BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang digunakan
untuk memetakan dan menganalisis kontruksi kemiskinan di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar. mengembangkan
pemahaman
Pendekatan yang
rinci
kualitatif tentang
ini digunakan untuk pemaknaan
mengenai
kemiskinan, indikator kesejahteraan dan tangga kehidupan dari masyarakat Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar. Analisis penyebab dari kemiskinan di dua kampung ini dipersempit kepada permasalahan agraria yang masyarakat hadapi saja. Melalui permasalahan agraria yang dihadapi oleh masyarakat, didapat upaya menanggulangi kemiskinan yang terdapat baik di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar, salah satunya yaitu penyusunan usulan aktivitas reforma akses agraria yang relevan untuk diterapkan di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar. Metode kualitatif juga digunakan untuk mengidentifikasi sejauh mana masalah agraria memberikan kontribusi terhadap kemiskinan di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar. Dengan mengetahui akar kemiskinan dan masalah-masalah lain yang dihadapi oleh masyarakat, peneliti dapat menggali peluang sejauh mana peran masalah agraria menciptakan kemiskinan di dua kampung di Dusun Cigarehong ini. Dengan metode ini pula, akan diketahui aktivitas reforma akses agraria yang perlu dilakukan dan sesuai dengan kondisi masyarakat di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar.
Strategi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Studi kasus merupakan salah satu strategi dalam penelitian kualitatif yang mempunyai pengertian memilih lebih dari satu kejadian atau gejala sosial untuk diteliti dengan menerapkan serumpun metode penelitian (Sitorus, 1998). Studi kasus pada penelitian ini yaitu kasus kemiskinan di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar. Pemilihan kasus ini dikarenakan peneliti ingin memahami lebih dalam mengenai kemiskinan yang ditelaah melalui jumlah penghasilan, pemilikan tanah maupun barang lainnya yang dimiliki oleh warga. Dengan memahami kemiskinan dan penyebabnya, dapat diketahui hal-hal apa saja yang perlu dilakukan untuk menanggulangi kemiskinan tersebut. Tipe penelitian ini bersifat eksplanatif, dimana diharapkan penelitian ini memberi gambaran mengenai kemiskinan dari sudut pandang tineliti dan menjelaskan masalah-masalah agraria yang menyebabkan kemiskinan sehingga dapat disusun usulan aktivitas reforma akses agraria apa saja yang dapat dilaksanakan di dusun tersebut. Penelitian ini dilakukan melalui interaksi langsung antara peneliti dengan tineliti, karena peneliti ingin mengetahui dan memahami pandangan tineliti mengenai kemiskinan, masalah-masalah agraria yang menyebabkan kemiskinan, dan kebutuhan-kebutuhan mereka untuk bisa keluar dari kemiskinan.
3.2
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di Kampung Padajaya dan Kampung
Padajembar yang termasuk kedalam Dusun Cigarehong, Desa Purwabakti, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan
secara sengaja (purposif). Sebelum menentukan lokasi penelitian, peneliti telah melakukan observasi melalui penelusuran kepustakaan hasil penelitian dari peneliti lain, serta narasumber yang memberikan informasi mengenai kemiskinan dan masalah agraria yang terdapat di Dusun Cigarehong pada umumnya. Pustaka hasil penelitian dari peneliti lain yaitu tesis dari Alfiasari yang berjudul “Analisis Modal Sosial pada Kelompok Usaha Berbasis Komunitas” yang studi kasusnya adalah Kebun Cianten. Setelah dilakukan observasi awal, akhirnya peneliti memililih Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar sebagai tempat penelitian. Peneliti memilih Kampung Padajaya
dan Kampung Padajembar
dikarenakan keunikan dari kedua kampung tersebut, yang masih termasuk ke dalam daerah Kebun Cianten, akan tetapi memiliki karakteristik yang berbeda dari kampung lainnya. Pada Kampung Padajaya (RT 01 dan RT 02), sebagian besar masyarakatnya tidak bertumpu pada perkebunan, sedangkan pada Kampung Padajembar (RT 03 dan RT 04), sebaliknya sebagian besar penduduknya bertumpu pada perkebunan. Letak dari Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar juga berbeda. Kampung Padajaya yang bersejajar dengan jalan utama yang menghubungkan dengan jalan alternatif menuju Sukabumi, menyebabkan masyarakatnya banyak bertumpu pada perdagangan dan sedikit yang mempunyai sawah. Letak dari Kampung Padajembar yang mengumpul dan masuk ke dalam daerah perkebunan, menyebabkan kampung ini jauh dari akses jalan, sehingga sebagian besar masyarakat yang bekerja di perkebunan mempunyai sampingan sebagai petani dan sebagian besar memiliki sawah.
Penduduk Dusun Cigarehong umumnya tidak mempunyai kepemilikan resmi atas tanah, begitu pula penduduk di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar. Karena tanah di wilayah tersebut merupakan Hak Guna Usaha (HGU) milik perkebunan teh PTPN VIII Kebun Cianten, atau sebagian wilayah di bawah penguasaan Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH). TNGH sendiri mengelilingi wilayah Kebun Cianten. Tanah kosong yang tidak digunakan oleh perkebunan digunakan oleh masyarakat untuk bersawah atau berladang, sedangkan bagian lahan dari perkebunan teh yang kosong dimanfaatkan untuk kandang ternak kambing. Hutan dari TNGH yang berdekatan dengan sungai Cianten, digunakan warga sebagian areal persawahan mereka. Hutan tersebut dibuka dan dijadikan persawahan. Tanah di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar adalah milik perkebunan dan milik TNGH, maka semua aktivitas yang menyangkut pemanfaatan lahan baik untuk prasarana umum, tempat tinggal maupun untuk pertanian, perikanan dan peternakan harus mendapat persetujuan dari PTPN VIII Kebun Cianten maupun TNGH. Kondisi keterbatasan lahan mengakibatkan kepemilikan lahan di kampung ini ditinjau dari luas tanah yang dimiliki masih relatif merupakan lahan sempit. Selain itu pemanfaatan lahan pertanian di Dusun Cigarehong biasanya tidak diusahakan untuk orientasi komersial namun untuk kebutuhan sehari-hari (subsisten). Proses penelitian berlangsung mulai bulan Mei sampai dengan bulan September 2009. Penyusunan proposal penelitian dilaksanakan pada bulan Mei, sedangkan kolokium dilaksanakan pada bulan Juni. Studi lapang atau pengambilan data di lapang dilaksanakan pada bulan Juli. Proses penulisan
laporan hasil penelitian dilaksanakan pada bulan Juli dan pada bulan Agustus adalah pelaksanaan ujian skripsi. Rincian waktu penelitian dapat dilihat pada Gambar 2. Proses pengambilan data di lapangan sendiri sudah dimulai sejak observasi awal yang berlangsung selama dua hari pada bulan Mei. Peneliti mendatangi Kampung Padajaya, Kampung Cigarehong, Kampung Padajembar, dan Kampung Legog Makam, penulis kemudian tinggal dirumah salah satu warga. Pada awal bulan Juni, peneliti sudah mengambil data sekunder perkebunan dan data sekuder Desa Purwabakti. Pengambilan data ini sekaligus peneliti lakukan sebagai bagian dari pendamping mahasiswa angkatan 43 dan angkatan 44 yang melakukan kegiatan turun lapang bersama. Setelah mengantar kepulangan mahasiswa dampingan, penulis kembali ke lapang dan mewawancarai Hasanudin dan Odang sebagai perwakilan dari perkebunan, dan Mahrop sebagai Kepala Desa Purwabakti. Tanggal 23 Juni 2009 penulis melakukan kolokium untuk mendapatkan masukan dan perbaikan dari proposal penelitian yang penulis buat. Tanggal 25 Juni 2009-13 Juli 2009 penulis tinggal bersama warga masyarakat, mewawancarai dan ikut serta dalam kegiatan masyarakat.
No
Mei
Kegiatan 1
I
Proposal dan Kolokium 1. Penyusunan Darft Proposal 2. Konsultasi Proposal dan Revisi 3. Observasi Lapangan 4. Kolokium
II
Studi Lapangan 1. Pengumpulan Data 2. Analisis Data
III
Penulisan Laporan 1. Analisis Lanjutan 2. Penyusunan Draft Skripsi 3. Konsultasi dan Revisi Draft 4. Penyelesaian Skripsi
IV
Ujian Skripsi 1. Sidang Skripsi 2. Perbaikan Pasca Sidang
3. Skripsi Selesai Catatan : Penelitian dilakukan pada tahun 2009
Gambar 2. Waktu Penelitian
2
Juni 3
4
1
2
Juli 3
4
1
2
Agustus 3
4
1
2
3
September 4
1
2
3
3.3
Pemilihan Tineliti dan Informan Peneliti membutuhkan bantuan dari tineliti dan informan dalam
memberikan data dan informasi. Informan merupakan pihak yang memberikan keterangan tentang pihak lain dan lingkungannya, sedangkan tineliti merupakan pihak yang memberi keterangan tentang diri dan kegiatan yang dilaksanakan. Tineliti dipilih secara purposif (sengaja) berdasarkan pada kebutuhan data untuk menjawab permasalahan penelitian. Informan awal penelitian ini adalah Kepala Desa Purwabakti yaitu Mahrop yang memberikan data sekunder mengenai keadaan desa. Sedangkan informan mengenai perkebunan diambil dari Bagian Umum PTPN VIII Kebun Cianten yaitu Hasanudin dan informan mengenai perkebunan, pekerja, dan keadaan lingkungan dari sektor delapan (daerah Dusun Cigarehong) ialah mandor besar sektor delapan, Odang. Tineliti dalam penelitian ini dipilih oleh peneliti berdasarkan pengamatan peneliti di lapangan, maupun dari rujukan warga masyarakat dari dua kampung tersebut. Tangga kehidupan (Ladder of Life) beserta indikator kemiskinan lokal dibuat peneliti bersama dengan masyarakat di rumah warga. Diskusi ini dihadiri oleh sembilan orang masyarakat yang terdiri dari ketua RT, tokoh intelektual dan tokoh tetua di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar. Masyarakat yang hadir pada diskusi ini adalah: Ketua RT 01 Anas (47 tahun), Ketua RT 02 Atma (47 tahun), Ketua RT 03 Torik (51 Tahun), Ketua RT 04 Odih (39 tahun), tokoh tetua Saleh (58 tahun), tokoh tetua Aep (47 tahun), tokoh tetua Kamim (58 tahun), tokoh intelektual Ajat (33 tahun) dan tokoh intelektual Asep (33 tahun).
Penentuaan warga masyarakat yang masuk kedalam tangga kehidupan dilakukan melalui diskusi peneliti dengan ketua RT 01 dan dua orang perwakilan dari masyarakat untuk menempatkan masyarakat dari Kampung Padajaya pada masing-masing tangga kehidupan yang telah mempunyai indikator kesejahteraan masing-masing, dan menanyakan posisi warga tersebut pada 10 tahun sebelumnya. Begitupula dengan Kampung Padajembar, penelilti melakukan diskusi dengan ketua RT 04 dan dua orang perwakilan dari masyarakat untuk menempatkan masyarakat dari Kampung Padajembar pada masing-masing tangga kehidupan yang telah memiliki indikator kesejahteraan masing-masing, dan menanyakan posisi warga tersebut pada 10 tahun sebelumnya. Melalui tangga kehidupan ini, diketahui tingkat kesejahteraan masyarakat saat ini dan keadaanya pada 10 tahun yang lalu, sehingga diketahui kelompok masyarakat yang tetap miskin sejak dari 10 tahun yang lalu, masyarakat yang jatuh miskin, masyarakat yang menjadi kaya dan masyarakat yang tetap kaya sejak 10 tahun yang lalu. Lewat hasil ini, diambil satu rumah tangga yang masuk ke dalam masing-masing kategori, yaitu rumah tangga Apul yang masuk ke dalam kategori tetap miskin sejak 10 tahun yang lalu, rumah tangga Tatang yang masuk ke dalam kategori jatuh miskin, rumah tangga Emis yang menjadi kaya dibandingkan 10 tahun yang lalu, dan rumah tangga Uci yang tetap kaya sejak 10 tahun yang lalu. Keempat orang rumah tangga ini dipilih, selain karena mereka masuk ke dalam kategori tersebut, juga karena masing-masing memiliki hubungan dengan bidang pertanian. Peneliti ingin mengetahui hubungan antara kepemilikan terhadap lahan pertanian maupun pekerjaan yang terkait dengan pertanian, dengan
status kesejaheraan mereka
masing-masing.
Wawancara mendalam
dan
pengamatan berperan-serta dilakukan pada empat rumah tangga ini yaitu yang menyangkut masalah agraria yang dihadapinya, hubungan mereka dengan pihak perkebunan dan TNGH, pandangannya terhadap perkebunan maupun TNGH, dan harapan-harapannya terkait dengan reforma akses agraria.
3.4
Metode Pengumpulan Data Peneliti menggunakan beberapa metode pengumpulan data untuk
memperoleh informasi dan pemahaman mengenai kemiskinan serta struktur penguasaan dan pemilikan tanah di Dusun Cigarehong. Pendekatan pengumpulan data yang digunakan adalah triangulasi. Menurut Denzim (1970) dalam Sitorus (1998), triangulasi adalah kombinasi sumber data, tenaga peneliti, teori dan metodologi dalam suatu penelitian tentang suatu gejala sosial. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan triangulasi metodologi. Triangulasi metodologi yaitu penggunaan sejumlah metode dalam suatu penelitian (Denzim 1970, dalam Sitorus, 1998). Triangulasi diperlukan karena setiap metode memiliki kelemahan dan keunggulannya sendiri. Dengan memadukan tiga metode, yaitu pengamatan berperanserta, wawancara mendalam, dan analisis dokumen, maka satu dan lain metode akan saling menutup kelemahan sehingga tanggapan atas realitas sosial menjadi lebih valid. Metode pengumpulan data ini digunakan untuk memperoleh data kualitatif. Menurut Patton (1990) dalam Sitorus (1998) data kualitatif dapat dipilah kedalam tiga kategori yaitu hasil pengamatan, hasil pembicaraan, dan bahan tertulis. Penelitian ini akan mengumpulkan data baik data sekunder maupun
data primer. Data primer didapat dari wawancara mendalam dan pengamatan berperan-serta dengan tineliti dan informan. Data sekunder didapat dari dokumendokumen yang terkait dengan struktur organisasi desa, kepemilikan lahan, dan informasi mengenai jumlah penduduk serta tingkat kemiskinan di daerah tersebut. Tahap-tahap yang dilakukan dalam pengambilan data, yaitu penelusuran melalui buku dan penelitian terdahulu mengenai Kampung Padajaya, Kampung Padajembar, Dusun Cigarehong, Desa Purwabakti, PTPN VIII melalui e-jurnal, artikel, buku mengenai perkebunan, kemiskinan dan reforma agraria, wawancara mendalam terhadap pihak aparat pemerintahan dan pihak perkebunan. Kemudian dilakukan diskusi dengan warga untuk menentukan indikator kesejahteraan, dan batas kemiskinan, selanjutnya peneliti melakukan diskusi dengan perwakilan dari ketua RT dari masing-masing kampung untuk mengkategorikan masyarakat sesuai dengan indikator yang telah dibuat sebelumnya. peneliti kemudian melakukan wawancara mendalam terhadap masyarakat yang masuk ke dalam masing-masing kategori tersebut. Tahap terakhir yaitu pengamatan berperan-serta terhadap empat orang yang sudah diwawancara mendalam sebelumnya. Peneliti mengikuti kegiatan tineliti agar lebih memahami dan merasakan berbagai gejala sosial yang terjadi pada tineliti. Selain itu, melalui teknik berperan-serta ini, peneliti dapat melihat langsung validitas data yang telah tineliti berikan pada peneliti sebelumnya.
3.4.1
Wawancara Mendalam Wawancara mendalam merupakan percakapan dua arah dalam suasana
kesetaraan, akrab dan informal, serta bersifat luwes, terbuka, tidak terstruktur dan
tidak baku (Sitorus, 1998). Wawancara mendalam bertujuan untuk mengetahui pemaknaan kemiskinan menurut tineliti, sumber penghasilan, jumlah penghasilan, kepemilikan atas tanah, dan aset berharga lainnya yang dijadikan indikator kemiskinan lokal di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar. Panduan pertanyaan penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1, yang digunakan oleh peneliti untuk mengetahui masalah-masalah agraria yang terdapat di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar dan kebutuhan-kebutuhan yang diinginkan oleh tineliti untuk dapat keluar dalam kemiskinan yang ia rasakan melalui program reforma akses agraria. Tabel 2. Topik Wawancara Penelitian Topik Profil PTPN VIII Kebun Cianten
Informan Hasanudin (Bagian Umum PTPN VIII Kebun Cianten) dan Odang (Mandor Besar Sektor 8/ Dusun Cigarehong)
Indikator kemiskinan di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar Tangga kehidupan Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar Hubungan Masyarakat dengan perkebunan
Diskusi Bersama Perwakilan Masyarakat dari Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar
Masalah Agraria
Perwakilan warga dari masing-masing kategori yang telah didapat sebelumnya Perwakilan warga dari masing-masing kategori yang telah ditemukan sebelumnya
Masalah agraria yang dapat diselesaikan dengan reforma akses agraria
Deskripsi Mengetahui profil PTPN VIII Kebun Cianten, sejarah Kebun Cianten, pendapat perusahaan mengenai masyarakat yang memiliki sawah di daerah HGU perkebunan, gaji dan pekerjaan dari para karyawan baik karyawan lepas maupun karyawan tetap, hak dari karyawan lepas dan karyawan tetap. Mengetahui definisi kemiskinan menurut masyarakat, indikator kemiskinan, tangga kehidupan, dan batas kemiskinan lokal
Salah Satu Ketua RT dari Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar
Mengetahui masyarakat dari masingmasing kampung yang termasuk kedalam masing-masing tangga kehidupan
Perwakilan warga dari masing-masing kategori yang telah didapat sebelumnya
Mengetahui pandangan masyarakat terhadap kebijakan perkebunan mengenai sewa rumah maupun lahan pertanian, hak yang mereka dapatkan dengan bekerja di pekerbunan Mengetahui luas tanah yang digunakan untuk pertanian dan masalah-masalah agraria yang dihadapinya
Sumber: Simarmata (2009)
Mengetahui kebutuhan masyarakat yang terkait dengan masalah agrarian yang mereka hadapi, dan dapat diatasi oleh reforma akses agrarian yang dapat diterapkan di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar
Teknik wawancara mendalam dan topik penelitian yang dapat dilihat pada Tabel 2, peneliti dapat memahami pandangan tineliti mengenai hidupnya khususnya kemiskinan, pengalamannya ataupun situasi dan pilihan-pilihan yang dibuat oleh tineliti dalam hidupnya baik yang berkaitan dengan kemiskinan dan masalah agraria yang dihadapinya maupun yang tidak berkaitan dengan masalah tersebut.
3.4.2
Pengamatan Berperanserta Pengamatan berperanserta adalah proses penelitian yang mensyaratkan
interaksi sosial antara peneliti dan tineliti dalam lingkungan sosial tineliti (Taylor dan Boglan, 1984 dalam Sitorus, 1998). Metode pengamatan berperan serta merupakan pengamatan langsung di lapangan. Menurut Molneng (1989) sebagaimana dikutip Sitorus (1998) pengamatan ini dilakukan agar peneliti dapat melihat, merasakan dan memaknainya, serta memungkinkan pembentukan pengetahuan secara bersama oleh peneliti dan tineliti. Melalui metode ini penulis dapat menganalisis kemiskinan yang terjadi di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar tidak saja dari satu sudut pandang saja, yaitu lewat pengamatan dari segi fisik tineliti, akan tetapi juga dari segi sosial melalui kegiatan-kegiatan dan pertemuan-pertemuan yang tineliti hadiri, sehingga dapat memahami cara pandang tineliti dalam menghadapi kemiskinan yang dialaminya. Peneliti melihat kondisi kemiskinan dari segi aset yang dimiliki oleh tineliti, kepemilikan tineliti terhadap lahan pertanian atau pekerjaan yang terkait dengan pertanian, dan penghasilan total yang dimiliki oleh tineliti yang merupakan unit keluarga. Peneliti melakukan pengamatan berperan serta, dengan
tinggal bersama tineliti dan mengamati bagaimana cara tineliti melakukan aktivitasnya dan juga pekerjaan, aset yang dimiliki oleh tineliti.
3.4.3
Penelusuran Dokumen Penelusuran dokumen dilakukan dengan mengumpulkan literatur yang
terkait dengan masalah kemiskinan, agraria dan reforma agraria yang didapat melalui e-jurnal, buku, artikel dan skripsi. Selain itu literatur berasal dari data monografi desa untuk mendapatkan gambaran umum lokasi penelitian. Penelusuran dokumen bertujuan untuk membantu peneliti dalam memperoleh informasi yang nantinya akan membantu peneliti dalam memahami mengenai masalah penelitian ini.
3.5
Teknik Analisis Data Analisis data ditujukan untuk menjelaskan hasil dari penelitian. Teknik
pengolahan dan analisis data dilakukan melalui tiga jalur analisis data kualitatif yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Menurut Sitorus (1998), reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data pada penelitian ini diambil dari catatan harian penulis dan rekaman yang didapat dari hasil analisis wawancara mendalam dan pengamatan berperan-serta. Reduksi dilakukan dengan menulis ulang catatan harian dan rekaman waancara dengan mengelompokannya sesuai dengan topik wawancara penelitian. Hasil wawancara yang tidak sesuai dengan topik wawancara penelitian tidak peneliti masukkan.
Setelah ditulis ulang, penulis menyajikan data berupa tabel, grafik dan gambar, untuk memudahkan penulis dalam menarik kesimpulan dan meringkas hasil penelitian agar lebih mudah dipahami dan dibaca oleh orang lain. Kemudian, penulis menarik kesimpulan dari data yang telah penulis kumpulkan dengan memikirkan ulang kejadian dilapangan dan menghubungkan kejadian satu dengan yang lainnya, melakukan transfer ilmu dengan teman sekelas penulis dan mengikuti pelatihan metode penulisan agraria dan seminar yang terkait dengan agraria.
3.6
Bias Penelitian Selama melakukan penelitian, peneliti merasakan adanya bias penelitian.
Posisi peneliti sebagai mahasiswa yang menanyakan tentang kemiskinan, hubungan dengan perkebunan, maupun mengenai status kepemilikan lahan pertanian menyebabkan masyarakat tidak jujur sepenuhnya kepada peneliti. Mempertanyakan
mengenai
kemiskinan
merupakan
hal
yang
tidak
menyenangkan, karena menyangkut masalah internal dari warga dan sensitif. Warga tertutup dan curiga terhadap pertanyaan peneliti. Terkadang terdapat kesalahpahaman dari warga masyarakat yang mengira peneliti merupakan suruhan pemerintah yang ingin melihat siapa saja yang warga yang tidak berhak mendapatkan BLT akan tetapi mendapatkan BLT di daerah tersebut. Masyarakat juga sulit terbuka mengenai masalah yang mereka hadapi dengan perkebunan, karena mereka menyadari bahwa perkebunan merupakan tempat mereka untuk hidup. Pada awalnya beberapa pertanyaan yang dikemukakan
peneliti
terhadap
warga
dijawab
dengan
memutar-mutar
pembicaraan, ataupun jawaban tidak sesuai dengan pertanyaan peneliti. Selain itu, masyarakat takut data penelitian ini jatuh ke tangan pihak perkebunan, yang dapat membahayakan status mereka di perkebunan di masa datang. Pertanyaan yang sulit untuk masyarakat utarakan jawabannya, salah satunya yaitu bagaimana masyarakat mendapatkan lahan pertanian mereka selain dari hasil pembagian warisan. Masyarakat sulit menjawab pertanyaan ini dikarenakan masyarakat menyembunyikan adanya pelebaran lahan ke daerah perkebunan atau TNGH, serta adanya praktek jual beli lahan pertanian yang merupakan HGU dari perkebunan ataupun TNGH. Bila TNGH dan perkebunan mengetahui adanya jual-beli dan pelebaran lahan ini, masyarakat akan mendapatkan sanksi, sehingga masyarakat sulit untuk mengeluarkan informasi sebenarnya terkait masalah ini kepada peneliti. Masyarakat mulai terbuka dan menceritakan berbagai hal pada peneliti setelah peneliti tinggal satu minggu bersama masyarakat. Tercipta kedekatan antara masyarakat dengan peneliti, menyebabkan masyarakat tidak sungkansungkan lagi kepada peneliti, dan menceritakan keadaan dirinya tanpa ditutuptutupi lagi. Selain itu, karena adanya proses mengenal satu sama lainnya, masyarakat yakin bahwa peneliti tidak akan memberikan hasil penelitian ini kepada pihak perkebunan dan TNGH.