25
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Pendahuluan
Metodologi penelitian ini menjelaskan tentang tahap-tahap yang dilakukan dalam suatu penelitian. Metode harus ditetapkan sebelum penelitian dilakukan, sehingga penelitian dapat dilakukan dengan baik dan terarah. Untuk menunjang penelitian yang baik dan terarah maka metodologi dilakukan sebagaimana mestinya dengan mempertimbangkan hasil yang akan didapatkan.
3.2
Diagram Alir Penelitian
Rangkaian kegiatan penelitian secara garis besar dapat dilihat pada diagram alir (gambar 3.1)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
3.3
Obyek Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada sistem penyudutan sway burner di area boiler unit 1 PLTU Banten 3 Lontar. Sway Burner berfungsi sebagai pengarah laluan batubara masuk untuk optimasi pembakaran di furnace.
Gambar 3.2 Sway Burner 3.4
Pengaruh Burner Pada Pembakaran
Pada dasarnya metode pembakaran pada PLTU terbagi 3, yaitu pembakaran lapisan tetap (fixed bed combustion), pembakaran batubara serbuk (pulverized coal combustion /PCC), dan pembakaran lapisan mengambang (fluidized bed combustion / FBC). Gambar 3 di bawah ini menampilkan jenis – jenis boiler yang digunakan untuk masing – masing metode pembakaran.
Gambar 3.3. Tipikal boiler berdasarkan metode pembakaran
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
(Sumber: Idemitsu Kosan Co., Ltd) Pembakaran Batubara Serbuk (Pulverized Coal Combustion/PCC) Saat ini, kebanyakan PLTU terutama yang berkapasitas besar masih menggunakan metode PCC pada pembakaran bahan bakarnya. Hal ini karena sistem PCC merupakan teknologi yang sudah terbukti dan memiliki tingkat kehandalan yang tinggi. Upaya perbaikan kinerja PLTU ini terutama dilakukan dengan meningkatkan suhu dan tekanan dari uap yang dihasilkan selama proses pembakaran. Perkembangannya dimulai dari sub critical steam, kemudian super critical steam, serta ultra super critical steam (USC). Sebagai contoh PLTU yang menggunakan teknologi SCS adalah pembangkit no. 1,2 dan 3 milik Indonesia Power di desa Lontar, Tangerang, yang boilernya masing – masing berkapasitas 315 MW buatan Dongfang. Tekanan uap yang dihasilkan adalah sebesar 17.4 MPa dan suhunya mencapai 541℃. Perkembangan kondisi uap dan grafik peningkatan efisiensi pembangkitan pada PCC ditunjukkan pada gambar 3.4 di bawah ini.
Gambar 3.4. Perkembangan kondisi uap PLTU (Sumber: Clean Coal Technologies in Japan, 2005) Pada PCC, batubara diremuk dulu dengan menggunakan coal pulverizer (coal mill) sampai berukuran 200 mesh (diameter 74μm), kemudian bersama – sama dengan udara pembakaran disemprotkan ke boiler untuk dibakar. Pembakaran metode ini sensitif terhadap kualitas batubara yang digunakan, terutama sifat ketergerusan (grindability), sifat slagging, sifat fauling, dan kadar air (moisture content). Batubara yang disukai untuk boiler PCC adalah yang memiliki sifat ketergerusan dengan HGI
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
(Hardgrove Grindability Index) di atas 40 dan kadar air kurang dari 30%, serta rasio bahan bakar (fuel ratio) kurang dari 2. Pembakaran dengan metode PCC ini akan menghasilkan abu yang terdiri diri dari clinker ash sebanyak 15% dan sisanya berupa fly ash.
Gambar 3.5. PCC Boiler (Sumber: Idemitsu Kosan Co., Ltd) Ketika dilakukan pembakaran, senyawa Nitrogen yang ada di dalam batubara akan beroksidasi membentuk NOx yang disebut dengan fuel NOx, sedangkan Nitrogen pada udara pembakaran akan mengalami oksidasi suhu tinggi membentuk NOx pula yang disebut dengan thermal NOx. Pada total emisi NOx dalam gas buang, kandungan fuel NOx mencapai 80 – 90%. Untuk mengatasi NOx ini, dilakukan tindakan denitrasi (de-NOx) di boiler saat proses pembakaran berlangsung, dengan memanfaatkan sifat reduksi NOx dalam batubara.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
Gambar 3.6. Proses denitrasi pada boiler PCC (Sumber: Coal Science Handbook, 2005) Pada proses pembakaran tersebut, kecepatan injeksi campuran batubara serbuk dan udara ke dalam boiler dikurangi sehingga pengapian bahan bakar dan pembakaran juga melambat. Hal ini dapat menurunkan suhu pembakaran, yang berakibat pada menurunnya kadar thermal NOx. Selain itu, sebagaimana terlihat pada gambar 6 di atas, bahan bakar tidak semuanya dimasukkan ke zona pembakaran utama, tapi sebagian dimasukkan ke bagian di sebelah atas burner utama. NOx yang dihasilkan dari pembakara utama selanjutnya dibakar melalui 2 tingkat. Di zona reduksi yang merupakan pembakaran tingkat pertama atau disebut pula pembakaran reduksi (reducing combustion), kandungan Nitrogen dalam bahan bakar akan diubah menjadi N2. Selanjutnya, dilakukan pembakaran tingkat kedua atau pembakaran oksidasi (oxidizing combustion), berupa pembakaran sempurna di zona pembakaran sempurna. Dengan tindakan ini, NOx dalam gas buang dapat ditekan hingga mencapai 150 – 200 ppm. Sedangkan untuk desulfurisasi masih memerlukan peralatan tambahan yaitu alat desulfurisasi gas buang.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
Pada Pembakaran di PLTU Lontar pengaruh pembakaran di tingkat kedua atau pembakaran oksidasi
dapat menyebabkan temperatur
mainsteam
meningkat
sedangkan tekanannya menurun, ini dapat berakibat tidak semua batubara terbakar sempurna di dalam ruang bakar, berlawanan dengan penggunaan pembakaran tingkat 1 yang membuat tekanan naik dan temperatur mainsteam turun sehingga tidak membutuhkan banyak spray untuk menurunkan temperaturnya. 3.5
Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini dimulai dengan pengumpulan data dari laporan produksi mengenai pengoperasian pembangkit dengan pola pembakaran boiler yang telah di dokumentasikan dari data sehari-hari sesuai hasil pengamatan dan pencatatan secara langsung oleh pihak operasi pada periode tertentu terkait jumlah penggunaan bahan bakar batubara. Kemudian melakukan pengamatan/ tinjauan langsung kelapangan dengan meminta keterangan dan mewawancarai secara langsung pihak yang terkait mengenai proses kinerja boiler dan proses pengambilan data. Data yang dikumpulkan akan digunakan dalam pengolahan data, data yang dikumpulkan antara lain: a. Data pengoperasian boiler PLTU Banten Lontar b. Data nilai kalor batubara yang digunakan saat periode penelitian c. Data parameter di lapangan maupun yang masuk dalam nilai digital d. Data pergerakan sway burner di lapangan dengan pengaturan di central control room (CCR)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
32
3.6
Tahap Pengolahan Data
3.6.1
Data Konsumsi Batubara
Data konsumsi batubara dinyatakan dalam bentuk ton/jam, dan untuk mengetahui setiap nilai kalor maka pada divisi coal handling melakukan uji sampling nilai kalor batubara menurut tempat penambangannya. Untuk mengetahui jumlah batubara yang dipakai menggunakan penghitungan counter coalfeeder sebelum masuk ke pulverizer (gambar 3.7) , sehingga setiap batubara yang masuk dapat diketahui.
Gambar 3.7 Jumlah batubara masuk boiler Dengan pembacaan batubara yang masuk setiap burnernya serta tipe batubara kita dapat menghitung nilai kalor batubara yang masuk dengan rumus: q x GCV = (q1 x GCV1) + (q2 x GCV2) + (q3 x GCV3) + (q4 x GCV4) Dimana: q
= Jumlah batubara masuk boiler
GCV
= Nilai kalor batubara
q1
= Jumlah batubara Burner 1 masuk boiler
GCV1
= Nilai Kalor batubara Burner 1
http://digilib.mercubuana.ac.id/
33
3.6.2
q2
= Jumlah batubara Burner 2 masuk boiler
GCV2
= Nilai Kalor batubara Burner 2
q3
= Jumlah batubara Burner 3 masuk boiler
GCV3
= Nilai Kalor batubara Burner 3
q4
= Jumlah batubara Burner 4 masuk boiler
GCV4
= Nilai Kalor batubara Burner 4
Data Panas diserap Superheat
Data panas diserap superheat adalah data air yang masuk kedalam boiler dengan nilai tertentu setelah itu menghasilkan steam superheat sehingga sebelum masuk kedalam boiler air umpan feed water memiliki enthalpy sebelum akhirnya keluar boiler sebagai uap kering dengan enthalpy untuk memutar HP Turbin. Panas yang diserap superheat dapat dirumuskan dengan: QSH = ṁ1 x (hSH – hFW) Dimana: QSH
= Panas yang dihasilkan Superheat
ṁ1
= Flow Feed water
hSH
= Enthalpy Superheat
hFW = Enthalpy Feed water
http://digilib.mercubuana.ac.id/
34
Gambar 3.8 Data panas diserap Superheat Dari data diatas maka enthalpy dapat diketahui menggunakan steam table. 3.6.3 Data Panas diserap Spray Superheat Data panas diserap spray superheat adalah data dimana panas yang masuk kedalam spray superheat yang bergabung dengan uap superheat dapat diketahui sehingga batubara diserap spray ini termasuk energi yang harus diperhitungkan. Panas yang diserap spray superheat dapat dirumuskan dengan: QSSH = ṁ2 x (hSH – hSSH) Dimana: QSSH = Panas yang dihasilkan Spray Superheat ṁ2
= Flow Spray Superheat
hSH
= Enthalpy Superheat
hSSH = Enthalpy spray Superheat
http://digilib.mercubuana.ac.id/
35
Gambar 3.9 Data panas diserap Spray Superheat Dari data diatas maka enthalpy dapat diketahui menggunakan steam table. 3.6.4 Data Panas yang diserap Reheat Data panas yang diserap reheat adalah data panas yang masuk ke uap reheat karena sebelumnya uap reheat telah memutar HP Turbin setelah itu dipanaskan kembali di boiler untuk memutar IP Turbin maupun LP Turbin. Pada HP Turbin terdapat extraction 1 dan extraction 2 yang berfungsi sebagai pemanas/Heater untuk memanaskan air penambah/feed water sebelum masuk boiler. Panas yang diserap reheat dapat dirumuskan dengan: QRH = ṁ3 x (hHRH – hCRH) Dimana: QRH ṁ3
= Panas yang dihasilkan reheat = Flow Reheat
hHRH = Enthalpy Hot Reheat hCRH = Enthalpy Cold Reheat
http://digilib.mercubuana.ac.id/
36
Gambar 3.10 Data Hot Reheat
Gambar 3.11 Data Cold Reheat
http://digilib.mercubuana.ac.id/
37
Dari data diatas maka enthalpy dapat diketahui menggunakan steam table. Untuk mengetahui flow reheat kita dapat menggunakan rumus berikut: ṁ3 = ṁ1 + ṁ2 - ṁex1 - ṁex2 Dimana: ṁ3
= Flow Reheat
ṁ1
= Flow Feed Water
ṁ2
= Flow Spray Superheat
ṁex1 = Flow extraction 1 ṁex2 = Flow extraction 2 Untuk mengetahui flow extraction 1 dan 2 kita dapat menggunakan rumus penyerapan panas dibawah: Qin = Qout ṁFW (hout heater – hin heater) = ṁex (hin extraction – hout extraction) maka ṁex = ṁFW (hout heater – hin heater) / (hin extraction – hout extraction) Dari rumus diatas maka diasumsikan tidak ada losses pada extraction yang masuk ke heater karena losses sangat kecil. Losses kecil karena setiap tube-tube pada pembangkit telah ditutup oleh isolasi sehingga panas yang keluar tube sangat kecil.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
38
Gambar 3.12 Data Inlet outlet heater 1 & 2
Gambar 3.13 Data Inlet extraction
http://digilib.mercubuana.ac.id/
39
Gambar 3.14 Data outlet extraction 3.6.5
Data Panas diserap Spray Reheat
Data panas diserap spray reheat adalah data dimana panas yang masuk kedalam spray reheat yang bergabung dengan uap reheat dapat diketahui sehingga batubara diserap spray ini termasuk energy yang harus diperhitungkan. Panas yang diserap spray reheat dapat dirumuskan dengan: QSRH = ṁ4 x (hRH – hSRH) Dimana: QSRH = Panas yang dihasilkan Spray Reheat ṁ4
= Flow Spray Reheat
hRH = Enthalpy Reheat hSRH = Enthalpy spray Reheat
http://digilib.mercubuana.ac.id/
40
Gambar 3.15 Data panas diserap Spray Reheat Dari data diatas maka enthalpy dapat diketahui menggunakan steam table. 3.7
Tahap Analisis Efisiensi
Permasalahan yang menyebabkan tidak tercapainya efisiensi energi adalah kurangnya analisis dan penerapan pada pengoperasian boiler. Untuk itu penulis melakukan analisis mengenai cara pengoperasian yang dapat meningkatkan efisiensi dengan pengubahan sudut sway burner, sehingga pengoperasian ini dapat dilakukan serta menambah produksi listrik, dalam hal ini dapat mengoptimalkan boiler PLTU Banten Lontar. Dalam rumus di sub bab 2.13 telah tercantum bagaimana cara menghitung efisiensi secara langsung sebagai pembanding. Kemungkinan efisiensi dalam hal ini adalah batubara yang terbakar sempurna. Oleh karena itu cara perhitungan secara langsung adalah sebagai berikut.
Efisiensi Boiler ( ) =
x 100%
http://digilib.mercubuana.ac.id/
41
Karena Boiler PLTU Lontar menggunakan uap superheat, reheat, spray superheat, dan spray reheat maka rumusnya menjadi. Efisiensi Boiler ( ) =
Efisiensi Boiler ( ) =
x 100%
x 100%
Dengan perhitungan diatas maka efisiensi direct methods dapat dilakukan di PLTU Banten Lontar agar menjadi pembanding berapa efisiensi setiap sudut-sudut yang telah ditentukan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/