BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini mengenai proses pengambilan keputusan hidup membiara pada biarawati Katolik dan Buddha. Penelitian ini berusaha untuk mengetahui bagaimana proses yang terjadi pada seseorang yang mengambil keputusan untuk hidup membiara, sehingga metode kualitatif digunakan agar gambaran masing-masing individu dalam mengambil keputusan untuk hidup membiara dapat dilihat secara mendalam.
A. Metode Penelitian Metode
kualitatif
digunakan
dalam
penelitian
ini
dengan
menggunakan pendekatan fenomenologis, untuk mengetahui proses pengambilan keputusan hidup membiara pada biarawati Katolik dan Buddha secara jelas dan lebih mendalam. Metode kualitatif dalam penelitian ini lebih dapat memberikan informasi mengenai individu secara lebih mendalam, hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh Bogdan dan Taylor, 1975 (dalam Moleong, 2005), yang mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati, dan pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik, jadi memandang individu sebagai bagian dari suatu keutuhan. Pendekatan yang holistik ini berarti mengumpulkan data dalam berbagai aspek untuk memperoleh
36
37
gambaran komprehensif dan lengkap tentang objek studi (Poerwandari, 2005). Penelitian
kualitatif
memiliki
sejumlah
ciri-ciri
yang
membedakannya dengan jenis penelitian lainnya, adalah sebagai berikut (Moleong, 2005) : 1. Latar alamiah 2. Manusia sebagai alat atau instrumen 3. Metode kualitatif 4. Analisis data secara induktif 5. Teori dari dasar (grounded theory) 6. Deskriptif 7. Lebih mementingkan proses daripada hasil 8. Adanya batas yang ditentukan oleh fokus 9. Adanya kriteria khusus untuk keabsahan data 10. Desain yang bersifat sementara 11. Hasil penelitian disepakati bersama
B. Data dan Sumber Data Partisipan penelitian ditentukan berdasarkan karakteristik yang diperlukan dalam penelitian ini, dan karakteristik tersebut ditentukan oleh peneliti. Karakteristik partisipan yang telah ditetapkan yaitu : 1. Empat partisipan yang terdiri dari dua biarawati Katolik dan dua biarawati Buddha. 2. Partisipan telah ditahbiskan sebagai biarawati selama ±2 tahun, dengan alasan bahwa dengan kehidupan membiara selama ±2 tahun,
38
maka partisipan telah menjalani masa novisiat dan telah diperbolehkan untuk berkarya dalam masyarakat. 3. Bertempat tinggal di biara ataupun dalam komunitas atau tarekat.
C. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di daerah Salatiga (panti asuhan tempat partisipan tinggal) dan Ampel (sekolah tinggi agama Buddha), Jawa Tengah. Lokasi dan waktu penelitian bersifat situasional, disesuaikan dengan perjanjian dengan partisipan penelitian.
D. Identifikasi Variabel Penelitian Sebagai panduan dalam wawancara, peneliti menggunakan lima tahapan proses pengambilan keputusan yang dikemukakan oleh Janis dan Mann (1977). Kelima tahapan itu antara lain; mengenali tantangan (appraising the challenge), mencari alternatif (surveying alternatives), menimbang alternatif (weighing alternatives), menimbang komitmen (deliberating about commitment), menghadapi umpan balik (adhering despite negative feedback). Peneliti menggunakan kelima tahapan dari Janis dan Mann, dengan alasan untuk memperoleh data mengenai proses yang dialami partisipan dalam mengambil keputusan, karena menurut peneliti, kelima tahapan yang dikemukakan oleh Janis dan Mann dapat memperlihatkan proses pengambilan keputusan secara detail. Dimana telah mencangkup seluruh proses pengambilan keputusan yang melibatkan pikiran, perasaan, dan tindakan dari partisipan.
39
E. Prosedur Pengumpulan Data 1. Wawancara dan observasi Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi dan wawancara. Metode ini mengungkapkan informasi individu secara mendalam dan dilakukan berkali-kali sampai pada tahap saturation atau tidak diketemukan lagi pertanyaan mengenai partisipan dan apa yang akan diteliti. Kedua partisipan dari dua agama yang berbeda diberikan pertanyaan yang serupa dalam wawancara untuk menggali lebih dalam informasi yang diperlukan sampai tahap saturation. Observasi selalu menjadi bagian dalam penelitian psikologis, dapat berlangsung dalam konteks eksperimental maupun dalam konteks alamiah (Banister dkk. 1994, dalam Poerwandari, 2007). Pengertian observasi sendiri berarti kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena (Moleong, 2005). Selain observasi, metode pengumpulan data yang terpenting dalam penelitian kualitatif adalah wawancara, definisi wawancara sendiri adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara dan terwawancara (Moleong, 2005). Wawancara juga dilakukan dengan maksud untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subyektif yang dipahami individu berkenaan dengan topik yang diteliti, dan bermaksud melakukan
40
eksplorasi terhadap isu tersebut (Banister dkk. 1994, dalam Poerwandari, 2007). Lincoln dan Guba (1985, dalam Moleong, 2005) menegaskan wawancara bermaksud untuk mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan lainlain kebulatan; merekonstruksi kebulatan-kebulatan demikian sebagai yang dialami masa lalu; memproyeksikan kebulatan-kebulatan sebagai yang diharapkan untuk dialami pada masa yang akan datang; memferivikasi, mengubah, dan memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain, baik manusia maupun bukan manusia (triangulasi); dan memferivikasi,
mengubah
dan
memperluas
konstruksi
yang
dikembangkan oleh peneliti sebagai pengecekan anggota. Dalam
penelitian
mengenai
pengambilan
keputusan
hidup
membiara, studi pada biarawati Katolik dan Buddha, peneliti menggunakan jenis wawancara dengan pedoman umum yang dikemukakan oleh Patton, 1990 (dalam Poerwandari, 2007). Jenis wawancara ini, peneliti dilengkapi pedoman wawancara yang sangat umum, yang mencantumkan isu-isu yang harus diliput tanpa menentukan urutan pertanyaan, bahkan mungkin tanpa bentuk pertanyaan eksplisit. Pedoman wawancara hanya digunakan untuk mengingatkan peneliti mengenai aspek-aspek yang harus dibahas, sekaligus menjadi daftar pengecek (checklist) apakah aspek-aspek tersebut telah dibahas atau ditanyakan.
2. Instrumen penelitian
41
a. Peneliti Dalam penelitian kualitatif, peneliti merupakan instrumen kunci, karena peneliti berperan besar dalam seluruh proses penelitian,
mulai
dari
memilih
topik,
pendekatan
topik,
pengumpulan data hingga menganalisis dan melakukan interpretasi (Poerwandari, 2007). Karenanya, kompetensi peneliti adalah aspek terpenting, Guba dan Lincoln, 1981 (dalam Moleong, 2005), mengungkapkan tiga hal yang harus dimiliki oleh peneliti, yaitu ciri-ciri umum, kualitas yang diharapkan, dan kemungkinan peningkatan manusia sebagai instrumen. b. Pedoman wawancara Pedoman
wawancara
merupakan
alur
pertanyaan
yang
mencantumkan isu-isu yang harus diliput tanpa menentukan urutan pertanyaan, bahkan mungkin tanpa bentuk pertanyaan eksplisit. Pedoman wawancara digunakan untuk mengingatkan peneliti mengenai aspek yang harus dibahas saat wawancara (Poerwandari, 2007). c. Alat perekam Alat perekam yang digunakan untuk merekan jalannya wawancara berupa Digital MP3 (Moving Picture Experts Group Layer-3
Audio)
dan
handphone.
Sebelum
melaksanakan
wawancara, peneliti memastikan bahwa alat perekam dapat berfungsi dengan baik. d. Catatan dan alat tulis
42
Peneliti menggunakan catatan berupa buku catatan dan alat tulis pulpen, untuk membantu dalam merencanakan pertanyaan baru berikutnya, membantu peneliti untuk mencari pokok-pokok penting untuk mempermudah analisis selanjutnya.
F. Teknik Analisis Data Menurut Bogdan dan Biklen, 1982 (dalam Moleong, 2005) analisis data kualitatif merupakan upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milah menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang akan diceritakan pada orang lain
G. Pengecekan Keabsahan Data Keabsahan data merupakan konsep penting yang diperbaharui dari konsep kesahihan (validitas) dan keandalan (reliabilitas). Selain itu pemeriksaan keabsahan data sebagai unsur yang tidak terpisahkan dari tubuh pengetahuan penelitian kualitatif (Moleong, 2005). Istilah yang paling sering digunakan oleh peneliti kualitatif adalah kredibilitas, istilah kredibilitas banyak dipilih untuk mengganti konsep validitas, dimaksudkan
untuk
merangkum
bahasan
menyangkut
kualitas
penelitian kualitatif. Kredibilitas studi kualitatif terletak pada keberhasilannya mencapai maksud mengeksporasi masalah atau mendeskripsikan setting, proses, kelompok sosial atau pola interaksi yang kompleks (Poerwandari, 2007). Sedangkan untuk menggantikan
43
konsep reliabilitas dalam penelitian kuantitatif, Lincoln dan Guba mengusulkan konstruk dependability, dimana hal-hal yang lebih penting
dilihat
dalam
penelitian
kualitatif
seperti
koherensi,
keterbukaan, dan diskursus (Sarantakos, 1993 dalam Moleong, 2005). Salah satu langkah meningkatkan keabsahan data adalah melakukan teknik triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain, di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding data itu (Moleong, 2005). Patton 1990 (dalam Moleong, 2005) membedakan triangulasi menjadi empat teknik, yaitu triangulasi data, triangulasi peneliti, triangulasi teori, dan triangulasi metode. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik triangulasi data, yakni menggunakan variasi dari sumber-sumber data yang berbeda (Poerwandari, 2007), atau dalam Moleong (2005) disebut triangulasi sumber, berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda. Peneliti datang kembali dan mengecek hasil dari wawancara (data) yang diperoleh dalam waktu yang berbeda.