BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Paradigma Penelitian KurikulumLembaga
Pendidikan
Tenaga
Kependidikan
(LPTK)
seyogyanya tidak hanya dapat digunakan untuk mencapai pemahamanan konsep saja, akan tetapi juga mengembangkan kemampuan lainnya, seperti menanamkan karakter dan mengembangkan kecerdasan, seperti kecerdasan berbahasa (verbal), interpersonal, intrapersonal, spasial, kinestetik, matematika, musical dan natural. Mahasiswa di LPTK merupakan calon guru yang nantinya akan menjadi ujung tombak dalam memberikan pembelajaran di pendidikan dasar dan menengah. Oleh karena itu untuk meningkatkan mutu pembelajaran di Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA), mutu mahasiswa calon guru di LPTK haruslah ditingkatkan melalui perbaikan kurikulum di LPTK. Selain mengembangkan kemampuan penguasaan konsep, pembelajaran juga harus mengembangkan kemampuan lainnya seperti kecerdasan,
penalaran
dan
menanamkan
karakter.
Penguasaan
konsep,
kecerdasan, penalaran dan karakter penting untuk calon guru agar dapat membantu sepenuhnya dalam pemecahan masalah tentang konsep dalam pembelajaran, kejadian- kejadian di dalam kelas atau dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga kita memiliki guru yang berkualitas, yaitu guru yang memiliki penguasaan konsep yang utuh, berkarakter, cerdas dan mampu bernalar dengan baik.
47
Selama ini dosen di LPTK, kebanyakan masih menggunakan pembelajaran konvensional, yaitu pembelajaran ekspositori yang masih didominasi oleh dosen, mahasiswa hanya mencatat selama perkuliahan, dengan sedikit tanya jawab atau diskusi. Sehingga mahasiswa menjadi pasif dan hanya kemampuan mengingat saja yang berkembang. Padahal sebagai calon guru selain menguasai pengetahuan dan penalaran, mahasiswa juga harus memiliki kemampuan lain, seperti kemampuan
spasial,
sebagai
bagian
dari
kecerdasan
yang
harus
dikembangkan.Untuk mengembangkan karakter dan kecerdasan, maka diperlukan banyak latihan dan pengalaman belajar di kelas. Dengan demikian maka di LPTK perlu dilakukan pembelajaran aktif, dosen tidak lagi menjadi sumber informasi utama dalam pembelajaran, tetapi lebih sebagai fasilitator. Dosen lebih banyak memberi kesempatan mahasiswa untuk mengembangkan dirinya dengan memberikan
kesempatan merancang dan mengembangkan ketrampilan-
ketrampilan yang sesuai dengan matakuliah yang diampu. Dalam mempelajari anatomi tumbuhan sebenarnya telah dilakukan proses pembelajaran yang sesuai seperti yang dikehendaki oleh pengembang kurikulum, yaitu ada perkuliahan dan praktikum, serta representasi gambar 2D. Akan tetapi dalam pelaksanaannya kurang optimal, karena pembelajarannya lebih ditujukan untuk memahami konsep anatomi tumbuhan saja, dan kurang mengembangkan aspek ketrampilan lainnya, seperti ketrampilan merancang, dan membuat model 3D. Selama ini dalam mempelajari anatomi tumbuhan juga kurang ditekankan pada kemampuan visuospasial atau disebut pula dengan kemampuan tilikan ruang, padahal untuk mempelajari struktur tumbuhan diperlukan pengembangan
48
Pengua-
Kurikulum LPTK
saan
konsep
Mengembangkan karakter Mengembangkan berbagai kecerdasan
Matakuliah : Anatomi tumbuhan
berkarakter
menguasai konsep
Guru Biologi yang Berkualitas Kemampuan representasi visuospasial
cerdas
bernalar
Dosen Model pembelajaran
Sarana dan prasarana
representasi 3D
jaringan tumbuhan
Pengusaan konsep sistem struktur jaringan tumbuhan Ketrampilan laboratorium Ketrampilan menggambar
analisis
representasi 2D
representasi 2D dalam 3D penalaran
Mahasiswa
Gambar 3.1 : Paradigma Penelitian
49
kemampuan
visuopasial
untuk
lebih
imajinasinya dalam bentuk 3D. Untuk
memudahkan
merepresentasikan
meningkatkan pemahaman struktur
jaringan tumbuhan yang terdiri atas bermacam sel dan jaringan, maka dibuatlah program pembelajaran yang melibatkan kegiatan representasi visuospasial, yaitu model wimba, agar mahasiswa lebih detail mengamati setiap struktur sel dan jaringan serta mengimajinasikannya dalam bentuk 3D. Menurut Ramadas (2009) belajar melalui visual dan spasial (tilikan ruang)dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dalam pembelajaran sains.Joneset al. (2010) menyatakan bahwa ada hubungan antara kemampuan visuospasial dengan kemampuan berpikir logis. Dengan demikian belajar anatomi tumbuhan melalui kemampuan visuospasial selain meningkatkan kemampuan penguasaan materi anatomi tumbuhan, juga mampu pula membantu meningkatkan kemampuan
pemecahan
masalah
dalam
pembelajaran
sains
dan
dapat
meningkatkan kemampuan penalaran. Dalam mempelajari anatomi tumbuhan dengan model wimba ini tentu diperlukan sarana dan prasarana yang memadai, sehingga tujuan pembelajaran untuk meningkatkan berbagai aspek seperti pemahaman tumbuhan, meningkatkan ketrampilan kerja
struktur jaringan
laboratorium, meningkatkan
representasi 3D, meningkatkan ketrampilan menggambar dan meningkatkan penalaran dan penguasaan konsep dapat tercapai. Dengan demikian maka akan diperoleh guru biologi yang berkualitas, yaitu guru yang menguasai konsep, berkarakter, cerdas dan memiliki kemampuan penalaran yang baik.
50
B. Disain &Metoda Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah R and D (Research and Development)yang diadaptasi dari model Dick & Carey, 2001 (Gall et al., 2003). Disain penelitian ini terdiri atas empattahap yaitu : 1) Tahap persiapan 2)Tahap rancangan dan pengembangan. 3)Tahap uji coba dan perbaikan 4)Tahap implementasi program. Karakteristik penelitian ini bersifat
spesifik dan kontekstual, masalah
yang akan diselesaikan melalui pengembangan model dan perangkat pembelajaran merupakan masalah yang spesifik dan nyata yang dihadapi oleh dosen pengampu mata kuliah. Penyebab terjadinya masalah adalah kurang sarana pembelajaran dan kejenuhan dengan rutinitas kegiatan pembelajarandari waktu ke waktu. Waktu pelaksanaan program berlangsung selama 12 bulan, mulai dari persiapan, pelaksanaan program penelitian, evaluasi dan pengembangan model, hingga pelaporan. 1.
Persiapan (Studi Pendahuluan) Studi pendahuluan dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan.
Studi pustaka dimulai dengan
kajian literatur berupa kajian terhadap materi
subyek anatomi tumbuhan dan pedagogi, khususnya tentang penelitian terdahulu terkait pembelajaran anatomi tumbuhan. Studi lapangan dilakukan dengan mengamati pelaksanaan pembelajaran anatomi tumbuhan, tentang bagaimana kondisi mahasiswa, dosen, studi dokumen kurikulum dan sarana yang mendukung proses belajar di universitas. Pengambilan data lapangan dilakukan dengan menggunakan wawancara dan tes terhadap
51
mahasiswa pendidikan biologi tentang penguasaan konsep anatomi tumbuhan dan kemampuan melakukan pengamatan mikroskopis. Setelah itu dilakukan identifikasi kesulitan- kesulitan yang dialami mahasiswa dilapangan. Studi literatur menunjukkan bahwa pemahaman struktur sel dalam bentuk 3D memudahkan mahasiswa untuk memahami struktur jaringan, misalnya bentuk 3D sklerenkim adalah silinder, ujung runcing seperti serabut dan memiliki penebalan dinding, serta posisi sklerenkim dalam jaringan tidak sejajar tapi saling tumpang tindih, memudahkan mahasiswa untuk memahami fungsi sklerenkim. Untuk meningkatkan pemahaman struktur dan fungsi jaringan tumbuhan dapat dilakukan dengan mengoptimalkan kemampuan visuospasial.Selain itu dipelajari pula literatur tentang imajinasi, pengembangan visuospatial pada materi anatomi tumbuhan dan literatur yang membahas tentang pengembangan kemampuan representasi mikroskopis dan visuospatial.
2. Tahap Perancangan dan Pengembangan a. Merancang Strategi Perkuliahan Strategi perkuliahan untuk matakuliah anatomi tumbuhan, terbagi atas 2 kegiatan pembelajaran, yaitu kegiatan perkuliahan dan kegiatan praktikum. Strategi perkuliahan dibuat berdasarkanhasil studi lapangan yang dilakukan terhadap mahasiswa, dosen, materi, sarana dan kurikulum. Materi perkuliahan umumnya diketahui mahasiswa sebagai hafalan saja, tidak dipahami dengan baik. Mereka umumnya hanya memahami bentuk 2D nya saja, tidak peduli dengan bentuk sel dalam 3D, sehingga perlu ditekankan belajar struktur jaringan dalam 3D agar mahasiswa memahami bentuk 3D sel tumbuhan dalam sistem jaringan
52
tumbuhan, dengan bentuk yang khusus dan fungsi yang khusus pula, maka strategi perkuliahan anatomi tumbuhan diarahkan pada pengembangan struktur 3D sel dan jaringan tumbuhan. 1) Kegiatan Perkuliahan Kegiatan perkuliahan mengembangkan dua kemampuan yaitu penguasaan konsep dan representasi visuospasial. Penguasaan konsep dilakukan dengan membuat peta konsep. Peta konsep merupakandiagramhirarkidua dimensiyang mencerminkanbagaimana digunakanuntuk
pengetahuandisusun.
membantudalam
penguatanpengetahuan(Allen,
Peta
klarifikasi,
2003).Diharapkan
konsepsering
konsolidasi,
pembuatan
peta
dan konsep
meningkatkan pengusaan konsep sel dan jaringan tumbuhan. Rancangan model perkuliahan yang dibuat adalah rancangan model wimba pada jaringan tumbuhan. Model wimba adalah model pembelajaran yang merupakan gabungan dari model yang dikembangkan Primadi (2009) dan model dari Lazear (2004). Menurut Primadi (2009) gambar adalah sesuatu yang tampak pada suatu bidang yang relatif datar berupa sketsa, gambar, lukisan, foto, karya grafis, relief, layar lebar (cine), layar kaca (tv), layar monitor (komputer) dan sebagainya. Gambar yang dimaksud disini adalah gambar representatif yaitu gambar yang mewakili obyek aslinya hingga dapat dikenali. Bahasa kata dan tata bahasa padanannya dalam bahasa rupa adalah imaji
dan tata ungkapan.Oleh
karena imaji mencakup makna yang luas maka dipilih istilah wimba untuk imaji dalam bahasa rupa.Wimba terdiri atas isi wimba dan cara wimba. Isi wimba adalah obyek yang digambar dan cara wimba adalah cara menggambar obyek.
53
Studi pendahuluan
Studi pendahuluan 1.
2. Studi lapangan (mahasiswa, dosen, sarana, kurikulum)
Studi literatur
Laporan pendahuluan perbaikan
Perancangan dan pengembangan program
merancang strategi perkuliahan teori
praktikum
Merancang/perbaikan instrumen
Uji coba/validasi
Validasi expert judgment
Evaluasi
Uji coba
1. rancangan perkuliahan (teori dan praktikum) model wimba tipe DG
lolos ujicoba
Implementasi
Pre test& TOLT
2. rancangan perkuliahan (teori dan praktikum) model wimba tipe IK, IG, DP dan DG
Model wimba tipe IK, IG dan DG
Post test & TOLT
Analisis Kesimpulan
Gambar 3.2 : Rancangan program penelitian 54
Cara menyusun isi wimba dan cara wimba agar gambar tunggal dapat bercerita disebut Tata Ungkapan Dalam (TUD). Cara menyusun isi wimba dan cara wimba dalam bentuk
3D struktur jaringan tumbuhan diadopsi dari
model yang
dikembangkan oleh Lazear (2004). Mengembangkan bentuk 3D
melalui observasi mikroskpis perlu
melibatkan kemampuan visuospasial. Kemampuan visuospasial adalah proses belajar (proses kreativitas) dan proses berpikir yang melibatkan imajinasi 3D. Pengembangan imajinasi 3D struktur jaringan tumbuhan dilaksanakan melalui tiga tahapan yang dikembangkan oleh Lazear (2004). Langkah pertama,tahap pengetahuan dasar, menyajikan gambar-gambar struktur jaringan tumbuhan 2D, untuk diamati oleh mahasiswa. membuat peta konsep
diskusi peta konsep
Visuospasial
pengantar teori
pengamatan gambar mengkonstruksi gambar 2D menjadi gambar 3D Gambar 3.3 Langkah- langkah kegiatan perkuliahan model wimba, warna abu-abu menunjukkan adanya aktivitas visuospasial dan gambar Langkah kedua, tahap analisis informasi dan processing, menggunakan dimensi yang lebih dalam, perspektif, dan warna tekstur yang bervariasi mewakili apa yang dilihat dan langkah ketiga, tahap ketrampilan berpikir tingkat tinggi dan 55
penalaran, mengkreasikan impressionistic (kesan) dan menyatakannya dalam kerja seni yang menginterpretasikan sesuatu yang ditemukan, dalam hal ini dapat membangun imajinasi dari representasi mikroskopis
2D dan menangkap
keseluruhan secara utuh menjadi model mental 3D dan mengkreasikannya dalam bentuk gambar 3D dan produk atau karya 3D (representasi visual-spasial). Dalam mempelajari jaringan tumbuhan, sel-sel pada jaringan tumbuhan merupakan wimba, karena sel- sel pada jaringan tumbuhan mempunyai ciridan bentuk, sedangkan ciri dan bentuk tersebut menggambarkan fungsi sel atau jaringan dalam tumbuhan. Batang misalnya terdiri atas bermacam- macam jaringan tumbuhan yang terdiri atas sel- sel yang memiliki ciri, bentuk dan fungsi yang berbeda. Dengan menggunakan model wimba ini diharapkan mahasiswa akan lebih detail lagi dalam mengamati ciri-ciri, bentuk dan fungsi sel pada jaringan tumbuhan, sehingga dapat mengembangkan imajinasinya dalam bentuk 3D. 2) Kegiatan Praktikum Rancangan kegiatan praktikum dilaksanakan dengan model wimba, melibatkan kemampuan visuospasial seperti yang dikembangkan oleh Lazear (2004). Melalui pendekatan ini diharapkan mahasiswa dapat merepresentasikan
visuospasial
56
mengamati bentuk tumbuhan yang akan disayat
membuat sayatan melintang dan membujur
pengamatan mikroskopis
membuat gambar 2D
mengkontruksi gambar 2D menjadi bentuk 3 D (gambar-3D dan bentuk 3D-konkrit)
Gambar 3.4 Langkah- langkah kegiatan praktikum model wimba
kemampuan internalnya (imajinasi) menjadi karya sesuai dengan keadaan sesungguhnya. Kegiatan ini memerlukan ketrampilan membuat sayatan tipis, membuat preparat dan kemampuan melakukan pengamatan mikroskopis, kemudian menggambarkan secara detail apa yang dilihat, dengan memperhatikan bentuk dan ciri khusus setiap sel tumbuhan yang diamati. Pendekatan ini dimulai dari pengamatan bentuk tumbuhan, kemudian mahasiswa membuat sayatan melintang dan membujur, dilanjutkan dengan pengamatan mikroskopis menggunakan mikroskop dengan perbesaran (100x, 400x). Hasil pengamatan mikroskopis digambar seperti apa yang dilihat, pada lembar kerja mahasiswa (LKM), gambar tersebut berupa gambar 2D, kemudian melalui analisis dan imajinasi mahasiswa mengkonstruksi menjadi gambar 3D. Hasil konstruksi gambar 3D diwujudkan menjadi bentuk 3D-claymenggunakan
57
clay (Gambar 3.4). Setelah berbagai bentuk jaringan diketahui bentuk 3D nya, maka mahasiswa menyusun gambar maupun 3D-clay yang merupakan potongan batang yang disusun oleh beberapa jaringan tumbuhan ini merupakan tata ungkapan dalam pada bahasa rupa. b. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian dibuat untuk melengkapi kegiatan pembelajaran dan untuk mengevaluasi kegiatan proses pembelajaran baik untuk kegiatan perkuliahan dan kegiatan praktikum. Adapun instrumen yang dibutuhkan adalah bahan ajar, lembar kerja mahasiswa untuk perkuliahan dan praktikum, soal untuk menguji hasil belajar, lembar penilaian, lembar observasi lembar kuesioner dan rambu- rambu wawancara. Sebelum digunakan, instrumen terlebih dahulu divalidasi berdasarkan pandangan
ahli (expert judgment). Adapun jenis instrumen
yang divalidasi
adalah Silabus, SAP, bahan ajar, lembar kerja mahasiswa, lembar observasi, soal tes dan lembar penilaian. (Para ahli yang dimaksud adalah Tabrani, Iriawati dan Sri Anggraeni). Adapun perbaikan instrumen dilakukan sesuai dengan arahan para ahlidapat dilihat pada Tabel 3.1. Validasi lapangan dilakukan terhadap hasil rancangan yang telah divalidasi berdasarkan pandangan para ahli, melalui uji coba pada lingkungan yang sesungguhnya. Pada pelaksanaan uji coba semua aspek baik proses maupun hasil pembelajaran diamati dan dianalisis sesuai indikator pada instrumen yang telah disiapkan. Pengambilan data dilakukan dengan cara wawancara dan pemberian tes.
58
Tabel 3.1 Perbaikan instrumen hasil validasi para ahli (expert judgment) No 1
Jenis instrumen Silabus
2
SAP :
3
Bahan ajar
4
Peta konsep
4
Lembar kerja mahasiswa
4
Lembar observasi
5
Soal
6
Lembar penilaian
Perbaikan Memperbaiki alokasi waktu yang kurang tepat dengan materi yang cukup padat. Memperbaiki beberapa materi dan melengkapi gambar agar dapat merangsang mahasiswa untuk bisa membuat gambar 3D. Mengatur waktu agar sesuai dengan muatan dan jumlah materi yang disajikan. Memperbaiki beberapa materi dan gambar agar lebih jelas dan fokus. Menambahkan gambar tumbuhan yang utuh untuk merangsang proses imajinasi mahasiswa tentang struktur tumbuhan dalam 3D. Memperbaiki peta konsep masih terdapat penempatan konsep dan penggunaan kata penghubung kurang tepat. Memperbaiki langkah- langkah dalam interpretasi 3D, sebaiknya dilakukan setelah mahasiswa memahami struktur 2D dari sel jaringan yang ditugaskan, demikian pula contoh tumbuhan yang diberikan tepat /sesuai untuk menunjukkan jaringan yang ditugaskan. Model wimba ditegaskan pada cara menggambar detail pada gambar struktur sel 2D, dan 3D. kemudian menggabungkannya dalam jaringan. Menanbahkan arahan untuk mengkonstruksi struktur 3D dari suatu jaringan, misalnya penjelasan tentang apa arti struktur 3D sehingga struktur tersebut dapat menggambarkan fungsi jaringan secara lebih jelas bukan hanya sekedar struktur. Memperbaiki lembar observasi agar lebih banyak ditujukan untuk kinerja mahasiswa yang mengarah pada pembuatan / konstruksi struktur 3 D yang di inginkan. memperbaiki beberapa susunan kalimat soal agar lebih mudah dipahami dan memperbaiki soal yang masih kurang sesuai dengan indikator. Sudah baik.
3. Uji Coba Penelitian a. Uji Coba Terbatas Uji coba penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu uji coba terbatas dan uji coba luas. Uji coba dilaksanakan terhadap mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi, FKIP Universitas Siliwangi di Tasikmalaya. Umumnya mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Siliwangi berasal dari SMA Negeri, SMA Swasta, MAN Aliyah dan SMK dari daerah sekitar Tasikmalaya, Garut, Ciamis, Banjar, Majenang, Majenang, Kuningan, Cirebon, Bandung, Sukabumi, Bekasi, dan Tanggerang.
59
Uji coba terbatas dilakukan terhadap lima orang mahasiswa semester VII (2010/2011) untuk mengetahui kendala yang ditemui dalam pelaksanaan proses pembelajaran model wimba.Pembelajaran pada uji coba terbatas dilaksanakan dengan pendekatan deduktif, yaitu pembelajaran diawali kuliah teori diakhiri dengan praktikum. Pada praktikum, mahasiswa membuat gambar 2D dan 3D terlebih dahulu setelah pengamatan mikroskopis kemudian membuat 3D-Claydi luar jam praktikum.
b. Uji Coba Luas Uji coba luas dilaksanakan terhadap 68 orang (2 kelas) mahasiswa semester VI (2010/2011), setelah dilakukan perbaikan strategi pembelajaran dan instrumennya. Uji coba luas ini untuk mengetahui kendala yang ditemui dalam pembelajaran model wimba pada jumlah mahasiswa lebih banyak. Kemudian dilakukan analisis dan perbaikan pada strategi pembelajaran dan instrumennya sehingga dihasilkan produk model wimba untuk pembelajaran sistem jaringan tumbuhan.Strategi
perkuliahan
dilaksanakan
dengan
menggunakan
pendekataninduktif dan deduktif serta model yang digunakan adalah dengan model wimba. Pada pelaksanaannya mahasiswa dibagi dalam 4 kelompok perlakuan yaitu : 1) Deduktif-Gambar (DG), pendekatan deduktif, dengan alur kegiatan pembelajarannya adalah teori, membuat hipotesis, observasi di laboratorium, membuat gambar 2D setelah pengamatan mikroskopis, analisis untuk menggambar 3D, dan membuat 3D-clay.
60
2) Deduktif-Clay
(DC),
pendekatan
deduktif,
dengan
alur
kegiatan
pembelajaran dimulai dengan perkuliahan teori, membuat hipotesis, observasi di laboratorium, membuat 3D-Claysetelah pengamatan mikroskpis, kemudian membuat gambar 2D, dan gambar 3D. Induktif
Deduktif
IC
IG
DC
DG
Praktikum : Pengamatan Mikroskopis (mengenali pola dan bentuk)
Praktikum : Pengamatan Mikroskopis (mengenali pola dan bentuk)
Kuliah teori
Kuliah teori
Membuat 3Dclay
Membuat gambar 2D dan 3D
Membuat gambar 2D dan 3D
hipotesis tentatif Kuliah teori
Membuat 3 Dclay
Hipotesis tentatif
Hipotesis
Praktikum Pengamatan Mikroskopis Membuat 3Dclay Membuat gambar 2D dan 3D
hipotesis tentatif Kuliah teori
Konfirmasi
Praktikum Pengamatan Mikroskopis Membuat gambar 2D dan 3D Membuat 3Dclay
Konfirmasi
Gambar 3.5: Diagram empat macam perlakuan dalam penelitian, Induktif-Clay (IC), Induktif Gambar (IG), Deduktif-Clay (DC), Deduktif Gambar (DG)
3) Induktif-Gambar
(IG),
pendekatan
induktif,
dengan
alur
kegiatan
pembelajarannya adalah observasi di laboratorium, menggambar 2D, menggambar 3D, dan membuat 3D-clay, kemudian diakhiri dengan kuliah teori.
61
4) Induktif-Clay
(IC),
pendekatan
induktif,
dengan
alur
kegiatan
pembelajarannya adalah observasi di laboratorium diikuti dengan membuat bentuk 3D-clay setelah pengamatan mikroskopis, kemudian menggambar 2D, 3D diakhiri dengan kuliah teori. Yang dimaksud dengan 3D-clayadalah membuat sel dan
jaringan tumbuhan
dalam bentuk 3D menggunakan play doh. 4. Implementasi Penelitian Penelitian model wimba dilaksanakan dengan metode kuasi eksperimen atau eksperimen semu.Sampel yang digunakan adalah sampel yang telah ada di kelas. Perlakuan penelitian di kelas diberikan dengan pendekatan induktif dan deduktif. Induktif IC Praktikum : Pengamatan Mikroskopis (mengenali pola dan bentuk) Membuat 3D-clay Membuat gambar 2D dan 3D
IG Praktikum : Pengamatan Mikroskopis (mengenali pola dan bentuk) Membuat gambar 2D dan 3D Membuat 3D-clay
Deduktif DG Kuliah teori
Membuat hipotesis
Praktikum : Pengamatan Mikroskopis Membuat gambar 2D dan 3D
hipotesis tentatif hipotesis tentatif
Membuat 3D-clay
Kuliah teori Kuliah teori
Konfirmasi/ diskusi
Gambar 3.6 : Diagram tiga macam perlakuan dalam penelitian ( IC : Induktif-Clay, IG : Induktif Gambar, DG : Deduktif Gambar)
62
Pendekatan induktif dilakukan dua macam perlakuan, perlakuan pertama dimulai dengan praktikum, mahasiswa membuat
3D-clay setelah pengamatan
mikroskopis kemudian menggambar 2D dan 3D perlakuan kelompok ini disebut Induktif-Clay (IC). Perlakuan
kedua,dimulai dengan praktikum, setelah
pengamatan mikroskopis mahasiswa diminta untuk menggambar 2D dan 3D kemudian membuat 3D-clay, disebut Induktif-Gambar (IG). Pada pendekatan deduktif, kegiatan dimulai dengan perkuliahan, kemudian praktikum dengan membuat gambar-3D terlebih dahulu. Hal ini dijelaskan dalam bentuk diagram pada Gambar 3.6.
a. Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Siliwangi, Tasikmalaya, Jawa Barat. b. Subyek Penelitian Subyek penelitian pada tahap implementasi adalah mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Siliwangi, semester 4 tahun 2011. Sebanyak 108 mahasiswa, yang terbagi dalam 3 kelas perlakuan, yaitu Induktif – Clay(IC), Induktif-Gambar (IG) dan Deduktif-Gambar (DG). c. Teknik Pengumpulan Data Teknik
pengumpulan
data
hasil
penelitian
dilakukan
sebelum
pembelajaran (pretes) berupa tes pengusaan konsep dan TOLT, kemudian mahasiswa mengumpulkan tugas peta konsep. Pada akhir pembelajarandilakukan postes penguasaan konsep dan TOLT serta mahasiswa wajib mengumpulkan
63
dan LKM serta produk 3D baik berupa gambar maupun bentuk 3D-clay. Selama proses pembelajaran, observasi terhadap dosen dan mahasiswa juga dilaksanakan oleh observer, hasilnya
dikumpulkan setelah selesai pembelajaran. Penilaian
dilakukan terhadap kemampuan representasi mikroskopis berupa gambar-2D, representasi visuospatial berupa gambar-3D dan 3D-claysertaketrampilan menggunakan mikroskop, membuat preparat dan kemampuan menemukan objek selama proses praktikum. 1) Tes Penguasaan Konsep Perangkat tes yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah tes objektif berupapilihan ganda dengan empat alternatif jawaban. Tes berbentuk objektif agarsemua konsep yang terdapat dalam materi perkuliahan dapat terwakili. Tes dikembangkan bertujuan untuk menjaring
kemampuanmahasiswa dalam
memahami konsep-konsep sistem jaringan tumbuhan, yaitu jaringan dasar dan jaringan epidermis. Selama masa perkuliahan tes dilakukan dua kali, yaitu pretes dan postes. Pretes bertujuan untuk menjaring data pengetahuan awal mahasiswa, sedangkan postes untuk menjaring pengetahuan mahasiswa setelah implementasi model wimba. Penyusunan perangkat tes penguasaan konsep berdasarkan kisi-kisi yangtelah ditetapkan. Jumlah item tes yang dikembangkan adalah 35item untuk tes pemahaman jaringan tumbuhan, khususnya jaringan dasar dan jaringan epidermis.
Perangkat tes yang telah dibuatselanjutnya diujicoba, dengan
maksud untuk menganalisis dan menyeleksi itemtes yang tidak memenuhisyarat.
64
Analisis item tes meliputi indeks kesukaran, dayapembeda, validitas, dan reliabilitas tes. Tabel 3.2: Teknik pengumpulan data hasil penelitian No
Jenis data
Tujuan pengumpulan data
1
Pengusaan konsep
Mengetahui kemampuan konsep jaringan tumbuhan
2
Kemampuan mengkonstruk si peta konsep
3
Tingkat perkembanga n intelektual mahasiswa
3
Kemampuan mengembang kan imajinasi 2D-3D
4
Kemampuan melakukan praktikum
kemampuan mengkonstruksi materi pembelajaran melalui peta konsep Untuk nengetahui tingkat perkembangan intelektual mahasiswa Kemampuan mengimajinasikan struktur jaringan melalui gambar 2D menjadi 3D Mengetahui kemampuan menggunakan mikroskop dan kinerja praktikum
5
Kemampuan mengkonstruk si hasil praktikum menjadi 3Dclay Sikap mahasiswa terhadap model wimba
6
7
Tanggapan pembelajaran model wimba
Mengetahui kemampuan imajinasi 3D melalui praktikum
Untuk mengetahui sikap siswa tentang pengembangan model pembelajaran melalui gambar Untuk mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran model wimba
Teknik pengumpulan data Pretes dan postes
Instrumen
Subyek
Waktu
Tes struktur jaringan tumbuhan Lembar penilaian peta konsep
Mahasiswa
Awal dan akhir pembelaj aran Akhir pembelaj aran
Pretes dan postes
TOLT
Mahasiswa
Awal dan akhir pembelajaran
Analisis gambar
Lembar penilaian gambar 2D dan 3D
Mahasis wa
Awal dan akhir pembelajaran
Observasi kinerja penggunaan mikroskop dan kinerja praktikum Analisis hasil karya 3D-clay
Lembar observasi parktikum
Mahasiswa
Akhir pembelajaran
Lembar penilaian hasil karya 3D-clay
Mahasiswa
Akhir pembelajaran
Analisis kuesioner
Kuesioner
Mahasiswa
Akhir pembelajaran
Analisis kuesioner
Wawancara
Mahasiswa
Akhir pembelajaran
Analisis peta konsep
Mahasiswa
65
a) Indeks Kesukaran Uji indeks kesukaran dilakukan untuk mengetahui apakah item tes tergolong sukar,sedang, atau mudah. Item tes yang baik adalah tidak terlalu sukar atau tidak terlalu mudah.Item tes yang terlalu mudah tidak merangsang mahasiswa untuk mempertinggi usahamemecahkannya. Sebaliknya item tes yang terlalu sukar akan menyebabkan mahasiswamenjadi putus asa karena di luar jangkauannya. Untuk keperluan perhitungan indekskesukaran item tes digunakan rumus berikut: P=
B
dengan “P” adalah indeks kesukaran, “B” adalah banyaknya mahasiswa yang menjawabitem tes dengan benar, dan “JS” adalah jumlah seluruh mahasiswa peserta tes (Arikunto,2006). Indeks kesukaran item tes dikelompokkan sebagai berikut (Tabel 3.3). Tabel 3.3 : Kriteria Indeks Kesukaran Indeks Kesukaran (P) 0,00-0,30
Klasifikasi
Nomor item
sukar
0,31 – 0,70
Sedang
0,71 – 1,00 (Arikunto, 2006)
Mudah
7, 9, 11, 13, 16, 17, 20, 24, 26, 35 1,2,3,4,5,6,8,10, 12, 14,15,18,19,21,22,23,25, 27,30,31,32 28,29, 33,34
Jumlah item tes 10
Persentase (%) 28,5
21
60
4
11,5
b) Daya Pembeda
66
Daya pembeda item tes merupakan kemampuan item tes untuk membedakan antaramahasiswa berkemampuan tinggi dengan mahasiswa yang berkemampuan rendah. Angka ini menunjukkan besarnya daya pembeda disebut dengan Indeks Diskriminasi (disingkatdengan “ID”) Untuk keperluan uji daya pembeda item tes digunakan rumus berikut , I=
B B + J J
ID merupakan Indeks daya pembeda, BAadalah banyaknya peserta tes kelompok atas yangmenjawab item tes dengan benar, BBadalah banyaknya peserta tes kelompok bawah yangmenjawab item tes dengan benar, JA merupakan jumlah peserta tes kelompok atas, danJB adalah jumlah peserta tes kelompok bawah (Arikunto, 2006), dengan kriteria indeksdaya beda sebagai berikut (Tabel3.4).Semakin tinggi ID maka semakin baik, berarti mahasiswa telah memahami konsep tersebut, bila ID negatif berarti banyak mahasiswa yang tidak memahami konsep yang dipelajari. Tabel 3.4: Kriteria Indeks Daya Pembeda (ID) ID
Kualifikasi
No. item
0,71 – 1,00 0,41 – 0,70
Baik Sekali Baik
0,21 – 0,40 0,00 – 0,20 Negatif
Cukup Jelek Kurang baik
2,4,10,12,15,21,22,23,25,27,2 9,30, 31,32,33 3,5,6,13,14,18,26,34,35 1,9,16,17,19,20,24,28 7, 8, 11
Jumlah item soal 15
% 0 42,9
9 8 3
25,6 22,9 8,6
c) Uji Validitas dan Reliabilitas Tes
67
Agar hasil evaluasi (tes) dapat dipertanggung jawabkan, maka alat evaluasi(perangkat tes) harus valid dan reliabel. Validitas tes dilaksanakan dengandua cara, yaitu pengujian validitas dengan pertimbangan dari tiga orang ahli, dan validitas dengan ujicoba. Hasil ujicoba selanjutnya dihitung koefisien korelasi antara skorsetiap item tes dengan jumlah skor seluruh item tes. Perhitungan koefisien korelasidigunakan rumus korelasi product moment pearsonsebagai berikut: N∑XY − ∑X
=
Hasil pengelompokan
N∑X − ∑X
∑Y
N ∑Y − ∑Y
perhitungan koefisien korelasi validasi butir soal
berdasarkan kriteriakoefisien korelasi Arikunto(2007) disajikan pada Tabel-3.5. Tujuan utama menghitung reliabilitas skor tes adalah untuk mengetahuitingkat ketepatan (precision) dan keajegan (consistency) skor tes.Suatu tes dikatakan reliabel jika tes mampu mengetes dengan hasil yang ajeg(consistency). Tabel 3.5 : Koefisien Korelasi Validitas Butir Soal Koefisien Validitas 0.00-0.20
Kualifikasi
No. item
0.21-0.40
Sangat rendah Rendah
0.41-0.60
Sedang
0.61-0.80 0.81-1
Tinggi Sangat tinggi
1,7,9,11,14, 16, 17, 19, 20, 28 2,3,4,5,6, 8,12, 13, 18,24,25, 26, 27, 30,35 10,15, 21,22,23, 29, 31, 32, 33,34 -
Jumlah item soal 10
% 28,6
15
42,8
10
28,6
-
-
Ini berarti tes yang reliabel jika digunakan untuk mengetes berkali-kali terhadapsubjekyang
sama,
menunjukkan
hasil
yang
relatif
tetap.Untuk 68
mengetahuikoefisien reliabilitas tes soal bentuk pilihan ganda digunakan rumus product moment seperti berikut ini :
r
=
n n−1
1−
M n−M nS#
$
Keterangan : r = realibilitas tes secara keseluruhan n = banyaknya item M = mean, rata- rata skor total S# = standard deviasi tes Perhitungan realibilitas menunjukkan koefisien realibilitas tes secara keseluruhan, yaitu 0.67 dengan kategori tinggi. 2) Lembar Penilaian Peta Konsep Peta konsepmerupakandiagramhirarkiduadimensiyangmencerminkanbagaimanapenget ahuandiatur.
Peta
konsepseringdigunakanuntukmengevaluasisains
danmatematika. Umumnyapeta konsep diterimasebagaiinstrumen evaluasiyang layakuntuk penelitian,petakonsepjugadapatdigunakansebagaiinstrumen penilaian pra-pembelajaran
danpascapembelajaran,untukmembantudalamkonsolidasi,
klarifikasi, danpenguatanpengetahuan(Allen, 2003) Hirarkipetakonsep, bermula dari konsepyang palingumumsebagai konsep super ordinat (atau di bagian atas) danmemilikicabang-cabang yangpanjang ke luar
menuju
petakonsepdapat
konsepyang
palingspesifik.
Oleh
karenastrukturhirarkis,
mengungkapkanpemahamansiswamengenai
hubunganantarakonsepdanmemberikanalternatifalatujitradisional.
Selain
itu,
petakonsepmengukurdimensipengetahuanyangtidakbisadinilaidengantestradisiona 69
l. Kriteria skoring peta konsep (Novak dan Gowin, 1984) melibatkan sejumlah komponen peta konsep sebagai berikut, a) Proposisi : dua konsep atau lebih yang dihubungkan dengan kata kerja yang membentuk pengertian yag bermakna, bila valid skor =1 b) Hirarki : mula-mula konsep umum membentuk cabang menuju konsep yang lebih spesifik, setiap sub ordinat menunjukkan konsep yang lebih spesifik. Skor untuk tiap level = 5 c) Ikatan silang (cross link) : bila peta menunjukkam hubungan silang antara satu segmen dengan segmen yang lain, skor = 10 d) Contoh : pemberian contoh bila valid diberikan skor = 1 Untuk keperluan tersebut, maka dibuat empatpeta konsep yang dijadikansebagai peta konsep standar, untuk digunakan sebagai rujukan atau pembanding terhadappeta konsep yang dikembangkan oleh mahasiswa. Adapun keempat peta konsep standarbeserta pensekorannya disajikan pada Tabel 3.6. Tabel. 3.6 : Skor peta konsep jaringan dasar dan epidermis rujukan No.
1
2
Jenis jaringan
Jaringan dasar : Jaringan parenkim Jaringan kolenkim Jaringan sklerenkim Jaringan epidermis
herarki
Skor Hub silang
Contoh
Total
30x1=30
9x5 = 45
4x10=40
14x1=14
129
16x1=16
5x5 =25
0
8x1=8
49
27x1=27
7x5 =35
1x10=10
11x1=11
83
33x1=33
6x5=30
2x10=20
13x1=13
96
proposisi
3) Penalaran logis Penalaran logis diukur dengan Test of Logical Thinking(TOLT) yang dikembangkan oleh Tobin dan Capie (1980). Tes ini terdiri atas 10 item tes
70
tertulis bentuk pilihan berganda 4 option dengan alasan, yang terdiri atas lima macam penalaran, yaitu proporsional, probabilitas, kontrol variabel, korelasional dan kombinasi. Hasil TOLT (Test of Logical Thinking)mahasiswa dibagi menjadi tiga kategori tahap perkembangan intelektual berdasar skor TOLT yang diperoleh mahasiswa, yaitu tahap perkembangan operasional konkret (skor : 0-1), tahap perkembangan transisional (skor : 2-3) dan tahap perkembangan operasional formal (skor : 4-10). 3) Kemampuan Representasi Mikroskopis (Gambar-2D)dan Representasi Visuospasial (Gambar-3D) Lembar
penilaian
gambar-2D
dan
gambar-3D
diadaptasi
dari
Starko(2005), Lazear (2004) dan Tabrani (2009), sebagai berikut : a)
Gambar-2D yaitu menggambar hasil pengamatan mikroskopis jaringan tumbuhan
yang
merupakan
hasil
representasi
mikroskopis
dengan
menggambarkan apa yang dilihat, menirukannya dalam bentuk gambar. Gambar tersebut merupakan hasil analisis bentuk, ciri khusus, pola sel atau jaringan tumbuhan yang diamati. Lembar penilaian gambar-2D berisi bentuk keseluruhan objek yang harus digambar, bentuk rinci sel (menunjukkan ciriciri
khusus
sel),
ukuran
(proporsional),
menunjukkan
diferensiasi,
memperhatikan letak sel dan keterangan gambar. b) Gambar-3D merupakan hasil konstruksi dari pengamatan 2D menjadi 3D. Lembar penilaian gambar-3D meliputi bentuk keseluruhan objek dalam bentuk 3D, bentuk rinci sel dalam 3D, ukuran sel harus proporsional,
71
menunjukkan deferensiasi sel antara satu sel dengan sel lain yang berbeda, memperhatikan letak sel dan melengkapinya dengan keterangan gambar. 4) Tanggapan Mahasiswa Kuesioner dibuat untuk mengetahui tanggapan mahasiswa tentang model wimba. Adapun hal- hal yang ingin digali dari kuesioner ini adalah tentang model wimba, yang melibatkan kemampuan menggambar, analisis dan mengkonstruk dalam bentuk 3D adalah kemampuan mahasiswa mengikuti kegiatan model wimba, pemahaman tentang sistem jaringan tumbuhan, kesulitan mahasiswa, perasaan mahasiswa ketika mengikuti pembelajaran model wimba, dan kemampuan imajinasi mahasiswa. 5) Kinerja Mahasiswa Penilaian kinerja mahasiswa dilakukan secara individual pada saat praktikum di laboratorium. Komponen penilaian kinerja mahasiswa meliputi ketrampilan menggunakan mikroskop, ketrampilan
membuat preparat,
ketrampilan membuat sayatan, ketrampilan menemukan objek, dan ketrampilan bekerja sama. Penilaian ini dilaksanakan oleh asisten yang membimbing mahasiswa ketika praktikum. d. Prosedur dan Teknik Pengolahan Data Pretes dilaksanakan sebelum dilaksanakan proses pembelajaran. Proses pembelajaran dilaksanakan sesuai dengan langkah-langkah di atas, kemudian dilakukan postes setelah proses kegiatan pembelajaran selesai. Peningkatan hasil belajar dihitung dengan menggunakan rumus N-Gain (Meltzer, 2002), yaitu: N − Gain = 1
NB − NA 5 x 100 Nmax − NA 72
NB
= nilai postes mahasiswa NA = nilai pre tes mahasiswa Nmax = nilai ideal mahasiswa Untuk mengetahui capaian N-Gain maka hasil N-Gain dikelompokkan, adapun kriteria pengelompokan gain ternormalisasi menurut Meltzer (2002) dapat dilihat pada tabel 3.7.Bersamaan dengan tes hasil belajar,
diberikan pula tes berpikir
logis, TOLT (Test of Logical Thinking). Tabel 3.7:Kriteria N-Gain No 1 2 3
Kriteria Rendah Sedang Tinggi
N-Gain (%) 0 - 30 30 - 69 70- 100
Dalam proses pembelajaran mahasiswa harus membuat gambar yaitu gambar-2D dan gambar-3D juga produk 3D jaringan tumbuhan yang dibuat menggunakan clay, ketiganya dinilai dengan menggunakan pedoman penilaian gambar dan produk 3D-clay. Uji statistik dilakukan terhadap hasil pretes dan postes, N-Gain serta hasil penilaian gambar-2D, gambar-3D serta 3D-clay. Uji statistik dimulai terlebih dahulu dengan uji prasarat, yaitu uji Normalitas menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov, dan uji Homogenitas menggunakan uji Levene. Uji perbedaan dua rerata uji-F, dan uji t, digunakan pula uji korelasi dan regresi untuk mengetahui tingkat hubungan kegiatan pembelajaran dengan hasil belajar.
73