Bab III Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian yang dilakukan sebagai berikut : a. Tinjauan Pustaka b. Pengambilan sampel tanah ⇒ Pengambilan sampel tanah di Cibodas dan Cibitung, merupakan bagian dari Desa Cirawa Mekar Kabupaten Bandung Raya c. Pengujian awal sampel tanah ⇒ Pengujian CBR laboratorium (di laboratorium Itenas) d. Pemodelan tanah ⇒ Kegiatan pembuatan model kompaksi ⇒ Kegiatan pembuatan model perkerasan jalan e. Pengujian di lapangan ⇒ Kegiatan pengambilan citra georadar pada model ⇒ Kegiatan pengambilan citra georadar pada jalan desa (500 m) ⇒ Kegiatan pengujian dengan DCP f. Pengolahan data g. Kesimpulan dari hasil data
III.1. Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka dilakukan untuk menjelaskan beberapa teori penunjang yang diperlukan dalam menganalisis penelitian terutama yang berkaitan dengan kompaksi (Compaction), CBR (California Bearing Ratio), DCP (Dynamic Cone Penetrometer), perkerasan jalan, georadar serta program SPSS (Statistical Product and Service Solutions).
III - 1
Diagram Alir Penelitian
Pengambilan sampel tanah (Desa Cirawa Mekar)
Persiapan lubang untuk sampel model Pembuatan model dilanjutkan dengan pemadatan pada model Pengukuran georadar Model dilapisi pasir Pengukuran georadar Perkerasan lentur Pengukuran georadar Pengujian DCP
Analisis Data Kesimpulan Finish
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian
III - 2
III.2. Pengumpulan Material Tanah III.2.1 Kegiatan Pengambilan Sampel Tanah di Lapangan Sampel tanah
yang
di uji berupa sampel tanah asli yang tidak terganggu
(undisturbed) dan sampel tanah yang terganggu (disturbed), disesuaikan dengan standard ASTM. Sampel tanah lempung diambil dari daerah Cibitung dan tanah lempung berpasir diambil dari daerah Cibodas.
III.2.1.1 Pengambilan sampel tanah undisturbed Pengambilan sampel tanah undisturbed untuk mengetahui kadar air tanah asli yang akan diuji sehingga diketahui kondisi tanah yang sebenarnya. Pengambilan sampel tanah undisturbed dengan alat bor tangan (hand bores), dengan prosedur sebagai berikut : 1.
Tabung untuk sampel tanah dibersihkan bagian luar dan dalamnya, sehingga permukaan menjadi licin.
2.
Top soil dari tanah yang akan diambil dibuang sedalam 0,5 m agar bersih dari sampah-sampah dan rumput.
3.
Tabung untuk sampel tanah disiapkan, lalu tungkai atas di pukul dengan palu sampai masuk ke dalam tanah. Setelah tabung penuh oleh tanah, kemudian dicabut memakai stang bor yang dimasukan pada lubang diatas tabung.
4.
Setelah tabung dicabut, kedua ujung tabung diberi parafin dan di bungkus plastik.
5.
Tabung disimpan di tempat yang tidak terkena sinar matahari agar tidak terjadi penguapan kadar air.
III.2.1.2 Pengambilan sampel tanah Disturbed Dalam pelaksanaan penelitian dibutuhkan cukup banyak sampel tanah disturbed. Pengambilan sampel tanah dengan menggunakan cangkul dan sekop kemudian dimasukan ke dalam karung sesuai dengan kebutuhan. Sampel tanah disturbed dikeringkan dengan bantuan sinar matahari, setelah sampel tanah siap kemudian dilakukan percobaan laboratorium.
III - 3
III.3 Kegiatan Pengujian awal sampel tanah di Laboratorium Pengujian sampel di laboratorium yang meliputi : a. Tanah Tidak Terganggu (undisturbed) : ¾
Kadar air (ASTM D – 2216)
¾
Berat isi tanah (ASTM D – 2937)
b. Tanah Terganggu (disturbed) : ¾
Berat jenis tanah (ASTM D – 854)
¾
Batas – batas atterberg (ASTM D – 423)
¾
Analisa ukuran butir (ASTM D – 421)
¾
Hidrometer (ASTM D – 422)
¾
Kompaksi (ASTM D – 698)
III.3.1 Kegiatan Pengujian Indeks Properties Untuk pengujian indeks properties tanah prosedurnya sesuai dengan ASTM, yaitu: a. Kadar air tanah (ASTM D – 2216) Kadar air tanah adalah perbandingan antara berat air dan berat butiran padat dari volume yang diselidiki. b. Berat isi tanah (ASTM D – 2937) Berat isi tanah merupakan penentuan berat suatu tanah dengan volume tertentu. Dilakukan dengan cara menekan sebuah ring ke dalam tanah asli, kemudian diratakan bagian atas dan bawahnya setelah itu tanah dikeluarkan lalu dihitung beratnya. Berat tanah tersebut lalu dibagi dengan volume ring maka hasil berat isi tanah didapat. c. Berat jenis (ASTM D – 854) Berat jenis (Gs) ditentukan secara akurat di laboratorium, untuk tanah berlempung atau berlanau, harga berat jenis berkisar antara 2,6 sampai 2,9. d. Batas atterberg (ASTM D – 4318) Batas – batas Atterberg terdiri dari : 1. Batas cair Yaitu transisi kadar air dari keadaan plastis ke keadaan cair, alat yang digunakan untuk pengujian ini adalah mangkuk kuningan yang bertumpu
III - 4
pada dasar karet yang keras. Untuk pengujian, tanah yang lolos saringan no. 40 diberi air secukupnya kemudian diaduk hingga homogen dan membentuk pasta, lalu di letakkan dalam mangkok dan diratakan dengan menggunakan spatula, kemudian digores tepat di tengah dengan alat penggores. Alat pemutar digerakkan, mangkok akan naik turun, tanah yang digores tadi akan menyatu lagi. Saat tanah menyatu dengan panjang 12.7 mm, jumlah ketukan dan kadar air dicatat. Percobaan di lakukan beberapa kali untuk tanah yang sama dengan kadar air yang berbeda hingga membentuk grafik dengan jumlah ketukan dan kadar air yang berbeda, dari grafik di dapat batas cair pada ketukan ke 25 kali. 2. Batas plastis Pada pengujian batas plastis ini tanah yang lolos saringan no. 40 dan di beri air kemudian di aduk hingga homogen, digulung hingga pada saat diameternya 3 mm tanah tersebut retak. Kemudian di hitung kadar airnya. 3. Batas susut Pengujian batas susut di lakukan dengan menggunakan mangkok kecil yang telah di lapisi pelumas, kemudian di isi oleh pasta tanah dan permukaan tanah di ratakan oleh penggaris atau spatula,setelah itu di timbang. Kemudian di keringkan di dalam oven. Volume dari sampel tanah di tentukan dengan menggunakan dengan air raksa. e. Analisa saringan (ASTM D – 421) Analisa saringan adalah mengayak dan mengetarkan sampel tanah melalui satu set saringan, dimana diameter saringan tersebut makin kecil secara berurutan. Tanah yang tertahan dan lolos saringan tersebut kemudian dihitung persentasenya. f. Hydrometer (ASTM D – 422) Analisis hydrometer di gunakan untuk tanah yang lolos saringan no 200. Analisis hydrometer di dasarkan pada prinsip pengendapan butir-butir tanah dalam air. Sampel tanah yang dilarutkan dalam air, akan mengendap dengan kecepatan yang berbeda tergantung pada bentuk, ukuran dan beratnya.
III - 5
III.3.2. Kegiatan Pengujian Pemadatan (Kompaksi) Sebelum dilakukan pengujian pemadatan di lapangan, maka dilakukan pengujian pemadatan di laboratorium terlebih dahulu untuk mengetahui kadar air optimum tanah yang akan diuji di lapangan. Proses pengujian pemadatan ini mengacu pada prosedur ASTM D-698. Pada pengujian ini akan didapatkan berat volume tanah kering dan kadar air optimum (OMC). Dari berat volume tanah kering dan kadar air yang di dapatkan akan di buat kurva pemadatan. III.3.2.1 Peralatan pemadatan (Kompaksi) Alat-alat yang digunakan untuk pengujian pemadatan adalah : 1. Palu karet / kayu 2. Ayakan no. 4 3. Kantong plastik 4. Pisau untuk meratakan permukaan tanah 5. 1 set alat kompaksi (pemadatan)
Alat yang di gunakan untuk pemadatan ini, menggunakan alat uji standard proctor, dengan ukuran sebagai berikut : ⇒ Mold
diameter
: 10,16 cm
Volume
: 947 cm 3
⇒ Hammer (penumbuk)
: 2,5 kg
⇒ Tinggi jatuh
: 304 mm
⇒ Jumlah lapisan
: 3 lapis
⇒ Jumlah tumbukan
: @ 25 kali
III.3.2.2 Persiapan Benda Uji Sebelum melakukan pengujian, dilakukan dulu persiapan benda uji, antara lain: 1. Sampel tanah yang akan diuji dipersiapkan, kemudian sampel tanah dijemur sampai kering udara (air drained). Proses kering udara ini memerlukan waktu beberapa hari. 2. Setelah diperkirakan mencapai kering udara, gumpalan sampel tanah tersebut dihancurkan dengan palu karet atau palu kayu.
III - 6
3. Sampel tanah yang telah dihancurkan (dalam keadaan lepas), kemudian disaring dengan saringan no.4, hasil saringan digunakan untuk pengujian. 4. Hasil saringan diaduk hingga merata dan dimasukan ke dalam kantong plastik kemudian diikat, hal ini dimaksudkan agar sampel tanah tersebut memiliki kondisi seragam.
III.3.2.3 Prosedur Pengujian Kompaksi Prosedur pengujian pemadatan yang di lakukan, adalah : 1. Siapkan sampel tanah hasil ayakan seberat 3 kg sebanyak 5 kantong tanah. 2. Untuk mengetahui kadar air yang harus diberikan pada sampel-sampel tanah, maka harus diperkirakan dulu kadar air optimumnya. Kadar air optimum dapat diperkirakan dari gambar yang menunjukan hubungan antara kadar air optimum, batas cair dan batas plastis. 3. Setelah di ketahui perkiraan kadar air optimumnya, kemudian di buat kadar air untuk perkiraan yaitu kurang lebih 5 % sampai kadar air optimum sebenarnya ditemukan. 4. Masing-masing sampel tanah ditambahkan air secara merata dengan kadar air yang berbeda seperti yang telah di perkirakan. Kemudian diaduk agar kadar airnya benar-benar merata. 5. Kemudian masing-masing tanah tersebut dimasukan kembali ke dalam kantong plastik yang kemudian diikat dan dibiarkan selama 24 jam, agar kadar airnya seragam. 6. Mold yang akan digunakan dibersihkan, ditimbang beratnya dan diukur volumenya. 7. Untuk lapisan pertama, masukan sampel tanah tersebut ke dalam mold, kemudian tumbuk dengan hammer secara merata. Selanjutnya untuk lapisan ke-2 dan ke-3, cara pengerjaannya sama. 8. Setelah
dilakukan
penumbukan,
tanah
permukaan
diratakan
dengan
menggunakan pisau. 9. Tanah dikeluarkan dari mold dan diambil bagian atas, tengah dan bawah sebanyak beberapa gram, kemudian dioven selama 24 jam untuk mengetahui kadar airnya.
III - 7
10. Setelah didapat masing-masing kadar airnya sebanyak lima buah, buat grafik berat isi kering terhadap kadar air. Dari grafik tersebut didapat kadar air optimum yang sebenarnya, yang akan digunakan sebagai kadar air untuk pemadatan.
III.3.3. Kegiatan Pengujian California Bearing Ratio (CBR) III.3.3.1. Alat-alat dan bahan 1. Mesin penetrasi (penetrasi machine) dengan kecepatan penetrasi sebesar 1,27 mm/menit. 2. Cetakan logam (mold) berbentuk silinder dengan diameter dalam 152.4 ± 0.6609 mm, tinggi 50,8 mm dan keping lubang tidak lebih dari 1,59 mm. 3. Piringan pemisah dari logam (spacer disk) dengan diameter 150,8 mm dan tebal 61.4 mm. 4. Alat penumbuk (compaction ratrainer) yang sesuai dengan cara pengujian pemadatan biasanya 2,45 kg atau 4,45 kg. 5. Alat pengukur pengembangan yang terdiri dari keping pengembangan yang berlubang, batang pengatur, tripod logam dan arloji pengukur pengembangan. 6. Keping beban (surcharge weight) dengan berat 2,7 kg, diameter 194,2 mm dengan diameter lubang tengah 54,2 mm 7. Torak penetrasi dari logam berdiameter 49,5 mm, luas 1935 mm2 dan panjang tidak kurang dari 101,6 mm 8. Satu buah arloji pengukur beban (dial gauge dengan skala 0,01 mm) dan satu buah arloji pengukur penetrasi. Peralatan lain seperti talam, alat perata dan bak air. 9. Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram III.3.3.2. Prosedur pengujian Persiapan pengujian dilakukan dengan cara yang berbeda untuk sampel yang tidak direndam (unsoaked sample) dan sampel yang terendam (soaked sample)
II.3.3.2.1. Sampel yang tidak direndam (unsoaked sample) Benda uji harus dipersiapkan menurut cara pengujian pemadatan standar (standart compaction test)
III - 8
1. Ambil sampel tanah kira-kira 12 kg atau lebih utnuk tanah yang berbutir halus, lewat saringan no 4 atau 15 kg untuk material ukuran maksimum butir 19 mm. 2. Tanah dicampur dengan air sehingga mendekati kadar air optimun sesuai dengan hasil pemadatan. Jika diinginkan kadar air yang merata diamkan sampel selama 24 jam (curing test) lalu tutup rapat-rapat agar tidak terjadi penguapan. 3. Sebelum dilakukan pemadatan tanah, diambil sampel tanah untuk dihitung kadar airnya. 4. Pasang cetakan pada keping alas dan timbang beratnya. Masukkan piringan pemisah (space disk) diatas keping alas dan pasang kertas saringan diatasnya. 5. padatkan sampel tanah tersebut didalam cetakan sesuai dengan standart ASTM D698 metode B untuk tanah berbutir halus (fine grained soil) dan D1557 metode D untuk tanah berbutir kasar (coarse grained soil) atau sesuai dengan yang ditentukan instruktur, kemudian ambil contoh tanah utnuk diukur kadar airnya. 6. Buka leher sambungan dan ratakan tanah dibagian atas cetakaan dengan alat perata, tambal lubang-lubang yang mungkin terjadi akibat lepasnya butir-butir kasar dengan butiran yang halus. 7. Keluarkan piring pemisah dan balikkan dan balikkan cetakan, timbang berat cetakan dan tanah yang telah dipadatkan dan tentukan berat isi tanah. 8. Pasang kertas saring pada kedua permukaan tanah pada cetakan lalu pasang kembali dengan posisi dibalikkan. Dengan demikian sampel yang tidak terendam telah siap untuk diuji.
II.3.3.2.2. Sampel yang direndam (soaked sample) 1. Pasang keping pengembang diatas permukaan benda uji dan keping pemberat yang dikehendaki minimal 4,5 kg atau disesuaikan dengan beban perkerasan. Rendam cetakan dalam bak air hingga air dapat merembes dari atas ke bawah. 2. Pasang tripod beserta arloji pengukur pengembangan (dial gauge,skala 0,01 mm).
III - 9
3. Atur alat pengukur pengembangan pada posisi nol kemudian baca besarnya pengembangan untuk setiap selang waktu, 0; 1; 2; 4; 8; 12; 24; 36; 48;72 dan 96 jam. Pembacaan dapat dihentikan sebelum 96 jam jika setelah 48 jam pembacaan pengembangan 24 jam terakhir konstan. 4. Setelah 96 jam keluarkan cetakan dari bak air dan miringkan selama 15 menit sehingga air bebas mengalir. Jagalah agar selama pengaliran air sampel tanah tidak terganggu. 5. Ambil beban dari keping atas kemudian cetakan beserta isinya ditimbang. Dengan demikian sampel yang direndam telah siap untuk diuji.
III.3.3.3. Pelaksanaan pengujian 1. Letakkan keping pemberat minimal 4,5 kg atau sesuai dengan perkerasan diatas permukaan benda uji. 2. Tempatkan benda uji pada mesin penetrasi dan atur torak penetrasi pada permukaan benda uji sehingga arloji beban menunjukkan beban awal sebesar 4,5 kg. Pembebanan permulaan ini diperlukan untuk menjamin bidang sentuh yang sempurna antara tanah dan torak. Kemudian arloji pengukur dinolkan. 3. Berikan pembebanan dengan teratur sehingga kecepatan penetrasi mendekati 1,27 mm/menit. Catat pembebanan pada saat penetrasi sebesar 0; 0,5; 1; 1,5; 2; 2,5; 3; 4; 5,0; 6,0; 7,5; 9,0; 10,0; dan 12,5 mm 4. Catat beban maksimal dan penetrasinya bila pembebanan maksimal diperoleh pada saat penetrasi belum mencapai 12,5 mm 5. Keluarkan (extrude) benda uji dari cetakan, untuk sampel yang tidak terendam ambil dua sampel untuk pengukuran kadar air sedangkan untuk sampel yang direndam (soaked sample) ambil tiga sampel dari bagian atas,tengah dan bawah sampel.
III.3.4. Kegiatan Pengujian Dynamic Cone Penetrometer (DCP) III.3.4.1. Peralatan yang digunakan. 1. Mistar ukur 2. Batang penetrasi 3. Konus
III - 10
4. Landasan penumbuk 5. Stang pelurus
III.3.4.2. Prosedur pengujian 1. Letakkan alat cone penetrometer yang telah dirakit diatas tanah yang akan diperiksa sehingga berada dalam posisi vertikal, penyimpangan sedikit saja akan menyebabkan kesalahan pengukuran yang relatif besar. 2. Baca posisi awal penunjuk mistar (Xo) dalam satuan mm yang terdekat. Penunjukan Xo ini tidak perlu tepat pada angka nol (0) karena nilai Xo akan diperhitungan pada nilai penetrasi. Masukkan nilai Zo pada formulir perhitungan data kolom ke-2 untuk tumbukan n=0 (baris ke-1). 3. Angkut palu penumbuk sampai menyentuh pegangan lalu lepaskan sehingga menumbuk landasan penumbuk itu, ini menyebabkan konus menembus tanah dibawahnya. 4. Baca posisi penunjukan mistar ukur (X1) setelah terjadi penetrasi. Masukkan nilai X1 pada formulir pada kolom ke-2 pada baris ke-2 (n=1). Isilah kolom ke-3 pada formulir data, yaitu selisih antara X1 dan X0 (X0-X1). Kemudian isi formulir data besarnya nilai berdasarkan tabel CBR. 5. Ulangi lagi prosedur ke-4 berulangkali sampai batas yang akan diperiksa. Masukkan data X2, X3, .... ,Xn pada kolom ke-2 sesuai dengan baris n=2, n=3, ...n=n 6. Isilah kolom ke-3 pada formulir data yaitu selisih antara nilai X1 dengan X0 (1,2,3...,n). Isilah kolom ke-4 (tumbukan per 25 mm) dengan melihat tabel CBR.
III.4 Pemodelan Tanah III.4.1 Kegiatan Pembuatan Model Lapisan Tanah 1. Mula-mula digali 2 buah lubang dengan ukuran (10,0 x 0,4 x 0,7) m 0,7 m (10,0 x 0,5 x 0,5 )m
Di gali 2(dua ) lubang
III - 11
2. Lubang I di isi dengan lempung dan lubang II di isi dengan lempung berpasir dengan kadar air (w) dan berat jenis (γ), kemudian di kompaksi/dipadatkan setelah itu dilakukan pencitraan dengan georadar sebanyak 3 (tiga) lintasan. 0,1 m 0,5 m
(10,0 x 0,5 x 0,5 ) m Lempung 0,1 m 0,5 m
(10,0x 0,5x 0,5)m Lempung berpasir
III.4.2 Kegiatan Pembuatan Model Perkerasan Lentur 1. Diatas lapisan tanah lempung (lubang I) dan tanah lempung berpasir (lubang II) di isi dengan pasir sebagai lapisan pondasi bawah kemudian dilakukan pencitraan dengan georadar sebanyak 3 (tiga) lintasan 0,1 m 0,5 m
(10,0 x 0,5 x 0,5 ) m Lempung 0,1 m 0,5 m
(10,0x0,5x 0,5)m Lempung berpasir
2. Diatas lapisan pasir diletakkan batu pecah dengan ukuran 7/12 cm sebagai lapisan pondasi atas
kemudian dilakukan
pencitraan dengan georadar
sebanyak 3 (tiga) lintasan. 0,1 m
0,5 m
(10,0 x 0,5 x 0,5 )m Lempung 0,1 m 0,5 m
(10,0x0,5x0,5)m Lempung berpasir
III - 12
3. Diatas lapisan batu pecah diberi lapisan batu pecah dengan ukuran 2/5 cm kemudian dilakukan lagi pencitraan dengan georadar sebanyak 3 (tiga) lintasan. 0,1 m
0,5 m
(10,0 x 0,5 x 0,5 )m Lempung 0,1 m 0,5 m
(10,0x0,5x0,5)m Lempung berpasir
4. Diatas lapisan lapisan batu pecah diberi lapisan aspal lalu ditaburi pasir kemudian dilakukan pencitraan dengan georadar sebanyak 3 (tiga) lintasan. 0,1 m
0,5 m
(10,0 x 0,5 x 0,5 )m Lempung 0,1 m 0,5 m
(10,0x0,5x0,5)m Lempung berpasir
III.5. Kegiatan Pengukuran Georadar Kegiatan pencitraan georadar dilakukan setelah sampel siap. Pencitraan dilakukan 3 (tiga) kali lintasan agar dapat diperoleh data yang lebih akurat. Pengukuran menggunakan georadar digital yang merekam data dengan arah TP1 s/d TP18 dan sebaliknya dan umumnya tegak lurus arah sumbu benda obyek. Georadar digital yang digunakan adalah produksi GSSI tipe SIR – 2 yang terdiri dari unit utama sebagai control dan berupa suatu CPU AT – 486 DX -2, kabel fiber optik sebagai penghubung ke antena dan antena monostatik dimana unit pemancar dan penerima menjadi satu. Dari antena monostatik ini dilakukan pengukuran berdasarkan “ zero offset “ dan gelombang yang di pancarkan adalah gelombang dengan sudut datang dan pantul tegak lurus permukaan benda obyek.
III - 13
Karena pemodelan cukup dangkal dan diharapkan hasil pengukuran cukup mempunyai resolusi tinggi maka telah digunakan antena dengan frekuensi 900 MHz.
III.5.1. Pengolahan Data Pengolahan data lapangan hasil rekaman dari unit control, data tersebut di transfer ke komputer kemudian di olah menggunakan perangkat lunak RADAN v.3.1. penampilan data georadar setiap lintasan dapat dilihat pertama-tama adalah posisi tanda jarak apakah sudah sesuai dengan skala jarak yang sama. Bila untuk tanda jarak yang sama tetapi dalam penampilan teryata menunjukan selang yang berbeda, maka koreksi statik dapat digunakan untuk normalisasi jarak tersebut. Penggunaan filter frekuensi lolos rendah maupun tinggi penting terutama untuk mengurangi “ flat flaying “ yaitu gelombang pantul berulang yang ditimbulkan oleh bidang–bidang “ horizontal “ yang umumnya merupakan gelombang panjang sehingga frekuensi rendah. Frekuensi ini dapat direduksi dengan filter frekuensi lolos tinggi. Sedang untuk filter frekuensi lolos rendah umumnya digunakan untuk mengeliminasi semua derau frekuensi tinggi yang sering nampak pada data georadar yang relative dalam. Filter lolos rendah juga dapat digunakan untuk mereduksi arah horizontal derau “ snow “ yang berupa citra seperti kabut dan juga menghaluskan data. Gelombang ulang (multipel) atau “ringing “ terjadi bila sinar gelombang georadar memantul kembali dan berlanjut diantara suatu bidang obyek misalnya lapisan lempung basah dengan antena. Hal ini akan menyebabkan pola refleksi berulang. Refleksi berulang dapat terjadi pula di muka air tanah, batuan dasar atau rongga. Untuk menghilangkan gelombang refleksi ulang tersebut dapat digunakan metode dekonvolusi atau filter invers. Selain itu dekonvolusi juga dapat digunakan untuk merestorasi resolusi arah vertikal gelombang georadar karena bumi telah berfungsi sebagai filter saat gelombang EM melewatinya dengan mengurangi informasi data frekuensi tinggi. Dekonvolusi yang digunakan di sini adalah metoda dekonvolusi prediktip, yaitu suatu metoda yang menggunakan dekonvolusi “ spiking “ dengan memperkirakan bentuk pulsa yang di pancarkan ketika sinyal antena di kopling ke dalam tanah. Untuk itu perlu diasumsikan
III - 14
panjang wavelet yang di sebut “ operator length “. Penggunaan filter yang lebih panjang dapat memberikan wavelet dan hasil yang lebih baik, namun memerlukan waktu pengolahan yang lama. Berdasarkan sifat gelombang pantul yang memenuhi prinsip Huygen, maka setiap titik pantul akan mengembalikan gelombang tersebut dalam bentuk gelombang difraksi hiperbola. Selain itu bidang pantul yang miring juga akan termigrasi (tergeser) dari posisi sebenarnya. Prose migrasi dengan RADAN v.3.1 dapat dilakukan dengan menyesuaikan parameter kecepatan relative antara media sekeliling dengan lapisan (titik) bidang pantul. Pada pengolahan data disini digunakan migrasi Kirchhoff karena lebih teliti. Bila pemilihan parameter kecepatan relative tidak sesuai, maka akan terjadi “ under atau over migrated “. Hal tersebut ditandai dengan masih nampaknya pola
“
frown “ bila masih under- migrated. Migrasi perlu untuk menampilkan bentukbentuk siklin, antisinklin, bidang miring dan ujung lapisan kedalam bentuk dan posisi yang benar. Inti dari pengukuran menggunakan alat georadar ini adalah diperoleh amplitudo gelombang EM pada saat pengukuran dilakukan sehingga didapat amplitudo untuk masing – masing sampel tanah.
III.6. Metode Pengolahan Data Metode pengolahan analisa data yang dilakukan dalam kegiatan penelitian ini menggunakan Program Microsoft Excel XP dan Program statistik SPSS v.13 dimana di dalam program tersebut data-data hasil penyelidikan tanah baik di lapangan maupun di laboratorium serta data hasil penyelidikan tanah dengan menggunakan alat georadar dikumpulkan. Setelah semua data dikumpulkan, dibuat grafik hubungan korelasi antara masing-masing data keluaran hasil penyelidikan tanah baik di lapangan maupun di laboratorium dengan data keluaran hasil penyelidikan tanah menggunakan alat georadar. Setelah grafik hubungan korelasi dibuat, dilakukan regresi untuk mendapatkan hubungan korelasi data yang ditampilkan dalam bentuk suatu persamaan. Persamaan dianggap valid atau dapat diterima apabila nilai R2 yang dihasilkan dari persamaan tersebut secara teknis lebih besar dari 0,5.
III - 15
Adapun jenis-jenis regresi yang dapat dilakukan untuk mendapatkan hubungan korelasi data adalah sebagai berikut : a. Regresi Linear Dalam grafik, jika antara titik satu dengan titik yang lainnya dihubungkan dengan suatu garis, maka akan diperoleh garis yang tidak lurus. Tetapi, jika diambil suatu garis yang mewakili rata-rata dari seluruh titik-titik tersebut, maka akan diperoleh garis lurus. Garis lurus itulah yang merupakan garis regresi linear. Pada persamaan regresi linear dengan satu variabel bebas, persamaan yang dihasilkan pada umumnya berbentuk : Y = a + bx b. Regresi Logarithmic Dalam grafik, jika diambil suatu garis yang mewakili rata-rata dari seluruh titik, maka akan diperoleh garis lengkung yang merupakan garis regresi logarithmic. Pada persamaan regresi logarithmic dengan satu variabel bebas, persamaan yang dihasilkan pada umumnya berbentuk : Y = a + b ln(x) c. Regresi Polynomial Dalam grafik, jika diambil suatu garis yang mewakili rata-rata dari seluruh titik, maka akan diperoleh garis lengkung yang merupakan garis regresi polynomial. Pada persamaan regresi polynomial dengan satu variabel bebas order dua, persamaan yang dihasilkan pada umumnya berbentuk : Y = a + bx + cx2 d. Regresi Power Dalam grafik, jika diambil suatu garis yang mewakili rata-rata dari seluruh titik, maka akan diperoleh garis lengkung yang merupakan garis regresi power. Pada persamaan regresi power dengan satu variabel bebas, persamaan yang dihasilkan pada umumnya berbentuk : Y = axb e. Regresi Exponential Dalam grafik, jika diambil suatu garis yang mewakili rata-rata dari seluruh titik, maka akan diperoleh garis lengkung yang merupakan garis regresi
III - 16
exponential. Pada persamaan regresi exponential dengan satu variabel bebas, persamaan yang dihasilkan pada umumnya berbentuk : Y = aebX III.7. Statistical Product and Service Solutions (SPSS) III.7.1. Sejarah SPSS SPSS sebagai software statistik pertama kali dibuat pada tahun 1968 oleh tiga mahasiswa Stanford University, yang dioperasikan pada komputer mainframe. Pada tahun 1984, SPSS pertama kali muncul dalam bentuk versi PC ( dapat dipakai untuk komputer desktop) dengan nama SPSS/PC+ dan sejalan dengan semakin populernya sistem operasi windows maka SPSS pada tahun 1992 juga mengeluarkan versi windows. Dalam perkembangannya antara tahun 1994 hingga 1998, SPSS melakukan berbagai kebijakan strategis untuk pengembangan software statistik, dengan mengakusisi sofware-software terkemuka hingga. Pada akhirnya SPSS yang tadinya hanya bagi pengelolaan data statistik untuk ilmu sosial (SPSS saat itu adalah singkatan dari Statistical Package for the Social Sciences) diperluas dengan berbagai jenis user seperti untuk proses produksi di pabrik, riset-riset ilmu sains dan lainnya sehingga sekarang kepanjangan SPSS adalah Statistical Product and Service Solutions.
III.7.2 Cara Kerja SPSS III.7.2.1. Komputer Pada dasarnya komputer berfungsi mengolah data menjadi informasi yang berarti. Data yang akan diolah dimasukkan seperti input, kemudian proses pengolahan data oleh komputer dihasilkan output berupa informasi untuk kegunaan lebih lanjut. Pengolahan data menjadi informasi dengan komputer: Input Data
Proses Komputer
Output data (Informasi)
III.7.2.2. Statistik Statistik juga mempunyai fungsi yang sama dengan komputer, yaitu mengolah data dengan perhitungan statistik tertentu menjadi informasi yang berarti.
III - 17
Proses perhitungan dengan statistik
Input Data
Output data (Informasi)
Proses Statistik
III.7.2.3. Statistical Product and Service Solutions (SPSS) Proses pengolahan data pada SPSS mirip dengan proses pada komputer dan statistik, hanya pada SPSS ada variasi penyajian input dan output data. Input Data dengan Data Editor
Proses dengan Data Editor
Output data dengan Output Navigator
Proses pengolahan data dengan SPSS: 1. Data yang akan diproses dimasukkan lewat menu Data Editor yang otomatis muncul di layar saat SPSS di jalankan. 2. Data yang telah diinput kemudian diproses lewat menu Data Editor 3. Hasil pengolahan data muncul dilayar (windows) yang lain dari SPSS, yaitu Output Navigator. Pada menu Output Navigator, informasi atau output statistik dapat ditampilkan secara: a. Teks atau tulisan, Pengerjaan (perubahan bentuk huruf, penambahan, pengurangan dan lainnya) yang berhubungan dengan output berbentuk teks dapat dilakukan lewat menu Text Output Editor. b. Tabel, Pengerjaan (pivoting tabel, penambahan, pengurangan tabel dan lainnya) yang berhubungan dengan output berbentuk tabel dapat dilakukan lewat menu Pivot Table Editor. c. Chart atau Grafik. Pengerjaan (perubahan file grafik dan lainnya) yang berhubungan dengan output berbentuk grafik dapat dilakukan lewat menu Chart Editor.
III - 18
III.7.3. Statistical Product and Service Solutions v.13 (SPSS v.13) Anilsis Pengolahan data untuk studi korelasi pada penelitian ini menggunakan program SPSS v.13. Untuk analisa regresi langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Menginput data ke data editor, dengan memasukkan nilai kedalam Data View dan mendefenisikan data ke dalam variabel view.
Gambar 3.2. Input data editor 2. Klik menu Analyze, pilih regression. Terdapat 2 (dua) pilihan Linear dan Curva Estimation.
Gambar 3.3. Menu analyze 3. Pada Option Regresi, pilih Linear maka akan muncul dialog linear regression. Masukkan variabel Y ke kotan Dependent dan kemudian variabel x1, x2,... ke kotak Independents, selanjutnya klik ok.
III - 19
Gambar 3.4. Dialog linear regression 4.
Pada option Regresi, pilih Cuve estimation maka akan muncul dialog curve estimation. Masukkan data ke kotak dialog dan pilih regresi yang akan digunakan, selanjutnya klik ok
Gambar 3.5. Dialog curve estimation 5. Hasil Output berupa file tersendiri dan dapat di save. Contoh hasil output regresi linear Amplitudo vs Kadar air TL, yang diolah dengan menggunakan program SPSS v.13
III - 20
Curve Fit Model Description Model Name
MOD_1
Dependent Variable
1
Amplitudo TL 0.6 m
Equation
1
Linear
Independent Variable
Kadar Air TL
Constant
Included Unspecified
Variable Whose Values Label Observations in Plots Case Processing Summary Total Cases
N 18
Excluded Cases(a)
0
Forecasted Cases
0
Newly Created Cases
0
a Cases with a missing value in any variable are excluded from the analysis. Variable Processing Summary Variables Dependent Amplitudo TL 0.6 m
Independent Kadar Air TL
Number of Positive Values Number of Zeros
18 0
18 0
Number of Negative Values
0
0
Number of Missing Values
0
0
0
0
User-Missing System-Missing
Model Summary and Parameter Estimates Dependent Variable: Amplitudo TL 0.6 m Equation
Model Summary
R Square F .850 90.797 The independent variable is Kadar Air TL. Linear
df1 1
Parameter Estimates df2 16
Sig. .000
Amplitudo TL 0.6 m
Observed
80.00
Linear
70.00
60.00
50.00
40.00 25.00
30.00
35.00
40.00
45.00
Kadar Air TL
III - 21
50.00
Constant -8.401
b1 1.749
III.8. Kesimpulan Dari Hasil Korelasi Data Kesimpulan diambil setelah hasil pengolahan data selesai. Tentang kesimpulan ini akan dijelaskan pada bab terakhir pada penelitian ini.
III - 22