35
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir dan Hipotesis Bencana gempa bumi yang melanda Yogyakarta dan sekitarnya pada tanggal 27 Mei 2006 telah menyebabkan kerusakan infrastruktur dan psikologis masyarakat. Meskipun gempa yang terjadi di Yogyakarta sesungguhnya masih dalam batas kategori sedang atau moderat. Namun karena tergolong gempa dangkal dan terjadi di wilayah pemukiman padat, serta berinfrastruktur bagus, maka efek kerusakan yang ditimbulkan menjadi fatal. Selain menimbulkan banyak korban, wilayah ini juga mengalami kelumpuhan di berbagai bidang kehidupan minimal sampai setahun pasca gempa. Untuk mengembalikan kondisi Yogyakarta pasca bencana tersebut, pemerintah telah membuat berbagai program penanganan yang meliputi tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi. Program ini merupakan suatu upaya yang diambil setelah kejadian bencana untuk membantu pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat serta memperbaiki rumah, fasilitas umum, fasilitas sosial dan perekonomian pada kondisi yang sama atau lebih baik dari sebelumnya. Selain program yang dilaksanakan pemerintah, berbagai komponen masyarakat, akademisi, lembaga swadaya masyarakat (LSM), juga memainkan peranan penting dalam penanganan bencana. Sinergis antara masing-masing komponen tersebut mempunyai tujuan untuk meminimalisasi dampak negatif pasca bencana. Namun pemulihan kondisi masyarakat pasca bencana akan lebih kompak bila melibatkan masyarakat korban, agar siklus normalisasi kehidupan termasuk rehabilitasi tercapai dengan rentang waktu yang lebih pendek. Dalam penanganan bencana ini, kebijakan pemerintah dan program bantuan non-pemerintah perlu disosialisasikan kepada masyarakat, sehingga masyarakat tidak dilihat sebagai obyek, tetapi dilibatkan dalam berbagai hal sejak perencanaan hingga pelaksanaan. Partisipasi masyarakat korban merupakan hal esensial dalam pelaksanaan dan monitoring atas proses penanganan bencana. Dengan demikian, masyarakat dapat mengangkat posisinya dari korban menjadi warga yang hidup normal dengan jalan melakukan tindakan (kewajiban) partisipatif.
36
Pelibatan masyarakat dilakukan melalui tokoh-tokoh masyarakat atau disebut dengan pemuka pendapat. Dengan kata lain, kebijakan atau kegiatan yang dilakukan dalam proses penanganan bencana perlu mempertimbangkan peran dan fungsi pemuka pendapat yang ada dalam masyarakat. Pemuka pendapat merupakan orang yang mempunyai pengaruh di lingkungannya, sehingga mampu mengkomunikasikan program dan menggerakkan anggota masyarakat lainnya. Karena itu pemuka pendapat di lokasi bencana dalam hal komunikasi efektif perlu diberdayakan untuk meningkatkan efektifitas penanganan bencana, sehingga program-program penanganan bencana yang dibuat oleh pemerintah maupun nonpemerintah tepat sasaran. Hal ini penting sekali mengingat penanganan bencana saat ini belum terkoordinasi dalam satu pintu, dimana pemerintah dan nonpemerintah masih melaksanakan program penanganan bencana sendiri-sendiri. Untuk mengetahui peran komunikasi, pemuka pendapat dalam penanganan bencana ini perlu dilakukan penelitian dengan mengkaji beberapa peubah terkait dengan
penelitian.
Peubah-peubah
yang
dimaksud
meliputi
sejumlah
karakteristik personal pemuka pendapat, perilaku komunikasi pemuka pendapat dan keragaan kelompok sebagai peubah bebas. Karakteristik personal meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan ketokohan. Indikator perilaku komunikasi pemuka pendapat, yaitu respons terhadap media massa, intensitas pertemuan dengan satuan pelaksana penanganan bencana dan sikap terhadap opini publik. Sedangkan keragaan kelompok meliputi struktur kelompok, pembinaan kelompok, kekompakan kelompok, suasana kelompok, tekanan kelompok dan tujuan kelompok. Pemberdayaan komunikasi pemuka pendapat dalam penanganan bencana yang akan diteliti meliputi keterlibatan pemuka pendapat dalam kegiatan penanganan bencana yang terbagi ke dalam delapan kegiatan yaitu penyelamatan korban, penyediaan hunian sementara, informasi program, pelayanan sosial dasar, rehabilitasi mental, pembangunan kembali perumahan, perbaikan prasarana dan sarana dasar, dan pemulihan sistem perekonomian. Agar penelitian ini efektif dan efisien, maka kerangka pemikiran penelitian ini disajikan pada Gambar 5.
37
Karakteristik Personal (X1) X1.1 Umur X1.2 Jenis Kelamin X1.3 Pendidikan X1.4 Pekerjaan X1.5 Pendapatan X1.6 Ketokohan
Perilaku Komunikasi (X2) X2.1 Respons terhadap media massa X2.2 Intensitas pertemuan dengan pelaksana penanganan bencana X2.3 Sikap terhadap opini publik
Pemberdayaan Komunikasi Pemuka Pendapat dalam Penanganan Bencana (Y) Y1 Penyelamatan korban. Y2 Penyediaan hunian sementara Y3 Informasi program. Y4 Pelayanan sosial dasar. Y5 Rehabilitasi mental. Y6 Pembangunan kembali perumahan. Y7 Perbaikan prasarana dan sarana dasar Y8 Pemulihan sistem perekonomian.
Keragaan Kelompok (X3) X3.1 Struktur kelompok X3.2 Pembinaan kelompok X3.3 Kekompakan kelompok X3.4 Suasana kelompok X3.5 Tekanan kelompok X3.6 Tujuan kelompok
Gambar 5. Pengaruh karakteristik personal, perilaku komunikasi dan keragaan kelompok secara bersama-sama terhadap pemberdayaan komunikasi pemuka pendapat dalam penanganan bencana. Berdasarkan kerangka berpikir yang dikemukakan, maka disusun hipotesis berikut : 1. Karakteristik personal pemuka pendapat berpengaruh nyata terhadap pemberdayaan komunikasi pemuka pendapat dalam penanganan bencana. 2. Perilaku
komunikasi
pemuka
pendapat
berpengaruh
nyata
terhadap
pemberdayaan komunikasi pemuka pendapat dalam penanganan bencana. 3. Keragaan kelompok berpengaruh nyata terhadap pemberdayaan komunikasi pemuka pendapat dalam penanganan bencana.
38
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Bantul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan alasan daerah tersebut mengalami kerusakan paling parah dibandingkan kabupaten lainnya. Waktu yang digunakan untuk penelitian selama enam bulan (Maret – September 2007).
3.3. Desain Penelitian Penelitian ini didesain sebagai penelitian survei. Menurut Singarimbun dan Effendi (1995:3), desain penelitian survei adalah penelitian yang mengambil contoh dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok. Kerlinger (1996:662) mengatakan bahwa penelitian survei adalah penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari adalah data dari contoh yang diambil dari populasi tersebut, sehingga ditemukan kejadian-kejadian relatif, distribusi dan hubungan antar variabel sosiologis maupun psikologis. Peubah yang diamati dalam penelitian terdiri peubah bebas dan peubah tidak bebas. Untuk menentukan setiap parameter yang ditetapkan maka diperlukan indikator dari setiap peubah yang akan diteliti. Peubah bebas adalah karakteristik personal (X1), perilaku komunikasi (X2) dan keragaan kelompok (X3), sedangkan peubah tidak bebas adalah pemberdayaan komunikasi pemuka pendapat dalam penanganan bencana (Y). Dari ketiga peubah bebas tersebut indikator karakteristik personal (X1) adalah umur (X1.1), jenis kelamin (X1.2), pendidikan (X1.3), pekerjaan (X1.4), pendapatan (X1.5) dan ketokohan (X1.6). Indikator perilaku komunikasi (X2) adalah respons terhadap media massa (X2.1), intensitas pertemuan dengan satuan pelaksana penanganan bencana (X2.2) dan sikap terhadap opini publik (X2.3). Indikator keragaan kelompok (X3) adalah struktur kelompok (X3.1), pembinaan kelompok(X3.2), kekompakan kelompok (X3.3), suasana kelompok (X3.4), tekanan kelompok (X3.5) dan tujuan kelompok (X3.6). Indikator peubah tidak bebas yang diteliti adalah penyelamatan korban (Y1), penyediaan hunian sementara (Y2), informasi program (Y3), pelayanan sosial dasar (Y4), rehabilitasi mental (Y5), pembangunan kembali perumahan
39
(Y6), perbaikan prasarana dan sarana dasar (Y7) dan pemulihan sistem perekonomian (Y8).
3.4. Populasi dan Contoh Populasi penelitian ini pemuka pendapat di Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, Propinsi Yogyakarta. Pertimbangan pemilihan lokasi penelitian, antara lain kecamatan tersebut mengalami kerusakan cukup parah, banyaknya masyarakat yang menjadi korban, lokasi penelitian dapat dijangkau dan adanya keterlibatan berbagai pihak dalam pemberian bantuan dan penanganan bencana. Berdasarkan data demografi Kecamatan Sewon dan informasi dari informan kunci yang akrab dengan sistem masyarakat setempat, diketahui jumlah pemuka pendapat di kecamatan tersebut sebanyak 455 orang. Dengan demikian populasi penelitian ini sebanyak 455 orang pemuka pendapat yang tersebar di empat desa di Kecamatan Sewon, yaitu Desa Pendowoharjo 110 orang, Timbulharjo 109 orang, Bangunharjo 119 orang dan Panggungharjo 117 orang. Untuk memudahkan penelitian populasi yang tersebar di empat desa tersebut dikelompokkan berdasarkan ketokohan agama, pendidikan, politik, pemuda, wanita dan sosial (Tabel 2). Tabel 2. Populasi pemuka pendapat menurut ketokohan dan lokasi penelitian Ketokohan
Pendowoharjo 19
Timbulharjo
Bangunharjo
20
22
Panggungharjo 14
Pendidikan
10
12
13
18
53
Politik
24
22
26
30
102
Pemuda
20
19
19
17
75
Wanita
17
19
20
19
75
Sosial
20
17
19
19
75
Jumlah
110
109
119
117
455
Agama
Jumlah (Orang) 75
Pengambilan contoh dilakukan dengan teknik non-probability sampling yang menggunakan cara purposif. Sampling ini menurut Riduwan (2006:63) cocok untuk
40
studi kasus tunggal yang representatif diamati dan dianalisis. Dalam penelitian tentang pemberdayaan komunikasi pemuka pendapat dalam penanganan bencana ini ditetapkan contoh sebanyak 20% dari populasi yang ada di empat desa di Kecamatan Sewon (Tabel 3). Tabel 3. Jumlah contoh penelitian menurut ketokohan dan lokasi penelitian. Ketokohan Agama
Pendowo- Timbulharjo Bangunharjo harjo 4 4 4
Panggungharjo 3
Jumlah (Orang) 15
Pendidikan
2
2
3
4
11
Politik
5
4
5
6
20
Pemuda
4
4
4
3
15
Wanita
3
4
4
4
15
Sosial
4
3
4
4
15
Jumlah
22
21
24
24
91
3.5. Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder, baik kuantitatif maupun kualitatif dengan ketentuan berikut : 1. Data primer berupa peubah utama yang diteliti, yaitu karakteristik personal, perilaku komunikasi, keragaan kelompok masyarakat dan pemberdayaan komunikasi pemuka pendapat dalam penanganan bencana. Data tersebut diperoleh secara langsung dari responden melalui wawancara dengan berpedoman pada kuesioner yang terdiri dari sejumlah pertanyaan yang relevan dengan peubah-peubah yang digunakan. Kuesioner (Lampiran 2) terdiri dari dua bagian, bagian pertama berisi pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan data karakteristik personal, perilaku komunikasi dan keragaan kelompok masyarakat. Bagian kedua terdiri dari pertanyaanpertanyaan yang dikembangkan dari peubah tidak bebas yaitu penyelamatan korban, penyediaan hunian sementara, informasi program, pelayanan sosial dasar, rehabilitasi mental,
pembangunan kembali perumahan, perbaikan
prasarana dan sarana dasar dan pemulihan sistem perekonomian. Pertanyaan
41
untuk peubah tidak bebas berbentuk pernyataan-pernyataan yang harus dijawab responden dengan 1 (Sangat tidak setuju), 2 (Tidak setuju), 3 (Kurang setuju), 4 (Setuju) dan 5 (Sangat setuju). 2. Untuk memperoleh data sekunder, dilakukan telaah dokumen dan studi literatur dari berbagai sumber yang terkait dengan peubah-peubah penelitian dan data statistik dari lembaga berkompeten.
3.6. Validitas dan Reliabilitas Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Hasan (2002:79) dan Rakhmat (2004:18), menyatakan bahwa suatu instrumen yang sahih atau valid, berarti memiliki validitas tinggi. Demikian sebaliknya instrumen yang kurang sahih memiliki validitas rendah. Suatu instrumen dapat dikatakan sahih, apabila (a) mampu mengukur apa yang diinginkan, (b) dapat mengungkap data dari peubah yang diteliti secara tepat dan (c) dapat menggambarkan sejauhmana data yang terkumpul tak menyimpang dari gambaran tentang peubah yang dimaksud (Arikunto, 1998:160; Kerlinger, 2004:729). Oleh karena itu, peneliti harus bertindak hati-hati sejak awal penyusunannya. Untuk validitas instrumen diusahakan dengan cara (a) menyesuaikan daftar pertanyaan dengan judul dan masalah penelitian; (b) memperhatikan saran-saran para ahli, khususnya komisi pembimbing dan (c) teori-teori dalam pustaka. Reliabilitas instrumen penelitian sangat penting dalam menentukan mutu data yang
terkumpul.
mengungkapkan
Reliabilitas pertanyaan
instrumen
secara
lugas
digunakan (tidak
dengan
cara
(a)
membingungkan),
(b)
memberikan petunjuk jelas dan baku dan (c) melakukan uji coba kuesioner pada responden yang memiliki ciri-ciri relatif sama dengan obyek penelitian. Untuk menguji validitas kuesioner, dilakukan uji coba terhadap 12 responden di Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul. Pengujian Reliabilitas digunakan untuk mengetahui sejauh mana kuisioner yang digunakan dapat dipercaya atau dapat memberikan perolehan hasil penelitian yang konsisten apabila alat ukur ini digunakan kembali dalam pengukuran gejala yang sama. Metode yang digunakan dalam pengujian reliabilitas ini adalah
42
menggunakan metode alpha cronbach dengan program SPSS 13.0 for Windows. Hasil perhitungan dengan
alpha cronbach
memperoleh nilai reliabilitas
keseluruhan 0,850 (Lampiran 3) sehingga kuesioner yang digunakan dianggap andal sebagai instrumen penelitian, karena nilai reliabilitas > 0,80 - 1,0 sangat andal (Triton, 2006).
3.7. Pengolahan dan Analisis Data Data penelitian dikumpulkan, dianalisis dan disajikan secara deskriptif dalam bentuk rataan, persentase, frekuensi dan tabel distribusi frekuensi. Analisis data dilakukan dengan menggunakan program SPSS 13.0 for Windows, yaitu statistik deskriptif, Khi-kuadrat (χ2) dan analisis regresi linear berganda. Metode Khikuadrat (χ2) digunakan untuk mengadakan pendekatan dari beberapa faktor atau mengevaluasi frekuensi yang diselidiki atau frekuensi hasil observasi (fo) dengan frekuensi yang diharapkan (fe) dari contoh apakah terdapat hubungan atau perbedaan nyata atau tidak (Riduwan, 2006:130). Sedangkan analisis regresi linear berganda adalah suatu alat analisis peramalan nilai pengaruh dua peubah bebas atau lebih terhadap peubah tidak bebas untuk membuktikan ada atau tidaknya hubungan fungsi atau hubungan kausal (Riduwan, 2006:152). Untuk memudahkan penginterpretasian data yang diolah, digunakan definisi operasional berikut : 1.
Karakteristik personal adalah ciri-ciri yang melekat pada pribadi seseorang yang meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan ketokohan.
2.
Umur adalah keadaan usia responden yang dihitung dengan satuan tahun pada saat penelitian dilaksanakan, dikategorikan di bawah sama dengan rataan dan di atas rataan.
3.
Jenis kelamin adalah keadaan kelamin responden, diklasifikasikan laki-laki dan perempuan.
4.
Pendidikan adalah tingkat belajar formal yang terakhir ditempuh responden, diklasifikasikan SD, SLTP, SLTA, Diploma dan Sarjana
43
5.
Pekerjaan adalah bidang atau profesi yang dijalankan responden sebagai mata pencaharian utama, diklasifikasikan PNS, TNI/Polri, Petani, Pedagang, Pegawai Swasta dan lainnya.
6.
Pendapatan adalah jumlah penghasilan tetap keluarga responden dalam satu bulan, dikategorikan di bawah sama dengan rataan dan di atas rataan.
7.
Ketokohan adalah status sosial responden yang berpengaruh terhadap kelompoknya, meliputi tokoh agama, pendidikan, politik, pemuda, wanita dan sosial.
8.
Perilaku komunikasi adalah sikap dan tindakan responden terhadap komunikasi mengenai penanganan bencana, meliputi respons terhadap media massa, intensitas pertemuan dengan satuan pelaksana penanganan bencana dan sikap terhadap opini publik.
9.
Respons terhadap media massa adalah jumlah atau lamanya jam dalam satu minggu yang digunakan responden untuk menonton televisi, mendengarkan radio dan membaca surat kabar dalam upaya memperoleh informasi mengenai perkembangan kondisi pasca bencana, dikategorikan < 3 jam, 3 – 5 jam dan lainnya.
10. Intensitas pertemuan dengan satuan pelaksana penanganan bencana adalah jumlah kali responden berkomunikasi atau berkonsultasi dengan organisasi pelaksana rehabilitasi dalam satu minggu, dikategorikan di bawah sama dengan rataan dan di atas rataan. 11. Sikap terhadap opini publik adalah sikap responden terhadap opini yang berkembang di masyarakat terkait dengan kegiatan penanganan bencana meliputi Sangat positif, Positif, Tidak tahu, Negatif dan Sangat negatif. 12. Keragaan kelompok adalah keterlibatan pemuka pendapat dalam kelompok masyarakat yang dibentuk setelah terjadi bencana, berupa interaksi dan kebergantungan antar anggota kelompok, meliputi struktur kelompok, pembinaan kelompok, kekompakan kelompok, suasana kelompok, tekanan kelompok dan tujuan kelompok. Pengukuran terhadap keragaan kelompok menggunakan skala interval 1 - 5.
44
13. Struktur kelompok adalah perincian peranan dan posisi dalam kelompok yang ditunjukkan dengan berperannya responden dalam kelompok, diukur menggunakan skala interval 1 - 5. 14. Pembinaan kelompok adalah usaha responden untuk mempertahankan kehidupan kelompok, diukur menggunakan skala interval 1 - 5. 15. Kekompakan kelompok adalah rasa keterikatan (memiliki) responden terhadap kelompoknya, diukur menggunakan skala interval 1 - 5. 16. Suasana kelompok adalah keadaan kelompok akibat pengaruh lingkungan fisik dan non fisik (interaksi anggota) yang dapat mempengaruhi responden dalam mencapai tujuan, diukur menggunakan skala interval 1 - 5. 17. Tekanan kelompok adalah segala sesuatu yang menimbulkan tegangan dalam kelompok yang mendorong responden berbuat sesuatu dan tercapainya tujuan, diukur menggunakan skala interval 1 - 5. 18. Tujuan kelompok adalah gambaran responden tentang hasil yang diharapkan dapat dicapai oleh kelompok, diukur menggunakan skala interval 1 - 5. 19. Penanganan bencana adalah upaya yang diambil setelah kejadian bencana untuk membantu korban bencana meliputi tahap tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi. 20. Pemberdayaan komunikasi pemuka pendapat dalam penanganan bencana adalah
keterlibatan
pemuka
pendapat
dalam
kegiatan
perencanaan,
pelaksanaan dan pengawasan kegiatan penanganan bencana yang dibagi menjadi delapan indikator, yaitu (1) penyelamatan korban, (2) penyediaan hunian sementara, (3) informasi program, (4) pelayanan sosial dasar, (5) rehabilitasi mental, (6) pembangunan kembali perumahan, (7) perbaikan prasarana dan sarana dasar dan (8) pemulihan sistem perekonomian. Diukur menggunakan skala Likert 1 - 5, dengan kategori 1 (Sangat tidak setuju), 2 (Tidak setuju), 3 (Kurang setuju), 4 (Setuju) dan 5 (Sangat setuju). Secara statistik, untuk dapat dianalisis pertanyaan yang diukur dengan skala Likert diterjemahkan dalam skala interval 1 - 5. 21. Penyelamatan korban adalah penyelamatan korban yang masih hidup untuk mendapatkan perawatan medis, diukur menggunakan skala interval 1 - 5.
45
22. Penyediaan hunian sementara adalah penyediaan tempat penampungan sementara atau pengungsian bagi korban bencana, diukur menggunakan skala interval 1 - 5. 23. Informasi program adalah sosialisasi informasi kegiatan penanganan bencana kepada masyarakat korban bencana, diukur menggunakan skala interval 1 - 5. 24. Pelayanan sosial dasar adalah pelayanan kebutuhan dasar masyarakat, seperti makan, tempat tinggal, pakaian, kesehatan dan pendidikan, diukur menggunakan skala interval 1 - 5. 25. Rehabilitasi mental adalah kegiatan pemulihan kejiwaan yang dilakukan untuk mengembalikan semangat hidup masyarakat pasca bencana, diukur menggunakan skala interval 1 - 5. 26. Pembangunan kembali perumahan adalah rehabilitasi rumah masyarakat yang mengalami kerusakan akibat bencana, diukur menggunakan skala interval 1 - 5. 27. Perbaikan prasarana dan sarana dasar adalah pembangunan kembali jalan, listrik, air bersih, Puskesmas, sekolah, tempat ibadah dan lain-lain, diukur menggunakan skala interval 1 - 5. 28. Pemulihan sistem perekonomian adalah pemulihan perekonomian masyarakat seperti pembukaan peluang usaha, pembukaan lapangan kerja, perbaikan produksi pangan dan perbaikan fasilitas perekonomian, diukur menggunakan skala interval 1 - 5.