusak dan liar berbeda dengan seni graffiti yang memliki tujuan dan konsep tersendiri oleh pelaku graffiti. 1) Peran pemerintah terhadap dukungan seni graffiti sebagai pesan sosial. Berkembangnya seni graffiti juga di hubungkan dengan maraknya para pelaku graffiti yang semakin menjamur di kalangan masyarakat sendiri. Dengan menjamurnya pelaku graffiti sendiri berkurangnya juga media untuk melukis graffiti sendiri. Dukungan yang diberikan pemerintah terhadap seni graffiti pun semakin berkurang, Tidak hanya kurangnya dukungan tetapi pemerintah juga melakukan kegiatan untuk
65
mengurangi seni graffiti sendiri yang merupakan sebuah karya seni. Peneliti mempunyai hasil dari wawancara dari mahasiswa DKV UNS Hendi menyatakan : “Kalo menurutku sama pemerintahan yang sekarang kurang support terhadap graffiti seperti malah adanya pemutihan tembok di sekitar jalan slamet riyadi dan menurutku itu kurang efisien dan sekarang tembok yang sudah dibersihkan kembali kotor lagi, solusinya pemerintahan memberikan wadah ke komunikatas kami buat ngadain acara rutin atau gimana mungkin aku bisa jaminlah vandalisme sedikit kurang”. (Wawancara dengan Hendi , 22 Desember jam 16.10 wib di kediamannya.) Vandalisme bisa
berkurang ketika pemerintahan ikut
ambil andil dalam kegiatan seni graffiti sendiri, setidaknya menilai seni graffiti bukan hanya aksi vandalisme semata seperti yang dinyatakan oleh Arkari Kokoh Ardanu : “Kalo menurutku saya perhatian atau enggak itu tidak bisa di pastiin, ada juga yang perhatiaan dan ada juga yang lepas tangan sih mas, tidak memungkiri kita juga butuh ruang publik ya kita tetep usaha agar graffiti bisa dinilai baik di mata masyarakat”. (Wawancara dengan Arkari Kokoh Ardanu , 5 Januari 2016 jam 15.45 wib di suatu café)
66
Keinginan diakui atau legalisasi terhadap seni graffiti jgua diutarakan oleh Muhammad Yusuf : “Ya kita butuh space yang bener” diberikan ataupun legal sih mas situ aja”. (Wawancara dengan Muhammad Yusuf, 10 Februari 2016 jam 13.30 wib di gedung 4 FSSR UNS) Kekurangan pemerintah dalam melihat seni graffiti seperti dikatan Gagah Putra : “Mungkin pemberian ruang publik kepada mereka sehingga mereka tidak melakukan vandal seperti di bis atau di kereta yaa harus nya pemerintah lebih membantu, sehingga generasi atau cikal bakal buat seniman graffiti itu bisa terkontrol dan tidak melakukan aksi vandalisme”. (Wawancara dengan Gagah Putra, 16 Februari 2016 jam 13.45 wib di gedung 3 DKV UNS) Kebutuhan
ruang
publik
yang
sangat
membantu
mengurangi aksi vandalisme yang diartikan Muhammad Alfian Nur Darmawan : “Salah
satunya
dukungan,
agar
bisa
diapresiasi
memberikan ruang publik atau art space buat pameran agar ada wadahnya juga walaupun tidak di tembok, kalau di tembok rumahkan itu berurusan dengan pemilik rumah, kalo pemerintah sendiri memberikan atau membuat art space untuk mengajak
67
pemuda kreatif agar bisa mengembangkan kekreatifan mereka. Kalo di solo itu banyak yang tidak mengapresiasi masalahnya mereka tidak mengenal, kita itu pelaku graffiti yang mengarah positif ingin mengenalkan graffiti itu tidak cuman vandal, graffiti itu bisa diolah dengan karya yang baik”. (Wawancara dengan Muhammad Alvian Nur Darmawan, 22 Desember jam 14.41 wib di kampus DKV UNS) Pendapat dari Johan Reksiwara bahwa seni graffiti butuh dukungan : “Kasih tempat kasih fasilitas buat anak-anak seni jalanan tadi agar bisa menyampaikan pesan dan mengekspresikan diri”. (Wawancara dengan Johan Reksiwara, 10 Februari jam 12.45 wib di kediamannya) Kesimpulan dari data diatas adalah seni graffiti sebagai pesan sosial butuh wadah, dukungan, dan butuh dihargai sebagai karya yang diolah dengan baik tidak asal-asalan dan juga bermanfaat bagi masyarakat sendiri.
68
B. ANALISIS DATA Pada pembahasan sebelumnya, peneliti sudah menyajikan hasil penelitian terkait penilaian mahasiswa Desain Komunikasi Visual UNS tentang persepsi vandalisme terhadap graffiti sebagai pesan sosial di kota surakarta. Pada data diatas lebih mengkhususkan bagaimana seni graffiti sebagai pesan sosial yang bisa menjadi media untuk menyuarakan suara personal ataupun masyarakat sendiri. Terlihat berbagai analisi tentang pengertian seni graffiti sendiri, penggunaan media seni graffiti, tujuan seni graffiti, persepsi seni graffiti sebagai pesan sosial, pengertian vandalisme, tujuan vandalisme, dan peran pemerintah dalam kontribusinya untuk memberikan dukungan untuk seni graffiti sendiri. Setelah melihat penilaian atau pandangan dari mahasiswa Desain Komunikasi Visual UNS, peneliti mulai memahami dan mencoba menelaah kembali poin-poin yang telah dianalisis, dalam hal ini peneliti berusaha melakukan analisis kembali dan mencocokan antara pokok bahasan yang disampaikan diatas sehingga bisa di tarik kesimpulan dari hasil penelitian ini. 2.1 Aspek Pandangan Pada poin ini, peneliti melakukan triangulasi data yang diperoleh dari seluruh penilaian mahasiswa Desain Komunikasi Visual mengenai seni graffiti sebagai pesan sosial terhadap persepsi vandalisme. Sehingga dari data yang sudah ada dapat diperoleh beberapa pandangan :
69
A. Seni graffiti merupakan sebuah karya seni Hadirnya seni graffiti di ruang publik yang kini sudah menjamur dan bisa ditemui di berbagai tempat adalah seni melukis atau kontemporer yang bisa dinikmati oleh semua kalangan masyarakat. Hal ini disadari oleh mahasiswa desain komunikasi visual dan jgua pelaku graffiti sebagai salah satu perkembangan seni graffiti yang telah berbeda dengan seni graffiti yang dipakai sebagai alat memberontak pada jaman dahulu. Pihak pelaku graffiti sekaligus mahasiswa DKV UNS berpendapat bahwa, seni graffiti sendiri sudah menonjol ke arah seni kontemporer yang tidak bertujuan untuk memberontak. Dengan adanya perkembangan seni graffiti bisa menjadi alat propaganda yang memberi saran atau kritik contohnya kepada pemerintahan untuk memberikan sebuah pesan tertentu, seperti dikatakan salah satu informan di atas “Kalau untuk seni graffiti , ya seni graffiti itu budaya dari barat mas tentang seni menggambar di jalan mas, kalau seni graffiti sendiri banyak menyampaikan pesan dan bagaimana mereka mencari tempat bebas untuk berkarya dan berkesenian di jalanan, dan juga seni graffiti adalah sebuah alat penyampaian pesan yang menggunakan media seni”. Hal ini juga sesuai dengan pendapat dari mahasiswa DKV UNS yang lain bahwa seni graffiti merupakan seni melukis di dinding tetapi dengan perkembanganya
seni
graffiti
sudah
tidak
terpaku
dalam
70
menggunakan dinding ruang publik sebagai medianya. Disebutkan juga bahwa seni graffiti merupakan sebagai alat untuk menyampaikan apa yang ingin disampaikan oleh personal, kelompok, ataupun masyarakat sendiri. Graffiti sendiri sudah berubah konsep yang dahulunya hanya menggunakan outline dan digunakan untuk memberontak mulai sekarang sudah berubah menjadi seni graffiti yang mempunyai unsure kreatifitas dengan adanya permaianan warna atau bidang dan juga sekarang bisa dinikmati ataupun dilihat tidak hanya corat-coret yang tidak mempunyai arti dan hanya menunjukkan keeksistensian personal atau kelompok. Tidak hanya perubahan dalam seni graffiti tetapi juga pada pelaku graffiti yang sudah bosan akan melakukan aksi vandal yang hanya merugikan. Pelaku graffiti juga berfikir untuk menghasilkan hal positif dari seni graffiti sendiri. “Vandal itu ya oke” aja mas, aku dulu awal”nya juga vandal sih mas terus tau kalo vandal cuman gitu-gitu aja yaa udah aku tinggalin lebih memilih suka menggambar ya itu tergantung personalnya kalo aku ya ambil positifnya aja” salah ujaran pendapat mahasiswa DKV UNS. B. Perubahan penggunaan media untuk seni graffiti Dari hasil triangulasi data yang telah dilakukan peneliti, dari beberapa mahasiswa Desain Komunikasi Visual sependapat bahwa penggunaan media dinding ruang publik dalam seni graffiti bukan
71
diwajibkan dan bisa juga diganti dengan media yang lain. Perkembangan seni graffiti di dukung dengan menjamurnya ke kreatifan para pelaku graffiti sehingga munculnya media lain sebagai tempat untuk menggambar seni graffiti. Perkembangan yang telah jauh berbeda seni graffiti yang dahulu dengan yang sekarang, penggunaan media dinding di ruang publik sudah tidak diwajibkan karena terdapat beberapa media yang bisa dipakai dalam pembuatan seni graffiti sendiri. Beberapa media lain seperti kanvas, kayu, spanduk, toys, batu, triplek ataupun kaleng pilog sendiri masih banyak media lain yang bisa di pakai dalam penggunaan seni graffiti. Seni graffiti sendiri tidak ada batasan dalam memilih sebuah media dikarenakan seni graffiti itu luas seperti seni lain yang tidak bisa dipatok dalam satu media saja. Tetapi walaupun dengan media yang berbeda tetapi pemilihan ruang publik tetap menjadi sasaran utamanya. C. Tujuan seni graffiti Seni graffiti sendiri memiliki tujuan dalam pembuatan, seni graffiti itu tidak hanya seni kontemporer yang hanya dinikmati tetapi memiliki tujuan yang ingin disampaikan oleh personal, kelompok, ataupun dari masyarakat. Kalau dilihat dari latar belakangnya seni graffiti itu memiliki tujuan sebagai bentuk pemberontakan tetapi perubahan dalam seni graffiti membuat tujuan dari seni graffiti sendiri
72
pun
berubah
dikit
demi
sedikit,
yang
dahulunya
sebagai
pemberontakan sekarang mulai bisa menjadi alat propaganda. Seni graffiti menjadi alat propaganda yang bertujuan memberikan saran atau kritik terhadap pemerintah. Suara personal, kelompok ataupun masyarakat bisa di sampaikan melalui seni graffiti yang memakai ruang publik untuk menyampaikannya. Tujuan seni graffiti itu tergantung juga ke personal pelaku seni graffiti dia ingin mengarahkan tujuan membuat seni graffiti seperti apa ada yang membuat seni graffiti hanya ingin merusak atau memperindah bisa juga hanya bertujuan untuk melukis semata tergantung dari personalnya. Perbedaan tujuan dalam seni graffiti sendiri bermacam-macam dikarenakan perbedaan latar belakang si pelaku graffiti sendiri. D. Persepsi seni graffiti sebagai pesan sosial Seiring perkembangan seni graffiti, munculnya konsep – konsep yang lebih kreatif dalam pembuatan seni graffiti. Adanya konsep bertemakan fun atau bisa juga yang mengangkat tentang masalah atau isu sosial yang ada di lingkungan masyarakat. Seni graffiti mempunyai tujuan yang salah satunya untuk menyampaikan pesan terhadap pembacanya. Menurut data diatas seni graffiti sebagai pesan sosial sendiri merupakan
media
yang efisien
dalam
73
menyampaikan pesan karena keuntungan seni graffiti pembuatanya pada ruang publik yang bisa terlihat kapanpun dan oleh siapapun. Kerisauan masyarakat, kelompok atau pribadi bisa di sampaikan dengan seni graffiti. Seni graffiti sebagai pesan sosial lebih terlihat dihargai ketika seni graffiti tidak hanya dinikmati tetapi seni graffiti juga bisa berkomunikasi dengan masyarakat. Banyaknya masalah atau isu sosial yang ada, disinilah peran graffiti dalam menyinggung atau memberi pesan contohnya seperti masalah korupsi, pemerintahan, atau penilaian negative terhadap seni graffiti sendiri bisa diangkat dan dijadikan pesan sosial untuk disampaikan kepada masyarakat ataupun pemerintah. E. Pemahaman tentang vandalisme Vandalisme merupakan salah satu permasalahan di lingkungan masyarakat yang sulit untuk dihapuskan. Aksi vandalisme sendiri itu terjadi dilakukan oleh personal yang tidak bertanggung jawab akan perbuatanya. Vandalisme dikatakan sebagai bentuk aksi liar personal yang bertujuan untuk merusak ruang publik dengan sengaja. Penilaian masyarakat tidak terlalu penting bagi pelaku aksi vandalisme sendiri karena mereka melakukan aksi vandalisme sendiri hanya untuk kepentingan pribadi yang mengangkat kebanggan personal mereka. Pengrusakan fasilitas atau ruang publik menajdi salah satu bentuk yang dilakukan agar kebanggaan atau ketenaran nama mereka
74
itu sering di lihat. Kepuasan diri sendiri menjadi salah satu utama faktor adanya aksi vandalisme yang menjamur di masyarakat. F. Tujuan Vandalisme Dalam melakukan aksi vandalisme sendiri para pelaku memiliki tujuan yang ingin disampaikan, berdasarkan analisis peneliti pihak mahasiswa berpendapat bahwa tujuan vandalisme itu sebagai bentuk keeksistensian mereka dalam dunia vandalisme sendiri dan juga kebanggan tersendiri ketika mereka melakukan sebuah pengrusakan. Dalam melakukan aksi vandalisme memunculkan rasa adrenalin yang memacu mereka untuk melakukan aksi tersebut, sehingga rasa adrenalin tersebut menjadi penyampaian penting bagi mereka semacam ketagihan. Semisal pelaku aksi vandalisme dikejar oleh aparat hal seperti itu yang dicari oleh pelaku vandalisme karena bisa memacu adrenalin dan ada rasa berdebar. Adanya rasa adrenalin yang memacu dan ketagihan dalam melakukan tersebut dapat disimpulkan bahwa aksi vandalisme sendiri semacam mencari kepuasan diri sendiri dan tidak mempedulikan penilaian orang lain terhadap aksi yang diperbuatnya. Pada hakikatnya aksi vandalisme merupakan sebuah kegiatan yang bertujuan merugikan dan merusak ruang publik yang memiliki tujuan untuk mencari kepuasan diri sendiri, dan pelaku sendiri tidak mempedulikan komentar atau penilaian terhadap pelaku vandalisme.
75
G. Seni graffiti sebagai pesan sosial dikategorikan sebagai bentuk vandalisme. Latar belakang dari seni graffiti sendiri memang sebagai bentuk pemberontakan dari personal, dengan latar belakang yang seperti itu dan munculnya aksi vandalisme sendiri membuat seni graffiti dipandang sebagai bentuk aksi vandalisme. Banyaknya persepsi masyarakat yang telah mereka buat sendiri, ketika melihat seni graffiti dikatakan sebuah bentuk aksi vandalisme. Dengan persepsi tersebut banyak juga yang melakukan vandalisme lewat seni graffiti. Penyalahgunaan seni graffiti menjadi salah satu penyebab munculnya persepsi bahwa seni graffiti dikaitkan sebagai bentuk aksi vandalisme. Dengan perkembangannya waktu dan munculnya kekreatifan pelaku graffiti mulai mencoba berusaha agar seni graffiti bisa dinikmati dan berguna bagi lingkungan masyarakat bukannya merugikan. Mulai dari mengangkat masalah sosial ataupun memakai warna atau bidang yang lebih bisa dinikmati. Munculnya seni graffiti sebagai pesan sosial menjadi tolak ukur yang baru dalam penilaian terhadap seni graffiti sendiri. Dalam hal ini, mahasiswa DKV UNS melihat bahwa seni graffiti sebagai pesan sosial tidak dikategorikan sebagai bentuk vandalisme.
76
Seni graffiti sendiri yang sudah memakai konsep seperti mengangkat isu sosial dan seni graffiti itu sabagai media dalam menuangkan aspirasi personal ataupun masyarakat tidak bisa dikatakan sebagai bentuk aksi vandalisme, karena aksi vandalisme sendiri merupakan aksi liar yang bertujuan hanya merusak dan tidak menguntungkan masyarakat sendiri. Seni graffiti sebagai pesan sosial sendiri mempunyai tujuan untuk menyadarkan masyarakat sendiri bahwa seni graffiti sebagai pesan sosial itu membantu dan tidak merugikan bagi masyarakat, selayaknya seni graffiti sebagai pesan sosial lebih bisa dihargai. Seni graffiti sebagai pesan sosial juga berguna untuk mempengaruhi masyarakat dalam menangapi masalah sosial, ataupun menyadarkan masyarakat yang acuh tak acuh terhadap masalah sosial yang ada. Seni graffiti sebagai pesan sosial sendiri berbeda dengan aksi vandalisme yang ada, dikarenakan seni graffiti bisa dihargai dalam pembuatannya yang memerlukan konsep agar bisa dipahami oleh masyarakat yang membacanya. Aksi vandalisme sendiri tidak mementingkan penilaian orang lain terhadap aksinya karena aksi vandalisme hanya merusak tanpa adanya konsep dalam aksi tersebut. H. Peran pemerintah terhadap dukungan seni graffiti sebagai pesan sosial.
77
Munculnya persepsi vandalisme terhadap seni graffiti sebagai pesan
sosial
dikarenakan
menggunakan
ruang
publik
yang
menggunakan ijin. Seni graffiti sendiri butuh media dalam pembuatannya, terutama seperti ruang publik dikarenakan seni graffiti sebagai pesan sosial menjadi media untuk memberikan aspirasi kepada pemerintah ataupun menyadarkan masyarakat akan isu-isu yang ada di lingkungan. Peran pemerintah dalam hal ini menurut mahasiswa desain komunikasi visual bahwasanyya seni graffiti butuh dukungan yang lebih. Pemberian ruang publik atau space art
bagi seni graffiti
sendiri sangat dibutuhkan karena seni graffiti itu dibuat dengan konsep dan harus bisa dinikmati oleh masyarakat umum. Para bomber sendiri berusaha agar seni graffiti dinilai lebih baik dan tidka dipandang sebagai bentuk aksi vandalisme. Seni graffiti butuh dukungan oleh pemerintah, tetapi kenyataanya pemerintahan malah berniat untuk mengurangi seni graffiti sendiri. Langkah untuk mengurangi yang dibuat pemerintah sendiri terlihat kurang efisien, contohnya di kota surakarta adanya pemutihan dinding di jalan slamet riyadi yang bertujuan untuk membersihkan tetapi sekarang kembali kotor. Disebutkan bahwa seni graffiti butuh dihargai butuh lebih dipedulikan dan diberikan wadah ruang publik atau mengadakan acara rutin menggambar ataupu pameran terbuka yang bisa dihadiri oleh
78
masyarakat sendiri agar bisa menilainya. Seni graffiti sebagai pesan sosial itu mempunyai konsep dan diolah dengan karya yang baik dan bermanfaat. Meningkatnya kekreatifan di kalangan pemuda harusnya diberikan wadah yang cukup agar tidak melenceng ke hal-hal yang berbau merusak atau vandalisme. 2.2 Mata Rantai Problema Seni Graffiti Sebagai Pesan Sosial Berdasarkan penelitian yang dilakukan peneliti dimana melihatkan beberapa mahasiswa desain komunikasi visual UNS. Peneliti dapat mengasumsikan perkembangan dan penilaian seni graffiti sebagai pesan sosial terhadap persepsi vandalisme ibarat sebuah mata rantai yang saling berhubungan satu dengan yang lainya. Pola mata rantai yang diperoleh peneliti merupakan ekstraksi dari berbagai dara dari informan dan observasi peneliti.
79
Perkembangan seni graffiti sebagai pesan sosial dan kreatifitas seniman street art
Pemerintah tidak
Masyarakat mempunyai
memberikan dukungan
persepsi vandalisme
Seni graffiti pesan sosial membutuhkan ruang publik
Gambar 2: Mata Rantai Permasalahan
Berdasarkan mata rantai tersebut, pada fase pertama berisi tentang pemerintah yang cenderung kurang mendukung kehadiran seni graffiti sebagai pesan sosial di ruang publik. Bahkan ada langkah tersendiri dari pemerintah untuk mengurangi seni graffiti sendiri, contohnya pemutihan dinding di ruang publik. Yang terpenting dalam fase ini pemerintah tidak mendukung seni graffiti sebagai pesan sosial dengan tidak adanya pemberian ruang publik atau art space. Pada fase yang kedua, seiring dengan tidak adanya dukungan dari pemerintah seni graffiti sendiri berkembang menjadi media yang bermanfaat dan juga menyadarkan masyarakat akan masalah-masalah sosial yang berada dalam
80
lingkungan. Dengan berkembangnya seni graffiti sebagai pesan sosial, konsep yang disajikan pun lebih berbeda dengan seni graffiti pada jaman dahulu yang bertujuan untuk memberontak. Perkembangan seni graffiti sebagai pesan sosial di ikuti dengan berkembangnya keratifitas pelaku seniman street art . Pada fase yang ketiga, perkembangan seni graffiti dan kreatifitas dari seniman sendiri meningkat pesat dan dengan tanpa dukungan dari pemerintah sendiri seperti tidak adanya pemberian ruang publik ataupun art space menjadi penyebab munculnya persepsi vandalisme di kalangan masyarakat. Munculnya seni graffiti sebagai pesan sosial di ruang-ruang publik tidak mendapat apresiasi dari masyarakat dan dinilai bahwa seni graffiti hanya mengotori ruang publik dan tidak bermanfaat. Pada fase yang keempat, seni graffiti sebagai pesan sosial bukan bentuk aksi vandalisme. Seni graffiti sebagai pesan sosial mempunyai konsep yang bisa dinikmati dan diolah dengan baik. Seni graffiti sendiri membawa pesan ataupun kritik tentang masalah sosial yang ada, dan juga sebagai media untuk mengapresiasikan suara personal ataupun masyarakat tentang isu-isu sosial. Seni graffiti sebagai pesan sosial membutuhkan ruang publik untuk bisa dibaca, dipahami, dan dihargai karena seni graffiti sebagai pesan sosial sendiri merupakan karya seni kontemporer bukan aksi vandalisme. Yang terpenting adalah seni graffiti sebagai pesan sosial bukan bentuk aksi vandalisme yang dipersepsikan masyarakat tetapi seni graffiti sebuah karya seni yang membantu menyadarkan masyarakat bukan untuk merugikan masyarakat.