Bab III Metodologi Penelitian
III.1 Deskripsi Cara Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai dari tahap penelusuran literatur pendukung, perumusan topik, percobaan secara laboratorium dan penyusunan disertasi. Topik penelitian ini adalah penyiapan elektrode sensor potensiometri surfaktan anionik NaDS, NaOS dan NaDBS. Secara garis besar, percobaan di laboratorium diawali dari
proses
pelapisan
elektrode
kawat
emas
dengan
polipirol
secara
elektropolimerisasi dengan teknik voltametri siklik, pengkondisian elektrode, penentuan sensitivitas, rentang konsentrasi pengukuran, batas deteksi, waktu respon dan usia pemakaian elektrode. Karakterisasi elektrode yang dilakukan selanjutnya adalah penentuan selektivitas, kestabilan respon, rentang pH pengukuran dan kedapat-ulangan elektrode. Elektrode dengan karakteristik potensiometri terbaik digunakan untuk penentuan kandungan surfaktan NaDS, NaOS dan NaDBS dalam sampel air. Dalam penelitian ini morfologi polipirol diamati dengan teknik scanning electron microscopy (SEM). Data pendukung lain yang diamati adalah spektrum FTIR untuk senyawa NaDS, pirol, polipirol dan campuran polipirol dan NaDS.
III.2 Persiapan Penelitian
III.2.1 Alat dan Bahan Untuk penyiapan larutan digunakan beberapa buah labu takar berkapasitas 25,00 ± 0,04 mL, beberapa buah botol plastik polietilen berkapasitas 30 mL dan peralatan gelas lain yang lazim digunakan. Penimbangan bahan dilakukan dengan timbangan listrik METER AE 200 dengan berat beban kosong 0,0000 g. Proses pelapisan elektrode dilakukan dengan menggunakan potensiostat model IdInstrument 400 yang dilengkapi dengan tiga buah elektrode, yaitu elektrode pembanding (reference electrode) Ag│AgCl dengan diameter 0,5 cm dan panjang 10,0 cm, elektrode bantu (auxiliary electrode) kawat platina dengan diameter 0,2 mm dan panjang 5,0 cm dan elektrode kerja (working electrode) kawat emas dengan diameter 1,0 mm dan panjang 5,0 cm. Reaksi elektropolimerisasi pirol dan 41
pelapisan polipirol yang terbentuk berlangsung pada permukaan elektrode kerja. Elektrode kerja ini selanjutnya digunakan sebagai elektrode sensor surfaktan anionik. Analisis potensiometri dilakukan dengan menggunakan seperangkat alat yang terdiri dari pH/Voltmeter ORION model 420A dan stirrer magnetic. Analisis morfologi polipirol dilakukan dengan menggunakan scanning electron microscope (SEM) di Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL), Departemen Pertambangan Bandung. Analisis struktur senyawa NaDS, pirol, dan polipirol dilakukan dengan menggunakan FTIR di Laboratorium Kimia Analitik Program Studi Kimia, Institut Teknologi Bandung. Bahan-bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah larutan pirol 98% sebagai bahan untuk pembuatan polipirol, Dowex 50w x 10 sebagai resin penukar kation H+ dan natrium dodesil sulfat (NaDS), natrium dodesil benzena sulfonat (NaDBS) dan natrium oktil sulfat (NaOS), baik sebagai surfaktan anion standar, ionofor maupun larutan perendam elektrode. Selain itu, dalam penelitian ini juga digunakan natrium perklorat (NaClO4), kalium perklorat (KClO4), kalium nitrat (KNO3), kalium klorida (KCl), kalium bromida (KBr) dan kalium iodida
(KI), baik
sebagai
elektrolit
pendukung
dalam
proses
elektropolimerisasi maupun sebagai anion pengganggu dalam pengujian selektivitas elektrode. Semua bahan dibeli dari SIGMA dan tersedia di Program Studi Kimia Institut Teknologi Bandung.
III.2.2 Penyiapan larutan surfaktan standar Dalam penelitian ini, ada tiga buah surfaktan anionik yang menjadi larutan standar, yaitu NaDS, NaOS dan NaDBS. Untuk menentukan karakteristik bagi setiap elektrode sensor surfaktan tersebut, maka dalam percobaan ini dilakukan pengukuran respon potensial elektrode terhadap perubahan konsentrasi surfaktan. Dalam hal ini, konsentrasi surfaktan standar yang diukur bervariasi antara 1,00 x 10-15 M sampai dengan 0,1 M. Larutan NaDS standar 0,100 M, 0,010 M dan 0,001 M berturut-turut dibuat dengan melarutkan 0,7210 gram, 0,0721 gram dan 0,0072 gram NaDS
42
(Mr = 288,4) ke dalam tiga buah labu takar berkapasitas 25,00 ± 0,04 mL dan menambahkan air distilasi ke dalam setiap labu takar tersebut sampai tanda batas. Larutan NaDS standar 1,00 x 10-3 M digunakan sebagai larutan induk untuk pembuatan larutan standar NaDS lain dengan konsentrasi yang lebih rendah. Cara ini dilakukan, karena larutan NaDS mempunyai nilai critical micelle concentration (CMC) sekitar 1,00 x 10-3 M (Pisarcik et al., 2003). Pada konsentrasi di atas CMC, larutan NaDS sudah terlihat agak kental dan mudah berbuih ketika mengalami sedikit pergerakan, sehingga dikhawatirkan akan mengalami perubahan konsentrasi setiap kali larutan tersebut diambil untuk pembuatan larutan dengan konsentrasi yang lebih rendah melalui teknik pengenceran. Larutan standar NaOS dan NaDBS dibuat dengan cara yang sama dengan larutan NaDS standar.
III.2.3 Penyiapan larutan pirol, ionofor dan elektrolit pendukung Pirol (Mr = 67,09) memiliki massa jenis = 0,967 g/mL dan berkadar 98%. Dengan demikian, larutan pirol induk memiliki konsentrasi 14,125 M. Dalam penelitian ini digunakan larutan pirol dengan konsentrasi 0,01 M – 0,10 M. Larutan-larutan tersebut dibuat secara langsung dari pengenceran larutan pirol induk bersamaan dengan pembuatan larutan ionofor dan elektrolit pendukung. Larutan induk elektrolit pendukung NaClO4, KClO4, dan KNO3, berturut-turut mempunyai konsentrasi 0,500 M, 0,125 M dan 0,500 M, sedangkan larutan induk elektrolit pendukung KCl, KBr dan KI masing-masing dengan konsentrasi yang sama, yakni 1,000 M. Larutan NaClO4 0,500 M dibuat dengan cara melarutkan 1,5313 gram NaClO4 (Mr = 122,5) ke dalam labu takar yang berkapasitas 25,00 ± 0,04 mL dan menambahkan air distilasi ke dalam labu takar tersebut sampai tanda batas. Cara yang sama dilakukan untuk pembuatan setiap larutan elektrolit pendukung induk yang lain. Larutan ionofor disesuaikan dengan jenis elektrode sensor surfaktan yang dibuat. Elektrode sensor surfaktan yang mula-mula diteliti adalah elektrode sensor NaDS (Au-PPy-DS). Ionofor yang digunakan untuk pembuatan elektrode ini adalah
43
NaDS dan HDS dengan konsentrasi bervariasi. Untuk elektrode sensor NaOS (Au-PPy-OS) dan NaDBS (Au-PPy-DBS), ionofor yang digunakan adalah HOS dan HDBS. Ionofor HDS dibuat melalui proses penukaran kation Na+ dari NaDS dengan kation H+ dari resin penukar kation H+ (Dowex 50w x 10). Proses penukaran kation dilakukan dengan cara mengocok campuran yang berisi larutan NaDS dan resin selama satu jam. Cara ini juga digunakan untuk pembuatan ionofor HOS dan HDBS berturut-turut dari larutan NaOS dan NaDBS. Semua larutan yang digunakan dibuat segar (dibuat pada saat akan dilakukan proses elektropolimerisasi). Sebagai contoh, untuk membuat larutan yang mengandung pirol 0,05 M, ionofor NaDS 1,00 x 10-3 M dan elektrolit pendukung tunggal KNO3 0,10 M, maka ke dalam labu takar berkapasitas 25,00 ± 0,04 mL dimasukkan 88,5 ± 0,6 µL larutan pirol induk 14,125 M, 2,500 ± 0,006 mL larutan KNO3 0,50 M dan 2,500 ± 0,006 mL larutan NaDS 0,01 M, kemudian ditambahkan air distilasi sampai tanda batas.
III.2.4 Penyiapan larutan untuk karakterisasi elektrode Dalam penentuan karakteristik potensiometri elektrode Au-PPy-DS, Au-PPy-OS dan Au-PPy-DBS, larutan-larutan yang disiapkan berturut-turut adalah larutan NaDS standar 1,00 x 10-12 – 0,10 M, larutan NaOS standar 1,00 x 10-8 – 1,00 M dan larutan standar NaDBS 1,00 x 10-8 – 0,10 M. Larutan-larutan tersebut disiapkan melalui serangkaian pengenceran larutan induk.
III.2.5 Penyiapan larutan untuk penentuan selektivitas elektrode Selektivitas elektrode terhadap anion analit dengan adanya anion-anion lain ditentukan dengan metode larutan terpisah. Dalam hal ini diukur respon potensial anion-anion pengganggu seperti DBS-, OS-, DS-, F-, Cl-, Br-, I-, ClO4- dan NO3-. Anion-anion tersebut dibuat dari larutan garamnya dengan konsentrasi yang masih tercakup dalam rentang konsentrasi pengukuran, yakni antara 1,00 x 10-5 M – 1,00 x 10-3 M untuk elektrode Au-PPy-DS dan antara 1,00 x 10-4 M – 0,10 M
44
untuk elektrode Au-PPy-OS. Penentuan selektivitas untuk elektrode Au-PPy-DBS tidak dilakukan, karena elektrode tersebut memiliki sensitivitas yang rendah.
III.2.6 Penyiapan larutan untuk pengujian rentang pH pengukuran Larutan yang digunakan untuk penentuan rentang pH pengukuran adalah larutan surfaktan NaDS 1,00 x 10-4 M dan larutan NaOS 0,01 M, masing-masing dengan rentang pH 2,00 – 10,00. Pengaturan pH dilakukan dengan menambahkan larutan HCl 0,10 M untuk larutan asam dan larutan NaOH 0,10 M untuk larutan basa. Sebagai contoh, untuk membuat larutan NaDS 1,00 x 10-4 M dengan pH 2,00, ke dalam labu takar berkapasitas 25,00 ± 0,04 mL diencerkan 2,500 ± 0,006 mL larutan NaDS 0,001 M dan 2,500 ± 0,006 mL larutan HCl 0,10 M dengan air distilasi sampai tanda batas. Larutan hasil pengenceran ini selanjutnya diukur dengan pH meter untuk membuat larutan dengan pH = 2,00.
III.2.7 Penyiapan larutan sampel air Sampel air yang digunakan untuk menentukan kandungan surfaktan NaDS dan NaOS adalah air distilasi, air ledeng dan air minum dalam kemasan (AMDK). Penentuan kandungan surfaktan dilakukan dengan metode penambahan standar. Untuk penentuan kandungan NaDS, setiap sampel air yang diukur diisi dengan larutan NaDS standar 1,00 x 10-4 M, sedangkan untuk penentuan kandungan NaOS, setiap sampel air yang diukur diisi dengan larutan NaOS standar 0,01 M. Pada penelitian terdahulu ditunjukkan bahwa rentang konsentrasi anion DS- dalam larutan NaDS yang berbanding lurus dengan respon potensial adalah sekitar 1,00 x 10-3 – 1,00 x 10-6 M (Mousavi et al., 2003). Pada penelitian tersebut, larutan NaDS yang diukur tidak diberi larutan penyangga (buffer). Dalam penelitian ini diduga akan diperoleh elektrode sensor anion DS- dengan rentang konsentrasi pengukuran yang tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian di atas. Pada rentang konsentrasi tersebut, konsentrasi anion DS- sama dengan aktivitas (a) anion DS-. Hal ini berarti bahwa larutan analit yang diukur relatif encer dan dapat dianggap tidak terjadi antaraksi antaranion DS- maupun antara anion-anion DS- dengan molekul-molekul pelarut yang berdampak pada berkurangnya jumlah
45
anion-anion DS- bebas yang diukur (Monk, 2001). Dengan demikian, tidak diperlukan
penambahan
larutan
penyangga
yang
bertujuan
untuk
mempertahankan kekuatan ion dalam larutan analit dan meningkatkan rasio konsentrasi anion analit terhadap konsentrasi anion pengganggu.
III.3 Cara Penelitian
III.3.1 Pelapisan, pengkondisian dan karakterisasi elektrode Pelapisan elektrode dengan polipirol dilakukan melalui proses elektropolimerisasi pirol pada permukaan kawat emas dengan teknik voltametri siklik, dengan kawat emas sebagai elektrode kerja. Proses pelapisan dilakukan pada bagian permukaan kawat sepanjang 3,0 mm. Elektrode kawat emas tersebut terlebih dahulu digosokkan pada kaca beralas kain yang berisi serbuk alumina agar permukaan elektrode bersih dan halus. Proses elektropolimerisasi dilakukan dalam sel berkapasitas 10 mL yang berisi campuran pirol, ionofor dan elektrolit pendukung dengan komposisi bervariasi untuk menentukan komposisi larutan yang paling tepat. Dalam percobaan ini, parameter awal yang terlebih dahulu ditentukan adalah rentang potensial dan laju pindai, sedangkan jumlah siklus pemindaian yang berkaitan dengan ketebalan membran polipirol yang terbaik ditentukan kemudian. Elektrode kawat terlapis yang diperoleh selanjutnya direndam selama beberapa hari dalam larutan surfaktan yang sesuai dengan jenis ionofor maupun larutan surfaktan analit. Perendaman ini bertujuan untuk menstabilkan ionofor yang terjerab dalam membran, membangkitkan mobilitas kesetimbangan ionik membran dan menghilangkan hasil reaksi samping yang tak diinginkan (Michalska et al., 1997). Perendaman dilakukan sebelum elektrode digunakan untuk pengukuran. Yang diamati dalam penelitian ini adalah pengaruh konsentrasi larutan perendam dan lama perendaman terhadap sensitivitas elektrode. Percobaan karakterisasi elektrode yang diutamakan pada penelitian tahap awal adalah penentuan sensitivitas (faktor Nernst) elektrode. Dalam hal ini, sensitivitas
46
elektrode ditentukan dari kemiringan (slope) kurva kalibrasi (pada rentang konsentrasi pengukuran) larutan surfaktan standar. Karena semua surfaktan yang diukur merupakan anion bermuatan -1, maka slope yang menunjukkan kinerja elektrode yang terbaik adalah sekitar 59,0 mV/dekade pada suhu 250C. Dalam penelitian ini, elektrode sensor surfaktan yang diteliti adalah elektrode AuPPy-DS, Au-PPy-OS dan Au-PPy-DBS. Optimasi elektrode terutama dilakukan untuk elektrode Au-PPy-DS. Untuk dua buah elektrode yang lain, penyiapan elektrode dilakukan pada kondisi optimum untuk penyiapan elektrode Au-PPyDS.
III.3.1.1 Penentuan parameter voltametri siklik terbaik Tahap percobaan awal yang dilakukan adalah penentuan rentang potensial dan laju pindai yang terbaik untuk proses elektropolimerisasi. Elektropolimerisasi dilakukan dengan teknik voltametri siklik melalui pemindaian potensial dari negatif ke positif dan sebaliknya secara berulang-ulang sebanyak 10 siklus dengan arus listrik 2 mA. Proses ini dilakukan dalam sel yang berisi larutan pirol 0,01 M dan elektrolit pendukung NaClO4 0,01 M, dalam variasi rentang potensial antara (1) -0,5 – 1,0 V, (2) -0,6 – 1,0 V, (3) -0,7 – 1,0 V, (4) -0,8 – 1,0 V, (5) -0,9 – 1,0 V dan (6) -0,9 – 1,1 V, dengan variasi laju pindai 50, 80 dan 100 mV/detik.
III.3.1.2 Penentuan pengaruh ionofor dalam proses elektropolimerisasi Untuk menentukan pengaruh ionofor dalam proses elektropolimerisasi, dilakukan elektropolimerisasi pirol pada permukaan elektrode kawat emas dalam rentang potensial dan laju pindai terbaik, dengan pemindaian sebanyak 10 siklus dan arus 2 mA. Elektropolimerisasi dilakukan dalam sel berkapasitas 10 mL yang berisi larutan pirol 0,01 M, elektrolit pendukung NaClO4 0,01 M dan ionofor NaDS dengan variasi konsentrasi (1) 1,00 x 10-5 M, (2) 2,50 x 10-5 M, (3) 5,00 x 10-5 M, (4) 1,00 x 10-4 M, (5) 2,50 x 10-4 M dan (6) 1,00 x 10-3 M.
47
III.3.2 Kajian pendahuluan karakteristik potensiometri elektrode Kajian pendahuluan ini bertujuan untuk menganalisis pola respon potensial elektrode terhadap larutan surfaktan NaDS, yakni kecenderungan dan besarnya respon potensial elektrode terhadap kation Na+ dan anion DS-. Penelitian dilakukan dengan cara mengukur respon potensial larutan NaDS 1,00 x 10-12 M – 0,01 M menggunakan elektrode Au-PPy-DS yang telah dibuat. Berdasarkan hasil analisis ini, maka pengaruh jenis anion dan kation ionofor, elektrolit pendukung, larutan perendam dan jumlah siklus pemindaian selama elektropolimerisasi dapat dipelajari, sehingga langkah-langkah percobaan selanjutnya dapat diarahkan untuk menghilangkan
respon
elektrode
terhadap
kation
Na+
dan
sebaliknya
meningkatkan dan memperkuat responnya terhadap anion DS-. Dalam penelitian tahap ini, karakteristik utama yang terlebih dahulu ditentukan adalah sensitivitas elektrode. Karakteristik potensiometri elektrode yang lain akan ditentukan kemudian setelah diperoleh elektrode dengan sensitivitas mengikuti hukum Nernst. Respon elektrode terhadap potensial larutan surfaktan dinyatakan dalam bentuk grafik yang mengalurkan hubungan antara respon potensial (E) dengan konsentrasi surfaktan yang diukur. Dalam grafik tersebut, yang dimaksud dengan rentang konsentrasi pengukuran adalah rentang konsentrasi surfaktan yang menghasilkan perubahan potensial (∆E) berbanding lurus dengan perubahan konsentrasi (∆C), sehingga diperoleh kurva kalibrasi berupa garis lurus dengan kemiringan garis sekitar 59 mV/dekade. Secara kuantitatif, linieritas kurva kalibrasi dinyatakan dengan koefisien korelasi (r) Pearson dengan persamaan sebagai berikut ( Jeffrery et al., 1989):
r=
∑[( x
i
− x )( yi − y )]
i
⎡⎧ 2 ⎫⎧ 2 ⎫⎤ ⎢⎨∑ ( xi − x ) ⎬⎨∑ ( yi − y ) ⎬⎥ ⎭⎩ i ⎭⎦ ⎣⎩ i
1 2
(III.1)
dengan xi dan x berturut-turut adalah konsentrasi ke-i dan rata-rata anion surfaktan, yi dan y adalah potensial ke-i dan rata-rata anion surfaktan. Nilai r
48
berada pada rentang antara -1 ≤ r ≤ 1. Dengan merujuk pada tabel nilai batas kritis koefisien korelasi, maka korelasi antara konsentrasi dengan potensial pada taraf kepercayaan 5% (P = 0,05) dapat ditentukan. Jika r hitung > r tabel, berarti pada taraf kepercayaan tersebut ada korelasi antara konsentrasi dengan potensial. Sensitivitas ditentukan berdasarkan kemiringan kurva rentang konsentrasi pengukuran yang diperoleh. Dalam penelitian ini dibuat beberapa buah elektrode dan dilakukan pemilahan untuk memperoleh elektrode dengan sensitivitas yang memenuhi hukum Nernst, yaitu elektrode dengan sensitivitas sekitar 59 mV/dekade. Batas deteksi adalah konsentrasi terendah yang menghasilkan respon potensial yang tercakup pada kurva kalibrasi yang menunjukkan hubungan linier. Dibuat garis ekstrapolasi pada daerah plateu grafik aluran E terhadap – log konsentrasi (kurva kalibrasi). Untuk menentukan batas deteksi, diambil titik perpotongan garis ekstrapolasi tersebut dengan daerah linier kurva kalibrasi pada konsentrasi terendah. Batas deteksi (X) juga dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: Untuk kurva kalibrasi: Y1 = a1X + b1
(III.2)
Untuk garis mendatar: Y2 = a2X + b2
(III.3)
Pada titik perpotongan, Y1 = Y2, sehingga X =
b2 − b1 , a1 − a2
(III.4)
dengan a, b, dan Y berturut-turut adalah nilai kemiringan grafik (slope), titik potong pada sumbu y (intersept), dan potensial (E) elektrode. Karakteristik potensiometri yang juga dianggap penting adalah waktu respon. Waktu respon ditentukan dengan cara mengukur waktu yang diperlukan oleh elektrode untuk merespon surfaktan yang diukur, mulai saat elektrode tersebut dicelupkan hingga diperoleh respon potensial yang stabil selama beberapa waktu.
49
Usia pemakaian elektrode ditentukan berdasarkan kestabilan nilai sensitivitas yang dimiliki elekrode selama beberapa waktu. Parameter ini diukur setiap hari sampai diperoleh penurunan sensitivitas di bawah 50 mV/dekade (Bakker, 2000). III.3.2.1 Penentuan pengaruh kation Na+
Kation Na+ ditemukan berpengaruh terhadap sensitivitas elektrode Au-PPy-DS. Keberadaan kation Na+ dalam matriks membran polipirol dapat berasal dari ionofor, elektrolit pendukung dan larutan perendam. Untuk menentukan pengaruh kation Na+ yang berasal dari ionofor, dalam percobaan ini dibuat dua buah elektrode Au-PPy-DS dengan ionofor yang berbeda, yaitu NaDS dan HDS. Untuk elektrode dengan ionofor NaDS, proses pelapisan elektrode dilakukan secara elektropolimerisasi dengan teknik voltametri siklik dalam larutan yang berisi pirol 0,01 M, NaClO4 0,01 M dan ionofor NaDS dengan konsentrasi 1,00 x 10-5 M, 5,00 x 10-5 M dan 1,00 x 10-4 M. Cara yang sama dilakukan untuk pembuatan elektrode dengan ionofor HDS. Kedua elektrode tersebut selanjutnya digunakan untuk mengukur respon potensial larutan NaDS standar 1,00 x 10-12 M – 0,01 M. Dengan cara ini, pola grafik dan sensitivitas elektrode yang diperoleh dapat dibandingkan, sehingga pengaruh perbedaan jenis kation ionofor dapat dipelajari. Untuk menentukan pengaruh kation Na+ yang berasal dari larutan perendam terhadap respon potensial elektrode dan pengaruh konsentrasi larutan perendam terhadap sensitivitas elektrode, maka elektrode dengan ionofor NaDS maupun HDS direndam dalam larutan NaDS 1,00 x 10-5 M, 1,00 x 10-4 M, 1,00 x 10-3 M dan 0,01 M maupun HDS dengan konsentrasi tertentu. Untuk menentukan waktu perendaman optimum, maka dengan elektrode yang telah direndam ini selanjutnya dilakukan pengukuran potensial larutan NaDS standar 1,00 x 10-12 M – 0,01 M setiap hari selama 7 hari. Setelah digunakan untuk pengukuran, elektrode direndam kembali dalam larutan perendam yang sama.
50
Penentuan pengaruh kation Na+ yang berasal dari elektrolit pendukung terhadap respon potensial dan sensitivitas elektrode dilakukan dengan cara mengukur respon potensial dan sensitivitas elektrode mengunakan elektrode Au-Py-DS yang disiapkan lewat elektropolimerisasi dalam larutan yang mengandung pirol 0,01 M, ionofor HDS 1,00 x 10-3 M dan elektrolit pendukung tunggal NaClO4 0,01 M maupun KClO4 0,01 M. Jika kehadiran kation Na+ dari NaClO4 ini berpengaruh, maka penggantian elektrolit pendukung NaClO4 dengan KClO4 diharapkan menghasilkan elektrode Au-PPy-DS dengan respon potensiometri terhadap kation Na+ yang sangat rendah.
III.3.2.2 Penentuan pengaruh anion elektrolit pendukung
Untuk menentukan jenis anion elektrolit pendukung yang paling tepat berdasarkan sensitivitas elektrode Au-PPy-DS yang akan diperoleh, maka dalam proses elektropolimerisasi ini digunakan elektrolit pendukung tunggal KClO4, KNO3, KCl, KBr dan KI dengan konsentrasi bervariasi serta campuran dua elektrolit pendukung tunggal KClO4 dan KNO3. Elektrolit pendukung yang terbaik ditunjukkan oleh elektrode Au-PPy-DS dengan sensitivitas mendekati 59 mV/dekade.
III.3.2.3 Penentuan jumlah pemindaian optimum
Ketebalan optimum membran polipirol yang terlapis pada elektrode dapat dikendalikan dengan mengatur jumlah pemindaian potensial selama proses penyiapan elektrode dengan teknik voltametri siklik. Dalam penelitian ini, elektropolimerisasi pirol dilakukan dengan jumlah pemindaian potensial mulai dari 10 siklus. Jumlah pemindaian optimum ditunjukkan oleh sensitivitas elektrode yang tertinggi.
III.3.2.4 Penentuan konsentrasi pirol optimum
Selain dengan mengatur jumlah pemindaian potensial, ketebalan membran polipirol yang optimum dapat diperoleh dengan mengatur konsentrasi pirol yang digunakan untuk elektropolimerisasi. Dalam penelitian ini, elektropolimerisasi
51
dilakukan untuk larutan pirol dengan konsentrasi 0,01 – 0,10 M. Konsentrasi pirol yang optimum ditunjukkan oleh sensitivitas elektrode yang tertinggi.
III.3.2.5 Penentuan sistem pengkondisian elektrode
Sebagaimana lazimnya elekrode selektif ion, sebelum digunakan untuk pengukuran, maka elektrode Au-PPy-DS dikondisikan dalam larutan pengkondisi. Dalam penelitian ini, pengkondisian elektrode dilakukan dalam tiga sistem yang berbeda, yaitu perendaman dalam larutan NaDS, HDS dan tanpa perendaman. Pengkondisian dilakukan selama beberapa hari untuk menentukan pengaruh lama pengkondisian terhadap respon potensiometri elektrode. Hal yang sama dilakukan untuk pengkondisian elektrode Au-PPy-OS dan Au-PPy-DBS.
III.3.3 Penentuan selektivitas elektrode
Karakteristik utama elektrode selektif ion yang juga harus dievaluasi adalah selektivitas. Pada penelitian ini, koefisien selektivitas elektrode Au-PPy-DS dan Au-PPy-OS ditentukan dengan metode larutan terpisah. Untuk elektrode Au-PPyDS, koefisien selektivitas ditentukan dengan cara mengukur respon elektrode terhadap potensial anion DS- yang berasal dari larutan NaDS 1,00 x 10-5 M, 5,00 x 10-4 M, 1,00 x 10-4 M, 5,00 x 10-4 M dan 1,00 x 10-3 M. Hal yang sama dilakukan terhadap anion-anion OS-, DBS-, F-, Cl-, Br-, I-, ClO4- dan NO3-. Untuk elektrode Au-PPy-OS, pengukuran respon potensial dilakukan terhadap anion OSdari larutan NaOS 1,00 x 10-4 – 0,10 M, dengan anion pengganggu DS- dan anionanion lain yang sama seperti pada pengukuran selektivitas elektrode Au-PPy-DS. Konsentrasi semua anion yang diukur sama dengan konsentrasi anion OS-. Setiap data hasil pengukuran potensial ini selanjutnya dialurkan terhadap –log konsentrasi anion surfaktan. Berdasarkan grafik-grafik tersebut, dilakukan penghitungan harga koefisien selektivitas (Kij) elektrode dengan menggunakan persamaan: log Kij = (Ej – Ei) F/(2,303 RT)
(II.16)
52
dengan Ei dan Ej berturut-turut adalah potensial elektrode terhadap anion pengganggu (interference) dan anion utama, R adalah tetapan gas (0,082 L.atm.mol-1.K-1) dan T adalah suhu (Kelvin).
III.3.4 Penentuan kestabilan (repeatability) respon potensial elektrode
Kestabilan respon potensial elektrode Au-PPy-DS diamati dengan cara mengukur potensial larutan NaDS standar 1,00 x 10-5 M, 1,00 x 10-4 M dan 1,00 x 10-3 M masing-masing sebanyak sepuluh kali pencatatan dalam satu pencelupan. Pengamatan dilakukan dengan mengatur sistem otomatisasi potensiometer yang menunjukkan respon potensial yang paling stabil pada waktu tertentu dalam rangkaian
pengukuran
potensial
larutan.
Pencatatan
dilakukan
ketika
potensiometer menampilkan nilai respon potensial yang stabil. Nilai respon ini ditampilkan secara konstan bersamaan dengan munculnya bunyi khas (beep) secara otomatis yang menandai kestabilan potensial yang telah dicapai pada saat tersebut. Dari data yang diperoleh kemudian ditentukan simpangan baku (s), ratarata ( X ) dan simpangan baku relatif (Sr) (Miller dan Miller, 1993; Fifield, 2000, Harvey, 2000):
⎡ ∑ (X i − X) s=⎢ i ⎢ (10 − 1) ⎢⎣
⎤ ⎥ ⎥ ⎥⎦
1/ 2
(III.5)
Sr = (s/ X ) x 100 %
(III.6)
III.3.5 Penentuan ketepatan (accuracy) pengukuran
Akurasi adalah kedekatan antara nilai hasil pengukuran dengan nilai yang sebenarnya (Fifield, 2000). Nilai hasil pengukuran diwakili oleh nilai rata-rata pengukuran, sedangkan nilai yang sebenarnya adalah nilai yang diharapkan sesuai dengan hasil perhitungan (Harvey, 2000). Akurasi pengukuran dipelajari dengan cara mengukur konsentrasi larutan surfaktan standar dengan konsentrasi tertentu menggunakan kurva kalibrasi elektrode yang diperoleh. Dari hasil pengukuran ini selanjutnya ditentukan kesalahan relatif menggunakan persamaan (Harvey, 2000): Kr =
xi − xt xt
x 100%
(III.7)
53
dengan Kr adalah kesalahan relatif, xi dan xt berturut-turut adalah nilai hasil pengukuran dengan kurva kalibrasi dan nilai sesungguhnya.
III.3.6 Penentuan kedapat-ulangan (reproducibility) respon elektrode
Menurut rekomendasi IUPAC, kedapat-ulangan diartikan sebagai simpangan baku data potensial yang terkumpul dalam serangkaian pengukuran potensial larutan dengan konsentrasi yang bervariasi (Buck, 1994). Kedapat-ulangan ditentukan untuk dua buah elektrode Au-PPy-DS dengan proses penyiapan secara voltametri siklik menggunakan elektrolit pendukung yang berbeda. Sebuah elektrode disiapkan menggunakan elektrolit pendukung KNO3 0,10 M, sedangkan elektrode yang lain disiapkan menggunakan elektrolit pendukung gabungan KNO3 0,10 M dan KClO4 0,05 M. Dalam penelitian ini, kedapat-ulangan dinyatakan berdasarkan simpangan baku respon elektrode dan ditentukan dengan mengukur respon potensial elektrode terhadap larutan NaDS 1,00 x 10-3 M, 1,00 x 10-4 M dan 1,00 x 10-5 M, masing-masing sebanyak 10 kali.
III.3.7 Penentuan rentang pH pengukuran
Tingkat keasaman larutan analit, dinyatakan dengan besaran pH, berpengaruh terhadap respon elektrode. Rentang pH pengukuran bagi elektrode Au-PPy-DS ditentukan dengan cara mengukur respon potensial elektrode terhadap larutan NaDS standar 1,00 x 10-4 M dengan variasi pH antara 2,00 – 10,00, sedangkan untuk elektrode Au-PPy-OS, pengukuran dilakukan terhadap larutan NaOS standar 0,01 M dengan variasi pH yang sama.
III.3.8 Penentuan usia pemakaian elektrode
Salah satu parameter yang menjadi keunggulan suatu elektrode adalah usia (lama) pemakaian (lifetime) elektrode. Usia pemakaian elektrode ditentukan dari kestabilan sensitivitas elektrode yang diukur setiap hari sampai elektrode tersebut menunjukkan penyimpangan sensitivitas yang tajam.
54
III.3.9 Pengamatan morfologi membran polimer
Morfologi membran polipirol untuk setiap elektrode diamati setelah film polipirol dikelupas dari permukaan elektrode, kemudian dianalisis dengan scanning electron microscope (SEM). Pengamatan dilakukan pada bagian penampang
melintang dan permukaan membran.
III.3.10 Penentuan NaDS dan NaOS dalam sampel air
NaDS dan NaOS dalam sampel air ditentukan dengan metode penambahan standar tunggal. Kandungan NaDS dan NaOS yang diperoleh dinyatakan dengan persen perolehan kembali (recovery). Air yang digunakan sebagai sampel adalah air distilasi, air ledeng dan air minum dalam kemasan (AMDK). Adapun metode penambahan standar ganda dilakukan terhadap larutan simulasi sebagai validasi metode pengukuran secara potensiometri dengan elektrode yang dibuat. Untuk penentuan kandungan NaDS dalam sampel, dilakukan penambahan larutan NaDS standar ke dalam setiap sampel, sehingga diperoleh konsentrasi larutan standar 1,00 x 10-4 M. Potensial larutan sampel tersebut kemudian diukur dengan elektrode Au-PPy-DS dan hasilnya dialurkan pada kurva kalibrasi larutan NaDS standar. Dari data hasil pengukuran ini selanjutnya dilakukan penghitungan persen perolehan kembali. Untuk penentuan NaOS dalam sampel air, ke dalam setiap sampel ditambahkan NaOS standar sampai konsentrasinya 0,01 M. Prosedur penentuan NaOS dilakukan dengan cara yang sama dengan penentuan NaDS.
55