BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tipe Penelitian Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Bogdan dan Tylor dalam Moleong (2010) mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu studi kasus retrospektif. Pendekatan retrospektif (penelusuran ke belakang) digunakan untuk mengetahui kejadian-kejadian yang dialami oleh partisipan pada masa lalu. Dengan kata lain, efek
berupa
penyakit
atau
status
kesehatan
tertentu
diidentifikasi pada masa kini, sementara faktor risiko (kausa) diidentifikasi dengan pertanyaan terkait masa lalu (Pratiknya, 1993). Alasan penulis menggunakan pendekatan studi kasus retrospektif adalah untuk mengetahui secara mendalam pengalaman KDRT yang dialami oleh ibu hamil di Kab. TTS. Selain itu, penulis juga melakukan penilaian DDST II (Denver Development Screening Test) untuk mengetahui dampak dari
27
kekerasan dalam rumah tangga pada anak usia 0-6 tahun yang ketika masih janin ibunya mengalami KDRT. Data hasil wawancara dan penilaian DDST II pada bagian pembahasan, digeneralisasikan sesuai dengan konteks yang akan diteliti tanpa mengabaikan uniknya pengalaman, budaya dan latar belakang masing-masing (Moleong, 2010).
3.2 Unit Analisa Fokus yang ingin dipahami dalam penelitian ini yakni KDRT pada ibu hamil berupa pelaku, penyebab, frekuensi, usia kehamilan saat terjadinya KDRT, jenis-jenis KDRT, respon ibu terhadap KDRT dan dampak KDRT terhadap ibu dan perkembangan anak usia 0-6 tahun di Kab. TTS. Tabel 3.1 Definisi dari Indikator Lapangan No. 1.
2.
Indikator Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)
Pelaku KDRT
Definisi KDRT adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang mengakibatkan penderitaan fisik, seksual, psikologis dan penelantaran rumah tangga termasuk ancaman, pemaksaan, perampasan kebebasan yang terjadi dalam lingkungan keluarga atau rumah tangga. Pelaku KDRT adalah orang terdekat yang memiliki hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, perwalian, anak dan pembantu rumah tangga yang melakukan tindak kekerasan dalam rumah tangga.
28
3.
Penyebab KDRT
4.
Frekuensi KDRT
5.
Usia kehamilan saat terjadinya KDRT
6.
Jenis-jenis KDRT
7.
Respon ibu terhadap KDRT
8.
Dampak KDRT terhadap ibu
9.
Perkembangan anak
10.
Personal Sosial
11.
Motorik Halus
12.
Bahasa
Penyebab KDRT yaitu faktor yang memicu atau mengakibatkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Frekuensi KDRT adalah jumlah ulang terjadinya peristiwa kekerasan dalam rumah tangga dalam satu bulan. Usia kehamilan saat terjadinya KDRT yaitu waktu keberadaan janin di perut ibu dalam hitungan bulan ketika peristiwa kekerasan dalam rumah tangga terjadi. Jenis-jenis KDRT yaitu rupa, macam atau bentuk tindak kekerasan dalam rumah tangga. Respon ibu yaitu setiap reaksi atau tingkah laku yang pada hakekatnya merupakan tanggapan atau balasan dari tindak kekerasan dalam rumah tangga. Dampak KDRT yaitu akibat atau efek negatif yang timbul, baik efek fisik maupun psikologis dari KDRT terhadap ibu hamil. Perkembangan anak adalah bertambahnya kemampuan (skill) anak dalam struktur dan fungsi tubuhnya yang meliputi kemampuan personal sosial, motorik halus, bahasa dan motorik kasar. Personal sosial adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri anak dalam bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Motorik halus adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak dalam mengamati dan melakukan gerakan-gerakan yang melibatkan aktivitas otot-otot kecil. Kemampuan bahasa adalah kemampuan dalam memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara dengan spontan.
29
13.
Motorik Kasar
Motorik kasar yaitu aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh yang menggunakan otototot besar atau sebagian besar atau seluruh anggota tubuh.
3.3 Partisipan Penelitian/Sumber Data Penelitian ini dilakukan di Kab. TTS. Pemilihan riset partisipan dilakukan dengan melihat karakateristik yang telah dibuat oleh peneliti. Adapun karakteristik partisipan yaitu sebagai berikut: 1) Ibu yang pernah mengalami KDRT saat hamil; 2) Anak usia 0-6 tahun yang ketika masih janin ibunya mengalami KDRT; 3) Bertempat tinggal di Kab. TTS; dan 4) Bersedia menjadi riset partispan. Berdasarkan
karakteristik
tersebut,
dengan
pertimbangan riset partisipan mampu melakukan komunikasi interpersonal secara langsung, maka peneliti mengambil lima orang ibu sebagai partisipan. Satu orang partisipan diambil atas rekomendasi dari salah satu LSM yang bergerak dalam membantu
korban-korban
KDRT
(Sanggar
Suara
Perempuan/SSP) karena menurut informasi, partisipan ini mampu menceritakan masalah KDRT yang ia alami sedangkan empat
orang
kekeluargaan
lainnya sehingga
dipilih
dengan
mereka
dapat
cara
pendekatan
dengan
leluasa 30
menceritakan kejadian KDRT yang mereka alami layaknya bercerita kepada keluarga. Dalam tahap pemilihan partisipan atau sumber data, hanya lima kasus yang diambil dengan alasan sebagai berikut: a. Ibu SL (36 tahun) dari desa Oinlasi, Kecamatan Mollo Tengah. Ibu SL mengalami KDRT ketika sedang mengandung anak keduanya. Diketahui ibu SL sering mendapatkan
perilaku
kekerasan
seperti
dipukul,
ditendang, ditampar oleh suami selama hamil. Informasi awal ini didapat melalui pendekatan dengan ibu AL yang merupakan ibu kandung dari ibu SL. b. Ibu NN (38 tahun) dari desa Nobi Nobi, Kecamatan Amanuban Selatan. Ibu NN mengalami KDRT sejak kelahiran anak pertamanya dan berlangsung sampai ia melahirkan anak ketiganya. Diketahui saat mengandung anak ketiga, ibu NN mendapatkan perilaku kekerasan dari suaminya seperti dipukul, ditendang dan ditampar. Informasi awal ini didapat ketika peneliti melakukan pengambilan data di SSP dan atas rekomendasi dari SSP, peneliti kemudian mengambil ibu NN sebagai riset partisipan. c. Ibu YA (16 tahun) dari Kelurahan Nonohonis. Ibu YA mengalami KDRT pertama kali oleh kakak iparnya
31
sendiri. Saat itu ibu YA dipaksa untuk berhubungan dengan bapak PM (kakak ipar) sehingga ibu YA hamil di luar nikah. Saat bulan pertama kehamilannya, ibu YA pun tidak mengetahui kondisinya bahwa ia sedang hamil. Ia pun
mendapatkan
kekerasan
dari
kakak
kandung
perempuannya karena perasaan cemburu. Informasi awal ini didapat melalui pendekatan dengan ibu YS yang merupakan kakak ipar perempuan dari ibu YA. d. Ibu SS (36 tahun) dari desa Oepliki, Kecamatan Noebeba. Ibu SS mengalami KDRT ketika sedang mengandung anak kelimannya. Diketahui ibu SS sering mendapatkan
perilaku
kekerasan
seperti
dipukul,
ditendang oleh suami selama hamil karena suami menginginkan anak laki-laki namun ibu SS belum memberikan anak laki-laki kepadanya. Informasi awal ini didapat melalui pendekatan dengan bapak DS yang merupakan kakak kandung dari ibu SS. e. Ibu HT (40 tahun) dari desa Oepliki, Kecamatan Noebeba. Ibu HT mengalami KDRT ketika sedang mengandung anak bungsunya. Diketahui ibu HT sering mendapatkan
perilaku
kekerasan
seperti
dipukul,
ditendang dan diusir oleh suami selama hamil karena suami merasa ibu HT memiliki pria idaman lain. Informasi
32
awal ini didapat melalu pendekatan dengan bapak TS yang merupakan adik ipar dari ibu HT.
3.4 Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dilaksanakan selama 3 bulan, dari tanggal 04 Agustus 2012 sampai 30 Oktober 2012. Sebelum mengambil data penelitian, peneliti meminta izin kepeda Pemerintah Kab. TTS melalui Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Persandian (Badan Kesbangpol). Peneliti diizinkan dengan diberikan surat izin penelitian ke beberapa instansi yang dijadikan sebagai tempat pengambilan data penelitian yaitu Bagian Pemberdayaan Perempuan Sekretariat Daerah Kab. TTS, SSP Kab. TTS, Dinas Kesehatan Kab. TTS, dan RSUD Kota SoE. Proses pengambilan data awal dilakukan dengan meminta
data
KDRT
tahun
2007-2011
di
Bagian
Pemberdayaan Perempuan Sekretariat daerah Kab. TTS dan SSP Kab. TTS. Selain meminta data kekerasan, peneliti juga melakukan pengambilan data di Dinas Kesehatan Kab. TTS dan RSUD Kota SoE terkait dengan gangguan perkembangan anak di Kab. TTS. Atas rekomendasi dari SSP, peneliti kemudian mengambil satu klien SSP sebagai riset partisipan
33
sedangkan
empat
orang
lainnya
dipilih
dengan
cara
pendekatan kekeluargaan. Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan dengan wawancara mendalam, pengukuran antropometri, observasi, studi literatur dan penilaian DDST II yang dilakukan bersamasama dengan menggunakan alat bantu berupa pedoman wawancara mendalam, lembar penilaian DDST II, kamera digital, tape recorder dan buku catatan penelitian. Pengumpulan observasi
umum
data dan
diawali
wawancara
dengan
melakukan
pendahuluan
untuk
mengambil data mengenai identitas ibu dan anak, riwayat keluarga, riwayat tumbuh kembang anak, pola aktivitas ibu dan anak, status kesehatan ibu dan anak, status gizi ibu dan anak, pola asuh makan dan pola asuh kesehatan serta kesehatan lingkungan pada lima orang riset partisipan.
3.4.1 Wawancara Mendalam Setelah
melakukan
wawancara
pendahuluan,
peneliti kemudian melakukan wawancara mendalam (Indepth
Interview).
Wawancara
mendalam
dilakukan
dengan bantuan pedoman wawancara pada lima orang ibu yang selama hamil pernah mengalami KDRT. Wawancara mendalam ini digunakan untuk mendapatkan
34
data-data mengenai pelaku KDRT pada ibu hamil, faktorfaktor penyebab KDRT pada ibu hamil, frekuensi kejadian KDRT pada ibu hamil, umur kehamilan saat ibu mengalami KDRT, jenis-jenis KDRT pada ibu hamil, dampak KDRT pada ibu hamil serta respon ibu hamil saat mendapatkan KDRT.
3.4.2 Pengukuran Antropometri Pengukuran antropometri dilakukan untuk menilai status gizi pada anak. Penilaian status gizi ini dilakukan karena perkembangan kognitif, personal sosial (Nilawati, 2006), motorik (Sutrisno, 2003) dipengaruhi oleh status gizi. Penilaian ini menggunakan pengukuran antropometri berdasarkan umur yakni Berat Badan menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U) dan Berat Badan
Menurut
Tinggi
Badan
(BB/TB).
Setelah
melakukan perhitungan, peneliti kemudian melakukan klasifikasi dengan melihat batas ambang dan istilah status gizi berdasarkan Antropometri menurut WHO (2005). Batas ambang dan istilah status gizi untuk indeks BB/U, TB/U, dan BB/TB dapat dilihat pada tabel berikut:
35
Tabel 3.2 Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan Antropometri Menurut WHO, 2005 Indikator Berat Badan menurut Umur (BB/U) Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB)
Status Gizi Gizi Lebih Gizi Baik Gizi Kurang Gizi Buruk Normal Pendek
Keterangan > +2 SD < -3 SD <-2 SD s/d ≥ - SD < -3 SD ≥ 2 SD < -2 SD
Gemuk Normal Kurus Sangat Kurus
> +2 SD < -2 SD s/d ≥ -2 SD -2 SD s/d ≥ -3 SD < -3 SD
Sumber : Depertemen Kesehatan Republik Indonesia, 2001.
Sementara itu, untuk status gizi ibu saat hamil, peneliti mengkaji berat badan dan tinggi badan ibu selama trimester satu, dua dan tiga dengan melihat kembali
buku
kehamilan
ibu
ataupun
melakukan
pengambilan data di posyandu atau bidan tempat ibu melakukan pemeriksaan selama kehamilannya. Status gizi ibu ditentukan menggunakan rumus berat badan ideal ibu hamil yang dikembangkan oleh Ali (2009) yakni: BBIH = BBI + (UH 0,35)
Keterangan: BBIH : Berat badan ideal ibu hamil yang akan dicari BBI
: Berat badan ibu sebelum hamil
UH
: Usia kehamilan dalam minggu
36
0,35 (kg) : Tambahan berat badan dalam kilogram per minggu
Selain digunakan untuk menilai status gizi pada ibu dan anak, pengukuran antropometri juga digunakan untuk menentukan angka kecukupan gizi pada ibu dan anak. Perhitungan angka kecukupan gizi (1) serta tingkat kecukupan gizi (2) menggunakan rumus sebagai berikut:
(1)
AKGi : Ba x AKG Bs Keterangan: AKGi :
Angka kecukupan gizi energi atau protein pada
individu
Ba : Berat badan individu yang ditimbang Bs : Berat badan rata-rata berdasarkan umur tertentu dan tercantum dalam DKG (Daftar Kecukupan Gizi)
(2)
TKGi : AKGi x 100% AKG
37
Keterangan: TKGi
: Tingkat kecukupan gizi individu
AKGi
: Angka kecukupan gizi energi atau protein pada individu
AKG
(3)
: Angka kecukupan gizi menurut DKG
TKG rata-rata: TKG1 + TKG2 + TKG3 + TKG3 + TKG5 5 Skala pengukuran yang digunakan adalah skala ordinal, dengan kategori: Tingkat konsumsi baik
: > 100%
Tingkat konsumsi kurang
: 60% - 99%
Tingkat konsumsi buruk
: < 59%
3.4.3 Penilaian DDST II (Denver Development Screening Test) Penilaian dilakukan dengan mengunakan formulir DDST II. Penilaian DDST II dilakukan pada anak yang ketika
janin
ibunya
mengalami
KDRT.
Sebelum
melakukan penilaian DDST II, peneliti melakukan tahap perkenalan dengan anak. Tahap perkenalan meliputi menanyakan
nama,
umur,
ataupun
aktivitas
yang
dilakukan setiap hari. Peneliti kemudian melakukan
38
pendekatan dengan anak sekitar 3 kali untuk masingmasing anak. Hal ini dilakukan agar anak mengenal peneliti dan merasa nyaman dengan peneliti. Pada
saat
melakukan
pendekatan,
peneliti
mengajak anak untuk bermain bersama. Permainan yang dilakukan adalah beberapa item yang akan diujikan pada saat penilaian DDST II. Setelah anak merasa nyaman dengan peneliti, peneliti kemudian melakukan kontrak waktu dengan ibu atau pengasuh agar menyediakan waktu untuk dilakukan penilaian DDST II. Penilaian DDST II dimulai dengan menyiapakan alat-alat yang dibutuhkan yakni 1) alat peraga berupa: benang woll, kismis atau manik-manik, mainan yang berbunyi, balok kayu (kubus) yang berwarna, botol kecil, bell kecil, bola tenis, pensil warna, cangkir plastik dan kertas kosong, 2) lembar formulir DDST II, 3) panduan cara
melakukan
dan
menilai
perkembangan
anak
(Lampiran 10 dan 11). Langkah pertama penilaian DDST II yakni peneliti menuliskan nama, nomor urut, tanggal lahir, dan tanggal tes pada lembar formulis DDST II. Kemudian peneliti melakukan perhitungan umur anak dengan rumus sebagai berikut:
39
Anak dengan kelahiran normal Contoh 1: Th
bln
hari
Tanggal test
08
7
15
Tanggal lahir
06
3
10
Umur anak
2
4
5
Th
bln
hari
Tanggal test
08
6
12
Tanggal lahir
05
8
28
Umur anak
2
9
14
Contoh 2:
Anak dengan kelahiran prematur Pada anak dengan kelahiran prematur, waktu empat minggu sama dengan satu bulan dan tujuh hari sama dengan satu minggu.
40
Contoh: 1) Anak lahir prematur enam minggu sebelum taksiran partus, Th
bln
hari
Tanggal test
08
8
20
Tanggal lahir
08
6
1
Umur anak
2
19
6 minggu prematur
1
14
Umur anak
1
5
2) Apabila umur anak lebih dari dua tahun maka cara penilaian seperti anak kelahiran normal.
Setelah menentukan umur anak, peneliti membuat garis dari atas ke bawah sesuai umur kronologis untuk memotong garis horizontal tugas perkembangan anak pada formulir DDST II. Sebelum melakukan penilaian, peneliti terlebih dahulu menjelaskan tujuan dilakukannya penilaian DDST II dan kegunaannya kepada ibu atau pengasuh. Setelah ibu mengerti, peneliti kemudian menanyakan kondisi fisik anak, apakah anak dalam keadaan sehat atau tidak agar mencegah terjadinya penyimpangan hasil karena kondisi anak yang tidak sehat. Apabila anak dalam keadaan
41
sehat, tidak merasa takut dan bersedia mengikuti penilaian DDST II maka kegiatan penilaian dapat dilanjutkan. Penilaian dilakukan dalam keadaan santai serta memberikan posisi yang aman dan nyaman bagi anak. Dengan membuat suasana tes menyenangkan bagi anak, penilaian dimulai dari item yang telah dicapai oleh anak kemudian dilanjutkan ke item lain terutama yang mendekati garis umur sampai semua item pada batas umur selesai.
Ketika melakukan penilaian, peneliti
memberikan nilai sesaat setelah anak melakukan item pada lembar formulir DDST II. Pemberian nilai yang dilakukan yaitu: a.
“P” untuk Pass = Lulus Anak
sukses
melakukan
item
tersebut
atau
pengasuh melaporkan bahwa anak dapat melakukan item tersebut (khusus item yang bertanda L). b.
“F” untuk Fail = Gagal Anak tidak dapat melakukan item dengan baik atau orang tua/pengasuh melaporkan bahwa anak tidak dapat melakukan item tersebut (khusus item yang bertanda L).
42
c.
“NO” untuk No Opportunity = Tidak ada kesempatan Anak tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan item karena ada hambatan (khusus item yang bertanda L).
d.
“R” untuk Refusal = Menolak Anak
menolak
untuk
mencoba
item
tersebut.
Penolakan dapat dikurangi dengan mengatakan pada anak apa yang harus dilakukan (khusus item tanpa tanda L). e.
“B” untuk By Report = Dengan bantuan orang tua Anak melakukan tes dengan bantuan orang tua. Apabila anak dapat melakukan berarti lulus (P) sedangkan apabila anak tidak dapat melakukannya berarti gagal (F). Langkah selanjutnya yaitu peneliti melakukan
penilaian per item. Penilaian per item meliputi: a.
Penilaian item “lebih” (advance). Nilai lebih tidak perlu diperhatikan dalam penilaian tes secara keseluruhan karena item biasanya hanya dapat dilakukan oleh anak yang lebih tua.
b.
Penilaian item “OK“ atau normal. Nilai tidak perlu di perhatikan dalam penilaian test secara keseluruhan. Nilai OK dapat diberikan pada anak dalam kondisi berikut:
43
1) Anak “gagal” atau “menolak” melakukan tugas untuk item di sebelah kanan garis usia. Kondisi ini wajar karena item di sebelah kanan garis usia pada dasarnya merupakan tugas untuk anak yang lebih tua. 2) Anak
“lulus”,
“gagal”,
atau
“menolak”
melakukan tugas untuk item di daerah putih kotak (daerah 25% - 75%). Jika anak lulus, hal ini dianggap normal. Sementara itu, jika anak tidak lulus maka anak dianggap normal karena masih ada rentang usia untuk belajar. c.
Penilaian item P = peringatan (C=caution) Nilai “Peringatan” diberikan jika anak “gagal” atau “menolak” melakukan tugas untuk item yang dilalui oleh garis usia pada daerah gelap kotak (daerah 75%-90%). Hal ini karena hasil riset menunjukkan bahwa sebanyak 75%-90% anak di usia tersebut sudah berhasil (lulus) melakukan tugas tersebut. Dengan kata lain, mayoritas anak sudah bisa melaksanakan tugas dengan baik.
d.
Penilaian item T = “Terlambat” (D = Delayed) Nilai “terlambat” diberikan jika anak “gagal” atau “menolak” melakukan tugas untuk item di sebelah kiri garis usia sebab tugas tersebut memang ditujukan untuk anak yang seharusnya
lebih
mampu
muda.
melakukan
Seorang
anak
tugas
untuk
kelompok usia yang lebih muda, yang tentunya berupa tugas-tugas yang lebih ringan. Jika tugas untuk anak yang lebih muda tidak dapat dilakukan atau ditolak, anak tentu akan mendapatkan penilaian T (terlambat). Huruf T ditulis di sebelah kanan item 44
dengan hasil penilaian “terlambat”. Perlu diperhatikan bahwa ada dua macam T. Pertama, terlambat karena anak
mengalami
kegagalan
(G).
T
jenis
ini
memungkinkan anak mendapat interpretasi penilaian akhir “suspek/gangguan perkembangan”. Kedua, terlambat karena anak menolak melaksanakan tugas (M). T jenis ini memungkinkan anak mendapat interpretasi penilaian akhir “Tak dapat diuji”. e.
Penilaian
item
“Tak
ada
kesempatan”
(No
Opportunity). Nilai “NO” ini tidak perlu diperhatikan dalam penilaian tes secara keseluruhan. Nilai “tak ada kesempatan” diberikan jika anak mendapat skor “NO” atau tidak ada kesempatan untuk mencoba atau melakukan item.
Contoh penilaian per item: a. Advance P
b. OK/Normal F
P
F
R
c. Caution
45
d. Delayed F
Langkah terakhir dari penilaian DDST II yaitu peneliti melakukan intepretasi hasil penilaian per item. Interpretasi hasil hasil penilaian per item yang dilakukan yaitu: a. Normal 1) Tidak ada “delayed” dan maksimal satu “caution”. 2) Tingkah laku baik pada saat dilakukan skrining. b. Abnormal (Gangguan Perkembangan) 1) Bila didapati 2 atau lebih “delayed” pada 2 sektor atau lebih. 2) Bila dalam 1 sektor atau lebih didapati 2 atau lebih “delayed” plus satu sektor atau lebih dengan satu “delayed” dan pada sektor yang sama tersebut tidak ada yang lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis vertikal usia. 3) Rescreaning dilakukan dalam 1-2 minggu untuk mengesampingkan
faktor-faktor
yang
memengaruhi penilaian seperti lemah, sakit dan takut.
46
c. Questionable (Meragukan) 1) Bila pada 1 sektor didapati 2 “delayed” atau lebih. 2) Bila pada 1 sektor didapati 1 “delayed” dan pada sektor yang sama tidak ada yang lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis vertikal. d. Untestable 1) Apabila terjadi penolakan yang menyebabkan hasil tes menjadi abnormal atau meragukan. 2) Satu atau lebih skor “refusal” ada pada sebelah kiri garis umur atau lebih satu item “refusal” yang menyentuh garis umur pada daerah 75%-90%. 3) Reascreaning dilakukan dalam 1-2 minggu untuk mengesampingkan
faktor-faktor
yang
memengaruhi penilaian seperti lemah, sakit dan takut (Soetjiningsih, 1995).
3.4.4 Observasi Peneliti
melakukan
observasi
untuk
melihat
secara langsung kondisi kehidupan sosial (interaksi sosial dan aktivitas sosial) dari riset partisipan, melihat hal-hal yang kurang atau tidak diamati oleh orang lain khususnya orang-orang yang berada di lingkungan tempat riset partisipan tinggal. Dengan observasi, peneliti dapat
47
menemukan hal-hal yang sedianya tidak terungkap oleh responden dalam wawancara karena bersifat sensitif atau ingin ditutupi karena dapat merugikan nama keluarga (Sugiyono, 2009).
3.4.5 Studi Literatur Peneliti mengumpulkan data sekunder berupa datadata dari Komisi Nasional Perempuan, Biro Pemberdayaan Perempuan Sekretariat Daerah Nusa Tenggara Timur, Bagian Pemberdayaan Perempuan Sekretariat Daerah Kabupaten Timor Tengah Selatan dan SSP Kab. TTS melalui laporan tahunan tentang angka kejadian kekerasan terhadap perempuan di Indonesia khususnya di Kabupaten Timor
Tengah
Selatan.
Selain
itu
peneliti
juga
mengumpulkan data-data sekunder dari Dinas Kesehatan Kab. TTS dan RSUD Kota SoE tentang data gangguan perkembangan anak usia 0-6 tahun di Kab. TTS.
3.5 Analisa Data Proses analisa data dimulai dengan penyusunan data wawancara pendahuluan mengenai identitas ibu dan anak, riwayat keluarga, riwayat tumbuh kembang anak, pola aktivitas ibu dan anak, status kesehatan ibu dan anak, status gizi ibu
48
dan anak, pola asuh makan dan pola asuh kesehatan serta kesehatan lingkungan pada lima orang riset partisipan. Data yang telah disusun kemudian diketik dikomputer agar hasil dokumentasi mudah dibaca oleh peneliti. Hasil wawancara mendalam dengan kelima orang riset partisipan dalam tape recorder kemudian diketik dalam transkrip wawancara. Untuk memudahkan pembuatan transkrip wawancara peneliti menggunakan istilah riset partisipan 1 (RP01) sampai riset partisipan 5 (RP05) untuk subjek penelitian. Dengan menggunakan teknik coding, peneliti membuat code untuk setiap hasil wawancara mendalam dari setiap riset partisipan. Code menggunakan angka Arab diikuti istilah RP01 – RP05 untuk setiap pertanyaan dan pernyataan dalam transkrip wawancara misalnya 01 RP01. Angka 01 menunjukkan pertanyaan atau pernyataan pertama yang diberikan sedangkan RP01 menujukan riset partisipan pertama. Setelah melakukan coding, selanjutnya transkrip wawancara tersebut dipelajari untuk pembuatan kategori, sub-tema dan tema sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan. Tema yang muncul yaitu gambaran kekerasan dalam rumah tangga pada ibu hamil dengan sub-tema antara lain pelaku KDRT pada ibu hamil, faktor penyebab KDRT pada ibu hamil, frekuensi KDRT pada ibu hamil, usia kehamilan saat ibu
49
mengalami KDRT, jenis-jenis KDRT pada ibu hamil, dampak KDRT pada ibu hamil, dan respon ibu hamil ketika mengalami KDRT. Selain pembuatan tema, peneliti juga melakukan skoring pada lembar DDST II dan melakukan interpretasi dari hasil skoring tersebut. Hasil interpretasi DDST II kemudian di kelompokan dan disajikan dalam bentuk tabel untuk masingmasing anak. Data hasil dokumentasi, pembuatan tema, interpretasi hasil penilaian DDST II dan observasi kemudian dilihat, dibaca dan dideskripsikan dalam bentuk narasi.
3.6 Uji Keabsahan Data Uji keabsahan data dilakukan dengan teknik triangulasi. Triangluasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data yang telah didapat untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik triangulasi yang akan digunakan ialah pemeriksaan sumber lainnya (Moleong, 2005). Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif (Patton dalam Moleong, 2005).
50
Pada penelitian ini, triangulasi data dilakukan pada keluarga dalam hal ini kepada orang tua/mertua, kakak/adik, dan saudara ipar yang mengetahui kejadian KDRT yang dialami oleh riset partisipan. Triangulasi ini dilakukan pada waktu
yang
berbeda
dengan
menggunakan
indikator
pertanyaan yang sama dengan riset partisipan.
3.7 Etika Penelitian Peneliti
dalam
melaksanakan
seluruh
kegiatan
penelitian memegang teguh sikap ilmiah (scientific attitude) serta
menggunakan prinsip-prinsip etika penelitian (Jacob,
2004). Prinsip-prinsip etika penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: a. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity) Peneliti mempertimbangkan hak-hak dari riset partisipan untuk mendapatkan informasi yang terbuka berkaitan dengan jalannya penelitian serta memiliki kebebasan menentukan pilihan dan bebas dari paksaan untuk
berpartisipasi
dalam
kegiatan
penelitian
(autonomy). Beberapa tindakan yang terkait dengan prinsip menghormati harkat dan martabat manusia, adalah:
51
peneliti
mempersiapkan
formulir
persetujuan
riset
partisipan (informed consent) yang terdiri dari: 1) Penjelasan manfaat penelitian, 2) Penjelasan
kemungkinan
risiko
dan
ketidaknyamanan yang dapat ditimbulkan, 3) Penjelasan manfaat yang akan didapatkan, 4) Persetujuan riset partisipan dapat menjawab setiap
pertanyaan
yang
diajukan
peneliti
berkaitan dengan prosedur penelitian, 5) Persetujuan
riset
partisipan
dapat
mengundurkan diri, 6) Jaminan anonimitas dan kerahasiaan. b. Menghormati privasi dan kerahasiaan riset partisipan (respect for privacy and confidentiality) Setiap manusia memiliki hak-hak dasar individu termasuk dasarnya
privasi
dan
penelitian
kebebasan akan
individu.
memberikan
Pada akibat
terbukanya informasi individu termasuk informasi yang bersifat pribadi. Sedangkan,
tidak semua orang
menginginkan informasinya diketahui oleh orang lain, sehingga peneliti memperhatikan hak-hak dasar individu tersebut. Dalam penelitian ini peneliti tidak menampilkan informasi mengenai identitas baik nama maupun alamat
52
lengkap riset partisipan untuk menjaga anonimitas dan kerahasiaan
identitas
riset
partisipan.
Sebagai
pengganti identitas, peneliti menggunakan inisial untuk nama dan nama Desa atau Kecamatan sebagai alamat riset partisipan. c. Keadilan dan inklusivitas (respect for justice and inclusiveness) Prinsip keadilan memiliki konotasi keterbukaan dan
adil. Untuk memenuhi prinsip keterbukaan,
penelitian dilakukan secara jujur, hati-hati, profesional, berperikemanusiaan, dan memperhatikan faktor-faktor ketepatan,
keseksamaan,
kecermatan,
intimitas,
psikologis serta perasaan religius riset partisipan. d. Memperhitungkan ditimbulkan
manfaat
dan
kerugian
yang
(balancing harms and benefits) (Milton,
1999; Loiselle, Profetto-McGrath, Polit & Beck, 2004) Penelitian ini dilaksanakan sesuai prosedur
dengan
penelitian guna mendapatkan hasil yang
bermanfaat semaksimal mungkin bagi riset partisipan dan
dapat
digeneralisasikan
ditingkat
populasi
(beneficence). Peneliti meminimalisasi dampak yang merugikan bagi riset partisipan (non-maleficence).
53