BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan menilai risiko kesehatan paparan bising pada pekerja di PT X yang terpapar dan tidak terpapar kebisingan.
III.1. Kerangka Kerja
Pengambilan data sekunder Identifikasi Bahaya
Informasi tentang pekerja
Profil perusahaan
Proses Kerja
Pengambilan data primer Evaluasi Paparan
Pengukuran Paparan
Pengukuran Efek
Evaluasi Dosis Respon
Pengolahan data Evaluasi Dosis Respon
Karakterisasi Risiko Gambar III.1. Diagram Alir Kerangka Kerja
30
Kuesioner
III.2. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2008 s.d. bulan Maret 2008 di Divisi Tempa & Cor Departemen Tempa dan Cor PT X Kiaracondong, Bandung.
III.3. Metode yang Digunakan Penelitian ini menggunakan metode epidemiologi dengan model cross sectional, di mana agen bising dan penyakit yang dapat timbul karena bising diteliti pada saat yang sama. Dengan demikian data penyakit yang didapat berupa prevalensi dan paparan yang didapatkan adalah paparan yang saat ini ada.
III.4. Tahapan Penelitian Tahapan–tahapan penelitian yang dilakukan merupakan tahapan analisis risiko yang terdiri dari identifikasi bahaya, evaluasi paparan, evaluasi dosis respon, dan karakterisasi risiko.
III.4.1 Identifikasi Bahaya Adanya masalah kebisingan di PT X diidentifikasi dengan melakukan survei awal. Dari hasil survei ditetapkan Departemen Tempa dan Cor yang memiliki potensi kebisingan untuk diteliti.
a. Pemilihan sampel pekerja Tujuan di sini adalah memilih pekerja yang akan diukur tingkat pendengarannya. Responden kelompok sampel diambil dari bagian bengkel Departemen Tempa dan Cor dengan cara menyebarkan kuesioner sebelumnya mengenai: -
faktor pribadi pekerja yang berisikan: lama kerja, usia, kondisi kesehatan, dan pengetahuan akan APD.
-
lama pemaparan kebisingan, yang diperoleh dari jam kerja.
Hal yang sama dilakukan terhadap para responden kelompok kontrol yang berada di bagian administrasi Departemen Tempa dan Cor.
31
Setelah itu responden dikelompokkan terhadap lama kerja, lokasi kerja, jarak pekerja dengan sumber dan riwayat kesehatannya, baik dari kelompok sampel maupun kelompok
kontrol.
Tujuannya
untuk
mendapatkan
responden
yang
setara
(komparabel), sehingga dalam analisis risiko dapat dilakukan dengan teliti karena faktor pengganggu sudah diusahakan dihilangkan. Pemilihan sampel pekerja dengan cara di atas mengacu pada metode pengambilan sampel Purposive Sampling, yaitu pengambilan sampel dengan sudah ada tujuannya dan sudah tersedia rencana sebelumnya. Biasanya sudah ada predefinisi terhadap kelompok-kelompok dan kekhususan khas yang dicari.
b. Alat yang digunakan - Noise Dosimeter merk Quest 100, digunakan untuk mengukur tingkat kebisingan yang diterima pekerja. Dari alat ini akan terbaca berapa persen dosis kebisingan yang diterima pekerja selama jam kerjanya dan tingkat kebisingan rata-rata selama dalam 8 jam kerja dalam bentuk TWA (dB(A)). Alat yang digunakan diset dan dikalibrasi terlebih dahulu. Setting alat terdiri dari: • Criterion Level = 85 dB(A). Penetapan criterion level sebesar 85 dB akan digunakan untuk penghitungan dosis. Bila Noise Dosimeter membaca pada level yang sama dengan criterion level selama 8 jam maka dosis yang diterima pekerja adalah 100 %. • Exchange rate = 3 dB(A). Exchange
rate
memperlihatkan
rata-rata
energi
suara
setiap
waktu.
Menggunakan skala dalam satuan dB(A), di mana setiap energi naik dua kali lipat, maka intensitas akan naik tiga dB(A). • Weighting = A. • Respon = Fast. • Interval Logging = 10 detik. 32
• Threshold = 70 dB(A). • Calibration = 114 dB(A). - Screening Audiometer QH 10, digunakan untuk mengukur tingkat ambang pendengaran pekerja. Pengukuran ketajaman pendengaran dengan menggunakan Audiometer ini dilakukan oleh teknisi yang berasal dari Balai Hiperkes Bandung. Untuk tes audiometri ini digunakan Limited range audiometer yang terbatas dalam hal frekuensi yang menghasilkan nada murni pada 500, 1000, 2000, 3000, 4000, dan 6000, dan 8000 Hz, ditujukan memang untuk pengukuran tingkat ambang pendengaran orang dewasa yang bekerja dalam industri. - Oscillator automatic blood pressure digunakan untuk mengukur tingkat tekanan darah dan melihat perubahan denyut jantung yang dialami pekerja. Pengukuran dilakukan sebelum dan sesudah jam kerja. Dari alat akan terbaca berapa tekanan darah dalam mmHg dan denyut jantung/menit secara otomatis.
III.4.2 Evaluasi Paparan Evaluasi paparan dilakukan dengan pengukuran paparan bising pada kelompok sampel dan kelompok kontrol dan pengukuran dampak yang dirasakan oleh pekerja.
a. Pengukuran paparan bising yang diterima pekerja Untuk mengukur tingkat kebisingan pada pekerja digunakan Noise Dosimeter. Pengukuran ini dilakukan dengan memakaikan alat Noise Dosimeter pada pekerja sepanjang jam kerjanya.
b. Pengukuran dampak kebisingan pada pekerja Untuk melihat perubahan ambang pendengaran pekerja digunakan hasil pengukuran menggunakan Audiometer. Pengukuran dilakukan dalam satu hari pada saat istirahat dan saat jam pulang pekerja. Pengukuran dilakukan di Gedung K3LH yang berjarak ± 500 m dari bengkel Departemen Tempa dan Cor. 33
Pergeseran dan penurunan batas pendengaran akan dihitung berdasarkan metode penghitungan OSHA 1983 yang dipengaruhi oleh faktor usia, seperti terdapat pada Tabel II.7 dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Menentukan baseline audiogram yang diambil dari hasil audiogram terbaik. 2. Menentukan current audiogram (yang akan dihitung). 3. Hitung selisih faktor koreksi usia antara current audiogram dan, baseline audiogram sehingga diperoleh Diff Aging. 4. Hitung selisih nilai-nilai current audiogram frekuensi 2000, 3000, dan 4000 Hz dengan Diff Aging, sehingga diperoleh Age-Corrected Current Audiogram. Nilai rata-rata Age-Corrected Current Audiogram ini memperlihatkan besarnya penurunan batas dengar yang terjadi. 5. Hitung selisih Age-Corrected Current Audiogram dengan baseline audiogram pada frekuensi 2000, 3000, dan 4000 Hz. 6. Hitung nilai rata-rata hasil pengurangan tersebut pada frekuensi 2000, 3000, dan 4000 Hz. Bila hasil rata-rata ≥ 10 dB(A), maka dikategorikan STS (Standard Threshold Shift)/sudah terjadi pergeseran batas pendengaran. Contoh perhitungan dapat dilihat pada Lampiran D. Pergeseran batas dengar juga akan dilihat dari waktu uji Audiometri yang dilakukan. Yaitu melihat pengaruh waktu uji Audiometri ketika jam istirahat dan ketika pulang kerja terhadap pergeseran batas dengar pekerja. Untuk melihat dampak fisiologis tekanan darah dan denyut jantung dilihat dari hasil pengukuran menggunakan Oscillator automatic blood pressure. Pengukuran tekanan darah dan denyut jantung ini dilakukan sebelum dan sesudah terpapar bising. Dari hasil pengukuran akan dilihat ada tidaknya potensi terjadinya hipertensi pada pekerja akibat adanya bising dan apakah terdapat perubahan tekanan darah dan denyut jantung akibat adanya bising.
34
Sedangkan untuk mengetahui dampak psikologis pada pekerja seperti apa yang dirasakan pekerja karena adanya kebisingan di tempat kerjanya, seperti apakah emosinya meningkat atau konsentrasi terganggu, serta dampak fisiologis lain, seperti merasakan sakit kepala atau telinga berdenging dilakukan dengan cara menyebar kuesioner.
III.4.3 Evaluasi Dosis Respon Hasil pengukuran menggunakan Noise Dosimeter berupa dosis bising yang diterima oleh pekerja, sedangkan pengukuran menggunakan Audiometer akan menunjukkan respon yang diterima oleh pekerja berupa ketajaman pendengaran para pekerja. Dari kedua hasil pengukuran ini, akan dilihat hubungan/konsistensinya yaitu antara ratarata dosis vs pergeseran batas dengar dan rata-rata dosis vs penurunan batas dengar.
III.4.4 Karakterisasi Risiko Karakterisasi risiko ini akan dinyatakan dengan nilai HI (Hazard Index) dan RR (Risiko Relatif). Nilai HI diperoleh dari penjumlahan nilai HQ yang diperoleh dengan membandingkan nilai tingkat kebisingan yang diterima pekerja dengan nilai tingkat kebisingan yang diperbolehkan dengan menggunakan persamaan seperti yang terdapat pada Bab II.6.4. Dalam hal ini yang menjadi acuan nilai tingkat kebisingan yang diperbolehkan adalah Surat Keputusan Menaker No : KEP-51/MEN/1999 dan juga Surat Keputusan Mentri Kesehatan No: 261/MENKES/SK/II/1998, yaitu sebesar 85 dB(A) pemaparan 8 jam per hari. Nilai RR (Risiko Relatif) diperoleh dengan membandingkan jumlah penyakit pada kelompok terpapar dengan jumlah penyakit pada kelompok tidak terpapar seperti pada Tabel II.10. Bila RR ≥ 1, menandakan risiko terjadinya penyakit pada kelompok terpapar lebih besar daripada terjadinya penyakit pada kelompok tidak terpapar.
35