METODOLOGI
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1
Tahapan Penelitian Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1
berikut ini.
Data Meteorologi
Peta
Faktor emisi
Pengolahan wind rose serta penentuan kelas stabilitas atmosfer dan sigma theta
Koordinat link geometri dan reseptor
Data beban emisi
Pengumpulan data sekunder
Skenario simulasi
Parameter polutan Studi Literatur
Data Transportasi
Perhitungan dispersi polutan dg Caline4
Pemilihan lokasi Hasil pemantauan road-side
Validasi dan Akurasi
Analisis
Laporan hasil
Gambar 3.1 Diagram alir kajian
3.2
Rumusan Masalah Rumusan masalah yang akan diteliti antara lain: a. Apakah hasil permodelan dispersi pencemaran udara valid dan akurat terhadap data pemantauan road-side dan ambien. b. Apakah hasil permodelan Caline4 dapat digunakan sebagai evaluasi kebijakan pemantauan kualitas udara pra-implementasi dan pasca-implementasi TransJakarta.
Melissa (15303013)
III- 1
METODOLOGI
3.3
Pemilihan Parameter Studi Paramater pencemar yang akan dimodelkan adalah karbon monoksida (CO) dan
nitrogen monoksida (NO) sebab CO merupakan sumber pencemar udara perkotaan yang berasal dari pembakaran tidak sempurna bahan bakar dalam mesin kendaraan, sedangkan NO dipengaruhi oleh temperatur pembakaran. Kedua parameter tersebut memegang peranan penting dalam usaha pengendalian pencemar dari sektor transportasi. Paparan pencemar CO dan NO dapat mempengaruhi kesehatan manusia dan mengganggu keseimbangan lingkungan (destruksi ozon dan pembentukan kabut fotokimia) sebagai reseptor dari sektor transportasi.
3.4
Gambaran Lokasi Studi Lokasi penelitian berada di sepanjang jalan yang dilalui oleh Trans-Jakarta
Koridor I (satu) yang melayani rute Blok M – Kota dan Trans-Jakarta Koridor II (dua) yang melayani rute Polugadung – Harmoni. Pada umumnya, jalan-jalan yang dilalui merupakan jalan dengan kepadatan lalu lintas yang tinggi sehingga diharapkan konsentrasi pencemar yang diperoleh akan signifikan dan representatif menggambarkan dispersi polutan yang berasal dari aktivitas transportasi. Profil ketinggian jalan di lokasi studi relatif datar, mengingat dispersi polutan dengan dasar persamaan Gaussian pada suatu wilayah yang datar merupakan pertimbangan penting dalam permodelan.
3.4.1
Jalur Trans Jakarta Koridor I (satu) Jalur untuk Trans-Jakarta Koridor I dibuat oleh Pemerintah DKI Jakarta karena
dipandang sebagai rute tersibuk, yakni di wilayah Jakarta Pusat meliputi wilayah perkantoran pemerintah pusat dan swasta. Panjang jalan untuk rute Koridor I, yakni sebesar 12,9 km. Rute yang dilewati yakni: Kota, Glodok, Mangga Besar, Sawah Besar, Harmoni, Monas, Bank Indonesia, Tosari, Dukuh Atas, Setiabudi, Karet, Bendungan Hilir, Polda Metro Jaya, Gelora Bung Karno, Bunderan Senayan, Masjid Agung, dan Terminal Blok M. Terdapat beberapa titik kemacetan yang diakibatkan adanya titik persimpangan/ pertemuan jalan antara bus umum atau kendaraan pribadi dengan TransJakarta Koridor I, diantaranya: 1. Depan Gedung Ralin atau depan Gedung Istana Merdeka.
Melissa (15303013)
III- 2
METODOLOGI
2. Kawasan Bunderan Hotel Indonesia. 3. Dekat Stasiun Beos.
Legenda Identifikasi masalah kinerja simpang kawasan Blok M-Kota
Gambar 3.2 Lokasi studi jalur Trans-Jakarta Koridor I Sumber: PT. Pamentori
3.4.2
Jalur Trans Jakarta Koridor II (dua) Jalur Trans-Jakarta Koridor II yang memiliki panjang jalan 18 km, meliputi
wilayah timur hingga pusat DKI Jakarta. Pembangunan jalur ini diharapkan dapat membentuk suatu back bone system dengan jalur Trans-Jakarta Koridor I dan jalur TransJakarta Koridor III sehingga tercipta hubungan pergerakan arah dari timur-barat menuju utara-selatan atau sebaliknya. Rute yang dilewati, yakni: Pulogadung, Mediros, Kelapa Gading, Pulomas, ASMI, Pedongkelan, Cempaka Mas, YARSI, Pasar Cempaka Putih, Rawa Selatan, Galur, Senen, RSPAD, Atrium Senen, Gambir 1, Istiqlal Perwira, Istiqlal, Juanda, Pecenongan, Harmoni, Balaikota, Gambir 2, Kwitang, dan Senen (BLU Trans Jakarta, 2007). Akibat adanya persimpangan/ persilangan arus lalu lintas menyebabkan terjadinya kemacetan di beberapa titik, diantaranya:
Melissa (15303013)
III- 3
METODOLOGI
1. Sekitar Terminal Pulogadung dan Stasiun Gambir. 2. Harmoni Central Busway (merupakan titik pertemuan Trans-Jakarta Koridor I, II, dan III). 3. Titik putaran (u-turn) di ASMI.
Legenda Jalur Trans-Jakarta Koridor II Titik awal dan akhir Koridor II
Gambar 3.3 Lokasi studi jalur Trans-Jakarta Koridor II Sumber: Transjakarta Busway, 2007
3.5
Pengumpulan Data Sekunder Data-data sekunder yang dikumpulkan akan digunakan sebagai input model dan
validasi terhadap eksekusi model. Adapun data-data yang diperlukan dalam penelitian adalah sebagai berikut : a. Peta wilayah studi yang diperoleh dari software Macromedia Projector Peta Jalan dan Index Jakarta-Jabotabek version 2.0 (2005/2006), PT Pamentori (Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas Kawasan Blok M-Kota), serta Transjakarta Busway, 2007 untuk menentukan koordinat link dan reseptor. Pengolahan data peta wilayah studi dilakukan secara manual. b. Data pemantauan udara ambien diperoleh dari BPLHD DKI Jakarta untuk digunakan sebagai konsentrasi background dalam input model dan berfungsi sebagai variasi lokasi dalam validasi model Caline4, meliputi data rata-rata tahunan konsentrasi CO (mg/m3) (Tabel 3.1) di DKI Jakarta tahun 2005 dan data konsentrasi NO (ppm) hasil metode kontinu di lokasi pemantauan Gelora
Melissa (15303013)
III- 4
METODOLOGI
Senayan (Senayan) pada tahun 2006 dan hasil metode sesaat di lokasi pemantauan Masjid Istiqlal (Gambir) pada tahun 2005 untuk jalur TransJakarta Koridor I. Sedangkan untuk data pemantauan udara ambien pada jalur Trans-Jakarta Koridor II, digunakan data tahun 2005 hasil metode kontinu di lokasi pemantauan PT JIEP (Rawa Terate) dan data hasil metode sesaat di lokasi pemantauan Masjid Istiqlal (Gambir). c. Data pemantauan road-side diperoleh dari BPLHD DKI Jakarta melalui stasiun pengukuran/ pemantauan (mobile station) dengan waktu dan tempat yang sama saat pengukuran data meteorologi dan perhitungan jumlah kendaraan. Data ini akan digunakan sebagai validasi terhadap eksekusi model, meliputi data konsentrasi CO (mg/m3) dan konsentrasi NO (μg/m3). d. Data historis meteorologi diperoleh dari BPLHD DKI Jakarta dan diperlukan dalam pembuatan wind rose sebagai input model Untuk jalur Trans-Jakarta Koridor I, data meteorologi (per 30 menit selama 24 jam) diperoleh dari stasiun pengukuran/ pemantauan (mobile station) Bunderan Hotel Indonesia (Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat) untuk periode tahun 2005. Sedangkan untuk jalur Trans-Jakarta Koridor II, data meteorologi (per 30 menit selama 24 jam) diperoleh dari stasiun pengukuran/ pemantauan (mobile station) Kampus ASMI (Jalan Perintis Kemerdekaan, Jakarta Timur) untuk periode tahun 2005. Data ini berupa data suhu udara, global radiasi matahari, dan kecepatan serta arah angin dengan frekuensi pengukuran pada tiap lokasi pemantauan yang dilakukan secara otomatis, terbagi dalam dua tahap (bulan April dan September tahun 2005) selama periode kurang lebih 7 hari.
Melissa (15303013)
III- 5
METODOLOGI
Istiqlal
HI Senayan
Gambar 3.4 (a) Lokasi pemantauan data meteorologi, data pemantauan road-side dan ambien, serta kajian transportasi untuk jalur Trans-Jakarta Koridor I. Sumber: BPLHD DKI Jakarta, 2006
Ket : 1(Mobile Station-MS); 2(Display RCTI-11m dari MS); 3(Kedubes Inggris-70m dari MS); 4(Hotel Mandarin-250m dari MS); 5(Hotel Indonesia-9m dari MS); 6(Hotel Nikko-60m dari MS); 7(Jl MH Thamrin-4,5m dari MS); 8(Jl S.Syahrir-3,5m dari MS)
Gambar 3.4 (b) Denah lokasi pemantauan (Bunderan HI) tampak atas dan samping Sumber : BPLHD DKI Jakarta, 2006
Melissa (15303013)
III- 6
METODOLOGI
Istiqlal ASMI
PT.JIEP
Gambar 3.5 (a) Lokasi pemantauan data meteorologi, data pemantauan road-side dan ambien, serta kajian transportasi untuk jalur Trans-Jakarta Koridor II. Sumber: BPLHD DKI Jakarta, 2006
Ket : 1(Mobile Station-MS); 2(Pos Satpam-7m dari MS); 3(Papan Reklame-6m dari MS); 4(Poliklinik17m dari MS); 5(Kampus ASMI-9m dari MS)
Gambar 3.5 (b) Denah lokasi pemantauan (Kampus ASMI) tampak samping dan atas Sumber : BPLHD DKI Jakarta, 2006
Melissa (15303013)
III- 7
METODOLOGI
Tabel 3.1 Kualitas udara DKI Jakarta untuk parameter CO (2000-2006)
Sumber: BPLHD DKI Jakarta, 2006
e. Data kajian transportasi yang diperoleh dari BPLHD DKI Jakarta berupa data perhitungan jumlah kendaraan (kendaraan/ jam) yang dilakukan selama 2 hari dalam 24 jam, yakni 1 hari libur dan 1 hari kerja pada bulan dan lokasi pemantauan yang sama dengan lokasi pengukuran data meteorologi. f. Data kajian transportasi yang diperoleh dari PT. Pamentori (konsultan) dan Dinas Perhubungan DKI Jakarta berupa permodelan transportasi yang meliputi kondisi sebelum (pra) dan sesudah (pasca) implementasi TransJakarta saat jam sibuk berupa nilai kapasitas (smp/jam), volume (smp/jam), VCR, kecepatan kendaraan (km/jam), dan jumlah tiap tipe/jenis kendaraan. g. Data lebar jalan untuk masing-masing link di wilayah studi, yang diperoleh dari Departemen Pekerjaan Umum DKI Jakarta dalam bentuk Autocad dan digunakan sebagai data input model. h. Data faktor emisi yang diperoleh dari buku Anthropogenic Emissions from Energy Activities in India: Generation and Source Characterization Part II : Emission from Vehicular Transport in India mengenai faktor emisi kendaraan bermotor (gm/km) di India pada tahun 2005 yang didasarkan pada kecepatan dan tipe/jenis tiap kendaraan yang terdiri dari kendaraan roda dua 4 tak, kendaraan roda tiga 4 tak, kendaraan roda empat berbahan bakar bensin, dan Melissa (15303013)
III - 8
METODOLOGI
bus-truk. Hal ini dilakukan karena belum adanya data yang memadai mengenai faktor emisi kendaraan representatif terhadap kondisi di Indonesia.
3.6
Skenario Simulasi Model Dispersi
3.6.1
Skenario Periode Meteorologi Penyusunan skenario meteorologi didasarkan pada data historis meteorologi yang tidak kontinu. Ketiadaan data curah hujan dan tutupan awan (cloud cover), menyebabkan skenario permodelan hanya dapat dibagi berdasarkan : 1. Untuk jalur Trans-Jakarta Koridor I a. Musim kemarau (1-7 April 2005) dengan variasi harian, yakni jam sibuk pagi hari dengan input meteorologi pada pukul 06:00-09:00 dan jam sibuk sore hari dengan input meteorologi pada pukul 16:00-19:00. b. Musim penghujan (9-15 September 2005) dengan variasi harian, yakni jam sibuk pagi hari dengan input meteorologi pada pukul 06:00-09:00 dan jam sibuk sore hari dengan input meteorologi pada pukul 16:00-19:00. 2. Untuk jalur Trans-Jakarta Koridor II a. Musim kemarau (22-28 April 2005) dengan variasi harian, yakni jam sibuk pagi hari dengan input meteorologi pada pukul 06:00-09:00 dan jam sibuk sore hari dengan input meteorologi pada pukul 16:00-19:00. b. Musim penghujan (30 September-7 Oktober 2005) dengan variasi harian, yakni jam sibuk pagi hari dengan input meteorologi pada pukul 06:0009:00 dan jam sibuk sore hari dengan input meteorologi pada pukul 16:00-19:00.
3.6.2
Skenario Manajemen Lalu Lintas Penyusunan skenario manajemen lalu lintas untuk mengetahui sejauh mana perubahan skenario manajemen lalu lintas akan berdampak terhadap rumusan masalah dan tujuan yang hendak dicapai, yakni berupa bukti perkiraan konsentrasi hasil permodelan Caline4 yang mendukung bahwa implementasi Trans-Jakarta dapat membantu memecahkan masalah pencemaran udara dan
Melissa (15303013)
III - 9
METODOLOGI
kemacetan lalu lintas di DKI Jakarta. Sehingga, skenario permodelan dibagi kedalam dua bagian, yakni : 1. Kondisi pra-implementasi: kondisi manajemen lalu lintas sebelum adanya implementasi Trans-Jakarta. 2. Kondisi pasca-implementasi: kondisi manajemen lalu lintas setelah adanya implementasi Trans-Jakarta.
3.6.3
Skenario Tinggi Pencampuran (Mixing Height) Mixing height atau disebut tinggi batas lapisan konvektif dapat ditentukan melalui
bantuan profil matahari dari atmosfer. Skenario permodelan didasarkan pada studi heuristik dengan nilai tinggi pencampuran wilayah urban dan wilayah rural 800 m yang umumnya digunakan dalam permodelan dispersi pencemar udara.
3.7
Variabel Input Caline4 Model Variabel input yang diperlukan dalam perhitungan dispersi dengan menggunakan
permodelan Caline4, yakni : pengolahan data faktor emisi, pembuatan wind rose, penentuan koordinat link geometri jalan dan reseptor, perhitungan volume dan jenis kendaraan, penentuan kelas stabilitas atmosfer, penentuan konsentrasi background, serta penentuan standar deviasi arah angin (sigma theta).
3.7.1
Pengolahan Data Faktor Emisi Rata-rata kendaraan Dalam pengolahan faktor emisi, dilakukan pembagian tipe/jenis kendaraan
sebagai berikut : a. 2 wheeler 4 strokes : kendaraan roda dua (4 tak), yakni semua jenis sepeda motor yang berbahan bakar bensin. b. 3 wheeler 4 strokes : kendaraan roda tiga (4 tak), yakni bajaj dan bemo yang berbahan bakar bensin. c. 4 wheeler 4 strokes : kendaraan roda empat (4 tak), yakni mobil penumpang, pick-up, dan minibus yang berbahan bakar bensin. d. Bus dan truk : kendaraan berat berbahan bakar diesel, yakni bus kecil dan besar; truk kecil, sedang, besar; art truk; dan trailer.
Melissa (15303013)
III - 10
METODOLOGI
Faktor emisi dapat diperoleh dari berbagai sumber dan biasanya diekspresikan dalam satuan massa senyawa teremisi per unit berat, volume, jarak, atau waktu aktivitas yang mengemisikan senyawa tersebut. Faktor emisi yang digunakan untuk input model diperoleh dari data-data pada tabel di atas dan kemudian dirata-ratakan dari seluruh kendaraan sesuai tipe/ jenisnya yang melalui jalur di wilayah studi setiap jam. Faktor emisi rata-rata dapat ditentukan melalui persamaan 3.1 : n
q=
∑ ( EF × V ) i
i =1
i
T
...(3.1)
dimana : q
= faktor emisi rata-rata (gram/km)
EF
= faktor emisi kendaraan berdasarkan kecepatan tiap tipe/jenis kendaraan (gram/km)
V
= volume kendaraan saat jam sibuk (kendaraan/jam)
T
= total kendaraan saat jam sibuk dalam 1 jam
i
= tipe/ jenis kendaraan Para peneliti dari India melalui buku Anthropogenic Emissions from Energy
Activities in India: Generation and Source Characterization Part II : Emission from Vehicular Transport in India tahun 2005, melakukan riset dengan menggunakan suatu alat yang ditempatkan dalam knalpot kendaraaan untuk memperoleh nilai besaran faktor emisi (gram/km) paramater pencemar CO dan NO, yang didasarkan pada kecepatan kendaraan (0 km – 60 km) dan tipe/jenis kendaraan (kendaraan roda dua 4 tak, kendaraan roda tiga 4 tak, kendaraan roda empat berbahan bakar bensin, dan bus-truk) seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.2 :
Melissa (15303013)
III - 11
METODOLOGI
Tabel 3.2 Emisi dari empat tipe/ jenis kendaraan pada kecepatan 0 – 60 km/jam CO (gm/km) Kecepatan
2W4S
3W4S
4WG
NO (gm/km) Bus-Truk
2W4S
3W4S
4WG
Bus-Truk
0 (km/jam)
0
0
0
0
0
0
0
0
10 (km/jam)
1,6
5,2
16
6,1
2,04
1,5
5,2
504,3
20 (km/jam)
1,1
0,9
11,5
4,6
1,4
1,1
4,95
351,9
30 (km/jam)
1,0
0,434
10,33
4,6
1,2
2,5
4,67
301,1
40 (km/jam)
1,4
0,575
29,75
3,8
0,8
2,5
1,05
275,7
50 (km/jam)
3,3
1,6
39
3,9
0,55
0,95
0,66
226,9
60 (km/jam)
3,2
18
52
4
0,9
0,5
0,47
194,4
Sumber : Mittal and Sharma, 2005
Berdasarkan nilai besaran faktor emisi pada Tabel 3.2, dibuat grafik emisi tiap tipe/jenis kendaraan dengan kecepatan sebagai sumbu x dan emisi yang dikeluarkan sebagai sumbu y untuk memperoleh perkiraan/ estimasi nilai besaran faktor emisi ratarata per km untuk parameter pencemar CO dan NO pada kecepatan kendaraan yang tidak tertera pada Gambar 3.6. 4
6 3.5
5 3
4
gm
gm
2.5 2
3
1.5
2 1
1 0.5
0
0 0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
0
60
5
10
15
CO(gm/km)
20
25
30
35
40
45
50
55
Kecepatan (km/jam)
Kecepatan (km/jam) NO(gm/km)
CO(gm/km)
(a) 2W4S
NO(gm/km)
(b) 3W4S
6
55 50
5
45 40
4
gm
gm
35
3
30 25 20
2 15 10
1
5 0
0 0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
0
5
Kecepatan (km/jam) CO(gm/km)*0.1
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
Kecepatan (km/jam)
NO(gm/km)
CO(gm/km)
(c) Kendaraan roda empat
NO(gm/km)*0.1
(d) Bus-truk
Gambar 3.6 Grafik kecepatan vs faktor emisi Sumber : Mittal and Sharma, 2005
Melissa (15303013)
III - 12
METODOLOGI
Dalam menghitung faktor emisi rata-rata kendaraan, diperlukan data kajian transportasi berupa permodelan transportasi (Tabel 3.3) yang meliputi kondisi sebelum (pra (E)) dan sesudah (pasca (A)) implementasi Trans-Jakarta saat jam sibuk berupa nilai kapasitas (smp/jam), volume (smp/jam), VCR, kecepatan kendaraan (km/jam), dan jumlah tiap tipe/jenis kendaraan per jam (kendaraan/jam). Tabel 3.3 Permodelan transportasi jalur Trans-Jakarta Koridor II No
Link
Capacity (smp/jam)
Peak Vol (smp/jam)
E
E
A
VCR
Speed (kph)
A
E
A
E
A
Lbr jln (m)
1
Perintis Kemerdekaan
6452
4298
5836
4689
0,90
1,09
42
37
41
2
Letjen Suprapto
6058
3908
6485
3873
1,07
0,99
20
33
46
3
Senen Raya
3429
2354
939
716
0,27
0,30
57
54
31
4
Kwini-Abd Saleh
2571
2571
783
108
0,30
0,04
47
49
10
5
Pejambon
5293
5293
3245
3226
0,61
0,61
42
42
19
6
Perwira
9000
9000
1279
1586
0,14
0,18
59
59
23
7
Juanda
6187
3408
1628
1615
0,26
0,47
49
52
26
8
Medan Merdeka Barat
3600
3600
4143
4246
1,15
1,17
50
48
35
9
Medan Merdeka Timur
3029
1954
1160
828
0,38
0,42
48
47
35
10
Medan Merdeka Selatan
7477
6402
1114
1008
0,15
0,16
55
59
32
11
Kwitang
3429
2354
2919
2562
0,85
1,09
48
46
13
(Lanjutan Tabel 3.3) Peak Volume (kendaraan/jam) Kondisi pra-implementasi Total
MC
TC
Car
Minibus
Pick-up
SBus
LBus
S Truck
L Truck
Truck
ArtTruck
Trailer
8754
3589
350
3764
700
88
175
88
0
0
0
0
0
9728
3988
389
4183
778
97
195
97
0
0
0
0
0
1409
578
56
606
113
14
28
14
0
0
0
0
0
1175
482
47
505
94
12
24
12
0
0
0
0
0
4868
1996
195
2093
389
49
97
49
0
0
0
0
0
1919
787
77
825
154
19
38
19
0
0
0
0
0
2443
1002
98
1050
195
24
49
24
0
0
0
0
0
6214
2548
249
2672
497
62
124
62
0
0
0
0
0
1740
713
70
748
139
17
35
17
0
0
0
0
0
1671
685
67
719
134
17
33
17
0
0
0
0
0
4379
1795
175
1883
350
44
88
44
0
0
0
0
0
Melissa (15303013)
III - 13
METODOLOGI
(lanjutan Tabel 3.3) Peak Volume (veh/hr) Kondisi pasca-implementasi Total
MC
TC
Car
Minibus
Pick-up
SBus
LBus
S Truck
L Truck
Truck
ArtTruck
Trailer
7034
2884
281
3025
563
70
141
70
0
0
0
0
0
5809
2382
232
2498
465
58
116
58
0
0
0
0
0
1074
440
43
462
86
11
21
11
0
0
0
0
0
162
66
6
70
13
2
3
2
0
0
0
0
0
4839
1984
194
2081
387
48
97
48
0
0
0
0
0
2379
975
95
1023
190
24
48
24
0
0
0
0
0
2422
993
97
1041
194
24
48
24
0
0
0
0
0
6369
2611
255
2739
510
64
127
64
0
0
0
0
0
1242
509
50
534
99
12
25
12
0
0
0
0
0
1512
620
60
650
121
15
30
15
0
0
0
0
0
3843
1576
154
1652
307
38
77
38
0
0
0
0
0
Sumber: PT. Pamentori, 2005
Contoh perhitungan 1. Kecepatan pra-implementasi parameter CO (Link Jalan Perintis Kemerdekaan) Melalui Tabel 3.3 diketahui bahwa kecepatan pra-implementasi di Link Jalan Perintis Kemerdekaan adalah 42 km/jam. Dengan menggunakan Gambar 3.6, diperoleh nilai besaran faktor emisi CO berdasarkan kecepatan pra-implementasi 42 km/jam untuk kendaraan roda dua (4 tak) adalah 1,8 gram/km, kendaraan roda tiga (4 tak) sebesar 0,8 gram/km, kendaraan roda empat sebesar 31,5 gram/km, dan bus-truk sebesar 4 gram/km. Maka faktor emisi rata-rata dapat dihitung menggunakan persamaan 3.1:
q=
(1.8 × 3589) + (0.8 × 350) + (31.5 × 3764) + (31.5 × 700) + (31.5 × 88) + (4 ×175) + (4 × 88) + 5(4 × 0) 8754
q = 17.27 g / km = 27.79g / mile
2. Kecepatan pasca-implementasi parameter NO (Link Jalan Perintis Kemerdekaan) Melalui Tabel 3.3 diketahui bahwa kecepatan pasca-implementasi di Link Jalan Perintis Kemerdekaan adalah 37 km/jam. Dengan menggunakan Gambar 3.6, diperoleh nilai besaran faktor emisi NO berdasarkan kecepatan pascaimplementasi 37 km/jam untuk kendaraan roda dua (4 tak) adalah 0,9 gram/km,
Melissa (15303013)
III - 14
METODOLOGI
kendaraan roda tiga (4 tak) sebesar 2,5 gram/km, kendaraan roda empat sebesar 2,15 gram/km, dan bus-truk sebesar 285 gram/km. Maka faktor emisi rata-rata dapat dihitung menggunakan persamaan 3.1 : q=
(0.9 × 2884) + (2.5 × 281) + (2.15 × 3025) + (2.15 × 563) + (2.15 × 70) + (285×141) + (285× 70) + 5(285 × 0) 7034
q = 8.924g / km = 14.36g / mile
Tampilan contoh hasil perhitungan beban emisi ditampilkan pada Tabel 3.4. Tabel 3.4 Contoh hasil perhitungan beban emisi untuk link Jalan Perintis Kemerdekaan Link
Perintis Kemerdekaan
Emisi CO EF(g/mi)
EF(g/km)
Total
MC
TC
Car
Minibus
Pick-up
S Bus
L Bus
E
27,79
17,27
151181,58
6460,45
280,13
118572,93
22060,08
2757,51
700,32
350,16
TruckTrailer 0,00
A
21,17
13,15
115141.,36
4665,88
175,08
90341,28
16807,68
2100,96
700,32
350,16
0,00
Emisi NO E
14,36
8,92
78120,70
2871,31
805,37
3576,01
665,30
83,16
46746,36
23373,18
0,00
A
16,31
10,14
88739,30
3230,23
875,40
8093,07
1505,69
188,21
49897,80
24948,90
0,00
Ket
: E = kondisi pra-implementasi Trans-Jakarta Koridor II A = kondisi pasca-implementasi Trans-Jakarta Koridor II Sumber : Hasil Perhitungan
3.7.2
Pembuatan Wind Rose Wind rose digunakan untuk memperoleh gambaran global mengenai arah angin
dominan pada suatu tempat maupun waktu. Adapun tahapan dalam pembuatan wind rose adalah sebagai berikut : •
Pengumpulan data arah dan kecepatan angin yang mewakili daerah studi dengan menggunakan Microsoft Excel.
•
Input cuaca dibuat dalam format ASCII (save as *.csv) dan dalam format notepad (save as *.dat) kemudian windrose dibuat dengan menggunakan software WRPLOT VIEW version 4.8.5 yang diproduksi oleh Lakes Environmental Software dari Kanada. Freeware dengan mendownload dari www.Lakes-environmental.com
• Running program:
Melissa (15303013)
III - 15
METODOLOGI
a. Layar pertama tampilan WRPLOT view. File.*dat yang dibuat, dibuka dengan mengeklik icon file pada windows. Maka secara otomatis program akan menghitung persentase calm wind, kecepatan angin rata-rata, dan jumlah data yang akan langsung ditampilkan pada layer yang sama.
b. Penentuan periode hari data meteorologis. Dilakukan dengan menge-klik icon specifies days pada windows.
c. Penentuan periode jam data meteorologis. Dilakukan dengan menge-klik icon specifies time pada windows.
Melissa (15303013)
III - 16
METODOLOGI
d. Tampilan wind rose. Layar ini menampilkan gambar wind rose hasil perhitungan program berdasarkan distribusi frekuensi serta interval kecepatan angin tertentu.
Data meteorologi berupa kecepatan dan arah angin merupakan data yang paling penting dalam pembuatan wind rose. Input data wind rose dalam format Microsoft Excel diubah ke dalam bentuk .csv, kemudian file .csv dibuka kembali dan disave dalam bentuk .dat. Data dalam bentuk .dat ini yang akan menjadi input wind rose dengan menggunakan software WRPLOT VIEW. Tabel 3.5 menunjukkan contoh data input wind rose dalam format Microsoft Excel. Tabel 3.5 Contoh perhitungan data input wind rose skenario jam sibuk pagi hari (22 April 2005) hasil pemantauan di stasiun pengukuran meteorologi Kampus ASMI Tanggal
Waktu
Arah Angin (Degree)
Kec (m/s)
22 Apr'05
6:00
99,76
0,04
Kec (knot) 0,08
6:30
105,03
0,47
0,91
7:00
98,59
0,32
0,61
7:30
98,21
0,55
1,08
8:00
103,34
1,20
2,33
8:30
78,23
0,57
1,10
9:00
100,74
1,44
2,79
Sumber : BPLHD DKI Jakarta, 2005
3.7.3
Penentuan Koordinat Link Geometri Jalan dan Reseptor Koordinat link pada masing-masing ruas jalan dan reseptor ditentukan dengan
menggunakan software Macromedia Projector Peta Jalan dan Index Jakarta-Jabotabek version 2.0 (2005/2006) yang diukur secara manual untuk memperoleh bentuk koorninat x dan y untuk link geometri jalan dan koordinat x, y, dan z untuk reseptor.
Melissa (15303013)
III - 17
METODOLOGI
Sebuah link didefinisikan sebagai satu segmen jalan yang memiliki lebar, tinggi, volume kendaraan, dan emisi kendaraan yang konstan. Garis batas link pada setiap ruas jalan dibuat ketika terjadi perbedaan sudut antara ruas jalan yang satu dengan yang lainnya, sehingga akan didapatkan koordinat ujung-ujung dari batas link tersebut. Untuk jalur Trans-Jakarta Koridor I, koordinat link geometri jalan dimulai dari titik Stasiun Kota (Jalan Pintu Besar Selatan) sebagai koordinat (0,0) dan berakhir di titik Terminal Blok M. Sedangkan untuk jalur Trans-Jakarta Koridor II, koordinat link geometri jalan dimulai dari titik Terminal Pulogadung (Jalan Perintis Kemerdekaan) sebagai koordinat (0,0) dan berakhir di titik ujung Jalan Kwitang. Perhitungan lebar link didasarkan pada peta yang diperoleh dari Departemen Pekerjaan Umum DKI Jakarta dalam bentuk Autocad, kemudian disesuaikan dengan ruas jalan pada wilayah studi dengan mengganggap bahwa jalan yang terbagi menjadi 2 arah (misalnya Utara-Selatan dan Selatan-Utara), nilai besaran lebarnya akan dijumlahkan dan lebar jalur hijau yang berada di tengah-tengah ruas jalan diabaikan. Sedangkan untuk jalan dengan 1 arah, lebar link merupakan lebar ruas jalan tersebut. Lebar link akan digunakan sebagai input model, yakni lebar zona pencampuran (mixing zone width) yang didefinisikan sebagai lebar link yang diamati pada masing-masing ruas jalan ditambah 3 meter di setiap sisinya. Pertambahan 3 meter tidak perlu dijumlahkan pada lebar link yang telah dihitung sebab secara otomatis akan dijumlahkan oleh model. Koordinat reseptor ditempatkan pada area yang sensitif, seperti rumah sakit, mall dan rukan, sekolah dan universitas, hotel dan apartment, pasar, tempat ibadah, museum, serta balai kota. Koordinat reseptor disesuaikan dengan koordinat link geometri jalan yang telah ditentukan sebelumnya. Tinggi reseptor (sumbu z) sebaiknya berada lebih tinggi dari ketinggian jalan (kecuali pada kasus jalan layang) sebab penyebaran polutan pada model diasumsikan berada pada permukaan yang datar dan tidak disarankan untuk ketinggian reseptor lebih dari 10 meter untuk kondisi jalan apapun. Sehingga, pada umumnya tinggi reseptor disesuaikan dengan tinggi area pernafasan manusia, yakni 1,5 meter. Koordinat link geometri jalan dan reseptor diperlukan sebagai input model Caline4 untuk memperoleh eksekusi model berupa prediksi nilai konsentrasi pada titik reseptor. Kedua koordinat tersebut ditentukan secara manual pada peta hasil software
Melissa (15303013)
III - 18
METODOLOGI
Macromedia Projector Peta Jalan dan Index Jakarta-Jabotabek ver 2.0 (2005/2006). Koordinat link geometri jalan dan reseptor ditampilkan pada Tabel 3.6 (a), 3.6 (b), 3.7 (a), dan 3.7 (b). Tabel 3.6 (a) Koordinat link geometri jalan untuk jalur Trans-Jakarta Koridor I Link Geometri untuk Koridor I Nama Link Pintu Besar Selatan
Hayam Wuruk
Majapahit Medan Merdeka Barat
MH. Thamrin
Sudirman
Sisingamaraja
Skala Lapangan (m) X1
Y1
X2
Y2
0
0
-112,5
-162,5
-112,5
-162,5
75
-800
75
-800
362,5
-1837,5
362,5
-1837,5
662,5
-3300
662,5
-3300
775
-3812,5
775
-3812,5
900
-4450
900
-4450
1012,5
-4850
1012,5
-4850
1187,5
-5062,5
1187,5
-5062,5
1187,5
-6412,5
1187,5
-6412,5
1212,5
-7337,5
1212,5
-7337,5
1150
-8562,5
1150
-8562,5
1162,5
-9312,5
1162,5
-9312,5
11,5
-9612,5
1125
-9612,5
1050
-9962,5
1050
-9962,5
987,5
-10500
987,5
-10500
637,5
-11250
637,5
-11250
-412,5
-12187,5
-412,5
-12187,5
-2300
-13600
-2300
-13600
-2537,5
-13975
-2537,5
-13975
-2550
-15212,5
-2550
-15212,5
-2550
-15700
Tabel 3.6 (b) Koordinat link geometri jalan untuk jalur Trans-Jakarta Koridor II Link Geometri untuk Koridor II Nama Link
Perintis Kemerdekaan
Melissa (15303013)
Skala Lapangan (m) X1
Y1
X2
Y2
0
0
62,5
112,5
62,5
112,5
0
125
0
125
-437,5
375
-437,5
375
-1287,5
700
-1287,5
700
-1562,5
725
-1562,5
725
-1975
762,5
-1975
762,5
-2287,5
1025
-2287,5
1025
-2737,5
1462,5
-2737,5
1462,5
-4262,5
2412,5
-4262,5
2412,5
-4537,5
2450
III - 19
METODOLOGI
(lanjutan Tabel 3.6b) Nama Link
Letjen. Suprapto
Skala Lapangan (m) X1
Y1
X2
Y2
-4537,5
2450
-4862,5
2475
-4862,5
2475
-5437,5
2287,5
-5437,5
2287,5
-7350
1437,5
-7350
1437,5
-7537,5
1375
-7537,5
1375
-9450
1337,5
Kramat Bunder
-9450
1337,5
-9925
837,5
Senen Raya
-9925
837,5
-10537,5
1475
ABD. Rahman Saleh
-10550
1112,5
-11125
1525
-11125
1525
-11375
1250
-10125
1250
-11375
1087,5
Pejambon
-11375
1087,5
-11612,5
1050
Medan Merdeka Timur
-11612,5
1050
-11762,5
1550
Perwira
-11762,5
1550
-12262,5
1800
Lapangan Banteng
-12262,5
1800
-12500
2237,5
-12500
2237,5
-12787,5
2262,5
IR. Juanda
Majapahit Medan Merdeka Barat Medan Merdeka Selatan
Ridwan Rais Prapatan Kramat Bunder
Letjen Suprapto
-12787,5
2262,5
-13462,5
2387,5
-13462,5
2387,5
-14112,5
2337,5
-14112,5
2337,5
-13887,5
1950
-13887,5
1950
-13812,5
1800
-13812,5
1800
-13812,5
462,5
-13812,5
462,5
-12600
537,5
-12600
537,5
-12575
625
-12575
625
-12525
675
-12525
675
-12337,5
187,5
-12337,5
187,5
-12187,5
137,5
-12187,5
137,5
-11487,5
325
-11487,5
325
-10800
787.5
-10800
787,5
-10187,5
1287,5
-10187,5
1287,5
-8225
1437,5
-8225
1437,5
-7750
1525
-7750
1525
-5725
2375
-5725
2375
-5025
2562,5
-5025
2562,5
-4700
2550
Sumber : Pengolahan Data
Melissa (15303013)
III - 20
METODOLOGI
Tabel 3.7 (a) Koordinat reseptor untuk jalur Trans-Jakarta Koridor I Koordinat Reseptor untuk Koridor I Nama Link Pintu Besar Selatan
Hayam Wuruk
Skala lapangan (m)
Nama Reseptor
X1
X2
Glodok City
-75
-737,5
Plaza Glodok
387,5
-987,5
Lindetevez Trade Center
287,5
-1275
Hotel Jayakarta
362,5
-1475
Hotel Mercure
387,5
-1787,5
Gajah Mada Plaza
662,5
-3437,5
Carrefour
700
-4137,5
Hotel Melati
925
-4400
Majapahit
Golden Sentrum
687,5
-4812,5
Medan Merdeka Barat
Museum Nasional
1062,5
-5862,5
Sari Pan Pacific
1325
-7162,5
Sarinah
1300
-7487,5
Hotel Nikko
1250
-8350
MH. Thamrin
Grand Hyatt
1050
-8412,5
Mandarin Oriental
1200
-8687,5
DaVinci Tower
750
-10850
Sahid Jaya Hotel
675
-10962,5
Pasar Benhil
-37,5
-11637,5
Univ. Atma Jaya Sisingamaraja
-50
-12100
Ratu Plaza
-2187,5
-13425
Mesjid Al Azhar
-2412,5
-14525
Tabel 3.7 (b) Koordinat reseptor untuk jalur Trans-Jakarta Koridor II Koordinat Reseptor untuk Koridor II Nama Link
Nama Reseptor
X
Y
-875
475
Hotel Ibis Arion
-1212,5
775
Pasar Pulo Mas
-2087,5
725
RS. Mediros Perintis Kemerdekaan
STIE
Letjen Suprapto
-3125
1637,5
Carrefour
-4712,5
2775
SMK Tekstil
-5162,5
2237,5
Yarsi
-6000
2000
STMI
-6137,5
1937,5
Pasar Cempaka Putih Permai
-6487,5
1762,5
-6675
1662,5
-6900
1537,5
-7112,5
1600
St. Paskals Rukan Sentral Cempaka Putih Hotel Cempaka Sari
Melissa (15303013)
Skala lap (cm)
Pasar Kelapa Gading
-7375
1525
Pasar
-7650
1475
III - 21
METODOLOGI
(Lanjutan Tabel 3.7b) Nama Link
Nama Reseptor
Kramat Bunder
Stasiun Senen PSKD
Kwitang / Prapatan
Senen
ABD. Rahman Saleh
Skala lap (cm) X
Y
-9725
1137,5
-10587,5
437,5 262,5
Hotel Aryaduta
-11025
Plaza Atrium
-10100
900
Hotel Aston
-10212,5
1000
Allison Residence
-10475
1312,5
Garden Wing Apartment
-11025
1512,5
Hotel Borobudur
-11025
1562,5
Pejambon
Gereja Imanuel
-11475
1000
Medan Merdeka Timur
Hotel Transera
-11375
600
Mesjid Istiqlal
-11662,5
1937,5
Katedral
Perwira Veteran
-11362,5
2075
Sekolah Santa Maria
-12650
2450
Hotel Melati
-13125
2412,5
Majapahit
Golden Sentrum
-13225
2025
Medan Merdeka Barat
Museum Nasional
-13012,5
962,5
Medan Merdeka Selatan
Balai Kota
-12037,5
275
Sumber : Pengolahan Data
Gambar 3.7 merupakan contoh tampilan link dan reseptor pada permodelan Caline4 di Jalan Letjen Suprapto dan Jalan Perintis Kemerdekaan yang berada di jalur Trans-Jakarta Koridor II.
Gambar 3.7 Tampilan link dan reseptor Jalan Letjen Suprapto dan Jalan Perintis Kemerdekaan Sumber : Pengolahan data
Melissa (15303013)
III - 22
METODOLOGI
3.7.4
Perhitungan Volume Kendaraan Volume kendaraan diperlukan dalam input model. Perhitungan volume kendaraan
pada umumnya dilakukan dengan traffic counter dan dilakukan selama 15 menit setiap 1 jam pada tiap ruas jalan. Sehingga untuk memperoleh jumlah volume kendaraan total selama 1 jam, hasil perhitungan 15 menit kemudian dikalikan 4. Data volume kendaraan yang diperoleh dari Dinas Perhubungan diasumsikan telah sesuai dengan keadaan arus jalan sehingga tidak perlu lagi penjumlahan volume kendaraan untuk keadaan dengan 2 arus jalan.
3.7.5
Penentuan Kelas Stabilitas Atmosfer Berdasarkan input data meteorologi, penentuan kelas stabilitas periode jam sibuk
pagi (jam sibuk pagi hari) dan jam sibuk sore (jam sibuk sore hari) ditetapkan dengan menggunakan metode Bowen et al. yang didasarkan pada stabilitas Turner dan Pasquill pada pengamatan meteorologi permukaan, yakni kecepatan angin dan radiasi matahari yang ditunjukkan Tabel 3.8. Tabel 3.8 Metode radiasi matahari untuk mengestimasi kelas stabilitas Pasquill Siang hari Radiasi Sinar Matahari (W/m2)
Kecepatan angin (u10) (m/s)
>925
925 - 675
675 - 175
<175
<2
A
A
B
D
2-3
A
B
C
D
3–5
B
B
C
D
5–6
C
C
D
D
>6
C
D
D
D
Malam hari Kecepatan angin
Gradien Temperatur Vertikal
(u10) (m/s)
<0
>0
< 2.0
F
F
2,0 – 2,5
D
E
> 2,5
D
D
Sumber : U.S. Environmental Protection Agency, 2000. Ket : A=sangat labil, B=labil sedang, C=sedikit labil, D=netral, E=sedikit stabil, F=stabil.
Melissa (15303013)
III - 23
METODOLOGI
Penentuan kelas stabilitas atmosfer didasarkan pada data meteorologi dari BPLHD DKI Jakarta pada bulan April 2005 (contoh pada Tabel 3.9) dan bulan September 2005. Sebagai contoh, dengan menggunakan data pada Tabel 3.9 dan mengacu Tabel 3.8, maka dapat ditentukan kelas stabilitas Pasquill berdasarkan pengaruh radiasi sinar matahari (W/m2). Rata-rata kecepatan angin untuk periode jam sibuk pagi hari pada 22 April 2005 yakni sebesar 0.65 m/det dan dengan tingkat radiasi cahaya matahari yang lemah (< 175 W/m2) maka dapat dikatakan bahwa kelas stabilitasnya tergolong kategori D (Netral). Tabel 3.9 Data meteorologi untuk skenario jam sibuk pagi hari (22 April 2005) hasil pemantauan di stasiun pengukuran meteorologi Kampus ASMI Tanggal
22 Apr'05
Waktu
Grad (W/m2)
Kec (m/s)
Temp (Degree)
6:00
0,00
0,04
26,74
6:30
15,09
0,47
27,13
7:00
40,63
0,32
27,55
7:30
65,94
0,55
27,97
8:00
123,27
1,20
28,80
8:30
169,91
0,57
29,82
9:00
194,26
1,44
29,97
87,01
0,65
28,28
Rata-rata
Sumber : BPLHD DKI Jakarta, 2005
3.7.6
Penentuan Konsentrasi Background Berdasarkan data kualitas udara ambien dari BPLHD DKI Jakarta, nilai
konsentrasi background untuk parameter NO adalah 0 (nol) ppm dan untuk parameter CO adalah 1,4 ppm di lokasi studi.
3.7.7
Penentuan Standar Deviasi Arah Angin (Sigma Theta) Standar deviasi arah angin atau disebut juga sebagai sigma theta disebabkan
karena adanya arah angin yang tidak selalu kontinu. Hal ini coba dibuktikan oleh Yamartino dengan penggunaan algoritma berupa metode single-pass dalam menghitung nilai standar deviasi arah angin. Saat single pass melewati nilai n dari perhitungan arah angin (θ), nilai-nilainya akan dihitung sehingga diperoleh nilai rata-rata sinθ dengan menggunakan persamaaan berikut :
Melissa (15303013)
III - 24
METODOLOGI
…(3.2) dan rata-rata cosθ : …(3.3) arah angin rata-rata menjadi : …(3.4) Dari sekitar 20 persamaan yang berbeda untuk mendapatkan θ menggunakan suatu variabel untuk memperoleh data arah angin single-pass, Yamartino akhirnya menemukan persamaan : …(3.5) dimana
ε = 1 − (Sa 2 + Ca 2 )
…(3.6)
Hasil yang diperoleh dari persamaaan single-pass di atas mengindikasikan bahwa algoritma Yamartino memiliki perbandingan dengan nilai σθ double-pass yang benar sebesar 2%. Nilai sigma theta juga dapat digunakan untuk menentukan kelas stabilitas Pasquill dengan menggunakan Tabel 3.10. Tabel 3.10 Perkiraan awal kelas stabilitas Pasquill berdasarkan σθ Perkiraan awal kelas stabilitas Pasquill A B C D E F
Standar deviasi arah angin azimuth (σθ) 22,5 ≤ σθ 17,5 ≤ σθ < 22,5 12,5 ≤ σθ < 17,5 7,5 ≤ σθ < 12,5 3,8 ≤ σθ < 7,5 σθ < 3,8
Sumber : U.S. Environmental Protection Agency, 2000.
Setelah memperoleh nilai kelas stabilitas Pasquill yang didasarkan pada σθ pada perkiraan awal, maka digunakan data kecepatan angin sebagai salah satu faktor yang juga menentukan nilai kelas stabilitas sehingga perkiraan akhir dari kelas stabilitas Pasquill dapat ditentukan menggunakan Tabel 3.11.
Melissa (15303013)
III - 25
METODOLOGI
Tabel 3.11 Perkiraan akhir kelas stabilitas Pasquill berdasarkan kecepatan angin Perkiraan awal kelas stabilitas Pasquill
Siang hari
Kec angin (u10) (m/s)
Perkiraan akhir kelas stabilitas Pasquill
A
u<3
A
A
3≤u<4
B
A
4 ≤ u <6
C
A
6≤u
D
B
u<4
B
B
4 ≤ u <6
C
B
6≤u
D
C
u<6
C
C
6≤u
D
D, E, atau F
manapun
D
Sumber : U.S. Environmental Protection Agency, 2000.
Standar deviasi arah angin (sigma theta) akan mempengaruhi nilai prediksi konsentrasi pada titik reseptor sebab standar deviasi merupakan salah satu faktor meteorologi dalam model Caline4. Tabel 3.12 menunjukkan salah satu contoh data yang digunakan untuk mencari nilai besaran standar deviasi arah angin (jika menggunakan Microsoft Excel untuk mengolah data tersebut maka data arah angin dalam satuan derajat diubah ke dalam satuan radian) sehingga diperoleh nilai besaran standar deviasi arah angin berdasarkan masing-masing skenario periode meteorologi menggunakan metode Yamartino (persamaan 3.2 – persamaan 3.6). Tabel 3.12 Data untuk menghitung standar deviasi arah angin Tanggal
22 Apr'05
Waktu
Arah Angin (Degree)
Arah Angin (Radian)
6:00
99,76
1,74
6:30
105,03
1,83
7:00
98,59
1,72
7:30
98,21
1,71
8:00
103,34
1,80
8:30
78,23
1,36
9:00
100,74
1,76
Sumber : BPLHD DKI Jakarta, 2005 dan hasil perhitungan
Melissa (15303013)
III - 26
METODOLOGI
Contoh perhitungan (Tabel 3.13) Perhitungan menggunakan satuan radian. Sa = 1 / 7 × (sin 1,74 + sin 1,83 + sin 1,72 + sin 1,71 + sin 1,80 + sin 1,36 + sin 1,76) Sa = 1 / 7 × 6,87 = 0,98 Ca = 1 / 7 × (cos1,74 + cos1,83 + cos1,72 + cos1,71 + cos1,80 + cos1,36 + cos1,76) Ca = 1 / 7 × (− 0,93) = −0,13
θa = arctan(0,98 / − 0,13) = 0,14
(
)
ε = 1 − (0,98)2 + (− 0,13)2 = 0,14
[
)]
(
σ θ = arcsin(0,14) 1,0 + 0,1547 × (0,14)3 = 0,14 Tabel 3.13 Contoh perhitungan σθ untuk data pada Tabel 3.12 Tanggal
Degre
Radian
sin σθ
6:00
99,76
1,74
0,99
-
0,17
6:30
105,03
1,83
0,97
-
0,26
7:00
98,59
1,72
0,99
-
0,15
7:30
98,21
1,71
0,99
-
0,14
8:00
103,34
1,80
0,97
-
8:30
78,23
1,36
0,98
9:00
100,74
1,76
Waktu
22 Apr'05
cos σθ
0,23 0,20
0,98
-
0,19
6,87
-
0,93
Sa
Ca
σθ
ε
σθ
σθ (Rad)
σθ (Degree)
0,98
-0,13
-1,44
0,14
0,14
0,14
8,25
Sumber : BPLHD DKI Jakarta, 2005 dan hasil perhitungan
Jika σθ = 0,14 (radian) diubah lagi ke dalam bentuk derajat maka σθ memiliki nilai sebesar 8,250. Nilai σθ = 8,250 dapat digunakan untuk menentukan kelas stabilitas Pasquill berdasarkan Tabel 3.11, yakni berada pada rentang 7,5 ≤ σθ < 12,5, sehingga kelas stabilitas Pasquill untuk data pada Tabel 3.12 adalah D (Netral). Selain didasarkan pada σθ, kelas stabilitas Pasquill yang telah ditentukan sebelumnya menggunakan pendekatan σθ dapat juga didekati dengan faktor kecepatan angin saat siang hari sehingga diperoleh kelas stabilitas perkiraan akhir yakni D (Netral).
Melissa (15303013)
III - 27
METODOLOGI
3.8
Permodelan Caline4
Permodelan Caline4 meliputi pemasukan data input dan eksekusi. Output dari permodelan ini digunakan sebagai validasi terhadap data pemantauan road-side. File input tersedia untuk membantu dalam proses data, yakni cakupan data input, tombol-tombol radio, daftar input, dan tabulasi halaman. Cakupan data input berisi datadata secara alfanumerik, tombol radio dan daftar masukan berisi pilihan di antara alternatif-alternatif, sedangkan tabulasi data dapat mengubah tampilan antara 5 (lima) layar data input. File input dalam penggunaan model Caline4 terdiri dari 5 (lima) tipe masukan yaitu (USER’S GUIDE STI-997480-1814-UG):
1. JOB PARAMETER
2. LINK GEOMETRY
Melissa (15303013)
III - 28
METODOLOGI
3. LINK ACTIVITY
4. RUN CONDITIONS
5. RECEPTOR CONDITIONS
Melissa (15303013)
III - 29
METODOLOGI
3.8.1
Input JOB PARAMETER
Masukan JOB PARAMETER terdiri dari beberapa bagian, yakni : FILE NAME
Hanya berupa tampilan saja dan tidak dapat diubah. Setelah file disave dalam format (*.dat), FILE NAME akan terisi dengan sendirinya.
JOB TITLE
Merupakan icon tambahan untuk menjelaskan model yang dibuat (dapat terisi hingga 40 karakter).
RUN TYPE
Berupa pilihan-pilihan dalam menentukan periode rata-rata untuk konsentrasi pencemar dan sudut angin rata-rata per jam. Kebanyakan users menggunakan RUN TYPE “worst case wind angle” dan mengaplikasikan faktor persisten 0,60,7 untuk memperkirakan konsentrasi CO rata-rata selama 8 jam. Pilihan-pilihan yang dapat digunakan:(1) STANDARD yang menghitung konsentrasi rata-rata selama 1 jam pada reseptor dan users harus memasukkan arah angin pada layar RUN CONDITIONS, (2) MULTI-RUN yang menghitung konsentrasi CO rata-rata selama 8 jam pada reseptor dan users harus memasukkan arah angin setiap jamnya, (3) WORST-CASE WIND ANGLE yang menghitung konsentrasi CO rata-rata selama 1 jam pada reseptor dan model akan memilih sudut angin yang menghasilkan konsentrasi CO tertinggi pada setiap reseptor serta merupakan pilihan yang tepat bagi kebanyakan users, (4) MULTI-RUN/WORSTCASE HYBRID yang menghitung konsentrasi rata-rata CO selama 8 jam pada reseptor dan model juga akan memilih sudut angin yang menghasilkan konsentrasi CO tertinggi pada setiap reseptor.
Melissa (15303013)
III - 30
METODOLOGI
AERODYNAMIC
Merupakan
icon
pilihan
dalam
menentukan
jumlah
ROUGHNESS
turbulensi udara lokal yang mempengaruhi penyebaran
COEFFICIENT
kepulan. Pilihan-pilihan yang ada pada CL4 adalah: (1) RURAL dengan Roughness Coef=10 cm, (2) SUBURBAN dengan Roughness Coef=100 cm, (3) CENTRAL BUSINESS DISTRICT dengan Roughness Coef=400 cm.
MODEL
Menyediakan
informasi
yang
ringkas
mengenai:
INFORMATION
(1) LINK / RECEPTOR GEOMETRY UNITS untuk menentukan satuan dari geometri jaringan jalan dan posisi reseptor, (2) ALTITUDE ABOVE SEA LEVEL untuk mendefinisikan ketinggian di atas rata-rata permukaan laut dalam menentukan nilai dari penyebaran suatu kepulan dan hal ini tidak mempengaruhi Link Geometry atau Receptor Positions, (3) No of LINKS yang merupakan jumlah total jaringan yang ada pada lembar Link Geometry, (4) No of RECEPTORS yang merupakan jumlah total reseptor yang ada pada lembar Receptor Positions, (5) AVERAGING INTERVAL yang mengindikasikan pilihan users dalam menghitung konsentrasi rata-rata CO pada reseptor.
3.8.2
Input LINK GEOMETRY
Matrix yang tersedia diisi untuk mendefinisikan link yang akan dimodelkan. Setiap baris pada matrix mendefinisikan single link dengan input maksimal sebanyak 20 links. Links tersebut mendefinisikan sebagai segmen garis lurus. Peta LINK GEOMETRY akan ditampilkan pada layar RECEPTOR POSITIONS. Masukan LINK GEOMETRY terdiri dari beberapa bagian, yakni : LINK NAME
Merupakan icon pilihan dalam mendeskripsikan nama yang ingin dicantumkan sebanyak 12 karakter untuk setiap link.
Melissa (15303013)
III - 31
METODOLOGI
LINK TYPE
Merupakan icon pilihan untuk mendefinisikan tipe jalan raya yang mewakili tiap link. Pilihan-pilihan pada CL4 meliputi : (1)AT GRADE dimana CL4 tidak memasukkan kepulan ke dalam campuran yang terjadi di bawah ground level sehingga diasumsikan ketinggiannya = 0 (nol), (2)FILL dimana CL4 secara otomatis mengatur ketinggian link = 0 (nol) dan mengasumsikan tidak ada gangguan aliran udara yang mengikuti area permukaan, (3) DEPRESSED dimana terjadi penambahan kumpulan udara pada periode daerah tertentu ke dalam zona pencampuran sejalan dengan kedalaman tekanan jalan raya sebab konsentrasi pencemar akan berkurang lebih cepat pada arah downwind untuk link yang bertekanan akibat adanya pertambahan pencampuran secara vertikal sesuai dengan periode daerah, (4)BRIDGE dimana udara mengalir di atas dan di bawah link sehingga kepulan merupakan campuran keseluruhan dari link, (5)PARKING LOT dimana Algoritma CL4 menghitung mekanisme pengurangan dan antisipasi turbulensi termal dari pergerakan lambat dan kendaraan yang dinyalakan dalam keadaan dingin pada jalan akses menuju tempat parkir.
ENDPOINT
Merupakan sistem koordinat Cartesian yang mendefinisi-
COORDINATES
kan posisi dari link endpoints (X1,Y1) dan (X2,Y2) dan menggunakan satuan unit pengukuran yang disesuaikan dengan pilihan pada layar Job Parameters (meters atau feet). Axis Y diorientasikan pada arah utara-selatan sedangkan axis X diorientasikan pada arah timur-barat.
LINK HEIGT
Mendefinisikan ketinggian link di atas daerah sekitarnya untuk semua jenis link kecuali Bridge, untuk Ground Level
Melissa (15303013)
III - 32
METODOLOGI
= 0 meter atau feet (z=0). Nilai ketinggian link untuk AtGrade Links = 0 atau nilai positif, untuk Fill Links selalu bernilai = 0, untuk Depressed Links kedalaman tekanan diindikasikan sebagai nilai negatif, dan untuk Parking Lots = 0. MIXING ZONE
Zona pencampuran didefinisikan sebagai lebar jalan dengan
WIDTH
penambahan 3 meter pada setiap sisi jalan dengan nilai minimum sebesar 10 meter atau 32,81 feet.
CANYON/BLUFF
Merupakan pendekatan khusus CL4 untuk daerah dengan
MIX
tanah lapang yang kompleks seperti adanya jurang atau penghalang.
3.8.3
Input LINK ACTIVITY
Masukan LINK ACTIVITY mendefinisikan tingkatan lalu lintas dan nilai emisi kendaraan yang diobservasi pada tiap link, yakni : TRAFFIC
Merupakan volume lalu lintas per jam pada setiap link
VOLUME
dalam unit kendaraan per jam. Jika menggunakan skenario Multi-Run maka volume lalu lintas harus didefinisikan untuk 8 jam.
EMISSION
Merupakan angka rata-rata pembuangan emisi kendaraan
FACTOR
terukur pada kelompok kendaraan secara lokal dan digambarkan dalam unit gram per mile per kendaraan. Jika menggunakan skenario Multi-Run maka faktor emisi harus didefinisikan untuk 8 jam.
3.8.4
Input RUN CONDITIONS
Masukan RUN CONDITIONS terdiri dari parameter meteorologi dengan kondisi meteorologi terburuk yang dapat diantisipasi di lokasi yang bersangkutan, diantaranya:
Melissa (15303013)
III - 33
METODOLOGI
WIND SPEED
Merupakan kecepatan angin dalam unit meter per detik dengan nilai minimum kecepatan angin pada kondisi terburuk berdasarkan CL4 = 0,5 m/det, sedangkan berdasarkan EPA (1992) = 1 m/det.
WIND DIRECTION
Arah angin diartikan dari mana angin bertiup searah dengan jarum jam mulai dari arah Utara (Utara=0, Timur=90, Selatan=180, dan Barat=270).
WIND DIRECTION
Merupakan standar deviasi statistik dari arah angin yang
STD DEVIATION
kadang disebut sebagai “sigma theta”.
ATMOSPHERIC
Merupakan ukuran turbulensi atmosfer dengan nilai 1-7
STABILITY CLASS
sesuai dengan kelas stabilitas A-G.
MIXING HEIGHT
Merupakan ketinggian turbulensi termal yang terjadi berkaitan dengan pemanasan sinar matahari ke Bumi. Jika terjadi kondisi ekstrim di suatu lokasi (mixing height ≤ 10 meter) maka diperlukan konsultasi lanjutan dengan local air district.
AMBIENT
Temperatur ambien secara signifikan mempengaruhi emisi
TEMPERATURE
pencemar, digambarkan dalam unit derajat Celcius.
AMBIENT
Ukuran ini menggambarkan tingkat latar belakang polutan
POLLUTANT
yang dapat diperkirakan dalam unit parts per million (ppm).
CONCENTRATION
3.8.5
Input RECEPTOR CONDITIONS
Pada layar RECEPTOR CONDITIONS, users memasukkan input data untuk seluruh posisi reseptor berdasarkan sistem koordinat Cartesian dan memiliki satuan
Melissa (15303013)
III - 34
METODOLOGI
pengukuran yang sama seperti pada Link Geometry serta adanya tampilan diagram dari LINK GEOMETRY dan RECEPTOR POSITIONS. Untuk masing-masing reseptor (maksimum 20 reseptor) disediakan untuk lahan deskripsi sebesar 8 karakter, koordinat X, koordinat Y, dan nilai ketinggian (Z).
3.8.6
Output Permodelan Caline4
File output dalam penggunaan Caline4 dibagi menjadi 4 bagian, yakni : (1) Variabel Daerah, (2) Variabel Link, (3) Lokasi Reseptor, (4) Hasil Model. Adapun istilahistilah yang digunakan pada file output Caline4 yakni : U
= kecepatan angin
ZO
= koefisien kekasaran aerodinamik
ALT
= ketinggian di atas permukaan laut
BRG
= sudut angin
VD
= kecepatan deposisi
CLAS
= kelas stabilitas atmosfer
VS
= kecepatan pengendapan
MIXH
= ketinggian pencampuran atmosfer
AMB
= konsentrasi polutan ambien
SIGTH
= standar deviasi arah angin
TEMP
= temperatur ambien
Type
= tipe link (contoh : AG = at-grade)
VPH
= kendaraan per jam
EF
= faktor emisi
H
= ketinggian link
W
= lebar zona pencampuran
Pred Conc
= memprediksi konsentrasi pencemar pada reseptor termasuk AMB
Conc/Link
= nilai konsentrasi pencemar yang dikontribusikan tiap link pada posisi reseptor
AVG
= konsentrasi rata-rata pencemar 8 jam yang terprediksi pada reseptor
Melissa (15303013)
III - 35
METODOLOGI
3.9
Perhitungan Model Caline 4
Perhitungan perkiraan konsentrasi rata-rata untuk parameter CO dan NO di titik reseptor selama 1 jam menggunakan data dengan kondisi angin 0,5 m/s yang sesuai dengan kemampuan kerja model Caline4 yang tertera pada buku User’s Guide for Caline4 US EPA. Berikut merupakan contoh input data yang diambil dari data Jalan Perintis Kemerdekaan kondisi pra-implementasi untuk skenario jam sibuk pagi hari (22 April 2005)dengan parameter pencemar NO. Job Parameter
: Run Type Aerodinamic Roughness Coeff
: Central Bussiness District
Link/Receptor Geo Units
: Meters
Altitude Above Sea (m)
: 7
Link Geometry
: sesuai Tabel 3.6
Link Activity
: Traffic Vol (vph) Hour1 Emission Factor(g/mi) Hour 1
Run Condition
: Standard
: Wind Speed (m/s)
: sesuai Tabel 3.3 : sesuai Tabel 3.4 : sesuai Tabel 3.9
Wind Direction (degree)
: sesuai Tabel 3.12
Wind Direction Std Dev (deg)
: sesuai Tabel 3.13
Atmospheric Stability Class
: sesuai Tabel 3.11 dan 3.13
Mixing Height
: 800 m
Ambient Temperature
: sesuai Tabel 3.9
Ambient Polutant Conc (ppm)
: 0 ppm
Receptor Position : sesuai Tabel 3.7
Melissa (15303013)
III - 36
METODOLOGI
Contoh Eksekusi Model Caline4 terhadap contoh input data di atas
Melissa (15303013)
III - 37
METODOLOGI
3.10
Validasi Model
3.10.1 Hipotesis Statistik
Dalam menganalisis kesesuaian eksekusi Model Caline4 dengan hasil road-side monitoring yang dilakukan oleh BPLHD DKI Jakarta, maka diperlukan pengolahan secara statistik berupa pengujian hipotesis yang menyatakan kemungkinan benar atau tidak mengenai suatu masalah (menyangkut suatu populasi). Pengujian hipotesis digunakan sebagai alat pengambil keputusan dari suatu pernyataan yang telah dirumuskan sebelumnya (hipotesis) berdasarkan suatu galat tertentu (umumnya disebut tingkat kepercayaan (α)). Data-data yang akan divalidasi meliputi data konsentrasi CO dan NO saat pra dan pasca untuk skenario jam sibuk pagi hari dan jam sibuk sore hari di jalur Trans-Jakarta Koridor I dan II. Langkah-langkah pengujian hipotesis adalah sebagai berikut : 1. Menentukan hipotesis nol (H0) dan hipotesis tandingannya (H1) untuk alternatif dua sisi. H0 : μ1 = μ2 (eksekusi permodelan = hasil data pemantauan road-side) H1 : μ1 ≠ μ2 (eksekusi permodelan ≠ hasil data pemantauan road-side)
∑ (X n
2. Menghitung nilai rata-rata/ mean ( X 1 , X 2 ) dan S1 2 , S 2 2 =
i =1
− X)
2
i
n −1
3. Menghitung thitung (th) untuk menentukan selisih (“error”) pada kasus variansi populasi 1 dan populasi 2 tidak diketahui tetapi dianggap berbeda (σ1 ≠ σ2)
th =
(X
1
− X 2 ) − μ0 2
...(3.7)
2
S1 S + 1 n1 n2
μ0 = 0 sebab X 1 − X 2 = 0 4. Menghitung nilai derajat kebebasan 2
⎛ S1 2 S 1 2 ⎞ ⎜ ⎟ ⎜ n + n ⎟ 1 2 ⎠ ⎝ df = 2 2 2 1 ⎛⎜ S1 ⎞⎟ 1 ⎛⎜ S 2 + (n1 − 1) ⎜⎝ n1 ⎟⎠ (n2 − 1) ⎜⎝ n2
Melissa (15303013)
...(3.8) ⎞ ⎟ ⎟ ⎠
2
III - 38
METODOLOGI
5. Menetapkan nilai resiko penolakan (α) yang umumnya digunakan adalah α=5% dengan tingkat kepercayaan 95%. Serta menetapkan daerah kritis (daerah penolakan H0) dan titik kritis (titik batas dimana suatu hipotesis H0 akan diterima atau ditolak) menggunakan kurva distribusi-t. 6. Menentukan titik kritis (tteori) berdasarkan nilai resiko penolakan di atas, kemudian uji dengan thitung menggunakan grafik distribusi Normal. 7. Kesimpulan berupa penolakan H0 jika nilai thitung > nilai tteori atau nilai thitung < nilai tteori dan H0 akan tidak ditolak jika thitung lebih dekat ke titik nol dibandingkan dengan tteori.
3.10.2 Persentase Kesalahan (Nilai Error)
Persentase kesalahan (error) model dapat ditentukan dengan menggunakan perhitungan persentase selisih konsentrasi dengan menggunakan Persamaan 3.9 : Persentase selisih (%) =
a−b a
× 100%
...(3.9)
dimana: a = data hasil data pemantauan road-side b = data eksekusi model
Melissa (15303013)
III - 39