BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Amanah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah, pada Pasal 14 ayat 2 yang mengisaratkan bahwa urusan pemerintahan Kabupaten/Kota yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Sementara itu didalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan antara pemerintahan pusat dan daerah serta mengatur tentang alokasi anggaran dan pendapatan daerah. Pendapatan Asli Daerah adalah bagian dari pendapatan daerah, terdiri dari pajak daerah dan retribusi daerah diharapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, untuk meningkatkan dan pemerataan bagi kesejahteraan masyarakat. Lebih lanjut Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menetapkan ketentuanketentuan pokok yang memberikan pedoman kebijakan dan arahan bagi daerah dalam pelaksanaan pemungutan pajak dan retribusi, sekaligus menetapkan pengaturan untuk menjamin penerapan prosedur umum perpajakan daerah dan retribusi daerah. Tujuan dari penetapan sejumlah regulasi tersebut adalah untuk mengatur dan menggali potensi keuangan melalui berbagai sektor dan biasanya sektor-sektor tersebut dijabarkan lagi menjadi sub-sub sektor, yang kemudian dikelolah sekaligus dialokasikan untuk belanja pembangunan dan belanja aparatur dalam bentuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dengan alokasi anggaran ini diharapkan dapat menyentuh langsung pada kebutuhan masyarakat, terutama masyarakat yang berdomisili di pedesaan dengan latar belakang usaha adalah sektor pertanian yang sebagian besar berada dibawah garis kemiskinan. Pendekatan
sektoral
dalam
perencanaan
selalu
dimulai
dengan
pertanyaan yang menyangkut sektor apa yang perlu dikembangkan untuk mencapai tujuan pembangunan. Aziz (1994) menyatakan bahwa perencanaan pembangunan mengikuti suatu hirarki. Hirarki pertama menunjukkan tujuan pembangunan, hirarki ke dua menunjukan sektor-sektor mana yang terpilih,
32
hirarki ke tiga manunjukan daerah-daerah terpilih, dan hirarki ke empat menunjukkan kebijakan, siasat dan langkah-langkah apa yang perlu diambil. Berbeda dengan pendekatan sektoral, pendekatan regional lebih menitikberatkan pada daerah mana yang perlu mendapat prioritas untuk dikembangkan, baru kemudian sektor apa yang sesuai untuk dikembangkan di masing-masing daerah. Di dalam kenyataan, pendekatan regional sering diambil tidak dalam kerangka totalitas, melainkan hanya untuk beberapa daerah tertentu, seperti daerah terbelakang, daerah perbatasan, atau daerah yang diharapkan mempunyai posisi strategis dalam arti ekonomi-politis. Karena arah yang dituju adalah gabungan antara pendekatan sektoral dan regional, maka pembangunan daerah perlu selalu dikaitkan dimensi sektoral dengan dimensi spasial. Anwar (2005), menyatakan bahwa paradigma pembangunan ekonomi wilayah hendaknya memperhatikan tiga komponen penting dalam pembangunan yang terkait dengan penguatan basis ekonomi pedesaan, yaitu pertumbuhan (growt), pemerataan (equity) dan keberlanjutan (sustanaibility). Dalam konteks penguatan basis ekonomi pedesaan tersebut, maka sektor pertanian khususnya sub-sektor tanaman pangan dan hortikultura yang merupakan sektor ekonomi yang digeluti oleh masyarakat kecil dan menengah harus menjadi prioritas utama dalam pembangunan. Sebab sub-sektor ini merupakan sub-sektor primer yang banyak memiliki keterkaitan langsung dengan sektor lain dan memegang peranan penting dan merupakan sektor basis ekonomi masyarakat pedesaan yang harus ditempatkan sebagai sasaran pengembangan dan prioritas pembangunan. Pengembangan sub-sektor tanaman pangan dan hortikultura perlu suatu strategi pembangunan yang berbasis komunitas lokal dan sumberdaya domestik yang memiliki keunggulan, baik dalam bentuk sektor basis maupun sektor servis, sehingga diharapkan nantinya dapat menunjang pembangunan dan memacu pengembangan perekonomian wilayah. Komoditi pertanian tanaman pangan dan hortikultura yang perlu mendapat perhatian dan diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pembangunan wilayah kabupaten Halmahera Barat berupa padi, palawija, buahbuahan, sayur-sayuran, rempah-rempah dan tanaman obat-obatan. Sebab komoditas ini merupakan komoditas bagi kebutuhan dasar manusia yang berprospek dan sangat diminati oleh masyarakat dalam pengembangannya.
33
Harapan dalam pengembangan sub-sektor tanaman pangan dan hortikultura ini agar dapat meningkatkan kesejahteraan petani dan pelaku bisnis yang terkait dengan usahatani tanaman tersebut maupun memberikan kontribusinya terhadap peningkatan perekonomian daerah, namun ada beberapa permasalahan yang perlu diperhatikan yakni meliputi sistem usahatani, pengolahan dan pemasaran. Dalam pola usahatani yang perlu mendapat perhatian adalah alokasi sumberdaya, terutama lahan dan tenaga kerja, penggunaan teknologi, produktivitas dan keuntungan yang diperoleh dari usaha tani tersebut. Sedangkan aspek pengolahan hasil perlu mengungkapkan insentif petani maupun pedagang dalam penentuan mutu komoditas tanaman pangan dan hortikultura. Secara umum di wilayah pedesaan dan kecamatan yang merupakan sentralsentral produksi tanaman pangan dan hortikultura, mengalami banyak keterbatasan infrastruktur dan memiliki kendala dalam mengakses informasi pasar, karena belum ada sistem informasi yang kuat dan akurat di pedesaan mengakibatkan petani banyak mengalami kesulitan dalam memasarkan hasil usahanya. Kondisi geografis wilayah dan keterbatasan tersebut menyebabkan petani harus menanggung resiko biaya transportasi yang tinggi serta harus menerima kehilangan waktu hanya untuk dapat menjangkau pusat pasar, sebab jarak antar wilayah sentra produksi dengan pasar cukup jauh. Disamping itu karena adanya ketidakpastian tentang produk pertanian, maka transaksi pertukaran yang dijalankan oleh petani tanaman pangan dan hortikultura dengan pedagang pengumpul yang dilakukan melalui sistem kelembagaan pertukaran di luar institusi pasar (extra market institution) yang biasanya memerlukan dukungan ikatan-ikatan personal yang disebut dengan principle-agent dalam bentuk patronclient. Praktek ini lebih disukai masyarakat karena dapat memperkecil biaya transaksi melalui sistem pertukaran ekonomi formal pada tingkat lokal (spot exchange), (Anwar, 2005). Persoalan dari hubungan principle-agent adalah karena adanya informasi yang asimetrik, dimana suatu pihak memiliki lebih banyak informasi dari pada pihak lain. Sehingga informasi yang asimetrik menimbulkan persoalan buruknya pilihan (advers selection) yang bersifat ex-ante dan persoalan bencana moral (moral hazard) yang bersifat expost. Artinya suatu bentuk hubungan principleagent berlangsung dengan satu korbanan yang dikenal sebagai biaya agensi (agency
34
cost) atau biaya transaksi yang sangat berpengaruh terhadap opsi keseimbangan yang menjadi pilihan petani. Opsi kelembagaan juga berkaitan erat dengan keadaan sosial ekonomi seperti tingkat pendidikan, besarnya anggota keluarga, pendapatan dan aspek yang berkaitan dengan karakteristik usaha. Peranan kelembagaan usahatani yang diharapkan dapat mengorganisir setiap pelaku usahatani dalam pengembangan tanaman pangan dan hortikultura di wilayah penelitian belum terlihat sama sekali, terkecuali kelembagaan non-formal. Oleh karena itu aspek terpenting dari opsi kelembagaan usahatani di kabupaten Halmahera Barat hanya dapat dikaji secara diskriptif. Persoalan lain dalam usahatani sub-sektor tanaman pangan dan hortikultura di wilayah penelitian yang terkait dengan tingkat kesejahteraan petani adalah pengelolaan usaha tani. Permasalahan klasik yang sering dihadapi oleh petani yaitu tingginya harga beberapa komponen input produksi dan cukup sulit untuk memperolehnya seperti pupuk, pestisida, alat pertanian serta harga jual komoditi ditingkat petani yang sering berfluktuatif dan cenderung lebih rendah dari yang seharusnya dibayar konsumen, sehingga terjadi pengalihan surplus petani kepada konsumen. Untuk memperbaiki pendapatan petani dan memberikan kontribusi terhadap pendapatan daerah, maka kegiatan pembangunan seharusnya ditujukan dan dilakukan oleh masyarakat lokal untuk meningkatkan pendapatan masyarakat secara berkelanjutan. Hal tersebut perlu dilakukan dengan meningkatkan produksi, perbaikan mutu. hasil dan sistem kelembagaan petani yang kuat, yang mampu menekan terjadinya transaksi cost yang tinggi. Sehingga dapat mewujudkan perbaikan taraf hidup masyarakat pedesaan, yang pada akhirnya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta memberikan kontribusi pendapatan kepada daerah. Secara ekonomis luas lahan sangat berpengaruh terhadap pendapatan karena berhubungan dengan jumlah produksi tanaman. Semakin besar luas lahan yang dimiliki oleh petani maka semakin banyak tanaman yang ditanaman, maka akan meningkatkan pendapatan petani. Selain itu, biaya input produksi sangat berpengaruh terhadap pendapatan karena kenaikan biaya input produksi yang tidak sepadan dengan penghasilan dari usaha tani. Bila kondisi-kondisi yang telah disebutkan di atas tidak terpenuhi, maka akan terjadi ketidakmerataan terutama dalam tingkat
35
pendapatan sebab kondisi di atas dapat dipenuhi jika pendapatan yang diperoleh mampu memenuhi kebutuhan ekonomi. Pendapatan yang rendah akan menyebabkan individu atau kelompok individu berada pada perangkap kemiskinan, karena terbatas untuk mengkonsumsi ataupun mendapatkan sesuatu yang diinginkan. Pendapatan berkaitan dengan kemiskinan sehingga dikhawatirkan bila individu atau kelompok individu terjerat dalam kemiskinan maka peluang untuk memenuhi kebutuhan dasar atau asasi manusianya seperti sandang, pangan, pagan, keamanan, identitas kultural, proteksi, kreasi, kebebasan, partisipasi, dan waktu luang tidak akan terpenuhi. Sementara itu tujuan dari pembangunan adalah untuk mencapai kemakmuran menusia seutuhnya maka sangat dibutuhkan campur tangan pemerintah dalam masalah kebijakan. Kebijakan pemerintah sangat berperan dalam pengembangan subsektor tanaman pangan dan hortikultura dalam upaya penanggulangan kemiskinan pada suatu wilayah atau daerah yang dialami oleh masyarakat sehingga terwujud masyarakat adil dan makmur. Dari berbagai landasan pemikiran tersebut diatas, dapat menimbulkan ilustrasi dalam bentuk kerangka dasar dari penelitian ini yang menggambarkan bahwa dengan adanya sumberdaya alam yang berlimpah yang dipenuhi oleh berbagai potensi serta letak geografis yang sangat strategis, maka kabupaten Halmahera Barat mempunyai peluang yang sangat menjanjikan dalam meningkatkan pendapatan daerah. Dengan pendekatan regional dan sektoral ini membutuhkan arah kebijakan pemerintah daerah kabupaten Halmahera Barat melalui strategi alokasi anggaran daerah dalam upaya pengembangan tanaman pangan dan hortikultura sehingga dapat berpotensi meningkatkan pendapatan masyarakat pada umumnya, dan terlebih lagi pada masalah perbaikan ekonomi rumahtangga tani tanaman pangan dan hortikultura. Kebijakan seperti ini mengisaratkan pada sebuah kepedulian pemerintah terhadap
masyarakat
kabupaten
Halmahera
Barat
yang
mayoritas
matapencahrian penduduknya disektor pertanian, terutama para petani tanaman pangan dan hortikultura karena sebagian besar dari mereka berdomisili di wilayah pedesaan yang hidup dibawah garis kemiskinan. Secara singkat dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini.
36
Pengembangan Wilayah Kabupaten Halmahera Barat
Kondisi Umum Regional : A.Pertumbuhan • Besarnya kontribusi Pertanian terhadap PDRB • Belum maksimal Produksi dan Produktivitas RT petani B. Pemerataan • Ketimpangan Pembangunan ekonomi • Tk.Pendapatan masy. Rendah
Pertanian sebagai Sektor Unggulan
• • • • • • • • •
dan Kebijakan
Pengembangan Sektor Pertanian Tanaman Pangan & Hortikultura
Faktor-faktor yg mempengaruhi : •
Alternatif Strategi
Pendidikan Umur Responden Kerja Sampingan Jlh. Tanggungan Pengalaman Bertani Luas Lahan Sistim tanam Responden Pengolahan Hasil Rspndn Akses terhadap pasar By. Usaha Tani
A. Pertumbuhan •
Pendapatan Rumahtangga Petani Tanaman Pangan & Hortikultura
• •
• • •
Pendapatan Nilai Aset Lahan Produksi & produktifitas sektor pertanian Lapangan Kerja Tabungan Investasi
B. Pemerataan • Sarana/prasarana sektor pertanian & sektor lain
RT Tani Miskin
Keterangan : Keterangan : Interaksi -------
: Garis : Arah Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian
37
Melalui pendekatan regional dan sektoral tersebut, sesuai dengan pelaksanaan otonomi daerah yang dimulai pada awal tahun 2001 menyebabkan setiap daerah harus menggali segala potensi yang dipunyai oleh daerah untuk membiayai rumah tangganya. Daerah diberikan keleluasaan untuk membangun wilayahnya yang disesuaikan dengan potensi dan sumber daya yang dimiliki. Dengan ditetapkan Undang-undang (UU) No. 22 dan 25 tahun 1999, yang selanjutnya direvisi dengan UU No. 32 dan UU No. 33 tahun 2004 tentang otonomi daerah, maka secara langsung maupun tidak langsung telah mengatur hubungan antara pemerintah pusat dan daerah. Disebutkan pula bahwa sumber-sumber penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi adalah Penerimaan Asli Daerah (PAD), dana perimbangan, pinjaman daerah, dan lain-lain penerimaan yang sah. Penerimaan Asli Daerah dapat ditingkatkan melalui peningkatan hasil pajak dan retribusi daerah serta mengoptimalkan hasil perusahaan milik daerah, kekayaan daerah, dan sumber pendapatan yang lain. Demikian pula halnya
dengan
dana
perimbangan
yang
dapat
ditingkatkan,
dengan
meningkatkan proporsi bobot daerah. Sementara itu, bobot daerah didasarkan pada kebutuhan wilayah dan potensi ekonomi daerah. Di sinilah pentingnya pengenalan potensi-potensi yang ada dalam wilayah yang selanjutnya digunakan dalam menentukan prioritas pembangunan. Penentuan prioritas pembangunan dapat menggunakan besarnya peranan suatu sektor dalam suatu daerah, terutama kontribusi sektor terhadap nilai PDRB daerah tersebut. Bila kontribusi nilai PDRB suatu sektor persentasenya lebih besar dibandingkan dengan sektor lain terhadap PDRB total, maka dapat dikatakan sektor tersebut adalah sektor unggulan. Namun, ada juga cara lain untuk menganalisis perkembangan suatu sektor daerah, yaitu dengan melihat perkembangan location quotient (LQ), yaitu indikator sederhana yang menunjukan "kekuatan" atau besar-kecilnya peranan suatu sektor dalam suatu daerah dibandingkan dengan peranan sektor yang sama di daerah lain (Aziz, 1994). Selanjutnya dalam literatur pembangunan daerah disebutkan bahwa sektor di sebuah daerah yang mempunyai nilai LQ di atas satu merupakan sektor unggulan sehingga daerah yang bersangkutan secara
38
potensial merupakan pengekspor produk sektor tersebut ke daerah lain. Sebaliknya, suatu daerah merupakan pengimpor produk sektor tertentu kalau nilai LQ-nya kurang dari satu. Ada beberapa indikator yang mempengaruhi aspek petumbuhan sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura, yaitu produksi, produktivitas, daya saing, keberlanjutan, pemasaran dan perdagangan, serta sistem pendanaan. Bila dilihat dari tingkat produksi, produktivitas dan daya saing dari sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura rata-rata masih relatif rendah baik dari sisi kualitas maupun kuantitas. Faktor yang terakhir adalah sistem pemasaran dan perdagangan dimana kebanyakan petani tanaman pangan dan hortikultura sangat rendah tingkat pengetahuan dan ketrampilannya dalam mengelolah hasil pertaniannya serta sulit mengakses informasi pasar. Tingkat kesejahteraan masyarakat dapat dilihat dari berbagai komponen yang dapat menggambarkan apakah masyarakat tersebut sudah berada pada kehidupan yang sejahtera atau belum. Komponen yang dapat dilihat antara lain keadaan perumahan dimana mereka tinggal, tingkat pendidikan, dan kesehatan. Badan Pusat Statistik (1996) menyatakan bahwa komponen kesejahteraan yang dapat dipakai sebagai indikator kesejahteraan masyarakat adalah kependudukan, tingkat kesehatan dan gizi masyarakat, tingkat pendidikan, ketenagakerjaan, taraf dan pola konsumsi masyarakat, keadaan perumahan dan lingkungan, serta keadaan sosial budaya. Di samping komponen yang dikemukakan di atas, ada komponen lain yang
mempengaruhi
tingkat
kesejahteraan
masyarakat
misalnya
luas
kepemilikan lahan (Bjohar, 1999). Hal ini dimungkinkan karena dilihat dari segi ekonomi, lahan/tanah merupakan earning asset yang dapat digunakan untuk menghasilkan pendapatan, sedangkan dilihat dari segi sosial, lahan/tanah dapat menentukan status sosial seseorang terutama di daerah pedesaan. Oleh karena itu, antara struktur pendapatan dengan penguasaan tanah terdapat kaitan yang erat. Bila kondisi-kondisi yang telah disebutkan di atas tidak terpenuhi, maka akan terjadi ketidakmerataan terutama dalam tingkat pendapatan sebab kondisi di atas dapat dipenuhi jika pendapatan yang diperoleh mampu memenuhi kebutuhan
39
tersebut. Menurut Atkinson (1976) yang dikutip oleh Rush et.al (1996) mendefinisikan bahwa ketidakmerataan pendapatan sebagai perbedaan, persebaran, atau pemusatan pendapatan, yang keseluruhannya berpangkal pada ketidaksamaan dilihat secara kumulatif. Ukuran yang dipakai dalam menentukan ketidakmerataan baik di tingkat wilayah maupun rumah tangga adalah (1) gini rasio digunakan untuk melihat ketimpangan yang terjadi di tingkat wilayah maupun di tingkat masyarkat, dan (2) tingkat kemiskinan digunakan untuk mengukur kemiskinan yang terjadi baik di wilayah maupun di tingkat masyarakat dengan menggunakan garis kemiskinan. Gini rasio merupakan alat ukur atau indikator yang menerangkan distribusi pendapatan aktual, pengeluaran-pengeluaran konsumsi atau variabel-variabel lain yang terkait dengan distribusi di mana setiap orang menerima bagian secara sama atau identik (Bappenas, 2002). Adapun indikator yang digunakan untuk melihat kemiskinan digunakan tingkat kemiskinan dan kesenjangan kemiskinan. Salah satu pendekatan yang digunakan untuk mengukur tingkat kemiskinan, yaitu: Headcount measure, yaitu memperkirakan jumlah orang yang berada di bawah garis kemiskinan. Sedangkan ukuran lain yang digunakan untuk melihat tingkat garis kemiskinan yang ada di tingkat masyarakat adalah dengan melihat pengeluaran perkapitanya (per capita expenditure (PCE)) yang akan dibandingkan dengan tingkat kemiskinan yang keluarkan oleh Badan Pusat Statistik. 3.2. Hipotesis 1. Diduga
bahwa
pengembangan
sub-sektor
tanaman
pangan
dan
hortikultura akan berdampak pada pembangunan wilayah dan panurunan tingkat kemiskinan di Kabupaten Halmahera Barat 2. Diduga bahwa faktor umur petani, pendidikan, pekerjaan sampingan, jumlah anggota keluarga, pengalaman bertani, luas lahan, sistim tanam, pengelolaan hasil, akses terhadap pasar, biaya usaha tani sangat berpengaruh terhadap pendapatan dan kemiskinan yang dialami oleh rumahtangga petani tanaman pangan dan hortikultura.
40
3. Diduga bahwa program dan strategi kebijakan dalam mengembangkan sub-sektor tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Halmahera Barat belum berdampak nyata terhadap penanggulangan kemiskinan. 3.3. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Halmahera Barat Propinsi Maluku Utara, dengan waktu pelaksanaan pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2009. 3.4. Jenis dan Sumber Data Data yang akan dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan dan wawancara langsung terhadap rumahtangga petani. Sedangkan guna mendukung data dari petani, digunakan juga wawancara langsung dengan pedagang pengumpul di tingkat kecamatan, pedagang perantara (dibo-dibo) antar daerah serta pedagang besar yang berada di Ibukota Kabupaten Halmahera Barat. Data sekunder sebagai data penunjang akan diambil dari instansi terkait, seperti Badan Pusat Statistik Kabupaten dan Propinsi, Bappeda, Dinas Pertanian dan Instansi terkait lainnya. 3.5. Metode Pengambilan Data Pengambilan sampel dilakukan dengan cara penentuan lokasi yang diambil secara sengaja (purposive sampling) di 3 (tiga) kecamatan dan ditentukan sebanyak 3 (tiga) desa pada tiap-tiap kecamatan yang berada di Kabupaten
Halmahera
Barat.
Hal
ini
dapat
dilakukan
berdasarkan
pertimbangan terhadap beberapa karakteristik yang cocok dan berkaitan dengan anggota contoh yang diperlukan untuk menjawab tujuan penelitian ini (Juanda B, 2007). Responden utama yang akan diambil dalam penelitian ini adalah rumahtangga petani yang mengusahakan lahan pertaniannya dengan komoditas sub-sektor tanaman pangan dan hortikultura. Responden petani yang dijadikan sampel adalah sebanyak 90 responden, dimana penentuan jumlah responden pada masing-masing desa dipilih secara proporsional sesuai dengan jumlah rumah tangga petani yang mengelolah komoditas tanaman pangan dan
41
hortikultura di masing-masing desa dengan menggunakan cara yang sama dalam penarikan sampel yaitu dengan menggunakan purposive sampling. Secara jelas dapat dilihat pada gambar berikut. Kabupaten Halmahera Barat ( 9 Kecamatan ) Purposive
Kecamatan Jailolo ( 29 Desa ) Purposive Desa Payo 10 RT Tani
Desa Lolor i
Desa Ake Diri Purposive
Kecamatan Sahu Timur
Desa Loce
Desa Tibobo
10 10 10 10 RT RT RT RT Tani Tani Tani Tani Gambar 2. Metode Pengambilan Data Secara Sengaja 3.6. Metode Analisis Sebagaimana
tergambar
dalam
Kecamatan Ibu Selatan
Desa Taba Campaka
Desa Tosoa
Desa Gamsung
10 RT Tani
10 RT Tani
kerangka
pemikiran
10 RT Tani
pada
bab
sebelumnya, ada beberapa hal yang akan dianalisis secara kuantitatif dalam penelitian ini, yaitu kontribusi sub-sektor tanaman pangan dan hortikultura, kontribusi seluruh sub sektor, kontribusi pendapatan rumahtangga petani tanaman pangan dan hortikultura, analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan rumahtangga petani tanaman pangan dan hortikultura, analisis tingkat pemerataan pendapatan rumahtangga petani tanaman pangan dan hortikultura dan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan rumahtangga petani tanaman pangan dan hortikultura. 3.6.1. Analisis Perekonomian Wilayah Ada dua aspek yang perlu diteliti dalam sebuah perekonomian wilayah, yaitu aspek pertumbuhan dan aspek pemerataan. Aspek pertumbuhan yang akan dilihat adalah kontribusi PDRB. Sedangkan dari aspek pemerataan yang akan dilihat adalah tingkat pendapatan dan tingkat kemiskinan. Data yang
42
Desa Gamkono ra 10 RT Tani
digunakan untuk penentuan metode tersebut berasal dari data sekunder yang diperoleh dari berbagai instansi terkait. 3.6.1.1. Analisis Location Quetion (LQ) Analisis ini digunakan untuk mengkaji keunggulan komparatif atau sektor basis ekonomi serta mengkaji pula keunggulan kompetitif pada suatu wilayah
dengan
kontribusi dari masing-masing sub-sektor terhadap
perekonomian suatu wilayah yang dilakukan dengan pendekatan analisis Location Quetion (LQ) dan Shift-Share Analysis atau SSA (Shukla, 2000 diacu dalam Loilatu 2006). Penggunaan analisis ini mempunyai peranan untuk melihat sektor basis maupun non-basis tanaman pangan dan hortikultura, yang selanjutnya untuk mengidentifikasi keunggulan komparatif tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Halmahera Barat. Dengan pendekatan yang digunakan adalah perbandingan antara nilai PDRB sub-sektor tanaman pangan dan hortikultura pada suatu wilayah kabupaten dengan nilai total PDRB sektor tanaman pangan dan hortikultura pada tingkat kabupaten. Sehingga dapat dirumuskan secara matematis sebagai berikut : Xij LQij =
Xj
Xi ...............................................................................................(3.1) X
dimana : LQij = indeks koefisien lokasi untuk wilayah ke-j di wilayah ke-i Xij . = nilai aktifitas PDRB sub-sektor tanaman pangan dan hortikultura
di wilayah Kabupaten Halmahera Barat Xi .. = total aktifitas PDRB di wilayah ke-i (Kabupaten Halmahera Barat) Xj
= total aktifitas PDRB sub-sektor tanaman pangan dan hortikultura ke-j di Propinsi Maluku Utara
X
= total aktifitas PDRB di wilayah Propinsi Maluku Utara Dengan pengertian bahwa jika nilai LQ lebih besar dari satu (LQ>1)
maka sub-sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura merupakan sektor basis dan memiliki keunggulan komparatif, sedangkan bila nilainya sama atau
43
lebih kecil dari satu(Q<1) berarti sub-sektor tanaman pangan dan hortikultura bukan termasuk sektor basis atau tidak kompetitif. 3.6.1.2. Analisis Shift- Share (SSA) Shift share analysis (SSA) merupakan salah satu dari sekian banyak teknik analisis untuk memahami pergeseran struktur aktifitas di suatu lokasi tertentu dibandingkan dengan suatu (dengan cakupan wilayah lebih luas dalam dua titik waktu (Rustiadi et al. 2005). Pemahaman struktur aktifitas dari hasil analisis shift-share juga menjelaskan kemampuan berkompetisi aktifitas tertentu di suatu wilayah secara dinamis atau perubahan aktifitas dalam cakupan wilayah lebih luas. Indikator yang digunakan dalam analisis shift-share adalah nilai PDRB, tenaga kerja dan jumlah luas areal setiap sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura pada dua titik waktu. Analisis dibagi menjadi tiga bagian, yaitu sebab yang berasal dari dinamika lokal (sub-wilayah), sebab dari dinamika aktifitas/sektor (total wilayah) dan sebab dari dinamika wilayah secara umum. Adapun tahapan-tahapan perhitungannya adalah sebagai berikut : 1. Komponen
laju
pertumbuhan
lokal
yaitu
menghitung
besarnya
pergeseran/perubahan secara agregate di tingkat regional (regional agregate shift-share) pada dua titik waktu yang menunjukan dinamika total wilayah. 2. Komponen pergeseran proporsional (komponen proportional shift). Komponen ini menghitung besarnya pergeseran secara sektoral, tanpa memperhatikan lokasi, yaitu rasio PDRB dari sektor tanaman pangan dan hortikultura tahun akhir dan tahun awal minus rasio PDRB tahun akhir dan tahun awal (PSS). Perhitungan ini akan diketahui sektor-sektor yang relalif maju atau lamban tingkat pertumbuhannya di Propinsi Maluku Utara. 3. Menghitung komponen pertumbuhan pangsa lokal (differential shift-share), yaitu rasio PDRB sub-sektor tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Halmahera Barat tahun akhir dan tahun awal (DSS). Secara matematis ketiga komponen tersebut dapat ditulis sebagai berikut :
44
X ..(t1 ) X t (t1 ) X ..(t1 ) X ij (t1 ) X i (t1 ) ..........................(3.2) + SSA = − 1 + − − X (t ) X (t ) X ..( t ) X ( t ) X ..( t ) 0 0 i 0 i 0 ij 0 dimana : a
= komponen share
b
= komponen proportional shift
c
= komponen differential shift
X.. = jumlah total aktifitas PDRB Propinsi Maluku Utara Xi = jumlah PDRB total sub-sektor tanaman pangan dan hortikultura di wilayah propinsi Maluku Utara Xij = jumlah PDRB sub-sektor tanaman pangan dan hortikultura di wilayah Kabupaten Halmahera Barat t0 = nilai tahun awal analisis 2005 t1 = nilai tahun akhir analisis 2007
3.6.2. Analisis Peranan Sub-Sektor Tanaman Pangan dan Hortikultura dalam Rumahtangga Petani Ada dua aspek untuk menganalisis kondisi pertanian di tingkat petani, yaitu aspek pertumbuhan dan pemerataan. Adapun aspek pertumbuhan yang dianalisis adalah kontribusi pendapatan dan aset dari sub-sektor tanaman pangan dan hortikultura. Sedangkan aspek pemerataan yang dianalisis adalah tingkat pengeluaran perkapita dan gini rasio. Adapun rincian analisisnya adalah sebagai berikut:
3.6.2.1. Analisis Kontribusi Pendapatan Rumahtangga Petani Tanaman Pangan dan Hortikultura Kontribusi pendapatan sub-sektor tanaman pangan dan hortikultura digunakan untuk menganalisis pendapatan petani tanaman pangan dan hortikultura terhadap total pendapatan petani tersebut. Hal ini penting guna membandingkan pendapatan dari hasil pertanian tanaman pangan dan hortikultura dengan garis kemiskinan. Adapun rumus untuk mencari kontribusi pendapatan sub-sektor tanaman pangan dan hortikultura adalah sebagai berikut : I = ERf + ERi …...............................................................(3.3) dimana: Rf = Pendatapan petani dari usaha sub-sektor tanaman pangan dan hortikultura
45
Ri = Pendapatan lainnya (misalnya dari jualan di pasar, jadi buruh, jasa dan lainnya) I = Total Pendapatan Maka kontribusi pendapatan petani tanaman pangan dan hortikultura adalah: Kontribusi pendapatan petani tanaman pangan dan hortikultura
=
Pendapatan Petani tanaman pangan dan hortikultura
x
100% ................. (3.4)
Total Pendapatan
3.6.2.2. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi total pendapatan petani digunakan fungsi regresi berganda (semi log), ditulis sebagai berikut : LnYi = α+ β1X1i + β2X2i + … βiXPi + ε ....................................... (3.5) Dimana ; LnYi : Ln total pendapatan responden ke-i (Rp) X1i
: Umur (Tahun) responden ke-i
X2i
: Tingkat pendidikan responden ke-i (Tahun)
D1i
: Dummy pekerjaan sampingan responden ke-i (1 = punya, 0=tidak punya)
X3i
: Jumlah tanggungan keluarga responden ke-i
X4i
: Pengalaman bertani responden ke-i (tahun)
X5i
: Luas lahan responden ke-i (ha)
D2i
: Sistim tanam responden ke-i (1 = tumpang sari, 0 = monokultur)
D3i
: Dummy pengolahan hasil responden ke-i ( 1 = olah, 0 = tidak olah )
D4i
: Akses pasar responden ke-i ( 1 = baik, 0 = tidak )
X6i
: Ln biaya Usaha Tani ke-i ( Rp/Tahun )
Єi
:
i
: 2, 3, 4, ... 90 = Responden ke-i
Error Term
3.6.2.3. Analisis Indeks Gini Ratio (GR) Persamaan indeks gini dengan bantuan kurva yang disusun dalam suatu skala absis dan ordinat yang sama. Absis menggambarkan persentase atau persentil populasi dan ordinat menggambarkan persentase atau persentil pendapatan. Selanjutnya ditarik nilai indeks gini berada antara 0 (nol) dan 1 (satu). Besarnya tingkat pemerataan dan ketidakmerataan dihitung dari luasan
46
wilayah yang dibentuk oleh suatu fungsi yang menggambarkan tingkat pendapatan masyarakat. Untuk melihat ketimpangan distribusi pendapatan di tingkat rumahtangga petani tanaman pangan dan hortikultura, diukur dengan menggunakan gini ratio (GR) yang dirumuskan sebagai berikut : 100
∫ {x − f ( x)}
0
GR =
atau GR = 1-
100
∫ xdx
1 100 ∫ f ( x)dx ……………….... (3.6) 50 0
0
Dimana : GR = nilai Gini Ratio f(x) = fungsi dari kurva distribusi pendapatan suatu wilayah Secara operasional biasanya dilakukan dengan survei berdasarkan kelompok pendapatan (Rustiadi E et al. 2007), maka GR diformulasikan sebagai berikut : n
GR = 1 -
∑ fp ( F ci + F c,i-1) ......................................…………………..(3.7) i =1
i
dimana: GR = Gini Ratio fPi
= frekuensi penduduk dalam kelas ke-i
Fci
= frekuensi kumulatif dan total pendapatan pada kelas ke-i
Fc,i-1 = frekuensi kumulatif dan total pendapatan pada kelas ke (i-1)
3.6.2.4. Analisis Variabel-Variabel yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan Rumahtangga Petani Peluang petani untuk keluar dari kemiskinan merupakan kejadian biner (dummy variable) yang bernilai 1 dan 0. Juanda (2004), menunjukkan adanya tiga
bentuk binary choice model yang digunakan untuk menentukan peluang individu dalam melakukan pilihan tertentu yaitu : (1) Linear Probabilitas Model, (2) Probit dan (3) Analisis logit mempunyai keuntungan numerik yang lebih
sederhana daripada analisis probit dan model logit sering digunakan untuk substitusi model probit. Bentuk fungsi logistik adalah sebagai berikut : Pi =
1 ; dimana :Wi = β0 + β1X1 + β2X2 + βiXi + ε ……………….(3.8) 1 + e −w
Dari persamaan di atas dapat dijabarkan sebagai berikut:
47
1 + e − wi 1 e − wi ….…………………......................... (3.9) − = 1 + e − wi 1 + e wi 1 + e wi 1 − wi Pi = 1 + −ewi = e − wi ...........................................................................(3.10) 1 − Pi e 1 + e wi
1 – Pi
e − wi = e β 0+ β 1V 1βV 2...+ βiVi +ε ..........................................................................(3.11) Pi = Peluang terjadinya suatu kejadian
Metode Regresi Logistik Binari adalah salah satu model yang digunakan untuk menganalisis data kategori dimana variabel terikatnya berbentuk dua kategori atau biner (yaitu terjadinya suatu kejadian dinyatakan dengan 1 dan kejadian lainnya dinyatakan dengan 0), dan variabel bebasnya bersifat kontinu atau kategori. Hal ini dapat diinterpretasikan dengan melihat nilai odds ratio (W=eß), yaitu berapa kali kemungkinan hidup dibawah garis kemiskinan dibandingkan dengan kemungkinan hidup di atas garis kemiskinan bagi rumahtangga tani tanaman pangan dan hortikultura (Juanda, 2009). Dalam penelitian ini tingkat kesejahteraan (pendapatan petani tanaman pangan dan hortikultura) sebagai variabel terikat dibuat dua kategori, yaitu : hidup dibawah garis kemiskinan (W=1) dan hidup diatas garis kemiskinan (W=0). Sehingga atas dasar defenisi di atas modelnya dapat ditulis sebagai berikut : P (W = 1) = e wi .....................................................................................(3.12) (1 − P (W = 0) Dengan demikian, maka : P (W = 1) = Wi; dimana Wi = β0 + β1X1 + β2X2 + βiXi + ε …............(3.13) ln (1 − P (W = 0) P (W = 1) = β0 + β1X1 + β2X2 +... +βiXi + ε …............................................(3.14) ln P (W = 0) Keterangan : W β1...βi ε Secara verbal
: Hidup dibawah garis kemiskinan / < Rp. 190.838,- (variabel terikat) : Koefisien variabel bebas : Error dapat ditulis, rasio peluang lepas dari kemiskinan (hidup diatas garis
kemiskinan) dengan peluang hidup di bawah garis kemiskinan yang dipengaruhi oleh variabel-variabel bebasnya. Dalam Model Regresi Logistik Binari, perbandingan
48
antara probabilitas suatu kejadian atau peristiwa dengan probabilitas suatu kejadian atau peristiwa dengan probabilitas tidak terjadi suatu peristiwa atau kejadian dinamakan odds atau sering disebut sebagai resiko. 3.6.3. Analisis SWOT Analisis SWOT adalah suatu cara untuk mengidentifikasikan berbagai faktor secara sistematis dalam rangka merumuskan strategi pemecahan permasalahan. Analisis ini didasarkan pada logika dengan memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Analisis SWOT mempertimbangkan faktor lingkungan internal strength dan weaknesses serta lingkungan eksternal opportunities dan threats yang dihadapi (Marimin, 2004). Analisis SWOT membandingkan faktor eksternal dalam bentuk peluang dan ancaman dengan faktor internal berupa kekuatan dan kelemahan, sehingga dari analisis dapat diambil suatu keputusan dan strategi dalam pengembangan sub-sektor tanaman pangan dan hortikultura di kabupaten Halmahera Barat. Dengan menggunakan alat analisis SWOT, maka Instrumen kebijakan pemerintah dalam mengembangan sub-sektor tanaman pangan dan hortikultura khususnya melindungi petani dari distorsi pasar sebagai bentuk kepedulian pemerintah untuk mempertahankan eksistensi usaha dan sekaligus merupakan insentif untuk memacu motivasi petani tanaman pangan dan hortikultura dalam meningkatkan produktifitas yang pada akhirnya akan memperbaiki tingkat pendapatan petani dan meningkatkan pendapatan perekonomian wilayah. Dalam analisis ini akan diidentifikasi pemberdayaan dalam meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pelaksanaan berbagai kebijakan dan program pembangunan agar kondisi kehidupan masyarakat mencapai tingkat kemampuan yang diharapkan masyarakat memiliki kemandirian dalam pengambilan keputusan untuk membangun rumahtangga dan lingkungannya secara mandiri. 3.7. Definisi Operasional Penelitian Untuk menghindari adanya perbedaan dalam mengartikulasi kata atau kalimat di dalam penulisan usulan proposal penelitian tesis ini, maka batasan operasional yang digunakan untuk masing-masing konsep dalam rencana penelitian ini adalah sebagai berikut :
49
a. Pertanian tanaman pangan dan hortikultura adalah segala kegiatan yang menyangkut dengan usaha bercocok tanam pada tanaman pangan berupa : padi sawah, padi ladang, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar dan talas, untuk tanaman hortikultura berupa : buah-buahan, sayur-sayuran dan tanaman obat yang ditanam di atas tanah/media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut untuk meningkatkan pendapatan. b. Kemiskinan adalah ketidakmampuan seseorang atau sekelompok orang dari sisi ekonomi dalam memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan minimum (BPS 2008). c. Garis kemiskinan adalah besarnya nilai pengeluaran (Rp) untuk memenuhi kebutuhan dasar minimum makanan dan non makanan. Penelitian ini menggunakan garis kemiskinan yang ditetapkan oleh BPS tahun 2008 sebagai tolok ukur kemiskinan, yaitu sebesar Rp. 204.896,- untuk daerah perkotaan dan Rp.161.831,- untuk daerah pedesaan sehingga rata-rata secara keseluruhan antara desa dan kota sebesar Rp. 182.638,- dengan penetapan inflasi pada bulan Februari 2009 sebesar 5,8%, dan dengan pertimbangan geografis maka BPS Propinsi Maluku Utara pada tahun yang sama menetapkan garis kemiskinan sebesar Rp. 226.732,- per kapita per bulan untuk wilayah perkotaan dan Rp. 190.838,- untuk wilayah perdesaan. Apabila petani yang berpendapatan kurang dari ketetapan tersebut, dikategorikan hidup dibawah garis kemiskinan. d. Analisis LQ digunakan untuk mengkaji keunggulan komparatif atau sektor basis ekonomi serta mengkaji keunggulan komparatif pada suatu wilayah dengan kontribusi dari masing-masing sub-sektor terhadap perekonomian suatu wilayah. e. Regresi linier berganda adalah alat analisis untuk melihat hubungan antara variabel Y (idependen variable) dipengaruhi oleh variabel X (dependen variable) dengan lebih dari satu variabel. f. Untuk melihat ketimpangan distribusi pendapatan di tingkat rumahtangga petani tanaman pangan dan hortikultura dapat diukur dengan menggunakan Gini Ratio (GR).
50
g. Metode regresi logistik binari, adalah suatu model yang digunakan untuk menganalisis data kategori dimana variabel terikatnya berbentuk dua kategori atau binon atau biner (yaitu terjadi suatu kejadian atau hidup dibawah garis kemiskinan dinyatakan dengan 1 dan kejadian lainnya atau hidup diatas garis kemiskinan dinyatakan dengan 0. h. Total pendapatan adalah besarnya pendapatan yang diperoleh dari sub-sektor tanaman pangan dan hortikultura ditambah dengan pendapatan dari pekerjaan sampingan (rupiah). i. Pendidikan formal adalah pendidikan yang diperoleh petani melalui bangku sekolah (tahun). j. Jumlah anggota keluarga adalah banyaknya jumlah jiwa yang ditanggung oleh kepala rumahtangga petani (jiwa). k. Pengalaman bertani merupakan pengetahuan petani yang diperoleh dari lamanya waktu (tahun) dalam melakukan usaha tani. l. Pekerjaan sampingan merupakan pekerjaan yang dilakukan petani diluar usaha tani tanaman pangan dan hortikultura. m. Luas lahan adalah besarnya lahan yang dipakai oleh petani untuk melakukan usaha tani tanaman pangan dan hortikultura. Luas lahan dibedakan atas dua bagian, yaitu : 1 untuk lahan di atas satu hektar dan 0 untuk lahan dibawah satu hektar. n. Sistim penanaman meliputi tanaman tunggal, yaitu satu jenis tanaman yang ditanam pada satu bidang tanah (monokultur = 0), sedangkan cara penanaman dengan dua jenis tanaman atau lebih dengan cara berbaris dan salah satu tanaman tersebut merupakan tanaman pokok (tumpang sari = 1). o. Cara pengolahan hasil adalah cara petani dalam memasarkan hasil pertaniannya dalam bentuk mentah atau diproses dalam bentuk barang setengah jadi maupun barang jadi, yang didummykan dengan simbol 1 = olah dan 0 = tidak olah p. Akses pasar adalah jarak dan kondisi jalan yang dilewati serta akses informasi yang didapat oleh petani dalam memasarkan hasil pertaniannya ke pasar (1 = baik, 0 = tidak baik).
51
1. Kategori baik adalah : jalan aspal yang tidak berlubang, jarak antara desa dengan pasar < 5 Km, dan dapat dijangkau dengan media informasi. 2. Kategori tidak baik : kondisi jalan aspal berlubang/jalan tanah, jarak antara desa dengan pasar >5 Km dan tidak dapat menjangkau media informasi. q. Biaya usaha tani adalah sejumlah dana yang dikeluarkan oleh petani untuk membiayai aktifitas usaha pertaniannya dalam upaya meningkatkan produksi atau hasil (rupiah). r. Responden adalah rumahtangga petani tanaman pangan dan hortikultura. s. Sektor basis adalah sektor dimana terjadi kelebihan dalam proses pemenuhan kebutuhan lokal, sehingga menyebabkan terjadinya mekanisme ekspor dan impor antar wilayah/daerah.
52