BAB III SAHAM PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI JAMINAN HUTANG
3.1 Macam-macam Klasifikasi Saham Saham merupakan modal Perseroan yang memiliki nilai nominal, setiap pemegang saham diberi bukti pemilikan saham untuk saham yang dimiliki oleh para Pesero tersebut. Pengaturan bentuk bukti pemilikan saham ditetapkan dalam Anggaran Dasar Perseroan. Perseroan Terbatas adalah persekutuan yang berbentuk badan hukum, yang disebut dengan ”Perseroan”. Perseroan pada Perseroan Terbatas menunjuk pada cara penentuan modal pada badan hukum tersebut, dimana modal Perseroan Terbatas terdiri dari saham-saham. Sebagai suatu bentuk Perseroan yang didirikan untuk menjalankan suatu perusahaan dengan modal tertentu yang terbagi atas saham-saham. Dalam mana para pemegang saham Perseroan Terbatas tersebut dalam melakukan perbuatan hukum yang dibuat atas nama Perseroan, pemegang saham tidak bertanggung jawab sendiri untuk perbuatan-perbuatan hukum Perseroan itu. Hal ini berarti bahwa para pemegang saham mempunyai tanggung jawab yang terbatas pada modal yang disetorkan pada Perseroan. Berdasarkan Pasal 32 dan Pasal 33 UU No. 40 Tahun 2007, modal dasar Perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham paling sedikit Rp 50.000.000,(limapuluh juta rupiah). Dan paling sedikit 25% (duapuluh lima persen) dari modal dasar harus telah ditempatkan dan disetor penuh pada saat pendirian Perseroan.
72
73
Mengingat Perseroan Terbatas (PT) sebagai badan usaha berbentuk badan hukum yang modalnya terdiri dari saham-saham, sehingga merupakan persekutuan modal maka dalam Undang-Undang ini ditetapkan bahwa semua saham yang ditempatkan harus disetor penuh agar dalam melaksanakan usahanya mampu berfungsi secara sehat, berdaya guna, dan berhasil guna.85 Hal-hal yang perlu diketahui mengenai modal dan saham ini, antara lain :86 1. Penyetoran atas modal saham dapat dilakukan dalam bentuk uang dan/atau dalam bentuk lainnya. Dalam hal penyetoran modal saham dilakukan dalam bentuk lain, penilaian setoran modal saham ditentukan berdasarkan nilai wajar yang ditetapkan sesuai dengan harga pasar atau oleh ahli yang tidak terafiliasi dengan Perseroan. 2. Penyetoran saham dalam bentuk benda tidak bergerak harus diumumkan dalam satu surat kabar atau lebih, dalam jangka waktu 14 hari setelah akta pendirian ditandatangani, atau setelah RUPS memutuskan penyetoran saham tersebut. 3. Perseroan dilarang mengeluarkan saham, baik untuk dimiliki sendiri maupun dimiliki oleh Perseroan lain, yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung telah dimiliki oleh Perseroan. Ketentuan larangan kepemilikan saham tersebut tidak berlaku terhadap kepemilikan saham yang diperoleh berdasarkan peralihan karena hukum, hibah atau hibah wasiat. 4. Penambahan modal Perseroan dilakukan berdasarkan persetujuan RUPS. RUPS dapat menyerahkan kewenangan kepada Dewan Komisaris guna menyetujui pelaksanaan keputusan RUPS, sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) untuk jangka waktu paling lama satu tahun. 5. Seluruh saham yang dikeluarkan untuk penambahan modal harus terlebih dahulu ditawarkan pada setiap pemegang saham, seimbang dengan pemilikan saham untuk klasifikasi saham yang sama. 6. Dalam hal saham yang dikeluarkan, penambahan modal merupakan saham yang klasifikasinya belum pernah dikeluarkan, dan yang berhak membeli terlebih dahulu adalah seluruh pemegang saham, sesuai dengan perimbangan jumlah saham yang dimilikinya. 7. Keputusan RUPS tentang pengurangan modal di tempatkan dan disetor, dilakukan dengan cara penarikan kembali saham atau penurunan nilai nominal saham. 8. Saham Perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya. Persyaratan kepemilikan saham dapat ditetapkan dalam Anggaran Dasar dengan memperhatikan 85
H.R. Daeng Naja,Op. Cit, h. 15.
86
H.R. Daeng Naja, Op. Cit, h. 15-16.
74
persyaratan yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 9. Dalam hal persyaratan kepemilikan saham tersebut telah ditetapkan dan tidak dipenuhi, pihak yang memperoleh kepemilikan saham tersebut tidak dapat menjalankan hak selaku pemegang saham dan saham tersebut tidak diperhitungkan dalam kuorum yang harus dicapai sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini dan/atau Anggaran Dasar. 10. Nilai saham harus dicantumkan dalam mata uang rupiah, sementara saham tanpa nilai, nominal tidak dapat dikeluarkan. 11. Direksi Perseroan wajib mengadakan dan menyimpan daftar pemegang saham yang memuat sekurang-kurangnya : a. Nama dan alamat pemegang saham. b. Jumlah, nomor, tanggal perolehan saham yang dimiliki pemegang saham dan klasifikasinya dalam hal dikeluarkan lebih dari satu klasifikasi saham. c. Jumlah yang disetor atas setiap saham. d. Nama serta alamat dari orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai hak gadai atas saham atau sebagai penerima jaminan fidusia saham, dan tanggal perolehan hak gadai atau tanggal pendaftaran jaminan fidusia tersebut. Modal Perseroan Terbatas terdiri dari saham-saham yang merupakan modal Perseroan dengan nilai nominal yang ditetapkan, dan setiap saham memberikan kepada pemiliknya hak yang tidak dapat dibagi. Anggaran Dasar Perseroan Terbatas menetapkan satu klasifikasi saham atau lebih, dengan setiap saham dalam klasifikasi yang sama memberikan kepada pemegangnya hak yang sama. Apabila terdapat lebih dari satu klasifikasi saham, maka Anggaran Dasar menetapkan salah satu di antaranya sebagai saham biasa. Adapun yang dimaksud dengan klasifikasi saham adalah pengelompokan saham berdasarkan karakteristik yang sama (penjelasan Pasal 53 Ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007). Sedangkan saham biasa adalah saham yang mempunyai hak suara untuk mengambil keputusan dalam RUPS mengenai segala hal yang berkaitan dengan
75
pengurusan Perseroan, mempunyai hak untuk menerima dividen yang dibagikan, dan menerima sisa kekayaan hasil likuidasi.87 Berdasarkan ketentuan pasal 53 UU No. 40 Tahun 2007 dalam Ayat (1) yang menentukan bahwa, “Anggaran Dasar menetapkan 1 (satu) klasifikasi saham atau lebih”. Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) klasifikasi saham, Anggaran Dasar menetapkan salah satu di antaranya sebagai saham biasa. Adapun klasifikasi saham sebagaimana dimaksud tersebut, antara lain :88 a. Saham dengan hak suara atau tanpa hak suara. b. Saham dengan hak khusus untuk mencalonkan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris. c. Saham yang setelah jangka waktu tertentu ditarik kembali atau ditukar dengan klasifikasi saham lain. d. Saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima dividen lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian dividen secara akumulatif atau nonkumulatif. e. Saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian sisa kekayaan Perseroan dalam likuidasi. Adanya bermacam-macam klasifikasi saham tersebut, tidak selalu menunjukkan bahwa klasifikasi tersebut masing-masing berdiri sendiri, terpisah
87
Jamin Ginting, Op. Cit., h. 75.
88
H.R. Daeng Naja, Op. Cit., h. 17.
76
satu sama lain, tetapi dapat merupakan gabungan dari 2 (dua) klasifikasi atau lebih.89 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa saham sebagai modal Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Pasal 32 Ayat (1) Jo Pasal 33 Ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007, yang terdiri dari modal dasar dan modal ditempatkan serta modal disetor, dimana jumlah modal dasar Perseroan paling sedikit Rp 50.000.000,- (limapuluh juta rupiah) dan paling sedikit 25% (duapuluh lima persen) dari modal dasar harus ditempatkan dan disetor penuh. Modal dasar menyatakan modal maksimum yang dipergunakan oleh pemegang saham untuk ikut ambil andil di dalam suatu Perseroan Terbatas.90 Sedangkan modal ditempatkan adalah modal yang sudah dicadangkan untuk para pemegang saham, sehingga para pemegang saham dapat menyetor modal sesuai dengan peruntukan/yang dicadangkan baginya.91 Dan modal disetor penuh adalah modal yang diserahkan oleh pemegang saham kepada Perseroan (telah disetor penuh) sehingga dapat dipergunakan untuk keperluan operasional Perseroan.92 Selanjutnya dijelaskan bahwa modal disetor penuh harus selalu lebih kecil atau sama dengan modal yang ditempatkan. Sedangkan modal yang ditempatkan harus selalu lebih kecil atau sama dengan modal dasar. Dan selisih antara modal dasar dengan modal disetor penuh disebut modal saham dalam simpanan (Portepel).93
89
C.S.T. Kansil, Christine S.T. Kansil, Op. Cit., h. 55.
90
Robbert Ang, 1997, Buku Pintar Pasar Modal Indonesia (The Intelligent Guide To Indonesian Capital Market), Mediasoft Indonesia, First Edition, h. 2.25. 91
Ibid.
92
Ibid.
93
Ibid.
77
Atas dasar modal yang disetor penuh oleh para pemegang saham Perseroan Terbatas tersebut, maka modal disetor penuh ini menjadi modal yang dapat dipergunakan untuk keperluan dari jalannya Perseroan tersebut yang berasal dari jumlah saham yang dikeluarkan dengan nilai nominal yang telah ditentukan.
3.2 Kedudukan Pemegang Saham Perseroan Terbatas Salah satu prinsip dari Perseroan Terbatas adalah terbatasnya tanggung jawab para pemegang saham sebatas besarnya saham yang dimilikinya. Adanya prinsip inilah yang dapat membedakan Perseroan Terbatas dengan bentuk-bentuk usaha lainnya. Sebagaimana ketentuan Pasal 3 Ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007 menyebutkan, ”Pemegang saham Perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama Perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan melebihi saham yang dimiliki”. Ketentuan Pasal 3 Ayat (1) tersebut akan hapus apabila terbukti adanya percampuran harta kekayaan pribadi pemegang saham dan harta kekayaan perseroan, sehingga Perseroan didirikan hanya sebagai alat yang dipergunakan pemegang saham untuk memenuhi tujuan pribadinya. Hal inilah yang merupakan pengecualian dari tanggung jawab terbatas dalam Pasal 3 Ayat (2) UU No. 40 Tahun 2007, yaitu :94 a. Persyaratan Perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi,
94
Habib Adjie, 2008, Status Badan Hukum, Prinsip-Prinsip dan Tanggung Jawab Sosial Perseroan Terbatas, Mandar Maju, Bandung, h. 32.
78
b. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi, c. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Perseroan, atau d. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan, yang mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi hutang Perseroan. Penerapan prinsip pengecualian dari tanggung jawab terbatas pada Perseroan Terbatas, adalah bertujuan untuk melindungi kepentingan umum dari tindakan-tindakan pemegang saham yang mempergunakan Perseroan tidak sesuai dengan tujuan Perseroan yang telah ditentukan. Dan hal ini dapat merupakan sarana untuk perlindungan bagi kreditor atau pihak ketiga pada umumnya. Habib Adjie mengatakan bahwa pengecualian tanggung jawab terbatas dalam Pasal 3 Ayat (2) UU No. 40 Tahun 2007 tersebut harus dipraktekkan atau diterapkan, sehingga pasal tersebut tidak akan menjadi pasal yang tidur terus mati dan tidak ada gunanya. Tapi harus mulai dipraktekkan dalam Lembaga Peradilan, sehingga dapat dijadikan acuan (yurisprudensi) dalam kasus-kasus yang serupa dan akan memperkaya khasanah dunia peradilan Indonesia, khususnya yang berkaitan dengan pelaksanaan hukum Perseroan Terbatas di Indonesia.95 Perseroan merupakan suatu perusahaan yang sumber dananya berasal dari saham-saham, baik saham yang dikeluarkan atas nama pemiliknya maupun saham 95
Ibid, h. 33.
79
yang dijual di bursa efek. Perseroan Terbatas sebagai suatu perusahaan dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas pada dasarnya harus menerapkan prinsipprinsip
transparasi,
kemandirian,
akuntabilitas,
pertanggungjawaban
dan
kewajaran, sebagaimana penerapan praktik Good Corporate Governance. Good Corporate Governance pada dasarnya adalah suatu mekanisme yang mengatur tentang tata cara pengelolaan perusahaan berdasarkan aturan-aturan yang menaungi perusahaan tersebut seperti Anggaran Dasar, Undang-Undang Perseroan Terbatas dan aturan-aturan yang mengatur tentang kegiatan perusahaan dalam menjalankan usahanya. Corporate Governance adalah suatu sistem tata kelola perusahaan sebagai mekanisme dalam perusahaan yang menyangkut proses, hubungan kelembagaan, dimana seluruh pihak yang terkait dapat menyuarakan dan memperjuangkan kepentingan, menengahi perbedaan-perbedaan serta menjalankan tugas dan kewajiban mereka di dalam sebuah perusahaan. Organisasi pembangunan ekonomi yang beranggotakan negara-negara maju yang dikenal dengan nama Organization for Economic Development (OECD) mendifinisikan Corporate Governance sebagai berikut : Corporate Governance is the system which business corporations are directed and controlled. The corporate governance structure specifies the distribution of rights and responsibilities among different participants in the corporation, such as the board, the managers, shareholders and other stakeholders, and spells out the rules and procedure for making decision on corporate affairs. By doing this, it also provides the structure through
80
which the company objectives are set, and the means of attaining those objectives and monitoring performance”.96 Terjemahan bebas dari definisi tersebut bahwa Corporate Governance merupakan sistem yang digunakan untuk mengarahkan dan mengendalikan kegiatan bisnis perusahaan. Corporate Governance mengatur pembagian tugas, hak dan kewajiban bagi yang berkepentingan terhadap kehidupan perusahaan, termasuk para pemegang saham, dewan pengurus, para manajer, dan semua anggota stakeholders non pemegang saham serta menjelaskan segala ketentuan dan prosedur dalam membuat keputusan yang menyangkut kepentingan perusahaan. Dengan melakukan hal ini perusahaan mempunyai pedoman dalam menentukan sasaran usaha dan strategi dalam mencapai sasaran tersebut serta mengevaluasi kinerja dewan pengurus dan manajemen perusahaan. Konsep Corporate Governance sebagaimana dikemukakan oleh Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) menyatakan bahwa Corporate Governance adalah seperangkat peraturan yang menetapkan hubungan antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditor, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan interen dan eksteren lainnya, sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan.97 Corporate Governance yang baik tidak hanya menyangkut penentuan struktur korporasi, tidak hanya menaati peraturan yang mengikat perusahaan 96
Siswanto Sutojo & E. John Aloridge, 2005, Good Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan yang Sehat), PT. Damar Mulia Pustaka, Jakarta, h. 2. 97
Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI), 2002, Good Corporate Governance, Konsep dan Implementasi Perusahaan Publik dan Korporasi Indonesia, Yayasan Pendidikan Pasar Modal Indonesia & Sinergi Communication, Jakarta, h. 17.
81
semata namun juga dapat memahami dinamika masyarakat yang konvensional dan berkembang serta dapat mengikuti gerak sirkulasi sistem yang berlaku secara nasional. Hal ini dapat tercipta apabila terjadi keseimbangan kepentingan antara semua yang berkepentingan (stakeholders) dengan perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan, termasuk perlindungan hukum bagi pemegang saham minoritas yang dapat mempengaruhi eksistensi Good Corporate Governance.98 Berdasarkan atas uraian tersebut dapat dikatakan bahwa tujuan utama dari Good Corporate Governance, adalah : a. Melindungi hak dan kepentingan pemegang saham dan stakeholders non pemegang saham dalam meminimalisasi penyalahgunaan jabatan sehingga hak dan kepentingan stakeholders dari suatu perusahaan tetap terlindungi. b. Meningkatkan nilai perusahaan dan para pemegang saham yang ditandai oleh peningkatan nilai modal sendiri. Modal sendiri adalah sumber dana perusahaan yang dimiliki para pemegang saham, yang terdiri dari modal yang disetor dan laba yang ditahan. Semakin besar jumlah modal sendiri dari tahun ke tahun semakin tinggi pula nilai perusahaan. Peningkatan modal dapat meningkatkan kepercayaan para investor dan kreditur untuk menanamkan dananya di perusahaan yang bersangkutan. c. Meningkatkan
efektifitas
kerja dewan pengurus dan manajemen
perusahaan. Bagi perusahaan yang menerapkan Good Corporate Governance, pemimpin dan para anggota dewan pengurus secara kolektif maupun individual mempunyai pengetahuan yang mendalam mengenai bidang usaha 98
Akhmad Sjakhroza, 2000, Bagaimana Mengatur Kinerja Terciptanya Good Corporate Governance, Usahawan, Jakarta, h. 23.
82
perusahaannya sehingga mereka dapat membimbing anggota manajemen perusahaan secara lebih efektif. Good Corporate Governance mendorong para anggota
dewan pengurus
dan manajemen
perusahaan
untuk
selalu
mengetengahkan etika bisnis dan moral, ketentuan hukum yang berlaku dan kepentingan masyarakat dalam setiap tindakan mereka.99 Penerapan konsep Good Corporate Governance dengan maksud agar perusahaan di Indonesia yang dikelola oleh para pelaku usaha menjadi lebih baik dengan menerapkan pelaksanaan Good Corporate Governance secara efektif dan efisien sesuai dengan maksud dan tujuan perusahaan. Kedudukan pemegang saham Perseroan Terbatas antara pemegang saham mayoritas dengan pemegang saham minoritas, untuk mengantisipasi terjadinya benturan kepentingan di antara pemegang saham tersebut, perlu diberi kewenangan tertentu bagi pemegang saham minoritas seperti hak untuk meminta diadakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan meminta diadakan pemeriksaan terhadap PT berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri, serta meminta pemegang saham mayoritas atau PT, agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar. Melalui salah satu dari prinsip-prinsip Good Corporate Governance yang dikemukakan oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) yaitu prinsip fairness (keadilan), dimana prinsip ini merupakan prinsip perlakuan yang adil bagi seluruh pemegang saham yang terdiri dari :
99
Siswanto Sutojo & E. John Aldridge, Op. Cit., h. 5.
83
Pertama; pengelola perusahaan melindungi hak-hak pemegang saham dan memastikan perlakuan yang sama bagi para pemegang saham, termasuk pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing. Kedua; semua pemegang saham mempunyai kesempatan untuk memperoleh ganti rugi bila hak-haknya dilanggar. Hal ini mencegah tindakan perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh pemegang saham mayoritas atau segala transaksi yang dilakukan oleh pemegang saham mayoritas tanpa persetujuan pemegang saham minoritas.100 Melalui prinsip fairness (keadilan) pemegang saham mayoritas dan pemegang saham minoritas dalam Good Corporate Governance mendapat tempat dan posisi yang proporsional berdasarkan perimbangan yang ada, dengan memberi hak untuk memperoleh informasi perusahaan dengan benar dan akurat sesuai dengan keadaan Perseroan secara transparan yang dapat dipertanggung jawabkan oleh pengurus Perseroan. Menurut Rudhi Prasetya, pemegang saham mayoritas adalah satu atau sejumlah pemegang saham yang relatif menguasai lebih banyak saham yang dikeluarkan oleh Perseroan. Sedangkan pemegang saham minoritas adalah satu atau sejumlah pemegang saham yang relatif hanya menguasai sejumlah saham, yang kalah banyaknya terhadap satu atau sekelompok pemegang saham lainnya.101 Di dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, definisi pemegang saham minoritas tidak diatur secara eksplisit, namun
100
Holly J. Gregory & Marsha E. Simms, Pengelolaan Perusahaan, Apa dan Mengapa Hal Tersebut Penting, Makalah, OECD By The Business Sector Advisory Group On Corporate Governance, h. 6. 101 Rudhi Prasetya, Op. Cit., h. 1.
84
secara implisit dalam ketentuan Pasal 79 Ayat (2a) dan Ayat (2b), Pasal 97 Ayat (6), Pasal 114 Ayat (6) dan Pasal 144 Ayat (1) dapat dipahami bahwa pemegang saham minoritas adalah 1 (satu) pemegang saham atau lebih yang masing-masing atau bersama-sama mewakili paling sedikit 1/10 (satu per sepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dalam Perseroan. Kedudukan pemegang saham mayoritas dengan pemegang saham minoritas menjadi tidak seimbang karena adanya kekuasaan mayoritas (majority rule) yang memberi kekuasaan dominan bagi pemegang saham mayoritas yang dengan mudah dapat menyisihkan pemegang saham minoritas. Majority rule berhubungan erat dengan majority vote dalam pemungutan suara pada saat RUPS mengambil keputusan. Voting berkaitan dengan kourum yang diatur dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas. Kourum adalah jumlah suara yang dapat dikeluarkan berdasarkan saham dengan hak suara yang sah. Prinsip pemungutan suara berdasarkan majority rule berlaku untuk segala macam keputusan RUPS yang mengakibatkan pemegang saham mayoritas menjadi arogan dan berkuasa. Ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal yang memuat tentang kourum, merugikan pemegang saham minoritas karena pemegang saham minoritas hanya memiliki sejumlah kecil saham yang dapat mengeluarkan suara dibandingkan dengan pemegang saham mayoritas yang dapat mengeluarkan suara yang banyak. Keadaan ini mengakibatkan kekalahan terus-menerus pada pihak pemegang saham minoritas bila keputusan dalam RUPS diambil berdasarkan suara terbanyak.
85
Pasal 84 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 menentukan bahwa ”setiap saham yang dikeluarkan mempunyai satu hak suara kecuali Anggaran Dasar menentukan lain”. Pasal 86 Ayat (1) menyatakan bahwa ”RUPS dapat dilangsungkan jika dalam RUPS lebih dari ½ (satu per dua) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili, kecuali UndangUndang dan/atau Anggaran Dasar menentukan jumlah kourum yang lebih besar”. Hal
tersebut
terjadi
karena
Undang-Undang
Perseroan
Terbatas
menentukan setiap saham yang dikeluarkan oleh Perseroan Terbatas (PT), mempunyai satu hak suara yang dikenal dengan prinsip one share one vote. Sehingga kourum untuk menyelenggarakan RUPS didasarkan pada jumlah saham dan bukan jumlah orang yang berhak atas saham. Konsekuensi dari pemberlakuan prinsip tersebut adalah dengan hanya terkumpul pemegang saham mayoritas saja, maka kourum telah terpenuhi. Dengan demikian, RUPS sudah dapat diselenggarakan dan dapat mengambil keputusan tanpa melibatkan pemegang saham minoritas. Prinsip one share one vote sebenarnya didasarkan pada suatu pemikiran bahwa pemegang saham mayoritas sebagai penyandang dana utama, selalu dihadapkan pada dua sisi yang kontradiktif. Di satu sisi berharap mendapatkan deviden yang besar, akan tetapi di sisi lain khawatir akan menanggung resiko kerugian yang besar sesuai dengan jumlah saham yang dimilikinya. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila timbul kecenderungan bahwa pemegang saham mayoritas ingin memonopoli kekuasaan dalam Perseroan Terbatas (PT). Persoalan ini
akan
terus
menjadi
masalah
yang
tidak
kunjung
berakhir,
jika
86
permasalahannya tidak diselesaikan dengan tuntas, yang disebabkan oleh mekanisme kerja PT yang ada sekarang telah menerima prinsip one share one vote tersebut. Prinsip mayority rule juga merupakan salah satu cara pengambilan keputusan dalam RUPS dianggap cukup demokratis. Namun jika dihubungkan dengan asas kekeluargaan dan asas keseimbangan dalam pengambilan keputusan RUPS secara musyawarah untuk mufakat, maka jelas prinsip tersebut dapat menimbulkan permasalahan bagi pemegang saham minoritas. Sebab pemegang saham mayoritas yang mempunyai kemampuan mengendalikan RUPS dapat dengan mudah melakukan perbuatan melanggar hukum yang merugikan pemegang saham minoritas. Dominasi pemegang saham mayoritas juga nyata melalui pengurus Perseroan yang kebijakannya banyak berpihak pada pemegang saham mayoritas yang memberikan banyak keuntungan. Mencermati hal tersebut sebenarnya pemegang saham minoritas juga memiliki peluang untuk melakukan intervensi terhadap kebijakan Direksi maupun Komisaris, dengan syarat apabila tindakan pemegang saham mayoritas secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam pengelolaan PT yang mengakibatkan kerugian pada Perseroan Terbatas, dan bertindak untuk dan atas nama PT melakukan perbuatan melanggar hukum yang mengakibatkan kerugian pada PT dan pihak ketiga, baik dengan cara menyertakan kekayaan pribadi dalam PT atau memanfaatkan fasilitas PT. Namun peluang untuk melakukan intervensi bagi pemegang saham mayoritas lebih besar daripada pemegang saham minoritas. Hal ini disebabkan karena pemegang saham
87
mayoritas berkuasa melalui pemungutan suara dalam RUPS, berpeluang besar untuk menentukan pemberhentian atau pengangkatan Direksi maupun Komisaris serta menentukan pola kebijakan RUPS serta dapat berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung memanfaatkan kedudukan strategis Direksi maupun Komisaris. Berdasarkan atas uraian tersebut, maka tidak mengherankan jika terdapat kecenderungan munculnya kepentingan untuk menguasai suatu Perseroan Terbatas dengan cara menjadi pemegang saham mayoritas. Hilangnya kesempatan untuk menduduki posisi pemegang saham mayoritas, seringkali mengakibatkan orang perseorangan tidak ingin berperan serta dalam Perseroan Terbatas (PT). Adanya kecenderungan munculnya kepentingan tersebut, maka hubungan antara pemegang saham mayaritas dengan pemegang saham minoritas dalam Perseroan Terbatas (PT), sudah seharusnya kedudukannya seimbang dan harmonis berdasarkan asas kekeluargaan atau niat baik (good faith) sebagai asas yang universal dalam suatu perjanjian, karena PT didirikan berdasarkan perjanjian. Dengan demikian sudah sewajarnya antara pemegang saham mayoritas dengan pemegang saham minoritas mengemban tugas atau kewajiban berdasarkan kepercayaan dengan menjalin hubungan yang kokoh dan kompak, sesuai dengan tujuan yang dikehendaki dari perseroan tersebut. Hal ini tidak terlepas dari Good Corporate Governance yang pada dasarnya merupakan suatu mekanisme yang mengatur tentang tata cara pengelolaan perusahaan berdasarkan aturan-aturan yang menaungi perusahaan tersebut seperti Anggaran Dasar, Undang-Undang
88
Perseroan Terbatas, dan aturan-aturan yang mengatur tentang kegiatan perusahaan dalam menjalankan perusahaannya.102 Adanya Good Corporate Governance ini muncul dari ide dasar yaitu, Pertama; untuk memisahkan fungsi dan kepentingan di antara para pihak dalam suatu perusahaan yakni pihak yang menyediakan modal atau pemegang saham, pengawas, dan pelaksana sehari-hari perusahaan dan masyarakat luas. Kedua; untuk melindungi kepentingan pemegang saham minoritas dalam pengelolaan perusahaan. Komponen pemegang saham minoritas merupakan salah satu pihak penting, karena Indonesia merupakan negara berkembang yang mempunyai jumlah
penduduk yang
termasuk terbesar di dunia, sehingga potensi
masyarakatnya dalam kemampuan membeli masih dalam jumlah kecil. Dengan pendapatan perkapita yang masih belum tinggi, potensi penduduk Indonesia hanya memiliki saham yang tentunya juga tidak besar. Oleh karena itu, perlindungan pemegang saham minoritas menjadi begitu penting.103 Meskipun secara formal Good Corporate Governance hanya ditujukan bagi perusahaan yang statusnya merupakan perusahaan publik, khususnya emiten yang telah menyerap dana dari masyarakat dan memiliki saham publik yang sifatnya minoritas dan independen. Dengan diterapkan Good Corporate Governance, maka dana-dana masyarakat yang terkumpul tersebut akan terjamin dan dapat dipertanggungjawabkan.
102
Hasnati, 2004, Peranan Komite Audit dalam Organ Perseroan Terbatas dalam Kerangka Good Corporate Governance, FH UII Press, Yogyakarta, h. 56-57. 103
M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, 2004, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, Kencana, Jakarta, h. 97-98.
89
Sebagaimana ketentuan Pasal 1 Ayat (7) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 menyebutkan bahwa ”Perseroan Terbuka adalah Perseroan Publik yang melakukan penawaran umum saham, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal”. Dengan demikian bentuk Good Corporate Governance dalam perusahaan publik dapat dilakukan melalui pelaksanaan tanggung jawab antara perusahaan sebagai badan hukum, dengan Direksi dan Komisaris sebagai pengurus kepada para pemegang saham. Hal ini dilakukan dengan cara melaksanakan ketentuan anggaran dasar dan kewajiban untuk mengelola perusahaan secara transparan, bertanggung jawab, adil dan penuh akuntabilitas, sehingga kedudukan pemegang saham Perseroan Terbatas merasakan keadilannya. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menegaskan dalam penjelasan Pasal 60 Ayat (1) yang menentukan bahwa ”kepemilikan atas saham sebagai benda bergerak memberikan hak kebendaan kepada pemiliknya. Hak tersebut dapat dipertahankan terhadap setiap orang”. Dari penjelasan pasal tersebut hak kepada pemiliknya yang dapat dipertahankan terhadap setiap orang, menurut Pasal 52 Ayat (1) saham memberikan hak kepada pemiliknya untuk : a. Menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS. b. Menerima pembayaran deviden dan sisa kekayaan hasil likuiditas. c. Menjalankan hak lainnya berdasarkan Undang-Undang ini. d. Dan setiap saham memberikan kepada pemiliknya hak yang tidak dapat dibagi sesuai dengan ketentuan Pasal 52 Ayat (4) UU No. 40 Tahun 2007.
90
Atas dasar ketentuan tersebut di atas, para pemegang saham mempunyai hak-hak tertentu yang berkaitan dengan kepemilikan atas saham Perseroan Terbatas. Dari substansi pasal tersebut sebagai pemegang saham mempunyai 2 (dua) kepentingan yang melekat pada saham, yaitu : 1. Kepentingan pribadi pemegang saham (personal right). 2. Kepentingan pemegang saham terhadap bagian Perseroan (derivative action).104 Kepentingan pribadi pemegang saham dan kepentingan pemegang saham terhadap bagian Perseroan antara lain : 1. Berhak mengajukan gugatan terhadap Perseroan ke Pengadilan Negeri, apabila dirugikan karena tindakan Perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan wajar sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi dan Komisaris sebagaimana ketentuan Pasal 61 Ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007. 2. Berhak meminta kepada Perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar, apabila yang bersangkutan tidak menyetujui tindakan Perseroan yang merugikan pemegang saham atau Perseroan. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 62 Ayat (1) yang berupa : a.
Perubahan Anggaran Dasar Perseroan
b.
Pengalihan atau penjaminan kekayaan Perseroan yang mempunyai
nilai lebih dari 50% (limapuluh persen) kekayaan bersih Perseroan, atau c.
Penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan.
Terkait dengan ketentuan Pasal 61 Ayat (1) perlu diperhatikan bahwa ”Meskipun Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) merupakan instansi yang 104
Habib Adjie, Op. Cit., h. 44.
91
mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau Anggaran Dasar (Pasal 1 Angka 4 UUPT), dan dalam keadaan tertentu dapat memberikan wewenang kepada Direksi Perseroan, tapi dalam keadaan tertentu hal tersebut dapat dikecualikan seandainya hasil RUPS tersebut dapat merugikan Perseroan dan pemegang saham minoritas”.105 Sebagai pemegang saham Perseroan, para pemegang saham tidak hanya mempunyai hak yang bersifat pribadi dalam kedudukannya sebagai pemegang saham, tapi ia juga mempunyai hak terhadap Perseroan berdasarkan pada sahamsaham yang dimilikinya. Hak ini merupakan hak khusus yang diberikan kepada pemegang saham yang diperkenankan bertindak atas nama dan mewakili Perseroan. Menurut ketentuan dari pasal-pasal dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas, hak-hak istimewa tersebut dapat dipergunakan sebagaimana diatur dalam Pasal-pasal berikut ini, yaitu : a.
Pasal 85 Ayat (3) UU No. 40 Tahun 2007, “Atas nama Perseroan,
pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu per sepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah, dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri terhadap anggota Direksi yang karena kesalahannya atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perseroan”. b.
Pasal 98 Ayat (2) UU Nomor 40 Tahun 2007, ”Atas nama
Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu per sepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dapat 105
Habib Adjie, Op. Cit., h. 45.
92
mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri terhadap Komisaris yang karena kesalahannya menimbulkan kerugian pada Perseroan”. c.
Pasal 117 Ayat (1) Huruf B UU Nomor 40 Tahun 2007, ”Satu
orang pemegang saham atau lebih yang mewakili paling sedikit 1/10 bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah berhak untuk mengajukan
permohonan
kepada
Pengadilan
Negeri
agar
Perseroan
dibubarkan. Kepemilikan saham menurut Setiawan, dikenal dua fungsi atas kepemilikan saham, yaitu belleggings functie (hak atas deviden dan hak atas pembagian yang seimbang dari sisa harta setelah perusahaan dibubarkan), dan zegenschaps functie (hak meminta pertanggung jawaban, hak untuk mengetahui jalannya perusahaan dan memeriksa pembukuan serta hak yang berhubungan dengan likuiditas perusahaan).106 Mengkaji substansi pasal-pasal tersebut di atas, maka terlihat bahwa ada keseimbangan hak antara kedudukan pemegang saham mayoritas dan pemegang saham minoritas. Sehingga diharapkan tidak akan terjadi pemegang saham mayoritas menjadi diktator mayoritas, karena memiliki sebagian besar saham perseroan, dan pemegang saham minoritas tidak menjadi tirani minoritas, dengan cara memanfaatkan semua hak dan kesempatan yang diberikan berdasarkan Undang-Undang Perseroan Terbatas.107
106
Setiawan, 1990, Aspek-aspek Hukum Pemilikan Saham, Penyalahgunaan Badan Hukum, dan Penyitaan Saham, Majalah Hukum Varia Peradilan No. 52 Th. V Januari, IKAHI, Jakarta, h. 109. 107 Habib Adjie, Op. Cit, h. 48.
93
Dari hal-hal tersebut diharapkan kedudukan pemegang saham dalam Perseroan Terbatas, baik pemegang saham mayoritas maupun pemegang saham minoritas, mendapat tempat dan posisi yang proporsional atas dasar perimbangan yang ada dalam Perseroan tersebut melalui prinsip fairness (keadilan) bagi pemegang saham tersebut.
3.3 Kriteria Saham yang Dapat Dibebani dengan Gadai Saham merupakan benda bergerak dan memberikan hak kepemilikan kepada pemegangnya. Sebagai pemilik, pemegang saham dapat membebani benda miliknya dengan hak kebendaan lainnya seperti gadai. Sebagai benda bergerak saham memberikan hak kepada pemiliknya sebagaimana diatur dalam Pasal 52 Ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 2007, yaitu : a. Menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS. b. Menerima pembayaran deviden dan sisa kekayaan hasil likuidasi. c. Menjalankan hak lainnya berdasarkan Undang-Undang ini. Saham adalah merupakan surat berharga sebagai bukti kesertaan penyetoran modal pada Perseroan Terbatas dan memberi hak kepada pemegang. Dari definisi saham tersebut terdapat unsur-unsur pengertian saham, yaitu : a. Surat berharga, ini berarti pada saham tertulis sejumlah uang yang menjadi hak pemegang, hak tersebut dibuktikan dengan penguasaan saham itu, dan saham itu dapat dipindahtangankan. b. Bukti penyetoran modal, ini berarti pemegang saham itu adalah penanam modal pada Perseroan Terbatas yang dibuktikan oleh saham yang dikuasainya.
94
c. Hak pemegang, ini berarti dengan menguasasi saham itu pemegang memperoleh hak seperti diatur dalam UUPT, misalnya deviden, mengikuti rapat pemegang saham.108 Terkait dengan pengeluaran saham, maka dalam setiap pengeluaran saham Perseroan Terbatas nilai nominal saham harus dicantumkan dalam mata uang Republik Indonesia (rupiah). Nilai nominal saham adalah nilai yang tertulis dengan angka dan huruf pada saham. Sebagaimana ketentuan Pasal 48 UU Nomor 40 Tahun 2007, saham Perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya. Dan berdasarkan penjelasan Pasal 48 Ayat (1) tersebut bahwa, ”Perseroan hanya diperkenankan mengeluarkan saham atas nama pemiliknya dan Perseroan tidak boleh mengeluarkan saham atas tunjuk”. Penjelasan Pasal 48 Ayat (1) tersebut Perseroan Terbatas hanya boleh mengeluarkan saham atas nama pemiliknya, dimana saham atas nama ini adalah saham yang mencantumkan nama pemegang atau pemiliknya. Pasal 49 Ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 2007, “Nilai saham harus dicantumkan dalam mata uang rupiah”. Hal ini terkait dengan ketentuan Pasal 49 Ayat (2) bahwa, ”saham tanpa nilai nominal tidak dapat dikeluarkan”. Akan tetapi ketentuan dalam Ayat (2) tersebut oleh Ayat (3)-nya menetapkan bahwa, ”tidak menutup kemungkinan diaturnya pengeluaran saham tanpa nilai nominal dalam Peraturan Perundang-Undangan di bidang pasar modal”. Sebagai benda bergerak saham dapat menjadi objek dari gadai, sebagaimana ketentuan Pasal 60 Ayat (2), ”Saham dapat diagunkan dengan gadai 108
Abdulkadir Muhammad, 2007, Hukum Dagang tentang Surat Berharga (edisi Revisi), Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 256.
95
atau jaminan fidusia sepanjang tidak ditentukan lain dalam Anggaran Dasar”. Begitu juga apabila saham tersebut digadaikan, maka saham yang dipakai sebagai agunan tersebut wajib didaftarkan dan dicatat dalam daftar pemegang saham dan daftar khusus sebagaimana ditentukan dalam Pasal 50 UU Nomor 40 Tahun 2007 yang menentukan antara lain : 1. Ayat (1) Direksi Perseroan wajib mengadakan dan menyimpan daftar pemegang saham, yang memuat sekurang-kurangnya : a.
Nama dan alamat pemegang saham.
b.
Jumlah, nomor, tanggal perolehan saham yang dimiliki pemegang
saham, dan klasifikasinya dalam hal dikeluarkan lebih dari satu klasifikasi saham. c.
Jumlah yang disetor atas setiap saham.
d.
Nama dan alamat dari orang perseorangan atau badan hukum yang
mempunyai hak gadai atas saham atau sebagai penerima jaminan fidusia saham dan tanggal perolehan hak gadai atau tanggal pendaftaran jaminan fidusia tersebut. e.
Keterangan penyetoran saham dalam bentuk lain sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 34 Ayat (2). 2. Ayat (2) selain daftar pemegang saham sebagaimana dimaksud pada Ayat (1), Direksi Perseroan wajib mengadakan dan menyimpan daftar khusus yang memuat keterangan mengenai saham anggota Direksi dan Dewan Komisaris beserta keluarganya dalam Perseroan dan/atau pada Perseroan lain serta tanggal saham itu diperoleh.
96
3. Ayat (3) dalam daftar pemegang saham dan daftar khusus sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dan Ayat (2), dicatat juga setiap perubahan kepemilikan saham. 4. Ayat (4) daftar pemegang saham dan daftar khusus sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dan Ayat (2) disediakan di tempat kedudukan Perseroan agar dapat dilihat oleh para pemegang saham. 5. Ayat (5) dalam hal Peraturan Perundang-undangan di bidang pasar modal tidak mengatur lain, ketentuan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1), Ayat (3) dan Ayat (4) berlaku juga bagi Perseroan Terbuka. Dari ketentuan Pasal 50 UU No. 40 Tahun 2007 tersebut dapat dikatakan bahwa Direksi mempunyai suatu kewajiban untuk menyimpan daftar pemegang saham, di dalam daftar khusus yang nantinya dapat menjadi sumber informasi mengenai besarnya kepemilikan dan kepentingan anggota Direksi dan Dewan Komisaris pada Perseroan atau Perseroan lain dan daftar khusus tersebut disediakan di tempat kedudukan Perseroan tersebut agar dapat diketahui oleh para pemegang saham. Hal ini juga berlaku bagi Perseroan Terbuka, bila peraturan di bidang pasar modal tidak menentukan lain. Melihat karakteristik saham yang merupakan benda bergerak, karena saham bukanlah sesuatu yang melekat pada tanah atau bangunan, sehingga saham dapat dipindahtangankan baik dengan cara penyerahan secara nyata ataupun secara yuridis. Sebagaimana ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata khususnya Pasal 1150 yang menentukan : ”Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau
97
oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan dari pada orang-orang berpiutang lainnya, dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan”. Ketentuan Pasal 1150 tersebut dapat dikatakan bahwa hak kebendaan yang melekat pada barang bergerak dijaminkan dengan gadai. Begitu juga halnya dengan saham termasuk ke dalam kategori benda bergerak, maka saham harus dijaminkan secara gadai dengan mengeluarkan saham tersebut dari kekuasaan pemiliknya yaitu dalam hal ini debitur. Apabila ketentuan Pasal 1150 KUH Perdata dikaitkan dengan ketentuan Pasal 60 Ayat (2) UU Nomor 40 Tahun 2007, maka kelihatan bahwa saham sebagai benda bergerak sebagaimana ketentuan Ayat (1)-nya, di dalam pembebanannya yang ditentukan dalam Ayat (2) dapat dibebani dengan gadai atau jaminan fidusia. Disinilah ketentuan mengenai saham yang dipakai sebagai jaminan hutang oleh debitur terjadi ketidakpastian apakah saham sebagai benda bergerak dibebani gadai ataupun bisa dibebani dengan jaminan fidusia. Saham apabila dibebani dengan gadai maka antara ketentuan yang ada dalam KUH Perdata maupun yang ada dalam UU Nomor 40 Tahun 2007, tidak menimbulkan suatu perbedaan yang signifikan dalam pembebanannya, karena saham sebagai benda bergerak yang dipakai sebagai jaminan hutang oleh debitur kepada kreditur, saham tersebut akan beralih kepada kreditur atau pihak ketiga sebagai penerima gadai. Beda halnya dengan saham yang dijaminkan dengan fidusia, saham akan tetap berada pada tangan pemiliknya atau berada di bawah kekuasaan debitur sebagai pemberi
98
jaminan fidusia, sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999, di dalam Pasal 1 ayat (1), ”Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda”. Sebagai benda bergerak saham memberikan hak kepada pemiliknya sebagaimana diatur dalam Pasal 60 Ayat (1), ”Kepemilikan atas saham sebagai benda bergerak memberikan hak kebendaan kepada pemiliknya, dan hak tersebut dapat dipertahankan terhadap setiap orang. Selanjutnya Pasal 60 Ayat (2) menentukan, ”Saham dapat diagunkan dengan gadai maupun jaminan fidusia sepanjang tidak ditentukan lain dalam Anggaran Dasar”. Prinsip saham sebagai benda bergerak sehingga dapat dijadikan agunan. Dalam konsep gadai dalam Pasal 1150-1160 KUH Perdata, maka hak gadai dibuktikan dengan mengalihkan barang yang digadaikan kepada penerima gadai, dan penerima gadai juga bisa menikmati manfaat dan hasil dari barang yang digadaikan.109 Beda pada gadai saham dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas, hanya membatasi hak suara atas saham yang diagunkan dengan gadai atau fidusia tetap berada pada pemegang saham, sehingga walaupun secara fisik saham tersebut telah dikuasai oleh penerima gadai, hak suara dalam RUPS tetap merupakan hak dari pihak yang menggadaikan saham tersebut. Sedangkan hak untuk menerima manfaat dari saham yang digadaikan tersebut, seperti hak untuk menerima deviden dan menerima sisa hasil pembagian dalam hal Perseroan dilikuidasi baru dapat diberikan kepada penerima gadai bilamana diperjanjikan dalam perjanjian antara pemberi dengan penerima gadai. 109
Jamin Ginting, Op. Cit, h. 81.
99
Dari kriteria saham yang dapat diagunkan dengan gadai sebagaimana tersirat dalam Pasal 60 Ayat (2) UU Nomor 40 Tahun 2007, saham sebagai benda bergerak berdasarkan Pasal 60 Ayat (2) tersebut, kecuali ditentukan lain dalam Anggaran Dasar Perseroan tersebut, maka saham tidak dapat dibebani dengan gadai apabila Anggaran Dasar Perseroan yang menentukannya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sepanjang anggaran dasar Perseroan tidak menentukan bahwa saham Perseroan tidak dapat diagunkan dengan gadai atau
jaminan fidusia, maka kriteria saham Perseroan Terbatas
tersebut dapat dijadikan agunan oleh pemiliknya dengan ketentuan gadai atas saham tersebut didaftarkan dalam daftar pemegang saham dan daftar khusus, agar Perseroan atau pihak lain yang berkepentingan dapat mengetahui mengenai status saham tersebut. Hal ini juga berkaitan dengan hak suara atas saham yang diagunkan dengan gadai ataupun jaminan fidusia sebagaimana ketentuan Pasal 60 Ayat (4) tetap berada pada pemegang saham. Ketentuan ini menegaskan bahwa asas hukum yang tidak memungkinkan pengalihan hak suara terlepas dari kepemilikan atas saham. Sedangkan hak lain di luar hak suara dapat diperjanjian sesuai dengan kesepakatan di antara penerima gadai dengan pemberi gadai.