18
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pada Proses penelitian, pembuatan sampel dan pengujian/karakterisasi dilakukan di PSTBM (Pusat Sains dan Teknologi Bahan Maju) Badan Tenaga Nuklir Nasional Serpong, Tanggerang Selatan Banten. Proses penelitian ini, dari pembuatan sampel, pengujian sampel dan pengolahan data. Data hasil pengujian dilakukan pada bulan Februari sampai dengan bulan Mei 2017.
3.2 Alat dan Bahan Alat yang diperlukan dalam penelitian ini adalah: 1.
Neraca digital BOSCH SAE 200.
2.
Spatula.
3.
Kertas Timbang.
4.
Plastik clipt.
5.
Kertas Label.
6.
Tissue.
7.
High Energy Milling (HEM) PW 700i Mixer Mill.
8.
Vial dan bola milling.
9.
Alat Pembersih Ultrasonik cleaner merk branson tipe 1510.
10. Hair dryer. 11. Beaker Glass sebanyak 1 buah. 12. Alat kompaksi merek Carver yang digunakan untuk proses kompaksi. 13. Cetakan Kompaksi. 14. Mesin Amplas Grider Polisher. 15. Alat sintering Arc Plasma Sintering. 16. Kacamata. 17. Mikroskop Optik. 18. SEM (Scanning Electron Microscope) Merk Jeol SM-6510LA. 19. Hardness Tester.
Universitas Sumatera Utara
19
20. XRD (X-Ray Diffraction) PHILLIPS Panalytical Empyrean PW1710
Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah: 1.
Serbuk Fe, serbuk besi dproduksi oleh sigma Aldrich, memiliki ukuran 325 mesh dengan kemurnian > 99%. Serbuk Fe digunakan pada proses pemaduan mekanik.
2.
Serbuk Cr, serbuk Chromium diproduksi oleh sigma Aldrich, memiliki ukuran 325 mesh dengan kemurnian > 99%. Serbuk Cr digunakan pada proses pemaduan mekanik .
3.
Serbuk ZrO2, serbuk Chromium diproduksi oleh sigma Aldrich, memiliki ukuran 325 mesh dengan kemurnian > 99%.
4.
Nital 3%
5.
Alkohol
Universitas Sumatera Utara
20
3.3 Diagram Alir Mulai Penentuan Komposisi Unsur dalam Sampel Fe-15Cr1/2ZrO2 ; Fe-20Cr-1/2ZrO2 ; Fe-25Cr-1/2ZrO2
Penimbangan Sampel
Milling selama 3 jam
Milling selama 5 jam
Milling selama 7 jam
Kompaksi 20 ton Sintering Dengan APS, T = 900°C
Padatan FeCrZrO2 Polishing Etsa Tidak Etsa sudah baik?
Ya Karakterisasi Struktur Mikro dengan Mikroskop Optik dan SEM
Karakterisasi XRD (Fasa)
Karakterisasi Hardness Vickers (Uji Kekerasan)
Analisis
Laporan
Selesai
Gambar 13. Diagram Alir Penelitian
Universitas Sumatera Utara
21
3.4 Prosedur Penelitian 3.4.1 Komposisi Bahan Bahan yang digunakan adalah Fe, Cr dan ZrO2. Bahan dibuat 3 variasi sampel dengan jumlah dan komposisi sebagai berikut: - Sampel I dengan komposisi 84,5%Fe-15%Cr-0.5% ZrO2 dengan jumlah 4 buah. - Sampel II dengan komposisi 79,5%Fe-20%Cr-0.5% ZrO2 dengan jumlah 4 buah. - Sampel III dengan komposisi 74,5%Fe-25%Cr-0.5%ZrO2 dengan jumlah 4 buah. dengan berat total masing-masing sampel 20 gram. sehingga bahan timbangan: - sampel I : Fe 16,9 gr, Cr 3 gr, dan ZrO2 0,1 gr - sampel II : Fe 15,9 gr, Cr 4 gr, dan ZrO2 0,1 gr - sampel III : Fe 14,9 gr, Cr 5 gr dan ZrO2 0,1 gr Kemudian ambil bola milling yang berukuran kecil sebanyak 20 buah yang memliki berat 2,1046 gram per buah. Total dari berat bola kecil sebanyak ± 42,0819 gram. Lalu bola milling dibersihkan dengan menggunakan alkohol yang dijadikan satu dalam beaker glass beserta vial dan dimasukkan kedalam Alat pembersih Ultrasonic cleaner merk Branson tipe 1510 untuk dibersihkan selama 10 menit, setelah itu bola milling dan vial dikeringkan menggunakan hair dryer, sehingga bola milling dan vial dapat digunakan untuk proses milling bersama paduan besi, chromium dan zirconium. Bubuk paduan besi, chromium dan zirconium beserta bola milling dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 14. (a) serbuk zirkonium, (b) serbuk besi, (c) serbuk chromium, (d) bola milling
Universitas Sumatera Utara
22
3.4.2 Proses Milling dengan HEM Milling dilakukan menggunakan High Energy Milling PW 700i Mixer Mill. Milling bertujuan untuk mendapatkan serbuk paduan dalam ukuran kecil. Sebelum proses milling yang harus dilakukan pertama adalah bola milling dimasukkan kedalam vial dan diberi serbuk fe, chrom, dan zirconium sebanyak 20 gram. Kemudian ambil bola milling yang berukuran kecil sebanyak 20 buah yang memliki berat 2,1046 gram per buah. Total dari berat bola kecil sebanyak ± 42,0819 gram. Perbandingan antara serbuk dan bola milling yaitu 1 : 2. Sampel serbuk yang telah tercampur di dalam vial berlangsung selama 3 jam, 5 jam dan 7 jam dengan kecepatan 1000 rpm dengan running alat 30 menit. Proses milling tersebut dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Proses Milling Selama 3 jam a. Masukkan kedalam vial serbuk fe, chrom dan zirconium sebanyak 20 gram beserta bola milling. b. Setelah serbuk dan bola milling dimasukkan ke dalam vial lalu dipasang ke HEM dengan menggunakan kunci inggris hingga kuat. c. Kemudian HEM dihidupkan dengan menekan tombol hijau atau on dan HEM akan bergerak selama 30 menit sampai HEM mati sendiri selama 3 jam. d. Setelah selesai ambil vial yang terpasang di HEM dengan menggunakan kunci inggris, lalu buka vial dan ambil bubuk kemudian ditimbang menjadi 4 bagian bubuk yang sudah di milling (dapat dilihat pada gambar 15).
Gambar 15. Proses Milling Sampel Baja Oxide Dispersion Strengthened
Universitas Sumatera Utara
23
2. Proses Milling Selama 5 jam a. Masukkan kedalam vial serbuk fe, chrom dan zirconium sebanyak 20 gram beserta bola milling. b. Setelah serbuk dan bola milling dimasukkan ke dalam vial lalu dipasang ke HEM dengan menggunakan kunci inggris hingga kuat. c. Kemudian HEM dihidupkan dengan menekan tombol hijau atau on dan HEM akan bergerak selama 30 menit sampai HEM mati sendiri selama 5 jam. d. Setelah selesai ambil vial yang terpasang di HEM dengan menggunakan kunci inggris, lalu buka vial dan ambil bubuk kemudian ditimbang menjadi 4 bagian bubuk yang sudah di milling (dapat dilihat pada gambar 15).
3. Proses Milling Selama 7 jam a. Masukkan kedalam vial serbuk fe, chrom dan zirconium sebanyak 20 gram beserta bola milling. b. Setelah serbuk dan bola milling dimasukkan ke dalam vial lalu dipasang ke HEM dengan menggunakan kunci inggris hingga kuat. c. Kemudian HEM dihidupkan dengan menekan tombol hijau atau on dan HEM akan bergerak selama 30 menit sampai HEM mati sendiri selama 7 jam. d. Setelah selesai ambil vial yang terpasang di HEM dengan menggunakan kunci inggris, lalu buka vial dan ambil bubuk kemudian ditimbang menjadi 4 bagian bubuk yang sudah di milling (Lihat gambar 15)
3.4.3 Proses Kompaksi Proses kompaksi atau pemadatan merupakan salah satu cara untuk memadatkan serbuk menjadi bentuk yang diinginkan. Penekanan terhadap serbuk dilakukan agar serbuk dapat menempel satu dengan yang lainnya sebelum ditingkatkan ikatannya dengan proses sintering. Sampel serbuk yang telah di timbang, selanjutnya dibuat padatan atau pellet menggunakan Alat kompaksi merek Carver. Dengan berat masing-masing 5 gram, sampel dikompaksi dengan mesin press dengan beban tekan 20 ton menggunakan dais dan waktu tekan selama 1 menit
Universitas Sumatera Utara
24
untuk menghasilkan bahan berbentuk koin dengan diameter 15 mm. Masing-masing sampel yang telah dikompaksi diberi label Sampel I, II, III, IV, dan V.
Gambar 16. Proses Kompaksi Baja Oxide Dispersion Strengthened
3.4.4 Proses Sintering dengan Arc Plasma Sinterring Proses sintering merupakan perlakuan sampel pada temperatur tinggi ± 900°C. Proses sintering juga dapat diartikan sebagai pengikatan massa partikel pada serbuk oleh interaksi antar molekul atau atom melalui perlakuan panas dengan suhu sintering mendekati titik leburnya sehingga terjadi pemadatan. Melalui proses sintering ini terjadi proses perubahan struktur mikro seperti pengurangan jumlah dan ukuran pori, pertumbuhan butir serta peningkatan densitas. Faktor-faktor yang menetukan proses dan mekanisme sintering adalah jenis bahan dan ukuran partikel. Sintering yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan metode Arc Plasma Sintering yaitu sampel pelet disintering menggunakan gas argon selama 2 menit dengan suhu ± 900°c, dengan tegangan 220 V AC inverter ke 12 V DC dengan Arus 40 A. Prinsip kerja dari alat sintering ini yaitu sampel diletakkan diatas piringan yang terbuat dari tembaga, kemudian gas argon ditembakkan diatas permukaan sampel. Gas argon ini berfungsi untuk memproteksi adanya oksidasi pada sampel.
Universitas Sumatera Utara
25
Gambar 17. Proses Sintering Baja Oxide Dispersion Strengthened
3.4.5 Proses Polishing Sampel yang telah disinter, diamplas menggunakan Grider polisher menggunakan kertas amplas hingga tingkat kekasaran 5000, kemudian sampel diamplas menggunakan pasta autosol dan alumina (APD Suspension) untuk memperoleh permukaan sampel yang halus dan bersih.
Gambar 18. Mesin Amplas Grider Polisher
3.4.6 Proses Etsa Padatan FeCrZrO2 dietsa dengan cairan nital 3%, yaitu cairan etsa 3 ml asam nitrat (HNO3) dan 97 ml methyl alkohol dalam waktu 10-30 detik. Tujuan dilakukannya etsa yaitu untuk mengetahui bentuk partikel dan batas butir pada padatan FeCrZrO2.
Universitas Sumatera Utara
26
Gambar 19. Cairan Nital 3%
3.5 Karakterisasi Sampel 3.5.1 SEM (Scanning Electron Microscope) Pengujian sampel menggunakan perangkat Scanning Electron Microscope (SEM) JEOL JSM-650 LA dengan percepatan energi sebesar 20 keV yang dilengkapi dengan detektor dispersi energi Energy-Dispersive Spectrometry (EDX) untuk mengidentifikasi komposisi unsur dan melihat sebaran unsur-unsur paduan. Sampel ditempatkan pada hand blower. Banyaknya sampel yang dapat dianalisa maksimum adalah empat sampel. Kemudian sampel diberi tanda agar pada saat dilihat pada layar monitor sampel tidak tertukar dan mempermudah ketika melakukan pengamatan. Pengambilan gambar dilakukan dengan perbesaran 500x, 1000x, 2000x, dan 3500x pada permukaan sisi kiri, kanan, dan tengah sampel. 3.5.2 Mikroskop Optik Karakterisasi sampel menggunakan Mikroskop Optik Olympus. Pengamatan morfologi padatan FeCrZO2 setelah dietsa menggunakan larutan Nital 3% dilakukan menggunakan perangkat Mikroskop Optik masing-masing dengan perbesaran 200x, 500x, dan 1000x, pada permukaan sisi kiri, kanan, dan tengah sampel. Hal ini dilakukan untuk melihat struktur permukaan baja ODS dalam skala mikro di laboratorium Optik
Gedung 71 BATAN Serpong, Tanggerang Selatan. 3.5.3 XRD Karakterisasi X-Ray Diffraction (XRD) dilakukan di PSTBM BATAN. Alat yang diguanakan yaitu PANanalytical Philips EMPYREAN. Karakterisasi ini bertujuan
untuk
mengetahui
struktur
kristal
yang
terbentuk
dan
untuk
mengidentifikasi fasa yang terbentuk pada paduan. Pengukuran pola difraksi
Universitas Sumatera Utara
27
dilakukan
menggunakan
difraktometer
sinar-X
(PANanalytical
Philips
EMPYREAN) dengan sumber radiasi berupa Cu-Kα yang mempunyai panjang gelombang λ = 1,54056 Å. Sampel berupa pelet (koin) diletakkan pada tempat pengujiannya yang kemudian siap diuji coba sebagai sampel uji pada mesin XRD. 3.5.4 Hardness Vickers Pengujian kekerasan dilakukan menggunakan Micro Hardness Vickers di laboratorium Mekanik Gedung 71. Pada pengujian ini diambil 5 titik pada permukaan sampel yaitu kiri, tengah, kanan, atas dan bawah dengan beban kristal sebesar 200 gram dan perbesaran lensa 40 dengan lama waktu penekanan 10 detik.
Universitas Sumatera Utara
28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengujian Struktur Mikro Menggunakan Mikroskop Optik 4.1.1 Sebelum disintering b
a
c
Gambar 20. Hasil Mikroskop Optik pada Sampel FeCrZrO 2 dengan variasi komposisi Cr dengan Perbesaran 500x: (a). 15Cr, (b). 20Cr, (c). 25Cr Pada gambar 20, menunjukkan morfologi dari paduan FeCrZrO2 dimana unsur fe berwana abu-abu, chrom berwarna hijau pekat, dan zirkonia berwarna putih berdasarkan hasil uji struktur mikro paduan baja ODS dengan komposisi 12Cr yang sudah dilakukan sebelumnya. Sebelum disinter, morfologi dari sampel berbentuk seperti agregat-agregat yang tidak beraturan serta masih dapat dilihat perbedaan setiap unsurnya dan belum terbentuk paduan (Bandriyana, 2016).
Universitas Sumatera Utara
29
4.1.2 Setelah disintering a
b
c
Gambar 21. Hasil Mikroskop Optik pada Sampel FeCrZrO2 di milling selama 3 jam dengan variasi Chrom dengan Perbesaran 500x: (a). 15%Cr , (b). 20%Cr, (c). 25%Cr Pada gambar 21, menunjukkan morfologi dari paduan FeCrZrO2 dimana butiran-butiran putih semakin banyak ketika persentase chromnya dinaikkan. Jika dilihat pada struktur mikro, indikasi fasa ferit dapat terlihat (warna putih) pada Gambar 21 (Babakr, 2008).
Universitas Sumatera Utara
30
b
a
c
Gambar 22. Hasil Mikroskop Optik pada Sampel Fe20CrZrO2 dengan variasi milling dengan Perbesaran 500x: (a). 3 jam, (b). 5 jam, (c). 7 jam Pada gambar 22. menunjukkan morfologi dari sampel paduan FeCrZrO 2 dengan variasi milling 3 jam, 5 jam, 7 jam yang berbentuk seperti agregat-agregat dengan bentuk tidak beraturan. Semakin lama waktu milling butirannya semakin halus. Dapat disimpulkan, mikrostruktur paduan FeCrZrO2 sebelum disintering masih terlihat perbedaan antara butiran Fe, Cr dan ZrO 2. Sedangkan paduan FeCrZrO2 setelah disintering butiran-butiran antara Fe, Cr dan ZrO2 semakin rapat. Komposisi Cr mempengaruhi banyaknya sebaran kromium pada paduan (terbentuknya fasa ferit). Semakin besar persentase kromnya maka semakin banyak butiran-butiran putih pada morfologi sampel. Semakin lama waktu milling maka akan memperkecil dan memperhalus ukuran butiran pada morfologi sampel. Sampel dengan waktu milling lebih lama memiliki homogenitas partikel Fe dan Cr yang lebih tinggi, yang menyebabkan homogenitas paduan ini didukung oleh mapping pada EDS.
Universitas Sumatera Utara
31
4.2 Hasil Pengujian SEM-EDX b
a
Gambar 23. Analisis SEM-EDS pelet hasil sintering (a) Fotomikro SEM dengan perbesaran 2000 kali untuk seluruh area, (b) Pola spectrum EDS untuk seluruh area Tabel 1. Analisis Data EDS pelet hasil sintering Fe15Cr0.5ZrO2 milling 3 jam Elemen
Komposisi awal
Area Keseluruhan
Posisi 1
Posisi 2
(mass%)
(mass%)
(mass%)
(mass%)
Fe
84.5%
75.79
72.70
80.96
Cr
15%
12.81
14.80
12.55
Zr
0.5%
0.80
0.16
0.82
O
0
2.18
2.24
0
C
0
1.11
1.37
0
F
0
1.04
1.62
2.10
Cu
0
7.06
5.14
4.39
Hasil analisis SEM pelet hasil sintering ditunjukkan pada gambar 4.4 (a) untuk keseluruhan area. Secara umum, pelet hasil sintering menunjukkan beberapa morfologi yang kemudian dianalisis menggunakan EDS seperti ditunjukkan pada Gambar 23 (a) untuk keseluruhan area dan Tabel 1 untuk analisis detil setiap elemen pada setiap posisi. Hasil analisis menunjukkan bahwa pelet hasil sintering ada bagian butiran yang di dominasi oleh paduan FeCr mendekati komposisi awal (posisi 2). Hal ini menunjukkan selama proses pemaduan mekanik maupun sintering ada sebagian besi dan kromium berpadu secara merata. Diprediksi bahwa telah terjadi proses
Universitas Sumatera Utara
32
pengisian sebagian atom kromium pada atom besi yang disebut mekanisme solid solution yang terjadi ketika proses milling (A.K. Rivai, 2016). b a
Gambar 24. Analisis SEM-EDS pelet hasil sintering (a) Fotomikro SEM dengan perbesaran 2000 kali untuk seluruh area, (b) Pola spectrum EDS untuk seluruh area Tabel 2. Analisis Data EDS pelet hasil sintering Fe20Cr0.5ZrO2 milling 3 jam Elemen
Komposisi awal
Area Keseluruhan
Posisi 1
Posisi 2
(mass%)
(mass%)
(mass%)
(mass%)
Fe
79.5%
74.36
81.10
74.85
Cr
20%
20.47
9.27
21.16
Zr
0.5%
0
0.16
0.15
O
0
3.05
1.90
0.91
C
0
2.12
3.06
1.77
Hasil analisis SEM pelet hasil sintering ditunjukkan pada gambar 4.5 (a) untuk keseluruhan area. Secara umum, pelet hasil sintering menunjukkan beberapa morfologi yang kemudian dianalisis menggunakan EDS seperti ditunjukkan pada Gambar 24 (a) untuk keseluruhan area dan Tabel 2 untuk analisis detil setiap elemen pada setiap posisi. Hasil analisis menunjukkan bahwa pelet hasil sintering ada bagian butiran yang di dominasi oleh paduan FeCr mendekati komposisi awal (posisi 1) maupun paduan FeCr dengan Cr yang tinggi diatas komposisi awal (posisi 2). Hal ini menunjukkan selama proses pemaduan mekanik maupun sintering ada sebagian besi dan kromium berpadu secara merata namun ada sebagian kromium yang mengisi lebih banyak pada paduan. Diprediksi bahwa telah terjadi proses pengisian sebagian
Universitas Sumatera Utara
33
atom kromium pada atom besi yang disebut mekanisme solid solution yang terjadi ketika proses milling. a
b
Gambar 25. Analisis SEM-EDS pelet hasil sintering (a) Fotomikro SEM dengan perbesaran 2000 kali untuk seluruh area, (b) Pola spectrum EDS untuk seluruh area Tabel 3 Analisis Data EDS pelet hasil sintering Fe25Cr0.5ZrO2 milling 3 jam Elemen
Komposisi awal
Area Keseluruhan
Posisi 1
Posisi 2
(mass%)
(mass%)
(mass%)
(mass%)
Fe
74.5%
67.03
70.08
81.59
Cr
25%
20.89
20.71
17.39
Zr
0.5%
0.61
1.73
0
O
0
5.33
5.33
0
C
0
1.67
2.15
1.02
F
0
2.02
0
0
Cu
0
2.45
0
0
Hasil analisis SEM pelet hasil sintering ditunjukkan pada gambar 4.6 (a) untuk keseluruhan area. Secara umum, pelet hasil sintering menunjukkan beberapa morfologi yang kemudian dianalisis menggunakan EDS seperti ditunjukkan pada Gambar 25 (a) untuk keseluruhan area dan Tabel 3 untuk analisis detil setiap elemen pada setiap posisi. Hasil analisis menunjukkan bahwa pelet hasil sintering ada bagian butiran yang di dominasi oleh paduan FeCr mendekati komposisi awal (posisi 2). Hal ini menunjukkan selama proses pemaduan mekanik maupun sintering ada sebagian besi dan kromium berpadu secara merata.
Universitas Sumatera Utara
34
b
a
Gambar 26. Analisis SEM-EDS pelet hasil sintering milling 5 jam (a) Fotomikro SEM dengan perbesaran 2000 x untuk seluruh area, (b) Pola spectrum EDS untuk seluruh area Tabel 4 Analisis Data EDS pelet hasil sintering Fe20Cr0.5ZrO2 milling 5 jam Elemen
Komposisi awal
Area Keseluruhan
Posisi 1
Posisi 2
(mass%)
(mass%)
(mass%)
(mass%)
Fe
79.5%
72.11
67.75
79.62
Cr
20%
19.96
21.26
18.66
Zr
0.5%
0.75
0.30
0.64
O
0
3.25
6.90
0
C
0
1.03
1.28
1.08
F
0
2.89
0
0
Al
0
0
2.52
0
Hasil analisis SEM pelet hasil sintering ditunjukkan pada gambar 4.7 (a) untuk keseluruhan area. Secara umum, pelet hasil sintering menunjukkan beberapa morfologi yang kemudian dianalisis menggunakan EDS seperti ditunjukkan pada Gambar 26 (a) untuk keseluruhan area dan Tabel 4 untuk analisis detil setiap elemen pada setiap posisi. Hasil analisis menunjukkan bahwa pelet hasil sintering ada bagian butiran yang di dominasi oleh paduan FeCr mendekati komposisi awal (posisi 2) maupun paduan FeCr dengan Cr yang tinggi diatas komposisi awal (posisi 1). Hal ini menunjukkan selama proses pemaduan mekanik maupun sintering ada sebagian besi dan kromium berpadu secara merata namun ada sebagian kromium yang mengisi
Universitas Sumatera Utara
35
lebih banyak pada paduan. Diprediksi bahwa telah terjadi proses pengisian sebagian atom kromium pada atom besi yang disebut mekanisme solid solution yang terjadi ketika proses milling. b
a
Gambar 27. Analisis SEM-EDS pelet hasil sintering milling 7 jam (a) Fotomikro SEM dengan perbesaran 2000 x untuk seluruh area, (b) Pola spectrum EDS untuk seluruh area Tabel 5 Analisis Data EDS pelet hasil sintering Fe20Cr0.5ZrO2 milling 7 jam Elemen
Komposisi awal
Area Keseluruhan
Posisi 1
Posisi 2
(mass%)
(mass%)
(mass%)
(mass%)
Fe
79.5%
76.04
81.73
82.19
Cr
20%
19.54
16.57
16.30
Zr
0.5%
0.61
0
0
O
0
0
0
0
C
0
1.11
1.70
1.51
F
0
2.70
0
0
Hasil analisis SEM pelet hasil sintering ditunjukkan pada gambar 4.8 (a) untuk keseluruhan area. Secara umum, pelet hasil sintering menunjukkan beberapa morfologi yang kemudian dianalisis menggunakan EDS seperti ditunjukkan pada Gambar 27 (a) untuk keseluruhan area dan Tabel 5 untuk analisis detil setiap elemen pada setiap posisi. Hasil analisis menunjukkan bahwa pelet hasil sintering ada bagian butiran yang di dominasi oleh paduan FeCr mendekati komposisi awal (posisi 1 dan 2). Hal ini menunjukkan selama proses pemaduan mekanik maupun sintering ada sebagian besi dan kromium berpadu secara merata.
Universitas Sumatera Utara
36
Berikut ini, persebaran warna-warna unsur paduan pada permukaan sampel, terlihat bahwa secara kualitatif tampak ketersebaran serbuk semakin merata seiring dengan penambahan waktu milling. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan persebaran warna unsur-unsur Fe, Cr, Zr, dan O pada hasil mapping SEM-EDS pada gambar. a
b
c
d
e
Gambar 28. Distribusi unsur-unsur Fe15Cr0.5ZrO2 dengan waktu milling 3 jam Pada gambar diatas untuk sampel Fe15Cr0.5ZrO2 dengan waktu milling 3 jam, terlihat persebaran warna-warna pada permukaan sampel. Pada gambar b unsur Fe ditandai oleh warna merah muda, merah, orange, kuning, hijau, biru muda, biru tua, dan hitam. Pada gambar c unsur Cr ditandai oleh warna merah, hijau, biru dan
Universitas Sumatera Utara
37
hitam. Pada gambar d unsur Zr ditandai oleh warna hijau dan hitam. Pada gambar e unsur O ditandai oleh warna merah, hijau, biru dan hitam. a
b
c
d
e
Gambar 29. Distribusi unsur-unsur Fe20Cr0.5ZrO2 dengan waktu milling 3 jam Pada gambar diatas untuk Fe20Cr0.5ZrO2 dengan waktu milling 3 jam, terlihat persebaran warna-warna pada permukaan sampel. Pada gambar b unsur Fe ditandai oleh warna merah muda, merah, orange, hijau, biru muda, biru tua, dan hitam. Pada gambar c unsur Cr ditandai oleh warna merah, hijau, biru dan hitam. Pada gambar c terdapat persebaran unsur kromium belum merata ditandai dengan masih terlihatnya rongga pada permukaan sampel. Pada gambar d unsur Zr ditandai oleh warna hijau dan hitam. Pada gambar e unsur O ditandai oleh warna merah, hijau, biru dan hitam. Pada gambar e terdapat persebaran unsur oksigen yang belum merata ditandai dengan masih terlihatnya rongga pada permukaan sampel.
Universitas Sumatera Utara
38
a. Fe25Cr0.5ZrO2 dengan waktu milling 3 jam a
b
c
d
e
Gambar 30. Distribusi unsur-unsur Fe25Cr0.5ZrO2 dengan waktu milling 3 jam Pada gambar diatas untuk Fe25Cr0.5ZrO2 dengan waktu milling 3 jam, terlihat persebaran warna-warna pada permukaan sampel. Pada gambar b unsur Fe ditandai oleh warna merah muda, merah, orange, kuning, hijau, biru muda, biru tua, dan hitam. Pada gambar c unsur Cr ditandai oleh warna merah muda, merah, hijau, biru tua dan hitam. Pada gambar c terdapat persebaran unsur kromium belum merata ditandai dengan masih terlihatnya rongga pada permukaan sampel. Pada gambar d unsur Zr ditandai oleh warna hijau dan hitam. Pada gambar e unsur O ditandai oleh warna merah, hijau, dan hitam. Pada gambar e terdapat persebaran unsur oksigen yang belum merata ditandai dengan masih terlihatnya rongga pada permukaan sampel.
Universitas Sumatera Utara
39
b
a
c
d
e
Gambar 31. Distribusi unsur-unsur Fe20Cr0.5ZrO2 dengan waktu milling 5 jam Pada gambar diatas untuk Fe20Cr0.5ZrO2 dengan waktu milling 5 jam, terlihat persebaran warna-warna pada permukaan sampel. Pada gambar b unsur Fe ditandai oleh warna merah muda, merah, orange, kuning, hijau, biru muda, biru tua, dan hitam. Pada gambar c unsur Cr ditandai oleh warna merah muda, merah, hijau, biru tua dan hitam. Pada gambar c terdapat persebaran unsur kromium belum merata ditandai dengan masih terlihatnya rongga pada permukaan sampel. Pada gambar d unsur Zr ditandai oleh warna hijau dan hitam. Pada gambar e unsur O ditandai oleh warna merah, hijau, dan hitam.
Universitas Sumatera Utara
40
a
b
c
d
e
Gambar 32. Distribusi unsur-unsur Fe20Cr0.5ZrO2 dengan waktu milling 7 jam Pada gambar diatas untuk Fe20Cr0.5ZrO2 dengan waktu milling 7 jam, terlihat persebaran warna-warna pada permukaan sampel. Pada gambar b unsur Fe ditandai oleh warna merah muda, merah, orange, kuning, hijau, biru muda, biru tua, dan hitam. Pada gambar c unsur Cr ditandai oleh warna merah muda, merah, hijau, biru tua dan hitam. Pada gambar d unsur Zr ditandai oleh warna hijau dan hitam. Pada gambar e unsur O ditandai oleh warna merah, hijau, dan hitam.
Universitas Sumatera Utara
41
4.3 Hasil Pengujian XRD
Gambar 33. Hasil Uji XRD pelet: a). Fe15Cr0.5ZrO2- 3jam, b). Fe20Cr0.5ZrO2 3jam, c). Fe25Cr0.5ZrO2- 3jam Dalam penelitian ini, analisis lebih detail dari pola difraksi ini menunjukkan bahwa pelet Fe20Cr0.5ZrO2 dengan variasi waktu milling 3 jam, 5 jam dan 7 jam secara umum telah teridentifikasi fasa FeCr. Keterangan ini diperoleh dari analisis hasil difraksi sinar X dengan menggunakan Program Match 3 dan di Refinement menggunakan software Fullprof berdasarkan data Crystallography Open Data Base no. 96-152-4270 (a=b=c=2.8720 Å) untuk bcc-FeCr dengan Space group I m -3 m (229) untuk 15%Cr. No. 96-152-4270 (a=b=c=2.8720 Å) untuk bcc-FeCr dengan Space group I m -3 m (229) untuk 20%Cr dan No. 96-152-4270 (a=b=c=2.8720 Å) untuk bcc-FeCr, no. 96-901-3475 (a=b=c=2.8780 Å) untuk bcc-Fe dengan Space group I m -3 m (229) untuk 25%Cr. Hal ini menunjukkan secara umum baja ODS didominasi oleh fasa FeCr walaupun masih teridentifikasi puncak rendah dari fasa Fe (Abu Khalid, 2012).
Universitas Sumatera Utara
42
Gambar 34. Hasil Uji XRD pelet Fe20Cr0.5ZrO2 dengan variasi waktu milling 3 jam, 5 jam, dan 7 jam Dalam penelitian ini, analisis lebih detail dari pola difraksi ini menunjukkan bahwa pellet Fe20Cr0.5ZrO2 dengan variasi waktu milling 3 jam, 5 jam dan 7 jam secara umum telah teridentifikasi fasa FeCr. Keterangan ini diperoleh dari analisis hasil difraksi sinar X dengan menggunakan Program Match 3 dan di Rifinement menggunakan software Fullprof berdasarkan data Crystallography Open Data Base No. 96-152-4270 (a=b=c=2.8720 Å) untuk bcc-FeCr dengan Space group I m -3 m (229) untuk 20%Cr - 3 jam. No. 96-152-4270 (a=b=c=2.8720 Å) untuk bcc-FeCr, no. 96-901-3475 (a=b=c=2.8780 Å) untuk bcc-Fe dengan Space group I m -3 m (229) untuk 20%Cr 5 jam dan 7 jam. Pada gambar 30 terlihat bahwa semakin bertambahnya waktu milling intensitas puncak semakin berkurang . Gambar 35 memperlihatkan grafik hubungan antara ukuran kristal terhadap waktu milling. Semakin lama waktu milling semakin kecil ukuran kristal yang terbentuk. Hal ini menunjukkan bahwa waktu milling dapat memperkecil ukuran partikel suatu material, sehingga ukuran kristal juga menjadi kecil.
Universitas Sumatera Utara
43
Gambar 35. Ukuran kristal masing-masing struktur fasa yang terbentuk terhadap variasi waktu milling dari pellet Fe20Cr0.5ZrO2 Dari data difraksi sinar x dilakukan pula analisis dengan menggunakan program Fullprof digunakan dalam proses fitting paduan yang terbentuk, program ini berbasis pendekatan metode rietveld sehingga semua parameter di-refine dengan meminimalkan iterasi pangkat terkecil dari parameter residu. Semakin mendekati 1 maka GOF/kualitas refinement semakin baik/ideal. Tabel 6 Data kualitas refinement pola difraksi Fe-Cr terhadap waktu milling Sampel
Waktu Milling
GOF*
Fe15Cr0.5ZrO2
3 jam
1.1
Fe20Cr0.5ZrO2
3 jam
1.2
Fe25Cr0.5ZrO2
3 jam
1.6
Fe20Cr0.5ZrO2
5 jam
1.6
Fe20Cr0.5ZrO2
7 jam
1.5
*GOF (Goodness of fit): kualitas refinement program fullprof
4.4 Hasil Pengujian Kekerasan Hasil uji kekerasan ditunjukkan pada Gambar 36 sampel dengan variasi komposisi dan waktu milling. Pengujian nilai kekerasan bahan dilakukan untuk mengetahui properti mekanik dengan menggunakan Vickers Hardness Tester. Pelet hasil sintering diukur kekerasannya menggunakan Hardness Vickers HV dengan
Universitas Sumatera Utara
44
beban 200 gram. Nilai vickers memberikan nilai yang plausible bahwa dengan lamanya waktu milling nilai kekerasan semakin meningkat. Pada milling 5 jam kekerasannya lebih meningkat dibandingkan dengan milling 3 jam. Hal ini menunjukkan bahwa proses pembentukan paduan dipercepat akibat proses milling (Bandriyana, 2016). Sampel dengan milling lebih lama memiliki homogenitas partikel Fe dan Cr yang lebih tinggi, yang menyebabkan homogenitas pembentukan paduan. Sehingga secara keseluruhan meningkatkan kekerasan. Penambahan partikel oksida zirkonia dengan sebaran unsur pada kisi bahan yang homogen dapat meningkatkan kekerasan baja paduan.
Grafik Nilai Kekerasan
250
230.809 184.3953
200
210.5084
3
168.149 142.4811 150
Nilai Kekerasan
4
100
50
0 15Cr-3jam
20Cr-3jam
25Cr-3jam
15Cr-5jam
25Cr-5jam
Gambar 36. Grafik Hardness Vickers Sampel Berdasarkan data diatas, dapat disimpulkan bahwa lamanya waktu milling dan penambahan komposisi chromium maka akan meningkatkan kekerasan. Nilai kekerasan meningkat seiring bertambahnya waktu milling yaitu sebesar 168.1494 HV pada milling 3 jam, 210.5084 HV pada milling 5 jam dan 230.8093 HV pada milling 5 jam. Sedangkan untuk variasi kromiumnya nilai Vickers yang didapatkan yaitu sebesar 142.4811 HV pada 15%Cr, 168.1494 HV pada 20%Cr, 184.3953 HV pada 25%Cr.
Universitas Sumatera Utara
45
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Dari penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa : 1. Komposisi Cr mempengaruhi banyaknya sebaran kromium pada paduan, dimana butiran-butiran putih semakin banyak ketika persentase chromnya dinaikkan (terbentuknya fasa ferit). Sampel dengan waktu milling lebih lama memiliki homogenitas partikel Fe dan Cr yang lebih tinggi, yang menyebabkan homogenitas paduan ini dilihat dari hasil mapping pada EDS. 2. Nilai kekerasan meningkat seiring bertambahnya waktu milling yaitu sebesar 168.1494 HV pada milling 3 jam, 210.5084 HV pada milling 5 jam dan 230.8093 HV pada milling 7 jam. Sedangkan untuk variasi kromiumnya nilai Vickers yang didapatkan yaitu sebesar 142.4811 HV pada 15%Cr, 168.1494 HV pada 20%Cr, 184.3953 HV pada 25%Cr. Dapat disimpulkan bahwa lamanya waktu milling dan penambahan komposisi chromium maka akan meningkatkan kekerasan. 3. Semakin lama waktu milling semakin kecil ukuran kristal yang terbentuk. Hal ini menunjukkan bahwa waktu milling dapat memperkecil ukuran partikel suatu material, sehingga ukuran kristal juga menjadi kecil. Adapun nilai ukuran kristal dengan variasi waktu milling 3 jam, 5 jam dan 7 jam yaitu 54.45 µm, 54.46 µm, dan 40.834 µm.
5.2 Saran 1. Perlu dilakukan pengujian lanjut seperti AFM untuk melihat sebaran partikel oksida maupun TEM untuk melihat endapan yang ditimbulkan oleh pengaruh partikel oksida nano zirkonia. 2. Untuk penelitian selanjutnya perlu adanya penambahan lama waktu sintering. 3. Perlu dilakukan pengujian partikel dari bahan dasar (Fe dan Cr) dengan ukuran yang kecil dan berukuran sama serta waktu milling dilakukan lebih lama.
Universitas Sumatera Utara