BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Paradigma Paradigma penelitian kualitatif melalui proses induktif, yaitu berangkat dari konsep khusus ke umum, konseptualisasi, kategori, dan deskripsi yang dikembangkan berdasarkan masalah yang terjadi di lokasi penelitian. Perbedaan paradigma kualitatif dan kuantitatif dapat dilihat pada argumentasi klasik dalam filsafat menurut aliran realisme dan idealisme.52 Paradigma menurut Mustopadidjaja (2000) adalah teori dasar atau cara pandang yang fundamental, dilandasi nilai-nilai tertentu, dan berisikan teori pokok, konsepsi, asumsi, metodologi atau cara pendekatan yang dapat digunakan para teoritis dan praktis dalam menanggapi sesuatu permasalahan baik dalam kaitan pengembangan ilmu maupun dalam upaya pemecahan permasalahan bagi kemajuan hidup dan kehidupan kemanusiaan.53 Penelitian pada hakikatnya merupakan suatu upaya untuk menentukan kebenaran atau untuk lebih membenarkan kebenaran. Jenis-jenis paradigma ilmu pengetahuan yang berkembang saat ini terdapat empat paradigma, yaitu Positivisme, Post-Positivisme, Teori Kritis, dan 52
M. Djunaidi Ghony & Fauzan Almansur, Metodologi Penelitian Kualitatif, Jogjakarta: ARRUZZ MEDIA, 2014, Hal 73-74. 53 Djam’an Satori & Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta, 2012, Hal 9.
49
50
Konstruktivisme.
Pada
penelitian
ini
peneliti
menggunakan
paradigma
Konstruktivisme dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Tujuan penelitian dalam paradigma Konstruktivisme adalah memahami dan membentuk ulang konstruksi-konstruksi yang saat ini dipegang (termasuk oleh peneliti itu sendiri). Paradigma Konstruktivisme ini hampir merupakan antitesis terhadap paham yang menempatkan pentingnya pengamatan dan objektivitas dalam menemukan suatu realitas atas ilmu pengetahuan.54 Sejak awal perkembangannya, konstruktivisme mengembangkan sejumlah indikator sebagai pijakan dalam melaksanakan penelitian dan pengembangan ilmu. Beberapa indikator tersebut antaranya adalah: (1) lebih mengedepankan penggunaan metode kualitatif, ketimbang metode kuantitatif, dalam proses pengumpulan dan analisis data; (2) mencari relevansi dari indikator kualitas untuk lebih memahami data-data lapangan; (3) teori-teori yang dikembangkan harus lebih membumi (Grounded Theory) ; (4) kegiatan ilmu harus bersifat alamiah dalam pengamatan dan menghindari diri dari kegiatan penelitian yang diatur kaku dan berorientasi laboratorium; (5) unit analisis yang digunakan berupa pola-pola dan ketegori-kategori jawaban, bukan variabel-variabel penelitian yang kaku dan steril; (6) penelitian yang dilakukan lebih bersifat partisipatif, daripada bersifat mengontrol sumber informasi.55 Alasan peneliti memilih paradigma Konstruktivisme ini karena relevan dengan pembahasan penelitian yaitu untuk memahami serta mengkonstruksi 54 55
Agus Salim, Teori dan Paradigma Penelitian Sosial, Tiara Wacana, Yogyakarta, 2006 hal 71 Ibid 89
51
penggambaran pada judul penelitian Pemaknaan Peran Skizofrenia dalam film “A Beautiful Mind” yang telah dibingkai oleh media. 3.2 Tipe Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan penemuanpenemuan yang tidak dapat dicapai dengan menggunakan prosedur statistik atau dengan cara-cara kuantifikasi.56 Penelitian kualitatif adalah penelitian yang dimaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain, secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.57 Penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Taylor (1992) diharapkan mampu mengahsilkan suatu uraian mendalam tentang ucapan, tulisan, dan tingkah laku yang dapat diamati dari suatu individu, kelompok, masyarakat, organisasi tertentu dalam konteks setting tertentu yang dikaji dari sudut pandang yang utuh, komprehensif, dan utuh. Penelitian kualitatif dilakukan untuk mengeksplor fenomena-fenomena yang tidak dapat dikuantifikasikan yang bersifat deskriptif seperti proses suatu langkah kerja, formula suatu resp, pengertian-pengertian tentang suatu konsep
56
M. Djunaidi Ghony, Opcit Hal 25. Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010, Hal 6.
57
52
yang beragam, karakteristik suatu barang atau jasa, gambar-gambar, gaya-gaya, tata cara suatu budaya, model fisik suatu artifak dan lain sebagainya.58 Namun penelitian deskriptif merupakan pengamatan yang bersifat ilmiah yang dilakukan secara hati-hati dan cermat. Karena itu penelitian deskriptif lebih akurat dan tepat dibandingkan dengan pengamatan biasa sebagaimana yang dilakukan wartawan.59 Penelitian deskriptif ditujukan untuk: 1. Mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada. 2. Mengidentifikasi masalah atau memeriksa kondisi dan praktek-praktek yang berlaku. 3. Membuat perbandingan dan evaluasi. 4. Menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam mengahadapi masalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang. Langkah kerja untuk mendeskripsikan suatu objek, fenomena, atau setting social terjewantah dalam suatu tulisan yang bersifat naratif. Artinya, data, fakta yang dihimpun berbentuk kata atau gambar. Mendeskripsikan sesuatu berarti menggambarkan apa, mengapa dan bagaimana suatu kejadian terjadi.
58
Djam’an Satori & Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta, 2012, Hal 23. 59 Morissan. Metode Penelitian Survei. Kencana: Jakarta. 2012.
53
Laporan penelitian berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambara penyajian laporan tersebut. data tersebut mungkin berasal dari naskah wawancara, catatan atau memo, dan dokumen resmi lainnya. Peneliti menganalisis data yang sangat kaya tersebut dan sejauh mungkin dalam bentuk aslinya. Hal itu hendaknya dilakukan seperti orang merajut sehingga setiap bagian ditelaah satu demi satu.60 3.3 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis semiotika. Metode semiotika pada dasarnya bersifat kualitatif-interpretatif, yaitu sebuah metode yang memfokuskan dirinya peneliti menafsirkan dan memahami kode balik tanda dan teks tersebut.61 Semiotika berkaitan dengan komunikasi dan juga pemaknaan akan pesan yang didapat lewat proses komunikasi, maka semiotika juga berdekatan dengan media pendukung dari komunikasi tersebut, salah satunya adalah media massa. Salah satu media massa yaitu film, film juga berkaitan dengan lingkup semiotika, karena film menuturkan ceritanyadengan cara khususnya sendiri. Kekhususan film adalah mediumnya, cara pembuatannya dengan kamera dan pertunjukannya dengan menggunakan proyektor serta layar lebar. Semiotika merupakan hubungan antara dua terima, penanda (signifer) dan petanda (signified). Hubungan ini berkaitan dengan objek-objek yang termasuk ke dalam kategori-kategori yang berbeda, dan karena itulah hubungan ini tidak 60
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010, Hal 6. 61 Yasraf Amir Piliang. Hipersemiotika Tafsir Cultural Atas Matinya Makna. Jalasutra 2010, Hal 270
54
bersifat persamaan (equality) melainkan kesepadanan (equivalence). Disini kita harus waspada karena meskipun terdapat bahasa biasa yang sekedar mengatakan bahwa penanda itu mengungkapkan petanda, kita berhadapan, dalam setiap semiologis, tidak dengan dua, tetapi tiga terima, yaitu penanda, petanda, dan tanda yang merupakan totalitas.62 Batasan yang lebih jelas dikemukakan Preminger (2001:89). Dikatakan, “semiotika adalah ilmu tentang tanda-tanda. Ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial atau masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Semiotika memperlajari sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti.”63 Melalui pendekatan semiotika, film yang dibuat dapat merefleksikan suatu realitas sosial yang dikonstruksikan sehingga menghasilkan makna. Pada penelitian ini, film A Beautiful Mind akan di interpretasikan kaitan dengan peran Skizofrenia secara mendalam dikaji untuk menemukan simbol-simbol dalam film tersebut sehingga didapatkan penjelasan secara terperinci makna-makna yang ada ketika konstruksi realitas muncul memberikan perspektif lain. Tanda-tanda yang di analisis dapat memunculkan makna secara interaktif, dan juga dapat dideskripsikan dengan jelas. 3.4 Subyek Penelitian Subyek pada penelitian ini adalah tanda-tanda verbal dan nonverbal yang digunakan dalam film A Beautiful Mind. Tanda verbal berupa kata-kata atau 62 63
Roland Barthes. Membedah Mitos-Mitos Budaya Massa. Jalasutra. 2007. Hal 300 Alex Sobur. Semiotika Komunikasi. PT. Remaja Eosdakarya: Bandung. 2009. Hal 96
55
ungkapan dan tanda nonverbal berupa pemilihan warna, gambar, dan bahasa tubuh. Tanda-tanda tersebut nantinya akan diteliti maknanya dalam setiap simbol yang ada. 3. 5 Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti yaitu terbagi dua jenis sumber data: Data Primer dan Data Sekunder. 3.5.1 Data Primer Data primer dalam penelitian ini meliputi semua wacana teks dan bahasa yang terdapat pada film “A Beautiful Mind”. Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari mendownload film “A Beautiful Mind” yang di dapat dari website Ganool. Dengan mengamati secara mendalam dan menganalisa film ini dengan serius maka dapat di pilih beberapa adegan yang penulis anggap merupakan wujud representasi Skizofrenia Dalam Film “A Beautiful Mind”. 3.5.2 Data Sekunder Peneliti juga memperoleh data penelitian melalui kepustakaan untuk melengkapi dan memperlancar proses penelitian, serta mendapatkan informasi dan literatur-literatur yang berhubungan dengan judul, dokumen-dokumen berupa buku-buku yang berkaitan denga Skizofrenia, informasi dari internet, serta karya tulisan lain yang memungkinkan data-data penulisan.
56
3.6 Teknik Analisis Data Analisis data menurut Palton adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola kategori dan satuan uraian dasar. Ia membedakan dengan penafsiran, yaitu memberikan arti yang signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola uraian dan mencari hubungan diantara dimensi-dimensi uraian. Dari rumusan diatas dapatlah kita menarik garis bawah analisis data bermaksud pertama-tama mengorganisasikan data. Data-data yang ada dalam penelitian ini akan menggunakan proses semiotik segitiga makna dari Charles Sander Pierce yaitu Sign (tanda), Object (objek), intepretant (interpretan) yang kemudian peneliti membagi tanda-tanda yang ada ke dalam klasifikasi tanda oleh Pierce atas dasar hubungan segitiga makna (Triangle meaning). Kemudian diolah secara kualitatif untuk kemudian dimaknai. Untuk menemukan makna dalam penelitian ini digunakan analisis sistem segitiga makna (triangle meaning) yang dikenal menjadi grand theory dalam semiotika.64
64
Christomy, Semiotika Budaya, Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya, hal 83
57
Gambar 3.1 Elemen Makna Peirce Sign
Interpretant
Object
Sumber: Alex Sobur. Analisis Teks Media: Suatu Penganta untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing. Hal 115
Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik analisis Triangle of Meaning Peirce. Hasil analisa disajikan secara deskriptif kualitatif. Adapun langkah-langkah yang diambil dalam menganalisa data dalam film “A Beautiful Mind” yaitu: 1. Mendefinisikan objek analisa atau penelitian dalam film ini. 2. Pemilahan scene atau adegan yang mengandung komunikasi non verbal seorang Skrizofrenia dalam film “A Beautiful Mind”. Pembagian ini berdasarkan topik penelitian yang terfokus pada komunikasi verbal dan nonverbal yang digunakan oleh seorang Skizofrenia. 3. Pemetaan visual dilakukan dengan pendataan terhadap tanda-tanda verbal dan nonverbal yang menyusun film, pemberian makna terhadap masing-masing elemen visual dalam film “A Beautiful Mind”.
58
4. Kemudian data dianalisa melalui Triangle of Meaning Semiotika Charles Sanders Peirce dengan
pemberian makna pada film
tersebut berdasarkan tiga elemen yaitu, tanda, objek, dan interpretant.