BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Hipotesis Penelitian Seperti yang sudah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, penelitian ini mencoba menemukan anomali DOTW pada volatilitas dan volume saham dengan menggunakan model GARCH yang model volatilitas kondisional atau variansnya dimasukkan variabelvariabel boneka harian. Dengan melihat bahwa di negara-negara dunia, baik di Eropa, Amerika, mau pun Asia, terdapat efek DOTW pada volatilitas saham, maka penulis juga hendak melihat adanya efek DOTW pada volatilitas saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan membuat hipotesis sebagai berikut:
H0 : tidak ada perbedaan yang signifikan dari tingkat volatilitas imbal hasil IHSG / LQ45 pada hari Senin, Selasa, Rabu, Kamis, dan Jumat selama periode 2002-2007. Secara statistik, maka hipotesis di atas dirumuskan menjadi: Volatilitas Senin = Volatilitas Selasa = Volatilitas Rabu = Volatilitas Kamis = Volatilitas Jumat H1 : bukan H0
Selain meneliti efek DOTW pada volatilitas imbal hasil, penulis juga meneliti efek DOTW terhadap volume perdagangan saham dengan tujuan untuk menguji model hubungan volatilitas-volume yang berlaku di Indonesia. Dengan melihat hasil DOTW pada volatilitas dan DOTW pada volume, maka dapat ditentukan apakah model yang berlaku adalah model Foster dan Viswanathan, model Admati dan Pfleiderer, atau bahkan
Anomali hari..., Esa Mahardhika, FE UI, 2008
15
tidak keduanya. Untuk meneliti efek DOTW pada volume, digunakan hipotesis sebagai berikut:
H0 : tidak ada perbedaan yang signifikan dari tingkat volume perdagangan IHSG / LQ45 pada hari Senin, Selasa, Rabu, Kamis, dan Jumat selama periode 2002-2007. Secara statistik, maka hipotesis di atas dirumuskan menjadi: Volume Senin = Volume Selasa = Volume Rabu = Volume Kamis = Volume Jumat H1 : bukan H0
3.2. Jenis dan Pengumpulan Data Objek penelitian ini ada dua, yakni IHSG dan volumenya serta LQ45 dan volumenya. IHSG merupakan indikator pergerakan harga saham yang perhitungannya menggunakan semua saham yang tercatat di BEI, sementara itu LQ45 ialah indeks yang terdiri 45 saham pilihan dengan mengacu kepada 2 variabel yaitu likuiditas perdagangan dan kapitalisasi pasar (www.idx.co.id). Daftar LQ45 tersebut diperbaharui setiap 6 bulan. Penulis memilih IHSG dan LQ45 karena menganggap bahwa penggunaan kedua indeks tersebut lebih efektif mewakili kondisi di Bursa Efek Indonesia dibandingkan jika hanya menggunakan salah satunya. Data yang digunakan yaitu indeks penutupan dan volume perdagangan dari IHSG dan LQ45. Data ini merupakan data harian. Periode waktu penelitan yang diambil adalah dari 1 Januari 2002 sampai 31 Desember 2007 (6 tahun). Data yang hilang, dikarenakan tidak lengkap atau libur nasional, tidak diikutsertakan dan dianggap seperti hari minggu. Data IHSG, LQ45 dan volume perdagangannya yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari situs Yahoo Finance (finance.yahoo.com), situs Bursa Efek Indonesia (www.idx.co.id), dan Pusat Referensi Pasar Modal (PRPM) di BEI.
Anomali hari..., Esa Mahardhika, FE UI, 2008
16
Imbal hasil pasar (Rt) dihitung dengan bentuk logaritma natural, atau dikenal juga dengan istilah continuously compounded return [Gregoriou et. al. (2002), Berument dan Kiymaz (2003)], didefinisikan sebagai:
Rt = 100 × ln
Pt Pt −1
…………………………………………………………………...(1)
Dimana Rt merupakan imbal hasil pasar (IHSG atau LQ 45) pada waktu t, sedangkan Pt adalah besarnya IHSG atau LQ 45 pada waktu t, dan Pt-1 adalah besarnya IHSG atau LQ 45 pada waktu t-1.
3.3. Model-Model Penelitian 3.3.a. Model Regresi Linear Pada awalnya, para peneliti yang menyelidiki kehadiran anomali DOTW pada bursa-bursa saham di dunia menggunakan model regresi linear sebagai model penlitiannya. Model regresi linear tersebut dimasukkan variabel-variabel boneka harian (Senin, Selasa, Rabu, Kamis, dan Jumat) untuk melihat apakah ada hari-hari tertentu dimana tingkat imbal hasil saham secara statistik signifikan berbeda dari nol. Jika ada maka hari itu diidentifikasikan sebagai anomali DOTW. Untuk mengestimasi koefisienkoefisien variabel boneka harian tersebut, para peneliti pada umumnya menggunakan metode kuadrat terkecil (OLS atau Ordinary Least Square). Beberapa penelitian anomali DOTW yang menggunakan metodologi seperti diatas antara lain adalah penelitian yang dilakukan oleh Cross (1973), Solnik dan Bousquet (1990), Ho (1990), dan Agrawal dan Tandon (1994). Namun penggunaan metodologi OLS dalam penelitian anomali DOTW memiliki dua kekurangan utama: 1. Unsur residu εt dari model regresi linear dengan model OLS di atas menunjukkan autokorelasi (autocorrelated) dengan residu pada periode-periode sebelumnya Anomali hari..., Esa Mahardhika, FE UI, 2008
17
(E(εt εt-i) ≠ 0 dengan i bilangan bulat positif). Autokorelasi merupakan pelanggaran asumsi metode OLS yang biasa terjadi pada data runtun waktu (time series), terutama pada data-data finansial seperti tingkat imbal hasil. Akibat dari autokorelasi ini adalah adanya kemungkinan kesalahan perhitungan signifikansi statistik dari koefisien-koefisien variabel regresi linear tersebut yang bisa mengakibatkan kesalahan pengambilan kesimpulan mengenai ada tidaknya anomali DOTW [Gujarati (1995, hal. 400-439)]. 2. Kelemahan kedua juga berkaitan dengan unsur residu εt yang mengalami heterokedastisitas atau varians yang tidak sama (E(εt2)≠0. Heterokedastisitas sebenarnya jarang terdapat pada runtun waktu, namun data-data keuangan seperti tingkat imbal hasil sering menunjukkan volatilitas (kondisi naik atau turun) yang tidak sama per satuan waktu. Kondisi ini akan mengakibatkan tingkat signifikansi statistik dari koefisien-koefisien variabel yang diestimasi menjadi bias dan akan menyebabkan pengambilan kesimpulan yang salah dalam menganalisa anomali DOTW [Gujarati (1995, hal. 355-389)].
Untuk kelemahan pertama, bisa diatasi dengan memasukkan variabel-variabel otoregresi (AR(p)) dari variabel dependen dengan berbagai lag seperti yang dilakukan Connoly (1989) dan Agkiray (1989), tujuannya adalah untuk menghilangkan efek autokorelasi pada residu model. Jika dengan memasukkan variabel-variabel otoregresi tidak bisa menghilangkan masalah autokorelasi, maka ditambahkan dengan variabelvariabel moving average (MA). Pada model seperti itu, tingkat imbal hasil memiliki proses stokastik sebagai berikut: n
n
I =1
I =1
Rt = α 0 + α 1 SN + α 2 SL + α 3 KM + α 4 JM + ∑ β i Rt −i + ∑ δ i ε t −i + ε t
Anomali hari..., Esa Mahardhika, FE UI, 2008
...............…(2)
18
Rt = imbal hasil IHSG SN, SL, KM, JM = variabel boneka harian untuk hari Senin, Selasa, Kamis, dan Jumat. Rabu dihilangkan untuk menghindari dummy variable trap. α 0 = konstanta α1, α2, α3, α4 = koefisien-koefisien variabel boneka ΣβiRt-i = variabel-variabel otoregresi (AR) Rt Σδiεt-i = variabel-variabel moving average (MA) εt = residu
Model regresi linear diatas adalah model yang telah dimodifikasi dengan memasukkan unsur otoregresi variabel dependen, tujuannya ialah untuk menghilangkan autokorelasi dalam residu. Lag yang sesuai untuk variabel otoregresi pada masing-masing jendela observasi bisa dilihat dari uji korelogram data runtun waktu tingkat imbal hasil harian IHSG per jendela observasi. Untuk melihat apakah pada model terdapat heterokedastisitas, maka perlu dilakukan uji heterokedastisitas White pada residu. Jika terdapat heterokedastisitas yang signifikan pada masing-masing jendela observasi, maka tingkat signifikansi statistik masing-masing koefisien pada model adalah bias sehingga diperlukan model yang dapat memperhitungkan efek heterokedastisitas pada varians residu. Jika tidak, makan model regresi linear dengan metode OLS sudah cukup untuk menyelidiki anomali DOTW pada tingkat imbal hasil harian IHSG. Untuk mengatasi masalah heterokedastisitas, para peneliti umumnya menggunakan model GARCH. Meskipun model regresi linear dengan metode OLS diatas memiliki kelemahankelemahan yang cukup signifikan, namun model tersebut akan tetap dipakai sebagai dasar atau landasan untuk menjelaskan penggunaan model GARCH
Anomali hari..., Esa Mahardhika, FE UI, 2008
19
3.3.b. Model GARCH (p,q) Kebanyakan peneltian yang menggunakan model GARCH hanya meneliti anomali DOTW terhadapa imbal hasil saham. Anomali DOTW terhadap imbal hasil diteliti untuk membuktikan ketidakefisienan sebuah bursa saham. Selain itu anomali DOTW juga berguna untuk merancang strategi investasi. Dalam kasus ini, model yang sering digunakan adalah sebagai berikut:
Conditional Mean Equation: n
Rt = α 0 + α 1 SN + α 2 SL + α 3 KM + α 4 JM + ∑ β i Rt −i + ε t
...............................(3)
I =1
Conditional Variance Equation: σt2 = ω + ΣVqi εt-i2 + ΣVpi h t-i2
...............................(4)
Claire, Ibrahim, dan Thomas (1998) serta Kiymaz dan Berument (2003) memodifikasi GARCH dengan memasukkan variabel-variabel boneka harian pada persamaan varians kondisional, tujuannya adalah untuk melihat apakah pada volatilitas juga terdapat anomali DOTW. Jika koefisien-koefisien dari variabel boneka harian tersebut signifikan pada hari-hari tertentu, berarti pada hari itu terdapat anomali DOTW terhadap volatilitas. Penggunaan lebih dari satu variabel boneka (dummy) harian dalam model harus mengikuti aturan berikut ini: Jika ada variabel kualitatif sejumlah m kategori, gunakan hanya (m-1) variabel boneka. Hal ini dilakukan untuk mencegah dummy variable trap, yakni terjadinya situasi kolinearitas sempurna (perfect colinearity) atau multikolinearitas sempurna (perfect multicolinearity) jika ada lebih dari satu hubungan yang kuat antar variabel [Gujarati (1995, hal. 302)].
Anomali hari..., Esa Mahardhika, FE UI, 2008
20
Kategori dimana tidak digunakan variabel boneka umumnya disebut sebagai basis (base) atau referensi (reference). Nilai dari konstanta (intercept) mencerminkan nilai dari basis tersebut. Dalam penelitian ini, kategori hari Rabu dihilangkan, sehingga hari Rabu merupakan basis. Nilai dari konstanta (α0) mewakili nilai yang dimiliki hari Rabu. Ada cara lain untuk mengatasi dummy variable trap selain dengan cara mengurangi satu jumlah variabel kualitatif, yakni dengan cara menggunakan semua variabel boneka namun tidak menggunakan konstanta (intercept) dalam model [Gujarati (1995, hal. 303)]. Akan tetapi, menurut Peter Kennedy [Kennedy (1998, hal. 223)], kebanyakan penelitian menemukan bahwa persamaan dengan menggunakan konstanta jauh lebih baik karena dapat lebih membantu dalam menjawab pertanyaan penelitian mereka. Jadi, model yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Conditional Mean Equation: n
n
I =1
I =1
Rt = α 0 + α 1 SN + α 2 SL + α 3 KM + α 4 JM + ∑ β i Rt −i + ∑ δ i ε t −i + ε t
............…(5)
ΣβiRt-i = variabel-variabel AR(n) untuk menghilangkan otokorelasi Σδiεt-i = variabel-variabel moving average (MA) εt = residu model distribusi N (0, ht2) Conditional Variance Equation: σt2 = ω + ΣVqi εt-i2 + ΣVpi ht-i2 + V1SN + V2SL + V3KM + V4JMT
................(6)
σt2 = conditional variance ω = konstanta ΣVqi εt-i2 = bagian ARCH (q) dengan koefisien Vqi ΣVpi ht-i2 = bagian GARCH (p) dengan koefisien Vpi
Anomali hari..., Esa Mahardhika, FE UI, 2008
21
3.4 Pengujian Ekonometrik 3.4.a. Model Regresi Linear Dalam melakukan estimasi persamaan linear dengan menggunakan metode OLS maka asumsi-asumsi dari OLS harus dipenuhi supaya koefisien-koefisien yang diestimasi bersifat BLUE (Best Linear Unbiased Estimator). Ada 10 asumsi yang diperlukan oleh metode OLS supaya koefisien-koefisien yang diestimasi bersifat BLUE [Gujarati (1995, hal. 60-68)]. Dari 10 asumsi ini, yang perlu diperhatikan adalah: 1. Nilai harapan dari rata-rata residu atau error adalah 0 (nol) 2. Tidak terdapat autokorelasi antara residu 3. Tidak terdapat heterokedastisitas dari residu atau dengan kata lain variansnya tetap (homokedastis) 4. Tidak ada hubungan antara variabel bebas dan error-term 5. Pada regresi linear berganda tidak terjadi hubungan antar variabel bebas (multicolinearity)
Untuk memenuhi asumsi-asumsi diatas, maka setelah dilakukan estimasi pada model regresi linear akan dilakukan beberapa uji, yakni uji autokorelasi dan heterokedastisitas. Jika hasil uji menunjukkan adanya heterokedastisitas, maka hal ini akan membenarkan penggunaan model GARCH.
3.4.a.1. Uji Stasioneritas Sebelum data return harian IHSG dipakai ke dalam model, terlebih dahulu harus diuji apakah data tersebut sudah bersifat stasioner atau belum. Sekumpulan data dinyatakan stasioner jika nilai rata-rata dan varian dari data time series tersebut tidak
Anomali hari..., Esa Mahardhika, FE UI, 2008
22
mengalami perubahan secara sistematik sepanjang waktu, atau sebagian hali menyatakan rata-rata dan variannya konstan [Nachrowi (2006, hal. 340)]. Ada dua metode yang umum digunakan untuk mendeteksi stasionaritas data, yaitu metode grafik dan metode akar unit (unit root). Uji stasionaritas dengan metode grafik memiliki kekurangan, yakni bisa menghasilkan intepretasi yang berbeda-beda bagi setiap orang, karena penilain dengan metode ini bersifat subjektif. Oleh karena itu diperlukan uji akar unit yang diperkenalkan oleh David Dickey dan Wayne Fuller. Nama lain dari uji ini ialah uji Augmented Dickey-Fuller (ADF test). Hipotesis yang digunakan dalam uji ADF ialah:
H0: terdapat unit-root, atau data bersifat tidak stasioner. H1: tidak terdapat unit-root, atau data bersifat stasioner.
Stasioneritas itu penting karena bila suatu data runtun wakti tidak stasioner, maka prosedur standar inferensial statsitik tidak berlaku sehingga akan menyulitkan proses pemodelan variabel dependen. Selain itu, data runtun waktu yang tidak stasioner hanya dapat dipelajari ‘perilakunya’ pada suatu periode tertentu saja dengan menggunakan berbagai pertimbangan, yang tentunya akan bersifat subjektif [Nachrowi (2006, hal. 341)]. Data yang tidak stasioner juga bisa menghasilkan spurious regresion atau regresi palsu [Granger (1974, hal. 111-120)].
3.4.a.2. Uji Korelogram Umumnya data runtun waktu memiliki sifat autokorelasi. Untuk mengatasi masalah korelasi, diperlukan penyesuaian autoregresif (AR) dan / atau rata-rata bergerak (moving average, MA). Untuk menentukan ordo AR (p) dan MA (q) yang digunakan,
Anomali hari..., Esa Mahardhika, FE UI, 2008
23
perlu dilakukan uji korelogram pada data runtun waktu tersebut, kemudian dilihat dari banyaknya koefisien autokorelasi yang signifikan berbeda dari nol. Untuk menentukan ordo maksimal AR (p), dilihat dari garis Partial Correlation. Sedangkan untuk menentukan ordo maksimal MA (q), dilihat dari garis Autocorrelation [Prita (2005, hal. 8)].
3.4.a.3. Uji Autokorelasi Autokorelasi merupakan hubungan antara residual satu observasi dengan residual observasi lainnya. Adanya masalah autokorelasi dapat menyebabkan estimator hanya bersifat LUE, tidak BLUE. Ada dua cara yang bisa digunakan untuk mengidentifikasi masalah autokorelasi, yakni Uji Durbin-Watson (D-W) dan uji Breusch-Godfrey (BG). Untuk menggunakan uji D-W, perlu membandingkan nilai D-W dari hasil regresi dengan tabel uji D-W berikut ini.
Tabel 3.1. Tabel uji autokorelasi dengan uji D-W
Sumber: Wing Wahyu Winarno, “Analisa Ekonometrika dengan Eviews”
Nilai D-W akan berada di kisaran 0 hingga 4. Jika nilai D-W terletak antara 1,54 sampai 2,46 maka tidak ada autokorelasi.
Anomali hari..., Esa Mahardhika, FE UI, 2008
24
Ada beberapa asumsi yang perlu diperhatikan dalam menggunakan uji D-W 1 : •
Model regresi harus memiliki konstanta
•
Uji D-W hanya berlaku bila variabel independennya bersifat random/stokastik.
•
Uji D-W hanya berlaku pada AR(1)
•
Uji D-W tidak dapat digunakan pada model rata-rata bergerak (moving average)
•
Residu harus diasumsikan terdistribusi normal
•
Tidak ada data yang hilang dalam observasi Sebagai alternatif untuk mengatasi kelemahan di atas, bisa digunakan uji BG, atau
biasa juga disebut dengan uji Lagrange-Multiplier (uji LM). Hipotesis yang digunakan dalam uji LM adalah:
H0: tidak ada autokorelasi H1: ada autokorelasi
3.4.a.4. Uji Heterokedastisitas Salah satu asumsi yang harus dipenuhi dalam model regresi adalah nilai residual memiliki varians yang konstan (homokedastis), jika tidak berarti data bersifat heterokedastis. Untuk mengidentifikasi adanya heterokedastisitas, digunakan uji White. Hipotesis yang digunakan adalah:
H0: Residual bersifat homokedastis H1: Residual tidak bersifat homokedastis,dengan kata lain residual bersifat heterokedastis
1
Gujarati, Op. Cit. hal 467.
Anomali hari..., Esa Mahardhika, FE UI, 2008
25
Jika residual bersifat homokedastis, maka regresi OLS dapat digunakan. Jika residual bersifat heterokedastis, maka regresi OLS tidak dapat digunakan dan harus menggunakan model GARCH. Akibat dari residual bersifat heterokedastis ialah [Winarno (2007, hal. 5.22)]: •
Estimator metode kuadrat terkecil tidak mempunyai varian yang minimum (tidak lagi best), sehingga hanya memenuhi karakteristik LUE (linear unbiased estimator).
•
Estimasi regresi tidak efisien.
•
Uji hipotesis yang didasarkan uji t dan uji F tidak dapat lagi dipercaya.
3.4.b. Model GARCH (p,q) Untuk memperkirakan varians (variance) dari imbal hasil (return), Engle (1982) menawarkan suatu model yang disebut Autoregressive Conditional Heterokedastic (ARCH) [Engle (1982, hal. 987-1008)]. Model ARCH mengasumsikan bahwa varian residual data runtut waktu (time series) tidak hanya dipengaruhi oleh variabel independen, tetapi juga dipengaruhi oleh nilai residual variabel yang diteliti. Bollerslev (1986) menawarkan suatu model yang memodifikasi & mensimplifikasi model ARCH yang mempunyai lag terlalu panjang, model ini disebut Generalized ARCH (GARCH) [Bollerslev (1986, hal. 307-327)]. Model GARCH sudah sangat sering digunakan untuk membuat model runtut waktu di bidang keuangan dan terbukti berhasil memprediksi kondisi varians. Penghitungan tingkat volatilitas saham dan volume perdagangan saham dalam penelitian ini menggunakan model GARCH (p,q). Model GARCH (p,q) berusaha menggambarkan proses heteroskedastisitas sambil mengestimasi koefisien-koefisien variabel yang ingin dilihat signifikansinya secara simultan. Metode yang digunakan untuk
Anomali hari..., Esa Mahardhika, FE UI, 2008
26
mengestimasi koefisien / parameter tersebut ialah quasi-maximum likelihood estimation (QMLE), pertama kali diperkenalkan oleh Bollerslev dan Wooldridge (1992). Model GARCH (p,q) terdiri dari dua bagian utama [Winarno (2007, hal. 8.3)]: c. Perhitungan rata-rata kondisional (conditional mean equation), yaitu perhitungan regresi linear dependen variabel terhadap independen variabel. Persamaan standarnya ialah: Yt = X t γ + ε t
...............................................................(7)
d. Perhitungan varians kondisional (conditional variance equation), yaitu perhitungan yang menjelaskan bagaimana proses pembentukan varians variabel dependen. Varians kondisional, karena tergantung periode sebelumnya, memiliki tiga bagian, yaitu konstanta, volatilitas periode sebelumnya atau ACRH, dan varians periode sebelumnya atau GARCH. Persamaan standarnya ialah sebagai berikut:
σ t2 = ω + αε t2−1 + βσ t2−1
.................................................................(8)
Untuk menentukan tingkat ARCH dan/atau GARCH berapa yang akan dipakai untuk menjelaskan σt2 digunakan tes ARCH-Lagrange Multiplier pada residu persamaan (2) masing-masing jendela observasi. Koefisien-koefisien dari ARCH dan/atau GARCH harus memenuhi persyaratan berikut untuk dapat dimaksukkan ke dalam model: a. Koefisien-koefisien ARCH dan/atau GARCH harus positif, karena ARCH dan GARCH merupakan varians sehingga tidak mungkin menghasilkan nilai negatif. b. Koefisien-koefisien ARCH dan/atau GARCH tidak lebih dari 1 bila ditambah. Hal ini dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa bentuk varians kondisional bersifat nonexplosif dan stasioner. c. Koefisien-koefisien tersebut harus statistik signifikan lebih besar dari 0.
Anomali hari..., Esa Mahardhika, FE UI, 2008
27
3.4.b.1 Uji ARCH-LM Uji ARCH-LM digunakan sebagai uji heteroskedastisitas bagi residu sebuah model regresi. Uji ARCH-LM ini digunakan juga untuk mencari tingkatan ARCH (q) yang bisa digunakan untuk memodel varians kondisional. Caranya adalah dengan menggunakan uji ini ke dalam residu model regresi linear dengan metode OLS yang tidak lagi menampakkan autokorelasi tetapi masih terdapat heteroskedastisitas. Jika hasil test statistik lebih besar dari nilai kritikal dengan tingkat signifikansi tertentu, maka hipotesis nol tidak ada unsur ARCH sampai dengan tingkat q ditolak dan hipotesis alternatif bahwa terdapat unsur ARCH dengan tingkat q diterima
3.4.b.2. Korelogram – Statistik Q Setelah semua uji di atas dilakukan, uji yang terkahir adalah kembali melihat apakah dalam model GARCH masih terdapat autokorelasi. Beberapa buku ekonometrika, seperti karya Nachrowi [Nachrowi (2006, hal.432)], mengatakan bahwa untuk mengidentifikasi autokorelasi pada model GARCH tidak bisa menggunakan uji D-W. Jadi uji autokorelasi untuk model GARCH harus menggunakan uji korelogram – statistik Q.
Anomali hari..., Esa Mahardhika, FE UI, 2008
28