BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif merupakan kegiatan yang berlangsung secara simultan dengan kegiatan analisis data (Mahsun, 2005:257). Penelitian deskriptif kualitatif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena. Jadi, prosedur atau cara pemecahan masalah penelitian dengan memaparkan dan mendeskripsikan keadaan objek yang diteliti. Metode deskriptif kualitatif ini digunakan untuk menjelaskan data yang sudah terkumpul oleh penulis dan juga dengan menggunakan metode ini dapat memberikan gambaran terhadap fenomena kekerasan verbal terhadap anak dalam keluarga pada saat ini yang terwujud dalam tutur orang tua terhadap anak-anaknya yang kemudian dikaitkan dengan status sosial. Dengan menggunakan metode deskriptif, data yang diperoleh dideskripsikan seobjektif mungkin dan dianalisis sedemikian rupa untuk mencapai kepadanan ekspanatif (explanative adequacy).
` Universitas Sumatera Utara
3.2 Gambaran Umum Wilayah Penelitian Kelurahan ini berada di Kecamatan Medan Deli dimana merupakan daerah yang mengalami perkembangan yang pesat dan sebagai kawasan industri dan pergudangan. Kelurahan ini diapit oleh dua jalan utama kota yaitu Tol Belmera disebelah timur dan Jalan Alumunium di sebelah barat. Kelurahan ini mempunyai jumlah penduduk yang cukup tinggi yaitu hampir mencapai 35.000 jiwa dengan pembagian 22 lingkungan (seperti unit RW di Pulau Jawa). Rata-rata penduduk per lingkungan berkisar antara 300-600 Kepala Keluarga. Mayoritas penduduk kelurahan ini bermata pencaharian buruh (industri) dari perusahaan yang ada di sekitarnya. Sedangkan dilihat dari segi etnis terdapat beberapa etnis dengan didominasi oleh etnis Jawa dan Batak Toba. Meskipun demikian faktor keragaman etnis dan agama tidak menjadi faktor penghambat bagi interaksi sosial dari masyarakat kelurahan ini. 3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di kelurahan Tanjung Mulia, Kecamatan Medan Deli Kota Medan. Alasan khusus pemilihan lokasi ini, karena penulis mempertimbangkan keadaan sosial masyarakat yang heterogen, yang secara bersama-sama membentuk masyarakat tutur tersebut. 3.4 Responden Penelitian Pengambilan responden dilakukan dengan pertimbangan pada kebutuhan data yang ingin diperoleh yang mengacu pada permasalahan yang digarap yang dalam penelitian ini responden yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas
` Universitas Sumatera Utara
orang tua dan anak prasekolah. Namun, tidak seluruh orang tua yang dipilih menjadi responden. Untuk itu, peneliti menetapkan jumlah responden dengan menggunakan teknik pengambilan sampel. Untuk mendapatkan responden, peneliti menggunakan rumus Slovin (dalam Prasetyo dan Jannah, 2006:137). Jumlah orang tua yang memiliki anak prasekolah di Kelurahan Tanjung Mulia Hilir Lingkungan 22 Medan sebanyak 98 orang. Populasi orang tua yang memiliki anak prasekolah di atas merupakan subjek yang akan dipilih sebagai responden. Untuk kepentingan penelitian ini, responden diambil dari populasi dengan teknik pengambilan sampel dengan menggunakan rumus Slovin, yakni sebagai berikut: Rumus :
n
N 1 Ne 2
Keterangan : n : besar sampel N : besar populasi e : batas toleransi kesalahan (error tolerance)
n=
98 1 98(0,05 2 )
= 78,7 Berdasarkan perhitungan rumus di atas, dari populasi sebanyak 98 orang tua dan batas toleransi kesalahan sebesar 5% diperoleh sampel sebanyak 78,7 dibulatkan menjadi 79 orang. Oleh karena itu responden dalam penelitian ini terdiri dari 79 orang tua dan 2 orang anak prasekolah.
` Universitas Sumatera Utara
3.5
Jenis dan Sumber Data
3.5.1
Jenis Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang menunjang terjawabnya permasalahan penelitian yaitu mengenai bentuk kekerasan verbal orang tua terhadap anaknya, peristiwa tutur kekerasan verbal, serta faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya kekerasan verbal terhadap anak. Terdapat dua jenis data yang digunakan untuk mendukung penelitian ini, 1) Data kualitatif, yaitu data yang dikumpulkan berdasarkan keterangan/informasi yang berhubungan dengan permasalahan yang diajukan, yaitu data bentuk kekerasan verbal, peristiwa tutur,dan faktor-faktor penyebab kekerasan verbal. 2) Data kuantitatif, yaitu data yang dikumpulkan berupa angka-angka yang berhubungan dengna permasalahan yang dibahas. Misalnya jumlah orang tua yang melakukan kekerasan verbal.
3.5.2
Sumber Data Ada pun sumber data pada penelitian ialah sebagai berikut. 1) Data Primer Data primer untuk penelitian ini diperoleh dari orang tua yang melakukan kekerasan verbal terhadap anaknya dalam keluarga. 2) Data Sekunder Data sekunder dalam penelitian ini berasal dari angket yang berisi bentuk-bentuk kekerasan verbal yang diucapkan orang tua terhadap anaknya dalam keluarga. Angket disebarkan kepada 79 orang
` Universitas Sumatera Utara
responden dengan karakteristik pria atau wanita yang memiliki anak usia 3-6 tahun (sesuai dengan tumbuh kembang anak oleh Soetjiningsih). Pemilihan pada usia ini dilakukan karena pada usia 3-6
tahun
(prasekolah)
umumnya
anak
mulai
menambah
perbendaharaan kata 50-100 kata sampai 2000 lebih. Penentuan sumber data ini didasarkan pada pertimbanganpertimbangan peneliti sesuai dengan acuan yang diberikan oleh Masri Singarimbun dan Sofian Effendi (1987). 1) Derajat keseragaman dari populasi 2) Presisi yang dikehendaki dari penelitian 3) Rencana analisis 4) Tenaga, biaya, dan waktu
3.6 Instrumen Penelitian Ada pun instrumen pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ialah sebagai berikut : 1) Alat Rekam Pada penelitian ini alat rekam yang digunakan oleh peneliti ialah handphone. Alat ini berfungsi merekam tuturan-tuturan verbal orang tua terhadap anaknya serta mempermudah peneliti dalam pentranskripan data kebahasaan. 2) Angket/Kuesioner Alat yang digunakan sebagai pengumpulan data berupa angket atau kuesioner. Angket digunakan oleh peneliti untuk menggali persepsi
` Universitas Sumatera Utara
masyarakat mengenai bentuk kekerasan verbal orang tua terhadap anak dalam keluarga. Waktu yang diperlukan responden untuk mengisi kuesioner diperkirakan 15 menit tiap angketnya dan pengumpulan data dilakukan sendiri oleh peneliti. Kuesioner terdiri atas dua bagian besar yaitu pertama berisi data demografi (kependudukan) dan pendidikan responden dan kedua
berisi pertanyaan sebanyak 42 pertanyaan yang
terdiri atas 10 pertanyaan tentang sosiodemografi responden, 11 pertanyaan bentuk kekerasan verbal, 21 pertanyaan tentang faktor kekerasan verbal, (contoh kuesioner dilihat dari Ina Nurul Rahmawati) 3) Peneliti Peneliti bertindak sebagai alat instrumen mengamati secara langsung data tuturan orang tua terhadap anaknya baik berupa tuturan verbal atau nonverbal serta mengklafikasi tuturan tersebut sesuai dengan kebutuhan data yang telah ditentukan.
3.7 Metode dan Teknik Pengumpulan Data Metode pengumpulan data adalah metode simak dan observasi. Metode simak digunakan untuk memeroleh data dengan menyimak penggunaan bahasa. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu dengan menggunakan teknik:
` Universitas Sumatera Utara
1) Teknik Observasi Pengumpulan data dengan observasi langsung atau dengan pengamatan
langsung
adalah
cara
pengambilan
data
dengan
menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk keperluan tersebut (Nazir, 1988:22). Lewat teknik ini peneliti melakukan pengamatan secara langsung tuturan orang tua terhadap anaknya, kemudian mencatat hal-hal (tuturan) serta bentuk-bentuk kekerasan verbal yang dilakukan orang tua terhadap anaknya. 2) Teknik Rekam Penggunaan teknik rekam pada penelitian ini yaitu dengan merekam data kebahasaan yang termasuk ke dalam kekerasan verbal dengan menggunakan alat perekam. Mahsun (2005:132) dalam buku Metode Penelitian Bahasa menyatakan bahwa : Teknik rekam hanya dapat digunakan pada saat penerapan teknik cakap semuka. Kekurangan dari teknik ini adalah adanya kekhawatiran akan hasil yang kurang baik karena alat perekam yang kurang baik hingga menimbulkan keraguan dalam menginterprestasi data yang didapat. Namun teknik ini sangat diperlukan untuk melakukan pendokumentasian sumber data penelitian yang berasal dari tuturan. 3) Angket Angket dilakukan melalui penyebaran kuesioner atau daftar tanyaan untuk menjaring data persepsi orang tua terhadap bentuk-bentuk tindak kekerasan verbal terhadap anak dalam keluarga dan faktor-faktor penyebab terjadinya kekerasan verbal terhadap anak dalam keluarga. Proses pengumpulan data dengan teknik angket dalam penelitian yaitu :
` Universitas Sumatera Utara
1.
Pengambilan data dilakukan oleh peneliti sendiri dengan mendatangi orang tua di Lingkungan 22 dan sebelumnya memberikan penjelasan kepada calon responden.
2.
Responden diberikan penjelasan cara pengisian kuesioner dan apabila ada yang kurang jelas, responden dipersilakan untuk bertanya.
3.
Pengumpulan data dengan cara kuesioner secara langsung oleh peneliti, selama pengisian peneliti di samping responden.
4.
Data primer didapat dari hasil pengisian yang berisi tindak kekerasan verbal dan faktor penyebab kekerasan verbal.
5.
Setelah semua pertanyaan diisi, lembar kuesioner diambil/dikumpul oleh peneliti
3.8 Metode dan Teknik Penganalisisan Data Pada tahap analisis, data yang sudah terkumpul melalui kuesioner selanjutnya dipilah-pilah dengan teknik identifikasi. Dengan teknik ini, data dapat diklasifikasi berdasarkan jenis data. Setelah data diklasifikasikan, data yang tersedia didisekripsikan, diinterpretasikan, dan dianalisis sesuai dengan kerangka teori yang dijadikan landasan. Data kekerasan verbal yang diperoleh melalui jawaban kuesioner, selanjutnya dianalisis secara kualitatif dan diklasifikasikan berdasarkan aspek bentuk kekerasan verbal terhadap anak dalam keluarga. Selanjutnya data faktorfaktor penyebab kekerasan verbal yang dikemukakan oleh responden, dianalisis dan diklasifikasikan berdasarkan klasifikasi faktor penyebab kekerasan verbal ` Universitas Sumatera Utara
yang dikemukakan oleh pakar. Bentuk kekerasan verbal dan faktor penyebab kekerasan
verbal
yang telah
diklasifikasikan
oleh
peneliti
selanjutnya
dideskripsikan sesuai dengan teori yang dijadikan acuan dalam penelitian ini. Dengan demikian, penelitian ini dapat menjelaskan (1) bentuk-bentuk kekerasan verbal orang tua terhadap anaknya, dan (2) faktor-faktor yang menyebabkan terjadikan kekerasan verbal terhadap anak dalam keluarga. 3.9 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data Pada tahap analisis, data yang sudah terkumpul melalui kuesioner selanjutnya dipilah-pilah dengan teknik identifikasi. Dengan teknik ini, data dapat diklasifikasi berdasarkan jenis data. Setelah data diklasifikasikan, data yang tersedia dideskripsikan, diinterpretasikan, dan dianalisis sesuai dengan kerangka teori yang dijadikan landasan. Data kekerasan verbal yang diperoleh melalui kuesioner, selanjutnya dianalisis secara kualitatif dan diklasifikasikan berdasarkan bentuk kekerasan verbal. Selanjutnya peristiwa tutur dan faktor-faktor kekerasan verbal yang dilakukan responden dianalisis dan diklasifikasikan berdasarkan klasifikasi faktor kekerasan verbal yang dikemukakan oleh pakar. Data kekerasan verbal, peristiwa tutur, dan faktor kekerasan verbal yang telah diklasifikasikan oleh peneliti ini selanjutnya dideskripsikan sesuai dengan teori yang dijadikan acuan dalam penelitian ini. Dengan demikian, penelitian ini dapat menjelaskan (1) bentuk-bentuk kekerasan verbal terhadap anak dalam keluarga, (2) peristiwa tutur kekerasan
` Universitas Sumatera Utara
verbal terhadap anak dalam keluarga, (3) faktor-faktor yang menyebabkan kekerasan verbal terhadap anak dalam keluarga.
` Universitas Sumatera Utara
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pendahuluan Pada Bab ini, peneliti memaparkan hasil penelitian bentuk-bentuk kekerasan verbal terhadap anak dalam keluarga, peristiwa tutur kekerasan verbal terhadap anak dalam keluarga, dan faktor-faktor yang menyebabkan kekerasan verbal. Hasil analisis diuraikan sesuai dengan masalah penleitian. 4.2 Bentuk Kekerasan Verbal Kekerasan verbal berdasarkan bentuk dalam penelitian ini dihubungkan dengan teori sintaksis. Crane, et al (1981:102) berpendapat bahwa syntax is the way words are put together to form phrases and sentences. Dari teori tersebut dapat dikatakan bahwa sintaksis adalah studi yang mempelajari penggabungan kata-kata membentuk frasa dan kalimat.
Akan tetapi dalam penelitian ini
hanya membahasa kekerasan verbal dalam bentuk kata, frasa, dan klausa. Dalam kajian sintaksis, kekerasan verbal berbentuk kata, frasa, dan klausa dikaji untuk mengetahui bentuk-bentuk kekerasan verbal apa yang sering dilakukan orang tua terhadap anak. Dari data yang diperoleh melalui jawaban kuesioner oleh responden, peneliti menemukan sebanyak 233 buah kekerasan verbal. Jumlah tersebut merupakan jumlah kekerasan verbal secara keseluruhan, yakni jumlah kekerasan verbal yang dilakukan orang tua baik laki-laki (ayah) ataupun perempuan (ibu) terhadap anaknya.
` Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan bentuknya, kekerasan verbal yang digunakan oleh responden dapat dikelompokkan menjadi sebagai berikut: 1) Kekerasan verbal berbentuk kata; 2) Kekerasan verbal berbentuk frasa; 3) Kekerasan verbal berbentuk klausa. Sementara itu, berdasarkan kategorinya, kekerasan verbal yang digunakan oleh responden dapat dikelompokkan menjadi : 1) Kekerasan verbal berkategori nomina 2) Kekerasan verbal berkategori verba 3) Kekerasan verbal berkategori ajektiva 4.2.1 Kekerasan Verbal Berbentuk Kata Kridalaksana (2008:110) menyatakan bahwa kata adalah (1) morfem atau kombinasi yang oleh bahasawan dianggap sebagai satuan terkecil yang dapat diujarkan sebagai bentuk yang bebas, (2) satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri, terjadi dari morfem tunggal (misalnya batu, rumah, datang, dan sebagainya) atau gabungan morfem (misalnya pejuang, mengikuti, pancasila, mahakuasa, dan sebagainya, dan (3) satuan terkecil dalam sintaksis yang berasal dari leksem yang telah mengalami proses morfologis. Dengan merujuk pengertian “kata” di atas, penelitian ini menemukan sebanyak 20 buah kekerasan verbal yang berbentuk kata. Menurut Rosidin (2010), kekerasan verbal berbentuk kata dapat dibedakan menjadi dua, yakni kekerasan verbal bentuk dasar dan kekerasan verbal bentuk kata jadian. Kekerasan verbal bentuk dasar adalah kekerasan verbal yang berwujud kata-kata monomorfemis
` Universitas Sumatera Utara
atau kata yang terjadi dari satu morfem. Sementara itu, kekerasan verbal bentuk jadian adalah kekerasan verbal yang berupa kata-kata polimorfemis. Kekerasan verbal polimorfemis dapat dibedakan menjadi dua jenis, yakni (1) kekerasan verbal berafiks dan (2) kekerasan verbal bentuk majemuk. Berdasarkan data yang diperoleh, kekerasan verbal berbentuk kata monomorfemis yang digunakan oleh responden ditemukan 18 buah. Kekerasan verbal yang termasuk ke dalam kekerasan verbal berbentuk kata monomorfemis ditampilkan dalam tabel berikut: Tabel 4.1 Kekerasan Verbal Berbentuk Kata Monomorfemis No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Kekerasan Verbal Keriting Monyet Gendut Peyang Botak Jahanam Jelek Bodoh Kurus Keluar Binatang Begu „setan‟ Buncit Diam Bodat „hantu‟ Ceking „kurus‟ Boneng Jugul „keras kepala‟
Sementara itu, kekerasan verbal jadian adalah kekerasan verbal yang berupa kata-kata polimorfemis. Bentuk kekerasan verbal polimorfemis dapat
` Universitas Sumatera Utara
dibedakan menjadi dua jenis, yakni (1) kekerasan verbal berafiks dan (2) kekerasan verbal bentuk majemuk. Kekerasan verbal yang digunakan oleh responden ke dalam kekerasan verbal berafiks ditemukan sebanyak 2 buah dan kekerasan verbal yang termasuk kekerasan bentuk majemuk tidak ditemukan, antara lain: Tabel 4.2 Kekerasan Verbal Polimorfemis No. 1 2
Kekerasan Verbal Pemalas Bajingan Berdasarkan hasil penelitian di atas data yang ditemukan ke dalam
kekerasan verbal dalam bentuk kata terdapat 20 buah yang dapat digolongkan menjadi dua bentuk yaitu monomorfemis dan polimorfemis. Bentuk ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 4.3 Kekerasan Verbal Berbentuk Kata Jenis Kekerasan Verbal Monomorfemis Polimorfemis
Jumlah Kata 18 2
% 90 10
Kekerasan verbal dalam bentuk kata monomorfemis lebih banyak digunakan orang tua untuk memarahi anak daripada kekerasan verbal bentuk kata polimorfemis. Hal itu dapat dilihat dari data yang telah dikumpulkan. Secara kategorial, kekerasan verbal dapat digolongkan menjadi beberapa jenis yakni kekerasan verbal yang berkategori nomina, seperti bandot, tai, iblis, sundal, dan sebagainya; kekerasan verbal berkategori verba (khusunya verba
` Universitas Sumatera Utara
statif) seperti diam,; kekerasan verbal berkategori ajektiva, seperti goblok, gila, dan lain-lain (Rosidin, 2010). Hal itu dapat dilihat dalam tabel di bawah ini. Tabel 4.4 Kekerasan Verba Kategori Nomina Kategori Kekerasan Verbal
Kata
Jumlah
1. Nomina
Monyet Binatang Begu „setan‟ Bodat „hantu‟ Pemalas Bajingan
6 buah
Persentase % 30
2. Verba
Diam Keluar
2 buah
10
3. Ajektiva
Keriting Gendut Peyang Botak Jelek Bodoh Kurus Buncit Ceking Boneng Jugul kepala‟ jahanam
12
60
„keras
Pada tabel di atas, secara kategorial kekerasan verbal dalam bentuk ajektiva lebih banyak digunakan orang tua untuk memaki anak-anaknya dibandingankan kekerasan verbal kategori verba dan nomina. 4.2.2 Kekerasan Verbal Berbentuk Frasa Frasa merupakan kumpulan kata yang di dalamnya tidak terdapat subjek dan predikat. Seperti yang dikemukakan oleh Richard, et al. (1985:39) “ A Phrase is a group of word which forms a grammatical unit, a phrase does not contains a ` Universitas Sumatera Utara
finite verb and does not have a subject-predicate structure. Ungkapan tersebut menunjukkan frasa adalah suatu kumpulan kata yang membentuk suatu unit gramatikal, frasa tidak memuat kata kerja terbatas dan tidak mempunyai struktur subjek dan predikat. Menurut Kridalaksana (2008:66), frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang sifatnya tidak predikatif; gabungan itu dapat rapat, dapat renggang; misalnya gunung tinggi adalah frasa karena merupakan konstruksi nonpredikatif; konstruksi ini berbeda dengan gunung itu tinggi yang bukan frasa karena bersifat predikatif. Rosidin (2010) mengatakan ada dua cara yang dapat digunakan untuk membentuk frasa dalam bahasa Indonesia, yakni dasar plus kekerasan verbal, seperti dasar bodoh, dasar gila, dan kekerasan verbal plus mu, seperti mamakmu. Kata dasar dalam hal ini dimungkinkan melekat dengan berbagai kekerasan verbal yang referensinya bermacam-macam, seperti binatang (dasar babi, dasar buaya, dan sebagainya), profesi (dasar pelacur, dasar sundal, dan sebagainya), benda (dasar tai, dasar cabe, dan sebagainya), keadaan (dasar gila, dasar keparat, dan sebagainya), dan makhlus halus (dasar setan, dasar iblis, dan sebagainya). Sedangkan pada kata –mu hanya dapat berdampingan dengan kata-kata kekerabatan (kakekmu, atokmu) dan bagian tubuh (matamu). Berdasarkan teori di atas, kekerasan verbal yang digunakan oleh responden yang dapat dikelompokkan sebagai frasa ditemukan sebanyak 34 buah. Kekerasan verbal yang termasuk ke dalam frasa adalah sebagai berikut:
` Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.5 Kekerasan Verbal Berbentuk Frasa No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 30 31 32 33 34
Kekerasan Verbal Dasar pendek jelek Anak sapi Kurang ajar Tukang nangis Susah kali dibilangin Bayi kolot Dasar anjing Mulutmu Babi jalang Dasar pemalas Dasar anak nakal Matamu itu Eh anjing Dasar begu Bodoh kali pun Dasar anak monyet Dasar Monyet Dasar bandal Babi jalang Dasar anak bandel Bandal kali Dasar anak kurang ajar Diam bodoh Dasar anak sapi Bodoh kali Gak tau malu Bodoh kalilah Keluar sana Gak boleh jajan Dasar bodoh Dasar anak babi kau Dasar anak bodoh gak bisa dibilangin Dasar binatang
Secara kategorial, kekerasan verbal dapat digolongkan menjadi beberapa jenis yakni kekerasan verbal yang berkategori nomina atau frasa nomina, seperti bandot, tai matamu, iblis, sundal, dan sebagainya; kekerasan verbal berkategori verba (khusunya verba statif) seperti diam kau, mati sana; kekerasan verbal
` Universitas Sumatera Utara
berkategori ajektiva, seperti goblok, gila, dan lain-lain (Rosidin, 2010). Hal tersebut diuraikan di bawah ini:
4.2.1.1 Kekerasan Verbal Berkategori Frasa Nomina Menurut Kridalaksana (2008:63), nomina adalah kelas kata yang biasanya dapat berfungsi sebagai subjek atau objek dari klausa; kelas kata ini sering berpadanan dengan orang, benda, atau hal lain yang dibendakan dalam alam di luar bahasa. Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Radford et al. (2009:192), yang menyatakan, “Nouns often refer to types of concrete objects in the world (e.g cake, engine, moon, waiter)‟ (nomina sering merujuk pada benda-benda konkret yang ada di dunia ini, misalnya kue, mesin, bulan, pelayan, dan lain-lain). Berdasarkan defenisi dan penjelasan tersebut, dari 34 buah kekerasan verbal yang digunakan oleh responden, peneliti menemukan sebanyak 19 buah kekerasan verbal berkategori nomina. Frasa-frasa itu, berdasarkan kelas kata unsur pusatnya, disebut sebagai frasa nomina. Hal itu sejalan dengan pernyataan Kridalaksana (2008:66), yang menyatakan frasa nomina adalah frasa endosentris berinduk satu yang induknya nomina. Berikut merupakan tabel kekerasan verbal berkategori frasa nomina (FN) yang digunakan oleh responden, antara lain: Tabel 4.6 Kekerasan verbal Berkategori Frasa Nomina No 1 2 3 4
Kekerasan Verbal Matamu Mulutmu Dasar anjing Babi jalang
Kategori FN FN FN FN
` Universitas Sumatera Utara
5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Dasar binatang Dasar anak bandel Dasar anak sapi Dasar pemalas Eh anjing Dasar anak monyet Dasar anak babi kau Bayi kolot Anak setan Dasar monyet Dasar anak kurang ajar Dasar begu Dasar anak nakal Dasar begu Anak sapi
FN FN FN FN FN FN FN FN FN FN FN FN FN FN FN
4.2.1.2 Kekerasan Verbal Berkategori Frasa Verba Menurut kridalaksana (2008:254), verba adalah kelas kata yang biasanya berfungsi sebagai predikat; dalam beberapa bahasa lain verba mempunyai ciri morfologis seperi ciri kala, aspek, persona, atau jumlah. Sebagaian besar verba mewakili unsur semantis perbuatan, keadaan atau proses; kelas kata ini dalam bahasa Indonesia ditandai dengan kemungkinan untuk diawali dengan kata tidak dan tidak mungkin diawali dengan kata seperti sangat, lebih, dan sebagainya misalnya datang, naik, bekerja, dan sebagainya. Sejalan dengan pendapat tersebut, Radford et al. (2009:129) menyatakan, “Verbs typically refer to acitivities (applaud, steal, collide, bark)” (verba umumnya merujuk pada kegiatan/aktivitas (misalnya, bertepuk tangan , mencuri, bertabrakan, membentak). Berdasarkan defenisi dan penjelasan tersebut, dari sebanyak 34 buah kekerasan verba yang digunakan oleh responden, peneliti ini menemukan sebanyak 5 buah kekerasan verba berkategori frasa verba. Kekerasan verba berkategori frasa verba (V) tersebut ditampilkan dalam tabel berikut :
` Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.7 Kekerasan verbal Berkategori Frasa Verba No 1 2 3 4 5
Kekerasan Verbal Kurang ajar Tukang nangis Keluar sana Susah kali dibilangin Diam bodoh
Kategori FV FV FV FV FV
4.2.1.3 Kekerasan Verbal Berkategori Frasa Ajektiva Ajektiva dapat diartikan sebagai kata yang menerangkan kata benda (Kridalaksana, 2008:4). Senada dengan pernyataan itu, Radford et al. (2009:130) menyatakan, “Adjectives typically refer to properties which people or things possess and they are used to modify nouns, e. g. Happy man, noisy engine” (ajektiva umumnya merujuk pada sifat yang dimiliki orang atau sesuatu dan lazimnya digunakan untuk membatasi/ memodifikasi nomina, misalnya orang yang berbahagia, mesin yang berisik). Selanjutnya, frasa ajektiva diartikan sebagai
frasa
endosentris
berinduk
satu
yang
induknya
ajektiva
dan
modifikatornya adverbia seperti sangat, lebih, kurang, dan sebagainya, misalnya lebih baik (Kridalaksana, 2008:66). Berdasarkan defenisi tersebut, dari 34 buah kekerasan verbal yang digunakan oleh responden ditemukan 10 buah kekerasan verbal berkategori frasa ajektiva. Kekerasan verbal berkategori frasa ajektiva (FA) tersebut ditampilkan dalam tabel berikut :
` Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.8 Kekerasan verbal Berkategori Frasa Ajektiva No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kekerasan Verbal Bandal kali Bodoh kalilah Dasar pendek jelek Gak tau malu Bodoh kalipun Dasar bodoh Dasar bandal Bodoh kali Bandal kalipun Dasar jelek
Kategori FA FA FA FA FA FA FA FA FA FA
Berdasarkan hasil penelitian di atas data yang ditemukan ke dalam kekekeran verbal dalam bentuk frasa terdapat 34 buah yang dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu frasa nomina, frasa verba, dan frasa adjektiva. Kategori kekerasan verbal tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 4.9 Kategori Kekerasan Verbal Berbentuk Frasa Jenis Frasa Frasa Nomina Frasa Verba Frasa Adjektiva
Jumlah Frasa 19 5 10
% 56 15 29
Pada hasil penelitian di atas, responden lebih sering menggunakan kekerasan verbal dalam bentuk frasa nomina daripada kekerasan verbal dalam bentuk frasa adjektiva dan frasa verba. Hal itu dapat dilihat dari hasil temuan penelitian yang tertera pada tabel di atas. 4.2.3
Kekerasan Verbal Berbentuk Klausa Klausa merupakan kelas sintaksis yang terdiri atas nomina dan verba
tetapi berbeda dengan kalimat yang memiliki arti penuh. Crystal (2001)
` Universitas Sumatera Utara
mengungkapkan clause a term used in some models of grammar to refer to a unit of grammatical smaller than the sentence but larger than phrase, word or morphemes. Pengertian itu menunjukkan bahwa klausa digunakan dalam kajian grammar yang mengacu kepada sebuah gramatikal yang lebih kecil dari kalimat tetapi lebih besar dari frasa, kata ataupun morfem. Richards, et al. (1985:23) Clause is a group of words which contain subject and finite verb. Batasan ringkas tersebut menunjukkan bahwa klausa merupakan kumpulan kata yang memiliki subjek dan kata kerja terbatas. Klausa terbagi menjadi dua jenis, yaitu klausa bebas dan klausa subordinator atau terikat seperti yang diungkapkan oleh Gucker (1966:76) There are two types: mainn (or independent) clauses and subordinator (or dependent) clause. Downing dan Locke (2006:13) mengungkapkan perbedaan klausa bebas dan terikat bahwa All grammatically independent clauses are finite. Dependent clauses may be finite or non-finite. Pemahaman tersebut menunjukkan bahwa secara gramatikal klausa bebas terdiri dari kata kerja terbatas. Klausa terikat dapat terdiri dari kata kerja terbatas atau kata kerja tidak terbatas. Berdasarkan pengertian tersebut, kekerasan verbal dalam bentuk klausa yang digunakan oleh responden ditemukan sebanyak 105 kekerasan verbal yang digolongkan menjadi dua klausa, yaitu klausa bebas dan klausa terikat. Di bawah ini merupakan tabel klausa bebas dan klausa terikat. Tabel 4. 9 Kekerasan Verbal Berbentuk Klausa Bebas No 1 2 3 4
Klausa Bebas Gitu aja tidak bisa, padahal adiknya bisa Jangan di situ nak Kukunci kau nanti di kamar tikus itu Tutup mulutmu ` Universitas Sumatera Utara
5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49
Kukurung kau nanti Diam mulutmu Anak bodoh Ceroboh aja kerjaanmu Matamu kau letak dimana? Diam mulutmu Jangan nakal lagi Jangan melawan Awas kalau diulangi Jangan menyentuh barang-barang itu bodoh Pergi dari situ, pusing kepala melihatmu Anak tidak tahu diri Monyet kau Anak bodoh Lamban kau yah Jangan tidur kalau belum belajar Makanan kesukaanmu itu ibu tidak mau membelinya lagi jika kamu nakal Nanti semua mainan itu ibu kasih orang Mainan kamu ini saya buang nanti Jangan main kalau belum mandi Gak boleh main kalau belum belajar Susah kalipun dibilangin, gak boleh makan siang kalau begitu Gak usah kau makan Anak gak tau diri Udah kriting, suka melawan lagi Anak gak tau diuntung jangan mengulanginya lagi, nanti saya pukul kamu Kupotong tanganmu nanti Anak gila Kau pakai otakmu Diam kau Bodoh kau Tulalit kau Bayi kolot Tutup mulutmu Monyet kau yah Jangan nakal nanti dipukul Matamu kau letak dimana Anak-anak jangan sok tau bikin mau orang tua saja Jangan belagak bodoh Anak bodoh kau Anak tolol Nanti bajumu tidak ibu belikan jika kamu masih nakal Gak kukasih uang jajanmu nanti yah Jangan sekolah kau nakal
` Universitas Sumatera Utara
50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68
Jangan nakal nanti dipukul Makan dulu baru boleh minum susu Tidur siang dulu baru boleh jajan Jangan main kalau nakal Diam kau Jangan makan kalau belum cuci tangan Jangan nangis nanti kupukul Anak nakal Sekali lagi mengulang kesalahan, nanti kukunci di luar rumah Awas nanti ibu pukul kamu Dipakai otaknya Tai kau Anak idiot Anak setan Jangan masuk diluar saja Matamu kau letak dimana? Diam mulutmu Jangan nakal lagi Jangan melawan
Dari data yang dikumpulkan melalui responden ditemukan kekerasan verbal dalam bentuk klausa bebas sebanyak 68 kekerasan seperti yang ditulis pada tabel di atas. Tabel 4.10 Kekerasan Verbal Berbentuk Klausa Terikat No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Klausa Terikat Kalau nakal nanti dibuat ke panti Jika kamu masih berbuat begitu, botakmu bisa aja pecah Kalau nangis nanti dikurung Kalau gak tidur siang gak boleh main Kalau gak nurut nanti dijual ke botot Kalau kencing celana dikasih tikus Kalau nakal tidur dengan tikus Kalau gak makan, gak boleh jajan Kalau tidak nurut gak boleh sekolah Kalau nangis nanti ditinggal Kalau nakal nanti dikasih ke orang Kalau gak makan nanti disuntik Kalau nakal nanti dipukul Kalau tidak belajar gak dikasih uang jajan
` Universitas Sumatera Utara
15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37
Kalau pipis celana nanti kodok datang Kalau nanti jalan-jalan kamu tidak usah ikut lagi Kalau gak nurut nanti dipukul Kalau bandal nanti digigit ular Kalau nakal nanti didatangi hantu Kalau gak puasa full, gak boleh baju baru Kalau tidur gak boleh ngompol nanti digigit semut Kalau nakal dijual ke botot Kalau gak makan, gak boleh main Kalau gak belajar, gak boleh jajan Kalau nakal gak boleh sekolah Kalau nangis dikurung di kamar Kalau PR kamu tidak siap gak boleh nonton Kalau bandel gak usah sekolah lagi Kalau bodoh gak boleh sekolah Kalau bandel gak boleh ikut ke pesta Kalau nakal nanti dikasih ke orang Kalau gak nurut nanti dijual ke botot Kalau kencing celana dikasih tikus Kalau nakal nanti dibuat ke panti Kalau gak tidur, gak boleh makan Kalau gak makan nanti dikurung di kamar mandi Kalau gak mau disuruh gak dikasih uang jajan
Berdasarkan hasil penelitian di atas data yang ditemukan ke dalam kekerasan verbal dalam bentuk klausa terdapat 105 buah yang dapat digolongkan menjadi dua kategori, yaitu klausa bebas dan klausa terikat. Kategori kekerasan verbal tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.11 Kategori Kekerasan Verbal Berbentuk Klausa Jenis Klausa Klausa Bebas Klausa Terikat
Jumlah Klausa 68 37
% 65 35
` Universitas Sumatera Utara
Dari hasil penelitian, dapat dikatakan orang tua kerap menggunakan kekerasan verbal dalam bentuk klausa bebas dibandingkan dalam bentuk klausa terikat. Hal itu dapat dilihat dari persentase penggunaan kekerasan verbal dalam klausa pada tabel di atas. 4.3 Peristiwa Tutur Seorang pakar linguistik terkenal mengatakan bahwa peristiwa tutur harus memenuhi delapan komponen, yang jika huruf-huruf awalnya dirangkaikan menjadi akronim SPEAKING. Peristiwa tutur (speach event) adalah gejala sosial terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu. Jadi, interaksi yang berlangsung antara seorang anak dan orang tua pada waktu tertentu dengan menggunakan bahasa sebagai alat komunikasinya adalah sebuah peristiwa tutur. Peristiwa serupa kita dapati juga dalam acara diskusi di ruangan kuliah, rapat dinas di kantor, sidang di pengadilan, dan sebagainya. Sebuah percakapan baru dapat disebut sebagai peristiwa tutur kalau memenuhi syarat seperti yang disebutkan di atas. Menurut Hymes (1972) seorang pakar sosiolinguistik terkenal, bahwa suatu peristiwa tutur harus memenuhi delapan komponen, yang bila hurufhuruf pertamanya dirangkai menjadi akronim SPEAKING kedelapan komponen itu adalah sebagai berikut: S (Setting and Scene) P (Participants) E (Ends : purpose and goal) A ( Act sequences) K (Key: tone or spirit of act) ` Universitas Sumatera Utara
I (Instrumentalities) N (Norms of Interaction and Interpretation) G (Genres) Setting and science, di sini setting berkenaan dengan waktu dan tempat tutur berlangsung, sedangkan scene mengacu pada situasi tempat dan waktu atau situasi psikologis pembicaraan. Waktu, tempat dan situasi tutur yang berbeda menyebabkan penggunaan variasi bahasa yang berbeda. Participants adalah pihak-pihak yang terlibat dalam peraturan, biasa pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dan penerima (pesan). Dua orang yang bercakap-cakap dapat berganti peran sebagai pembicara atau pendengar. Status sosial partisipan sangat menentukan ragam bahasa yang digunakan. Ends merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan. Act sequence mengacu pada bentuk ujaran. Bentuk ujaran ini berkenaan dengan kata-kata yang digunakan, bagaimana penggunaanya dan hubungan antara apa yang dikatakan dengan topik pembicaraan. Key mengacu pada nada, cara, dan semangat di mana suatu pesan disampaikandengan senang hati, serius, singkat, sombong, mengejek, dan sebagainya. Hal ini juga dapat ditunjukkan dengan geraktubuh dan isyarat. Instrumentalities mengacu pada jalur bahasa yang digunakan seperti, jalur lisan, tertulis melalui telegraf atau telepon. Instrumentalities ini juga mengacu pada norma penafsiran terhadap ujaran dari lawan bicara. Norms of interaction mengacu pada norma atau aturan dalam interaksi. Misalnya, yang berhubungan dengan cara berinterupsi, bertanya, dan sebagainya. Juga mengacu pada norma penafsiran terhadap ujaran dari lawan bicara. Genre mengacu pada jenis bentuk penyampaian seperti, narasi, puisi, pepatah, doa, dan sebagainya.
` Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan teori di atas, di bawah ini dipaparkan peristiwa tutur kekerasan verbal yang diperoleh dari anak yang mendapatkan kekerasan verbal dari orang tuanya. Percakapan antara pewawancara dengan anak yang mendapatkan kekerasan verbal dari orang tuanya. Rekaman Pewawancara
: Siapa nama Adek?
Anak 2
: Abel.
Pewawancara
: Boru apa Abel?
Anak 2
: Boru Situmorang
Pewawanara
: Boru Situmorang?
Anak 2
: Hmmm
Pewawancara
: Usia Abel berapa?
Anak 2
: 4 tahun.
Pewawancara
: Mmm 4 tahun. Abel pernah dimarahi mamak?
Anak 2
: Mmm ngak tahu.
Pewawancara
: Ngak tau. Pernah dibilang Abel bodoh?
Anak 2
: Pernah.
Pewawancara
: Kalau marah lagi apalah dibilang mamak?
Anak 2
: Bodok (maksudnya bodoh).
Pewawancara
: Trus?
Anak 2
: Dipukulin.
Pewawancara
: Trus? Apalah dibilang sambil dipukul?
Anak 2
: Dilibas!
` Universitas Sumatera Utara
Pewawancara
: Setelah dilibas, apalah dibilang mamak sambil dilibas?
Anak 2
: Dijawabkan!
Pewawancara
: Kalau Abel dimarahin mamak apalah dibilang?
Anak 2
: Anjing!
Pewawancara
: Anjing dibilang mamak sama Abel?
Anak 2
: Iyah.
Pewawancara
: Trus apalagi dibilang mamak?
Anak 2
: Monyet!
Pewawancara
: Monyet. Trus kalau bapak marah? Mau bapak marah?
Anak 2
: Mau!
Pewawancara
: Kalau bapak marah apalah dibilang bapak sama Abel?
Anak 2
: Bodok!
Pewawancara
: Bodok. Trus apalagi?
Anak 2
: Babi!
Pewawancara
: Kenapa bapak marah sama Abel?
Anak 2
: Gak ada dimarah.
Pewawancara
: Gak ada dimarah?
Anak 2
: Enggak.
Pewawancara
: Tapi tadi Abel bilang dimarahin.
Anak 2
: Iyah. Jadi gak dimarahkan karena dikurunglah.
Pewawancara
: Owh dimarahin tapi sambil dikurung. Iyah?
Anak
: Mmmm
Dari hasil rekaman yang diperoleh peneliti dengan mewawancarai anak yang mendapatkan kekerasan verbal dari orang tuanya terdapat hal-hal yang
` Universitas Sumatera Utara
terkait dengan teori peristiwa tutur. Pada Setting and scene, sesuai dengan teori SPEAKING tempat diperolehnya kekerasan verbal, yaitu di ruangan rumah. Anak mengatakan dia menerima kekerasan verbal dari orang tuanya di ruangan rumah.. Participant pada peristiwa tutur pertama di atas adalah orang tua (ayah dan ibu) dan dan anak di ruangan rumah tersebut. Ends merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan. Peristiwa tutur di atas terjadi ketika ayah menyuruh anak men-carger hp akan tetapi anak tidak melakukannya sehingga ayah mengatakan kepada anak tersebut dengan kata kekerasan verbal, yaitu bodoh,babi, monyet, dan sebagainya. Pada Act sequence, bentuk ujarannya berupa percakapan ayah dan anak. Ayah mengucapkan kata-kata kepada anaknya dengan kasar dan tidak sopan. Selanjutnya key, key mengacu pada nada, cara, dan semangat di mana suatu pesan disampaikan dengan senang hati, dengan serius, dengan singkat, dengan sombong, dengan sedih, dan sebagainya.orang tua mengucapakan kekerasan verbal dengan nada suara yang tinggi karena sedang marah. Instrumentalities menggunakan bahasa lisan. Pada norm of interaction and interpretation, tidak terdapat normanormat yang ada pada peristiwa tutur di atas. Genre mengacu pada jenis bentuk penyampaian. Pada peristiwa tutur di atas penyampaian data dalam bentuk narasi (percakapan).
4.4 Faktor Kekerasan Verbal Responden memiliki perilaku kekerasan verbal terhadap anaknya yang hampir merata pada tingkat
tahu dan tidak tahu. Hal ini karena responden
memiliki tingkat pendidikan, pengetahuan, pengalaman mendapatkan kekerasan verbal sewaktu kecil, karakteristik keluarga, status ekonomi, dan lingkungan yang berbeda-beda.
` Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hasil penelitian, responden memiliki tingkat pengetahuan yang beragam tentang kekerasan verbal pada anak. Keberagaman pengetahuan yang dimiliki oleh responden ini dapat dikarenakan adanya keragaman informasi yang didapat oleh responden melalui media elektronik, media cetak, maupun melalui pendidikan kesehatan tentang kekerasan verbal. 4.4.1 Faktor Pengalaman Orang tua yang sewaktu kecilnya mendapat perlakuan salah merupakan situasi pencetus terjadinya kekerasan pada anak. Semua tindakan kepada anak akan direkam dalam alam bawah sadar mereka dan akan dibawa sampai kepada masa dewasa. Anak yang mendapat perilaku kejam dari orang tuanya akan menjadi agresif dan setelah menjadi orang tua akan berlaku kejam pada anaknya. Orang tua yang agresif akan melahirkan anak-anak yang agresif pula. Gangguan mental (mental disorder)
ada hubungannya dengan perlakuan buruk yang
diterima manusia ketika dia masih kecil (Rahmat, 2006). Sesuai landasan teori, maka dalam penelitian ini, peneliti menemukan adanya pengalaman orang tua mendapatkan perilaku kekerasan verbal saat masa kanak-kanak dulu. Hal itu didukung dari data yang telah diterima peneliti dari responden melalui kuesioner. Responden yang mengatakan pernah mendapatkan pengalaman kekerasan verbal semasa kecil sebanyak 51 orang dan responden yang mengatakan tidak pernah mendapatkan pengalaman kekerasan verbal semasa sebanyak 28 orang. Responden yang mendapatkan pengalaman kekerasan verbal semasa kecil lebih banyak dibandingkan responden yang tidak mendapatkan. Pengalaman kekerasan verbal yang didapatkan responden semasa kecil dapat menyebabkan kecenderungan responden untuk melakukan hal yang sama pada ` Universitas Sumatera Utara
anak-anak mereka setelah mereka menjadi orang tua. Hal itu sejalan dengan hasil penelitian Rahmawati (2006) yang mengatakan adanya pengalaman melihat orang tua mereka bertengkar, ditakut-takuti, dan dimarahi dengan kata-kata kotor oleh orang tua mereka yang dialami oleh responden sewaktu kecil akan terekam dalam alam bawah sadar mereka dan akan dibawa sampai kepada masa dewasa dan terus sepanjang hidupnya. Hal ini menyebabkan kecenderungan orang tua untuk melakukan hal yang sama pada anak-anak mereka. Kebiasaan orang tua mereka dulu yang membentak, memaki, dan mengancam saat berbicara turut berperan pula dalam kecenderungan orang tua melakukan kekerasan yang sama.
4.4.2
Faktor Lingkungan Pada hasil penelitian ini responden mengatakan bahwa lingkungan tempat
tinggal mereka sekarang sangat memengaruhi terjadinya kekerasan verbal. Responden dalam penelitian ini 69 orang mengatakan bahwa orang yang tinggal di lingkungan tempat tinggalnya mempunyai kebiasaan berbicara dengan nada bicara yang keras dan 10 orang mengatakan sedang. Responden mengatakan orang yang tinggal di lingkungan tempat tinggalnya adalah orang yang kasar berjumlah 56 orang dan 23 mengatakan tidak tahu. Responden yang mengatakan sering mendengar orang berkata-kata kotor dari tetangga berjumlah 62 orang, 2 orang mengatakan dari TV, sebanyak 15 orang mengatakan sering mendengar orang berkata kotor dari pasar. Lingkungan sekitar yang merupakan tipe orang yang keras dan sering berbicara dengan nada suara yang tinggi mempengaruhi mereka untuk melakukan
` Universitas Sumatera Utara
hal yang sama. Baik itu kepada orang dewasa maupun anak-anak. Kebiasaan sering mendengar tetangga berkata kotor mengakibatkan hal yang sama. Dan adanya informasi berupa pemberitaan-pemberitaan melalui televisi tentang peristiwa kekerasan yang dilakukan oleh orang tua terhadap anaknya semakin menambah kemungkinan orang tua untuk melakukan kekerasan verbal pada anak.
4.4.3 Faktor Pengetahuan Kebanyakan orang tua tidak begitu mengetahui atau mengenal informasi mengenai kebutuhan perkembangan anak, misalnya anak belum memungkinkan untuk melakukan sesuatu tetapi karena sempitnya pengetahuan orang tua anak dipaksa melakukan dan ketika memang belum bisa dilakukan orang tua menjadi marah, membentak dan mencaci anak. Orang tua yang mempunyai harapan yang tidak realistik terhadap perilaku anak berperan memperbesar tindakan kekerasan pada anak. Serta kurangnya pengetahuan orang tua tentang pendidikan anak dan minimnya pengetahuan agama orang tua melatarbelakangi kekerasan pada anak. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Sutandio (2003) yang menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara pengetahuan orang tua dengan pola asuh orang tua anak jalanan dalam memberikan pengasuhan anak. Orang tua yang tidak mengetahui atau mengenal sedikit informasi mengenai perkembangan anak, dan mempunyai harapan-harapan yang tidak realistik terhadap perilaku anak berperan memperbesar tindakan kekerasan pada anak, misalnya usia anak belum memungkinkan untuk melakukan sesuatu tetapi karena sempitnya pengetahuan orang tua, si anak dipaksa melakukan dan ketika memang belum mampu orang tua menjadi marah. Menurut Sirontak (2001) bahwa peningkatan angka kejadian
` Universitas Sumatera Utara
kekerasan pada anak merupakan hasil dari tidak adanya kemampuan dan keterampilan orang tua dalam mendidik anak.Pandangan yang keliru tentang posisi anak dalam keluarga. Orang tua menganggap bahwa anak adalah seseorang yang tidak tahu apa-apa. Dengan demikian pola asuh apapun berhak dilakukan oleh orang tua (Fitri, 2008). Pengetahuan responden tentang kekerasan verbal sangat minim, hal itu terbukti saat responden menjawab angket yang dibagikan. Sebanyak 53 orang mengatakan arti kekerasan verbal adalah kekerasan dalam bentuk fisik, 20 orang mengatakan kekerasan dalam bentuk kalimat dan 6 orang mengatakan kekeraan dalam bentuk pengabaian. Dari data tersebut, dapat ditemukan hasil penelitian bahwa orang tua tidak mengetahui arti kekerasan verbal sebanyak 59 orang hal tersebut didukung oleh data yang telah diterima peneliti dari responden. Dan Responden mengetahui arti kekerasan verbal sebanyak 20 orang. Banyaknya responden yang tidak memiliki pengetahuan tentang
kekerasan verbal dapat
menjadi salah satu faktor terjadinya kekeraan verbal terhadap anak. 4.4.4 Faktor Ekonomi Sebagian besar kekerasan rumah tangga dipicu faktor kemiskinan dan tekanan hidup atau ekonomi. Pangangguran, PHK, dan beban hidup lain kian memperparah kondisi itu. Faktor kemiskinan dan tekanan hidup yang selalu meningkat, disertai dengan kemarahan atau kekecewaan pada pasangan karena ketidakberdayaan dalam mengatasi masalah ekonomi menyebabkan orang tua mudah sekali melimpahkan emosi kepada orang sekitarnya. Anak sebagai makhluk lemah, rentan, dan dianggap sepenuhnya milik orang tua, sehingga
` Universitas Sumatera Utara
menjadikan anak paling mudah menjadi sasaran dalam meluapkan kemarahannya. Kemiskinan sangat berhubungan dengan penyebab kekerasan pada anak karena bertambahnya jumlah krisis dalam hidupnya dan disebabkan mereka mempunyai jalan terbatas dalam mencari sumber ekonomi. Karena tekanan ekonomi oran gtua mengalami stres yang berkepanjangan, menjadi sensitif, mudah marah, kelelahan fisik tidak memberinya kesempatan untuk bercanda dengan anak-anak, terjadilah kekerasan verbal (Dita,2007). Faktor ekonomi ini juga meliputi ketimpangan sosial. Kita menemukan bahwa para pelaku juga korban kekerasan kebanyakan berasal dari kelompok sosial ekonomi yang rendah. Karena tekanan ekonomi, orang tua mengalami stress berkepanjangan. Ia menjadi sangat sensitif. Ia mudah marah. Kelelahan fisik tidak memberinya kesempatan untuk bercanda dengan anak-anak. Maka terjadilah kekerasan emosional. Pada saat tertentu orang uta bisa meradang dan membentak anak dihadapan banyak orang. Sehingga terjadilah kekerasan verbal. Responden dalam penelitian ini, dengan status ekonomi kurang terdapat 48 responden, responden dengan ekonomi sedang 20 orang, dan responden dengan ekonomi tinggi yaitu sejumlah 11 responden. Hal ini dilihat dari pendapatan tiap bulan kurang yaitu