BAB III PROSES PENGUMPULAN DATA III.1 Latar Belakang Objek Penelitian III.1.1 Dinas Pendapatan Daerah Prop. DKI Jakarta 1. Sejarah Dinas Pendapatan Daerah Penyusunan Struktur Organisasi dan Tata Kerja yang menangani Pendapatan Daerah, untuk menciptakan alat penampung kegiatan dalam bentuk organisasi dan menyatukan penafsiran yang berbeda-beda dalam menunaikan tugas. Pada tahun 1952 berdasarkan Surat Keputusan Dewan Perwakilan Kota Sementara Djakarta Raja Nomor 18/DK/tanggal 15 September 1952 (Lembar Kota 1952 Nomor 27) dibentuk Suku Bagian Padjak pada bagian Perundang-undangan di bawah Sekretariat Walikota Djakarta Raja, yang sekarang ini disebut Dinas Pendapatan Daerah. Menurut Peraturan Daerah Propinsi DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2001 tentang bentuk organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi DKI Jakarta menjadikan sebutan Dinas Pendapatan Daerah yaitu unit kerja yang murni milik Daerah yang dibentuk, karena memang harus ada dan bukan karena menerima pelimpahan wewenang dari pusat. Perkembangan Dipenda sejalan dengan tingkat pertumbuhan kota dan perkembangan pemerintah di Daerah, tentunya berkaitan erat dengan perkembangan potensi sumber-sumber pendapatan daerah yang merupakan kegiatan yang harus dilakukan oleh Dipenda Propinsi DKI Jakarta. Dalam rangka mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat, masalah dana yang bersumber dari pendapatan daerah menjadi penting dan berperan sebagai faktor 29
penunjang yang dominan di dalam pelaksanaan pemerintahan di daerah. Untuk mendapatkan dana dimaksud, perlu adanya intensifikasi dan ekstensifikasi pemungutan pendapatan Daerah yang bersumber pada PAD, dana perimbangan, pinjaman daerah, dan lain-lain Pendapatan Daerah yang sah. 2. Tugas Pokok dan Fungsi Dipenda Tugas Pokok : Menyelenggarakan pemungutan pendapatan daerah dan mengadakan koordinasi dengan instansi lain dalam perencanaan. Pelaksanaan serta pengendalian pemungutan pajak daerah. Fungsi Dipenda : 1. Perumusan kebijakan teknis di Bidang pendapatan daerah 2. Penyusunan rencana dan program kegiatan di bidang pendapatan daerah 3. Penelitian, pengkajian, evaluasi, pengggalian, dan pengembangan pendapatan daerah 4. Pembinaan pelaksanaan kebijakan pelayanan di bidang pemungutan pendapatan daerah 5. Penyelenggaraan pelayanan dan pemungutan pendapatan daerah 6. Pengkoordinasian pelaksanaan pemungutan dana perimbangan 7. Pemberian izin tertentu di bidang pendapatan daerah 8. Evaluasi, pemantauan dan pengendalian pungutan pendapatan daerah 9. Pengelolaan dukungan teknis dan administrasi 10. Pembinaan teknis pelaksanaan kegiatan suku dinas dan unit pelayanan pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor.
30
3. Visi dan Misi Dipenda Visi : Menjadikan Dipenda sebagai organisasi yang efisien dan efektif dalam pengelolaan pendapatan daerah dengan dukungan aktif masyarakat. Misi : 1. Menyelenggarakan pemungutan pendapatan daerah 2. Mengadakan
koordinasi
dengan
Instansi
lain
dalam
perencanaan,
pelaksanaan serta pengendalian pemungutan pendapatan daerah. 4. Susunan Organisasi Dipenda Susunan organisasi Dinas Pendapatan Daerah Propinsi DKI Jakarta yang berlaku sejak awal tahun 2001 dan sesuai dengan Perda Nomor 3 tahun 2001 terdiri dari : 1. Kepala Dinas 2. Wakil Kepala Dinas 3. Bagian Tata Usaha 4. Subdinas Perencanaan dan Pengembangan Pendapatan Daerah 5. Subdinas Peraturan Daerah dan Penyuluhan 6. Subdinas Bagi Hasil Pajak dan Bagi Hasil bukan Pajak 7. Subdinas Pengendalian 8. Subdinas Pemeriksaan Pendapatan Daerah 9. Subdinas Informasi Pendapatan Daerah
31
10. Unit Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) 11. Unit Penagihan Aktif Pendapatan Daerah 12. Suku Dinas Pendapatan Daerah Wilayah Kotamadya (yang terdiri dari 9 suku dinas) 13. Seksi Pendapatan daerah Kecamatan 14. Kelompok Jabatan Fungsional.
III.1.2 Kantor Samsat Jakarta Barat 1. Sejarah Kantor Samsat Berawal dari adanya pungutan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) yang sejak tahun 1934, dimana sistem pemungutannya telah beberapa kali mengalami perubahan sampai akhirnya sejak tahun 1974 mulai dirintis untuk diberlakukan sistem pemungutan yang disebut Sistem Administrasi Manunggal Dibawah Satu Atap (SAMSAT). Kantor Samsat adalah Sistem Administrasi Manunggal Dibawah Satu Atap, merupakan sistem pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor dengan mengkaitkan pada pengesahan STNK, perpanjangan STNK dan pendaftaran STNK, termasuk pungutan lain seperti Asuransi Jasa Raharja dan sebagainya. Sistem pemungutan ini untuk pertama kalinya dilaksanakan di DKI Jakarta pada tahun 1974, dimana didalam Kantor Samsat terdapat bentuk kerjasama terpadu antara Pemerintah Daerah DKI Jakarta, Polri dan PT.(Persero) Asuransi Kerugian Jasa Raharja dalam rangka pengelolaan kendaraan bermotor secara terpadu di bidang pembayaran PKB,BBN-KB, STNK dan SWDKLLJ.
32
Tujuan dibentuknya Kantor Bersama Samsat adalah mengamankan penerimaan Negara, meningkatkan pelayanan dengan cara mendekatkan pelayanan kepada masyarakat bahkan menciptakan kemudahan-kemudahan dalam penyelesaian yang menyangkut kendaraan bermotor. Sesuai dengan Surat Kapolda Metro Jaya tanggal 14 November 1995 Nomor B/0444/XI/1995/Datro
perihal
Pembangunan
Kantor
Bersama
Samsat
secara
desentralisasi yang disampaikan kepada Gubernur KDKI Jakarta, Kapolda/Pangab mengusulkan agar dibangun Kantor Bersama Samsat di tiap wilayah salah satunya adalah Kantor Samsat Jakarta Barat. Pelaksanaan / pembangunan Kantor samsat Jakarta Barat diupayakan dan direncanakan dapat dioperasikan pada bulan Mei tahun 2000, yang peresmiannya pada bulan Juni Tahun 2000. 2. Tugas Pokok Samsat Melaksanakan pelayanan kepada masyarakat secara terpadu dan terkoordinasi meliputi Tata Laksana Pendaftarn Kendaraan Bermotor, Tata Laksana Pemungutan PKB dan BBN-KB sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku dan Tata Laksana Pemungutan SWDKLLJ. 3. Struktur Organisasi Samsat Unit yang terkait pada Kantor Bersama Samsat terdiri dari Polda Metro Jaya, Dipenda Propinsi DKI Jakarta dan PT.Asuransi Kecelakaan Jasa Raharja. Masingmasing unit mempunyai struktur organisasi yang didasarkan kepada peraturan yang dikeluarkan oleh masing-masing induk instasinya. Struktur organisasi Dipenda DKI Jakarta ditetapkan berdasarkan peraturan daerah DKI Jakarta Nomor 9 tahun 1995, dimana unit pelayanan PKB dan BBN-KB
33
dibagi dalam lima wilayah pelayanan dan masing-masing dipimpin oleh seorang Kepala Unit yang dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada Kepala Dinas. Unit pelayanan PKB dan BBN-KB terdiri dari Sub Bagian Tata Usaha, Seksi Pendaftaran dan Pemeriksaan, Seksi Penetapan Pendaftaran Kendaraan Baru, Seksi Penetapan Pendaftaran Tukar Nama dan Mutasi, Seksi Penetapan Pendaftaran Ulang dan Seksi Penagihan, dimana masing-masing Seksi bertanggung jawab kepada Kepala Unit PKB dan BBN-KB.
III.2. Petunjuk Pelaksanaan Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) Berdasarkan keputusan Gubernur Kepala DKI Jakarta No.26 Tahun 1999 telah ditetapkan Petunjuk Pelaksanaan Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor yang mengacu pada Perda DKI Jakarta No.1 Tahun 1998 tentang Pajak Kendaraan Bermotor. Dengan diberlakukannya Perda Prop. DKI Jakarta No.4 Tahun 2002 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Perda Prop. DKI Jakarta No.4 Tahun 2003 tentang Pajak Kendaraan Bermotor , perlu menyempurnakan keputusan Gubernur No.26 Tahun 1999 tersebut karena sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi saat ini. Petunjuk Pelaksanaan Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor dimaksudkan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna dalam pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor.
34
III.2.1. Pendaftaran dan Pelaporan 1. Setiap orang pribadi atau badan yang memiliki dan/atau menguasai kendaraan bermotor wajib mendaftarkan dan/atau melaporkan ke Dipenda dalam hal ini Unit Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nomor Kendaraan Bermotor selambatlambatnya : a. 30 hari sejak terjadinya pemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor baru b. Sejak tanggal berakhirnya masa pajak bagi pelaporan PKB tahunan (pendaftaran ulang) c. 30 hari sejak tanggal fiskal antar daerah bagi kendaraan bermotor pindah dari luar daerah 2. Pendaftaran dan pelaporan kendaraan bermotor menggunakan SPOPD atau SPPKB atau SPPKB Pengesahan dan harus diisi / ditulis dengan benar, jelas, dan lengkap serta ditandatangani oleh Wajib Pajak atau kuasanya 3. SPOPD atau SPPKB atau SPPKB Pengesahan sekurang–kurangnya memuat : a. Identitas pemilik kendaraan bermotor b. Identitas kendaraan bermotor c. Jenis pendaftaran kendaraan bermotor 4. Definisi SPOPD atau SPPKB atau SPPKB Pengesahan : a. Surat Pendaftaran Objek Pajak Daerah (SPOPD) adalah surat yang digunakan Wajib Pajak untuk mendaftarkan diri dan melaporkan objek pajak atau usahanya ke Dipenda
35
b. Surat Pendaftaran dan Pendataan Kendaraan Bermotor (SPPKB) adalah surat yang berfungsi sebagai permohonan STNK, pendaftaran kendaraan bermotor, dasar penetapan pajak dan permohonan penetapan SWDKLLJ. c. SPPKB Pengesahan adalah surat yang berfungsi sebagai pernyataan pemilik kendaraan bermotor bahwa kendaraan bermotor yang dimilikinya tidak mengalami perubahan identitas pemilik, identitas kendaraan bermotor dan data kepemilikan 5. Pendaftaran dan/atau pelaporan kendaraan bermotor terdiri dari : a. Pendaftaran baru kendaraan bermotor b. Pendaftaran kendaraan bermotor dari luar daerah dan ke luar daerah c. Pelaporan pajak kendaraan bermotor tahunan (pendaftaran ulang) III.2.2. Tata Cara Penetapan 1. Berdasarkan SPOPD atau SPPKB atau SPPKB pengesahan, besarnya PKB dihitung dan dituangkan ke dalam Nota Perhitungan Pajak, yang berfungsi juga sebagai Surat Setoran Pajak Daerah, untuk kemudian ditetapkan besarnya pajak terutang dengan menerbitkan SKPD 2. Wajib Pajak yang tidak atau terlambat mendaftarkan diri dan objek pajaknya dalam jangka waktu yang telah ditentukan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) dari pokok pajak terutang tahun yang bersangkutan. 3. Wajib Pajak yang tidak atau terlambat melaporkan pajak tahunan (pendaftaran ulang) dalam jangka waktu yang telah ditentukan, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan dari pokok pajak tahun yang bersangkutan untuk jangka waktu paling lama 24 bulan terhitung sejak tanggal jatuh tempo pelaporan (pendaftaran ulang) sampai dengan diterbitkannya ketetapan pajak. 36
4. Kepala Dinas Pendapatan Daerah dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak Daerah apabila : a. Pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar b. Wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa bunga/denda 5. Jumlah kekurangan pajak terutang dalam Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD) ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan untuk paling lama 15 bulan sejak saat terutang pajak sampai diterbitkan STPD. III.2.3. Tata Cara Pembayaran dan Penundaan Pembayaran 1. Tata cara pembayaran a. PKB yang terutang dalam SKP wajib dilunasi sekaligus dimuka untuk masa 12 bulan b. SKPD berfungsi juga sebagai bukti pembayaran PKB, BBN-KB, SWDKLLJ, biaya administrasi STNK dan biaya Administrasi STNK dan biaya Adminstrasi Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB). c. Pajak terutang dalam Surat Ketetapan Pajak (SKP) wajib dilunasi dalam jangka waktu 30 hari sejak tanggal diterbitkan. d. Apabila pembayaran pajak dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran, dikenakan sanksi administrasi bunga sebesar 2% sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 bulan. e. Pembayaran PKB terutang dilakukan pada Kantor Pusat Kas Daerah atau bank atau tempat lain yang ditunjuk Gubernur. f. Kantor Pusat Kas Daerah yang menerima pembayaran PKB, baik tunai/nota kredit, wajib melakukan penelitian sebagai berikut :
37
1) Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang secara fisik tidak rusak dan telah ditandatangani atau diparaf oleh Kepala Unit PKB dan BBN-KB atau petugas yang ditunjuk untuk selanjutnya dilakukan validasi dengan teraan cash register sebagai bukti pembayaran. 2) SKP rusak atau terdapat hapusan penggantian data kendaraan bermotor dan data PKB, ditolak 3) SKP yang telah melebihi tanggal jatuh tempo pembayaran ditolak dan dikembalikan kepada Wajib Pajak 2. Tata cara penundaan pembayaran a. Apabila Wajib Pajak tidak dapat membayar pajak yang terutang sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan dalam SKP dapat mengajukan permohonan penundaan pembayaran secara tertulis kepada Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Unit PKB dan BBN-KB), selambat-lambatnya 7 hari sebelum tanggal jatuh tempo. b. Penundaan dikenakan bunga sebesar 2% sebulan. Apabila permohonan diterima, maka
diterbitkan
Surat
Keputusan
Penundaan
Pembayaran.
Penundaan
pembayaran diberikan paling lama 3 bulan terhitung mulai tanggal jatuh tempo pembayaran.
III.3 Metode Penelitian Dalam penulisan skripsi ini, metode penelitian yang digunakan adalah metode survei dan metode kepustakaan yang bersifat deskriptif dengan studi kasus dimana pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan cara mengumpulkan, membaca sumber-sumber informasi untuk memperoleh data yang berkaitan dengan penelitian dan 38
melakukan wawancara dengan pihak yang terkait data atau keterangan yang dibutuhkan dalam hal ini adalah Dinas Pendapatan Daerah DKI Jakarta dan Samsat Jakarta Barat. III.3.1 Definisi Operasional Variabel Definisi operasional adalah definisi yang diberikan kepada variabel dengan cara memberikan arti sehingga dapat memberikan gambaran tentang bagaimana variabel tersebut dapat diukur : 1. Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh suatu daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan. PAD terdiri dari : a) Hasil Pajak Daerah b) Hasil Retribusi Daerah c) Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah d) Lain-lainya Pendapatan Asli Daerah 2. Pajak Kendaraan Bermotor adalah pajak yang dipungut atas kepemilikan dan atau penguasaan kendaraan bermotor. Besarnya tarif PKB yang ditetapkan adalah: a) 1,5% (satu setengah persen) untuk kendaraan bermotor bukan umum b) 1% (satu persen) untuk kendaraan bermotor umum c) 0,5% (setengah persen) untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar.
39
Objeknya adalah kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor Sedangkan subjeknya adalah orang pribadi atau badan yang memiliki kendaraan bermotor. 3. Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan Undang-Undang yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah. III.3.2 Tehnik Pengumpulan Data Dalam penyusunan skripsi ini penulis mengumpulkan data dan keterangan yang akan digunakan sebagai bahan masukan dengan cara melakukan Penelitian Lapangan (Field Research), yaitu data dan keterangan diperoleh dari tempat penelitian dalam hal ini adalah Dipenda DKI Jakarta dan Samsat Jakarta Barat melalui : 1. Metode Survei Pada metode ini penulis melakukan wawancara kepada pihak yang dianggap mengetahui masalah yang akan diteliti untuk mendapatkan data primer serta beberapa keterangan lain yang berkaitan dengan penelitian di Dinas Pendapatan Daerah dan Samsat Jakarta Barat. 2. Metode Kepustakaan Pada metode ini penulis melakukan pengumpulan data sekunder dengan cara mencari, membaca dan memilih sumber-sumber informasi yang berkaitan dengan pembahasan masalah seperti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, makalah serta buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan yang hendak dibahas.
40
III.3.3 Metode Analisis Data 1. Metode Analisis Kualitatif Dalam metode ini penulis menyusun teori-teori Pajak Kendaraan Bermotor, Pendapatan Asli Daerah serta Pajak Daerah itu sendiri, dimana dalam hal ini datadata yang ada didapat dari Dipenda DKI Jakarta dan Samsat Jakarta Barat serta dari buku-buku tertentu, yang disusun melalui proses pengumpulan data, klasifikasi data dan pengembangan pola dari data tersebut guna mengetahui perkembangan penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor terhadap Pendapatan Asli Daerah. 2. Metode Analisis Kuantitatif Dalam metode ini penulis berusaha menghitung angka-angka yang berkaitan dengan rencana dan realisasi penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Daerah, Pendapatan Asli Daerah, serta realisasi penerimaan dan biaya dari Upaya optimalisasi pelaksanaan pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor yang sedang dilaksanakan pada periode tertentu yang dicanangkan Pemerintah Propinsi DKI Jakarta. Untuk menganalisis data-data yang ada pada penulis membandingkannya dari tahun ke tahun (2003-2007) sehingga dapat diketahui apakah ada peningkatan atau penurunan dari penerimaan pajak tersebut. Data-data yang diperoleh kemudian diolah, selanjutnya dibandingkan dengan hasil studi kepustakaan, kemudian dilakukan analisis, dari analisis yang dilakukan ditarik kesimpulan dan diajukan saran-saran yang dianggap perlu. Untuk memecahkan permasalahan yang ada akan dipergunakan tehnik analisis sebagai berikut:
41
1.
Analisis Comparative, yaitu membandingkan rencana dari pajak dengan realisasi penerimaan pajak tersebut yang kemudian dianalisis. Adapun rumus-rumus yang digunakan antara lain: a. Untuk mengukur laju pertumbuhan PAD %PAD = PAD t / PAD t-1 x 100% b. Untuk mengukur pertumbuhan Pajak Kendaraan Bermotor Tax Performance Index = Pajak tahun t / Pajak tahun t-1 x 100%
2.
Analisis Statisik melalui pendekatan Korelasi. Cara menghitung korelasi ( r ) adalah sebagai berikut: r=
n ∑ xy − ( ∑ x ) (∑ y )
[ n ∑ x 2 − (∑ x ) 2 ] [ n ∑ y 2 − (∑ y ) 2 ]
Dimana : r = koefisien korelasi y = Pendapatan Asli Daerah (PAD) x = Pajak Kendaraan Bermotor
Rumus ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar kuatnya hubungan antara Pajak Kendaraan Bermotor dengan PAD. Setelah mengetahui berapa besarnya peranan PKB terhadap PAD maka perlu mengetahui sejauh mana upaya optimalisasi pelaksanaan pemungutan PKB yang sedang dilaksanakan dan sejauh mana pengaruh upaya tersebut berguna untuk menunjang peningkatan penerimaan PKB. Dari hasil analisis maka dapat ditarik simpulan dan diajukan saran-saran yang dianggap perlu.
42