BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERSEROAN TERBATAS DAN LEMBAGA JAMINAN
2.1 Pengertian, Dasar Hukum dan Modal Perseroan Terbatas 2.1.1
Pengertian Perseroan Terbatas Perseroan Terbatas (PT) yang digunakan dewasa ini, sebelumnya dikenal
dengan istilah Naamloze Vennootschap yang disingkat NV, yang semula diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Bentuk usaha yang saat ini paling banyak dipakai dalam melakukan kegiatan usaha adalah bentuk usaha berbentuk
Perseroan
Terbatas
yang
terus
berkembang
seiring
dengan
perkembangan ekonomi di Indonesia. Perkembangan Perseroan Terbatas tersebut juga tidak terlepas dari regulasi yang dikeluarkan pemerintah dalam rangka memberikan kemudahan dan tanggung jawab pada Perseroan Terbatas sebagai Badan Hukum. Istilah Perseroan Terbatas yang digunakan sekarang ini disingkat PT, telah menjadi baku di dalam masyarakat bahkan juga dibakukan di dalam berbagai Peraturan Perundang-Undangan, misalnya UU No. 1 Tahun 1995, yang telah diganti dengan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.43 Dengan keluarnya UU No. 1 Tahun 1995 yang merupakan peraturan yang mencabut ketentuan Pasal 36-56 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang yang mengatur tentang Perseroan Terbatas. Penyempurnaan Undang-Undang Perseroan 43
Rudi Prasetya, Op. Cit, h. 2.
34
35
ini tidak terlepas dari pembangunan perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi yang berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.44 Perseroan Terbatas yang diatur dalam UU No. 1 Tahun 1995 dalam perkembangannya, ketentuan dalam Undang-Undang tersebut dipandang tidak lagi memenuhi perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat dikarenakan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi sudah berkembang begitu cepat, khususnya pada era globalisasi. Adanya kebutuhan tersebut menuntut penyempurnaan UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, yang selanjutnya diganti/dirubah dengan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Mengenai pengertian/definisi Perseroan Terbatas pada Kitab UndangUndang Hukum Dagang (KUHD) sebagai cikal bakal dari pengaturan Perseroan Terbatas, yang dalam KUHD disebut dengan Naamloze Vennootschap (NV). Tidak ditemui adanya pengertian dari Perseroan Terbatas. Akan tetapi dari ketentuan-ketentuan Pasal 36, 40, 42, dan 45 KUHD, akan didapat pengertian Perseroan Terbatas. Dalam Pasal-Pasal tersebut mengandung unsur-unsur yang dapat membentuk badan usaha menjadi Perseroan Terbatas. Unsur-unsur tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut :45
44
Jamin Ginting, 2007, Hukum Perseroan Terbatas (UU No. 40 Tahun 2007), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 1. 45
C.S.T. Kansil, Christine S.T. Kansil, 2009, Seluk Beluk Perseroan Terbatas Menurut Undang-Undang No. 40 Tahun 2007, Rineka Cipta, Jakarta, h. 2.
36
a. Adanya kekayaan yang terpisah dari kekayaan pribadi masing-masing Persero (pemegang saham), dengan tujuan untuk membentuk sejumlah dana sebagai jaminan bagi semua perikatan Perseroan. b. Adanya Persero yang tanggung jawabnya terbatas pada jumlah nominal saham yang dimilikinya. Sedangkan mereka semua dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) merupakan kekuasaan tertinggi dalam organisasi Perseroan, yang berwenang mengangkat dan memberhentikan Direksi dan Komisaris, berhak menetapkan garis-garis besar kebijaksanaan menjalankan perusahaan, menetapkan hal-hal yang belum ditetapkan dalam anggaran dasar, dan lain-lain. c. Adanya pengurus (Direksi) dan Komisaris yang merupakan satu kesatuan pengurusan dan pengawasan terhadap Perseroan dan tanggung jawabnya terbatas pada tugasnya, yang harus sesuai dengan Anggaran Dasar atau Keputusan RUPS. Begitu juga definisi otentik Perseroan Terbatas ditemukan dalam Pasal 1 butir 1 UU No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas yakni : ”Badan Hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham”. Dari definisi tersebut dapat ditarik unsur-unsur Perseroan Terbatas, yakni : 1. Perseroan Terbatas adalah badan hukum 2. Didirikan berdasarkan perjanjian 3. Melakukan kegiatan usaha 4. Modalnya terdiri dari saham-saham
37
Dalam ketentuan umum UU No. 40 Tahun 2007 pada Pasal 1 Ayat (1), pengertian Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah : ”Badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam UndangUndang ini serta peraturan pelaksanannya”. Menurut Black’s Law Dictionary Corporation adalah : ”An entity (use a business) having authority under law to act a single person distinct from the shareholders who own and having rights to issue stock and exist indefinetely; a group of succession of persons established in accordance with legal personality distinct from the natural persons who make it up, exists indefinetely apart from them, and has the legal powers that it’s constitution gives it”.46 Dari pengertian di atas menunjukkan bahwa Korporasi adalah badan hukum yang dipersamakan dengan manusia. Sebagai badan hukum, Korporasi dibedakan dari pemegang sahamnya, dalam pengertian bahwa semua kewajiban Korporasi dijamin dengan harta kekayaan para pemegang sahamnya. Korporasi adalah suatu badan hukum mandiri yang diakui oleh negara, yang mempunyai personalia tersendiri terlepas dari pemegang sahamnya. Korporasi dicirikan pada sifat tanggung jawab yang terbatas dari para pemegang sahamnya, saham-saham yang diterbitkan yang mudah sekali diperdagangkan, dan keberadaannya yang diakui secara terus-menerus.
46
h. 365.
Bryan A. Garner, 2004, Black’s Law Dictionary, 8th Edition, St. Paul, West Publishing,
38
Keberadaan status badan hukum dan karena sifat pertanggung jawaban terbatas pada pemegang sahamnya ditentukan oleh saat incorporation-nya. Dengan telah dinyatakannya suatu perusahaan sebagai incorporeted, maka status badan hukum dengan sifat tanggung jawabnya yang terbataspun hadir demi hukum bagi kepentingan pemegang saham korporasi. Di Indonesia, UU Perseroan Terbatas menyatakan saat incorporation adalah saat Perseroan memperoleh pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM.47 Selanjutnya dalam konsepsi modern Business Corporation, dikatakan bahwa : ”In addition to it’s legal personality, the modern business corporation has at least other legal characteristics :48 (i) Transferable shares (share holders can change without affecting its status as a legal entity), (ii) Perpectual succession capacity (its possible continued existence despite shareholders’ death or withdrawal), and (iii) Limited liability (including, but not limited to : the share holders’ limited responsibility for corporate debt, insulation from judgments against the corporation, share holders’ amnesty from criminal actions of the corporation, and in some jurisdictions, limited liability for corporate officers and directors from criminal acts by the corporation.
47
Gunawan Widjaja, 2008, Risiko Hukum Sebagai Direksi, Komisaris & Pemilik PT, Forum Sahabat, Jakarta, h. 9. 48
C.A. Cooke, 1950, Corporation, Trust and Company, A Legal History.
39
Menurut Gunawan Widjaja menyatakan dari rumusan C.A. Cooke tersebut, dapat diketahui bahwa suatu Perseroan Terbatas sebagai suatu bentuk modern corporation memiliki setidaknya tiga karakteristik tambahan yaitu : 1.
Kepemilikannya diwadahkan dalam bentuk saham-saham yang
dapat dengan mudah dipindahtangankan atau dialihkan kepada siapapun juga. 2.
Mempunyai masa hidup yang abadi dengan jangka waktu pendirian
yang tidak ditentukan lamanya, yang tidak digantungkan pada masa hidup pemegang sahamnya. 3.
Sifat tanggung jawab yang tidak hanya terbatas pada pemegang
saham, tidak hanya untuk tanggung jawab Perdata melainkan juga tanggung jawab atas suatu tindak pidana yang dilakukan oleh Perseroan. Di samping itu, dikenal juga pertanggung jawaban terbatas terhadap para pengurusnya.49 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Perseroan Terbatas pada dasarnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut :50 1. Memiliki status hukum tersendiri, yaitu sebagai suatu badan hukum, yaitu subyek hukum artificial, yang sengaja diciptakan untuk membentuk kegiatan perekonomian
yang
dipersamakan
dengan
individu
manusia,
orang
perorangan. 2. Memiliki harta kekayaan tersendiri yang dicatatkan atas namanya sendiri, dan dipertanggungjawabkan sendiri atas setiap tindakan, perbuatan, termasuk perjanjian yang dibuat. Ini berarti Perseroan dapat mengikatkan dirinya dalam satu atau lebih perikatan, yang berarti menjadikan Perseroan sebagai subyek 49
50
Gunawan Widjaja, Op. Cit., h. 11
Gunawan Widjaja, Op. Cit., h. 11-12.
40
hukum mandiri (persona standi in juditio) yang memiliki kapasitas dan kewenangan untuk dapat menggugat dan digugat di hadapan pengadilan. 3. Tidak lagi membebankan tanggung jawabnya kepada pendiri atau pemegang sahamnya, melainkan hanya untuk dan atas nama dirinya sendiri, untuk kerugian dan kepentingan dirinya sendiri. 4. Kepemilikannya tidak digantungkan pada orang perorangan tertentu, yang merupakan pendiri atau pemegang sahamnya. Setiap saat saham Perseroan dapat dialihkan kepada siapapun juga menurut ketentuan yang diatur dalam Anggaran Dasar dan Undang-Undang yang berlaku pada suatu waktu tertentu. 5. Keberadaannya
tidak
dibatasi
jangka
waktunya
dan
tidak
lagi
dihubungkan dengan eksistensi dari pemegang sahamnya. 6. Pertanggung jawaban yang mutlak terbatas, selama dan sepanjang para pengurus (Direksi), Dewan Komisaris dan atau pemegang saham tidak melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang tidak boleh dilakukan. Dari uraian di atas dapat diketahui, bahwa salah satu karakteristik mendasar dari suatu Perseroan Terbatas sebagai corporation adalah sifat badan hukum dan pertanggungjawaban terbatas dari Perseroan Terbatas. Dalam Kepustakaan Hukum Belanda, istilah badan hukum dikenal dengan sebutan Rechtsperson, sedangkan dalam kamus Hukum Ekonomi Legal Entity diartikan sebagai “Badan hukum yaitu badan atau organisasi yang oleh hukum diberlakukan sebagai subyek hukum, yaitu pemegang hak dan kewajiban”.51
51
Elly Erawaty, AF dan Badudu, JS, 1996, Kamus Hukum Ekonomi Inggris Indonesia, Protek Elips, Jakarta, h. 78.
41
Sebagai badan hukum Perseroan Terbatas pertanggung jawabannya terbatas, karena pada prinsipnya ada pengakuan keterpisahan tanggung jawab antara perusahaan selaku badan hukum dengan pemegang saham sebagai pribadi. Dalam sistem Hukum Indonesia hal ini diakui secara tegas oleh Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007, dalam Pasal 3 Ayat (1) yang menyatakan : “Pemegang saham Perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama Perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan melebihi saham yang dimiliki”. Dari ketentuan Pasal 3 Ayat (1) tersebut mempertegas ciri Perseroan bahwa pemegang saham hanya bertanggung jawab sebesar atas seluruh saham yang dimilikinya dan tidak meliputi harta kekayaan pribadinya. Istilah Perseroan Terbatas menurut H.M.N. Purwosutjipto, terdiri dari dua kata, yakni Perseroan dan Terbatas. Perseroan merujuk kepada modal PT yang terdiri dari sero-sero atau saham-saham. Adapun kata terbatas merujuk kepada tanggung jawab pemegang saham yang luasnya hanya terbatas pada nilai nominal semua saham yang dimilikinya.52 Adapun dasar pemikiran bahwa Perseroan Terbatas (PT), modalnya terdiri dari sero-sero atau saham dapat dilihat dari ketentuan Pasal 1 Ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007, yang menyatakan : “Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut dengan Perseroan adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham-saham, dan 52
H.M.N. Purwosatjipto, 1982, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jilid 2, Djambatan, Jakarta, h. 85.
42
memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini, serta peraturan pelaksanaannya”. Istilah Perseroan Terbatas (PT) yang digunakan di Indonesia sebenarnya mengawinkan antara sebutan yang digunakan Hukum Inggris dan Hukum Jerman. Di satu pihak ditampilkan segi sero atau sahamnya, tetapi sekaligus di sisi lain juga ditampilkan segi pertanggung jawabannya yang terbatas.53 Definisi otentik Perseroan Terbatas (PT) yang ditemukan dalam Pasal 1 butir 1 UUPT, maka dari definisi itu dapat ditarik unsur-unsur Perseroan Terbatas (PT), yaitu : 54 1. Perseroan Terbatas adalah badan hukum 2. Didirikan berdasarkan perjanjian 3. Melakukan kegiatan usaha 4. Modalnya terdiri dari saham-saham Dengan demikian Perseroan Terbatas sebagai badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian dalam melakukan kegiatannya dari modal Perseroan yang terdiri dari saham-saham, maka secara hukum pada prinsipnya harta bendanya terpisah dari harta benda pendirinya/pemiliknya. Karena itu tanggung jawab secara hukum juga dipisahkan dari harta benda pribadi pemilik perusahaan yang berbentuk badan hukum tersebut. Apabila suatu Perseroan Terbatas melakukan suatu perbuatan dengan pihak lain, yang bertanggung jawab adalah Perseroan tersebut dan tanggung
53
54
Rudhi Prasetya, Op. Cit., h. 43.
Ridwan Khairandy, Machsun Tabroni, Ery Arifudin, Djohari Santoso, 1999, Pengantar Hukum Dagang Indonesia I, Gama Media, Yogyakarta, h. 33.
43
jawabnya sebatas harta benda yang dimiliki oleh Perseroan tersebut. Harta benda pribadi pemilik Perseroan/pemegang sahamnya tidak dapat disita atau digugat untuk dibebankan tanggung jawab Perseroan tersebut. Ini adalah prinsip yang berlaku umum dalam keadaan normal.55 Suatu badan hukum merupakan Perseroan Terbatas yang modalnya terdiri atas saham-saham, maka tanggung jawab pemegang saham dalam Perseroan Terbatas tersebut terbatas pada modal yang disetor dalam Perseroan tidak bertanggung jawab sampai kekayaan pribadinya. 2.1.2
Dasar Hukum dan Modal Perseroan Terbatas (PT) Perseroan Terbatas (PT) semula diatur dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang (KUHD) yang dulu disebut dengan Naamloze Vennootschap (NV), adalah merupakan suatu persekutuan untuk menjalankan usaha yang memiliki modal, terdiri atas saham-saham dimana pemiliknya memiliki bagian sebanyak saham yang dimilikinya. Karena modalnya terdiri atas saham-saham yang dapat diperjualbelikan, perubahan kepemilikan perusahaan dapat dilakukan tanpa perlu membubarkan perusahaan.56 Perseroan Terbatas (PT) yang dulu bernama Naamloze Vennootschap (Company Limited by Shares) dalam KUHD diatur dalam buku pertama, titel ketiga, bagian ketiga, yang berjudul tentang Perseroan Terbatas, diatur dalam Pasal 36-56, jadi hanya 26 Pasal saja sehingga benar-benar sangat singkat sekali. Bertitik tolak dari singkatnya ketentuan yang mengatur Perseroan dalam KUHD 55
Munir Fuady, 2002, Doktrin-doktrin Modern dalam Corporate Law dan Eksistensinya dalam Hukum Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, (selanjutnya disebut Munir Fuady II), h. 3. 56
Farida Hasyim, 2009, Hukum Dagang, Sinar Grafika, Jakarta, h. 149.
44
dikarenakan; Hukum Perseroan yang diatur dalam KUHD, merupakan ketentuan Perdata khusus yang mengatur hukum perikatan atau perjanjian antara pihakpihak yang timbul khusus dari bidang perusahaan Perseroan Terbatas. Sedangkan hukum perikatan yang diatur dalam buku ketiga KUH Perdata, merupakan aturan hubungan hukum antara perorangan yang satu dengan yang lain dalam segala bidang usaha sesuai dengan kehendak dan kebutuhannya sendiri.57 Pada tahun 1995 dengan diterbitkannya UU Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dengan keluarnya UU ini dinyatakan tidak berlaku, karena ketentuan yang diatur dalam KUHD menurut Konsiderans UUPT 1995, alasannya antara lain :58 1. Ketentuan yang diatur dalam KUHD, dianggap tidak sesuai lagi dengan peraturan Perseroan Terbatas yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan ekonomi dan dunia usaha yang semakin pesat, baik secara nasional maupun internasional. 2. Menciptakan kesatuan hukum dalam Perseroan yang berbentuk badan hukum (rechtspersoon, legal person, legal entity). Di samping itu, selain Perseroan sebagai badan hukum yang diatur dalam KUHD, hingga saat itu masih terdapat badan hukum lain dalam bentuk Maskapai Andel Indonesia, sebagaimana yang diatur dalam ordonansi Maskapai Andel Indonesia (Ordonantie op de Indonesische Maatschappy, Staatsblad 1939-569 jo 717).
57
M. Yahya Harahap, 2009, Hukum Perseroan Terbatas, Sinar Grafika, Jakarta, h. 22.
58
Ibid, h. 24.
45
Oleh karena itu dalam rangka menciptakan kesatuan hukum dan untuk memenuhi kebutuhan hukum baru yang dapat menunjang Pembangunan Nasional dan menjamin kepastian hukum adanya dualisme pengaturan hukum tentang Perseroan perlu dihapus. Selain itu juga KUHD tidak dapat lagi mengikuti dan memenuhi kebutuhan perkembangan perekonomian dan dunia usaha. Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas yang menjadi dasar motivasi diundangkannya UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, sebagai pengganti ketentuan Perseroan yang diatur dalam KUHD. UU No. 1 Tahun 1995, tidak lagi ditempatkan sebagai bagian dalam KUHD maupun KUH Perdata, akan tetapi dia merupakan Undang-Undang yang terpisah dan berdiri sendiri di luar KUHD maupun KUH Perdata.59 Pada tanggal 16 Agustus 2007, UU No. 1 Tahun 1995 diganti dengan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 160 UU No. 40 Tahun 2007 yang berbunyi : “Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku”. Dasar alasan penggantian UU No. 1 Tahun 1995 dengan UU No. 40 Tahun 2007, yang dikemukakan dalam konsideran maupun dalam penjelasan umum, antara lain :60
59
Ibid, h. 25.
60
Ibid, h. 26-27.
46
1. Perekonomian
Nasional
harus
diselenggarakan
berdasarkan
asas
demokrasi ekonomi sesuai dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, dan kesatuan ekonomi Nasional. 2. Semua prinsip itu perlu didukung oleh kelembagaan perekonomian yang kokoh
dalam
rangka
mewujudkan
kesejahteraan
masyarakat,
lebih
meningkatkan perkembangan perekonomian nasional sekaligus memberi landasan yang kokoh bagi dunia dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi pada masa mendatang. 3. Perlu diadakan Undang-Undang yang mengatur tentang Perseroan Terbatas yang dapat mendukung terselenggaranya iklim dunia usaha yang kondusif. 4. Perseroan Terbatas sebagai salah satu pilar pembangunan perekonomian nasional, perlu diberi landasan hukum untuk lebih memacu pembangunan nasional yang disusun sebagai usaha bersama atas dasar kekeluargaan. 5. Selama ini hukum Perseroan yang diatur dalam UU No. 1 Tahun 1995, sebagai pengganti perundang-undangan yang berasal dari zaman kolonial Belanda, yang dalam perkembangannya, ketentuan UU No. 1 Tahun 1995 tidak sesuai lagi memenuhi perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat, karena keadaan ekonomi serta kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi sudah berkembang begitu pesat, khususnya pada era globalisasi. 6. Selain itu perlu diakomodasi tuntutan masyarakat akan layanan yang cepat, kepastian hukum dan tuntutan pengembangan dunia usaha yang sesuai
47
dengan prinsip pengelolaan perusahaan yang baik (Good Corporate Governance). Semua hal itu menuntut perlunya dilakukan penyempurnaan UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Perseroan Terbatas merupakan badan usaha dan besarnya modal Perseroan tercantum dalam Anggaran Dasar. Kekayaan perusahaan terpisah dari kekayaan pribadi pemilik perusahaan, sehingga Perseroan Terbatas memiliki harta kekayaan sendiri. Setiap orang dalam Perseroan Terbatas dapat memiliki lebih dari satu saham yang menjadi bukti pemilikan perusahaan. Pemilik saham mempunyai tanggung jawab terbatas yaitu sebanyak saham yang dimiliki. Apabila hutang perusahaan melebihi kekayaan perusahaan, maka kelebihan hutang tersebut tidak menjadi tanggung jawab para pemegang saham. Apabila perusahaan mendapat keuntungan, maka keuntngan tersebut dibagikan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. Pemilik saham akan memperoleh bagian keuntungan yang disebut deviden, yang besarnya tergantung pada besar kecilnya keuntungan yang diperoleh Perseroan Terbatas. Dasar hukum berdirinya Perseroan Terbatas (PT) sebagaimana dengan diaturnya PT dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, adalah :61 a. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, tentang Perseroan Terbatas. b. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997, tentang Dokumen Perusahaan. c. Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 1998, tentang pemakaian nama Perseroan Terbatas. d. Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1998, tentang penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan Perseroan Terbatas. e. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1998, tentang merger, konsiliasi, dan akuisisi bank. 61
Farida Hasyim, Op. Cit, h. 149-150.
48
f. Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 1999, tentang bentuk-bentuk tagihan tertentu yang dapat dikompensasikan sebagai setoran saham. g. Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No. M.01 HT.01.01 Tahun 2000 Tanggal 4 Oktober 2000 tentang pemberlakuan sistem adminisrasi Badan Hukum Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. h. Keputusan Jendral Administrasi Hukum Umum No. C.1 HT.01.01 Tahun 2001 tentang Dokumen Pendukung Format Isian Akta Notaris (FIAN) model 1 dan Dokumen Pendukung Format Isian Akta Notaris (FIAN) Model II untuk Perseroan Terbatas tertentu. i. Keputusan Direktur Jendral Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No. C.01 HT.01.01 Tahun 2003 tanggal 22 Januari 2003 tentang tata cara pengajuan permohonan dan pengesahan Akta Pendirian dan Persetujuan Akta Perubahan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas. j. Keputusam Direktur Jendral Administasi Hukum Umum Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor C01. HT. 01.04 Tahun 2003 Tanggal 22 Januari 2003 tentang tata cara penyampaian laporan Akta Perubahan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas. k. Keputusan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No. C.03 HT.01.04 Tahun 2003 Tanggal 5 Maret 2003 tentang tata cara penyampaian pemberitahuan Akta Perubahan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas. l. Surat Edaran Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No. C.HT. 01.10.03 Tanggal 8 Maret 2004 tentag berakhirnya sistem manual terhadap permohonan pengesahan Akta Pendirian, Persetujuan, dan Pelaporan Akta Perubahan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas. m. Surat Edaran Direktur Jendral Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No. C. 24 HT. 01.01 Tahun 2004 tanggal 12 November 2004 tentang petunjuk teknis sistem administrasi hukum umum. n. Surat Edaran Direktur Jendral Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No. C. 26 HT. 01.01 Tahun 2004 tanggal 6 Desember 2004 tentang tata cara pengesahan pendirian dan persetujuan Akta Perubahan Anggaran Dasar Yayasan. o. Surat Edaran Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No. C.HT. 03.10.03 Tahun 2005 Tanggal 20 Januari 2005 tentang kewajiban Notaris menyerahkan disket yang memuat
49
Anggaran Dasar Perseroan Terbatas kepada Perum Percetakan Negara Republik Indonesia.
Perseroan sebagai badan hukum lahir dari proses hukum seperti yang tercantum dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 40 Tahun 2007, yang berbunyi : ”Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasar perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya”. Elemen pokok yang melahirkan suatu Perseroan sebagai badan hukum (rechstperson, legal person, legal entity), apabila bertitik tolak dari ketentuan Pasal 1 angka 1 UU No. 40 tahun 2007, harus terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut :62 1. Merupakan persekutuan modal Perseroan sebagai badan hukum memiliki ”modal dasar” yang disebut juga authorized capital, yakni jumlah modal yang disebutkan atau dinyatakan dalam akta pendirian atau Anggaran Dasar Perseroan. Modal dasar tersebut, terdiri dan terbagi dalam saham atau sero (aandelen, share, stock). Modal yang terdiri dan dibagi atas saham itu, dimasukkan para pemegang saham dalam status mereka sebagai anggota perseroan dengan jalan membayar saham tersebut kepada perseroan. Jadi ada beberapa orang pemegang saham yang bersekutu mengumpulkan modal untuk melaksanakan kegiatan perusahaan yang dikelola Perseroan. 62
M. Yahya Harahap, Op.Cit., h. 34-36.
50
Besarnya modal dasar Perseroan menurut ketentuan Pasal 31 Ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007, terdiri atas seluruh “nilai nominal” saham. Selanjutnya menurut Pasal 32 Ayat (1), modal dasar Perseroan paling sedikit Rp 50.000.000,(limapuluh juta rupiah). Sebenarnya persekutuan yang terjadi dalam Perseroan sebagai badan hukum, bukan hanya persekutuan modal, tetapi juga persekutuan para anggota yang terdiri dari pemegang saham (handeel houder, share holder). Namun yang lebih menonjol adalah persekutuan modal, dibanding dengan persekutuan orang atau anggotanya sebagaimana yang terdapat dalam persekutuan yang diatur dalam Pasal 1618 KUH Perdata. 2. Didirikan berdasarkan perjanjian Perseroan sebagai badan hukum, didirikan berdasarkan ”perjanjian” sebagaimana bunyi Pasal 1 angka 1 UU No. 40 Tahun 2007. Pendirian Perseroan sebagai persekutuan modal di antara para pendiri dan/atau pemegang saham, harus memenuhi ketentuan hukum perjanjian yang diatur di dalam buku ketiga KUH Perdata, khususnya Bab Kedua, Bagian Kesatu tentang ketentuan umum perjanjian (Pasal 1313-1319) dan bagian kedua tentang syarat-syarat sahnya perjanjian (Pasal 1320-1337), serta bagian ketiga tentang akibat perjanjian (Pasal 1338-1341). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ditinjau dari hukum perjanjian, pendirian Perseroan Terbatas sebagai badan hukum bersifat ”kontraktual” (contractual, by contract), yakni berdirinya Perseroan merupakan akibat yang lahir dari perjanjian. Selain bersifat kotraktual, juga bersifat ”konsensual”
51
(consensuel, consensual) berupa adanya kesepakatan untuk mengikat perjanjian mendirikan Perseroan. Berdasarkan ketentuan Pasal 7 Ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007, supaya perjanjian untuk mendirikan Perseroan sah menurut Undang-Undang, maka pendirinya paling sedikit 2 (dua) orang atau lebih. Hal itu ditegaskan pada penjelasan Pasal 7 Ayat (1) alenia kedua, bahwa prinsip yang berlaku berdasar Undang-Undang ini, Perseroan sebagai badan hukum didirikan berdasarkan perjanjian, oleh karena itu mempunyai lebih dari 1 (satu) orang pemegang saham. Orang menurut penjelasan dari Pasal 7 Ayat (1) yang dimaksud adalah : a.
Orang perseorangan (naturlijke person, natural person) baik warga
negara maupun orang asing. b.
Badan hukum Indonesia atau badan hukum asing. Ketentuan yang digariskan Pasal 7 Ayat (1) maupun penjelasan Pasal itu,
sesuai dengan yang ditentukan Pasal 1313 KUH Perdata yang menyatakan ”suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan seorang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”. Pasal 1320 KUH Perdata menentukan, agar perjanjian pendirian Perseroan itu sah, harus memenuhi syarat adanya kesepakatan (overeenkomst, agreement), kecakapan (bevoegdheid, competence), untuk membuat suatu perikatan, mengenai suatu hal tertentu (bepaldeonder werp, fixed subject matter), dan suatu sebab yang halal (geoorloofde oorzaak, allowed cause).
52
Apabila perjanjian itu sah, maka berdasarkan Pasal 1338 KUH Perdata, perjanjian pendirian Perseroan itu mengikat sebagai Undang-Undang bagi para pendirinya. 3. Melakukan kegiatan usaha Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 UU No. 40 Tahun 2007, suatu Perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha. Dalam Pasal 18 UU No. 40 Tahun 2007, ditegaskan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha itu, harus dicantumkan dalam anggaran dasar Perseroan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Adapun maksud dan tujuan sebagaimana penjelasan Pasal 18 UU No. 40 Tahun 2007 adalah merupakan usaha pokok Perseroan. Sedangkan kegiatan usaha merupakan kegiatan yang dijalankan oleh Perseroan dalam rangka mencapai maksud dan tujuan. 4. Lahirnya Perseroan melalui proses hukum dalam bentuk pengesahan pemerintah Lahirnya Perseroan sebagai badan hukum (rechstpersoon, legal entity), karena diciptakan atau diwujudkan melalui proses hukum (created by legal process) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengertian badan hukum berasal dari bahasa Latin yang disebut corpus atau body. Dia berbeda dengan manusia perorangan (human being). Kelahiran manusia sebagai subyek hukum adalah melalui proses alamiah (natural birth process). Sebaliknya Perseroan lahir sebagai badan hukum tercipta melalui proses
53
hukum, itu sebabnya Perseroan disebut makhluk badan hukum yang berwujud artifisial yang dicipta negara melalui proses hukum. Sehingga dengan demikian suatu badan hukum untuk proses kelahirannya, harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan peraturan perundang-undangan. Apabila persyaratan tersebut tidak dipenuhi, Perseroan yang bersangkutan tidak diberikan keputusan pengesahan untuk mendapatkan status sebagai badan hukum oleh pemerintah, dalam hal ini Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Jadi proses kelahiran Perseroan sebagai badan hukum mutlak didasarkan pada keputusan pengesahan oleh Menteri. Hal ini ditegaskan pada Pasal 7 Ayat (4) UU No. 40 Tahun 2007 yang berbunyi : “Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai pengesahan Badan Hukum Perseroan”. Keberadaannya sebagai badan hukum dibuktikan berdasar akta pendirian yang di dalamnya tercantum Anggaran Dasar Perseroan. Apabila Anggaran Dasar telah mendapat pengesahan Menteri, maka Perseroan menjadi subyek hukum korporasi (subyect to corporation law). Dimana pada dasarnya sifat eksistensinya sebagai subyek hukum Perseroan, adalah terus-menerus atau abadi (perpectual), terutama apabila jangka waktu dalam Anggaran Dasar tidak ditentukan batasnya (indefinitive), sehingga dapat dikatakan keberadaannya abadi. Perseroan sebagai subyek hukum disahkan oleh negara menjadi badan hukum memang tetap tidak bisa dilihat dan tidak dapat diraba (invicible and intangible). Akan tetapi eksistensi riilnya ada sebagai subyek hukum yang terpisah (separate) dan bebas (independent) dari pemiliknya atau pemegang
54
sahamnya maupun dari pengurus dalam hal ini Direksi Perseroan. Secara terpisah dan independen Perseroan melalui pengurus dapat melakukan perbuatan hukum (rechsthandeling, legal act), seperti melakukan kegiatan untuk dan atas nama Perseroan membuat perjanjian, menggugat dan atau digugat di depan Pengadilan. Sebagai badan hukum Perseroan Terbatas dalam melakukan kegiatan usahanya dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham. Adapun modal dari Perseroan Terbatas terbagi atas modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor.63 Modal dasar Perseroan Terbatas sebagaimana ditentukan dalam Pasal 32 UU No. 40 Tahun 2007, modal dasarnya minimal Rp 50.000.000,- (limapuluh juta rupiah) dan paling sedikit 25% dari modal dasar harus sudah ditempatkan dan disetor penuh, dan dibuktikan dengan bukti penyetoran yang sah sesuai ketentuan dalam Pasal 33 Ayat (1) dan (2) UU No. 40 Tahun 2007. Di dalam Perseroan Terbatas dikenal 3 (tiga) jenis modal, yakni :64 a. Modal dasar, yakni jumlah modal yang disebutkan dalam Anggaran Dasar Perseroan Terbatas (PT). Dalam Pasal 32 Ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas, disebutkan modal dasar minimal Rp 50.000.000,-. b. Modal ditempatkan, yakni sebagian dari modal dasar Perseroan yang telah disetujui untuk diambil oleh para pendiri. Dalam Pasal 33 Ayat (1), UndangUndang PT disebutkan minimal 25% dari modal dasar harus disetujui oleh para pendiri.
63
Arif Djohan, T, 2008, Aspek Hukum Perseroan Terbatas, Harvarindo, Jakarta, h. 38.
64
Farida Hasyim, Op. Cit., h. 152.
55
c. Modal disetor, yakni modal yang benar-benar ada dan disetor penuh dan dapat dibuktikan dengan bukti penyetoran yang sah, seperti yang terdapat dalam Pasal 33 Ayat (2) Undang-Undang PT. Akan tetapi dalam Pasal 34 UU No. 40 Tahun 2007 disebutkan modal Perseroan Terbatas tidak harus dalam bentuk uang tunai, akan tetapi bisa :65 1.
Boleh dalam bentuk lain, penilaian penyetoran modal saham
ditentukan berdasarkan nilai wajar yang ditetapkan sesuai dengan harga pasar atau oleh para ahli yang tidak terafilisi dengan Perseroan. 2.
Penyetoran dalam bentuk benda tidak bergerak harus diumumkan
dalam satu surat kabar atau lebih dalam jangka waktu 14 hari setelah akta pendirian ditandatangani. Atas dasar uraian tersebut dapat dikatakan bahwa modal Perseroan Terbatas dapat terdiri dari modal dasar, modal yang ditempatkan, modal disetor, dan juga dapat berupa bentuk lain, dimana penilaian penyetoran modal saham ditentukan berdasarkan nilai wajar yang ditetapkan sesuai dengan harga pasar. Di samping itu juga modal tidak harus dengan bentuk uang tunai, jadi modal Perseroan dapat berupa benda tidak bergerak yang penyetorannya harus diumumkan dalam suatu surat kabar dalam jangka waktu 14 hari setelah Akta Pendirian ditandatangani oleh para pihak di dalam pendirian Perseroan Terbatas.
2.2 Hukum Jaminan dan Sumber-Sumber Hukum Jaminan 65
Farida Hasyim, Loc. Cit.
56
Perkembangan hukum jaminan di Indonesia telah banyak ketentuan hukum tentang jaminan yang sudah disahkan menjadi Undang-Undang. Pada zaman kemerdekaan sampai saat ini, dapat dipilah menjadi 2 (dua) era, yaitu sebelum reformasi dan sesudah reformasi. Pada era sebelum reformasi, ketentuan hukum yang mengatur tentang jaminan adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. Hal ini terlihat pada konsideran UU No. 5 Tahun 1960 yang mencabut berlakunya Buku II KUH Perdata mengenai bumi, air, serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, kecuali ketentuan-ketentuan mengenai hipotek yang masih berlaku sejak berlakunya Undang-Undang ini.66 Dari bunyi konsideran tersebut, maka pada saat mulai berlakunya UU No. 5 Tahun 1960, ketentuan-ketentuan tentang hipotek masih berlaku. Pada saat berlakunya UU No. 5 Tahun 1960, terjadi dualisme dalam pembebanan jaminan terutama hak atas tanah. Secara formal pembebanan jaminan hak atas tanah berlaku ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam UU No. 5 Tahun 1960, akan tetappi secara materiil yang berkaitan dengan hak dan kewajiban para pihak berlaku ketentuan yang terdapat dalam Buku II KUH Perdata dan Crediet Verband. Akan tetapi sejak diundangkannya UU No. 4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan, maka dualisme dalam pembebanan hak atas tanah tidak berlaku lagi, karena secara formal dan materiil berlaku ketentuan yang terdapat dalam UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.
66
H.S. Salim, 2004, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 2 (selanjutnya disebut H. Salim HS I)
57
Pada era reformasi diundangkannya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia67 adalah benda bergerak dan benda tidak bergerak, khususnya rumah-rumah susun. Walaupun sudah banyak pemerintah menetapkan Undang-Undang yang berkaitan dengan jaminan, namun ketentuan-ketentuan hukum yang tercantum
dalam Buku II KUH Perdata masih berlaku yang
berkaitan dengan gadai (pand) dan hipotek, terutama yang berkaitan dengan pembebanan atas hipotek kapal laut yang beratnya 20 m3 dan pesawat udara. Hukum jaminan di Indonesia ruang lingkupnya mencakup berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur hal-hal yang berkaitan dengan penjaminan hutang yang terdapat dalam hukum positif di Indonesia. Hukum jaminan dalam ketentuan KUH Perdata terdapat pada Buku II yang mengatur tentang prinsip-prinsip hukum jaminan, lembaga-lembaga jaminan (gadai dan hipotek), dan pada Buku III yang mengatur tentang penanggungan hutang.68 J. Satrio mengartikan hukum jaminan adalah peraturan hukum yang mengatur jaminan-jaminan piutang seorang kreditur terhadap debitur69. Dari apa yang dipaparkan di atas ini, hukum jaminan seolah-olah hanya difokuskan pada pengaturan hak-hak kreditur saja, dan tidak memperhatikan hakhak debitur. Padahal subyek kajian hukum jaminan tidak hanya menyangkut kreditur saja, akan tetapi erat kaitannya dengan debitur, karena yang menjadi obyek kajian hukum jaminan adalah benda jaminan dari debitur. 67
Ibid, h. 3.
68
Bahsan, M, 2007, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Raja Grafindo, Jakarta, h. 9 (selanjutnya disebut M. Bahsan II). 69
J. Satrio, Op. Cit., h. 3.
58
Selanjutnya hukum jaminan adalah merupakan “keseluruhan dari kaidahkaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit”.70 Dari apa yang disebutkan sebagai hukum jaminan itu, maka di dalamnya tercantum unsur-unsur hukum jaminan yaitu :71 1. Adanya kaidah hukum dalam bidang jaminan yaitu : a.
Kaidah hukum jaminan tertulis, adalah kaidah-kaidah hukum yang
terdapat dalam peraturan perundang-undangan, traktat dan yurisprudensi. b.
Kaidah hukum jaminan tidak tertulis, adalah kaidah-kaidah hukum
jaminan yang tumbuh, hidup, dan berkembang dalam masyarakat. Hal ini terlihat pada gadai tanah dalam masyarakat yang dilakukan secara lisan. 2. Adanya pemberi dan penerima jaminan, pemberi jaminan adalah orang atau badan hukum yang menyerahkan barang jaminan kepada penerima jaminan, yang membutuhkan fasilitas kredit yang lazim disebut debitur. Sedangkan penerima jaminan adalah orang atau badan hukum yang menerima barang jaminan dari pemberi jaminan. Badan hukum sebagai penerima jaminan adalah lembaga yang memberikan fasilitas kredit, dapat berupa lembaga perbankan dan atau lembaga keuangan non bank. 3. Adanya jaminan, pada dasarnya jaminan yang diserahkan kepada kreditur adalah jaminan materiil dan imateriil. Jaminan materiil merupakan jaminan yang berupa hak-hak kebendaan, seperti jaminan atas benda bergerak dan benda tidak bergerak. Jaminan imateriil merupakan jaminan non kebendaan. 70
H.S. Salim I, Op. Cit. h. 6.
71
H.S. Salim I, Op. Cit, h. 7-8.
59
4. Adanya fasilitas kredit, dalam pembebanan jaminan yang dilakukan oleh pemberi jaminan bertujuan untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank atau lembaga keuangan non bank. Pemberian kredit merupakan pemberian uang berdasarkan kepercayaan, dalam arti bank atau lembaga keuangan non bank percaya bahwa debitur sanggup untuk mengembalikan pokok pinjaman dan bunganya. Begitu juga debitur percaya bahwa bank atau lembaga keuangan non bank dapat memberikan kredit kepadanya. Hukum jaminan di Indonesia ditinjau dari sudut perkembangan pereko\nomian baik nasional maupun internasional mempunyai peran yang besar terkait dengan kegiatan pinjam meminjam uang. Berbagai lembaga keuangan sangat berperan dalam membantu pemenuhan kebutuhan dana bagi kegiatan perekonomian dengan memberi pinjaman uang baik dalam bentuk kredit maupun gadai, yang dimanfaatkan oleh masyarakat yang memerlukan dana. Dalam kegiatan pinjam-meminjam uang pada umumnya dipersyaratkan adanya penyerahan jaminan oleh pihak peminjam kepada pihak pemberi jaminan. Jaminan ini dapat berupa barang (benda), dapat berupa jaminan perorangan. Dalam jaminan kebendaan memberikan hak kebendaan kepada pemegang jaminan, sedangkan jaminan perorangan berupa janji penanggungan hutang.72 Kegiatan
yang
berkaitan
dengan
pinjam-meminjam
uang
dalam
pelaksanaannya dihimpun dalam ketentuan yang mengatur atau berkaitan dengan penjaminan dalam rangka pinjam-meminjam uang diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun tujuan penjaminan ini adalah sebagai upaya pengamanan atas pinjaman yang diberikan, dengan 72
M. Bahsan II, Op. Cit., h. 2.
60
mengikat obyek jaminan melalui ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur tentang lembaga jaminan. Sebagaimana fungsi jaminan dalam pemberian kredit pada umumnya adalah berkaitan dengan kesungguhan pihak peminjam untuk memenuhi kewajibannya melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan. Sehubungan dengan fungsi jaminan baik jaminan kredit ataupun jaminan hutang, pemahaman tentang hukum jaminan sebagaimana terdapat dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang memuat ketentuan hukum jaminan yang dikodifikasikan adalah Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUH Dagang), sedangkan yang berupa Undang-Undang adalah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, dan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia,73 Dengan demikian dalam hukum positif di Indonesia terdapat peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penjaminan hutang dari pemberi jaminan kepada penerima jaminan, dimana peraturan dalam KUH Perdata dan KUH Dagang mengatur hal-hal yang berkaitan dengan penjaminan hutang, sedangkan UU No. 4 Tahun 1996 dan UU No. 42 Tahun 1999, masing-masing mengatur khusus mengenai lembaga jaminan dalam rangka penjaminan hutang.74
73 74
M. Bahsan II, Op. Cit., h. 5-6. M. Bahsan II, Op. Cit., h. 8.
61
Sumber hukum jaminan tertulis umumnya terdapat dalam kaidah-kaidah hukum jaminan yang berasal dari sumber tertulis seperti :75 1. Buku II KUH Perdata (BW), jaminan yang masih berlaku dalam Buku II KUH Perdata adalah gadai (pand) dan hipotek kapal laut. Gadai diatur dari Pasal 1150 - Pasal 1160 KUH Perdata, sedangkan hipotek diatur dalam Pasal 1162-1232 KUH Perdata. 2. KUH Dagang, diatur dalam Stb. 1847 Nomor 23, KUH Dagang terdiri dari 2 buku, yaitu Buku I tentang dagang pada umumnya dan Buku II tentang hakhak dan kewajiban yang timbul dalam pelayanan, yang terdiri dari 754 pasal. Pasal-pasal yang erat kaitannya dengan jaminan adalah pasal-pasal yang berkaitan dengan hipotek kapal laut, yang diatur dalam pasal 314-316 KUH Dagang. 3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah. Undang-undang ini mencabut berlakunya hipotek sebagaimana diatur dalam Buku II KUH Perdata, sepanjang mengenai tanah dan credietverband. 4. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia, adapun dasar pertimbangan lahirnya Undang-Undang ini adalah : (1)
Kebutuhan yang sangat besar bagi dunia usaha atas tersedianya
dana, perlu diimbangi adanya ketentuan hukum yang jelas dan lengkap mengatur mengenai lembaga jaminan.
75
H.S. Salim I, Op. Cit., h. 15-18.
62
(2)
Jaminan fidusia sebagai salah satu bentuk lembaga jaminan sampai
saat ini masih didasarkan pada yurisprudensi, dan belum diatur dalam peraturan perundang-undangan secara lengkap dan komprehensif. (3)
Untuk memenuhi kebutuhan hukum yang dapat lebih memacu
pembangunan nasional dan untuk menjamin kepastian hukum, serta mampu
memberikan
perlindungan
hukum
bagi
pihak
yang
berkepentingan. 5. Pasal 49 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang pelayaran, yang berbunyi : (1)
Kapal yang telah didaftar dapat dibebani hipotek.
(2)
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut
dalam Peraturan Pemerintah. Dari sumber-sumber hukum jaminan tersebut pada dasarnya ada 5 (lima) sumber hukum jaminan yang berlaku sebagai sumber hukum positif di Indonesia, yaitu : KUH Perdata, KUH Dagang, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 khususnya Pasal 49 tentang pelayaran yang berbunyi kapal yang telah didaftar dapat dibebani hipotek.
2.3 Penggolongan Lembaga Jaminan dan Obyek Benda Hak Jaminan 2.3.1
Penggolongan Lembaga Jaminan
63
Pada umumnya jenis-jenis lembaga jaminan sebagaimana dikenal dalam tata hukum Indonesia, dapat digolong-golongkan menurut cara terjadinya, menurut sifatnya, menurut obyeknya, menurut kewenangan menguasainya, yaitu :76 a.
Jaminan yang lahir karena ditentukan oleh
Undang-Undang dan jaminan yang lahir karena perjanjian. b.
Jaminan yang tergolong jaminan umum dan
jaminan khusus. c.
Jaminan yang bersifat kebendaan dan jaminan
yang bersifat perorangan. d.
Jaminan yang mempunyai obyek benda bergerak
dan jaminan atas benda tak bergerak. e.
Jaminan yang menguasai bendanya dan jaminan
tanpa menguasai bendanya. Klasifikasi lembaga jaminan perbankan, penggolongan jaminan pada umumnya menurut A. Yudha Hernoko meliputi :77 a.
Jaminan pokok dan jaminan tambahan, jaminan pokok
yaitu jaminan yang berupa sesuatu atau benda yang berkaitan langsung dengan kredit. Jaminan ini dapat berupa barang, proyek atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan. Jaminan tambahan adalah jaminan yang
76
77
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan II, Op. Cit., h. 43.
A. Yudha Hernoko, 2002, Kumpulan Artikel Hukum Kontrak dan Hukum Jaminan, Universitas Airlangga, Surabaya, h. 45-49.
64
tidak terkait langsung dengan kredit yang dimohon. Jaminan ini dapat berupa jaminan, kebendaan maupun perorangan. b.
Jaminan umum dan jaminan khusus, jaminan umum yaitu
jaminan yang diberikan oleh debitur kepada setiap kreditur, dimana di dalamnya terdapat hak-hak tagihan yang memberikan kedudukan yang sama pada setiap kreditur (konkuren). Jaminan umum ini lahir karena UndangUndang sebagaimana diatur dalam Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUH Perdata, jaminan khusus yaitu jaminan yang diberikan oleh debitur kepada kreditur mempunyai hak dan kedudukan yang didahulukan dalam pelunasan hutang debitur. Jaminan ini menunjuk secara khusus benda-benda tertentu sebagai jaminan atas piutangnya, serta memberikan kedudukan yang istimewa (privilege) dan hak untuk didahulukan pada krediturnya (preference). c.
Jaminan kebendaan dan jaminan perorangan, jaminan
kebendaan yaitu jaminan yang mempunyai hubungan langsung dengan benda tertentu, dimana dengan jaminan-jaminan, kreditur mempunyai hak kebendaan (zakelijkrecht),, dengan ciri selalu mengikuti dimana benda itu berada (droit de suit, zaakgevolg), dapat beralih, atau dialihkan, diprioritaskan (azas prioriteit), separatis (dalam hal terjadi kepailitan), serta dapat dipertahankan terhadap siapapun (absolut). Kreditur dengan jaminan kebendaan akan mempunyai kedudukan sebagai kreditur preference, dengan memperoleh kedudukan istimewa (privilege) dan hak yang didahulukan (droit de preference). Jaminan perorangan, yaitu jaminan yang hanya mempunyai hubungan langsung dengan pihak pemberi jaminan. Hal ini sejalan dengan
65
azas pacta sunt servanda, sebagaimana terdapat di dalam pasal 1340 KUH Perdata. d.
Jaminan atas benda bergerak dan benda tak bergerak,
dalam sistem Hukum Perdata di Indonesia penggolongan atas benda bergerak dan tidak bergerak merupakan penggolongan atas yang terpenting. Hal ini berhubungan dengan pembendaan dalam penyerahan (levering), daluwarsa (verjaring), kedudukan berkuasa (bezit), pembebanan / jaminan (bezwaaring). e.
Jaminan
dengan
menguasai
bendanya
dan
tanpa
menguasai bendanya. Jaminan dengan menguasai bendanya, kreditur menguasai benda jaminan secara nyata. Yang termasuk dalam kategori ini adalah gadai, hak rentensi. Jaminan dengan tanpa menguasai bendanya, kreditur tidak menguasai benda jaminan secara nyata tetapi hanya menguasai dokumen atau kepemilikan yuridisnya saja. Penggolongan lembaga jaminan sebagaimana diuraikan di atas sangat erat sekali kaitannya pengertian atau makna dari perjanjian itu, yaitu menjamin dipenuhinya kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan
hukum.
Sebagaimana
klasifikasi
lembaga
jaminan
perbankan
pembebanan jaminan yang terpenting adalah jaminan atas benda bergerak dan benda tidak bergerak, karena sangat terkait dengan pembebanan atas jaminan tersebut. Dimana untuk benda bergerak pembebanannya bisa dengan jaminan gadai, bisa dengan fidusia. Untuk benda tidak bergerak dapat dibebankan dengan hak tanggungan atas tanah dan hipotek untuk kapal laut, pesawat udara dan mesin-mesin pabrik yang mempunyai berat 20 m3.
66
2.3.2
Obyek Benda Hak Jaminan dan Ruang Lingkup Hukum Jaminan Sebagaimana obyek jaminan hutang yang lazim digunakan dalam suatu
hutang piutang dalam jaminan kredit adalah benda bergerak, benda tidak bergerak dan jaminan perorangan. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999, benda bergerak terdiri atas benda yang berwujud dan benda yang tidak berwujud, serta benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dibebani hak tanggungan. Benda atau barang yang dijadikan sebagai obyek jaminan hutang, akan dapat diketahui apakah benda tersebut milik si debitur atau pihak lain. Apabila benda atau barang yang dijadikan sebagai obyek jaminan hutang milik si pemohon (debitur), menurut M. Bahsan sebagai obyek jaminan kredit merupakan milik pihak (orang) lain maka bank perlu meneliti keabsahan penggunaannya sebagai jaminan kredit kepada bank oleh pemohon kredit.78 Berbagai obyek jaminan hutang, benda yang dipakai jaminan sebelum penilaian hukum tentang kelayakan benda obyek jaminan itu dilakukan, dalam hal ini ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan tentang obyek jaminan tersebut mempunyai nilai atau harga secara ekonomis. Bila dijadikan jaminan hutang, yaitu :79
78
M. Bahsan II, Op. Cit., h. 114-115.
79
M. Bahsan II, Op. Cit., h. 124-126.
67
a. Jenis dan bentuk jaminan, apakah merupakan barang bergerak dan apa jenisnya, barang tidak bergerak dan apa jenisnya, penanggungan hutang dan apa jenisnya. b. Kondisi obyek jaminan, akan sangat berpengaruh terhadap nilai ekonominya. Karena kondisi obyek jaminan sering berkaitan dengan keadaan fisiknya, persyaratan teknisnya dan kelengkapan lainnya. c. Kemudahan pengalihan kepemilikan obyek jaminan, hal ini sangat berpengaruh pada suatu obyek jaminan yang mudah dapat dialihkan atau dipindahtangankan kepada pihak lain akan mempunyai nilai ekonomi yang relatif baik. d. Tingkat harga yang jelas dan prospek pemasaran, suatu barang yang dijadikan sebagai obyek jaminan, tingkat harga tidak hanya didasarkan kepada permintaan dan penawaran, tetapi juga kepada kestabilan dan prospek perkembangan harganya, tingkat harga ini merujuk kepada harga pasar yang berlaku. e. Penggunaan obyek jaminan, dapat mempengaruhi tingkat harga atau nilai ekonominya dari pemanfaatan obyek jaminan tersebut. Terkait dengan obyek jaminan berdasarkan atas beberapa aspek ekonomi mengenai kelayakan obyek jaminan, dalam pemberian pinjaman kreditur dalam hal ini harus berupaya semaksimal mungkin untuk mengetahui nilai ekonomi yang sebenarnya untuk dapat diperganggungjawabkan dari obyek jaminan yang diajukan oleh debitur, yang masing-masing sangat terkait dengan jenis obyek jaminan.
68
Sebagaimana disebutkan oleh H. Salim, HS, bahwa hukum jaminan adalah : ”Keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit”.80 Dari definisi hukum jaminan yang dikemukakan tersebut, di dalamnya terkandung adanya unsur-unsur sebagai berikut :81 1. Adanya kaidah hukum, kaidah hukum dalam bidang jaminan, dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu kaidah hukum jaminan tertulis adalah kaidah-kaidah hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, traktat dan yurisprudensi. Sedangkan kaidah hukum jaminan tidak tertulis adalah kaidah-kaidah hukum jaminan yang tumbuh, hidup dan berkembang dalam masyarakat. Hal ini terlihat pada gadai tanah dalam masyarakat yang dilakukan secara lisan. 2. Adanya pemberi dan penerima jaminan, pemberi jaminan adalah orangorang atau badan hukum yang menyerahkan barang jaminan kepada penerima jaminan. Orang yang menyerahkan jaminan ini adalah debitur. Penerima jaminan adalah orang atau badan hukum yang menerima barang jaminan dari pemberi jaminan. Penerima jaminan ini yang berupa badan hukum adalah lembaga yang memberikan fasilitas kredit, dapat berupa lembaga perbankan dan atau lembaga keuangan non bank. 3. Adanya jaminan, pada dasarnya jaminan yang diserahkan kepada kreditur adalah jaminan materiil dan imateriil. Jaminan materiil merupakan jaminan 80
H.S. Salim I, Loc. Cit.
81
H.S. Salim I, Op. Cit, h. 4-8.
69
yang berupa hak-hak kebendaan, seperti jaminan atas benda bergerak dan benda tidak bergerak. Jaminan imateriil merupakan jaminan non kebendaan. 4. Adanya fasilitas kredit, pembebanan jaminan yang dilakukan oleh pemberi jaminan bertujuan untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank atau lembaga keuangan non bank. Pemberian kredit merupakan pemberian uang berdasarkan kepercayaan, dalam arti bank atau lembaga keuangan non bank percaya bahwa debitur sanggup untuk mengembalikan pokok pinjaman dan bunganya. Begitu juga debitur percaya bahwa bank atau lembaga keuangan non bank dapat memberikan kredit kepadanya. Berdasarkan atas uraian di atas mengenai hukum jaminan, maka yang menjadi obyek hukum jaminan adalah dapat berupa obyek materiil yaitu badan yang dijadikan sasarannya dalam hukum jaminan itu adalah manusia. Sedangkan obyek formal hukum jaminan adalah bagaimana subyek hukum dapat membebankan jaminannya pada lembaga perbankan atau lembaga keuangan non bank. Pembebanan jaminan merupakan proses, yaitu menyangkut prosedur dan syarat-syarat di dalam pembebanan jaminan. Dalam hukum positif di Indonesia, ruang lingkup hukum jaminan mencakup berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur halhal yang berkaitan dengan penjaminan hutang yang terdapat dalam hukum positif Indonesia. Adapun ketentuan-ketentuan yang mengatur mengeni hukum jaminan di Indonesia, antara lain terdapat dalam KUH Perdata, KUH Dagang yang mengatur mengenai penjaminan hutang. Di samping itu terdapat Undang-Undang tersendiri yaitu UU No. 4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan atas tanah beserta
70
benda-benda yang berkaitan dengan tanah dan UU No. 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia, yang masing-masing mengatur tentang lembaga jaminan dalam rangka penjaminan hutang. Berdasarkan atas ruang lingkup hukum jaminan dalam hukum positif di Indonesia, maka dapat dikatakan bahwa ruang lingkup hukum jaminan meliputi jaminan umum dan jaminan khusus. Jaminan khusus dapat dibagi menjadi 2 (dua) macam, yaitu jaminan kebendaan dan jaminan perorangan. Dalam jaminan kebendaan ini dapat berupa jaminan benda bergerak dan tidak bergerak. Yang termasuk dalam jaminan benda bergerak meliputi gadai dan fidusia. Sedangkan jaminan benda tidak bergerak meliputi hak tanggungan, fidusia khususnya rumah susun, hipotek kapal laut, dan pesawat udara. Untuk jaminan perorangan meliputi borg, tanggung menanggung (tanggung renteng), dan garansi bank.82 Menurut Undang-Undang terdapat 2 (dua) asas dalam pemberian jaminan, jika ditinjau dari sifatnya, yaitu : 1. Jaminan yang bersifat umum, yaitu jaminan yang diberikan oleh debitur kepada setiap kreditur, hak-hak tagihan mana tidak mempunyai hak saling mendahului (konkuren) antara kreditur yang satu dan kreditur lainnya.83 2. Jaminan yang bersifat khusus, yaitu jaminan yang diberikan oleh debitur kepada kreditur, hak-hak tagihan mana mempunyai hak mendahului sehingga ia berkedudukan sebagai kreditur privilege (hak preverent).84
82
H.S. Salim I, Op. Cit., h. 8-9.
83
H.R. Daeng Naja, Hukum Kredit dan Bank Garansi, The Banker Hand Book, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. h. 207. 84
Ibid. h. 208.
71
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ruang lingkup hukum jaminan tersebut meliputi jaminan umum dan jaminan khusus. Jaminan yang bersifat umum adalah jaminan yang diberikan tidak mempunyai hak yang mendahului (konkuren) antara kreditur yang satu dengan kreditur yang lainnya. Beda halnya dengan jaminan yang bersifat khusus, dimana kreditur yang menerima jaminan tersebut dari debitur mempunyai hak mendahului dari kreditur yang lain, yang dikenal sebagai kreditur yang mempunyai hak preverent atau privilege.