59
BAB III PRAKTIK PERPINDAHAN HAK MILIK RUMAH PUSAKA DI DESA KALIBELUK
A. Gambaran Umum Desa Kalibeluk Kec. Warungasem Kab. Batang 1. Letak geografis Desa Kalibeluk merupakan salah satu Desa dari beberapa Desa yang tergabung dalam wilayah Kecamatan Warungasem Kabupaten Batang Provinsi Jawa Tengah. Adapun batas-batas Desa Kalibeluk adalah: a. Sebelah utara dibatasi oleh Desa Duwet Kecamatan Pekalongan Selatan b. Sebelah selatan dibatasi oleh Desa Masin Kecamatan Warungasem c. Sebelah
timur
dibatasi
oleh
Desa
Candiareng
Kecamatan
Warungasem
Kecamatan
Warungasem d. Sebelah barat
dibatasi
oleh Desa
Warungasem Desa Kalibeluk Terbagi menjadi empat (4) dusun sebagai berikut: a. Dusun Sicatur b. Dusun Krajan c. Dusun Kloposawit d. Dusun Potro
59
60
Adapun luas Wilayah Desa Kalibeluk menurut penggunannya adalah sebagai berikut:1 a. luas pemukiman
: 73.258 ha/m2
b. Luas persawahan
:
c. luas prasarana umum lainnya
: 20.913 ha/m2
d. luas pekarangan
: 732,58 ha/m2
105 ha/m2
2. Keadaan Demografi Berdasarkan data Kependudukan Desa Kalibeluk Penduduk secara keseluruhan pada akhir tahun 2014 tercatat sebanyak 5.053 jiwa dengan 1.407 sebagai kepala keluarga. jumlah penduduk tersebut apabila diklasifikasikan meneurut beberapa faktor sebagai berikut:2 1) Jumlah Penduduk menurut jenis kelamin: -
Laki- laki
: 2.571 orang
-
Perempuan
: 2.058 orang
2) Jumlah penduduk menurut pendidikan No
Pendidikan
Jumlah
1
Belum sekolah
120 orang
2
Usia 7-18 tidak sekolah
80 orang
3
Usia 18-56 tidak tamat SD
344 orang
4
Usia 12-56 tidak tamat SLTP
647 orang
5
Usia 18-56 tidak tamat SLTP
312 orang
1
Data diperoleh dari Pemerintahan Desa Kalibeluk, Kecamatan Warungasem, Kabupaten Batang, pada tanggal 14 maret 2016 2 Format laporan dan Profil Desa Kalibeluk tahun 2014
60
61
6
Tamat SD/ Sederajat
647 orang
J7
Tamat SMP/sederajat
312 orang
8
Tamat SMA/sederajat
214 orang
9
D-1
6 orang
10
D-2
12 orang
11
D-3
8 orang
12
S-1
12 orang
3) Jumlah Penduduk angkatan kerja No
Tenaga Kerja
Laki-laki
1
Usia 18-56 tahun
2.963 orang
2
Usia 18-56 tahun masih sekolah dan tidak 346 orang bekerja
3
Usia 18-56 tahun menjadi Ibu Rumah 906 orang Tangga
4
Usia 18-56 tahun bekerja penuh
101 orang
5
Usia 18-56 tahun yang bekerja tidak tentutu
514 orang
6
Usia 18-56 tahun yang cacat dan tidak 31 orang bekerja
7
Usia 8-56 tahun yang cacat dan bekerja
61
5 orang
62
4) Jumlah Penduduk berdasarkan mata pencahariannya No
Jenis Pekerjaan
1.
Petani
Jumlah
a. Petani Pemilik Tanah
192 orang
b. Buruh Tani
205 orang
2
Pengrajin Industri rumah tangga
950 orang
3
Peternak
20 orang
4
TNI/POLRI
9 orang
5
PNS
15 orang
6
Karyawan Swasta
76 orang
7
Buruh migran
11 orang
5) Seratus persen penduduk Desa Kalibeluk beragama Islam dengan dengan jumlah pemeluk laki-laki 2.572 orang dan perempuan 2.482 orang. 3. Keadaan Perekonomian Sebagian masyarakat Desa Kalibeluk masih tergolong masyarakat miskin, kehidupan perekonomian masyarakat desa kalibeluk tidak lepas dari pemanfaatan sumber daya alam yang adanya. Artinya sebagian besar mata pencaharian masyarakat Desa Kalibeluk adalah petani dan pengrajin industri rumah tangga (anyaman dari bambu). Kegiatan mencari nafkah yang dilakukan oleh masyarakat Desa Kalibeluk juga dintaranya adalah merantau (sebagian besar di daerah Jakarta). Namun
62
63
meskipun demikian di Desa Kalibeluk terdapat potensi lembaga ekonomi yang bisa membantu peningkatan mutu kehidupan masyarakat. kelembagaan ekonomi Desa Kalibeluk bisa digambarkan sebagai berikut:3 1. Kelompok simpan pinjam (1 Unit dengan jumlan pengurus dan anggota adalah 186) 2. Warung klontongan (6 unit) 3. Usaha peternakan ( 6 orang) 4. Jasa jahit/bordir (3 unit) 4. Keadaan Kehidupan Keagamaan Dengan jumlah penduduk yang semuanya beragama islam, kehidupan keagamaan masyarakat Desa Kalibeluk tentunya sangat kental. kegiatan keagamaan diwujudkan dalam bentuk ibadah, pengajian, peringatan-peringatan hari besar Islam, silaturrahmi, zakat, shodaqah, infaq, dan sebagainya baik diselenggarakn di masjid, musholla dan rumah penduduk.kondisi masyarakatpun tidak begitu mengalami banyak persoalan menyangkut pelaksanaan ibadah. Artinya, hampir tidak ada konflik antar sesama agama. justru yang ada di Desa Kalibeluk adalah keragaman pola kehidupan dalam keagamaan serta ritual-ritual keagamaan masyarakat. masyarakat Desa Kalibeluk bisa dibilang masyarakat yang religius, hal ini bisa dibuktikan dengan banyaknya aktifitas keagamaan di masing- masing dukuh, tercukupinya sarana
3
Format laporan dan Profil Desa Kalibeluk tahun 2014
63
64
ibadah (musholah dan masjid), adanya kelompok jamaah yasinan atau tahlilan di setiap Dusun, adanya kegiatan remaja masjid (IRMA), adanya Taman Pendidikan Al-Quran, adanya Madrasah Diniyah, adanya kegiatan-kegiatan pengajian rutinan yang dipusatkan di masjid, dan sebagainya. Namun demikian tidak berarti bahwa kondisi keagamaan di Desa Kalibeluk sudah sangat maju dan sempurna akan tetapi, kehidupan kagamaan masyarakat Desa Kalibeluk juga masih memerlukan arahan dan bimbingan.
B. Praktik Perpindahan Hak Milik Rumah Pusaka Di Desa Kalibeluk Sebelum menjelaskan tentang rumah pusaka, maka perlu penulis jelaskan dari awal mengenai pelaksanaan atau praktik pembagian harta warisan dan rumah pusaka yang dilakukan oleh masyarakat Desa Kalibeluk, karena hal tersebut merupakan dasar untuk memperoleh gambaran atau memberikan penjelasan mengenai perpindahan hak milik rumah pusaka. Dalam kebiasaan masyarakat Desa Kalibeluk, apabila terjadi suatu pernikahan maka harta kekayaan yang dibawa oleh pihak istri dan harta kekayaan yang dibawa oleh pihak suami akan bersatu menjadi milik mereka bersama keturunannya dan bercampur dengan harta yang didapat oleh mereka berdua dalam ikatan pernikahan (harta gono gini). Jadi dalam perkawinan bukan hanya dua hati yang bersatu tetapi juga harta kekayaan mereka. Karena biasanya dalam sebuah keluarga susah dan senang hidup berumah tangga akan dirasakan bersama. Jadi segala kebutuhan mereka dan anak-anak
64
65
keturunan mereka akan diambilkan dari harta bawaan yang bercampur dengan harta gono-gini. Dengan melihat kebiasaan masyarakat dalam hal percampuran harta kekayaan yang terjadi sebagai akibat dari pernikahan, maka dalam masalah kewarisan atau pewarisan yang disebut sebagai harta kekayaan pewaris adalah harta bawaan yang bercampur dengan harta gono-gini.4 Tidak hanya suami atau istri yang disebut sebagai ahli waris. Selain itu juga ada ahli waris atau yang berhak mewarisi yaitu anak-anak atau cucu-cucu (keturunan dalam garis lurus ke bawah). Kecuali apabila pasangan suami istri tersebut tidak mempunyai keturunan, maka selain harta yang mereka hibahkan, harta yang menjadi harta bawaan akan dipisahkan dan dikembalikan kepada masingmasing saudara atau keluarga mereka, untuk diberikan kepada para ahli waris yang berhak mendapatkannya. Sistem kewarisan yang dipakai oleh masyarakat Desa tersebut adalah sistem kewarisan individual sebagaimana sistem kewarisan yang dipakai oleh masyarakat bilateral di Jawa, yaitu bahwa harta peninggalan dapat dibagibagikan diantara para ahli waris. Dalam pembagian harta warisan itu, prinsip yang dianut oleh sebagian besar masyarakat Desa Kalibeluk, bukanlah prinsip 2 banding 1 sebagaimana ketentuan yang terdapat dalam hukum Islam. Mereka belum mampu mengamalkan prinsip 2 banding 1 yang bahasa Jawa disebut dengan sepikul segendongan. Ketidak mampuan itu terjadi karena mereka (para orang tua) menganggap bahwa antara anak laki-laki dan 4
Wawancara dengan Bapak H. Hasan Bisri selaku tokoh masyarakat pada tanggal 11 Maret 2016 di Desa Kalibeluk.
65
66
perempuan itu sama kedudukannya yaitu sama-sama dikeluarkan dari ibu yang sama atau sama-sama berkedudukan sebagai anak, sehingga dalam masalah pembagian harta warisan, mereka tidak mendiskriminasikan perolehan bagian antara anak yang satu dengan anak yang lain. Alasan yang dikemukakan oleh masyarakat mengenai prinsip tersebut beralasan karena di Desa Kalibeluk antara laki-laki dan perempuan sama-sama mempunyai tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Selain itu penduduk Desa Kalibeluk sangat dipengaruhi oleh adat istiadat yang ada sejak zaman dahulu dan hal tersebut sangat berimbas pada kehidupan sosial mereka, termasuk dalam praktek harta waris. Itulah sebabnya penduduk Desa Kalibeluk belum bisa menerapkan sistem kewarisan seperti dalam hukum Islam.5 Model pembagian harta warisan yang terjadi di masyarakat Desa Kalibeluk adalah:6 1.
Harta kekayaan dibagi pada saat anak-anak berumah tangga, tetapi hanya sebagian kecil dari harta kekayaan yang seharusnya menjadi bagiannya. Pemberian sebagian kecil harta kekayaan tersebut tidak mutlak diberikan artinya hanya sekedar ikut menikmati dan memanfaatkan harta milik orang tua untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Dengan kata lain, bahwa harta tersebut masih dalam penguasaan dan pemilikan pewaris. Harta warisan tersebut akan secara mutlak diberikan pada saat kedua orang tua telah meninggal dunia.
5
Wawancara dengan bapak H. Hasan Bisri pada tanggal 11 Maret 2016, di Desa Kalibeluk. Wawancara dengan bapak Solhan selaku Perangkat Desa pada tanggal 15 Maret 2016, di Desa Kalibeluk. 6
66
67
Tetapi dengan terlebih dahulu diadakan musyawarah pembagian pada saat orang tua masih hidup. Jadi harta warisan tersebut sudah diplot-plot sebelum pewaris meninggal dunia. Hal ini dimaksudkan agar nantinya tidak terjadi sengketa diantara sesama ahli waris. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa selama pewaris belum wafat, pewaris masih berhak dan berwenang menguasai harta yang ditujukan atau diberikan itu apabila ada keperluan yang mendesak, tetapi pengurusan dan pemanfaatan serta penikmatan hasil dari harta itu sudah ada pada ahli waris. Para ahli waris tidak berhak mentransaksikan harta tersebut kepada orang lain. Karena para ahli waris hanya memiliki hak pakai dan hak menikmati harta kekayaan tersebut. 2.
Harta kekayaan akan mutlak dibagi pada saat pewaris (kedua orang tua atau salah satu orang tua) masih hidup atau tepatnya pada saat anakanak mulai berumah tangga. Jadi harta warisan ini diberikan dengan cara hibah. Pembagian harta kekayaan ini dilakukan dengan musyawarah keluarga tanpa disaksikan oleh sesepuh desa (bukan perangkat desa). Pembagian harta warisan ini mutlak dilakukan. Artinya bahwa harta kekayaan tersebut mutlak menjadi milik ahli waris, terutama anak yang sudah berumah tangga. Untuk anak yang belum berumah tangga, harta kekayaan masih dimanfaatkan atau dipegang oleh orang tuanya, tetapi sudah mutlak menjadi milik anak tersebut. Dalam pembagian harta warisan yang nomor dua, harta kekayaan
pewaris tidak semuanya dibagikan kepada ahli waris. Tetapi ada sebagian
67
68
harta kekayaan yang disisihkan untuk tidak dibagi. Dalam istilah adat di daerah tersebut, harta warisan yang disisihkan itu adalah sebuah rumah yang ditempati orang tua yaitu rumah pusak. Tujuan atau alasan penyisihan sebagian kecil harta kekayaan itu adalah semata-mata untuk kepentingan atau kebutuhan hidup orang tua (biasanya tinggal satu orang tua) di usia senjanya. Hal ini dimaksudkan agar orang tua tidak terlantar, walaupun secara umum para orang tua yang hanya tinggal satu orang biasanya akan memilih tinggal bersama salah satu keluarga anaknya yang menurutnya paling legowo. Tetapi karena biasanya anak yang sudah berumah tangga pasti akan disibukkan dengan urusan dan kebutuhannya sendiri-sendiri. Sehingga apabila orang tua sakit dan tidak mempunyai harta, maka akan dapat menimbulkan ketidakharmonisan dalam hubungan kekerabatan. Karena kemungkinan akan terjadi perasaan iri dan saling lempar tanggung jawab diantara sesama ahli waris.7 Untuk itu demi keamanan bersama, harta warisan tersebut tidak semuanya dibagi yaitu disisihkan sebagian kecil untuk digunakan oleh orang tua dalam memenuhi kebutuhan hidup di usia senjanya. Dengan melihat hal tersebut, maka dapat diartikan bahwa penyisihan harta rumah pusaka yang ditempati orang tua adalah sebagian kecil dari keseluruhan harta warisan yang tidak dibagi pada waktu pembagian dengan maksud bahwa harta tersebut digunakan untuk kepentingan hidup dan biaya orang tua di usia senjanya sampai ia meninggal dunia (seperti biaya
7
Wawancara dengan bapak Solhan pada 15 Maret 2016, di Desa Kalibeluk.
68
69
perawatan jenazah, pemakaman, selamatan serta pembayaran fidyah). Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi sengketa di kalangan sesama ahli waris dalam masalah perawatan orang tua di usia senjanya sampai ia meninggal dunia. Setelah selesai pembiayaan terhadap orang tua tersebut, biasanya rumah yang ditempati (rumah pusaka) itu tidak dibagi-bagikan. Maka, jika orang tua tadi di usia senjanya tidak menyusahkan ahli waris (karena tidak sakit) rumah pusaka itu akan dibagi rata lagi berdasarkan musyawarah keluarga. Tetapi, apabila orang tua tersebut sakit atau bahkan sakit parah yang menahun, dimana orang tua sudah tidak bisa pergi kemana-mana lagi, maka biasanya anak yang merawat orang tua baik laki-laki atau perempuanlah yang akan mendapatkan rumah pusaka tersebut. Perpindahan hak milik rumah pusaka kepada anak yang merawat orang tua, biasanya didasarkan pada wasiat dari orang tua yang disaksikan oleh ahli waris lain. Kesaksian tersebut dimaksudkan agar nantinya tidak terjadi sengketa perebutan harta rumah pusaka. Apabila orang tua tidak berwasiat mengenai rumah pusaka tersebut, maka semua ahli waris akan berkumpul untuk memusyawarahkan hal tersebut dengan pertimbangan jasa anak yang telah merawat orang tua. Jika dalam musyawarah tersebut
tidak
dipertimbangkan jasa tersebut, maka anak yang merawat orang tua akan mengusulkannya. Dan biasanya dengan adanya usul tersebut anak yang merawat orang tua akan diberikan haknya atas dasar kerelaan antara sesama ahli waris.8
8
Wawancara dengan Bapak H. Hasan Bisri pada tanggal 11 Maret 2016, di Desa Kalibeluk.
69
70
Berikut ini akan penulis sajikan contoh praktek pembagian harta warisan disertai dengan perpindahan hak milik rumah pusaka yang terjadi di Desa Kalibeluk Warungasem Batang: a. Keluarga pasangan Sohedi (alm) dan Julaikah (almh) Keduanya telah meninggal dunia, mereka membagikan harta warisannya ketika masih hidup yaitu ketika anak-anak mereka sudah sudah berumah tangga. Harta kekayaannya berupa 3 tanah pekarangan, sawah dan rumah pusaka yang ditempatinya. Harta kekayaan yang dibagikan waktu pembagian waris adalah hanya 3 tanah pekarangan dan 1 sawah, sementara rumah yang ditempatinaya tidak ikut dibagikan dalam pembagian karena untuk ditempati orang tua yang masih hidup. Adapun ahli warisnya ada 4 orang yaitu Amat Besar, Khotijah, Abdul Manaf dan Fatimah. Pembagian warisan itu dilakukan berdasarkan musyawaroh keluarga pada waktu orang tua masih hidup, jadi jumlah perolehannya berdasarkan kesepakatan pewaris dan ahli waris (anakanak dari pewaris). masing- masing ahli waris (Amat Besar, Khotijah, Fatimah) memperoleh tanah pekarangan, sedangkan Abdul Manaf memperoleh sawah. Sementara rumah pusaka yang ditempati orang tua mereka tidak dibagiakan dalam pembagian warisan itu akhirnya diberikan kepada Fatimah, karena dia anak yang terakhir hidup bersama dan merawat Julaikah (orang tua yang meninggal terakhir tahun 2013).9 b. Keluarga pasangan Santoso (alm) dan Surini (almh)
9
Wawancara dengan Ibu Fatimah pada tanggal 23 Maret 2016, di Desa Kalibeluk.
70
71
Mereka membagikan harta kekayaan kepada anak-anaknya ketika anak-anak tersebut sudah berumah tangga. Pembagian tersebut mutlak dilakukan, artinya bahwa harta warisan mutlak menjadi milik ahli waris. Harta kekayaannya berupa sawah, tanah pekarangan, dan rumah yang ditempati orang tua. Ahli warisnya adalah Supeno dan Dul Malik. Dari jumlah harta kekayaan yang dibagikan, masih tersisa harta kekayaan berupa 1 tanah pekarangan dan 1 rumah. Harta sisa tersebut merupakan harta yang digunakan untuk pembiayaan selama Surini (orang tua yang meninggal terakhir) sakit sampai meninggal dunia. Harta waris dan rumah pusaka tersebut akhirnya dibagi dua. Bentuk pembagiannya adalah Dul Malik yang mendapatkan bagian yang lebih besar yaitu rumah pusaka dan sebagian tanah pekarang, alasannya karena dialah yang telah merawat orang tua tersebut selama sakit sampai meninggal dunia. Sementara Supeno mendapatkan bagian yang lebih kecil yaitu sebagian tanah pekarang, alasannya karena hanya membantu saja.10 Pembagian tersebut telah disepakati oleh mereka berdua. Keduanya saling merelakan, sehingga hal itupun mereka terima dengan lapang dada tanpa ada perselisihan diantara keduanya. c.
Keluarga pasangan Darmo (alm) dan Siti Noah Meraka membagikan harta warisan sewaktu masih hidup. Harta kekayaannya berupa 2 sawah, 2 tanah pekarangan, dan 1 rumah. Ahli warisnya ada 3 yaitu Jumaroh, Rohmani dan Khomsanah. Harta
10
Wawancara dengan Bapak Dul Malik pada tanggal 24 Maret 2016, di Desa Kalibeluk.
71
72
kekayaan yang diwariskan adalah sawah dan 1 tanah pekarangan, sedangkan untuk biaya hidup mereka berdua telah menyisihkan 1 tanah pekarangan yang letaknya di dukuh Potro dan rumah, tanah tersebut dijual untuk biaya perawatannya Darmo (meninggal tahun1994). Adapun rumah yang sekarang masih ditempati oleh Siti Noah nantinya akan
diberikan
kepada
Khomsanah
selaku
anak
yang
telah
merawatnya.11 Tentunya setelah Siti Noah meninggal dunia dan semua urusannya biayanya telah diselesaikan. Adapun ahli waris lain seperti Jumaroh hanya bisa pasrah dan rela, dia sendiri tidak mampu hidup serumah bersama dengan Siti Noah.12 d. Keluarga pasangan Sumar (alm) dan Kartamah (almh) Mereka membagikan harta warisannya kepada anak-anaknya ketika masih hidup, ketika anak-anak tersebut sudah berumah tangga. Pembagian tersebut mutlak dilakukan artinya bahwa harta warisan tersebut sudah mutlak menjadi milik ahli waris. Harta kekayaannya berupa rumah, sawah dan tanah pekarangan. Ahli warisnya ada 3 yaitu aminah, Rianah, dan Casmuti. Dari seluruh jumlah harta yang dibagikan dari harta warisan tersebut masih tersisa harta kekayaan berupa rumah pusaka yaitu rumah yang menjadi tempat tinggal orang tua ketika masih hidup. Setelah Kartamah meninggal rumah tersebut akhirnya diberikan kepada Aminah selaku anak yang hidup dan tinggal 11 12
Wawancara dengan Ibu Siti Noah pada tanggal 22 Maret 2016, di Desa Kalibeluk. Wawancara dengan Ibu Jumaroh pada tanggal 27 Maret 2016, di Desa Kalibeluk.
72
73
bersama dengan Kartamah (orang tua yang meninggal terakhir), Pemberian rumah pusaka kepada Aminah itu berdasarkan pesan dari Kartamah dihadapan anak-anaknya. Adapun ahli waris lainnya seperti Rianah sudah merelakannya karena dia sendiri menyadari tidak mampu hidup serumah dengan Kartamah, selain itu setelah kematian Kartamah, pengurusan jenazah, selametan dll, semuanya diurus oleh Aminah, anak-anak yang lain hanya ikut membantu.13 e. Keluarga pasangan Ra’ali (alm) dan Casnoah (almh) Mereka berdua memiliki harta kekayaan berupa 2 sawah 2 tanah pekarangan dan rumah yang diwariskan kepada anak-anaknya. Pewarisan harta kekayaan tersebut dilakukan ketika mereka (orang tua) masih hidup yaitu ketika anak-anaknya sudah menikah. Dari seluruh harta kekayaan yang dimiliki ahli waris tidak semuanya dibagikan kepada anak-anaknya, akan tetapi disisakan rumah dan 1 tanah pekarangan yang letaknya di dusun krajan. Adapun ahli warisnya adalah Tarmudi, Caslekha, dan Muhyidin. Bagian-bagian masingmasing ahli ahli waris tersebut diberikan berdasarkan musyawarah keluarga pada waktu orang tua mereka masih hidup. Jadi jumlah perolehan tersebut berdasarkan kesepakatan pewaris beserta seluruh ahli warisnya. Adapun tanah pekarangan yang letaknya di dusun Kerajan itu telah dijual oleh Casnoah sedangkan rumah pusaka itu
13
Wawancara dengan Ibu Rianah pada tanggal 28 Maret 2016, di Desa Kalibeluk.
73
74
diberikan kepada Caslekha sebagai orang yang telah merawat Casnoah (orang tua yang meninggal terakhir).14 Para ahli waris lain sebenarnya belum sepenuhnya merelakan jika Rumah tersebut diberikan kepada Caslekha, alasannya karena pewaris (Casnoah) dalam berwasiat hanya didepan Caslekha, akan tetapi karena Caslekha yang telah bersusah payah dalam merawat Casnoah (orang tua) kurang lebih 3 tahun, dan mereka sendiri sadar tidak bisa hidup tinggal serumah dengan Casnoah, dan akhirnya dengan merelakan rumah tersebut diberikan kepada Caslekha.15 C. Faktor-faktor Penyebab Perpindahan Hak Milik Rumah Pusaka Dari wawancara yang dilakukan oleh penulis kepada informan sebagaimana disebutkan di atas maka dapat diketehui faktor-faktor yang mendasari adanya perpindahan hak milik rumah pusaka kepada anak yang merawat orang tua, yaitu:16 a. Adanya wasiat dari orang tua untuk memberikan rumah pusaka tersebut kepada anak yang telah merawatnya. b. Adanya musyawaroh keluarga yang dihadiri oleh seluruh ahli waris untuk memutuskan siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya. c. Lamanya waktu anak dalam merawat orang tua. Jika anak tersebut hanya merawat beberapa hari saja kemudian orang tua tersebut meninggal dunia, maka hal itu tidak bisa digunakan sebagai alasan pemberian atau 14
Wawancara dengan Ibu Caslekah pada tanggal 13 Maret 2016, di Desa Kalibeluk. Wawancara dengan Bapak Mukhyidin pada tanggal 14 Maret 2016, di Desa Kalibeluk. 16 Wawancara dengan Bapak Solhan pada tanggal 15 Maret 2016, di Desa Kalibeluk. 15
74
75
permintaan rumah pusaka. Tetapi jika anak tersebut telah berbulan bulan bahkan bertahun-tahun bersusah-payah merawat orang tua, maka dia berhak atas seluruh atau sebagian besar rumah pusaka tersebut.17 Jadi ukuran anak yang merawat orang tua di sini adalah pengorbanan dari anak yang merawat orang tua dalam waktu yang lama dengan tenaga, waktu maupun materi. d.
Adanya rasa kerelaan diantara sesama ahli waris. Karena mereka sadar bagaimana susahnya hidup bersama dengan orang yang sudah tua dan sakit-sakitan. Sehingga mereka merasa tidak bisa hidup bersamanya. Dan juga kalaupun ahli waris lain ada yang merasa mampu dan ingin merawatnya, belum tentu orang tua tersebut mau dirawat olehnya. Sehingga dalam perpindahan hakmilik rumah pusaka, maka anak yang merawat orang tua akan sangat dipertimbangkan. Agar nantinya ia dapat memperoleh haknya. Adapun akibat sosial yang ditimbulkan dari praktek tersebut adalah :18 1. Akibat Positif Jika orang tua mempunyai rumah pusaka, maka nasib orang tua dimasa tuanya akan lebih terjamin. Karena anak yang merawat orang tua akan lebih merasa tenang jika orang tua masih memiliki harta kekayaan. Alasannya adalah karena begitu susahnya merawat orang tua yang mana memerlukan spiritual dan material yang kuat dalam merawatnya. Jika orang tua tidak memiliki harta
17
Wawancara dengan Bapak H. M. Mansur pada tanggal 25 Maret 2016, di Desa Kalibeluk. 18 Wawancara dengan Bapak Solhan pada tanggal 15 Maret 2016, di Desa Kalibeluk.
75
76
lagi, maka kemungkinan kuat akan terjadi saling lempar tanggung jawab antara sesama ahli waris yang nantinya dapat menimbulkan pertengkaran. Hal ini wajar terjadi karena pada umumnya manusia itu mempunyai sifat iri dengki, tamak dan serakah. Sehingga dengan adanya harta rumah pusaka, maka orang tua dapat menikmati kehidupan di usia tuanya dengan lebih nyaman. Begitu juga dengan anak yang telah merawat orang tua. 2. Akibat Negatif Akibat negatif biasanya timbul dari para ahli waris lain. Ahli waris lain itu biasanya sudah tidak menghiraukan lagi keadaan fisik dan ekonomi dari orang tua tersebut. Dia menganggap bahwa jika terjadi sesuatu (misalnya perlu biaya perawatan) maka yang perlu bertanggung jawab adalah anak yang merawat
orang tua.
Karena
dialah
yang
nantinya
akan
mendapatkan harta rumah pusaka. Dengan adanya perasaan atau anggapan seperti itulah maka biasanya dapat menimbulkan pertengkaran diantara sesama ahli waris, yaitu antara anak yang merawat dengan anak yang tidak merawat orang tua.
76