Bab III Metodologi
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Umum
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Perkerasan Jalan Teknik Sipil Universitas Mercubuana. Hasil pengujian ini dibandingkan dengan kriteria dan spesifikasi SNI. Jika spesifikasi tidak terdapat di dalam SNI, maka digunakan spesifikasi lain seperti AASHTO dan ASTM. Rencana campuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah aspal panas jenis Lataston HRS-WC dengan total campuran ± 1100 gr. Pengujian dilakukan secara bertahap, yaitu terdiri atas pengujian agregat (kasar, halus dan filler), aspal dan serat serta pengujian terhadap campuran (uji Marshall).
Dalam bab ini menjelaskan metodologi yang akan menjadi kerangka acuan selama pelaksanaan penelitian. Bagan alir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1.
III - 1
Bab III Metodologi
Persiapan
Filler Semen
Agregat
Tes Fisik
Tes Fisik
Gradasi Agregat Gabungan HRS-WC
Asbuton Tes Fisik
Aspal Pen 60/70 Tes Fisik
Serat Sabut Kelapa Tes Fisik
Penentuan Kadar Aspal Modifier Dengan Variasi Perbandingan (20 : 80, 25 : 75, 30 : 70, 35 : 65)
Penentuan Kadar Serat Optimum Dengan Variasi Serat (0,1; 0,2; 0,3; 0,4; 0,5) %
Uji Marshall + Immersion Dengan Kadar Aspal Optimum Berdasarkan Depkimpraswil Perendaman 30 Menit & 24 Jam
Analisis dan Evaluasi Kesimpulan
Gambar 3.1 Diagram Alir Program Kerja
III - 2
Bab III Metodologi
3.2
Tahapan Penelitian
Penelitian dilakukan dalam beberapa tahapan, mulai dari persiapan bahan, pemeriksaan bahan, perencanaan campuran, dan tes Marshall.
3.2.1
Persiapan Bahan
Dalam melaksanakan penelitian di laboratorium spesifikasi bahan dan campuran yang digunakan adalah sebagai berikut : 1. Aspal yang digunakan merupakan aspal dengan penetrasi 60/70 PT. Pertamina. 2. Asbuton yang digunakan adalah jenis granular yang diproduksi oleh PT. Hutama Prima. 3. Sumber agregat berasal dari Parung, Bogor. 4. Bahan pengisi yang digunakan adalah Semen Tiga Roda produk PT. Indocement Tunggal Prakarsa. 5. Serat sabut kelapa yang menjadi bahan stabilizer didapat dari daerah Depok, Jawa Barat.
3.2.2
Pemeriksaan Bahan
Tahap ini meliputi pemeriksaan aspal dan asbuton olahan, pemeriksaan terhadap agregat yang meliputi agregat kasar, halus, filler, serta pemeriksaan serat.
III - 3
Bab III Metodologi
1. Pemeriksaan Agregat Kasar Pemeriksaan agregat kasar bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat yang dimiliki agregat kasar tersebut sehingga dapat memenuhi spesifikasi dalam campuran. Adapun jenis dan maksud dari pemeriksaan ini adalah sebagai berikut : a. Analisa Saringan Pemeriksaan ini bertujuan untuk memeriksa distribusi ukuran butiran agregat kasar dengan menggunakan saringan. Saringan yang dipergunakan antara lain saringan ¾” (19.1 mm), ½” (12.7 mm), 3/8” (9.52 mm), No.8 (2.36 mm), No.16 (1.18 mm). b. Berat Jenis Pemeriksaan ini untuk menentukan Berat Jenis Kering (Bulk Specific Gravity), Berat Jenis Kering Permukaan Jenuh (Saturated Surface Dry Specific Gravity) dan Berat Jenis Semu (Apparent Specific Gravity). 1) Berat Jenis Kering (Bulk Specific Gravity) Pemeriksaan ini bertujuan untuk memeriksa perbandingan antara berat agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh pada suhu tertentu. Pemeriksaan berat jenis kering disesuaikan menurut prosedur SNI 03-1070-1990. Rumus yang digunakan untuk menentukan berat jenis kering adalah: Bk Berat jenis kering
=
................................................. ( 3.1 ) ( Bj – Ba )
dimana Bk = Berat benda uji kering oven, (gr) Bj
= Berat benda uji kering permukaan jenuh, (gr) III - 4
Bab III Metodologi
Ba = Berat benda uji kering permukaan jenuh di dalam air, (gr)
2) Berat Jenis Kering Permukaan Jenuh (Saturated Surface Dry Specific Gravity) Pemeriksaan ini bertujuan untuk memeriksa perbandingan antara agregat kering permukaan jenuh dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh pada suhu tertentu. Pemeriksaan berat jenis permukaan jenuh disesuaikan menurut prosedur SNI 1969-1990-F. Rumus yang digunakan untuk menentukan berat jenis permukaan jenuh adalah: Bj Berat kering permukaan jenuh =
................................ ( 3.2 ) ( Bj – Ba )
3) Berat Jenis Semu (Apparent Specific Gravity) Pemeriksaan ini bertujuan untuk memeriksa perbandingan antara berat agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan kering pada suhu tertentu. Pemeriksaan berat jenis semu disesuaikan menurut prosedur SNI 1969-1990-F. Rumus yang digunakan untuk menentukan berat jenis semu adalah: Bk Berat jenis semu =
................................................ ( 3.3 ) ( Bk – Ba )
III - 5
Bab III Metodologi
c. Penyerapan (Absorbtion) Pemeriksaan ini bertujuan untuk memeriksa prosentase antara berat air yang dapat diserap oleh pori terhadap berat agregat kering. Pemeriksaan penyerapan disesuaikan menurut prosedur SNI 1969-1990-F. Rumus yang digunakan untuk menentukan penyerapan adalah: ( Bj – Bk ) Penyerapan =
......................................................... ( 3.4 )
Bk d. Pengujian Keausan (Abrasi) Pemeriksaan ini bertujuan untuk memeriksa ketahanan agregat kasar terhadap keausan dengan menggunakan mesin Los Angeles, dengan persyaratan pada setiap 500 putaran mempunyai nilai maksimum 40% tertahan pada saringan No.12. pemeriksaan pengujian keausan disesuaikan menurut prosedur SNI 032417-1991. Rumus yang digunakan untuk menentukan keausan adalah: (A–B) Keausan =
x 100% ................................................. ( 3.5 ) A
di mana A = Berat benda uji awal, (gr) B = Berat benda uji tertahan saringan no.12 (gr)
2. Pemeriksaan Agregat Halus (Fine Agregat) Pemeriksaan agregat halus bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat yang dimiliki agregat halus tersebut sehingga dapat memenuhi spesifikasi dalam campuran.
III - 6
Bab III Metodologi
Adapun jenis dan maksud dari pemeriksaan ini adalah sebagai berikut: a. Analisis Saringan Fraksi B (agregat halus) menggunakan saringan No.30 (0.6 mm) dan No.200 (0.075). b. Berat Jenis Pemeriksaan ini untuk menentukan Berat Jenis Kering (Bulk Specific Gravity), Berat Jenis Kering Permukaan Jenuh (Saturated Surface Dry Specific Gravity) dan Berat Jenis Semu (Apparent Specific Gravity). 1) Berat Jenis Kering (Bulk Specific Gravity) Pemeriksaan ini bertujuan untuk memeriksa perbandingan antara berat agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh pada suhu tertentu. Pemeriksaan berat jenis kering disesuaikan menurut prosedur SNI 03-1070-1990. Rumus yang digunakan untuk menentukan berat jenis kering adalah: Bk Berat jenis kering
=
................................... ( 3.6 ) ( B + 500 – Bt )
dimana Bk = Berat benda uji kering oven, (gr) B = Berat piknometer berisi air, (gr) Bt = Berat piknometer berisi benda ujji dan air, (gr) 500 = Berat benda uji dalam keadaan kering permukaan jenuh, (gr)
III - 7
Bab III Metodologi
2) Berat Jenis Kering Permukaan Jenuh (Saturated Surface Dry Specific Gravity) Pemeriksaan ini bertujuan untuk memeriksa perbandingan antara agregat kering permukaan jenuh dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh pada suhu tertentu. Pemeriksaan berat jenis permukaan jenuh disesuaikan menurut prosedur SNI 03-1070-1990. Rumus yang digunakan untuk menentukan berat jenis permukaan jenuh adalah: 500 Berat kering permukaan jenuh =
................... ( 3.7 ) ( B + 500 – Bt )
3) Berat Jenis Semu (Apparent Specific Gravity) Pemeriksaan ini bertujuan untuk memeriksa perbandingan antara berat agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan kering pada suhu tertentu. Pemeriksaan berat jenis semu disesuaikan menurut prosedur SNI 03-1070-1990. Rumus yang digunakan untuk menentukan berat jenis semu adalah: Bk Berat jenis semu =
x 100% ........................ ( 3.8 ) ( B + Bk – Bt )
c. Penyerapan (Absorbtion) Pemeriksaan ini bertujuan untuk memeriksa prosentase antara berat air yang dapat diserap oleh pori terhadap berat agregat kering. Pemeriksaan penyerapan disesuaikan menurut prosedur SNI 03-1070-1990.
III - 8
Bab III Metodologi
Rumus yang digunakan untuk menentukan penyerapan adalah: ( 500 – Bk ) Penyerapan =
x 100% ...................................... ( 3.9 ) Bk
3. Pemeriksaan Bahan Pengisi (Filler) Pemeriksaan bahan pengisi (filler) yaitu menentukan berat jenis bahan pengisi sesuai dengan prosedur SNI 15-2531-991, bahan pengisi yang digunakan adalah digunakan semen portland tipe I (Tiga Roda).
4. Pemeriksaan Aspal Pemeriksaan aspal dimaksudkan untuk mengetahui sifat-sifat fisik aspal dan kualitas aspal. Adapun jenis dan maksud dari pengujian ini adalah sebagai berikut: a. Penetrasi Pemeriksaan ini bertujuan untuk memeriksa tingkat kekerasan aspal dengan memasukkan suatu jarum penetrasi berdiameter 1 mm masuk ke dalam aspal sedalam 0,1 mm yang dibebani dengan beban tertentu yaitu sebesar 50 gr sehingga diperoleh beban gerak seberat 100 gr (berat jarum + beban) selama waktu tertentu yaitu selama 5 detik pada temperatur 25°C. Alat yang digunakan adalah penetrometer yang dilengkapi dengan pengukur waktu berskala 0,1 detik. Waktu berlangsungnya penetrasi harus dapat diukur dan teliti hingga 0,1 detik. Pemeriksaan penetrasi disesuaikan menurut prosedur SNI 06-2456-1991. III - 9
Bab III Metodologi
Gambar 3.2 Alat uji penetrasi aspal b. Titik lembek (Softening Point Test) Pemeriksaan ini bertujuan untuk memeriksa pada temperatur berapa aspal mulai mencair karena pembebanan tertentu. Biasanya beban tersebut terdiri dari bola bajadengan diameter 9,53 mm seberat ± 3,5 gr contoh yang diperiksa dipanaskan secara tidak langsung dengan kecepatan pemanasan 5°C/menit. Suhu titik lembek dibaca pada saat aspal berikut bola menyentuh dasar yang berjarak lebih kurang 25,4 mm (1 inchi) di bawah cetakan cincin. Pemeriksaan titik lembek sesuai dengan prosedur SNI 06-2434-1991.
III - 10
Bab III Metodologi
Gambar 3.3 Alat uji titik lembek aspal
c. Titik nyala dan titik bakar dengan Cleveland Open Cup Pemeriksaan ini bertujuan untuk memeriksa suhu dimana aspal mulai menyala singkat di permukaan aspal (titik nyala) dan suhu pada saat terlihat nyala sekurang-kurangnya 5 detik. Untuk pemeriksaan ini aspal yang diperiksa dimasukkan ke dalam bejana yang terbuka. Aspal dalam bejana mempunyai luas permukaan tertentu. Pemanasan bejana dapat dilakukan dengan listrik atau gas, asalkan kenaikan suhu mengikuti kecepatan tertentu. Hasil pemeriksaan dipengaruhi oleh tiupan angin, kecepatan kenaikan suhu dan untuk membedakan titik nyala dengan titik bakar perlu pemeriksaan
III - 11
Bab III Metodologi
dilakukan dalam ruang gelap. Pemeriksaan titik nyala dan titik bakar dengan Cleveland Open Cup disesuaikan dengan prosedur SNI 06-2433-1991.
Gambar 3.4 Alat uji titik nyala dan titik bakar aspal
d. Pemeriksaan kelarutan bitumen dalam karbon tetrakhlorida/karbon bisulfida (Solubility Test) Pemeriksaan ini bertujuan untuk memeriksa jumlah bitumen yang larut dalam karbon tetrakhlorida/karbon bisulfida. Jika semua bitumen yang diuji larut dalam CCl4 atau larut dalam CS2 maka bitumen tersebut adalah murni. Disyaratkan bitumen yang digunakan untuk perkerasan jalan mempunyai kemurnian lebih besar dari 99%. Pemeriksaan kelarutan bitumen dalam karbon tetrakhlorida/karbon bisulfida (Solubility Test) disesuaikan menurut prosedur RSNI M-04-2004. III - 12
Bab III Metodologi
Rumus yang digunakan untuk menentukan kadar kelarutan adalah:
Kadar kelarutan
................................................. ( 3.10 )
Dimana: A = Berat Benda Uji, ( gr ) B = Berat Endapan, ( gr )
Gambar 3.5 Alat uji kelarutan aspal
e. Daktilitas Pemeriksaan ini bertujuan untuk memeriksa sifat kohesi dalam aspal itu sendiri yaitu dengan mengukur jarak panjangnya (cm) benang yang dapat ditarik antara 2 cetakan yang berisi bitumen hingga putus. Pemeriksaan daktilitas dilakukan dengan alat daktilitas yang terdiri dari cetakan, bak air III - 13
Bab III Metodologi
dan alat penarik contoh. Syarat pemeriksaan ialah bahwa pemeriksaan harus dilakukan pada suhu tertentu (25°C) dan dengan kecepatan tarik tertentu (5 cm/menit). Pemeriksaan daktilitas disesuaikan dengan prosedur SNI 06-24321991.
Gambar 3.6 Alat uji daktilitas
f. Berat jenis (Specific Gravity Test) Pemeriksaan ini bertujuan untuk memeriksa perbandingan antara berat aspal dan berat air suling dengan isi yang sama pada suhu tertentu 25°C atau 15,6°C, untuk menetukan berat jenis bitumen keras dan ter dengan menggunakan cara Piknometer ataupun Aerometer. Cara Piknometer dilakukan untuk menetukan berat jenis dari aspal keras, sedangkan cara Aerometer digunakan untuk pemeriksaan aspal cair. Pemeriksaan Berat Jenis (Specific Gravity Test) disesuaikan menurut prosedur SNI 06-2441-1991. Rumus yang digunakan untuk menetukan berat jenis adalah: Berat Jenis
................................................................. ( 3.11 )
III - 14
Bab III Metodologi
Dimana: a = Berat Piknometer, ( gr ) b = Berat Piknometer berisi aspal, ( gr ) c = Berat Piknometer berisi air, ( gr ) d = Berat Piknometer berisi aspal dan air, ( gr )
5. Pemeriksaan Serat Sebelum digunakan sebagai bahan stabilizer pada aspal serat sabut kelapa harus dibersihkan terlebih dahulu dari debu atau gabus yang biasa disebut dengan pith. Setelah itu serat sabut kelapa dipotong-potong dengan ukuran panjang 3 – 5 mm. Selanjutnya disaring dengan menggunakan saringan No. 4 (4.76 mm), bertujuan untuk memperoleh ukuran serat yang dibutuhkan. Serat yang digunakan untuk campuran adalah serat yang lolos saringan No. 4 (4.76 mm), berukuran panjang ± 3 – 5 mm.
3.2.3
Perencanaan Campuran dan Uji Marshall
Tahap ini meliputi pencampuran aspal minyak pen 60/70 dengan modifier Asbuton, penambahan serat pada campuran aspal minyak pen 60/70 yang telah dimodifikasi Asbuton, dan pencampuran aspal minyak pen 60/70 yang telah dimodifikasi Asbuton berserat sabut kelapa dalam campuran HRS-WC.
III - 15
Bab III Metodologi
1. Perencanaan Campuran Aspal Minyak Dengan Modifier Asbuton Pencampuran asbuton ke dalam aspal pen 60/70 ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh Asbuton terhadap aspal. Dilakukan dengan variasi perbandingan asbuton 20:80, 25:75, 30:70, 35:65. Dari hasil campuran tersebut didapat kadar aspal modifier yang karakteristiknya berbeda dengan pemeriksaan aspal 60/70 sebelumnya. Pengujian dalam perencanaan ini dilaksanakan seperti saat pemeriksaan aspal.
2. Perencanaan Campuran Serat Pencampuran ini dimaksudkan untuk mendapatkan komposisi ideal antara serat dan aspal minyak pen 60/70 yang sebelumnya telah dimodifikasi Asbuton dengan mengetahui kadar optimumnya. Perancangan campur serat dengan menggunakan variasi 0.1%, 0.2%, 0.3%, 0.4%, dan 0.5%. Pengujian yang dilakukan dalam pencampuran ini seperti ketika pemeriksaan aspal.
3. Perencanaan Campuran HRS-WC dan Uji Marshall Tahap ini terbagi menjadi 2 tahap : 1. Perencanaan campuran I dan uji Marshall. Berdasarkan perhitungan kadar aspal optimum menggunakan rumus Depkimpraswil 2002 dibuatlah 3 benda uji. Kemudian dilakukan pengujian Marshall standar dengan 2x75 tumbukan untuk mendapatkan nilai parameter Marshall seperti stabilitas, kelelehan, kekakuan, VIM, VMA, dan VFA.
III - 16
Bab III Metodologi
Rumus Depkimpraswil sendiri sebagai berikut : Pab
= 0.035(%CA) + 0.045(%FA) + 0.18(%Filler) + (K)……..…… (3.12)
Dimana ; Pab
= Kadar aspal tengah/ideal, persen terhadap berat campuran
CA = Persen agregat tertahan asringan No. 8 FA = Persen agregat lolos saringan No. 8 dan tertahan saringan No. 200 Filler = Persen agregat minimal 75% lolos No. 200 K
= Konstanta = 0.5-1.0 untuk laston = 2.0-3.0 untuk lataton.
Beberapa langkah yang perlu diperhatikan di dalam proses pencampuran antara lain : a. Menimbang agregat sesuai dengan prosentase pada target gradasi yang diinginkan untuk masing-masing fraksi dengan berat agregat 1100 gram, kemudian keringkan campuran agregat tersebut sampai beratnya tetap pada suhu ( 105 ± 5 )º C b. Dilakukan pencampuran aspal yang telah dipanaskan pada suhu 110oC ke dalam campuran agregat di atas pemanas dengan maksud menjaga temperatur dan diaduk hingga rata. c. Masukkan campuran ke dalam cetakan benda uji yang berdiameter ± 10 cm (4”) dan tinggi 7.5 cm (3”) yang telah dibersihkan dan diberi selembar kertas saring atau kertas penghisap yang telah digunting menurut ukuran cetakan ke dalam dasar cetakan sambil ditusuk-tusuk dengan spatula sebanyak 15 kali dibagian tepi dan 10 kali dibagian tengah.
III - 17
Bab III Metodologi
d. Lakukan pemadatan dengan alat penumbuk. Pemadatan standar dilakukan dengan pemadat manual dengan jumlah tumbukan 75 kali di bagian sisi atas kemudian dibalik dan sisi bagian bawah juga ditumbuk sebanyak 75 kali. e. Setelah proses pemadatan selesai benda uji didiamkan agar suhunya turun, setelah dingin benda uji dikeluarkan dengan alat pengeluar benda uji. f. Benda uji dibersihkan dari kotoran yang menempel dan diukur tinggi benda uji dengan ketelitian 0,1 mm dan ditimbang beratnya diudara. g. Benda uji direndam dalam air selama 10 sampai 24 jam supaya jenuh lalu ditimbang di dalam air h. Benda uji dikeluarkan dari bak perendaman dan dikeringkan dengan kain pada permukaan agar kondisi kering permukaan jenuh (saturated surface dry, SSD ), kemudian ditimbang. i. Benda uji direndam dalam bak perendaman (waterbath) pada suhu 60ºC ± 1°C selama 30 menit hingga 40 menit. j. Benda uji dikeluarkan dari bak perendam (waterbath) lalu siap untuk tes Marshall.
2. Perencanaan Campuran II dan uji Marshall Immersion. Setelah didapatkan kadar aspal optimum maka dilakukan pembuatan benda uji. Kemudian dilakukan uji marshall seperti tahap perencanaan campuran I untuk memperoleh parameter Marshall.
III - 18
Bab III Metodologi
a. Stabilitas Kemampuan maksimum suatu benda uji campuran aspal dalam menahan beban sampai terjadi kelelehan plastis Q = O x P x V …………………………………………………… ( 3.13 ) Keterangan : Q = Stabilitas beton aspal O = Pembacaan arloji stabilitas P = Angka koreksi benda uji V= Korelasi tinggi b. Kelelehan/Flow Besarnya perubahan bentuk plastik suatu benda uji campuran aspal yang terjadi akibat suatu beban sampai batas keruntuhan c. Kekakuan/Marshall Quotient Perbandingan antara stabilitas dengan kelelehan. S
……………………………………………………
( 3.14 )
Dimana ; S = Kekakuan (kg/mm) Q = Stabilitas (kg) R = Kelelehan (mm) d. Rongga Dalam Agregat/VMA Volume rongga yang terdapat diantara butir-butir agregat suatu campuran beraspal panas.
III - 19
Bab III Metodologi
e. Rongga Dalam Campuran/VIM Perbandingan persentase volume rongga terhadap volume total. VIM G=
……………………………………….... ( 3.15 ) .......................................................................................... ( 3.16 )
F = D – E ........................................................................................ ( 3.17 )
Dimana ; G = Berat isi benda uji (gr/ml) H = Berat jenis teoritis C = Berat benda uji (gr) F = Isi (ml) D = Berat benda uji dalam keadaan jenuh (gr) E = Berat dalam air (gr)
f. Rongga Terisi Aspal/VFA Persen rongga yang terdapat diantara partikel agregat (VMA) yang terisi oleh aspal, tidak termasuk aspal yang diserap oleh agregat.
g. Indeks Kekuatan Sisa (IKS) Perbandingan stabilitas yang direndam dengan stabilitas standar. IRS
………………………………………. ( 3.18 )
Dimana ; IKS = Indeks Kekuatan Sisa (%) III - 20
Bab III Metodologi
Q1 = Stabilitas Marshall rendaman 30 menit pada suhu 60oC (Kg) Q2 = Stabilitas Marshall rendaman 24 jam pada suhu 60oC (Kg)
4. Tebal Selimut/Film Aspal Banyaknya aspal yang berfungsi menyelimuti permukaan setiap butir agregat dinyatakan dengan kadar aspal efektif. Semakin tinggi kadar aspal efektif semakin tebal selimut atau film aspal pada masing-masing butir agregat. Tebal selimut sangat ditentukan oleh luas permukaan seluruh butir-butir agregat pembentuk beton aspal. Tebal Selimut (μm)
…………………………………………… (3.19)
Pae
............................................................................... (3.20)
Pab
……………………………………...................... (3.21)
Gse
………………………………………………..................... (3.22)
Gsb
...................................................................................... (3.23)
Gsa
…………………………………………..................... (3.24)
Dimana: Pae = Kadar aspal efektif (%) Pab = Kadar aspal yang terabsorbsi (%) Pa = Kadar aspal total (%) Ga = Berat jenis campuran aspal III - 21
Bab III Metodologi
Gse = Berat jenis efektif agregat campuran Gsb = Berat jenis bulk agregat campuran Gsa = Berat jenis apperent agregat campuran CA = Agregat Kasar (%) FA = Agregat Halus (%) Fil = Filler (%) BBK = Berat jenis bulk kasar BBH = Berat jenis bulk halus BAK = Berat jenis apperent kasar BAH = Berat jenis apperent halus BF = Berat jenis filler
III - 22