BAB III PELAKSANAAN REBALANCING
3.1 Overview Rebalancing Sebagaimana merupakan
proses
yang telah dibahas sebelumnya, upgrade dan
rebalancing
downgrade TRX untuk
tujuan
meningkatkan kapasitas trafik yang dapat dilayani. Di Indosat, proses rebalancing ini melibatkan berbagai divisi, seperti GSM Quality Improvement, Divisi Network Decongestion (DND), Local Network & Cellular Support (LNCS), BSS O&M , BSS NOM (Network O&M), dan Regulatory. Proses rebalancing ini dimulai dengan pengumpulan informasi site apa saja yang harus di-upgrade atau di-downgrade. Hal ini dapat dilakukan oleh Divisi GSM Quality Improvement dan DND. Kemudian, Divisi LNCS melakukan analisis terhadap daftar site yang diajukan oleh kedua divisi tersebut. Selanjutnya, Divisi BSS O&M mengevaluasi hasil analisis LNCS, apakah site tersebut dapat di-rebalance atau tidak. Apabila rebalancing dapat dilakukan, divisi ini mengatur pelaksanaannya. Setelah selesai dilaksanakan, Divisi LNCS dan GSM Quality Improvement memantau perkembangannya (monitoring). Hasil monitoring ini dikirimkan oleh LNCS ke BSS O&M, lalu diteruskan ke BSS NOM agar divisi tersebut dapat mengirimkan hot news jika rebalancing berhasil. Selain itu, Divisi BSS O&M mengirimkan laporan 27
28
pelaksanaan rebalancing kepada DND. Laporan ini akan ditindaklanjuti oleh Divisi Regulatory sehingga perizinan dapat diurus. Agar lebih jelas, proses rebalancing dapat dilihat pada dua buah diagram alir berikut. Start
List Site yang akan di Upgrade/ Downgrade (DND) Klasifikasikan berdasarkan tipe BTS/Frekuensi (LNCS) Evaluasi Area (BSS Jabotabek) Tidak
Bisa?
Ya Perlu tambah Hardware?
Ya
Tambah Hardware
Tidak Aktifkan secara OSS/ Software
Monitoring
Laporkan ke DND, CELLNOM, dan Quality
Selesai
Gambar 3.1 Diagram Alir Proses Rebalancing
29
Quality HQ
DND List site yang akan diupgrade/ downgrade
List site yang akan diupgrade/ downgrade
1b
LNCS
1a
Analisis
BSS O&M
BSS NOM
Evaluasi area dan pelaksanaan
2
Setting Parameter & Frequency
Regulatory
Kirim Hot News
3
4
Monitoring
6b Hasil Monitoring
5b
Laporan
Hasil Monitoring
5a
6c
Laporan
6a
Perizinan
7
Gambar 3.2 Diagram Alir Rebalancing Berdasarkan Divisi (Urutan Disesuaikan Dengan Penomoran dan Huruf a,b, atau c Menunjukkan Langkah Tersebut Dapat Dilakukan Secara Bersamaan)
Perlu diketahui juga bahwa rebalancing tidak dapat dilakukan pada beberapa TRX. Hal ini disebabkan oleh proses rebalancing memerlukan penambahan material. Untuk itu, proses rebalancing ini akan diserahkan ke vendor yang bersangkutan. Salah satu contoh TRX yang tidak dapat direbalance adalah TRX dengan vendor Nokia. TRX yang dapat direbalance sebagian besar berasal dari vendor Ericsson.
30
3.2 Pendataan Site Dari bagian sebelumnya, telah disebutkan bahwa proses ini dimulai dengan pendataan site yang akan di-upgrade atau di-downgrade yang dilakukan oleh Divisi GSM Quality Improvement atau DND. Berikut ini adalah contoh daftar site yang akan di-rebalance. Daftar yang lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran 1. Tabel 3.1 List Site yang Akan Di-upgrade
Tabel 3.2 List Site yang Akan Di-downgrade
31
Pada tabel tersebut, terdapat beberapa kolom, yaitu nama Tipe TRX, Status, identitas sel, nama sel, nama BSC, jumlah TRX IT sebelum rebalancing, jumlah Erlang per jam sebelum rebalancing, penambahan TRX, tipe RBS, jumlah TRX setelah rebalancing, jumlah Erlang per jam setelah rebalancing dan estimasi utilitas setelah rebalancing. Kolom nama BSC, BTS, dan sel, beserta letak daerah menunjukkan identitas site. Meskipun penulis ditempatkan di area timur, tidak semua site yang terdapat pada tabel 3.1 dan tabel 3.2 terletak di area tersebut. Meskipun demikian, seluruh site yang ada pada tabel 3.1 dan tabel 3.2 terletak di regional Jabotabek, mengingat divisi BSS O&M ini berada di bawah Group Head Jabotabek NOM. Jika diklasifikasikan berdasarkan daerahnya, maka akan didapatkan tabel berikut (update terakhir Nopember 2009). Tabel 3.3 Daftar Site yang Akan Di-upgrade Berdasarkan Daerahnya Daerah Jumlah Site Jakarta Timur dan Bekasi 6 Bogor 2 Depok 3 Jakarta Barat 4 Jakarta Selatan 4 Tabel 3.4 Daftar Site yang Akan Di-downgrade Berdasarkan Daerahnya Daerah Jumlah Site Jakarta Timur 4 Bogor 4 Depok 3 Jakarta Barat 3 Jakarta Selatan 4 Tangerang 2
32
Pada tabel 3.3, terlihat bahwa site yang akan di-upgrade sebagian besar berada di Bekasi , Jakarta Barat, dan Depok. Daerah-daerah tersebut berada diluar Jakarta (outer) dan didalam Jakarta (inner). Jumlah site di dalam Kota Jakarta sendiri yang akan di-upgrade relatif sedikit. Sebaliknya, jumlah site yang akan di-downgrade sebagian besar terletak di dalam kota Jakarta (inner). Artinya, pertumbuhan trafik di daerah outer cukup tinggi jika dibandingkan dengan daerah inner. Hal ini disebabkan oleh banyaknya area perumahan yang terletak di daerah outer. Selain itu, upgrade seringkali dilakukan di daerah outer karena pada awalnya jumlah TRX yang terpasang sedikit, misalnya hanya 2 buah saja. Selain identitas site, terdapat juga kolom jenis RBS yang digunakan. Kolom ini memegang peranan yang cukup penting karena rebalancing ini hanya dapat dilakukan pada tipe RBS yang sama. Ada berbagai macam tipe RBS, sesuai dengan vendor yang menyediakan RBS tersebut. Misalnya, vendor Ericsson memiliki tipe RBS antara lain sebagai berikut. 1. RBS 2206. RBS ini paling banyak memiliki 12 buah TRX dan diletakkan di dalam ruangan. Dua buah TRX terletak di dalam sebuah Double Transceiver Unit (DTRU). 2. RBS 2116. Sama seperti RBS 2206, RBS 2116 juga memiliki paling banyak 12 TRX. TRX pada RBS 2116 diwakili oleh 6 buah Double Radio Unit (DRU). RBS jenis ini memiliki kapasitas yang cukup besar dan biasanya digunakan dalam aplikasi outdoor.
33
3. RBS 2216. Mirip dengan RBS 2116, namun biasa digunakan dalam aplikasi indoor. Berikut ini adalah gambar dari ketiga RBS tersebut.
(a)
(b)
(c)
Gambar 3.3 Jenis RBS: (a) RBS 2206 (b) RBS 2116 (c) RBS 2216 Selain tipe RBS, terdapat juga kolom yang menyatakan jenis frekuensi yang digunakan, yaitu GSM 900 atau GSM 1800. GSM 900 menggunakan daerah frekuensi 900 MHz untuk beroperasi, sementara GSM 1800 menggunakan daerah frekuensi 1800 MHz. Kolom TRX IT (TRX In Traffic) menunjukkan jumlah TRX yang terpasang pada site tersebut. Proses rebalancing akan dilakukan pada TRX ini. Di sebelah kanan kolom TRX IT, terdapat kolom TCH IT based on HR (Half Rate) Assumption. Kolom ini menunjukkan jumlah kanal yang digunakan (Traffic Channel/TCH). Sebuah TRX memiliki 8 buah kanal yang disebut juga time slot. Namun, tidak semua time slot dapat
34
dipergunakan untuk komunikasi voice. Beberapa time slot dipergunakan oleh parameter-parameter berikut. 1. Broadcast Control Channel (BCCH), yaitu kanal downlink yang mengandung parameter-parameter tertentu sehingga MS dapat mengidentifikasi jaringan dan mendapatkan akses ke jaringan tersebut. Dengan demikian, suatu pelanggan dapat dikenali apakah dia pelanggan Indosat atau bukan dengan adanya BCCH ini. Informasi yang terkandung dalam BCCH mencakup Location Area Code (LAC) dan Routing Area Code (RAC), Mobile Network Code (MNC), serta daftar BCCH Allocation (BA). Parameter BCCH ini akan memakan 1 time slot pada TRX. 2. Stand-alone Dedicated Control Channel (SDCCH), yaitu suatu kanal yang dipergunakan dalam sistem GSM yang bertujuan untuk menyediakan koneksi yang handal untuk signalling dan SMS. Parameter SDCCH memakan 2 time slot pada TRX. 3. Fix GPRS atau Packet Data Channel (PDCH). PDCH merupakan time slot yang mengontrol GPRS dan dapat digunakan untuk signalling ataupun membawa data. Parameter ini akan memakan 2 buah time slot. Contoh perhitungannya adalah sebagai berikut. Misalkan sebuah sektor pada site ”D_JATIASIH3” (tabel 3.1 baris ke-18) hanya dilayani oleh 2 TRX Maka total time slot (TS) yang dapat dipergunakan adalah : Total TS = 2 TRX · 8 TS/TRX = 16 TS
35
Total time slot pada dua TRX itu dipergunakan oleh parameter BCCH, SDCCH, dan fix GPRS masing-masing 1, 2, dan 2 time slot. Dengan demikian, total time slot yang dapat dipergunakan untuk komunikasi voice menjadi : Total TS untuk Voice = 16 – 1 – 2 – 2 = 11 TS Meskipun demikian, total time slot yang dapat digunakan untuk komunikasi voice dapat melebihi 11 TS karena digunakan asumsi half rate dalam perencanaan. Half rate (HR) merupakan speech coding dalam sistem GSM yang beroperasi pada kecepatan 5,6 kbit/s. Dengan menggunakan half rate, bandwidth yang digunakan dapat menjadi setengahnya sehingga dapat meningkatkan kapasitas, maksimum dua kali lipat. Untuk menentukan jumlah time slot yang dapat dipergunakan, dapat dilihat dari tabel yang dibuat oleh bagian planning, yaitu sebagai berikut.
Tabel 3.5 Hubungan Jumlah TRX dengan Kapasitas Kanal TRX 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
FR 1.66 6.61 11.49 18.38 24.63 31.91 39.32 46.82 54.38 61.99 69.65 77.34
HR 30% 1.09 7.4 13.18 21.93 30.08 40.25 49.64 60.08 69.65 79.27 89.91 99.62
HR 50% 1.66 9.01 15.76 26.43 35.61 46.82 58.18 69.65 81.2 92.82 104.49 116.21
HR 80% 2.28 11.49 19.26 32.84 44 58.18 71.57 86.03 99.62 113.28 127.96 141.72
36
Satuan yang digunakan pada tabel di atas adalah Erlang-Hour (ErlHr). Dengan asumsi half rate 30% (HR 30%), maka didapatkan nilai kapasitas trafik 7,4 Erl-Hr untuk 2 buah TRX. Untuk mencari jumlah time slot (TCH IT), dapat digunakan rumus Erlang-B berikut. An p ( n) n! B n A2 An p ( v ) 1 A ... 2! n! v 0
Dalam perhitungan, digunakan nilai call blocking (B) atau GoS sebesar 2 %. Nilai carried traffic A dapat dicari dengan membagi kapasitas 7,4 Erl-Hr dengan satu jam (hour), sehingga didapatkan nilai 7,4 Erlang. Dengan memasukkan kedua nilai ini ke dalam persamaan di atas, akan didapatkan nilai n yang merupakan jumlah time slot yang dapat dipergunakan. Namun, pencarian nilai n tidak mudah sehingga digunakan bantuan berupa tabel Erlang-B yang dapat dilihat di lampiran 2. Dengan melihat kolom B = 2%, didapatkan bahwa nilai A = 7,4 Erlang setara dengan jumlah time slot sebanyak 13 buah. Dengan demikian, kolom TCH IT diisi dengan angka 13. Di sebelah kolom TCH IT, terdapat kolom Erl – Hr yang menunjukkan volume atau kapasitas trafik yang dapat ditampung dalam periode satu jam pada site sebelum dilakukan rebalancing, yaitu 7,4 Erl-Hr. Kolom di sebelah kanan Erl – Hr adalah Busy Hour (BH) Traffic. Kolom ini menunjukkan hasil pengukuran trafik di lapangan pada jam-jam
37
sibuk yang diukur pada minggu ke-41, 42, 43, dan 44 (lihat lampiran 1 untuk data yang lengkap). Hal ini dilakukan untuk memudahkan analisis trafik dari trafik yang bervariasi. Dari keempat hasil pengukuran ini, akan diambil satu buah hasil pengukuran yang paling besar. Hasil ini disebut trafik maksimum (max traffic). Tabel berikut menunjukkan hasil pengukuran BH Traffic pada contoh site di tabel 3.1.
Tabel 3.6 Hasil Pengukuran BH Traffic dan Max Traffic (Dalam Erlang)
Selain perhitungan intensitas trafik, dihitung pula utilisasi bersih pada minggu ke-41, 42, 43, dan 44. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, utilisasi menunjukkan seberapa bagian suatu resource diduduki oleh trafik. Karena resource yang tersedia adalah kapasiatas kanal (dalam Erl – Hr) dan trafik yang menduduki adalah trafik pada kolom BH Traffik, baik minggu ke-41, 42, 43, ataupun 44, maka utilisasi pada masing-masing minggu dapat dihitung dengan rumus :
38
Utilisasi
BH Traffic 100% Erl Hr
Dari rumus di atas, dapat diketahui bahwa utilisasi terbesar akan terjadi pada saat trafik maksimum karena nilai Erl-Hr tidak akan berubah jika jumlah TRX pada suatu site tetap. Berikut ini adalah hasil pengukuran utilisasi pada site dalam tabel 3.1. Tabel 3.7 Hasil Pengukuran Utilisasi
Sebagaimana yang telah disebutkan dalam bab 2, utilisasi hanya memiliki nilai dari 0 sampai 100%. Namun, jika dilihat pada tabel 3.7, beberapa site memiliki nilai utilisasi di atas 100%. Hal ini terjadi karena adanya penggunaan half rate sehingga suatu time slot dapat dipergunakan oleh beberapa pembicaraan. Artinya, nilai BH traffic yang terukur dapat lebih tinggi daripada kapasitas volume trafik maksimum selama satu jam sehingga nilai utilisasi dapat melebihi 100%.
39
Karena dipengaruhi juga oleh Erl – Hr yang besarnya tergantung pada jumlah TRX yang dipakai, kolom utilisasi ini menjadi acuan untuk mengambil keputusan dalam rebalancing, yaitu untuk memutuskan apakah TRX pada site tertentu dapat di-upgrade atau downgrade. Jika persentase utilisasi pada suatu site tinggi, maka trafik yang menduduki resource tersebut juga tinggi, sehingga kemungkinan suatu panggilan mengalami blocking menjadi tinggi. Dengan semakin tingginya probabilitas call blocking, pelanggan akan mengalami kesulitan untuk melakukan panggilan. Sebaliknya, jika utilisasinya rendah, trafik yang menduduki resource tersebut kecil. Akibatnya, terjadi pemborosan dalam penggunaan resource. Oleh karena itu, upgrade dilakukan pada site dengan utilisasi tinggi, dan sebaliknya untuk downgrade. Hal ini dapat dilihat dari nilai utilisasi terbesar pada tabel 3.1 dan tabel 3.2. Pada tabel 3.1, nilai utilisasi terbesarnya melebihi 100%, sementara utilisasi terbesar pada tabel 3.2 tidak melebihi 37,10 %. Dengan dilakukannya rebalancing ini, utilisasi pada site yang ter-upgrade akan menurun, dan sebaliknya pada site yang di-downgrade. Akibat dari menurunnya utilisasi, probabilitas call blocking akan menurun sehingga memudahkan pelanggan dalam melakukan panggilan. Untuk site yang akan dilakukan upgrade, tersedia kolom Add TRX di sebelah kanan kolom Max Traffic. Dengan adanya penambahan TRX dengan jumlah yang tertera pada kolom Add TRX, maka jumlah TRX
40
yang baru pada site tersebut, sebagaimana yang tercantum pada kolom New TRX , adalah: New TRX = TRX IT + Add TRX Jika site tersebut di-downgrade, kolom Add TRX diganti dengan Reduce TRX. Akibatnya, jumlah TRX yang baru pada site menjadi: New TRX = TRX IT – Reduce TRX Dengan dilakukannya penambahan dan pengurangan TRX, kapasitas trafik yang dapat ditampung akan berubah. Kapasitas yang baru dapat dilihat pada kolom “New Erlang Capacity”. Perhitungannya sama dengan kapasitas pada kolom Erl – Hr. Misalkan site ”D_JATIASIH3” pada perhitungan sebelumnya mengalami upgrade TRX dari 2 TRX ke 3 TRX, maka: Total TS = 3 x 8 = 24 TS Karena adanya parameter BCCH, SDCCH, dan Fix GPRS, maka total time slot untuk komunikasi voice menjadi : Total TS untuk voice = 24 – 1 – 2 – 2 = 19 TS Berdasarkan tabel 3.5, didapatkan bahwa 3 buah TRX memiliki kapasitas 13,18 Erl-Hr. Dengan nilai B yang tetap sebesar 2% dan A = 13,18 Erlang, didapatkan dari tabel Erlang-B bahwa jumlah time slot yang dapat dipergunakan adalah 20 buah. Selanjutnya perlu diperkirakan berapa utilisasi (Estimation Utilization) pada site setelah dilakukan upgrade TRX. Sebagai perkiraan,
41
digunakanlah max traffic untuk menggantikan BH Traffic pada tiap minggu, sehingga perkiraan utilisasi menjadi: Utilisasi
Max Traffic 100 % New Erlang Capacity
Pada kasus ini, max traffic terjadi pada minggu ke-44, yaitu 19,15 Erlang. Perhitungan berdasarkan rumus menunjukkan bahwa perkiraan utilisasi adalah
9,52 %. Hal ini jauh lebih kecil daripada utilisasi
maksimum sebelum dilakukan rebalancing, yaitu 16,95 %. Jika dilakukan downgrade pada suatu site, maka perkiraan utilisasi akan lebih tinggi daripada utilisasi sebelumnya. Di sebelah kanan kolom Estimation Utilization, terdapat kolom Upgrade Solution yang menyatakan keputusan yang diambil pada site tersebut. Untuk kasus upgrade TRX, ada dua buah solusi yang mungkin dipakai, yaitu menambah TRX saja (add TRX) dan menambah kabinet (add CAB). Keputusan “Add CAB” ini diambil jika jumlah TRX pada kabinet RBS tidak dapat ditambah. Oleh karena itu, perlu dilakukan penambahan RBS. Hal ini merupakan langkah yang terakhir dilakukan jika tidak dapat dilakukan penambahan TRX saja. Biasanya, kasus-kasus seperti ini akan dikembalikan ke bagian planning, lalu diteruskan ke bagian project. Sedangkan pada kasus downgrade, kolom Upgrade Solution hanya berisi “Reduce TRX” yang menandakan bahwa jumlah TRX harus dikurangi. Kolom upgrade solution juga diikuti dengan kolom frequency yang menyatakan jumlah akhir TRX pada site. Kolom terakhir pada tabel upgrade final status atau downgrade final status yang
42
menunjukkan keputusan akhir pada proses rebalancing, apakah TRX akan di-upgrade atau downgrade. 3.3 Klasifikasi Site Daftar site yang dapat di-upgrade atau downgrade diteruskan ke Divisi LNCS. Divisi LNCS akan mengklasifikasikan site sesuai dengan jenis RBS-nya, mengingat proses rebalancing ini hanya dapat dilakukan jika site pemberi dan penerima TRX memiliki tipe RBS yang sama. Hal ini disebabkan oleh TRX direpresentasikan oleh peralatan yang berbeda pada RBS yang berlainan jenis. Sebagai contoh, pada RBS 2206, TRX direpresentasikan oleh DTRU, sementara itu TRX pada RBS 2116 dan RBS 2216 terletak pada DRU. Secara ukuran, DRU lebih besar jika dibandingkan dengan DTRU sehingga DRU tidak mungkin diletakkan dalam RBS 2206. Selain itu, DRU merupakan gabungan dari DTRU, Combining and Distribution Unit (CDU), dan Configuration Switch Unit (CXU). CDU merupakan interface antara TRX atau Transceiver Unit (TRU) yang berfungsi untuk menggabungkan sinyal yang akan ditransmisikan dari berbagai TRU dan mendistribusikan sinyal yang diterima ke masing-masing TRU. Setiap sinyal yang akan ditransmisikan difilter terlebih dahulu, sedangkan sinyal yang diterima difilter terlebih dahulu dengan band pass filter. Sementara itu, CXU menjalankan fungsi distribusi receiver radio frequency (RF) yang menyambungkan atau memutuskan hubungan DTRU dan CDU. Dalam RBS 2206, DTRU, CDU, dan CXU ini terpisah sehingga tidak
43
dapat digantikan oleh sebuah DRU. Demikian pula pada RBS 2116 dan 2216, DRU tidak dapat digantikan oleh DTRU karena fungsi CDU dan CXU akan hilang. 3.4 Evaluasi Kemungkinan Dilakukannya Rebalancing Hasil klasifikasi LNCS diteruskan ke divisi BSS O&M. Divisi ini akan mengevaluasi kemungkinan dilakukannya rebalancing pada site tersebut. Yang dilihat adalah konfigurasi TRX secara fisik. Jika konfigurasi tidak memungkinkan, maka proses ini dapat diserahkan kepada vendor. Jika memungkinkan, rebalancing dapat dilaksanakan. Berikut ini adalah berbagai contoh kemungkinan konfigurasi pada TRX sehingga rebalancing tidak dapat dilaksanakan. 1. Misalkan proses upgrade TRX akan dilakukan pada site yang mempunyai konfigurasi “4+4+4”. Artinya, jumlah TRX yang terpasang pada site tesebut berjumlah 12 buah, masing-masing 4 buah pada tiap sektor. Karena jumlah maksimum TRX yang terpasang pada suatu RBS adalah 12 buah, maka proses upgrade tidak dapat dilakukan karena sudah melebihi maksimum. Agar penambahan TRX tetap dapat dilakukan, perlu ditambahkan kabinet RBS baru. 2. Konfigurasi TRX pada suatu site tidak memiliki nilai “4+4+4”, namun jumlah TRX-nya sudah mencapai nilai maksimum, yaitu 12 buah. Sebagai contoh, suatu site ada yang memiliki konfigurasi “10+2”. Jumlah TRX pada sektor kedua tidak dapat di-upgrade, karena telah terdapat 10 buah TRX pada sektor pertama, sehingga total TRX yang telah terpasang adalah
44
12 buah. Untuk menambah kapasitas, perlu ditambahkan kabinet baru dan rebalancing tidak dapat dilakukan. 3. Jumlah TRX yang terpasang pada suatu site belum berjumlah 12 buah. Namun, site tersebut dihubungkan dengan site lainnya secara cascade, seperti gambar berikut.
BTS2
BTS1
BSC
Gambar 3.4 BTS yang Dihubungkan Secara Cascade Misalkan BTS2 mempunyai konfigurasi TRX “2+2+4” dan BTS1 mempunyai konfigurasi “2+2”. BTS1 dihubungkan secara cascade ke BTS2 yang terhubung ke BSC. Meskipun jumlah TRX-nya belum mencapai 12 buah, upgrade tidak dapat dilakukan pada BTS2. Hal ini disebabkan oleh karena jalur komunikasi BTS2 sudah dimanfaatkan oleh BTS1, yaitu sebanyak 4 TRX sehingga total pada BTS2 adalah 12 TRX. Sama seperti dua kasus sebelumnya, penambahan kabinet perlu dilakukan apabila diinginkan pengingkatan kapasitas trafik. Pada tabel 3.1, site yang terletak di daerah Karawang dan Serang tidak memungkinkan
untuk
dilakukan
upgrade.
Berhubung
vendor
yang
bersangkutan adalah Nokia, maka proses rebalancing dilakukan oleh Nokia.
45
3.5 Pelaksanaan Rebalancing Jika sudah dapat dipastikan bahwa rebalancing dapat dilakukan, pekerjaan yang dilakukan selanjutnya adalah melakukan upgrade atau downgrade di lapangan. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menghubungi OMC agar mendapatkan izin untuk melakukan rebalancing pada suatu site. Setelah mendapatkan izin dari OMC, tipe RBS perlu diperiksa terlebih dahulu, apakah menggunakan tipe TRX berupa DTRU atau DRU. Jika tidak diperiksa, kesalahan dalam membawa tipe TRX dapat terjadi sehingga rebalancing gagal dilakukan pada hari tersebut. Setelah tipe RBS dipastikan, pelaksanaan di lapangan dapat dimulai. Untuk proses upgrade, pelaksanaan dimulai dengan membuka dummy yang diletakkan pada tempat TRX yang kosong. Dummy ini berfungsi untuk menjaga suhu TRX sehingga kelebihan panas (overheated) dapat terjadi jika dummy tidak terpasang. Ilustrasi dummy adalah sebagai berikut.
dummy
(a)
(b)
Gambar 3.5 Dummy : (a) Pada DTRU dan (b) Pada DRU
46
Pada tempat dummy yang dilepaskan, dipasanglah DTRU atau DRU sesuai dengan tipe RBS. Setelah TRX terpasang, kabel-kabel penghubung juga dipasang. Pada RBS 2206, ada kabel penghubung yang dipasang ke CDU dan CXU. Berikut ini adalah langkah-langkah pemasangan DTRU beserta gambarnya. 1. Setelah membuka dummy, memasukan DTRU kedalam tempat yang kosong. 2. DTRU telah terpasang dan kemudian memasangkan beberapa kabel penghubung. 3. Memasangkan
kabel
penghubung
yang
pertama
kali
adalah
penghubung terminal RX1 pada DTRU dan terminal RX1 pada CXU. 4. Setelah itu, memasangkan kabel penghubung dari CDU ke terminal TX1 + TX2 pada DTRU. 5. Memasangkan kabel terakhir yang menghubungkan RX2 pada DTRU dan terminal RX2 pada CXU. 6. Langkah selanjutnya setelah semua kabel terpasang adalah menunggu bekerjanya DTRU yang telah di-upgrade.
47
Memasangkan kabel penghubung CDU-TX1+TX2 ( panah merah menunjukkan) Memasangkan DTRU pada bagian yang kosong
DTRU terpasang
Memasangkan kabel penghubung RX1 DTRU dan CXU (panah merah menunjukkan)
DTRU berfungsi, ditandai menyalanya LED hijau (panah hijau menunjukkan). Memasangkan kabel penghubung RX2 DTRU dan CXU (panah merah menunjukkan)
Gambar 3.6 Pelaksanaan Upgrade DTRU Untuk melakukan upgrade pada DRU, langkah yang dilakukan kurang lebih sama dengan DTRU. Namun, ada yang perlu diperhatikan, yaitu mode TRU yang akan digunakan. Mode ini ada dua macam, yaitu: 1. Mode uncombined, yaitu TRU1 dan TRU2 terhubung ke CDU dengan dua buah kabel yang berlainan. Pada DRU, hal ini ekivalen dengan penggunaan dua buah antena sebagai pemancar dan penerima sinyal. Dengan mode ini, daerah jangkauan akan semakin luas, namun kapasitas akan berkurang. Oleh karena itu, mode ini sering juga disebut coverage mode. 2. Mode combined, yaitu dua buah TRU (terminal TX1+TX2) akan terhubung ke CDU dengan sebuah kabel. Pada DRU, hal ini ekivalen dengan menggunakan satu buah antena saja untuk dua buah TRX. Sinyal TX dari dua buah TRX akan digabungkan dengan
48
menggunakan hybrid combiner. Hybrid combiner ini tidak digunakan jika memakai mode uncombined. Dengan mode combined, daerah jangkauan akan mengecil dan kapasitas akan lebih besar. Biasanya, mode ini digunakan jika jumlah TRX pada suatu sektor lebih besar dari dua
buah.
Akibatnya,
rebalancing,
terutama
upgrade,
akan
menggunakan mode combined karena jumlah akhir TRX pada suatu sektor biasanya lebih besar dari dua buah TRX. Hal ini dapat dilihat pada gambar 4.6, di mana port DTRU yang dihubungkan ke CDU adalah port TX1+TX2 Langkah-langkah untuk melakukan upgrade pada DRU dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 3.7 Pelaksanaan Upgrade DRU
49
Langkah yang pertama kali dilakukan adalah melepaskan dummy sehingga DRU yang baru dapat diletakkan pada tempat yang kosong. Pada gambar (a), terlihat bahwa tempat yang kosong terletak pada posisi keempat yang akan melayani sektor ke-2. Artinya, sebelum dilakukan upgrade, sektor tersebut hanya dilayani oleh 2 buah TRX oleh DRU ke-3. Karena kapasitasnya cukup rendah, DRU ini menggunakan mode uncombined. Hal ini dapat dilihat dari penggunaan dua buah kabel untuk TRX1 dan TRX2 pada DRU yang terhubung ke antena. DRU yang akan dipasang akan menjadi DRU ke-4, sehingga sektor ke-2 akan dilayani oleh 4 TRX. Oleh karena itu, mode yang digunakan pada DRU ke-3 dan DRU ke-4 haruslah mode combined. Dengan demikian, mode uncombined pada DRU ke-3 harus diubah. Hal ini dilakukan dengan melepaskan kabel penghubung ke antena pada TRX2 di DRU ke-3, seperti yang dapat dilihat pada gambar (b) di dalam kotak biru. Setelah dilepaskan, kabel penghubung ini dipasangkan pada TRX1 di DRU ke-4 (dapat dilihat pada gambar(b) di luar kotak biru). Kemudian, DRU ke-3 dan DRU ke-4 dihubungkan dengan cara menghubungkan RX in 1 pada DRU ke-3 ke RX out 1 pada DRU ke-4, dan sebaliknya, seperti yang dapat dilihat pada gambar (c). Setelah diubah ke mode combined, kabel power dihubungkan (gambar (d)) dan saklar pada Internal Distribution Module (IDM) dinyalakan (gambar (e)). Setelah arus listrik mengalir ke DRU, port Operation and Maintenance Terminal (OMT) pada RBS disambungkan ke
50
sebuah laptop yang telah ter-install software OMT (gambar f). Sesuai dengan namanya, software OMT merupakan software yang digunakan untuk operasional dan pemeliharaan RBS, baik secara langsung pada site ataupun secara remote dari BSC. Beberapa fungsi OMT adalah: 1. Melakukan
monitoring
internal
alarm
cabinet
dalam
proses
troubleshooting 2. Melakukan operasi Installation Database (IDB) 3. Mendefinisikan external alarm 4. Memonitor hardware dan konfigurasi Replaceable Units (RU) yang terletak di dalam kabinet, seperti TRU, CDU, dan sebagainya. Dalam rebalancing, OMT digunakan dalam untuk mengakses dan meng-update IDB. IDB merupakan basis data yang terintegrasi dan berisi tentang informasi instalasi hardware pada RBS. Hal ini membantu dalam pemeliharaan daftar inventaris dari hardware yang ter-install dalam RBS. Informasi instalasi hardware akan akan dimodifikasi dalam proses rebalancing ini adalah konfigurasi atau mode yang digunakan oleh TRX pada RBS tersebut. Berikut ini adalah langkah-langkah dalam pembuatan IDB pada proses upgrade TRX. 1. Sektor yang akan dilakukan upgrade TRX dipilih. Pada gambar 3.8, terlihat bahwa sektor ke-3 (atau sektor 2 dengan sistem antena C) dipilih. Sektor tersebut menggunakan mode uncombined.
51
Gambar 3.8 Pemilihan Sektor yang Akan Di-upgrade pada Pembuatan IDB. 2. Setelah dipilih, tombol modify yang ditunjukkan oleh lingkaran merah pada gambar 3.8, sehingga muncul tampilan seperti pada gambar 3.9.
Gambar 3.9 Modifikasi Sistem Antena C 3. Tombol modify yang ditunjukkan oleh mouse pointer pada gambar 3.9 dipilih sehingga muncul tampilan seperti pada gambar 3.10. Pada
52
gambar tersebut, frekuensi yang dipilih adalah GSM 1800 sesuai dengan frekuensi yang digunakan pada RBS tersebut. Selain itu, mode TRX diubah menjadi mode combined dengan memilih Hybrid combiner pada TX combining. Dengan demikian, dua buah sinyal TX akan digabungkan ke dalam sebuah antena.
Gambar 3.10 Pengubahan Mode TRX pada Sistem Antena C. 4. Dengan dilakukannya langkah ini, konfigurasi TRX telah berubah dari ”4+2+2” menjadi ”4+2+4”, seperti yang dapat dilihat pada gambar 3.11. Setelah konfigurasi TRX berubah, IDB dapat di-download ke dalam RBS.
53
Gambar 3.11 Perubahan Konfigurasi TRX pada Sistem Antena C. Jika IDB telah di-download ke dalam RBS, LED pada bagian “Operational” ditunggu sampai menyala berwarna hijau (gambar 4.7 (g)). Artinya, pelaksanaan upgrade TRX di lapangan telah selesai dilakukan. Untuk downgrade TRX, pelaksanaan di lapangan belum dapat dilakukan. Hal ini disebabkan oleh adanya sisa peralatan pada tahun 2008, sehingga pelaksanaan upgrade TRX tidak memerlukan TRX tambahan yang sudah terpasang sebelumnya. Setelah TRX pada site terpasang dan bekerja, TRX tersebut diaktifkan dari sisi BSC secara OSS. Hal ini perlu dilakukan agar TRX yang terlah terpasang pada site tersebut dapat dipergunakan untuk komunikasi. Untuk aktivasi, digunakan software WinFiol atau M-Fiol. Selain aktivasi, dilakukan juga pengaturan frekuensi pada TRX untuk meminimaliasi interferensi gelombang.
54
Berikut ini adalah langkah-langkah dalam melakukan aktivasi TRX dari sisi BSC. 1. Melakukan inisiasi setting beberapa parameter pada TRX (RXOTRX), seperti Terminal Endpoint Identifier (TEI), nomor Digital Connection Point (DCP) yang di-setting sesuai dengan daftar nomor DCP yang telah ditentukan, dan tipe signaling (SIG), yaitu Link Access ProtocolD (LAPD) Concentration atau CONC. Pada tipe signaling ini, satu time slot dapat dipergunakan untuk signalling 4 buah TRU. Perintah yang digunakan untuk menginisiasi setting ini adalah RXMOI. 2. Melakukan create pada setting yang telah diinisiasi dengan perintah RXMOC. 3. Menginisiasi beberapa parameter pada transmitter (RXOTX), seperti band frekuensi yang digunakan, apakah GSM900 atau GSM1800. Selain itu, dilakukan juga inisiasi besarnya daya maksimum yang dipancarkan oleh transmitter atau maximum transmitter power (MPWR). Parameter MPWR ini diinisiasikan dengan bilangan di antara 0 – 63 dengan satuan dBm. Untuk inisiasi band dan MPWR, digunakan kembali perintah RXMOI 4. Sama seperti langkah 2, digunakan kembali perintah RXMOC untuk melakukan create pada setting di langkah 3. 5. Menginisiasi parameter pada receiver (RXORX), yaitu band frekuensi dan Receiver Diversity (RXD). RXD menyatakan kombinasi antena receiver yang dipakai, apakah antena A, B, atau gabungan A dan B
55
(AB). Untuk aplikasi indoor, biasanya digunakan RXD = A, sedangkan aplikasi outdoor biasa menggunakan RXD = AB. Inisiasi dilakukan dengan perintah RXMOI. 6. Menginisiasi time slot (RXOTS) dengan perintah RXMOI. 7. Mengaktifkan fungsi service dari managed object (MO) dari keadaan prepost service. Dalam hal ini, MO yang diaktifkan adalah Control Function (CF). Perintah untuk melakukan hal ini adalah RXESI. Selain itu, digunakan juga perintah RXLE untuk melakukan deblocking. Kedua perintah ini diikuti dengan parameter SUBORD yang menandakan bahwa perintah tersebut diterapkan juga pada subordinat dari MO, dalam hal ini CF. 8. Jika suatu site menggunakan teknik frequency hopping, frekuensi yang dipancarkan akan berubah-ubah dalam waktu yang singkat atau dalam time
slot
tertentu.
Frequency
hopping
ini
berguna
untuk
meminimalisasi terjadinya interferensi. Ada dua macam frequency hopping, yaitu baseband frequency hopping dan synthesizer frequency hopping. Pada tipe baseband, pergantian frekuensi dilakukan per time slot (time slot switching), sementara pergantian frekuensi dilakukan per frame atau per TRX dalam synthesizer frequency hopping. Dalam frequency hopping, terdapat parameter Mobile Allocation Index Offset (MAIO) yang mengatur urutan pancaran frekuensi. Nilai MAIO harus diatur dalam langkah ini untuk meminimalisasi interferensi. Selain
56
pengaturan MAIO, dilakukan juga pengaturan Basic Physical Channel (BPC). 9. Setelah nilai BPC diset, langkah selanjutnya adalah pengecekan jumlah BPC. Seluruh command pada langkah-langkah tersebut dapat dilihat pada lampiran 3. Setelah sembilan langkah di atas dilakukan, hal yang terakhir dilakukan adalah men-download hasil setting ke site yang bersangkutan sehingga TRX dapat digunakan untuk melayani panggilan. Dengan demikian, langkah yang perlu dilanjutkan setelah ini adalah monitoring trafik pada site untuk mengecek keberhasilan dalam proses rebalancing.