BAB III PROSEDUR ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA Bab ini akan membahas tentang prosedur penelitian yang tergambar dalam diagram metodologi pada gambar 1.1. Selain itu bab ini juga akan membahas pengolahan dari data yang dikumpulkan untuk penelitian.
3.1
Prosedur Analisis
Ada empat hal penting dalam prosedur analisis ini setelah pengumpulan data dan hal-hal tersebut secara kontinyu tergambar seperti diagram di bawah ini :
Pengumpulan Data Jaringan Pipa
Identifikasi Korosi Pada Pipa
Perhitungan Laju Korosi Pada Pipa
Analisis Kehandalan Jaringan Pipa
Analisis Tingkat Critically Pipa
Gambar 3.1 Diagram Prosedur Analisis Dalam analisis ini, data yang dikumpulkan merupakan jaringan pipa yang dialiri oleh gas. Seluruh jaringan pipa bawah laut ini dianalisis terkait dengan korosi internal yang terjadi pada pipa ini akibat aliran gas di dalamnya. Jaringan-jaringan pipa ini beresiko mengalami kegagalan karena gas yang mengalir mengandung 32
karbon dioksida dan hydrogen sulfide. Kedua kandungan senyawa tersebut merupakan factor utama yang menyebabkan pipa terkena korosi internal (korosi pada permukaan dalam pipa). Identifikasi jenis korosi internal yang terjadi pada pipa akan dijelaskan selanjutnya pada bab ini. Bab ini juga akan membahas prosedur perhitungan laju korosi sampai dengan cara yang digunakan untuk memprediksi tingkat critically pipa.
3.1.1 Pengidentifikasian Jenis Korosi pada Pipa Permasalahan di dunia tidak jarang atau bahkan sangat sering tidak sesuai dengan teori yang dipelajari dari buku. Hal ini disebabkan oleh adanya asumsi-asumsi yang membatasi antara teori dengan praktek yang sesungguhnya. Demikian juga pada korosi internal yang terjadi pada pipa. Tidak jarang ditemui bahwa di dalam gas maupun fluida yang mengalir ditemukan adanya kandungan baik karbon dioksida dan hidrogen sulfida secara bersamaan. Oleh sebab itu perlu adanya suatu batasan atau kondisi untuk menentukan jenis korosi internal yang dialami oleh pipa. Jenis korosi internal yang mendominasi ditentukan oleh besarnya tekana parsial tiap senyawa yang terkandung dalam gas, dalam hal ini CO2 dengan H2S. Tekanan parsial dapat dirumuskan sebagai[6] : %
................................................................................... (3.1)
%
................................................................................... (3.2)
Kondisi untuk menentukan jenis korosi internal yang terjadi dalam pipa adalah : : Sour Corrosion mendominasi
20 20
500 500
: Mixed Corrosion : Sweet Corrosion mendominasi
33
3.1.2 Sistem Perhitungan Laju Korosi dengan Model NORSOK Korosi internal yang terjadi pada pipa dapat diprediksi dan diperhitungkan tingkat kecepatannya dengan asumsi korosi internal yang terjadi pada pipa adalah korosi merata (general corrosion). Ada banyak model yang telah dikembangkan untuk memprediksi
laju
korosi
internal.
Model-model
tersebut
merupakan
pengembangan dari rumus pelopor yang disusun oleh pasangan De WaardMilliam[4].
Model
NORSOK
merupakan
salah
satu
model
untuk
memperhitungkan laju korosi internal jenis sweet corrosion. Pada umumnya Model NORSOK dibuat untuk menambah daya nilai tiap perusahaan
migas
yang
menggunakannya,
mengurangi
ongkos
untuk
pengoperasian, dan pengurangan aktivitas yang tidak efektif dalam pengoperasian dunia pipa migas bawah laut. Model NORSOK dikembangkan berdasarkan NORSOK Standard yang dikembangkan oleh OLF (The Norwegian Oil Industry Association) dan TBL (The Federation of Norwegian Engineering Industries). NORSOK Standard dibuat untuk menggantikan standar-standar dari tiap perusahaan migas internasional yang terlebih dahulu memiliki standar tersendiri. Hal ini mempermudah pengamatan dan perkembangan tiap perusahaan migas satu sama lain sebab memiliki satu standar yang sama dalam pengoperasian dan perkembangan dunia pipa bawah laut. NORSOK Standard memuat cakupan antara lain pemilihan material untuk pembuatan pipa, prediksi laju korosi internal akibat karbon dioksida untuk pipa baja karbon, dan standar lain yang berguna dalam industry pipa bawah laut. Model NORSOK memiliki keunggulan dalam memprediksi laju korosi internal pipa dibandingkan dengan model lain seperti BP-Cassandra dan ECE[6]. Keunggulan model ini adalah model ini dapat digunakan oleh operator yang bahkan memiliki pengalaman yang sedikit di bidang pipa. Selain itu, model NORSOK tidak memerlukan detail komposisi gas maupun fluida yang mengalir di dalamnya (kecuali kandungan karbon dioksida) dengan tingkat ketelitian yang tidak jauh berbeda dibandingkan dengan kedua model lain.
34
Laju korosi karena CO2 pada baja karbon dalam berbagai temperatur dapat dihitung dengan menggunakan model NORSOK. Model ini merupakan persamaan empirik laju korosi sebagai fungsi temperatur, fugasitas CO2, tekanan gesek pada dinding pipa, dan pH. Pada temperatur 20, 40, 60, 80, 90, 120, dan 150 0C digunakan persamaan empirik sebagai berikut[14] : ,
,
.........................................................(3.3)
Di mana : CRt
= laju korosi pada temperatur t (mm/y)
t
= temperatur (20, 40, 60, 80, 90, 120, atau 150 0C)
Kt
= Konstanta pada temperatur t
fCO2
= fugasitas CO2 (bar)
S
= tekanan pada dinding pipa (Pa)
F(pH)t = nilai faktor pH pada temperatur t Nilai konstanta pada temperatur tertentu telah diberikan dalam sebuah tabel di bawah yang telah dihitung melalui hasil ekstrapolasi antara laju korosi dengan temperatur tertentu. Tabel 3.1 Konstanta Perhitungan Laju Korosi pada Temperatur Tertentu[14]
Temperatur (0C)
Konstanta (Kt)
5
0,42
15
1,59
20
4,762
40
8,927
60
10,695
80
9,949
90
6,250
120
7,770
150
5,203
35
Nilai factor pH pada temperature tertentu juga diberikan dalam bentuk table sesuai dengan rentang pH dan temperature tertentu. Nilai-nilai factor ini telah diperhitungkan sebelumnya oleh standard yang digunakan dalam model NORSOK. Tabel 3.2 Nilai Faktor pH pada Temperatur Tertentu[14]
Temperatur (0C) 5
15
20
40
pH
f (pH)
3,5 ≤ pH < 4,6
f(pH) = 2,0676 - (0,2309 x pH)
4,6 < pH < 6,5
f(pH) = 4,342 - (1,051 x pH) + (0,0708 x pH )
3,5 < pH < 4,6
f(pH) = 2,0676 - (0,2309 x pH)
4,6 < pH < 6,5
f(pH) = 4,986 - (1,191 x pH) + (0,0708 x pH )
3,5 < pH < 4,6
f(pH) = 2,0676 - (0,2309 x pH)
4,6 < pH < 6,5
f(pH) = 5,1885 - (1,2353 x pH) + (0,0708 x pH )
3,5 < pH < 4,6
f(pH) = 2,0676 - (0,2309 x pH)
4,6 < pH < 6,5
f(pH) = 5,1885 - (1,2353 x pH) + (0,0708 x pH )
2
2
2
2
f(pH) = 1,836 - (0,1818 x pH) 60
3,5 < pH < 4,6 4,6 < pH < 6,5
2
f(pH) = 15,444 - (6,1291 x pH) + (0,8204 x pH ) 3
(0,0371 x pH ) 80
3,5 < pH < 4,6 4,6 < pH < 6,5 3,5< pH < 4,57
90
120
150
4,57< pH < 5,62
f(pH) = 2,6727 - (0,3636 x pH) (-1,2618 x pH)
f(pH) = 331,68 x e
f(pH) = 3,1355 - (0,4673 x pH) f(pH) = 21254 x e
(-2,1811 x pH)
5,62 < pH < 6,5
f(pH) = 0,4014 - (0,0538 x pH)
3,5 < pH < 4,3
f(pH) = 1,5375 - (0,125 x pH)
4,3 < pH < 5
f(pH) = 5,9757 - (1,157 x pH)
5 < pH < 6,5
f(pH) = 0,546125 - (0,071225 x pH)
3,5 < pH < 4,3
f(pH) = 1
4,3 < pH < 5
f(pH) = 17,634 - (7,0945 x pH) + (0,715 x pH )
5 < pH < 6,5
f(pH) = 0,037
2
36
Selain nilai konstanta, persamaan di atas memiliki tiga factor utama dalam perhitungannya yakni nilai fugasitas karbon dioksida, pH, dan wall shear stress. Ketiga perhitungan tersebut dibahas lebih lanjut di bawah ini.
Fugasitas CO2 Pada tekanan tinggi, gas dalam keadaan tidak ideal. Hal ini mengakibatkan tekanan parsial gas berubah besarnya. Perubahan tersebut dapat dihitung dengan mengalikan tekanan parsial gas dengan koefisien fugasitas dari gas pada tekanan tertentu. .......................................................................................................... (3.4) Tekanan parsial gas CO2 dalam keadaan ideal dapat dicari dengan persamaan : %
......................................................................... (3.5)
Atau ............................................................. (3.6)
Koefisien fugasitas diberikan sebagai fungsi tekanan dan temperatur : Untuk P ≤ 250 bar
10
,
,
.................................................................................................. (3.7)
Untuk P > 250 bar
10
,
,
............................................................................................... (3.8)
Perhitungan pH Pada umumnya pH dapat diukur secara langsung dengan menggunakan alat (seperti pH meter) pada sampel. Akan tetapi, jika tidak ada data yang menggambarkan tingkat keasaman gas, pH dapat diperkirakan
dengan
37
menggunakan perhitungan yang melibatkan 3 reaksi kesetimbangan, yaitu kesetimbangan CO2/HCO3, H2S/HS-, dan CH3COOH/CH3COO-. Kesetimbangan CH3COOH/CH3COO- dipilih untuk mewakili semua asam organik yang akan mempengaruhi tingkat pH. Konsentrasi bikarbonat, yang akan digunakan untuk dasar perhitungan pH, didapatkan melalui titrasi dan hasil yang diperoleh akan digunakan sebagai standar keasaman. Hal tersebut dibenarkan sejauh kandungan H2S cukup rendah dan sistem tidak menunjukkan adanya kandungan asam organik. Lain halnya jika sistem mengandung asam organik (biasanya jika sistem gas tercampur dengan likuid atau minyak yang mengandung asam organik), hasil pengukuran bikarbonat tersebut harus dikoreksi kembali. Perhitungan pH didasarkan pada kesetimbangan beberapa reaksi kimia :
Dalam sistem ini, terjadi korosi, yang berarti sistem mengalami reaksi elektrokimia dan dapat digambarkan sebagai persamaan berikut: 2
.................................................. (3.9)
38
Diasumsikan dalam perhitungan pH ini bahwa senyawa bikarbonat yang ditambahkan ke dalam sistem adalah natrium bikarbonat (NaHCO3). Asumsi lainnya adalah bahwa tidak ada garam dalam sistem baik yang terbentuk atau yang terbawa dalam gas selain natrium bikarbonat dan natrium klorida. Garamgaram ini kemudian akan terurai :
Berdasarkan asumsi tersebut, jumlah bikarbonat setara dengan perbedaan konsentrasi natrium dengan konsentrasi klorida. .......................................................................................... (3.10)
.
Dengan mengkombinasikan persamaan-persamaan (3.7) dan (3.8) di atas maka akan diperoleh : 2
.
0 .......... (3.11)
Persamaan di atas dapat dipecahkan menggunakan metode Newton. Dengan mengkombinasikan pula persamaan-persamaan di atas, pH pada sistem air terkondensasi yang tersaturasi dengan besi karbonat juga dapat dihitung.
2
.
0
............. (3.12)
Di mana[14] : 0,00258
10
,
55,5084.
,
.
,
,
,
. ,
,
.
,
. 10
,
.
.
,
.
(0 0C ≤ TC < 80 0C)
39
55,5084.
10
10
,
,
,
,
10
,
,
,
,
,
,
,
,
,
,
,
,
,
. 10
.
.
.
,
–
– ,
– ,
.
.
.
.
.
,
,
.
.
. ,
. ,
,
,
,
.
.
. .
,
,
(TC < 200 0C)
.
. .
,
,
.
.
. .
. .
.
Wall Shear Stress Wall shear stress merupakan tegangan yang terjadi pada permukaan dalam pipa akibat adanya gas yang mengalir di dalam pipa mengalami perputaran turbulen. Wall shear stress merupakan salah satu factor terpenting di dalam perhitungan laju korosi internal. Pada perhitungan menggunakan NORSOK, wall shear stress yang dihitung diasumsikan terdapat pada pipa yang lurus. Pada prakteknya perubahan geometri pipa dan adanya belokan-belokan akan menyebabkan wall shear stress lebih besar nilainya daripada yang dapat diperhitungkan dalam perhitungan ini. Semakin tinggi nilai wall shear stress, maka semakin tinggi pula laju korosi hasil perhitungan melalui metode NORSOK ini. Nilai wall shear stress yang terlalu tinggi akan menyebabkan pipa terkena serangan mesa sehingga laju korosi akan meningkat secara signifikan daripada laju korosi yang dapat dihitung dengan metode ini. Jika hal tersebut terjadi, pengalaman dari orang yang mengoperasikan pipa tersebut sangat diperlukan untuk menginput data baru dalam perhitungan laju korosi baru dengan menggunakan metode NORSOK ini. Wall shear stress dirumuskan sebagai[14] : 0,5
..................................................................................... (3.13)
40
Pada dasarnya pipa dialiri oleh gas dan fluida. Fluida sendiri terdiri atas minyak dan air, sehingga system yang mengalir di dalam pipa memiliki densitas tertentu (densitas campuran) dan dapat dirumuskan sebagai berikut : 1
.................................................................................... (3.14)
1
................................................................................... (3.15)
Di mana : Densitas Fluida
Densitas Gas ,
,
,
.................................................................. (3.16)
Sedangkan faktor perbandingan antara laju fluida dengan gas dituliskan sebagai :
................................................................................................................. (3.17)
Di samping densitas, velositas gas dan fluida yang mengalir dalam pipa juga harus diperhitungkan sebagai system yang kompleks : 1
................................................................................... (3.18)
Di mana : Velositas Gas
............................................................................................ (3.19)
Velositas Fluida Ada dua kondisi asumsi dalam perhitungan velositas fluida :
41
•
Tidak ada air terkandung dalam fluida
...................................................................................................................... (3.20)
•
Ada air terkandung dalam fluida
Viskositas efektif dari campuran air dan oli bergantung pada besarnya watercut (ф). Watercut adalah perbandingan antara jumlah air yang ada dengan dengan jumlah total fluida yang mengalir di dalam pipa. Di dalam proses produksi, data watercut sangat penting sebab menjadi patokan bahwa produksi akan banyak menghasilkan minyak atau sebaliknya. Patokan tersebut kemudian akan direkonsiderasi sebagai bahan pertimbangan proses produksi selanjutnya. Viskositas campuran likuid tersebut dapat dirumuskan : ,
1
...................................................................................... (3.21)
,
,
,
............................................................................................. (3.22)
Adapun watercut dapat diperoleh dari persamaan :
100% .................................................................. (3.23)
Viskositas berperan dalam penentuan factor friksi yang berperan dalam penentuan besar wall shear stress.
0,001375
1
2000
, ,
10
,
, ,
,
,
.................. (3.24)
Besarnya debit aliran gas dan fluida yang mengalir juga menentukan besarnya velositas. Velositas merupakan kecepatan dan dalam perhitungan wall shear stress, velositas diperhitungkan sebagai sebuah system campuran.
42
.......................................................................................................... (3.25)
....................................................................................... (3.26)
3.1.3 Analisis Kehandalan dengan FOSM (First Order Second Moment) Dalam bab sebelumnya telah dibahas beberapa metode dan distribusinya dalam perhitungan analisis kehandalan pipa. Perhitungan peluang kegagalan pipa merupakan salah satu metode yang paling sering digunakan untuk memperkirakan kehandalan pipa. Dalam penelitian ini digunakan metode probabilistic dengan menggunakan peluang kegagalan untuk memperkirakan kehandalan dari data pipa gas. Metode perhitungan peluang kegagalan yang dipilih adalah metode pendekatan FOSM (First Order Second Moment). Dari hasil perhitungan laju korosi dengan menggunakan model NORSOK, akan diperoleh laju korosi tiap jaringan pipa. Untuk perhitungan selanjutnya, laju korosi diasumsikan tetap untuk beberapa tahun berikutnya. Kemudian, selanjutnya dilakukan perhitungan prediksi ketebalan sisa pipa dengan menggunakan persamaan berikut :
.............................................................................................................(3.27)
Keterangan : t
= prediksi ketebalan sisa
t0
= ketebalan pipa awal
Ketebalan setiap titik pada tiap tahun digunakan untuk menghitung nilai tegangan yang terjadi pada dinding pipa akibat tekanan dalam. Tegangan ini dinyatakan oleh persamaan Barlow sebagai berikut[10] :
43
. .
................................................................................................................... (3.28)
Keterangan : σHS
= tegangan Hoop (Hoop Stress)
P
= tekanan rata-rata operasi
D
= diameter pipa
Penggunaan nilai tekanan rata-rata pada perhitungan di atas merupakan hasil perhitungan dengan menggunakan persamaan berikut[11] : .
.......................................................................... (3.29)
Adapun fungsi limit state (g) yang digunakan dalam pengolahan data adalah : ......................................................................................................... (3.30) . .
.......................................................................................................... (3.31)
Keterangan : g
= fungsi limit state
σys
= Yield Strength (psi)
Pipa merupakan susunan dari baja yang memiliki tingkat kekuatan mekanik tertentu dan berbeda antara satu dengan yang lain. Perbedaan bahan penyusun pipa dapat diketahui dari grade tiap pipa. Nilai yield strength untuk tiap grade pipa berbeda-beda. Hal tersebut tergantung dari perilaku elastis dan perilaku plastis tiap grade pipa. Dalam pendesainan tiap grade pipa telah dilakukan uji tarik untuk mengetahui dengan pasti perilaku pipa. Dalam uji tarik ini dilakukan perhitungan tegangan dan regangan yang terjadi. Hasilnya dari uji tarik ini berupa kurva tegangan dan regangan teknik. Dari kurva tersebut kita dapat menentukan kekuatan luluhnya. Penjelasanya lebih rincinya seperti berikut.
44
Tabel 3.3 Kekuatan Luluh dan Kekuatan Tarik untuk Beberapa Grade Pipa [11]
Minimum Yield Strength
Minimum Tensile Strength
Grade
YS / TS
lb/in2
Mpa
lb/in2
Mpa
ratio
A25
25,000
172
45,000
310
0,556
A
30,000
207
48,000
331
0,625
B
35,000
241
60,000
413
0,583
X42
42,000
289
60,000
413
0,700
X46
46,000
317
63,000
434
0,730
X52
52,000
358
66,000
455
0,788
X56
56,000
386
71,000
489
0,789
X60
60,000
413
75,000
517
0,800
X65
65,000
448
77,000
530
0,844
X70
70,000
482
82,000
565
0,854
X80
80,000
551
90,000
620
0,889
Perhitungan nilai parameter-parameter ketidakpastian mutlak dilakukan dalam menentukan tingkat kehandalan jaringan-jaringan pipa gas ini. Parameterparameter yang akan dihitung tersebut adalah rata-rata (mean μ), simpangan (standard deviation σ) serta nilai Coefficient of Variation (COV). Metode FOSM (First-Order Second-Moment Method) digunakan dalam penelitian ini. Parameterparameter seperti mean dan standar deviasi digunakan untuk menentukan nilai cornell safety index atau reliability index yang dinotasikan dengan beta (β)[12] :
....................................................................................................................... (3.32)
dengan mengambil acuan fungsi limit state (g) pada persamaan (3.28) maka μg dan σg adalah :
45
..................................................................................................... (3.33)
................................................ (3.34)
dapat diselesaikan menjadi :
.
1
.
.......................................... (3.35)
Probability of Failure (PoF) dan Nilai Kehandalan (Reliability R) dapat dihitung dengan mensubstitusikan nilai beta pada persamaan di bawah ini[12] : Φ 1
1
Φ
...................................................................................... (3.36)
.............................................................................................................. (3.37)
46
JARINGAN PIPA NORSOK Model Jaringan Pipa
Jaringan Pipa Lokasi
Lokasi x
Jaringan Pipa
y
Lokasi z
Wall
Fak‐
Fuga‐
Wall
Fak‐
Fuga‐
Wall
Fak‐
Fuga‐
Shear
tor
Sitas
Shear
tor
Sitas
Shear
tor
Sitas
Stress
pH
CO2
Stress
pH
CO2
Stress
pH
CO2
Laju Korosi Lokasi x Peluang Kegagalan Lokasi x
Laju Korosi Lokasi
Laju Korosi Lokasi
y
z
Peluang Kegagalan
Peluang Kegagalan
Lokasi y
Lokasi z
Metode First Order Second RELIABILITY / KEHANDALAN JARINGAN
Moment
PIPA
Gambar 3.2 Diagram Peralihan Model NORSOK ke Metode FOSM
3.1.4 Analisis Tingkat Critically Pipa Penanganan pada area yang dianggap kritikal memerlukan suatu penilaian resiko. Penilaian resiko dibedakan atas suatu pengkajian setiap modus kegagalan atau ancaman yang diterima, yang pada kasus ini teridentifikasi merupakan korosi internal (sweet corrosion). Pengkajian tersebut membuahkan hasil yang dapat dipetakan secara kualitatif maupun kuantitatif. Peluang kegagalan dan konsekuensi kegagalan kualitatif sesuai standard ASME[10] dalam kasus ini menjadi dasar kriteria penilaian resiko. Perencanaan mitigasi resiko dari area yang 47
terdeteksi beresiko tinggi membutuhkan pemahaman yang mendasar dan konsisten tentang safety, misalnya terkait upaya pengurangan resiko yang tidak membedakan antara segmen yang berpotensi menyebabkan resiko injury (terluka sampai cacat) dengan yang berpotensi menyebabkan fatality (kematian). Pengendalian atau mitigasi korosi yang baik, dalam implementasinya tentu memerlukan desain yang baik pula. Oleh karena itu, ketersediaan informasi terkait dengan aspek safety terhadap korosi pada tahap desain akan sangat membantu. Target akhir dari analisis adalah membentuk suatu desain yang baik supaya terbentuk sistem yang aman dalam pengoperasian pipa gas. Tabel 3.4 Batas PoF dan Beta untuk masing-masing Tingkat Critically
Beta (β) < 4,753 4,265 - 4,753 3,179 - 4,264 3,07 - 3,178 < 3,06
3.2
PoF < 10-6 10-5 - 10-6 10-4 - 10-5 10-3 - 10-4 > 10-3
Kategori 1 2 3 4 5
Critically Very Low Low Medium High Very High
Pengolahan Data
Data-data yang diolah dapat dibedakan menjadi dua kategori, yakni : a. Data operasional pipa penyalur gas dari beberapa industri pada tahun awal pembuatannya, yakni berupa jenis pipa, tekanan operasi, temperatur operasi, tingkat kandungan CO2 dan H2S, pH, laju alir gas dalam pipa, dll. b. Data penipisan tebal dinding pipa jaringan pipa transmisi gas yang diakibatkan oleh proses korosi diperoleh dari hasil Intelligent Pig tahun 2008. 3.2.1 Identifikasi Jenis Korosi Internal Pada Pipa Pengidentifikasian jenis korosi internal dari data operasional pipa penyalur gas harus dilakukan terlebih dahulu sebab adanya gas yang mengandung H2S yang mengalir pada pipa. Berikut dibedakan data dengan aliran yang mengandung
48
hydrogen sulfida dengan yang hanya mengandung karbon dioksida (pure sweet corrosion). Data pipa yang digunakan dalam analisis dapat dilihat pada lampiran 1 dan lampiran 2. Jaringan pipa yang mengandung hydrogen sulfida, dengan menggunakan persamaan (2.9) dan (2.10), data tersebut diolah sehingga menjadi tabel perbandingan tekanan parsial antara karbon dioksida dan hydrogen sulfida. Dari perbandingan tekanan parsial kedua kandungan senyawa dalam gas tersebut, dapat ditentukan jenis korosi internal yang mendominasi terjadinya degradasi pada jaringan pipa terkait. Tabel 3.5 Perbandingan Tekanan CO2 dan H2S untuk Tiap Pipa
Nama Jaringan Pipa
14”OD-Y -X52 1
8,625”OD-Y2-X52 12,75”OD-Y3-X52 16”OD-Y4-X52 16”OD-Y5-X52 24”OD-Y6-X60
Jenis Korosi Internal
Opr.Press (psig)
CO2 (% mol)
H2S (ppm)
105
2
2,3
2,1
0,002415
869,5652
210
14
12
29,4
0,0252
1166,667
60
1
0,5
0,6
0,0003
2000
73
60
2,0
43,8
0,00146
30000
210
50
3,5
105
0,00735
14285,71
120
7
5
8,4
0,006
1400
P CO2
P H2S
Sweet corrosion Sweet corrosion Sweet corrosion Sweet corrosion Sweet corrosion Sweet corrosion
3.2.2 Analisis Laju Korosi Menggunakan Model NORSOK Data operasional pipa dioleh dengan menggunakan model NORSOK untuk diprediksi laju korosinya. Prediksi laju korosi dengan menggunakan model NORSOK memperhitungkan tiga factor utama, seperti tercantum dalam bab sebelumnya, yakni tekanan geser pada dinding pipa (wall shear stress), factor keasaman pH), dan fugasitas karbon dioksida yang terkandung dalam aliran. Pada bab ini akan dibahas aplikasi prediksi laju korosi menggunakan model NORSOK dengan data yang akan dianalisis. Oleh karena data yang digunakan dalam analisis terlalu banyak maka dalam contoh perhitungan akan digunakan salah satu ajringan
49
pipa saja. Hasil akhir dari perhitungan tiap factor yang mempengaruhi laju korosi akan ditampilkan dalam bentuk table (lampiran D,E,F).
3.2.2.1 Analisis Perhitungan Fugasitas Karbon Dioksida Persamaan yang digunakan dalam penentuan fugasitas karbon dioksida tercantum dalam bab sebelumnya (persamaan 3.4 sampaim dengan 3.8). Dari data jaringan pipa yang digunakan dalam analisis, rata-rata tekanan yang dipakai adalah di bawah 250 bar (sekitar 3625 psi). oleh karena itu, koefisien fugasitas yang digunakan hampir seluruhnya menggunakan persamaan 3.7. Contoh perhitungan akan dijelaskan dengan menggunakan data jaringan pipa 12,75”OD-X4-X52. Tabel 3.6 Data Jaringan Pipa 12,75”OD-X4-X52 Nama Jaringan Pipa
OD (inch)
WT (inch)
Panjan g (miles)
Spesifikas i
Tahun Pembuata n
Opr,Pre ss (psig)
Opr,Temp (F)
Laju Alir (MSCF D)
CO2 (% mol)
PH
H2S (ppm )
12,75
0,50
1,77
API-5LX52
1984
145
120
603
14
6,5
0
12,75”OD-X 4
X52
,
,
10
,
,
10 0,971
% 100 10
14 100
1,4
0,971 1,4
50
1,36
3.2.2.2 Analisis Perhitungan Faktor pH Factor keasaman aliran (pH) ditunjukkan dalam table 3.2. Dalam contoh perhitungan akan digunakan jaringan pipa yang sama dalam contoh perhitungan fugasitas CO2. Dari data, temperature aliran pada jaringan pipa berada pada kisaran 40 OC dan pH diketahui 6,5 sehingga digunakan persamaan : 2
f(pH) = 5,1885 - (1,2353 x pH) + (0,0708 x pH ) 2
f(pH) = 5,1885 - (1,2353 x 6,5) + (0,0708 x 6,5 ) f(pH) = 0,15035
3.2.2.3 Analisis Perhitungan Tekanan Geser Pada Dinding Pipa (Wall Shear Stress) Persamaan yang menunjukkan proses perhitungan wall shear stress terdapat pada persamaan 3.13 sampai 3.23. Perhitungan wall shear stress lebih rumit daripada perhitungan
kedua
factor
lain.
Contoh
perhitungan
dilakukan
dengan
menggunakan data jaringan pipa yang sama dengan contoh perhitungan di atas. Langkah pertama yang harus dilakukan adala dengan memperhitungkan densitas campuran dengan velositas campuran. Kedua factor ini dipengaruhi oleh perbandingan aliran likuid yang mengalir dalam pipa dengan aliran gasnya.
0
0 17,07
0 1 0
1 2,7 14,5
0 16,018 460
51
2,7 14,5 16,018 10 0,8 0,878 460 120 9,84
/
0,0115
/
Factor yang mempengaruhi wall shear stress selanjutnya adalah factor friksi aliran. Perhitungan dari factor ini melibatkan besarnya viskositas campuran yang mengalir dalam pipa.
,
0,001375
1
2000
10
1 0
0,00003
0,00003 0,001375
1
0
/ 1
2000
0,00005 0,32385
10
0,00003 9,84 0,0115 0,32385
,
0,0142
Wall Shear Stress : 0,5 0,5
9,84
9,36
10
0,0142
0,0115
Laju korosi jaringan pipa 12,75”OD-X4-X52 adalah : ,
,
19
52
8,927 1,36
9,36 10
6
,
,
,
0,15035
19
0,182
Hasil keseluruhan laju korosi tiap jaringan pipa tercantum dalam tabel 4.1.
3.2.3 Analisis Peluang Kegagalan Pipa Data pengolahan laju korosi dengan model NORSOK dapat dikembangkan lebih lanjut dengan menganalisis peluang kegagalan pipa setiap tahunnya. Data yang digunakan untuk analisis pekuang kegagalan pipa adalah data intelligent pig tiap jaringan pipa. Akan tetapi dalam pembahasan ini, hanya diolah satu data jaringan pipa saja. Ini disebabkan keterbatasan data yang ada di lapangan dan pembahasan ini hanya sebagai gambaran selanjutnya dalam pengolahan dengan model NORSOK. Data yang digunakan adalah data intelligent pig pipa 16”OD-Z-X52. kelengkapan data dan pengolahannya dapat dilihat lebih lanjut pada lampiran 3.
Laju Korosi Tiap Lokasi Laju Korosi (mm/y)
0.2500 0.2000 0.1500 0.1000 0.0500 0.0000 0
100
200
300
400
500
600
700
Lokasi (meter)
Gambar 3.3 Kurva Laju Korosi Pada Tiap Lokasi Pipa 16”OD-Z-X52
53
Ketebalan Pipa (inch)
Kurva Ketebalan Pipa Tahun 2009 0.4 0.35 0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0 0
100
200
300
400
500
600
700
Lokasi (meter)
Gambar 3.4 Kurva Ketebalan Pipa 16”OD-Z-X52 Pada Tiap Lokasi Tahun 2009
Kurva Ketebalan Pipa Tahun 2020 Ketebalan Pipa (inch)
0.35 0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0 0
100
200
300
400
500
600
700
Lokasi (m)
Gambar 3.5 Kurva Ketebalan Pipa 16”OD-Z-X52 Pada Tiap Lokasi Tahun 2020
54
Kurva Ketebalan Pipa Tahun 2030 0.3 0.25
Ketebalan Pipa (inch)
0.2 0.15 0.1 0.05 0 ‐0.05 0
100
200
300
400
500
600
700
Lokasi (m)
Gambar 3.6 Kurva Ketebalan Pipa 16”OD-Z-X52 Pada Tiap Lokasi Pada Tahun 2030
Kurva Keandalan Pipa 1.02 1 0.98 Nilai Keandalan
0.96 0.94 Lokasi 240‐340 Meter
0.92
Lokasi 341‐440 Meter
0.9
Lokasi 441‐550 Meter
0.88
Lokasi 551‐640 Meter
0.86 0.84 0.82 2005
2010
2015
2020
2025
2030
2035
Tahun
Gambar 3.7 Tingkat Kehandalan Pipa 16”OD-Z-X52 pada Tiap Tahun
55
Kurva Peluang Kegagalan 0.18 0.16
Peluang Kegagalan
0.14 0.12 0.1
Lokasi 240‐340 Meter
0.08
Lokasi 341‐440 Meter
0.06
Lokasi 441‐550 Meter
0.04
Lokasi 551‐640 Meter
0.02 0 2005
2010
2015
2020
2025
2030
2035
Tahun
Gambar 3.8 Peluang Kegagalan Pipa 16”OD-Z-X52 pada Tiap Tahun
56