BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Paradigma Penelitian Paradigma konstruktivisme adalah pendekatan secara teoritis untuk komunikasi
yang dikembangkan tahun 1970-an oleh Jesse Deli dan rekan-rekan sejawatnya. Teori konstruktivisme menyatakan bahwa individu melakukan interpretasi dan bertindak menurut berbagai kategori konseptual yang ada dalam pikirannya. Menurut teori ini, realitas tidak menunjukkan dirinya dalam bentuknya yang kasar, tetapi harus disaring terlebih dahulu melalui bagaimana cara seseorang melihat sesuatu 1 Konstruktivisme menolak pandangan positivism yang memisahkan subjek dan objek komunikasi. Dalam pandangan konstruktivisme , bahasa tidak lagi hanya dilihat untuk memahami realitas objektif belaka dan dipisahkan dari subjek sebagai penyampai pesan. Konstruktivisme justru menganggap subjek sebagai factor sentral dalam kegiatan komunikasi serta hubungan-hubungan sosialnya. Subjek memiliki kemampuan melakukan control terhadap maksud-maksud tertentu dalam setiap wacana. Teori konstruktivisme menyatakan bahwa individu menginterpretasikan dan beraksi menurut kategori konseptual dari pikiran. Realitas tidak menggambarkan diri individu namun harus disaring melalui cara pandang orang terhadap realitas tidak 1
Morissan. MA. Periklanan: Komunikasi Pemaasaran Terpadu, Kharisma Putra Utama, 2009
hal:107
46
menggambarkan diri individu namun harus disaring melalui cara pandang orang terhadap realitas tersebut. Teori konstruktivisme dibangun berdasarkan teori yang ada sebelumnya, yaitu konstruksi pribadi atau konstruksi personal (personal construct)2. Ia menyatakan bahwa orang memahami pengalamannya dengan cara mengelompokannya berbagai peristiwa menurut kesamaannya dan membedakan berbagai hal melalui perbedaannya. Paradigma konstruktivisme ialah paradigma dimana kebenaran suatu realitas sosial dilihat sebagai hasil konstruksi sosial, dan kebenaran suatu realitas sosial bersifat relative. Paradigma konstruktivisme ini berada dalam perspektif interpretivisme (penafsiran) yang terbagi dalam tiga jenis, yaitu interaksi simbolik, fenomologis dan harmeneutik. Paradigma konstruktivisme dalam ilmu sosial merupakan kritik terhadap paradigma positivis. Menurut paradigma konstruktivisme realitas sosial yang diamati oleh seseorang tidak dapat digeneralisasikan pada semua orang, seperti yang biasa dilakukan oleh kaum positivis. Konsep mengenai konstruksionis diperkenalkan oleh sosiolog interpretative, Peter L.Berger bersama Thomas Luckman. Dalam konsep kajian komunikasi, teori konstruksi sosial bisa disebut berada diantara fakta sosial dan defenisi sosial 3 Paradigma konstruktivisme yang ditelusuri dari pemikiran Weber, menilai perilaku manusia secara fundamental berbeda dengan perilaku alam, karena manusia bertindak sebagai agen yang mengkonstruksi dalam realitas sosial mereka, baik itu melalui pemberian makna maupun pemahaman perilaku menurut Weber, menerangkan
2 3
Zainal Arifin.penelitian pendidikan Metode dan Paradigma Baru. Bandung: Rosda Karya. 2012. Hal 140 Ibid
47
bahwa substansi bentuk kehidupan di masyarakat tidak hanya dilihat dari penilaian objektif. Weber juga melihat bahwa tiap individu akan memberikan pengaruh dalam masyarakatnya. Paradigma konstruktivisme dipengaruhi oleh perpektif interaksi simbolis dan perpektif strukturan fungsional. Perspektif interaksi simbolis ini mengatakan bahwa manusia secara aktif dan kreatif mengembangkan respons terhadap stimulus dalam dunia kognitifnya. Dalam proses sosial, individu manusia dipandang sebagai pencipta realitas sosial yang relative bebas di dalam dunia sosialnya. Realitas sosial itu memiliki makna manakala realitas sosial tersebut dikonstruksikan dan dimaknakan secara subjektif oleh individu lain, sehingga memantapkan realitas itu secara objektif. Interaksi simbolik pada awalnya merupakan suatu gerakan pemikirian dalam ilmu sosiologi yang dibangun oleh George Herbert Mead. Mead yang dikenal sebagai bapak Teori Interaksionisme Simbolik ini menekankan sebuah pemahaman dunia sosial berdasarkan pentingnya makna yang diproduksi dan diinterpresantasikan melalui symbol-simbol dalam interaksi sosial. 3.2.
Tipe Penelitian Semiotika Deskriptif adalah lingkup semiotika yang membahas tentang
semiotika tertentu, misalnya system tanda tertentu atau bahasa tertentu secara deskriptif4. Semiotic deskriptif, yakni semiotik yang memperhatikan system tanda yang dapat dialami oleh setiap orang, meskipun ada tanda yang sejak dahulu tetap seperti
4
Deddy Mulyana. Semiotika Dalam Riset Komunikasi. Ghalia Indonesia. Bogor. Hal 4
48
yang disaksikan sekarang. Misalnya, langit mendung sebagai tanda bahwa hujan akan segera turun, merupakan tanda permanen dengan interpretasi tunggal (monosemiotik)5. Berdasarkan penggunannya, semiotik dikelompokan dalam berbagai bidang, seperti yang dikemukakan Eco6 salah satunya semiotic kode buaya: mitos, model mentalis, struktur kekerabatan. Mitos adalah sebuah system komunikasi, bahwa mitos adalah sebuah pesan. Maka, mitos tidak mungkin berupa objek, konsep, atau gagasan. Mitos adalah mode penandaan, sebuah wujud. Barthes pun percaya bahwa semua benda bisa menjadi mitos. Asalkan benda tersebut sudah mengandung pesan, maka benda itu menjadi mitos7. Sifat-sifat lain dari mitos yang diusulkan oleh materinya, melainkan oleh pesan yang disampaikan. Mitos tidak selalu bersifat verbal, sehingga juga ada mitos dalam bentuk film, lukisan, patung, fotografi, iklan, atau komik8. Mitologi adalah bagian dari semiologi, yaitu ilmu yang luas tentang tanda dan bentuk. Baik mitologi maupun semiologi berurusan dengan nilai dan tidak puas dengan fakta. Fakta didefinisikan dan dijelajahi sebagai tanda bagi hal lainnya. Menurut Barthes dalam mitos ditemukan pola tiga dimensi penanda, petanda, dan tanda. Tapi mitos adalah sebuah system khusus yang dibangun darri ranrai semiologis yang sudah ada sebelumnya9.
5
Deddy Mulyana, Semiotik Dalam Riset Komunikasi. Ghalia Indonesia. Bogor. Hal 4 Eco. Van Zoest, 1933, Rahayu Hidayat 7 Rolland Barthes, Mythologies 1972:107 8 Barthes dalam Zaimar, 2008:58 9 Barthes, 1972:107 6
49
Intensional mitos merupakan salah satu jenis wacana yang dinyatakan secara itensional. Mitos berakar dari konsep historis, pembacalah yang harus menemukan mitos tersebut10 3.3
Metode Penelitian Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang hasil temuannya tidak
berdasarkan pada perhitungan angka-angka statistik. Penelitian kualitatif tidak memiliki rumus atau aturan absolute untuk mengolah dan menganalisis data. Penelitian ini tidak berupa angka, namun lebih banyak berbentuk narasi, deskripsi, cerita dokumen tertulis dan tidak tertulis. Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan adalah berupa teks, warna, visual berupa foto atau gambar dan bukanlah angka-angka. Sobur mengemukakan
11
dalam melakukan analisis data dibutuhkan adanya kepekaan teoritis,
karena peneliti sebenarnya sedang melakukan upaya pengembangan teori. Jenis penelitian ini memberi peluang yang besar bagi dibuatnya intrepretasi-intrepretasi alternatif. Untuk menganalisis data-data yang ada, peneliti menggunakan metode analisis semiotika.
Melalui
pendekatan
semiotika,
tanda-tanda
didalam
iklan
dapat
diinterpretasikan secara mendalam sehingga didapatkan penjelasan terperinci mengenai makna dibalik tanda-tanda yang ada, dan selanjutnya mengungkapkan ideologi yang dibawa pengiklan melalui iklan yang diteliti. Semiotika merupakan metode yang dapat digunakan dalam penelitian desain. Di dalam ilmu seni desain, penggunaan semiotika digunakan sebagai sebuah paradigma, baik dalam pembacaan (reading), maupun 10
Deddy Mulyana: Semiotika Dalam Riset Komunikasi, Bogor: Ghalia Indonesia 2014 Sobur, Analisis Teks Media ; Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing. Remaja Rosdakarya, Bandung 2001, hal. 147
11
50
penciptaan (creating). Yasraf Amir Piliang
12
mengemukakan bahwa “Untuk melihat
objek-objek, desain dijadikan sebagai sebuah fenomena bahasa yang didalamnya terdapat tanda (sign), pesan yang ingin disampaikan (message), aturan atau kode yang mengatur (code), serta orang yang terlibat di dalamnya sebagai subjek (audience, reader, user).” Untuk memberi pemaknaan simbol dan tanda yang ada dibalik produk McDonalds dalam iklan televisi, peneliti mengkajinya dengan menggunakan metode penelitian kualitatif yang bersifat konstruktivisme dengan menggunakan analisis semiotika menurut Teori Roland Barthes. Barthes juga melihat aspek lain dari penandaan yaitu “mitos” yang menandai suatu masyarakat. “Mitos” menurut Barthes terletak pada tingkat kedua penandaan, jadi setelah terbentuk sistem sign-signifiersignified, tanda tersebut akan menjadi penanda baru yang kemudian memiliki petanda kedua dan membentuk tanda baru. Jadi, ketika suatu tanda yang memiliki makna konotasi kemudian berkembang menjadi makna denotasi, maka makna denotasi tersebut akan menjadi mitos. Hal ini dianggap tepat karena iklan tersebut menggunakan sistem tanda yang terdiri dari mitos yang menyatakan “roti dengan tumpukan isi daging, timun, tomat, keju dan saos sambal dianggap sebagai symbolisasi budaya makanan perkotaan. Pada akhirnya roti isi tersebut yang dinamai hamburger adalah sebagai gaya hidup makanan perkotaan sebuah mitos.
12
Yasraf Amir Piliang, Hipersemiotikal : tafsir Cultural Studies atas
Yogyakarta 2003, hal. 255
51
matinya makna. Jalasutra,
3.4
Subyek Penelitian Subyek penelitian adalah iklan komersil yang dibuat oleh McDonalds, tentang
gaya hidup versi Family Gathering, yang disiarkan melalui TVC. 3.5
Teknik Pengumpulan Data
3.5.1
Data Primer Pengumpulan data primer pada penelitian ini berupa iklan TVC McDonlads
versi Family Gadthering yang mengacu pada proses menggunakan teori siginifiantsignifié dan muncul dengan teori mengenai konotasi. Perbedaan pokoknya adalah Barthes menekankan teorinya pada mitos dan pada masyarakat budaya tertentu (bukan individual). Barthes mengemukakan bahwa semua hal yang dianggap wajar di dalam suatu masyarakat adalah hasil dari proses konotasi. Perbedaan lainnya adalah pada penekanan konteks pada penandaan. Barthes menggunakan istilah expression (bentuk, ekspresi, untuk signifiant) dan contenu (isi, untuk signifiè), Secara teoritis bahasa sebagai sistem memang statis13 3.5.2
Data Sekunder Data sekunder diperoleh melalui pengumpulan data-data tertulis (literature) dari
berbagai bentuk cetakan, seperti buku, karya tulis ilmiah, jurnal, artikel-artikel serta internet dan lain sebagainya yang berguna dan memungkinkan dapat melengkapi datadata dalam penelitian ini.
13
Roland Barthes (1915-1980)
52
3.5.3 Unit Analisa Objek penelitian kali ini adalah TVC dari iklan Mc’Donalds versi “Family Gathering” dengan keramaian keluarga besar disuatu lokasi halaman belakang rumah mewah selama 30 detik di tayangkan iklan stasiun TV swasta Indonesia dan sebagai arsip online resmi oleh web Mc’Donalds Indonesia. Unit analisis dalam penelitian ini adalah semua tanda-tanda yang ada dalam iklan TVC McDonalds. Iklan ini di analisis secara terpisah agar dapat mengetahui makna secara keseluruhan dari iklan tersebut. Sehinga dari analisis ini dapat menarik beberapa penjelasan tentang makna iklan ini secara visual baik verbal maupun non verbal.
Unit Analisis
-
Metode analisis
Visual
-
Menampilkan kebersamaan keluarga besar berkumpul dan bermain bersama di halaman belakang rumah besar.
-
-
Video atau Sceen
Video yang selalu ditampilkan dalam sceen-nya kebahagiaan dalam berkumpul keluarga.
53
-
Layout
-
Layout dari iklan TVC ini memfokuskan dari setiap sceen-nya dalam rumah besar yang terdapat kolam renang dan perkarangan belakang yang besar.
-
Komposisi warna -
Komposisi warna dalam iklan TVC ini lebih dominan dengan full collour (merah, hijau, biru).
3.5.4 Teknik Analisis Data Data berupa tanda-tanda yang ada dalam penelitian ini diolah secara kualitatif untuk kemudian dimaknai konstruksinya. Untuk menemukan makna dalam penelitian ini digunakan metode analisis sistem Menurut Barthes penanda (signifier) adalah teks, sedangkan petanda (signified) merupakan konteks tanda (sign). Berikut ini merupakan bagan dari teori makna Barthes.
54
Gambar 3.1. Bagan Makna Rolland Barthes
Menurut Barthes dalam mitos ditemukan pola tiga dimensi penanda, petanda dan tanda. Tapi mitos adalah sebuah system khusus yang dibangun dari rantai semiologi yang sudah ada sebelumnya. Bagi peneliti semiotic, teori Barthes ini sangat penting karena dapat menjembati teori dan peneliti berbagai macam teks. Perluasan ini tentunya juga bisa diterapkan pada studi kasus teks sebagai kebudayaan. Teori mitos Barthes memandan setiap benda, setiap teks, sebagai pembawa pesan yang diniatkan oleh seseorang sebagai bagian dari kebudayaan14. Klarifikasi penelitian jenis mitos dan cara kerjanya, roti yang bertumpukan dengan berbagai macam isi dari dari daging, tomat, timun,keju dan saos menimbulkan konotasi “modern” karena dianggap sebagai makanan perkotaan massa kini dari dunia barat. Konotasi “modern” ini kemudian berkembang menjadi asumsi umum yang melekat pada symbol hamburger, sehingga hamburger yang modern bukan lagi menjadi sebuah konotasi tapi berubah menjadi denotasi pada pemaknaan tingkat kedua. Pada tahap ini, “hamburger yang modern” dianggap sebagai sebuah Mitos bagi makanan perkotaan.
14
Zaimar,2008 hal:58
55
3.5.5 Keterbatasan Penelitian Keterbatasan dalam penelitian iklan ini ialah sulitnya bertemu dengan pihak perusahaan dan agency iklan yang membuat iklan ini, sehingga peneliti sulit mendapatkan informasi tentang maksud dan tujuan dari pembuatan iklan ini serta sumber dari data perusahaan yang kurang lengkap di dalam website perusahaan ini. Peneliti kurang memahami dalam tentang semiotika, karena hanya mendapatkan pemahaman dasar tentang semiotika. Sehingga peneliti butuh lebih banyak sumber refensi dalam menyelesaikan penelitian ini.
56