BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Gambaran Umum 1. Sejarah Organisasi Berdasarkan pada publikasi situs Badan Pemeriksa Keuangan dijelaskan mengenai sejarah, visi, misi, dasar hukum, tujuan strategis maupun nulai-nilai dasar yang melekat pada organisasi tersebut. Penjelasan berawal pada Pasal 23 ayat (5) UUD Tahun 1945 yang menetapkan bahwa untuk memeriksa tanggung jawab tentang Keuangan Negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang peraturannya ditetapkan dengan Undang-Undang. Hasil pemeriksaan itu disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Berdasarkan amanat UUD Tahun 1945 tersebut telah dikeluarkan Surat Penetapan Pemerintah No.11/OEM tanggal 28 Desember 1946 tentang pembentukan Badan Pemeriksa Keuangan, pada tanggal 1 Januari 1947 yang berkedudukan sementara dikota Magelang. Pada waktu itu Badan Pemeriksa Keuangan hanya mempunyai 9 orang pegawai dan sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan pertama adalah R. Soerasno. Untuk memulai tugasnya, Badan Pemeriksa Keuangan dengan suratnya tanggal 12 April 1947 No.94-1 telah mengumumkan kepada semua instansi di Wilayah Republik Indonesia mengenai tugas dan kewajibannya dalam memeriksa tanggung jawab tentang Keuangan Negara, untuk
30
31
sementara masih menggunakan peraturan perundang-undangan yang dulu berlaku bagi pelaksanaan tugas Algemene Rekenkamer (Badan Pemeriksa Keuangan Hindia Belanda), yaitu ICW dan IAR.
Dalam Penetapan Pemerintah No.6/1948 tanggal 6 Nopember 1948 tempat kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan dipindahkan dari Magelang ke Yogyakarta. Negara Republik Indonesia yang ibukotanya di Yogyakarta tetap mempunyai Badan Pemeriksa Keuangan sesuai pasal 23 ayat (5) UUD Tahun 1945; Ketuanya diwakili oleh R. Kasirman yang diangkat berdasarkan SK Presiden RI tanggal 31 Januari 1950 No.13/A/1950 terhitung mulai 1 Agustus 1949. Dengan dibentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia Serikat (RIS) berdasarkan Piagam Konstitusi RIS tanggal 14 Desember 1949, maka dibentuk Dewan Pengawas Keuangan (berkedudukan di Bogor) yang merupakan salah satu alat perlengkapan negara RIS, sebagai Ketua diangkat R. Soerasno mulai tanggal 31 Desember 1949, yang sebelumnya menjabat sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan di Yogyakarta. Dewan Pengawas Keuangan RIS berkantor di Bogor menempati bekas kantor Algemene
Rekenkamer
pada
masa
pemerintah
Netherland
Indies
Civil
Administration (NICA). Dengan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1950, maka Dewan Pengawas Keuangan RIS yang berada di Bogor sejak tanggal 1 Oktober 1950 digabung dengan Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan UUDS 1950 dan berkedudukan di Bogor menempati bekas kantor Dewan Pengawas Keuangan RIS. Personalia Dewan Pengawas Keuangan RIS
32
diambil dari unsur Badan Pemeriksa Keuangan di Yogyakarta dan dari Algemene Rekenkamer di Bogor. Pada Tanggal 5 Juli 1959 dikeluarkan Dekrit Presiden RI yang menyatakan berlakunya kembali UUD Tahun 1945. Dengan demikian Dewan Pengawas Keuangan berdasarkan UUD 1950 kembali menjadi Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan Pasal 23 (5) UUD Tahun 1945.
Meskipun Badan Pemeriksa Keuangan berubah-ubah menjadi Dewan Pengawas Keuangan RIS berdasarkan konstitusi RIS Dewan Pengawas Keuangan RI (UUDS 1950), kemudian kembali menjadi Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan UUD Tahun 1945, namun landasan pelaksanaan kegiatannya masih tetap menggunakan ICW dan IAR. Dalam amanat-amanat Presiden yaitu Deklarasi Ekonomi dan Ambeg Parama Arta, dan di dalam Ketetapan MPRS No. 11/MPRS/1960 serta resolusi MPRS No. 1/Res/MPRS/1963 telah dikemukakan keinginan-keinginan untuk menyempurnakan Badan Pemeriksa Keuangan, sehingga dapat menjadi alat kontrol yang efektif. Untuk mencapai tujuan itu maka pada tanggal 12 Oktober 1963, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 7 Tahun 1963 (LN No. 195 Tahun 1963) yang kemudian diganti dengan UndangUndang (PERPU) No. 6 Tahun 1964 tentang Badan Pemeriksa Keuangan Gaya Baru. Untuk mengganti PERPU tersebut, dikeluarkanlah UU No. 17 Tahun 1965 yang antara lain menetapkan bahwa Presiden, sebagai Pemimpin Besar Revolusi pemegang kekuasaan pemeriksaan dan penelitian tertinggi atas penyusunan dan pengurusan Keuangan Negara. Ketua dan Wakil Ketua BPK RI berkedudukan masing-masing
33
sebagai Menteri Koordinator dan Menteri. Akhirnya oleh MPRS dengan Ketetapan No.X/MPRS/1966 Kedudukan BPK RI dikembalikan pada posisi dan fungsi semula sebagai Lembaga Tinggi Negara. Sehingga UU yang mendasari tugas BPK RI perlu diubah dan akhirnya baru direalisasikan pada Tahun 1973 dengan UU No. 5 Tahun 1973 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan. Dalam era Reformasi sekarang ini, Badan Pemeriksa Keuangan telah mendapatkan dukungan konstitusional dari MPR RI dalam Sidang Tahunan Tahun 2002 yang memperkuat kedudukan BPK RI sebagai lembaga pemeriksa eksternal di bidang Keuangan Negara, yaitu dengan dikeluarkannya TAP MPR No.VI/MPR/2002 yang antara lain menegaskan kembali kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan sebagai satu-satunya lembaga pemeriksa eksternal keuangan negara dan peranannya perlu lebih dimantapkan sebagai lembaga yang independen dan profesional. Untuk lebih memantapkan tugas BPK RI, ketentuan yang mengatur BPK RI dalam UUD Tahun 1945 telah diamandemen. Sebelum amandemen BPK RI hanya diatur dalam satu ayat (pasal 23 ayat 5) kemudian dalam Perubahan Ketiga UUD 1945 dikembangkan menjadi satu bab tersendiri (Bab VIII A) dengan tiga pasal (23E, 23F, dan 23G) dan tujuh ayat. Untuk menunjang tugasnya, BPK RI didukung dengan seperangkat Undang-Undang di bidang Keuangan Negara, yaitu;
UU No.17 Tahun 2003 Tentang keuangan Negara
UU No.1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara
UU No. 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
34
2. Dasar Hukum Dasar Hukum BPK RI terdiri atas: a. Undang-Undang Dasar 1945 Melalui Perubahan Ketiga UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA Tahun 1945 pada Bab VIIIA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN Pasal 23E 1) Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri. 2) Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan
Rakyat,
Dewan
Perwakilan
Daerah,
dan
Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah, sesuai dengan kewenangannya. 3) Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau badan sesuai dengan undang-undang. Pasal 23F 1) Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden. 2) Pimpinan Badan Perneriksa Keuangan dipilih dari dan oleh anggota.
35
Pasal 23G 1) Badan Pemeriksa Keuangan berkedudukan di ibu kota negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi. 2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Pemeniksa Keuangan diatur dengan undang-undang. b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan Sebagai Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1973 tentang Badan Pemeriksa Keuangan c. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara d. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara e. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara 3. Visi Menjadi lembaga pemeriksa keuangan negara yang bebas, mandiri, dan profesional serta berperan aktif dalam mewujudkan tata kelola keuangan negara yang akuntabel dan transparan.
36
4.
Misi Memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara dalam rangka
mendorong terwujudnya akuntabilitas dan transparansi keuangan negara, serta berperan aktif dalam mewujudkan pemerintah yang baik, bersih, dan transparan. 5. Tujuan Strategis BPK RI memiliki tujuan strategis sesuai dengan SK BPK RI No. 10/SK/VIII.3/8/2005 tentang Rencana Strategi BPK TA 2006 s.d 2010 yaitu: 1) Mewujudkan BPK sebagai lembaga pemeriksa keuangan negara yang independen dan professional. BPK mengedepankan nilai-nilai independensi dan profesionalisme dalam semua aspek tugasnya menuju terwujudnya akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan negara. 2) Memenuhi semua kebutuhan dan harapan pemilik kepentingan BPK bertujuan memenuhi kebutuhan dan harapan pemilik kepentingan, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), dan masyarakat pada umumnya dengan menyediakan informasi yang akurat dan tepat waktu kepada pemilik kepentingan atas penggunaan, pengelolaan, keefektifan, dan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara.
37
3) Mewujudkan BPK sebagai pusat regulator di bidang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara BPK bertujuan menjadi pusat pengaturan di bidang pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang berkekuatan hukum mengikat, yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas, wewenang dan fungsi BPK sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundangundangan. 4) Mendorong terwujudnya tata kelola yang baik atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara BPK bertujuan untuk mendorong peningkatan pengelolaan keuangan negara dengan menetapkan standar yang efektif, mengidentifikasi penyimpangan, meningkatkan sistem pengendalian intern, menyampaikan temuan dan rekomendasi kepada pemilik kepentingan, dan menilai efektivitas tindak lanjut hasil pemeriksaan. 6. Nilai-nilai Dasar Demi mewujudkan cita-citanya sebagai lembaga yang memiliki motto Leading by Example, BPK RI menegdepankan nilai-nilai dasar yang dimiliki yaitu: 1) Independensi BPK RI adalah lembaga negara yang independen di bidang organisasi, legislasi, dan anggaran serta bebas dari pengaruh lembaga negara lainnya.
38
2) Integritas BPK RI menjunjung tinggi integritas dengan mewajibkan setiap pemeriksa dalam melaksanakan tugasnya, menjunjung tinggi Kode Etik Pemeriksa dan Standar Perilaku Profesional. 3) Profesionalisme BPK RI melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesionalisme pemeriksaan keuangan negara, kode etik, dan nilai-nilai kelembagaan organisasi.
B. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif dapat digambarkan sebagai studi yang dilakukan untuk mengetahui dan menjadi mampu untuk menjelaskan karateristik variabel yang diteliti dalam suatu situasi. Studi deskriptif ini dilakukan untuk memahami karateristik organisasi
yang
mengikuti praktik umum tertentu. Dengan demikian, studi deskriptif ini dapat membantu untuk memahami karateristik suatu kelompok dalam situasi tertentu, memikirkan secara sistematis mengenai berbagai aspek dalam situasi tertentu, memberikan gagasan untuk penyelidikan dan penelitian lebih lanjut, dan pembuatan keputusan sederhana mengenai kegiatan dalam organisasi.
39
C. Definisi Operasional Variabel 1. Penatausahaan BMN Penatausahaan BMN meliputi pembukuan, inventarisasi dan pelaporan BMN. Dalam penatausahaan BMN ini termasuk didalamnya melaksanakan tugas dan fungsi akuntansi BMN. Penatausahaan BMN dalam rangka mewujudkan tertib administrasi termasuk menyusun Laporan BMN yang akan digunakan sebagai
bahan
penatausahaan
penyusunan BMN
dalam
neraca
pemerintah
pusat.
Sedangkan
rangka
mendukung
terwujudnya
tertib
pengelolaan BMN adalah menyediakan data agar pelaksanaan pengelolaan BMN dapat dilaksanakan sesuai dengan azas fungsional, kapastian hukum, transparansi dan keterbukaan, efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian nilai. 2. Sistem Informasi Manajemen Akuntansi Keuangan Barang Milik Negara (SIMAK BMN) Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAKBMN) merupakan subsistem dari Sistem Akuntansi Instansi (SAI). SIMAK BMN diselenggarakan dengan tujuan untuk menghasilkan informasi yang diperlukan sebagai alat pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN dan penyusunan Neraca Kementrian/Lembaga dan informasi-informasi untuk perencanaan
kebutuhan
dan
penganggaran,
pengadaan,
penggunaan,
pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, penghapusan, pemindahtanganan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian.
40
D. Teknik Pengumpulan Data Data kualitatif mengacu pada informasi yang diperoleh dalam bentuk naratif melalui wawancara dan pengamatan sehingga data yang dikumpulkan ialah data dalam bentuk bukan angka. Data dapat berupa teks, dokumen, gambar, foto, atau obyek-obyek lainnya yang diketemukan di lapangan selama melakukan penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi atas: 1. Data primer Data yang dikumpulkan untuk penelitian dari tempat dimana suatu kegiatan dalam organiasasi berlangsung: a. Partisipasi Partisipasi merupakan salah satu bentuk cara mencari data utama atau informasi dalam metode penelitian kualitatif. Cara melakukan pengumpulan data ialah melalui keterlibatan langsung dengan obyek yang diteliti. Penulis merupakan staf pada Biro Keuangan yang dalam aktivitas sehari-hari melaksanakan tugas dan fungsi sebagai pegawai yang menyusun neraca pada Satuan Kerja Sekretariat Jenderal. Penulis melakukan pengenalan obyek dengan masuk kedalam ruangan dimana kegiatan aplikasi SIMAK BMN dilaksanakan dan telibat langsung
41
dalam proses pengiriman data SIMAK BMN sebagai unsur dalam penyusunan neraca satker Setjen BPK RI. b. Observasi Observasi merupakan pengamatan yang sistematis tentang kejadian dan tingkah laku dalam pelaksanaan aplikasi SIMAK BMN. Kegiatan observasi meliputi melakukan pencatatan secara sistematik kejadiankejadian, perilaku dalam proses pelaksanaan aplikasi SIMAK BMN. Observasi yang dilakukan adalah dengan melihat,merasakan dan mengamati obyek-obyek penelitian antara lain dokumen input SIMAK BMN, proses pelaksanaan SIMAK BMN dan laporan-laporan yang dihasilkan oleh SIMAK BMN. Peneliti memilih BPK RI sebagai studi kasus yang penting karena sebagai lembaga negara yang memeriksa departemen, BUMN/D dan lembaga pemerintah lainnya dimana kegiatan intern organisasi BPK RI tersebut (dalam hal ini mengenai pengimplementasian sistem aplikasi SIMAK BMN) harus bisa menjadi contoh bagi organiasi pemerintah lainnya dalam hal perwujudan akuntabilitas keuangan negara.
2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh langsung melalui sumber ada sehingga data tidak perlu dikumpulkan sendiri oleh peneliti. Penelusuran ini
42
dilakukan melalui studi kepustakaan dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan
yang
mengatur
tatalaksana
pengelolaan
dan
pertanggungjawaban Keuangan Negara, khususnya mengenai barang milik negara. Peraturan tersebut antara lain Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171 Tahun 2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 120 Tahun 2007 tentang Penatausahaan Barang Milik Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara.
E. Metoda Analisis Data Analisis penatausahaan BMN melalui penggunaan aplikasi SIMAK BMN ini dilakukan berdasarkan data kualitatif, selanjutnya proses analisis data dimulai dengan menelah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber yang berkaitan (data dari satuan kerja Sekretariat Jenderal, peraturan-peraturan pada Kementerian Keuangan) pengamatan yang sudah ditulis dalam catatan lapangan, dokumen resmi berupa dokumen masukan dan laporan keluaran SIMAK BMN. Seluruh data yang ada kemudian dibaca, dipelajari, dan ditelah. Langkah berikutnya adalah mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan membuat rangkuman yang inti, proses dan mengorganisasikan pernyataan-pernyataan agar tetap menjadi sumber referensi penting bagi jalannya penelitian. Tahap akhir dari analisis data ialah mengadakan pemeriksaan keabsahan data. Setelah selesai tahap ini, mulailah kini tahap penafsiran
43
data untuk memperoleh kesimpulan akhir dari penelitian. Adapun untuk menganalisis penelitian ini, maka dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Pengumpulan informasi, melalui partisipasi maupun observasi langsung. 2. Reduksi. Langkah ini adalah untuk memilih informasi mana yang sesuai dan tidak sesuai dengan masalah penelitian. Kesesuaian yang dimaksud adalah dengan membandingna teori dan aturan yang berlaku dengan pelaksanaan kegiatan yang menjadi bahan penelitian, dalam hal ini pelaksanaan aplikasi dalam penatausahaan barang milik negara. 3. Penyajian. Setelah informasi dipilih maka disajikan bisa dalam bentuk tabel, ataupun uraian penjelasan. 4. Tahap akhir, adalah menarik kesimpulan dan memberikan saran untuk dapat mengakomodir hal-hal yang belum terakomodir sebelumnya.
20