BAB III PROSES PEMUTAKHIRAN PETA LAUT SECARA PERIODIK
3.1 Media Pemutakhiran Peta Laut
Perubahan pada wilayah laut dan pesisir mengharuskan dilakukannya pemutakhiran peta laut secara berkala dan terus menerus agar dapat menjaga keselamatan navigasi dan memperbarui informasi peta laut sesuai dengan keadaan wilayah tersebut di lapangan. Informasi pemutakhiran ini disampaikan kepada pengguna peta melalui 4 cara, yaitu: 1. Berita Pelaut 2. Radio Navigasi 3. Global Maritime Distress and Safety System (GMDSS) 4. Peta edisi baru/ diperbarui
3.1.1
Jenis Informasi Navigasi yang Terbarukan Informasi yang umumnya disampaikan untuk memutakhirkan peta laut adalah: 1. Dangkalan, karang, batu, kerangka kapal, gosong, atau anomali kedalaman lainnya pada kedalaman kurang dari 30 meter yang baru ditemukan dan belum terpetakan. 2. Pemasangan sarana bantu navigasi pelayaran (SBNP) baru, perubahan SBNP yang telah ada sebelumnya, atau kerusakan SBNP dan dampaknya pada jalur pelayaran. Ketentuan mengenai SBNP di Indonesia diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan No.7 Tahun 2005. 3. Posisi pipa atau kabel bawah laut atau kegiatan pemasangan pipa atau kabel tersebut. 4. Pekerjaan konstruksi di luar wilayah pelabuhan dan di luar atau di dalam jalur pelayaran.
13
5. Informasi yang berhubungan dengan operasi khusus (latihan atau percobaan senjata AL).
Jenis bahaya lainnya seperti laporan atas pembajakan kapal oleh perompak di laut, tsunami, atau peringatan meteorologi disampaikan lewat radio navigasi.
3.1.2 Dinamika Pesisir dan Laut Dinamika pesisir dan laut merupakan suatu proses perubahan bentuk wilayah pesisir dan laut yang dapat diakibatkan oleh faktor alam (air, darat, dan udara) dan faktor kegiatan manusia. Perubahan wilayah pesisir dan laut yang disebabkan oleh aktivitas manusia yaitu adanya pembukaan lahan, pemasangan pipa atau kabel bawah laut, atau eksploitasi bahan galian di daratan pesisir yang dapat merubah keseimbangan garis pantai melalui suplai muatan sedimen yang berlebihan (Sianturi, 2010).
Perubahan kondisi fisik dari suatu pantai bergantung pada proses alam maupun buatan manusia. Berikut beberapa faktor penyebab terjadinya perubahan garis pantai (Fitria, 2007 dan Affan, 2009) : a) Pasang surut merupakan fenomena naik turunnya permukaan air laut yang terjadi secara periodik yang disebabkan oleh pengaruh utama dari gaya tarik menarik antara bulan, bumi, dan matahari. b) Arus merupakan pergerakan massa air laut dari satu tempat ke tempat lain secara horizontal. Besarnya arus akan mempengaruhi banyak sedimen terangkut yang mengakibatkan perubahan garis pantai. c) Gelombang, dimana proses pembentukan gelombang oleh angin tergantung pada kecepatan angin bertiup, lamanya angin bertiup pada arah tertentu, dan cakupan wilayah (fetch area) dimana angin terjadi. Semakin
lama
angin
bertiup,
energi
yang
ditransfer
untuk
menghasilkan gelombang semakin besar dan energi inilah penyebab terjadinya abrasi.
14
d) Kondisi morfologi pantai, dimana kontur dan kedalaman akan mempengaruhi pola arus di perairan. e) Kegiatan masyarakat di sepanjang pesisir dan daerah aliran sungai (DAS) yang mengakibatkan perubahan tata guna lahan di sepanjang pesisir dan DAS seperti eksploitasi mangrove, pembangunan tambak dan pelabuhan, penggundulan hutan, dan sebagainya. f) Pembangunan infrastruktur, terutama jalan dan bangunan dapat mengakibatkan limpasan air dan erosi permukaan. g) Pemanfaatan kawasan dan penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, misalnya tumpang tindih penggunaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan prioritas peruntukan dan daya dukung tanahnya.
Wujud dari dinamika pesisir dan laut tersebut dapat berupa abrasi ataupun sedimentasi. a) Abrasi merupakan proses pengikisan pantai oleh dinamika laut. Abrasi yang terjadi terus menerus akan menimbulkan perubahan garis pantai dan kerusakan lingkungan. b) Sedimentasi adalah suatu proses pengendapan material yang ditransport oleh media air, angin, es, atau gletser di suatu daerah. Sedimentasi biasanya mengakibatkan penumpukan material di muara sungai dan dasar laut yang dapat mengakibatkan munculnya dangkalan yang berpotensi bahaya bagi pelayaran.
3.1.3
Metode Penentuan Bahaya Navigasi Bahaya pelayaran yang berupa anomali kedalaman sangat penting untuk diselidiki agar dapat menghindari kecelakaan navigasi di laut. Tujuan dari penentuan bahaya pelayaran adalah untuk mendapatkan lokasi pasti dan menentukan kedalaman terkecil (least depth) dari obyek bahaya pelayaran tersebut (Djunarsjah, 2005).
15
Gejala-gejala bahaya pelayaran dapat ditemukan lewat: 1. Interpretasi ganjil bacaan kedalaman pada kertas echogram 2. Informasi langsung dari sumber lokal (pelaut atau nelayan) yang telah sering berlayar pada suatu daerah tertentu. 3. Pengamatan langsung secara visual pada lingkungan perairan yang akan diselidiki, seperti warna air laut dan keberadaan burung laut.
Keberadaan anomali kedalaman dapat ditentukan dengan metode-metode berikut: 1. Metode akustik •
Echosounder (perum gema)
•
Side Scan Sonar (lebih efisien jika dioperasikan dengan echosounder)
2.
Metode mekanik •
Penyapuan drift
•
Penyapuan drag
•
Penyapuan rod
•
Penyapuan bar
3. Metode Magnetik •
Magnetometer (mengukur intensitas magnetik dari obyek-obyek yang ada di dasar laut)
4. Metode Optis •
Fotogrametrik
•
Elektro-optis (LIDAR)
Dengan metode-metode penentuan anomali kedalaman tersebut kemudian akan didapatkan •
lokasi pasti dan jenis obyek bahaya pelayaran;
•
Status bahaya pelayaran (bahaya baru, perluasan bahaya yang sudah ada sebelumnya, atau perbaikan data sebelumnya);
16
•
Tinggi bahaya pelayaran yang muncul pada permukaan laut;
•
Kedalaman terkecil dari bahaya pelayaran yang selalu tenggelam.
Data-data inilah yang nantinya harus dicantumkan dalam Hydrographic Notes dan disampaikan ke dinas hidrografi yang berwenang mengeluarkan peta laut. Format penulisan Hydrographic Notes mengacu kepada Instruksi BPI
yang
dikeluarkan
Dishidros-TNI
AL
dan
kemudian
akan
disebarluaskan lewat Berita Pelaut Indonesia untuk dimanfaatkan dalam memutakhirkan peta laut.
3.2 Jenis Pemutakhiran Peta Laut
Volume data yang digunakan pada saat memutakhirkan peta laut akan berbeda jika dikaitkan dengan periode pemutakhirannya. Berdasarkan volume data tersebut maka pemutakhiran peta laut dibedakan atas 2 jenis, yaitu pemutakhiran koreksi kecil dan pemutakhiran koreksi penuh.
3.2.1
Pemutakhiran Koreksi Kecil Kumpulan koreksi kecil ini biasanya diterima pelaut lewat tiga cara, yaitu (SP-57 IHO Appendix 1): 1. Berita Pelaut Berita Pelaut merupakan kumpulan informasi untuk memutakhirkan peta laut dalam bentuk cetak yang diterbitkan secara berkala oleh kantor
hidrografi
untuk
dimanfaatkan
oleh
pelaut
dalam
memutakhirkan peta laut. Berita Pelaut adalah kumpulan koreksi paling
utama
dan
diprioritaskan
untuk
diterapkan
dalam
memperbaharui peta laut.
Pada Berita Pelaut umumnya terdapat beberapa bagian khusus, seperti: a. Penjelasan secara umum; b. Kumpulan pemberitahuan koreksi peta laut;
17
c. Publikasi peta laut baru, peta diperbarui (edisi baru), pencabutan peta yang beredar sebelumnya; d. Pemberitahuan yang mempengaruhi keseluruhan peta yang pernah dipublikasikan oleh kantor hidrografi berwenang, berkaitan dengan: (1) Isi, perubahan isi, atau penggantian; (2) Kumpulan daftar peringatan pada kawasan NAVAREA tertentu; (3) Koreksi daftar suar; (4) Koreksi arah layar (kepanduan bahari); dan (5) Koreksi daftar sinyal radio navigasi.
Gambar 3.1 BPI No.01/ 2010 dan NM Jepang No.50/ 2011 (sumber: http://www.tokobahari.com, http://www1.kaiho.mlit.go.jp)
2. Radio Navigasi Radio navigasi menyampaikan peringatan awal jika terdapat bahaya navigasi. Peringatan lewat radio navigasi umumnya bersifat sementara dan berjangka waktu pendek dan akan tetap disiarkan sampai diambil tindakan dalam mengoreksi peta lewat penerbitan Berita Pelaut. Pelaut diharapkan mengantisipasi dan memperhatikan peringatan ini ketika
18
memasuki wilayah geografis yang berhubungan dengan peringatan tersebut. Ada tiga jenis peringatan navigasi lewat radio dan masingmasing peringatan tersebut diterima di lokasi tertentu serta diterima lewat jaringan radio yang berbeda. Peringatan ini merupakan bagian dari Maritime Safety Information (MSI). Jenis peringatan yang disampaikan lewat radio navigasi adalah: •
NAVAREA Warning Service yang menyiarkan peringatan di sepanjang jalur pelayaran utama kepada kapal di laut lepas lewat. NAVAREA merupakan daerah geografis laut yang menjadi tanggung jawab beberapa negara dalam tujuan mengoordinasikan peringatan cuaca dan navigasi.
Gambar 3.2 Wilayah NAVAREA XI (Japan Coast Guard Annual Edition of Notices to Mariners, 2012)
Indonesia termasuk ke dalam NAVAREA XI (Gambar 3.2) bersama Cina, Filipina, Korea Utara, Korea Selatan, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, dan Jepang sebagai koordinator regional. NAVAREA Warning disampaikan dalam bahasa Inggris dan disiarkan melalui frekuensi HF (high frequency).
19
•
Coastal Warning yang menyampaikan peringatan ke kapal lewat komunikasi suara pada frekuensi MF (medium frequency) dan VHF (very-high frequency). Coastal warning bersifat temporer dan hanya berlaku di wilayah laut yang dekat dengan pemancar (misalnya peringatan tentang lampu menara suar yang padam). Coastal Warning disampaikan dalam bahasa Inggris.
•
Local Warning adalah pemberitahuan bahaya navigasi lewat komunikasi radio dan disampaikan oleh pihak pelabuhan atau pengawas pantai lokal yang memegang otoritas. Peringatan ini umumnya disampaikan lewat komunikasi suara pada frekuensi VHF dan menggunakan bahasa lokal.
3. Global Maritime Distress and Safety System (GMDSS) GMDSS
adalah
sistem
pemberitahuan
kondisi
darurat
yang
dikembangkan oleh IMO (bersama IHO, WMO, dan INMARSAT) di pertengahan dekade 90-an. Tujuan utama GMDSS adalah untuk menyampaikan
pemberitahuan
tentang
kesulitan
dan
operasi
penyelamatan. Sejak tahun 1999, GMDSS menggantikan sinyal SOS sebagai metode standar pemberitahuan kondisi darurat. GMDSS beroperasi
dengan
bantuan
empat
buat
satelit
geostasioner
INMARSAT yang menjangkau hampir seluruh dunia kecuali daerah kutub utara dan selatan (Gambar 3.3).
20
Gambar 3.3 Daerah Jangkauan Satelit INMARSAT (sumber: http://www.inmarsat.com/Maritimesafety/map.htm)
3.2.2
Pemutakhiran Koreksi Penuh Koreksi penuh pada peta laut dilakukan secara periodik dan akan menghasilkan peta edisi baru/ diperbarui yang dimutakhirkan oleh kumpulan informasi dalam Berita Pelaut (Notices to Mariners) yang keluar sejak diterbitkannya edisi peta laut tersebut sebelumnya. Periode ideal pemutakhiran total ini adalah setiap lima tahun sekali atau maksimal sepuluh tahun sekali. Variasi dalam periode pemutakhiran ini muncul karena beberapa faktor antara lain perbedaan laju perubahan wilayah pesisir dan laut, ketersediaan anggaran untuk survei dan pemetaan laut, ataupun jumlah armada survei dan sumber daya manusia yang tersedia.
3.3 Proses Pemutakhiran
Dalam memperbaharui peta laut dibutuhkan data-data yang menjadi sumber informasi dan dijadikan acuan untuk mengoreksi peta. Data ini umumnya bersumber dari kapal survei milik kantor hidrografi yang secara berkala dan rutin memonitor alur-alur pelayaran utama di perairan suatu negara. Selain itu, informasi tentang penemuan bahaya navigasi juga dapat berasal dari kapal bukan milik kantor hidrografi yang melintas atau melakukan survei hidrografi
21
di laut dan menemukan bahaya-bahaya pelayaran yang baru dan belum terpetakan dan melaporkan hal tersebut lewat dokumen khusus yang bernama Hydrograhic Notes yang dikeluarkan oleh kantor hidrografi. Data yang berasal bukan dari kantor hidrografi merupakan data sekunder yang harus diverifikasi terlebih dahulu oleh kantor hidrografi tersebut. Data yang dianggap valid dan
Diagram umum proses pemutakhiran mulai dari pelaporan penemuan bahaya navigasi laut sampai penerapan pemutakhiran peta laut dapat dilihat pada Gambar 3.4.
Gambar 3.4 Diagram Umum Proses Pemutakhiran Peta Laut
Pelaporan bahaya navigasi harus disampaikan dengan seksama dan sesuai dengan instruksi kantor hidrografi dan standar internasional. Di Indonesia, pelaporan penemuan bahaya navigasi ditulis di lembar IH102 yang diatur oleh Dishidros TNI-AL dalam Instruksi Berita Pelaut Indonesia (terlampir).
22
3.3.1
Pihak Terkait Dalam Pemutakhiran Peta Laut Di dalam proses pemutakhiran, terdapat beberapa pihak yang berperan mulai dari pelaporan informasi terkait nautika sampai penerapan informasi pembaruan peta laut. Pihak-pihak tersebut adalah: •
Sumber/ penyedia: kantor hidrografi atau pihak non-kantor hidrografi (misalnya pelaut yang menemukan bahaya navigasi atau institusi lain yang melakukan penelitian) yang menyediakan informasi esensial terkait navigasi.
•
Penerbit: kantor hidrografi yang memproses dan menyusun kumpulan data untuk pemutakhiran yang berasal dari berbagai sumber.
•
Distributor: kantor hidrografi atau agen di bawahnya yang bertanggung jawab
mengemas
dan
menyebarluaskan
kumpulan
informasi
pemutakhiran ke pengguna peta laut. Di Indonesia, distribusi peta laut dan publikasi nautika lainnya hanya dilakukan oleh Dishidros TNI-AL. •
Pengguna: pelaut yang menerima dan memanfaatkan informasi pemutakhiran untuk memperbarui peta laut.
3.3.2
Pemutakhiran Peta Laut Analog/ Konvensional Setiap kantor hidrografi yang berwenang dalam membuat peta laut wajib menyediakan layanan rutin dalam memutakhirkan semua peta laut analog/konvensional bagi penggunanya secara berkala. Pemutakhiran peta laut analog dapat dilakukan lewat media berupa Berita Pelaut (Notices to Mariners), radio navigasi, ataupun GMDSS. Obyek-obyek yang dikoreksi dengan Berita Pelaut harus dituliskan dengan tinta (permanen) pada peta laut dan pada bagian bawah peta dituliskan keterangan koreksi terakhir peta lengkap dengan edisi Berita Pelaut yang digunakan.
Sebagai catatan, informasi yang diterima lewat radio navigasi dan GMDSS merupakan Maritime Safety Information (MSI) dan bukan sebagai Notices to Mariners, sehingga penandaannya dalam peta laut analog tidak boleh
23
ditulis dengan tinta kecuali MSI tersebut telah dimasukkan ke dalam Berita Pelaut.
3.3.3
Pemutakhiran Peta Laut Dijital (ENC) Peta laut dijital umum dikenal dengan nama Electronic Navigational Chart (ENC) yang dioperasikan dengan bantuan perangkat Electronic Chart Display and Information System (ECDIS). Kelebihan ECDIS adalah kemampuannya menampilkan posisi kapal secara real-time terhadap daratan, sarana bantu navigasi, bahaya-bahaya pelayaran, dan obyek lainnya yang terdapat pada peta dijital yang bersangkutan. ENC dalam ECDIS dimutakhirkan dengan ENC cell update yang dikompilasi dan diterbitkan oleh kantor hidrografi. ENC cell update yang diinput kemudian akan diproses secara otomatis oleh ECDIS untuk menghasilkan tampilan ENC yang diperbarui (Gambar 3.5).
Gambar 3.5 Contoh ENC Setelah Dikoreksi dengan ENC Cell Update (sumber: http://www.iho.int/mtg_docs/com_wg/CPRNW/WWNWS3/)
24
Prosedur pemutakhiran untuk ENC hampir sama peta laut konvensional di mana ada tahap penemuan bahaya navigasi, pelaporan, investigasi kantor hidrografi, sampai diterapkannya pemutakhiran peta. Perbedaannya terdapat penerapan (format dan jenis transfer) data pemutakhirannya.
Kategori pemutakhiran ENC berdasarkan penerapannya adalah sebagai berikut: •
Pemutakhiran Manual Informasi untuk memutakhirkan ENC secara manual didapat dari Berita Pelaut atau dari peringatan navigasi lewat komunikasi radio. Informasi ini kemudian dimasukkan secara manual ke dalam sistem ECDIS dengan keyboard untuk diproses.
•
Pemutakhiran Otomatis Pemutakhiran otomatis ENC melibatkan basis data kantor hidrografi yang terhubung langsung (jaringan komunikasi, internet) dengan receiver ECDIS. Proses ini berlangsung tanpa ada peran individu sebagai perantara.
•
Pemutakhiran Semi-otomatis Pemutakhiran semi-otomatis berlangsung dengan adanya media perantara (disket atau CD yang berisi cell update) dan diinput ke dalam ECDIS oleh pelaut.
Pemutakhiran ENC berdasarkan kategori dan format data yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 3.6.
25
Gambar 3.6 Proses Pemutakhiran ENC pada Perangkat ECDIS (IHO, SP 52 Appendix 1)
Keterangan Gambar :Transfer Telekom :Transfer Non-Telekom KH
: Kantor Hidrografi
ECDIS
: Electronic Chart Display and Information System
ENC
: Electronic Navigational Chart
26