BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan disain penelitian cross sectional, untuk mengetahui perbandingan kadar leptin dan tekanan darah pada obesitas viseral dan non viseral.
3.2 . Populasi dan sampel Populasi target adalah semua orang yang masuk kategori obesitas baik obesitas viseral maupun non viseral. Sampel penelitian adalah orang-orang yang memenuhi kriteria inklusi yang diperoleh dengan cara accidental sampling. Besar sampel minimal dihitung dengan menggunakan rumus perhitungan sampel untuk uji analitik numerik (Sastroasmoro, 2011). Rumus : n1 = n2 = 2
2
α= tingkat kemaknaan (ditetapkan peneliti) α= 0.05
zα= 1.96
β= power of test (ditetapkan peneliti) 80%
zβ= 0.842
σ= simpangan baku = 7.9 (penelitian sebelumnya) xa-xo= selisih rerata yang dianggap bermakna n1 = n2 = 2
...
.
2
4,5 (Librantoro, 2007)
= 19.6 ----- Jumlah sampel untuk setiap
kelompok adalah 20 orang, sehingga total sampel berjumlah 40 orang.
Universitas Sumatera Utara
3.2.1 Kriteria subyek penelitian : 3.2.1.1. Kriteria inklusi - Orang obesitas yang dibuktikan melalui pengukuran IMT - Usia ≥ 20 dan < 60 tahun - Menyetujui dan menandatangani informed consent
3.2.1.2. Kriteria Ekslusi : - Menderita penyakit kanker, hepatitis, ginjal, jantung dan Diabetes - Menggunakan obat jangka panjang (misalnya steroid, tiazolidinedione dll) - Menggunakan terapi hormon (estrogen, testosteron, insulin, dll)
3.3.
Lokasi dan Waktu penelitian Penelitian ini dilakukan selama 5 bulan dari Agustus - Desember 2012, dimana
sampel yang diperoleh berasal dari kota Medan dan sekitarnya.
3.4
Metode penelitian
3.4.1. Alat dan Bahan Penelitian Alat yang digunakan : meteran, microtaise, sphygmomanometer, 96-Wells Microplate dengan anti-human leptin, Micropipettes, Multichannel pipet, pipette dan tips, Elisa test kit, spuit 5 cc, sentrifuse, incubator, tabung reaksi, tabung silicon yang berisi EDTA, tissue, handscoon, gelas ukur 100 ml, software untuk analisis data ELISA.
Universitas Sumatera Utara
Bahan yang digunakan : plasma sampel, wash buffer concentrate, standart (recombinant human leptin), Sodium Azide 0.09%, deionized water (aquadest), buffer konsentrat, detection antibody leptin (biotinylated anti-human leptin), HRPStreptavidin concentrate, Tetramethylbenzidine (TBM) one-step substrate reagent, Stop Solution (sulfuric acid).
3.4.2
Kerangka kerja
1. Penentuan kategori subjek penelitian -
Anamnese Pengukuran TB,BB,LP,Lpa Pengukuran TD
2. Pengambilan sampel darah -
Darah vena diambil 3 cc dimasukkan dalam tabung berisi EDTA Sentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 2000 rpm Pemisahan serum dan plasma, lalu dimasukkan dalam tabung yang diberi label Disimpan pada suhu -20˚c
3. Pemeriksaan kadar leptin Mempersiapkan semua regensia, sampel dan standart. Masukkan 100 µl standart dan sampel pada masing-masing well. Inkubasi selama 2.5 jam pada suhu ruang. Lalu dilakukan pencucian. Tambahkan 100µl antibodi biotin yang telah disiapkan pada tiap well inkubasi selama 1 jam pada suhu ruang. Lalu dilakukan pencucian. Tambahkan 100 µl streptavidin solution yang telah disiapkan. Inkubasi selama 45 menit pada suhu ruang. Lalu dilakukan pencucian. Tambahkan 100 µl substrat pada tiap well. Inkubasi selama 30 menit pada suhu ruang. Tambahkan 50 µl stop solution pada tiap well. Segera dibaca hasilnya pada ELISA raider dengan panjang gelombang 450 nm.
Universitas Sumatera Utara
4.
Analisa hasil
Hasil dianalisa menggunakan software untuk ELISA
3.4.3
Prosedur penelitian
a. Penelitian ini dilakukan setelah mendapat persetujuan komite etik penelitian bidang kesehatan FK USU. b. Pengumpulan data Subyek penelitian yang memenuhi kriteria obesitas, diminta kesediannya mengikuti penelitian, kemudian dilakukan anamnese pribadi, riwayat penyakit terdahulu serta dilakukan pemeriksaan fisik. Seluruh subyek yang masuk kriteria inklusi diminta mengisi lembar persetujuan penelitian. Seluruh subyek yang dijadikan sampel selanjutnya diukur BB,TB,TD, lingkar panggul dan lingkar pinggang kemudian dikategorikan kedalam obesitas viseral atau non viseral. c. Pengukuran Berat Badan (BB) dan Tinggi Badan (TB) Penimbangan berat badan dilakukan dengan penimbangan berdiri (platform beam balance scale) yang telah ditera terlebih dahulu sampai ketepatan 100 gram. Pengukuran dilakukan dengan cara subjek berdiri tegak diatas timbangan kemudian angka yang ditunjuk jarum (skala) timbangan dibaca sebagai hasil (dalam kg). Pengukuran tinggi badan dilakukan dengan menggunakan alat ukur tegak (microtaise) sampai ketepatan 0,1 cm. Pengukuran dilakukan dengan posisi berdiri tegak, muka menghadap lurus kedepan tanpa memakai alas kaki, hasil dibaca dalam cm.
Universitas Sumatera Utara
d. Pengukuran Lingkar Pinggang (LP) dan Lingkar Panggul (Lpa) Lingkar pinggang diukur dalam posisi berdiri tegak dan tenang. Baju atau penghalang pengukuran disingkirkan. Letakkan pita pengukur di tepi atas crista illiaca dextra. Pita pengukur dilingkarkan ke sekeliling dinding perut setinggi crista illiaca. Yakinkan bahwa pita pengukur tidak menekan kulit terlalu ketat dan sejajar dengan lantai. Pengukuran dilakukan saat akhir dari ekspirasi normal. Lingkar pinggang dibaca dalam cm. Pengukuran Lingkar panggul (Lpa) dilakukan dengan menggunakan pita pengukur pada posisi berdiri dan bernafas seperti biasa. Diukur dengan cara melingkari pelvis pada titik maksimal tonjolan bokong. Hasil dinyatakan dalam cm. e. Pengukuran Tekanan darah (TD) Pengukuran TD menggunakan sphygmomanometer, dan menggunakan stetoskop. Subjek yang diukur tekanan darahnya menghindari hal-hal yang bersifat stimulant (merokok, minum kopi, konsumsi alcohol) dan duduk tenang selama lebih kurang 5-10 menit, duduk dengan sandaran punggung, kaki menempel dilantai dan lengan kanan ditopang, sedikit flexi, lengan atas setinggi jantung. Lengan baju disingkirkan kemudian pasang manset yang lebarnya dapat melingkari sekurangkurangnya 80% atau 2/3 panjang lengan atas dan tidak boleh menempel pada baju. Stetoskop diletakkan pada arteri brachialis dengan terlebih dahulu dilakukan palpasi arteri untuk mendapat posisi stetoskop yang tepat. Pemompaan dilakukan hingga 20-30 mmHg di atas tekanan waktu denyut arteri radialis tidak teraba. Pengempesan dilakukan dengan kecepatan 2-3 mmHg tiap detik. Tekanan sistolik dinyatakan dengan korotkoff I dan tekanan diastolik dengan korotkoff V.
Universitas Sumatera Utara
f. Pengambilan sampel darah Dilakukan setelah pasien berpuasa selama 10 jam. Pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil darah vena sebanyak 3 ml dan dimasukkan ke dalam tabung yang berisi EDTA sebagai antikoagulan. Darah yang sudah diambil disentrifus selama 10 menit dengan kecepatan 2000 rpm kemudian dipisahkan antara serum dan plasma dan dipindahkan ke dalam tabung yang telah diberi label. Spesimen ini disimpan dalam suhu -20˚C sampai dilakukan pemeriksaan. g. Pengukuran kadar Leptin 1. Persiapan regensia, standart dan sampel. Semua regensia dan sampel dibawa ke tempat dengan suhu ruang (18-25˚c) sebelum digunakan. Buffer konsentrat diencerkan 5 kali lipat dengan aquadest. Wash konsentrat yang dalam bentuk kristal dihangatkan pada suhu ruang dan diaduk sampai larut. Encerkan 20 ml Wash Buffer konsentrat dengan aquadest untuk menghasilkan 400 ml wash buffer. Detection antibody concentrate disiapkan dengan menambahkan 100 µl buffer konsentrat kedalam vial yang berisi detection antibody. Detection antibody concentrate diencerkan 80 kali lipat dengan buffer konsentrat. HRP-Streptavidin concentrate diencerkan 8000 kali dengan buffer konsentrate. Membuat 220 ng/ml standart dengan cara menambahkan 800 ml sodium azide 0.09% kedalam vial C yang berisi recombinant human leptin. Lalu diaduk dengan perlahan supaya larut. Untuk menyiapkan 400 pg/ml stok standart solution tambahkan 2 µl leptin standart dari vial C kedalam tabung reaksi dengan 1098 µl sodium azide 0.09%. sediakan 8 buah tabung reaksi. Pipet 300 µl sodium azide 0.09% kedalam masing-masing tabung reaksi. Tabung 1 hanya berisi sodium azide 0.09% dan
Universitas Sumatera Utara
tidak ditambah apapun. Untuk membuat pengenceran serial Masukkan 200 µl standart solution pada tabung 2 kemudian diaduk sampai merata. Ambil 200 µl larutan pada tabung 2 dan dimasukkan kedalam tabung 3 lalu diaduk sampai merata, ambil 200 µl larutan pada tabung 3 dan dimasukkan kedalam tabung 4, begitu seterusnya sampai tabung 8. 2. Prosedur pemeriksaan Semua regensia dan sampel diletakkan pada suhu ruang. Masukkan 100 µl standart dan sampel kedalam well yang telah disediakan. Tutup well dan inkubasi selama 2.5 jam pada suhu ruang atau semalaman pada suhu 4˚c dengan goncangan perlahan. Buang cairannya dan cuci dengan wash bufer kemudian keringkan dengan tisue. Tambahkan 100 µl biotinylated antibody pada setiap well. Inkubasi selama 1 jam pada suhu ruang. Buang cairan dan cuci dengan wash bufer. Tambahkan 100 µl streptavidin solution pada setiap well. Inkubasi selama 45 menit pada suhu ruang. Buang cairan dan cuci dengan wash bufer. Tambahkan 100 µl substrat TMB pada setiap well. Inkubasi 30 menit pada suhu ruang dan gelap. Tambahkan 50 µl stop solution pada setiap well. Hasil segera dibaca pada Elisa reader dengan menggunakan panjang gelombang 450 nm (RayBiotech 2011). 3. Analisa hasil dengan menggunakan software
ELISA data analysis untuk
memperoleh nilai /konsentrasi kadar leptin yang diperiksa.
3.5
Analisa Data Seluruh data yang diperoleh
dicatat dan ditabulasi. Data yang diperoleh
diolah secara statistik dengan menggunakan SPSS. Untuk membandingkan kadar
Universitas Sumatera Utara
leptin antara kelompok yang diteliti digunakan uji t independent jika data kedua kelompok berdistribusi normal atau dengan uji mann Whitney
bila distribusi data
tidak normal. Untuk menguji perbedaan variabel kategorikal antara dua kelompok digunakan Chi-square. Perbedaan yang signifikan ditetapkan dengan nilai p < 0.05.
3.6. Variabel penelitian Variabel independent pada penelitian ini adalah obesitas visceral dan non visceral sedangkan variabel dependent adalah kadar leptin dan Tekanan darah (TD)
3.7. Defenisi Operasional 1. Berat badan adalah pengukuran terhadap massa tubuh yang diukur dengan timbangan yang distandarisasi
dengan tingkat ketelitian 100
gram. Pembacaan berat badan dalam kilogram (kg). 2. Tinggi badan adalah hasil pengukuran ruas – ruas tulang tubuh dari kaki sampai kepala pada posisi tegak sempurna yang diukur dengan alat ukur tegak (microtaise) dengan ketelitian 0,1 cm. 3. Kadar leptin adalah protein plasma jaringan adiposa yang diukur setelah melakukan puasa 10 jam. Pengukuran menggunakan ELISA dan hasil pembacaan dalam microgram permilliliter (µg/ml). 4. Lingkar pinggang adalah besaran lingkar pinggang yang diukur dengan pita pengukur/metline dalam cm. Pengukuran dilakukan pada posisi berdiri tegak, diukur di antara crista illiaca dan costa XII. Kategori IDF 2006, obesitas untuk Asia bila : Pria >90 dan Wanita >80. 5. Indeks Massa Tubuh (IMT) dihitung melalui pembagian antara berat badan (kg) dan kuadrat dari tinggi badan (m2).
Universitas Sumatera Utara
Kategori (Asia Pasifik, 2000): normal jika IMT < 23, overweight jika IMT ≥ 23 dan obesitas jika IMT ≥ 25. 6. Tekanan Darah Adalah hasil pengukuran tekanan darah yang terdiri dari sistole (tekanan atau denyutan yang pertama terdengar) dan diastole (tekanan yang terakhir terdengar). Pengukuran dilakukan dengan menggunakan spygmomanometer. Kategori tekanan darah (JNC, 2003): - Normal : <120/<80 mmHg - Prehipertensi 120/80, 139/89 mmHg - Hipertensi Grade 1:140/90,159/99 mmHg - Hipertensi Grade 2 : >160/>100 mmHg 7. Lingkar panggul adalah besaran lingkar panggul yang diukur dengan cara melingkari pelvis pada titik maksimal tonjolan bokong. Hasil ukur dalam satuan cm. 8. Rasio lingkar pinggang dan lingkar panggul adalah perbandingan antara besar lingkar pinggang dan besar lingkar panggul. Kategori (Asia Pasifik, 2000) normal : < 0.85 untuk wanita, < 0.9 untuk pria
Universitas Sumatera Utara
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. HASIL PENELITIAN Jumlah keseluruhan sampel sebanyak 40 orang yang masuk kategori obesitas berdasarkan pengukuran indeks massa tubuh (IMT). Keseluruhan
sampel yang
diikutkan dalam penelitian dibedakan menjadi obesitas viseral dan obesitas non viseral berdasarkan pengukuran lingkar pinggang (LP) dan rasio antara lingkar pinggang dan lingkar perut (LPa). Data sampel penelitian dilakukan analisis seperti tertulis dibawah ini.
4.1.1. Perbandingan leptin dan IMT pada obesitas viseral dan non viseral Pada Gambar 4.1 dapat dilihat perbedaan kadar leptin antara kelompok obesitas non-viseral dengan kelompok obesitas viseral. Nilai rerata ± simpangan baku kadar leptin pada kelompok obesitas non viseral adalah 28.712±9.37 pg/ml sedangkan pada kelompok obesitas viseral adalah 26.344±24.1 pg/ml.
Gambar 4.1. Perbandingan kadar leptin pada obesitas viseral dan non viseral (p>0.05)
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.2 menunjukkan perbandingan kadar leptin antara obesitas viseral dan obesitas non viseral berdasarkan jenis kelamin. Terdapat perbedaan yang cukup bermakna atau signifikan (p<0.05) antara nilai rerata kadar leptin pada laki-laki dan perempuan, dimana nilai rerata ± simpangan baku kadar leptin pada perempuan lebih tinggi dibanding pada laki-laki pada kedua kelompok baik obesitas viseral maupun obesitas non viseral (p<0.05). Nilai rerata ± simpangan baku pada perempuan kelompok obesitas viseral adalah 37599.73±23387.46 dan pada kelompok obesitas non viseral 29293.39±9247.08 sedangkan nilai rerata ± simpangan baku kadar leptin pada laki-laki kelompok obesitas viseral adalah 15090.25±10243.03 dan pada kelompok obesitas non viseral 23482.80±12453.28
Gambar 4.2. Perbandingan rerata kadar leptin antara laki-laki dan perempuan pada kelompok obesitas viseral dan kelompok obesitas non viseral (p<0.05).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.3. perbandingan rerata kadar leptin antara kelompok obesitas viseral dan obesitas non viseral untuk jenis kelamin perempuan dan laki-laki (p>0.05).
Pada gambar 4.3 dapat dilihat perbandingan nilai rerata kadar leptin antara laki-laki kelompok obesitas viseral dengan laki-laki kelompok obesitas non viseral juga antara perempuan kelompok obesitas viseral dengan perempuan kelompok obesitas non viseral. Nilai rerata ± simpangan baku kadar leptin perempuan kelompok obesitas viseral lebih tinggi dibanding rerata ± simpangan baku kadar leptin perempuan kelompok obesitas non viseral namun perbedaannya tidak signifikan (p>0.05), sebaliknya nilai rerata ± simpangan baku kadar leptin laki-laki kelompok obesitas viseral lebih rendah dibanding rerata ± simpangan baku kadar leptin laki-laki kelompok obesitas non viseral namun perbedaan yang didapat juga tidak signifikan (p>0.05). Nilai rerata ± simpangan baku kadar leptin pada perempuan kelompok obesitas viseral adalah 37599.73 ± 23387.46 rerata ± simpangan baku kadar leptin perempuan kelompok obesitas non viseral adalah 29293.39 ± 9247.08 sedangkan
Universitas Sumatera Utara
rerata ± simpangan baku kadar leptin laki-laki kelompok obesitas viseral 15090.25 ± 10243.03 dan rerata ± simpangan baku kadar leptin laki-laki kelompok obesitas non viseral 23482.80 ± 12453.28 Perbandingan Indeks massa tubuh (IMT) antara kelompok obesitas viseral dan non viseral dapat dilihat pada gambar 4.4. Rerata Indeks massa tubuh yang didapat pada kelompok obesitas viseral berbeda dengan yang didapat pada kelompok obesitas non viseral. Rerata IMT pada kelompok obesitas viseral lebih tinggi secara signifikan (p<0.05) bila dibandingkan dengan rerata IMT kelompok obesitas non viseral. Rerata IMT untuk kelompok obesitas viseral yang didapat dari penelitian ini adalah 31.65 ± 2.68 sedangkan rerata IMT untuk kelompok obesitas non viseral adalah 28.27 ± 3.74
Gambar 4.4. Perbandingan Indeks Massa Tubuh (IMT) pada kelompok obesitas (p<0.05)
Universitas Sumatera Utara
4.1.2. Perbandingan Tekanan Darah dengan Obesitas dan IMT Perbandingan tekanan darah sistolik dan diastolic pada obesitas viseral dan non viseral dapat dilihat pada gambar 4.5 berikut ini.
Gambar 4.5. Perbandingan tekanan darah systole pada obesitas viseral dan non viseral (p<0.05), perbandingan tekanan darah diastole pada obesitas viseral dan non viseral (p>0.05)
Rerata tekanan darah sistolik pada obesitas viseral berbeda dibanding dengan rerata tekanan darah sistolik pada kelompok obesitas non viseral. Rerata tekanan darah sistolik pada kelompok obesitas viseral lebih tinggi secara signifikan dibanding rerata tekanan darah sistolik pada kelompok obesitas non viseral. Sedangkan rerata tekanan darah diastolic yang didapat dari penelitian ini tidak berbeda secara signifikan antara kelompok obesitas viseral dan kelompok obesitas non viseral. Rerata tekanan darah sistolik pada kelompok obesitas viseral adalah 125.00±20.90 dan pada kelompok obesitas non viseral adalah 110.50±11.91 sedangkan rerata
Universitas Sumatera Utara
tekanan darah diastolik pada kelompok obesitas viseral adalah 77.25±9.39 dan pada kelompok obesitas non viseral adalah 73.50±8.13. Perbandingan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan tekanan darah sistolik dan diastolik serta kadar leptin dapat dilihat pada Gambar 4.6. Terdapat hubungan positif, cukup kuat dan nyata antara IMT vs Sistolik (r=0,429; p<0,05), serta IMT vs Diastolik (r=0,342; p<0,05), tetapi hubungan IMT vs kadar Leptin kurang kuat dan tidak nyata (r=0,272; p>0,05) tetapi positif.
Gambar 4.6. Hubungan Indeks massa Tubuh (IMT)
dengan dan
(A)
Sistolik
(B)
dengan
(p<0,05=
nyata)
Diastolik
(p<0,05=nyata),
serta
(C)
dengan Leptin (p>0,05 = tidak nyata)
Universitas Sumatera Utara
C. Perbandingan Leptin dan Tekanan Darah Perbandingan kadar leptin dan
tekanan darah pada obesitas viseral dan non
viseral dapat disimpulkan berdasarkan hubungan yang terlihat pada gambar 4.7 dibawah ini:
Gambar 4.7. Hubungan kadar leptin dan tekanan darah (sistolik dan diastolic) pada obesitas viseral (atas) dan obesitas non viseral (bawah).
Universitas Sumatera Utara
4.2. PEMBAHASAN 4.2.1. Perbandingan Leptin,dan IMT pada obesitas viseral dan non viseral. Kadar Leptin mempunyai perbedaan yang tidak nyata (p>0,05) antara kelompok subjek non- visceral dan visceral. Nilai rerata ± simpangan baku kadar leptin pada kelompok obesitas viseral dan non viseral adalah 26.344 ± 21.02 pg/ml dan 28.712 ± 9.37 pg/ml. Penelitian sebelumnya oleh Considine 1996 mendapati nilai rata-rata leptin pada kelompok obesitas adalah 31.301 ± 24,1 pg/ml. Soegondo dkk 2004 mendapatkan hasil rerata leptin pada pria dengan obesitas sentral 9.710 pg/ml sedangkan Awdah 2004 dan Ma dkk 2009 mendapatkan hasil yang hampir sama dengan rerata 23.150 pg/ml dan 24.580 pg/ml pada wanita obes normal. Khokhar dkk 2010 mendapati rerata kadar leptin pada wanita obes adalah 40.930±17.3 pg/ml. Librantoro dkk 2007 menyebutkan berdasarkan penelitian sebelumnya dibeberapa negara rerata kadar leptin normal berkisar 1.000-12.000 pg/ml. Hal ini menunjukkan bahwa kadar plasma leptin bervariasi dengan adanya variasi ras. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata antara rerata kadar leptin pada kelompok obesitas viseral dengan non viseral. Hal ini disebabkan oleh karena leptin lebih terkait dengan akumulasi lemak ditubuh dan bukan pada region dimana lemak berada. Obesitas viseral tidak semata-semata menggambarkan kandungan lemak dalam tubuh tetapi lebih menunjukkan regio dari lemak berada. karena obesitas viseral merupakan akumulasi lemak pada lapisan viseral yang terdapat pada rongga abdomen. Leptin adalah hormone yang disekresi oleh sel lemak dengan proporsi terhadap penyimpanan lemak tubuh (Friedman, 1998) sehingga konsentrasi leptin dalam sirkulasi bersifat parallel terhadap IMT, persentase lemak tubuh dan berat lemak tubuh total (Considine, 1996). Almeida 2006 mendapati bahwa
Universitas Sumatera Utara
konsentrasi serum leptin berkorelasi kuat dengan ukuran obesitas seperti IMT atau persentase lemak tubuh. Selain itu produksi leptin pada jaringan adipose dibawah regulasi nutrisi, hormonal dan neural (Fruhbeck, 2001). Hasil penelitian ini mendapati kadar leptin pada wanita lebih tinggi dari pria pada kedua kelompok baik obesitas viseral maupun non viseral. Pada obesitas viseral perbedaan yang didapat cukup kuat dan nyata (p<0.05). hasil ini sejalan dengan beberapa penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan kadar leptin pada wanita dan pria. Shankar dkk 2010 mendapati bahwa kadar leptin pada wanita lebih tinggi dari pria. Khokhar dkk 2010 mendapati rerata kadar leptin pada wanita obes adalah 40.930±17.3 pg/ml. Awdah 2004 mendapatkan hasil kadar leptin pada wanita obesitas sebesar 23.150±6.73 pg/ml sedangkan Librantoro 2009 mendapati kadar leptin pada pria obes 8.801±7.9 pg/ml, Ma dkk 2009 memperoleh hasil kadar leptin lebih tinggi pada wanita dibanding pria (24.580±18.98 dan 8.440±7.69), pada wanita juga ditemukan hampir dua kali lipat konsentrasi leptin yang tinggi (Kratzsch, 2002). Rentang nilai normal serum leptin pada wanita yaitu 3877 - 77,273 pg/mL sedangkan pria 2205 - 11,149 pg/mL. Hal ini kemungkinan berkaitan dengan pengaruh hormonal dimana teori menyebutkan bahwa estrogen dan prolaktin merupakan stimulator terhadap sintesis dan sekresi leptin sehingga semakin banyak estrogen maka kadar leptin akan semakin tinggi. Hormone estrogen dan prolaktin adalah hormone yang terdapat pada wanita sebaliknya hormon androgen merupakan inhibitor terhadap sintesis leptin dan lebih banyak didapat pada pria. IMT (Indeks Massa Tubuh) sampel pada kelompok viseral berbeda nyata (p<0,05) jika dibandingkan dengan kelompok non viseral (Gambar 4.4). Berat badan
Universitas Sumatera Utara
(BB) kelompok obesitas viseral yang didapat pada peneltian ini lebih besar dari obesitas non viseral, namun tinggi badan pada kedua kelompok tidak ada perbedaan. IMT merupakan pembagian antara berat badan (kg) dengan kuadrat dari tinggi badan (m2). Jadi, semakin meningkat berat badan dan semakin rendah tinggi badan dapat menyebabkan nilai IMT semakin besar. Pada kelompok obesitas penentuan obesitas viseral didapat dari mengukur lingkar pinggang sampel. Rasio LP (Lingkar Pinggang) dan LPA (Lingkar Panggul) >0,90 pada pria dan >0,85 pada perempuan dan merupakan ketetapan pada penggolongan viseral. Pada penelitian ini kelompok obesitas viseral IMT nya lebih tinggi karena memiliki berat badan yang lebih besar dibanding dengan obesitas non viseral sedangkan tinggi badan pada kedua kelompok tidak berbeda nyata. Ini menunjukkan ada kaitan antara IMT dan BB. Menurut Wajchenberg (2000), perbedaan IMT dan Berat Badan antara obesitas non-viseral dengan viseral disebabkan
adanya hubungan yang kuat antara ukuran lingkar
pinggang dengan penentuan obesitas abdominal atau viseral.
4.2.2. Perbandingan Tekanan Darah dengan obesitas dan IMT Tekanan darah systole pada obesitas viseral lebih tinggi dibanding non viseral (p<0.05) sedangkan tekanan darah diastole dijumpai lebih tinggi pada obesitas viseral dibanding non viseral namun tidak signifikan (p>0.05). hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa obesitas viseral cenderung lebih mudah mengalami hipertensi dibanding obesitas viseral. Penentuan hipertensi didasarkan pada peningkatan tekanan darah systole dan diastole. Ketika tekanan darah sistolik dan diastolic berada pada kategori yang berbeda maka dipilih kategori yang lebih tinggi untuk mengklasifikasikan tekanan darah individu (Mancia dkk, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Studi prospektif dengan menggunakan pengukuran antropometri mendapati bahwa obesitas viseral memiliki kaitan erat dengan hipertensi, diabetes dan penyakit kardiovaskuler (Tchernof, 2007). Klein dan Romijn 2008 juga menyatakan bahwa obesitas abdominal atau viseral berhubungan lebih kuat dengan hipertensi dan dislipidemia. Hal ini kemungkinan disebabkan karena jaringan lemak viseral (VAT) memiliki reseptor glukokortikoid dan androgen lebih banyak, metabolism yang lebih aktif, lebih sensitive terhadap lipolisis dan lebih resisten insulin dibanding jaringan lemak subkutan (SCAT). VAT memiliki kapasitas lebih besar menghasilkan FFA, meningkatkan glukosa dan lebih sensitive terhadap stimulasi adrenergic. Aktivitas adrenergic diketahui berkontribusi terhadap peningkatan tekanan darah (Ibrahim, 2009). Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pemberian α-adrenergik dan βadrenergic blockers, mencegah kenaikan tekanan darah pada anjing yang diberi diet tinggi lemak. Mekanisme kerjanya dengan menstimulasi pusat reseptor α2 dan mengurangi aktivitas SNS. Kombinasi blockade α-adrenergik dan β- adrenergic yang diberikan pada pasien obes yang hipertensi selama 1 bulan menurunkan tekanan darah pada pasien. Temuan ini menunjukkan bahwa peningkatan
aktivitas adrenergic
berkontribusi terhadap perkembangan hipertensi baik pada hewan percobaan dan manusia (Hall dkk , 2010) Hubungan IMT dengan tekanan darah sistolik dan diastolik cukup kuat dan sangat nyata (p<0,05), yakni berturut-turut r = 0,429; p = 0,006 dan r = 0,342; p = 0,031. Hal menunjukkan bahwa orang dengan IMT yang tergolong obesitas akan terjadi penumpukan jaringan lemak tubuh yang berlebihan. Menurut Indarto (2009) IMT yang tinggi menunjukkan adanya kelebihan berat badan yang dapat meningkatkan risiko penyakit terutama kardiovaskuler karena semakin besar indeks
Universitas Sumatera Utara
massa tubuh, semakin banyak darah yang dibutuhkan untuk membawa oksigen dan nutrisi ke jaringan tubuh. Akibatnya terjadi peningkatan volume darah yang beredar melalui pembuluh darah sehingga dinding arteri mendapat tekanan yang lebih besar dan menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Poirir et al 2006 mendapati bahwa setiap peningkatan 10 kg berat badan berhubungan dengan peningkatan TD sistolik 3 mmHg dan peningkatan TD diastolik 2-3 mmHg (Librantoro, 2007). Data dari NHANES III menunjukkan adanya hubungan linier yang bermakna antara peningkatan IMT dengan tekanan darah. Semakin tinggi IMT seseorang maka tekanan darah sistolik dan diastolik cenderung meningkat. Hasil penelitian ini menunjukkan setiap peningkatan 10 kg/m2 IMT maka tekanan darah sistolik dan diastolik naik 20,76 mm/Hg. Hal ini menunjukkan bahwa massa tubuh seseorang berpengaruh kuat terhadap tekanan darah sistolik dan diastolik. Kayetanus dan Aldy
(2011), adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi tekanan darah sistolik yaitu kesehatan fisik, emosi, dan juga gaya hidup .Sedangkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tekanan darah diastolik adalah usia, postur dan baroreseptor (system reflex yang bekerja sangat cepat untuk mengkompensasi perubahan tekanan darah)
.4.2.3. Perbandingan Leptin dengan Tekanan Darah Berdasarkan hasil penelitian ini didapati tidak ada perbedaan antara obesitas viseral dan non viseral untuk perbandingan kadar leptin dengan tekanan darah. Hasil yang didapat memiliki kecenderungan yang sama dimana semakin tinggi kadar leptin maka tekanan darah baik sistolik dan diastolic akan rendah. Hubungan antara kadar
Universitas Sumatera Utara
leptin dan tekanan darah menunjukkan korelasi yang negative. Hal ini bisa dilihat dari gambar 4.7. Selain itu perbandingan antara tekanan darah subjek dengan kadar leptin yang telah diperiksa tidak menunjukkan perbedaan yang berarti. Antara kategori tekanan darah normal, prehipertensi, hipertensi grade 1 dan hipertensi grade 2 jika dilihat rata-rata kadar leptinnya hampir sama. Kadar leptin tertinggi didapat dari subjek yang memiliki tekanan darah normal, sebaliknya kadar leptin yang rendah didapat dari subjek yang tekanan darahnya masuk kategori hipertensi grade 2. Hasil penelitian ini berbeda dari peneliti lain seperti Ma dkk tahun 2004 yang mendapati bahwa kadar leptin berhubungan dengan tekanan darah dan hipertensi. Khokhar dkk tahun 2010 juga mendapati korelasi positif antara tekanan darah dan leptin secara signifikan ditemukan pada wanita hipertensi baik obes maupun normal. Namun hasil ini sejalan dengan penelitian Almeida tahun 2006 yang mendapati bahwa kadar leptin memiliki hubungan yang signifikan dengan variable antropometri tetapi tidak dengan tekanan darah. Hal ini mungkin terjadi karena adanya perbedaan kriteria sampel juga adanya variasi ras karena kadar plasma leptin bervariasi dengan adanya variasi ras (Librantoro, 2007). Efek depressor yang dimiliki leptin juga bisa menyebabkan penurunan tekanan darah karena kondisi leptin yang tinggi bisa menimbulkan peningkatan NO yang pada akhirnya akan menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah dan mengakibatkan penurunan tekanan darah (Rahmouni & Haynes, 2004). Brook et al tahun 2007 mendapati bahwa kondisi hiperleptinemia meningkatkan fungsi endotel tetapi tidak menaikkan tekanan darah. Penjelasan lain bahwa efek simpatis leptin kemungkinan tidak cukup kuat untuk menghasilkan peningkatan tekanan darah yang signifikan meskipun efek pressor leptin melalui SNS menyebabkan retensi garam dan mengakibatkan hipertensi (Aneja et al, 2004). Lembo et al 2000 menyebutkan bahwa
Universitas Sumatera Utara
leptin juga memiliki efek hipotensi. Efek ini muncul karena pengaruh leptin pada tekanan darah merupakan hasil dari keseimbangan antara peningkatan aktivitas saraf simpatis dengan efek hipotensi leptin. Pada keadaan tertentu bila peningkatan aktifitas simpatis oleh leptin melebihi efek hipotensinya, maka terjadilah peningkatan tekanan darah. Hal lain yang berperan adalah factor sirkulasi. Martin et al 2008 menyebutkan bahwa factor-faktor sirkulasi ekstrasel yang berikatan dengan leptin
dapat
mempengaruhi aktifitas leptin. Reseptor leptin soluble ObRe diketahui berikatan dengan leptin disirkulasi dan dapat mengurangi konsentrasi dan aktifitas leptin yang bebas. Sebagaimana diketahui bahwa besar dan kecilnya efek leptin tergantung dari banyaknya leptin yang bebas. Hal ini mungkin bisa menjadi alasan mengapa tidak semua subyek obes mengalami hipertensi.
Universitas Sumatera Utara
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. KESIMPULAN 1. Tidak ada perbedaan kadar leptin antara obesitas viseral dan non viseral (p>0.05), karena leptin lebih terkait dengan akumulasi lemak di tubuh bukan pada daerah dimana lemak itu berada. 2. Terdapat perbedaan kadar leptin antara perempuan dan laki-laki. Kadar leptin secara signifikan ditemukan lebih tinggi pada perempuan dibanding laki-laki baik pada kelompok obesitas viseral maupun kelompok non viseral (p<0.05). Hal ini dikarenakan sintesis dan sekresi leptin juga dipengaruhi hormon seperti estrogen dan prolaktin yang diketahui merupakan hormon pada perempuan berperan sebagai stimulus sekresi leptin sebaliknya androgen yang diketahui merupakan hormon pada laki-laki berperan sebagai inhibitor dari sekresi leptin. 3. Terdapat perbedaan tekanan darah antara obesitas viseral dan non viseral dimana Tekanan darah sistolik secara signifikan (p<0.05) ditemukan lebih tinggi pada
kelompok obesitas viseral dibanding kelompok obesitas non
viseral. Hal ini dikarenakan VAT lebih sensitive terhadap stimulasi adrenergic, yang mana aktivitas adrenergic berkontribusi terhadap peningkatan tekanan darah 4. Terdapat perbedaan IMT antara obesitas viseral dan non viseral. IMT
kelompok obesitas viseral lebih tinggi dari IMT kelompok obesitas non viseral (P<0.05). Hal ini karena BB pada obesitas viseral lebih besar dari non viseral
Universitas Sumatera Utara
sedangkan TB antara kedua kelompok sama. Korelasi yang kuat (p<0.05) ditemukan antara IMT dengan tekanan darah baik systole maupun diastole IMT yang tinggi mengakibatkan terjadinya peningkatan volume darah yang beredar melalui pembuluh darah sehingga dinding arteri mendapat tekanan yang lebih besar dan menyebabkan peningkatan tekanan darah. 5. Pada obesitas viseral dan non viseral, semakin tinggi kadar leptin maka tekanan darah semakin rendah, karena kondisi hiperleptinemia juga bisa menyebabkan peningkatan NO sehingga menimbulkan vasodilatasi pembuluh darah dan berefek terhadap penurunan tekanan darah atau efek simpatis leptin mungkin tidak mampu menaikkan tekanan darah.
5.2. SARAN Untuk kelanjutan penelitian dan pengamatan yang lebih mendalam perlu disarankan sebegai berikut: 1. Melakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap reseptor leptin yang soluble karena reseptor leptin yang soluble diketahui berikatan dengan leptin disirkulasi sehingga dapat mengurangi konsentrasi dan aktifitas leptin yang bebas. 2. Melakukan pemeriksaan tambahan seperti hormone insulin karena insulin juga dapat mempengaruhi tekanan darah dan sintesis leptin. 3. Menggunakan metode pengukuran yang lebih baik seperti MRI untuk penentuan kategori obesitas sehingga tingkat kesalahan bisa diminimalisasi.
Universitas Sumatera Utara
4. Melakukan penelitian yang lebih spesifik untuk kelompok umur seperti anakanak yang obes, remaja dan lansia karena perbedaan usia dan hormonal juga berpengaruh terhadap kadar leptin seseorang.
Universitas Sumatera Utara