Bab III Metodologi Penelitian III.1. Umum Pada bab ini akan dibahas mengenai metode yang digunakan dalam penelitian potensi pemanfatan limbah las karbid dalam proses karbonatasi mineral sebagai alternatif pengolahan emisi karbon dioksida (CO2). Dalam bab ini akan dijelaskan metode pengumpulan data primer maupun sekunder, perhitungan kapasitas penyerapan emisi CO2 dari setiap variasi percobaan serta efisiensi keseluruhan dan perhitungan koefisien transfer massa untuk masing-masing variasi tersebut. Pengumpulan data primer dilakukan dengan pengukuran emisi yang dititik beratkan pada komposisi gas CO2 pada sampel emisi yang diambil, penentuan karakteristik kimia sampel limbah las karbid yang dimanfaatkan dalam penelitian, serta pengukuran secara langsung parameter-parameter reaksi. Diagram alir penelitian disajikan dalam Gambar 3.1. III.2. Penentuan Tujuan Tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi limbah las karbid sebagai alternatif senyawa alkali dalam proses karbonatasi mineral serta melihat potensi proses karbonatasi mineral sebagai alternatif pengolahan emisi CO2. III.3. Studi Literatur Studi literatur dilakukan dengan mengumpulkan buku, laporan penelitian, maupun jurnal pendukung. Studi literatur ini dilakukan sebagai langkah awal dalam memahami objek penelitian, memberi rujukan mengenai metode pengukuran dan perhitungan dalam penelitian, maupun sebagai pembanding dalam analisis hasil penelitian nantinya.
III-1
Persiapan Pengambilan sampel limbah las karbid
Studi literatur
Analisa limbah las karbid Analisa komposisi kimia limbah las karbid
Analisa kelarutan limbah las karbid
Pengukuran konsentrasi ion-ion Ca, Fe, Mg, Al, Na, Si, dan Phospat (Atomic absorption spectrophotometry)
Kelarutan ion Ca2+ dalam 13 variasi penambahan massa limbah las karbid (Titrasi asam-basa & titrasi kompleksometriEDTA)
Gambar 3. 1.(a) Diagram alir penelitian tahapan analisa limbah las karbid
Pengambilan sampel gas emisi kendaraan bermotor
Latutan penyerap tanpa penyaringan
Blanko
Konsentrasi gas CO2 (Auto emission analyzer) Trap gas asam : analisa asiditasalkalinitas Larutan penyerap : analisa asiditasalkalinitas
Konsentrasi gas CO2 (Auto emission analyzer) Trap gas asam : analisa asiditasalkalinitas Larutan penyerap : analisa asiditas alkalinitas analisa konsentrasi ion Ca2+
Gambar 3. 1.(b) Diagram alir penelitian tahapan penelitian pendahuluan
III-2
Pengambilan sampel gas unit CO2 removal
Larutan penyerap dengan penyaringan
Larutan penyerap tanpa penyaringan
Variasi penambahan massa limbah las karbid (2,7; 5,4; 8,1; 10,8 gram)
Variasi debit aliran gas (1,292; 0,496 Lpm)
Larutan penyerap dengan penyaringan
Latutan penyerap tanpa penyaringan Konsentrasi gas CO2 (Auto emission analyzer) Trap gas asam : analisa asiditasalkalinitas Larutan penyerap : analisa asiditasalkalinitas
Konsentrasi gas CO2 (Auto emission analyzer) Trap gas asam : analisa asiditasalkalinitas Larutan penyerap : analisa asiditasalkalinitas analisa konsentrasi ion Ca2+ Endapan : analisa gravimetri Blanko
Konsentrasi gas CO2 (Auto emission analyzer) Trap gas asam : analisa asiditasalkalinitas Larutan penyerap : analisa asiditasalkalinitas
Gambar 3. 1.(c) Diagram alir penelitian tahapan penelitian inti
III.4. Metode Pengumpulan Data Awal III.4.1 Komposisi kimia limbah las karbid Penelitian ini memanfaatkan limbah las karbid sebagai alternatif senyawa alkali untuk bahan baku pembuatan larutan penyerap (absorber) gas CO2 dalam proses karbonatasi mineral. Pemilihan limbah las karbid berdasarkan pertimbangan bahwa komposisi utama dari limbah las karbid secara teoritis adalah senyawa-senyawa alkali terutama kalsium hidroksida. Kalsium hidroksida ini yang akan berperan dalam III-3
proses karbonatasi mineral dimana senyawa ini akan bereaksi dengan gas CO2 dan membentuk kalsium karbonat yang bersifat stabil secara permanen. Karena tingkat kemurnian dari limbah las karbid yang sangat beragam, maka harus dilakukan terlebih dahulu pengecekan terhadap komposisi kimia limbah las karbid tersebut. Konsentrasi Ca, Mg, Si, Fe, Al, Na, dan phospat dalam sampel limbah las karbid diperiksa dengan menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS). Selain kandungan unsur-unsur logam, juga dilakukan pemeriksaan terhadap kandungan air baik yang bebas maupun yang terikat serta kandungan unsur karbonnya. Dengan mengetahui konsentrasi dari masing-masing parameter tersebut serta membandingkan dengan literatur yang sesuai, dapat diperkirakan komposisi dari limbah las karbid tersebut. Analisa komposisi kimia limbah las karbid ini dilakukan di Lab Kimia P3GL, Bandung. Hasil data analisa komposisi limbah las karbid dapat dilihat dalam lampiran A.
III.4.1 Persiapan reaktor III.4.2.1 Pemilihan alat Berdasarkan studi literatur, ditentukan reaksi karbonatasi mineral akan dilakukan dalam fasa terlarut dari sampel limbah las karbid. Dengan begitu, proses yang terjadi antara larutan sampel limbah las karbid dan gas CO2 yang akan diolah adalah proses absorpsi. Dalam proses absorpsi, terjadi reaksi antara dua fasa yaitu fasa gas dan fasa cair dalam sebuah kolom absorpsi. Terdapat dua mekanisme utama yang dapat dipilih dalam proses absorpsi ini, yang pertama adalah dispersi cairan. Dalam mekanisme dispersi cairan ini, larutan penyerap dalam fasa cairnya akan didispersikan (disemburkan) ke dalam kolom absorpsi dimana gas yang akan diolah dialirkan melalui kolom absorpsi tersebut. Sedangkan mekanisme kedua adalah kebalikannya, dimana gas didispersikan ke dalam kolom absorpsi yang berisi larutan penyerap. Dalam penelitian ini, mekanisme terakhir yang dipilih. Alat yang digunakan sebagai kolom absorpsi dalam penelitian ini adalah fritted bubbler impinger. Pemilihan penggunaan fritted bubbler impinger ini dengan tujuan agar efisiensi yang dicapai dalam proses karbonatasi mineral dapat cukup tinggi. Diameter maksimum dari frit pada fritted bubbler impinger sebesar 60 μm dengan diameter fritted bubbler impinger sendiri sebesar 3,5 cm. Ukuran gelembung gas yang dihasilkan bergantung kepada debit gas yang dialirkan ke dalam fritted bubbler impinger tersebut. Besarnya ukuran gelembung gas tersebut akan sangat mempengaruhi efisiensi dari proses penyerapan III-4
gas di dalam fritted bubbler impinger. Dengan menggunakan fritted bubbler impinger yang memiliki ukuran frit maksimm sebesar 60 μm, efisiensi sebesar 95% dapat dicapai pada aliran gas maksimum sebesar 0,4 L/menit (Lodge, 1989). Pada fritted bubbler impinger yang memiliki ukuran diameter frit lebih besar dari 60 μm, efisiensi yang tinggi juga dapat dicapai dengan memperkecil aliran gas. Namun apabila hal tersebut dilakukan, maka kehilangan tekan yang terjadi dalam sistem akan cukup besar (Lodge, 1989). Jenis dari fritted bubbler impinger yang digunakan dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2. Fritted bubbler impinger (inset : Fritted bubbler) Selain menggunakan fritted bubbler impinger, dalam penelitian ini juga digunakan beberapa alat lain yang dirangkaikan bersama. Alat-alat tersebut terdiri dari satu buah impinger kecil yang difungsikan sebagai penyerap gas asam lain sebelum emisi gas dialirkan ke dalam fritted bubbler impinger dan sebuah trap impinger besar yang difungsikan sebagai penangkap uap air yang terbawa dari rangkaian fritted bubbler impinger dan impinger kecil sebelum aliran gas masuk ke dalam Auto Emission Analyzer untuk diperiksa konsentrasi gas CO2nya. Uap air ini harus disisihkan terlebih dahulu karena keberadaan uap air akan mempengaruhi akurasi pembacaan dari Auto Emission Analyzer. Tiga jenis impinger tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.3.
III-5
Gambar 3.3. Impinger Kecil, Fritted Bubbler Impinger, Trap impinger (kiri - kanan)
III.4.2.2 Kalibrasi flowmeter Dalam proses absorpsi, aliran gas menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi efisiensi proses, oleh karena itu aliran gas harus dapat diatur dan dijaga konstan selama reaksi berlangsung. Pada penelitian ini, digunakan flowmeter untuk mengatur serta menjaga kestabilan aliran gas. Flowmeter sendiri adalah alat ukur sekunder, oleh karena itu sebelum flowmeter tersebut digunakan harus dikalibrasi terlebih dahulu dengan menggunakan alat ukur primer. Pada pelaksanaan kalibrasi, alat ukur primer yang digunakan adalah Bubblemeter Generator. Kalibrasi dilakukan pada enam skala flowmeter dengan lima data kalibrasi untuk masingmasing skala. Hasil dari proses kalibrasi ini adalah kurva kalibrasi dari flowmeter yang bersangkutan. Kurva kalibrasi ini digunakan untuk mengkonversi setiap nilai pada skala flowmeter ke dalam satuan debit yang umum digunakan. Kurva kalibrasi dari flowmeter yang digunakan dapat dilihat pada lampiran B.
III.4.1 Pembuatan kurva kelarutan limbah las karbid Sebagaimana yang sudah dijelaskan sebelumnya, reaksi karbonatasi mineral ini dilakukan dalam fasa terlarut dari limbah las karbid dan senyawa yang berperan penting dalam proses ini adalah kalsium hidroksida. Dengan ketidakmurnian sampel limbah, tidak dapat disamakan nilai kelarutan limbah tersebut dengan kalsium hidroksida murni. Oleh karena itu, tahap awal yang harus dilakukan adalah pengecekan tingkat kelarutan dari sampel limbah las karbid tersebut. Dalam pembuatan kurva kelarutan, dilakukan pelarutan dari limbah las karbid dengan massa tertentu dalam 100 mL air distilasi. Data untuk kurva kelarutan dapat dikatakan sudah mencukupi apabila dari kurva kelarutan yang terbentuk sudah III-6
diperoleh nilai kelarutan maksimumnya atau peningkatan kelarutan sudah tidak terlalu signifikan pada penambahan jumLah massa limbah las karbid yang cukup besar. Setelah dilarutkan dalam 100 mL air distilasi, kemudian dilakukan penyaringan dengan kertas saring untuk memisahkan padatan tersuspensi dan terendapkan. Setelah itu dilakukan analisa kesadahan Kalsium dan analisa akalinitas-asiditas dari larutan yang sudah disaring. Analisa kesadahan kalsium ditujukan untuk mengetahui jumlah ion kalsium terlarut pada larutan sedangkan analisa alkalinitas ditujukan untuk mengetahui kemungkinan anion yang berikatan dengan ion kalsium tersebut. Dengan metode ini, diasumsikan bahwa penyebab utama kesadahan pada air tersebut adalah karena keberadaan ion kalsium dari pelarutan limbah las karbid dan seluruh anion penyebab alkalinitas kecenderungan utamanya membentuk senyawa bersama ion kalsium. Dengan menggunakan asumsi tersebut, dapat diperkirakan berapa banyak senyawa kalsium hidroksida yang terlarut dalam setiap variasi massa limbah las karbid. Dari hasil analisa kelarutan ini, akan diperoleh tingkat kelarutan maksimum dari sampel limbah las karbid. Nantinya dalam pelaksanaan reaksi karbonatasi mineral, larutan penyerap akan dibuat pada kisaran kelarutan maksimum ini.
III.4.2 Pengambilan sampel gas Sampel emisi gas yang akan diambil berasal dari emisi gas unit CO2 removal Unit Pengumpulan (UP) Cilamaya Pertamina EP Region Jawa. Pemilihan emisi dari unit CO2 removal dengan pertimbangan konsentrasi gas CO2-nya yang cukup tinggi. Pengambilan sampel gas dilakukan pada unit reflux drum yang merupakan bagian akhir dari sistem CO2 removal di lokasi tersebut. Pada unit reflux drum ini, gas CO2 yang sudah terpisahkan dari gas alam mengalami proses pendinginan. Karakteristik fisik gas dari unit reflux drum ini memiliki temperatur sebesar 84˚F (sekitar 28,89˚C) dan tekanan sebesar 8 psi (sekitar 0,544 atm). Informasi selengkapnya mengenai unit reflux serta P&ID dari sistem CO2 removal pada lampiran C. Pengambilan sampel gas dilakukan pada lubang sampling unit reflux yang secara rutin digunakan sebagai tempat pengambilan sampel gas untuk keperluan analisa industri tersebut. Sampel gas diambil dengan menggunakan kontainer gas yang terbuat dari bahan polyetilen dengan ukuran selang probe sebesar ½ inchi.
III-7
(a) (b)
(c) Gambar 3.4. a) Unit reflux drum sistem CO2 removal, b) Sampling point unit reflux drum, c) Pengambilan sampel gas emisi dengan kontainer gas
III.4.3 Analisa komposisi gas emisi Untuk mengantisipasi terjadinya kebocoran ataupun perubahan komposisi gas sampel, maka dilakukan pengecekan konsentrasi gas CO2 dari sampel gas yang diambil. Pengecekan konsentrasi gas CO2 ini dilakukan setelah pengambilan sampel gas dan setiap gas tersebut akan direaksikan dalam proses karbonatasi mineral. Pengukuran konsentrasi gas CO2 ini menggunakan Auto Emission Analyzer yang menerapkan prinsip non-dispersive infrared absorption (NDIR) untuk HC/CO/CO2. Prinsip ini didasarkan atas absorpsi radiasi infra merah oleh karbon dioksida. Energi yang datang dari sebuah sumber pemancar radiasi di dalam daerah infra merah akan dipilah menjadi dua berkas sinar paralel dan diarahkan menuju se-sel referensi dan
III-8
sampel. Kedua berkas sinar tersebut akan melalui sel-sel yang setara di mana masingmasing berisi detektor selektif dan karbon dioksida. CO2 di dalam sel akan mengabsorpsi radiasi sinar infra merah hanya pada frekuensi karakteristiknya, dengan detektor yang hanya sensitif pada frekuensi itu pula. Tanpa adanya absorpsi gas di dalam sel referensi dan tanpa adanya CO2 di dalam sel sampel, sinyal dari kedua detektor akan setimbang secara elektronik. Setiap CO2 yang memasuki sel sampel akan menyerap radiasi, yang akan menurunkan temperatur dan tekanan di dalam sel detektor sehingga akan menggerakkan diafragma. Pergerakan diafragma ini akan dideteksi secara elektronis dan diamplifikasi untuk mendapatkan sinyal output-nya. Metode Non Dispersif Infra Red ini dapat diterapkan untuk menetapkan konsentrasi CO2 emisi maupun di udara ambien.
Gambar 3.5. Auto emission analyzer
Dikarenakan keterbatasan pembacaan konsentrasi maksimum dari alat Auto emission analyzer sebesar 20% volume untuk gas CO2, maka dalam pengukuran konsentrasi CO2 pada gas emisi dilakukan pengenceran dengan udara ambien.
III.5. Jalannya Penelitian III.5.1. Umum Penelitian karbonatasi mineral dilakukan dengan variasi massa limbah las karbid yang dilarutkan dalam pembuatan larutan penyerap. Dilakukan empat variasi massa yaitu 2,7 gram; 5,4 gram; 8,1 gram dan 10,8 gram. Selain variasi penambahan limbah las karbid, juga dilakukan variasi perlakuan setelah dilakukan proses pelarutan tersebut. Setelah dilarutkan, tidak semua limbah las karbid yang ditambahkan akan terlarut, fraksi limbah las karbid yang tidak terlarut akan membentuk slurry. Terdapat III-9
dua perlakuan yang dilakukan setelah proses pelarutan tersebut, yang pertama larutan yang diperoleh kemudian disaring untuk mendapatkan larutan yang hanya mengandung limbah las karbid terlarut saja, sedangkan perlakuan yang kedua tidak dilakukan penyaringan. Kedua perlakuan tersebut dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari perbedaan fasa dari limbah las karbid terhadap efisiensi serta kapasitas penyisihan emisi CO2. Variasi terakhir yang dilakukan adalah variasi debit aliran gas yaitu 0,496 Lpm dan 1,292 Lpm. Untuk variasi debit 0,496 Lpm hanya dilakukan pada dua variasi penambahan massa limbah las karbid terbesar yaitu 8,1 dan 10,8 gram. Skema dan gambar dari rangkaian alat dalam reaksi karbonatasi mineral ini dapat dilihat pada Gambar 3.5 dan Gambar 3.6.
kontainer gas
Auto Emission Analyzer
flowmeter trap gas asam trap uap air fritted bubbler impinger
Gambar 3.6. Skema rangkaian reaktor dalam pelaksanaan penelitian
Gambar 3.7. Rangkaian reaktor dalam pelaksanaan penelitian
III-10
III.5. 2. Pengumpulan data parameter reaksi Rekapitulasi analisa parameter reaksi dapat dilihat pada Tabel 3.1. dibawah ini. Tabel 3.1. Analisa parameter reaksi Parameter
Metoda
Konsentrasi gas CO2
NDIR
pH
Metoda elektrometik
Temperatur
Thermometer
Alkalinitas Asiditas
Titrasi asambasa Titrasi kompleksometri - EDTA
Kesadahan Kalsium Endapan mineral karbonat
Gas emisi
Sampel Trap gas asam
Larutan penyerap
Endapan
sebelum dan selama reaksi (pada outlet reaktor) sebelum dan setelah reaksi sebelum dan setelah reaksi setelah reaksi
sebelum dan setelah reaksi sebelum dan setelah reaksi sebelum dan setelah reaksi sebelum dan setelah reaksi setelah reaksi
Gravimetry
III.5.2.1 Pengukuran temperatur absorber / larutan penyerap dan trap Pengukuran temperatur absorber dan trap dilakukan sebelum dan setelah reaksi karbonatasi dilakukan. Pengukuran temperatur ini untuk mengetahui temperatur ketika terjadinya reaksi serta perubahan temperatur setelah terjadi reaksi. Dalam suatu reaksi kimia, pegukuran temperatur sangat penting untuk dilakukan karena temperatur dapat mempengaruhi kecepatan reaksi.
III.5.2.2. Pengukuran pH absober dan trap pH menunjukan kadar asam atau basa dalam suatu larutan, melalui konsentrasi / aktivitas ion hidrogen H+. Ion hidrogen merupakan faktor untuk mengerti reaksi kimiawi dalam ilmu teknik lingkungan karena •
H+ selalu ada dalam kesetimbangan dinamis dengan air / H2O, yang membentuk suasana untuk semua reaksi kimiawi yang bekaitan dengan masalah pencemaran air dimana sumber ion hidrogen tidak pernah habis.
•
H+ tidak hanya merupakan unsur H2O saja tetapi juga merupakan unsur banyak senyawa lain, hingga jumlah reaksi tanpa H+ dapat dikatakan hanya sedikit saja. III-11
Dalam proses karbonatasi mineral, pengukuran pH penting untuk dilakukan karena perubahan pH yang terjadi dalam sistem dapat menunjukan apakah reaksi karbonatasi tersebut terjadi. Pengukuran pH menggunakan pHmeter digital.
III.5.2.3 Pengukuran konsentrasi CO2 sebelum dan selama proses karbonatasi mineral Pengukuran konsentrasi CO2 dilakukan dengan menggunakan auto emission analyzer. Pembacaan dlakukan dalam selang waktu tertentu (setiap 5 detik) agar diperoleh data yang mencukupi untuk menggambarkan proses penyerapan emisi CO2 pada proses karbonatasi mineral. Setiap akan melakukan pengukuran selama reaksi karbonatasi mineral dilakukan, terlebih dahulu alat tersebut dialirkan dengan udara ambien untuk mengeluarkan gas sisa reaksi terdahulu yang masih terperangkap di dalamnya.
III.5.2.4 Pengukuran kesadahan kalsium pada absorber Pengukuran kesadahan kalsium dilakukan pada absorber untuk mengetahui jumlah ion kalsium terlarut pada absorber tersebut. Untuk absorber dengan penyaringan, analisa kesadahan kalsium dilakukan sebelum dan setelah reaksi karbonatasi mineral. Penurunan jumlah ion kalsium terlarut menunjukan terjadinya reaksi antara gas CO2 dan ion kalsium. Pada absorber tanpa penyaringan, pengukuran kesadahan kalsium hanya dilakukan setelah proses karbonatasi mineral setelah sebelumnya dilakukan penyaringan. Prinsip kerja pengukuran kesadahan kalsium dapat dilihat dalam lampiran D.
III.5.2.5 Pengukuran asiditas dan alkalinitas pada absorber dan trap Asiditas adalah kapasitas air untuk bereaksi dengan basa kuat. Nilai yang terukur dapat bervariasi dengan titik akhir pH yang digunakan pada proses determinasi. Nilai asiditas sebagai hasil pengukuran agregat dalam air dapat dilakukan untuk menganalisa suatu senyawa spesifik dalam air hanya apabila komposisi kimia dalam sampel air tersebut diketahui. Asam mineral kuat , asam lemah seperti asam karbonat dan asetat, dan garam hasil hidrolisa seperti besi atau aluminium sulfat dapat menentukan nilai asiditas sesuai dengan metode analisanya. Alkalinitas adalah kapasitas air untuk menetralisir asam. Nilai yang terukur dapat bervariasi dengan titik akhir pH yang digunakan pada proses determinasi. Nilai alkalinitas sebagai hasil pengukuran agregat dalam air dapat dilakukan untuk III-12
menganalisa suatu senyawa spesifik dalam air hanya apabila komposisi kimia dalam sampel air tersebut diketahui. Alkalinitas menjadi salah satu parameter analisa dalam proses karbonatasi mineral dikarenakan alkalinitas dari larutan merupakan fungsi dari karbonat (CO32-), bikarbonat (HCO3-), dan senyawa hidroksida yang terkandung dalam air. Nilai alkalinitas atau asiditas dari absorber dan trap sebelum serta sesudah reaksi karbonatasi mineral berlangsung menjadi pendekatan untuk mengetahui jumlah CO2 yang terlarut dalam larutan yang dianalisa. Prinsip kerja pengukuran asiditasalkalinitas dapat dilihat dalam lampiran D.
III.5.2.6 Analisa kuantitatif presipitat kalsium karbonat Analisa kuantitatif presipitat kalsium karbonat terbentuk dilakukan dengan menyaring larutan penyerap dengan menggunakan kertas saring. Kemudian kertas saring tersebut dikeringkan pada oven dengan temperatur 103–105˚C. Pada analisa, kuantitas kalsium karbonat adalah semua residu yang tertinggal setelah proses evaporasi dan pengeringan. Penimbangan dilakukan dengan menggunakan neraca analitik. Prinsip kerja pengukuran kuantitatif presipitat kalsium karbonat dapat dilihat dalam lampiran D.
III.6. Pengolahan Data Data yang diperoleh, berdasarkan hasil analisa pemeriksaan parameterparameter diatas yang mengacu terhadap studi literatur, akan diolah dengan membuat tabulasi secara kualitatif. Dari hasil pengolahan data diharapkan dapat terlihat dependensi antar parameter-parameter terukur. Dependensi antara parameterparameter tersebut, akan menunjukan bahwa dalam proses karbonatasi mineral terjadi suatu mekanisme reaksi yang melibatkan keseluruhan parameter-parameter tersebut.
III.7. Analisa Data Analisa data adalah penjelasan mengenai dependensi yang terjadi antara parameter-parameter terukur serta pengaruh dari masing-masing variasi terhadap proses karbonatasi mineral. Selain itu juga menjelaskan fenomena-fenomena yang terjadi dalam proses karbonatasi mineral yang dilakukan.
III-13