BAB III METODE PEROLEHAN MINYAK TAHAP LANJUT (ENHANCED OIL RECOVERY)
Perolehan Minyak Tahap Lanjut (EOR) merupakan perolehan minyak dengan cara menginjeksikan suatu zat yang berasal dari salah satu atau beberapa metode pengurasan yang menggunakan energi luar reservoir. Jenis energi yang digunakan adalah salah satu atau gabungan dari energi mekanik, energi kimia dan energi termik. Jadi perolehan minyak yang berasal dari injeksi gas, injeksi termik maupun injeksi kimia merupakan perolehan tahap lanjut. Secara garis besar metode-metode EOR yang ada dapat dikelompokkan dalam empat bagian, seperti diperlihatkan seperti diperlihatkan pada tabel 3.1. Tabel 3.1. Pengelompokkan metode-metode EOR17
3.1.
Injeksi Tercampur Injeksi tercampur didefinisikan sebagai pendesakan suatu fluida terhadap
minyak yang menghasilkan pencampuran antara fluida pendesak terhadap minyak sehingga hasil campuran ini dapat keluar dari pori-pori dengan mudah sebagai satu fluida. Dalam hal efisiensi pendesakan dalam pori-pori sangat tinggi. Yang termasuk injeksi tercampur adalah injeksi gas kering pada tekanan tinggi (vaporizing gas drive), injeksi gas diperkaya (condensing gas drive), injeksi dinding
63
64
fluida yang dapat bercampur dengan minyak (gas), injeksi dinding alkohol (dapat bercampur dengan minyak dan air), injeksi CO 2 atau gas-gas yang tidak bereaksi (inert gas) dapat bercampur dengan minyak dan air. Gambar 3.1 memperlihatkan Diagram Terner. Pada diagram tersebut terdapat sistim tiga kelompok komponen yang terdiri atas metana (C 1), komponen-komponen menengah (C2-C6) dan komponen-komponen berat (C7+).
Gambar 3.1. Diagram Terner17 Untuk tekanan dan temperatur reservoir, C1 berupa gas, C7+ cair, sedangkan C2-C6 tergantung pada tekanan dan temperatur yang berlaku. Daerah D pada diagram tersebut merupakan daerah satu fasa yaitu 100% fasa cair dan daerah A merupakan daerah 100% fasa gas. Daerah campuran kritis dibagi menjadi daerah B yang menunjukkan interval komposisi (P,T) yang dapat bercampur dengan gas dari daerah A, serta daerah C merupakan daerah komposisi-komposisi campuran yang dapat bercampur dengan minyak dari daerah D. Pengaruh tekanan dan temperatur terhadap daerah dua fasa dalam diagram Terner seperti ditunjukkan pada gambar dibawah ini.
65
Gambar 3.2. Pengaruh Tekanan dan Temperatur Terhadap Daerah Dua Fasa dalam Diagram Terner17 Jadi pada saat tekanan reservoir masih tinggi (P>>) dan temperatur rendah (T<<) akan sangat menguntungkan bagi pendesakan tercampur karena daerah dua fasa (dalam diagram Terner) dibuat kecil. Injeksi Gas CO2
3.1.1.
Injeksi gas CO2 atau sering juga disebut sebagai injeksi gas CO2 tercampur yaitu dengan menginjeksikan sejumlah gas CO2 ke dalam reservoir dengan melalui sumur injeksi sehingga dapat diperoleh minyak yang tertinggal.
3.1.1.1.
Perubahan Sifat Kimia Fisika Yang Disebabkan Oleh CO2 Perubahan sifat kimia fisika yang disebabkan oleh adanya injeksi CO2 adalah sebagai berikut :
a. Pengembangan volume minyak b. Penurunan viscositas c. Kenaikan densitas d. Ekstraksi sebagian komponen minyak A. Pengembangan volume minyak Adanya CO 2 yang larut dalam minyak akan menyebabkan pengembangan volume minyak. Pengembangan volume ini dinyatakan dengan suatu swelling factor,
66
yaitu : “Perbandingan volume minyak yang telah dijenuhi CO2 dengan volume minyak awal sebelum dijenuhi CO2, bila besarnya SF ini lebih dari satu, berarti menunjukkan adanya pengembangan”. Oleh Simon dan Crue, dikatakan bahwa SF dipengaruhi oleh fraksi mol CO2 yang terlarut dalam minyak (X CO2) dan ukuran molekul minyak yang dirumuskan dengan perbandingan berat molekul densitas (M/ρ). Disamping itu, hasil penelitian Walker dan Dunlop menunjukkan bahwa swelling factor dipengaruhi pula oleh tekanan dan temperatur. (lihat gambar 3.3)
Gambar 3.3. Swelling factor mol CO211
terhadap fraksi
67
Gambar 3.4. Pengaruh T dan P terhadap pengembangan minyak17 B. Penurunan Viscositas Adanya sejumlah CO 2 dalam minyak akan mengakibatkan penurunan voscositas minyak. Oleh Simon dan Creu dinyatakan bahwa penurunan viscositas tersebut dipengaruhi oleh tekanan dan viscositas minyak awal (lihat gambar 3.5) Dalam gambar tersebut bahwa µm/µo (perbandingan viscositas campuran CO2 minyak dengan viscositas awal) akan lebih kecil untuk viscositas minyak awal (µo) yang lebih besar pada tekanan saturasi tertentu. Artinya pengaruh CO2 terhadap penurunan viscositas minyak akan lebih besar. Untuk satu jenis minyak, kenaikan tekanan saturasi akan menyebabkan penurunan viscositas minyak. C. Kenaikan densitas Terlarutnya sejumlah CO 2 dalam minyak menyebabkan kenaikan densitas, hal yang menarik ini oleh Holm dan Josendal dimana besarnya kenaikan densitas dipengaruhi oleh tekanan saturasinya (lihat gambar 3.6).
68
Gambar 3.5. Viscositas Campuran CO2 Crude Oil pada Temperatur 120 °F17
Gambar 3.6. Density dan viscositas minyak sebagai fungsi P saturasi17
69
D. Ekstraksi sebagai komponen minyak Sifat CO2 yang terpenting adalah kemampuan untuk mengekstraksikan sebagian komponen minyak. Hasil dari penelitian Nelson dan Menzile menunjukkan bahwa pada 135 °F dan pada tekanan 2000 psi minyak dengan gravity 35 °API mengalami ekstraksi lebih besar dari 50 %. Juga penelitian dari Holm dan Josendal menunjukkan volume minyak menurun akibat adanya ekstraksi sebagian fraksi hidrokarbon dari minyak. Dari komposisi hidrokarbon yang terekstraksi selama proses pendesakan CO2, menunjukkan fraksi menengah (C7-C30) hampir semuanya terekstraksi. Sedangkan pada fraksi ringan (C2-C6), juga fraksi berat (C43) harga ekstraksi sedikit (lihat tabel 3.2.). Tabel 3.2. Komposisi pada Zone Transisi selama Proses Pendesakan pada Variasi P dan T17
3.1.1.2. Miscibility dan Pengaruhnya Miscibility didefinisikan sebagai kemampuan suatu fluida untuk bercampur dengan fluida lainnya dan membentik suatu fasa yang homogen sehingga tidak tampak batas fasa fluida tersebut. Tercapainya miscibility CO2 dengan minyak ditandai dengan mengecilnya tegangan permukaan sampai mendekati nol. Untuk mencapai miscibility, kondisi temperatur serta komposisi harus memenuhi syarat tertentu. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tercapainya miscibility CO2 dan minyak adalah kemurnian CO2, komposisi minyak, temperatur serta tekanan.
Kemurnian CO2 Hasil percobaan pada berbagai tingkat kemurnian yang digunakan, menunjukkan
bahwa semakin murni CO2 semakin besar miscibilitasnya. Adanya C1 dan N2 di dalam
70
CO2
akan mempengaruhi
terjadinya
miscibilitas, sedangkan
adanya
H 2S
didalam CO2 pengaruhnya lebih kecil dibanding C1 dan N2.
Komposisi Minyak Holm dan Josendal menyatakan bahwa dalam sistem biner (diagram dua fasa),
komposisi dari minyak juga akan mempengaruhi tekanan yang diperlukan untuk pendorongan miscible. Menurut penelitian dari Holm dan Josendal didapatkan komposisi kimia CO 2 dan hidrokarbon selama pendorongan CO2 terhadap minyak “Mead Strawn” pada tekanan 2000 psi dan temperatur 135 °F. Pada daerah miscible hanya terdapat sejumlah kecil pada komponen C2-C4 dalam fasa gabungan zat cair dan uap. Dari analisa produksi fasa uap selama pendorongan telah breakthrough CO2, tetapi sebelum miscible, diperlihatkan penguapan komponen C2-C4 cenderung menempati bagian depan front pendorong. Hal ini terlihat dengan adanya kenaikan % mol C 2-C4 dari 5,11 menjadi 10,86 pada daerah ini. Pada saat CO2 diinjeksikan, maka CO2 akan terserap kedalamnya,
komponen-komponen ringan akan menguap, maka terbentuklah
kesetimbangan fasa ternyata dari hasil pengamatan dapat ditarik kesimpulan C5-C30 atau C5+ terekstraksi lebih banyak.
Temperatur Temperatur minyak juga akan mempengaruhi tekanan yang diperlukan untuk
pendorongan miscible dari gambar 3.7 dapat ditarik kesimpulan bahwa temperatur yang semakin besar, tekanan pendorongan makin besar.
Tekanan Tekanan yang diperlukan untuk pendorongan miscible akan dipengaruhi oleh
kemurnian CO2, komposisi minyak dan tekanan reservoir. Ada beberapa kesimpulan yang dapat ditarik bahwa pada tekanan pendorongan miscible CO2 terhadap minyak reservoir dengan adanya komponen hidrokarbon ringan C2, C3, C4 didalam minyak reservoir tidak mempengaruhi proses miscibility. Pendorongan miscible sangat
dipengaruhi
oleh
adanya
komponen
C5-C30
di
dalam
reservoir.
Dari kenyataan ini Holm dan Josendal memberikan suatu kesimpulan bahwa tekanan diinjeksi agar terjadi pendorongan yang miscible ditentukan oleh adanya komponen C5, dalam minyak reservoir. Dari gambar 3.7 dapat disimpulkan bahwa
71
temperatur juga akan mempengaruhi tekanan pendorong yang miscible. Oleh karena itu perkiraan tekanan untuk pendorongan yang miscible dapat diperoleh dengan menggunakan dengan korelasi fraksi C5+.
Gambar 3.7. Korelasi Tekanan Miscible pada Injeksi C2 Berdasarkan Berat Mol C57 3.1.1.3. Diagram Terner Terdapat dua cara untuk membuat Diagram Terner dimana hal tersebut tergantung pada keadaan CO2 apakah berasosiasi dengan metana atau komponen menengah. Metode pertama pada gambar 3.8, menunjuk kondisi percampuran yang diterapkan
terhadap
injeksi
dengan
CO2
atau
metana.
Pada metode kedua titik CO2 pada diagram Terner (lihat gambar 3.9) ditempatkan sepanjang garis antara titik C1 dengan C2-C6. Dimana titik tersebut selanjutnya Kelakuan
dapat pada
dibandingkan metode
ini
terhadap
analog
dengan
ethana gas
atau yang
propana. diperkaya.
Pada kenyataannya tidak ada metode yang sempurna secara menyeluruh dan untuk menggambarkan efek C2 secara lebih akurat kehadiran tetrahedral dibutuhkan dengan penggabungan Ci sampai N2, CO2, C2-C6, C7+ (gambar 3.10).
72
Gambar 3.8. Kelakuan Fasa dari Metana dan CO2 Selama Injeksi 7
Gambar 3.9. Digram Terner dengan Letak CO2 Berdasarkan Berat Molekul7
73
Gambar 3.10. Kelakuan untuk Sistem Empat Komponen termasuk CO27 Jenis Pendorongan Gas CO2
3.1.1.4.
Jenis pendorongan gas karbondioksida terdiri dasri solution gas drive dan dynamin miscible drive. a. Solution gas drive Kelarutan CO2 didalam minyak makin besar dengan adanya kenaikan tekanan, dengan diikuti pula pengembangan volume minyak makin besar. Holm dan Josendal melakukan pengamatan terhadap jenis drive ini dengan menggunakan gravity minyak 22 °API yang dijenuhi dengan Berea sandstone sepanjang 4 feet. Penjenuhan dilakukan pada tekanan 900 psi yang berisi 47,2 % PV dan sisanya air asin. Minyak yang diproduksikan 14,2 % OIP sampai penurunan tekanan 400 psig, dan 14 % OIP pada tekanan mencapai 200 psig, dapat dilihat pada tabel 3.3. Jadi CO2 adalah gas yang masuk dalam larutan dengan pengembangan minyak sebagai suatu kenaikan tekanan, minyak dapat keluar dari larutan dengan penurunan tekanan.
74
Tabel 3.3. Solution Gas Drive dengan CO2 ; CO2 Diinjeksikan Pada Tekanan 900 psi16
b. Dynamic miscible drive Sifat yang cukup penting dari CO2 adalah kemampuannya mengekstraksikan atau menguapkan sebagian fraksi hidrokarbon dari minyak reservoir. Skema kondisi miscible dan mendekati miscible dari proses pendorongan gas CO2 pada temperatur 315 °F digambarkan pada gambar 3.11. Menurut Holm dan Josendal pada gambar 3.11. tersebut sebagai hasil penyelidikannya dijelaskan sebagai berikut : Dua gambar bagian atas, memperlihatkan tekanan pendorongan CO 2 terhadap minyak pada tekanan 1800 dan 2200 psi. Pada saat diinjeksikan CO 2 selanjutnya akan mengekstrasi CO2, C5-C30 dan membentuk zona transisi CO2- hidrokarbon. Luasnya zona transisi CO2 sampai hidrokarbon merupakan fungsi dari tekanan pendorongan. Zona transisi yang cukup panjang menandakan pendorongan pada tekanan yang rendah. Konsentrasi hidrokarbon yang tinggi akan terdapat pada zona transisi dengan tekanan pendorongan yang tinggi dan “total residual saturation” yang lebih rendah akan tertinggal dalam media porous setelah proses pendesakan. “Total residual saturation” yang tidak turut terdesak pada saat pendorongan CO 2 terhadap minyak pada tekanan 1800 psi dan 135 °F yaitu komponen C10+ berarti komponen C1 sampai C18 ikut terdesak oleh pendorongan CO2 tersebut. Sedangkan pada proses pendorongan CO2 terhadap minyak pada 2200 psi dan 135 °F, ternyata komponen hidrokarbon C22+ tidak ikut terdesak, hal ini membuktikan bahwa tekanan pendorongan yang lebih tinggi maka lebih banyak lagi komponen hidrokarbon yang turut terproduksi. Hal ini
75
membuktikan bahwa untuk mendapatkan recovery minyak yang tinggi, haruslah pada tekanan pendorongan yang tinggi.
Gambar 3.11. Skema CO2, menurut Josendal.18
Pendorongan Holm dan
Mekanisme
3.1.1.5.
Injeksi Mekanisme adalah
CO2 dasar injeksi CO2 bercampurnya
CO2 dengan minyak dan membentuk fluida baru yang lebih mudah didesak dari pada minyak reservoir awal. Ada empat jenis mekanisme pendesakan injeksi CO2. Dalam pelaksanaan ini, gas CO 2 yang diinjeksikan, dapat dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut :
Injeksi CO2 secara kontinyu selama proyek berlangsung.
Injeksi slug CO2 diikuti air.
Injeksi slug CO2 dan air secara bergantian.
Injeksi CO2 dan air secara simultan. Untuk gas yang dibawa dengan menginjeksikan terus menerus gas CO2 ke dalam
reservoir maka diharapkan gas CO2 ini dapat melarut dalam minyak dan mengurangi viskositasnya, dapat mengembangkan volume minyak dan merefraksi sebagian minyak, sehingga minyak akan lebih banyak terdesak keluar dari media berpori.
76
Gambar 3.12. Mekanisme dalam Flooding18
Pendesakan Pelaksanan CO2
Untuk cara yang kedua, yaitu dengan menginjeksikan carbonat water ke dalam reservoir. Sebenarnya carbonat water adalah percampuran antara air dengan gas CO 2 (reaksi CO2 + H20) sehingga membentuk air karbonat yang digunakan sebagai injeksi dalam proyek CO2 flooding. Tujuan utama adalah untuk terjadi percampuran yang lebih baik terhadap minyak sehingga akan mengurangi viskositas dari minyak serta mengembangkan sebagian volume minyak sehingga dengan demikian penyapuan akan lebih baik, sedangkan pada cara yang ketiga membentuk slug penghalang dari CO 2 yang kemudian diikuti air sebagai fluida pendorong. Sama seperti cara pertama dan kedua, pembentukan slug ini untuk lebih dapat mencampur gas CO2 kedalam minyak, kemudian karena adanya air yang berfungsi sebagai pendorong maka diharapkan efisiensi pendesakan akan lebih baik, sedangkan untuk cara yang keempat sebenarnya sama dengan cara yang ketiga tetapi disini lebih banyak fluida digunakan CO2 untuk lebih melarutkan minyak setelah proses penyapuan terhadap pendesakan minyak, maka minyak yang telah tersapu dan akan diproduksikan melalui sumur produksi.
77
Gambar 3.13. Mekanisme Pelaksanaan CO2 Flooding18 Dari studi yang dilakukan menunjukkan bahwa injeksi CO2 dan air secara simultan terbukti merupakan mekanisme pendesakan yang terbaik diantara keempat metode tersebut (oil recovery sekitar 50 %). Disusul kemudian injeksi slug CO 2 dan air bergantian. Injeksi langsung CO2 dan injeksi slug CO2 diikuti air sama buruknya dengan kemampuan mengambil minyak hanya sekitar 25 %. Dalam semua kasus, pemisahan gaya berat antara CO2 dan air terjadi sebelum setengah daru batuan batuan recovery tersapu oleh campuran dari dua fluida tersebut.
3.1.1.6.
Sumber CO2 Sumber CO2 sangat menentukan dalam keberhasilan proyek injeksi CO2 sebab
CO2 yang diperlukan harus tersedia untuk jangka waktu yang panjang. Gas yang tersedia juga harus relatif murni sebab beberapa gas seperti metana dapat meningkatkan tekanan yang diperlukan untuk bercampur, sedangkan yang lainnya
78
seperti hidrogen sulfida berbahaya dan berbau serta menimbulkan permasalahan lingkungan. Yang juga harus diperhatikan adalah kesulitan dalam menentukan volume aktual dan waktu pengantaran gas ke proyek, sebab kebocoran dapat terjadi pada proyek injeksi skala besar selama periode waktu yang panjang. Faktor yang tidak diketahui lainnya adalah volume CO2 yang harus dikembalikan lagi (recycle). Jika gas CO2 menembus sebelum waktunya ke dalam sumur produksi, maka gas ini harus diproses dan CO2 diinjeksikan kembali. Sumber CO 2 alami adalah yang tebaik, baik yang berasal dari sumur yang memproduksi gas CO2 yang relatif murni ataupun yang berasal dari pabrik yang mengolah gas hidrokarbon yang mengandung banyak CO2 sebagai kontaminan. Sumber yang lain adalah kumpulan gas (stack gas) dari pembakaran batubara (coal fired). Alternatif lain adalah gas yang dilepaskan dari pabrik amonia. Beberapa kelebihan sumber tersebut adalah :
Pabrik amonia dan lapangan minyak yang dapat didirikan berdekatan.
Gas CO2 yang dilepaskan dari pabrik amonia cenderung dapat dikumpulkan dalam sebuah area industrial yang tersedia.
Kuantitas CO2 dari tiap sumber dapat diketahui.
Tidak memerlukan pemurnian, karena CO2 yang diperoleh mempunyai kemurnian 98 % (Pullman kellog,1977). Keberhasilan suatu proyek CO2 tergantung pada :
1. Karakteristik minyak. 2. Bagian reservoir yang kontak secara efektif. 3. Tekanan yang biasa dicapai. 4. Ketersediaan dan biaya penyediaan gas CO2.
3.1.1.7.
Kelebihan dan Kekurangan Injeksi CO2 Penggunaan CO2 untuk meningkatkan perolehan minyak mulai menarik banyak
perhatian sejak 1950. Ada beberapa alasan (kelebihan utama sehingga dilakukan injeksi CO2 yaitu :
Injeksi CO2 mengembangkan minyak dan menurunkan viskositas.
79
Membentuk fluida bercampur dengan minyak karena ekstraksi, penguapan dan pemindahan kromatologi.
Injeksi CO2 bertindak sebagai solution gas drive sekalipun fluida tidak bercampur sempurna.
Permukaan fluida campur (miscible front) jika rusak akan memperbaiki diri.
CO2 akan bercampur dengan minyak yang telah berubah menjadi fraksi C2-C6.
CO2 mudah larut di air menyebabkan air mengembang dan menjadikannya bersifat agak asam.
Ketercampuran/miscibility dapat dicapai pada tekanan diatas 1500 psi pada beberapa reservoir.
CO2 merupakan zat yang tidak berbahaya, gas yang tidak mudah meledak dan tidak menimbulkan problem lingkungan jika hilang ke atmosfir dalam jumlah yang relatif kecil.
CO2 dapat diperoleh dari gas buangan atau dari reservoir yang mengandung CO2. Sedangkan beberapa kekurangan injeksi CO2 adalah seabagai berikut :
Kelarutan CO2 di air dapat menaikkan volume yang diperlukan selam bercampur dengan minyak.
Viskositas yang rendah dari setiap gas CO2 bebas pada tekanan reservoir yang rendah akan menyebabkan penembusan yang lebih awal pada sumur produksi sehingga mengurangi effisiensi penyapuan.
Setelah fluida tercampur terbentuk, viskositas minyak lebih rendah dari pada minyak reservoir sehingga menyebabkan fingering dan penembusan yang belum waktunya. Untuk mengurangi fingering maka diperlukan injeksi slug water.
CO2 denan air akan membentuk asam karbonik yang sangat korosif.
Injeksi alternatif slug CO2 dan air memerlukan sistem injeksi ganda dan hal ini akan menambah biaya dan kerumitan sistem.
Diperlukan injeksi dalam jumlah yang besar (5 – 10 MCF gas untuk memproduksi satu STB minyak).
Sumber CO2 biasanya tidak diperoleh ditempat yang berdekatan dengan proyek injeksi CO2 sehingga memerlukan pemipaan dalam jarak yang panjang.
80
3.1.2. Injeksi Gas Kering Pada Tekanan Tinggi Pada tekanan tinggi, ketercampuran pendorong gas dapat dicapai dengan gas hidrokarbon kering (lean hydrocarbon), fuel gas dan nitrogen. Perencanaan pendorong gas yang menguapkan biasanya hanya memerlukan perhatian supaya ketercampuran antara minyak dan gas injeksi tercapai dan terpelihara. 3.1.2.1. Perkiraan Proses Injeksi Injeksi gas kering biasanya memerlukan daerah injeksi yang luas (± 1000 acre). Injeksi gas yang menguapkan ini prosesnya bukan merupakan pendesakan dingin fluida. Hal ini membedakan injeksi gas yang mengembun serta injeksi tercampur pada kontak pertama (first contact miscible flood). Pada injeksi gas yang menguapkan, gas produksi dapat ditekan sampai tekanan tercampur dan diinjeksikan kembali untuk mempertahankan pendesakan tercampur. Mobility ratio pada injeksi gas yang menguapkan secara keseluruhan rendah. Dalam penggunaan injeksi gas kering perlu memperhatikan hal-hal yaitu kondisi fasa dalam reservoir dan besarnya tekanan “miscible”. A. Kelakuan Fasa Dalam Reservoir Gambar
3.14. menunjukkan kondisi fasa selama injeksi gas kering dengan
tekanan tinggi. Komposisi awal dari minyak yang diinjeksikan adalah titik O. Titik O dihubungkan dengan titik G dimana titik G adalah komposisi dari gas injeksi (gas kering). Pada Gambar 3.15., menunjukkan tahapan pada front pendesakan tercampur di dalam reservoir. Titik O disebelah kanan garis singgung dari pada “critical point” menunjukkan
komposisi
minyak
yang
mengandung
komponen
menengah
(intemediate). Keadaan 1 Pada waktu mulai injeksi, pendesakan adalah tidak tercampur dan GO memotong daerah dua fasa. Dengan demikian ada residu minyak dengan komposisi O yang tetap tinggal di belakang front gas-minyak. Minyak O dan gas G belum mencapai kesetimbangan thermodinamik.
81
Gambar 3.14. Kondisi Fasa Selama Injeksi Gas Kering dengan Tekanan Tinggi 7 Perubahan fasa yang terjadi pada waktu dan tempat tertentu hasilnya adalah komposisi gas g1 dan komposisi minyak o1. gas menjadi makin banyak mengandung komponen menengah berat. Keadaan 2 Sementara perubahan minyak o1 cenderung untuk menyusut. Saturasi minyak dibelakang front hingga saat ini tetap dibawah harag kritik dan
tetap tinggal
terperangkap di dalam pori batuan. Sementara gas g1 didesak ke arah front oleh injeksi gas G berikutnya. Keadaan 3 Gas g1 menjadi berhubungan dengan residu minyak yang baru saja terbentuk (dari komposisi O). Selama fluida tidak dalam keadaan kesetimbangan, maka terjadi perubahan fasa dan menghasilkan gas g2 dan minyak o2 yang mana dalam keadaan kesetimbangan. Gas g2 dalam keadaan berhubungan dengan front. Minyak o2 dalam hubungannya dengan gas g tidak akan memberikan komposisi menengah lebih banyak, dan komposisi tersebut menjadi oa. Kemajuan front ini berlangsung hingga komposisi gas dalam hubungannya dengan minyak mula-mula menjadi gt yaitu titik
82
singgung dari garis O ke kurva “dew point”. Pada tingkat ini “miscibility” antara gt dan O telah tercapai.
Gambar 3.15. Tahapan Front Pendesakan Tercampur 7 Keadaan 4 Mula dari titik ini, pendesakannya adalah pendesakan tercampur dan tidak ada residu minyak yang tertinggal di belakang front. Dibelakang “miscible bank” dengan terlebih dahulu residu minyak dengan komposisi o1, o2 dan seterusnya hingga komposisi menengah habis oleh injeksi gas G, batas komposisi minyak yang tidak tersapu adalah op yaitu pada ujung garis melalui titik G. Minyak op tidak dapat dirubah menjadi komponen lebih lanjut oleh gas G
dan ini merupakan
“unrecoverable” pada kondisi ini ternyata bisa diabaikan. Pengalaman dari beberapa operasi lapangan menunjukkan bahwa suatu “miscible bank” terbentuk setelah gas diinjeksikan berjalan lebih kurang 12 meter dari sumur injeksi.
83
B. Besarnya Tekanan Miscible Pada diagram Terner yang tergambar pada temperatur reservoir, “miscibility” hanya dapat dicapai antara gas dan minyak dari campuran masing-masing komposisi yang tetap G dan O bila garis Ogt merupakan garis singgung pada kurva dew point. Ini hanya akan terjadi pada tekanan lebih besar atau sama dengan “miscibility pressure” Pm, yang merupakan garis singgung melalui O pada titik kritik (Gambar 3.16) “Miscibility Pressure” tidak tergantung dari karakteristik formasi dan kondisi pendesakan. Hal ini dapat ditentukan secara percobaan menggunakan suatu media poros batuan dengan permeabilitas tinggi, dimana kecepatan fluida yang tinggi dapat tercapai.
Gambar 3.16. Diagram Terner untuk Miscibility Pressure Pada Injeksi Gas Tekanan Tinggi7 3.1.2.2. Sumber Gas Injeksi Beberapa sumber gas injeksi yang potensial digunakan untuk injeksi gas kering antara lain :
Gas hidrokarbon kering (lean hydrocarbon) yang dihasilkan dari gas separator di lapangan dan gas sisa dari pabrik (bahan bakar alami).
Gas hidrokarbon murni yang dihasilkan pipa transmisi gas.
Flue gas yang dihasilkan dari pembakaran gas sisa pabrik (bahan bakar) di dalam ketel uap.
Gas buangan mesin.
Pengolahan nitrogen di tempat.
84
3.1.2.3. Kelebihan dan Kekurangan Injeksi Gas pada Tekanan Tinggi Kelebihan dari injeksi gas pada tekanan tinggi adalah :
Efisiensi pendesakan mendekati 100%.
Lebih ekspansif daripada propana atau gas yang diperkaya.
Tidak ada masalah yang terjadi pada ukuran slug sehubungan dengan injeksi yang terjadi secara kontinyu.
Gas dapat diinjeksikan kembali. Kekurangan dari injeksi gas pada tekanan tinggi adalah :
Proses ini terbatas sebab reservoir minyak harus kaya akan komponen C2-C4
Proses ini memerlukan tekanan injeksi yang besar
Biaya yang diperlukan untuk gas alam mahal, gas-gas pengganti memerlukan tekanan yang lebih besar.
3.1.3. Injeksi Gas Diperkaya Injeksi gas diperkaya (enrich gas drive) adalah suatu usaha peningkatan recovery minyak sisa dalam pori-pori batuan reservoir, dengan menginjeksikan gas alam kering (relatif lebih banyak methana) yang telah diperkaya oleh komponen intermediate (propana, butana, dan lain-lain). Tipe pendesakan ini disebut juga “condensing gas drive”. Injeksi gas yang diperkaya dapat dipergunakan baik untuk reservoir jenuh maupun untuk reservoir belum jenuh dengan berat jenis lebih besar dari 20o API dan tekanan pendesakan lebih besar dari 1000 psia. Kalau tekanan injeksi lebih rendah dari 1000 psia, maka gasnya harus lebih dperkaya. Injeksi gas diperkaya ini lebih rumit mekanismenya dibandingkan dengan injeksi gas kering tekanan tinggi. Disini harus ada persediaan gas yang cukup selama proses injeksi, dan sementara pengkayaan gas cukup mahal biayanya. Oleh sebab itu, proses injeksi ini tidak dapat diterapkan pada semua reservoir. 3.1.3.1. Mekanisme Pendesakan Injeksi Gas Diperkaya Dalam Media Berpori A. Pencampuran Thermodinamik
85
Gas yang dipergunakan untuk mendesak minyak hampir selalu terdiri dari campuran hidrokarbon (perkembangan akhir-akhir ini dipergunakan CO2 dan gas inert lainnya). Komponen pembentukan gas dan minyak biasanya terdiri dari hidrokarbon ringan (methane), hidrokarbon intermediate (ethane sampai heksane) dan hidrokarbon berat (hepthane dan diatasnya atau C7) yang berbeda proporsinya. Dengan perkataan lain, bahwa kita bisa melihat variasi macam-macam fluida reservoir yang rangenya “overlapping” terhadap komposisi gas dan minyak. Untuk contoh, retrogade gas kondensat dalam “cosdensible” dan minyak ringan, ternyata punya komposisi yang sama. Selama injeksi gas ke dalam reservoir minyak, sepanjang fluida reservoir tidak berbeda secara keseluruhan komposisinya, maka perlahan-lahan akan terjadi pencampuran antara dua fluida tersebut sehingga komponen akan menjadi lebih serupa. Kemudian fasa gas dan minyak hanya sebentar dipisahkan oleh bidang antar muka dan selanjutnya terjadi pencampuran. Di bawah ini diberikan beberapa parameter yang sangat penting untuk menentukan kelarutan gas dalam minyak :
Pengaruh Tekanan Henry meramalkan bahwa pada suhu tetap kelarutan gas dalam zat cair berbanding lurus dengan tekanan. Kelarutan gas dalam minyak biasanya tidak memperlihatkan hubungan linier dengan tekanan seperti yang dinyatakan dalam hukum Henry, tapi walaupun demikian kelarutan naik sampai tercapai tekanan jenuh.
Gambar 3.17. Kurva Kelarutan Gas Sebagai Fungsi dari Tekanan untuk Minyak Mentah Jenuh 1
86
Pengaruh Suhu Kelarutan gas dalam minyak berkurang dengan naiknya suhu.
Pengaruh Komposisi Minyak Kelarutan naik dengan menurunnya berat jenis minyak. Berat jenis zat cair yang rendah menunjukkan konsentrasi zat cair hidrokarbon dengan berat molekul rendah. Seperti diketahui bahwa berat jenis turun dengan naiknya oAPI. Oleh sebab itu, pengaruh komposisi minyak terhadap kelarutan gas dalam minyak akan naik dengan naiknya berat jenis API minyak. Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa kelarutan gas terhadap minyak adalah baik dengan kenaikkan tekanan, penurunan temperatur, komposisi gas (fluida pendesak) kaya dalam komponen lebih berat, dan naiknya derajat API komposisi minyak. Parameter-parameter ini digunakan sebagai dasar konsep dalam injeksi gas yang diperkaya. Kurva kelarutan gas belum jenuh diperlihatkan Gambar 3.18.
Gambar 3.18. Kurva Kelarutan Gas Sebagai Fungsi Dari Tekanan Untuk Minyak Mentah Belum Jenuh 1 B. Diagram Terner Tipe variasi pendesakan tercampur secara thermodinamik, dapat lebih cepat diuraikan dengan menggunakan pengenalan grafis komposisi campuran hidrokarbon, dengan kombinasi tiga komponen yang sama sifat thermodinamiknya. Diagram seperti ini disebut dengan Diagram Terner. Dengan menggunakan diagram Terner, gambaran visual dari sifat fasa dapat dilihat. Sistim ini terdiri dari tiga komponen yaitu :
87
a. Komponen ringan, terutama methane (C1) dan mungkin N2 dan lain-lain b. Komponen intermediate, yaitu semua hidrokarbon dari ethane sampai hexane (C 2C6) dan kemungkinan CO2, H2S. c. Komponen berat, contohnya C7 dan hidrokarbon lebih berat (C7+). Untuk injeksi gas yang diperkaya, gas injeksi adalah relatif banyak C 2-C6 dan digambarkan sebagai titik G pada diagram Terner sedang minyak yang didesak digambarkan sebagai titik O. Pada gambar 3.19, terlihat bahwa zona tercampur berkembang dengan transfer komponen intermediate dari gas terhadap minyak. Pencampuran dicapai pada tekanan dan temperatur operasi, dengan kompisisi minyak O dan gas injeksi G saling berhadapan pada sisi garis singgung titik kritis. Pada diagram ini kemudian ditarik garis lurus antara titik G dan titik O yang berarti terjadi proses injeksi, sedangkan gambar 3.20. menggambarkan apa yang terjadi di reservoir selama pendesakan.
Gambar 3.19. Proyek Injeksi Gas Yang Diperkaya Pada Diagram Terner 11
Keterangan gambar 3.20. : I
= zone minyak yang mula-mula didesak
II
= gas yang terurai terdiri dari komponen intermedite dan belum larutlagi
III
= oil bank yang mobil
88
Gambar 3.20. Pendesakan Gas Dalam Reservoir 11 Bila injeksi yang diperkaya dimulai, proses pertama adalah tipe non-miscible (minyak O kontak dengan gas G seperti keadaan I). Pendesakan selanjutnya dapat dilihat bahwa minyak yang telah diperkaya meninggalkan zona kontak (minyak dibelakang front maju lebih banyak hingga mencapai miscible) dengan gas injeksi, dan selanjutnya didorong ke depan oleh gas untuk bercampur dengan zona minyak di depannya. Demikian langsung terus hingga keseluruhan komposisi minyak tercampur dengan gas yang diinjeksikan. Untuk injeksi gas yang diperkaya, parameter operasi adalah tekanan dan komposisi injeksi gas (yang diperkaya dengan propana dan butana seperti yang ditunjukkan oleh titik L pada gambar 3.21. dan gambar 3.22.) Pada diagram Terner (gambar 3.22.) yang digambarkan pada temperatur reservoir, pencampuran hanya dapat dicapai bila gas diperkaya Gr dan minyak O (garis GrO) dalam komposisi tetap, merupakan garis singgung dari kurva titik gelembung. Ini hanya dapat dicapai untuk tekanan yang sama atau lebih besar dari pada tekanan percampuran Pm, dimana garis singgung pada titik kritis ini melewati titik Gr.
89
Jika gas terdiri dari campuran G dan L, komposisi pertama titik kritis campuran Cm pada gas dan minyak adalah bercampur pada tekanan P seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.21.
Gambar 3.21 Tekanan Pencampuran Komposisi Gas11
Gambar 3.22 Tekanan Pencampuran Untuk Mencapai Titik Kritis11 3.1.3.2.
Pelaksanaan dan Perencanaan Injeksi Gas Diperkaya
Di lapangan operasi dilakukan dengan menginjeksikan gas yang diperkaya setelah melalui tangki pencampuran. Dalam pencampuran ini perlu diperhatikan bahwa gas yang ditambahkan (C2-C6) jangan sampai berlebihan karena gas dengan komponen menengah sangat mahal harganya, juga sebaliknya jangan sampai kurang karena proses yang terjadi tidak akan efektif. Setelah itu, oleh pompa dialirkan ke
90
kompresor untuk diinjeksikan langsung melalui tubing ke dalam sumur injeksi. (lihat gambar 3.23.)
Gambar 3.23. Operasi Pelaksanaan Injeksi Gas Yang Diperkaya11 3.1.3.3.
Sumber Gas Injeksi
Gas yang diperkaya pada umumnya selalu di blanded dengan perluasan lapanganseparator gas atau sisa gas dari lapangan minyak gas dengan berat hidrokarbon molekul menengah. Separator di lapangan dapat diatur untuk menghasilkan gas separator dengan komposisi yang cukup untuk mencapai percampuran. Gas alam yang sesuai untuk injeksi harus diperkaya dengan hidrokarbon dengan molekul menengah untuk mencapai pendesakan tercampur tekanan reservoir yang diharapkan. Lapangan separator gas dan gas sisa dari lapangan minyak gas juga sumber yang potensial untuk mendorong gas. 3.1.3.4.
Keuntungan dan Kekurangan Injeksi Gas Yang Diperkaya
Keuntungan dari injeksi gas yang diperkaya adalah :
Sangat baik untuk seluruh minyak sisa
Percampuran dapat dilakukan kembali jika terjadi kehilangan di reservoir.
Mengembangkan percampuran pada tekanan yang relatif rendah.
Ukuran slug yang besar memperkecil problem-problem yang akan terjadi dalam perencanaan slug. Adapun kekurangan injeksi gas yang diperkaya adalah :
Gravity override terjadi formasi yang tipis
91
Harga gas mahal
Penjarian viskositas mempengaruhi disipasi slug
3.1.4. Injeksi Gas Tidak Reaktif Dalam pembicaraan disini, yang dimaksud dengan gas yang tidak reaktif adalah gas nitrogen (N2) 3.1.4.1. Tekanan Misciblitas Yang dimaksud dengan tekanan miscibilitas adalah besarnya tekanan dimana fluida yang diinjeksikan dapat tercampur dengan minyak reservoir yang diinjeksi, pada temperatur reservoir. Untuk menentukan besarnya tekanan besarnya tekanan miscibilitas, maka dilakukan percobaan pada minyak reservoir dengan membuat kontak berulang-ulang antara minyak reservoir dengan gas inert yang diinjeksikan.
Gambar 3.24. Pengaruh Hadirnya N2 Pada Gas Injeksi Terhadap Tekanan Miscibilitas11 Dalam percobaan ini minyak reservoir diinjeksi dengan N2 (Nitrogen) dalam suatu tabung dengan panjang 56 feet dengan tekanan injeksi sebesar 4.280 psi pada suhu reservoir. Hasilnya memperlihatkan bahwa miscibilitas diperoleh setelah terjadi kontak berulang-ulang dan sekitar 90% pore volume dari N2 (Peterson, 1987) Gambar 3.25. menunjukkan hubungan antara tekanan miscibilitas minimum yang diperlukan untuk menjamin bagi terjadinya miscibilitas antara propana atau butana pada keadaan cair apabila diisi oleh lean gas, flue gas atau nitrogen. Sebagai contoh,
92
pada suhu 160 oF n-butana akan tercampur dengan nitrogen hanya bila tekanan lebih besar dari 3.600 psi. Ini berarti juga bahwa suatu slug butana diinjeksikan ke dalam reservoir pada suhu 160 oF, maka diperlukan untuk mengatur agar tekanan lebih besar dari 3.600 psi dengan tujuan untuk menjamin terjadinya miscibilitas atau percampuran dari butana dengan gas nitrogen yang diinjeksikan, walaupun miscibilitas antara butana dengan minyak dapat dicapai hanya pada tekanan sekitar 125 psi saja. Dari hasil beberapa studi laboratorium kelihatannya gas nitrogen bukanlah merupakan agen yang cocok untuk meningkatkan perolehan minyak secara pendesakan tercampur. Walaupun demikian hal itu bukanlah merupakan suatu argumentasi yang cukup kuat untuk menghentikan percobaan-percobaan dalam mengganti gas alam sebagai bahan injeksi, dengan gas inert. Hal ini disebabkan semakin mahalnya gas alam sebagai bahan bakar.
Gambar 3.25. Tekanan Miscibilitas Minimum 18 3.1.4.2. Diagram Terner Pada diagram Terner diterangkan bahwa percampuran antara N2 dan minyak mentah terjadi melalui proses kontak yang berulang-ulang. (gambar 3.26).
93
Masing-masing pojok segitiga mewakili N2 100%, C7 100% dan C1-C6 100%. Titik tengah pada dasar segitiga (titik A) adalah N 2 murni yang bercampur dengan C7 50%. Minyak tanah mencapai keseimbangan pada temperatur dan tekanan tertentu. Titik kesetimbangan M1 berada dalam daerah dua fasa dan memiliki unsur cairan L 1 dan gas G1 lebih mudah bergerak untuk kontak dengan minyak mentah dibandingkan dengan cairan. Gas G1 dan minyak mentah mendekati kesetimbangan. Pada saat yang sama titik kesetimbangan. Pada saat yang sama titik kesetimbangan dari campuran berada pada titik M2 yang dihasilkan dari gas G2 dan cairan L2. gas G1 mengandung kira-kira 35% hidrokarbon ringan, gas G2 40% dan gas G3 50%. Selama gas terus mengalir dalam pasir minyak, proses ini berulang sampai bercampur dengan minyak (oil in place). Pada titik kritis komposisi gas dan cairan adalah sama. Pendesakkan minyak reservoir akhirnya mendekati 100% pada ujung zona miscible.
Gambar 3.26. Diagram Terner untuk Percampuran Antara N2 dengan Minyak Mentah 7 3.1.4.3. Kelakuan Fasa Di dalam Reservoir Kelakuan fasa di dalam reservoir dimana proses miscibilitas antara nitrogen (N2) dengan minyak reservoir diperoleh dari kontak yang berulang-ulang seperti yang digambarkan pada diagram Terner (gambar 3.26).
94
Sudut diagram menggambarkan 100% N2, 100% C7+ dan 100% pm (C1-C6). Titik tengah pada sisi dasar, titik A, adalah N 2 murni yang menghubungkan minyak mentah dengan komposisi 50% (C1-C6) dan 50% minyak tanah dan N2 akan mencapai kesetimbangan pada tekanan dan suhu tertentu. Titik kesetimbangan M1 terletak pada daerah dua fasa, dan mempunyai sejumlah fasa cair L 1 dan sejumlah fasa gas G1. Fasa gas G1 akan lebih mudah bergerak daripada fasa cair L1, maka terjadi kontak antara G1 dengan minyak mentah. Kemudian gas G1 dan minyak mentah akan menuju ke suatu titik kesetimbangan. Untuk pengertian yang sederhana, titik kesetimbangan dari campuran adalah pada perpototngan garis atau tie line M2 pada gambar diatas menghasilkan G2 dan cairan L2. Critical point yaitu critical point dimana gas dan cairan mempunyai komposisi yang sama. Pendesakan minyak reservoir akan mendekati 100% pada ujung depan zone miscible. 3.1.4.4. Sumber Gas Injeksi Sebagian besar gas injeksi diperoleh dari lapangan minyak-gas terdekat. Gas-gas dari minyak dan lapangan-lapangan gas selalu mengandung hidrokarbon-hidrokarbon yang cukup dan dapat dicairkan sampai batas lapangan untuk perolehannya. Pada lapangan-lapangan ini, hidrokarbon dapat dicairkan dari lapangan gas yang tidak baik dalam suatu penyerap dengan minyak gas sebagai penghisap. Minyak ini kemudian dikeluarkan unsur propana, butana dan unsur pokok minyak-gas alam, yang pada gilirannya dipisahkan dengan destilasi fraksi di menara debutnizer dan menara depronizer yang merupakan material-material yang sesuai untuk injeksi gas inert. 3.1.4.5. Proses Untuk Mengahasilkan Gas Tidak Reaktif Untuk Injeksi. Terdapat tiga proses untuk menghasilkan gas tidak reaktif untuk injeksi, yaitu boiler yang berbahan bakar gas, mesin gas lepasan dan nitrogen dari pemisahan cyrogenic. Gas alam yang telah lama diinjeksikan ke dalam reservoir dengan hasil yang memuaskan di seluruh dunia. Pada kebanyakan reservoir injeksi gas alam dapat mempertahankan tekanan. Akan tetapi keterbatasan suplai dan biaya yang semakin meningkat membuat perlunya suatu gas alternatif. Gas yang tidak reaktif (inert gas)
95
seperti N2murni atau campuran yang didominasi N 2 dapat dijadikan sebagai alternatif pengganti gas alam.
3.1.4.6.
Efek Tekanan dan Suhu Pada Perolehan Minyak Memakai Injeksi N2 Sebuah percobaan yang telah dilakukan berhasil menjelaskan efek tekanan dan
suhu terhadap perolehan minyak pada proses pendesakan dengan injeksi nitrogen tekanan tinggi. Pada percobaan ini dipakai nitrogen murni yang diperoleh dari pasaran umum yang digunakan sebagai gas pendesak untuk menyelidiki proses pendesakan tercampur dari minyak mentah dan nitrogen. Gambar dibawah memperlihatkan efek tekanan dan suhu terhadap perolehan minyak pada injeksi nitrogen tekanan tinggi. Percobaan dilakukan pada tekanan antara 2500-5000 psi dan minyak mentah yang dipakai mempunyai 54.4 oAPI gravity dengan perbandingan gas-minyak 700 scf/bbl. Sebagai media pendesakan adalah sebuah “pack” yang linier dengan panjang 40 feet dan suhu berkisar antara 72 oF – 250 oF, diperoleh minyak hampir 70%. Pada tekanan 4000 psi, dengan 72 oF perolehannya 78% dan pada 150 oF perolehannya 85%. Pada 5000 psi dan suhu berkisar antara 72 oF – 250 oF, perolehannya sekitar 85% - 92 %.
Gambar 3.27. Efek Tekanan dan Suhu Pada Perolehan Minyak7 Disini mungkin sekali bahwa miscibilitas dicapai pada beberapa feet terakhir dari panjang yang dipakai, walaupun total perolehan minyak hanya sekitar 85%. Oleh
96
McNeese telah ditegaskan bahwa walaupun perolehan minyak hanya 85% pada 123 ft awal panjang alat yang panjangnya 145 ft, miscibilitas dan perolehan minyak 94% ditemukan pada 22 ft terakhir dari panjang alat. Beberapa sistem pack yang panjang diperlukan agar miscibilitas dapat tercapai. Gambar 3.28. menunjukkan efek suhu terhadap perolehan minyak pada injeksi nitrogen tekanan tinggi, pada sistem yang sama dengan pada percobaan gambar 3.29. Dari gambar 3.29. telihat bahwa pada tekanan 3000 psi perubahan suhu tidak mempengaruhi besarnya perolehan minyak. Sedangkan pada tekanan 4000 psi dan tekanan 5000 psi perolehan minyak naik sejalan dengan bertambahnya suhu sistem.
Gambar 3.28. Efek Suhu Pada Perolehan Minyak7 3.1.4.7.
Pelaksanaan Proyek N2 Flooding
97
Gambar 3.29. Proses Produksi Flue Gas 17 Sarana produksi yang ada biasanya adalah separator tekanan tinggi, separator tekanan rendah, heater treater, kompressor serta gas plant. Sarana injeksi meliputi nitrogen plant yaitu instalasi pengolahan yang memproduksi gas nitrogen. Gas N2 yang dihasilkan disalurkan ke kompressor 2000 HP dengan tekanan 80 psig, kemudian oleh kompressor ini dikirimkan ke kompressor 4500 HP dengan tekanan 1200 psig, untuk diinjeksikan ke dalam sumur injeksi dengan tekanan antara 8000 psig – 10000 psig. Pada saat ada tiga macam proses yang dipakai untuk memproduksikan gas inert. Ketiga proses itu ialah proses flue gas, proses engine exhaust dan proses cyrogenic yaitu proses pemisahan gas dari udara (air). Pada proses flue gas, sebagai bahan dasar adalah gas alam yang dimasukkan ke dalam ketel uap (boiler), dari sini gas yang dihasilkan dialirkan melalui NOx reaktor untuk membatasi kadar NOx di dalam gas. Kemudian gas dimasukkan ke dalam water scruber untuk membersihkan uap air dari gas. (lihat gambar 3.29.) Pada proses gas engine exhaust dihasilkan dari gas sisa pembakaran mesin. Sebagai bahan dasar sama dengan pada proses flue gas yaitu udara dan gas alam, yaitu perbandingan tertentu dipakai sebagai bahan bakar mesin. Gas hasil sisa pembakaran ini sebelum diinjeksikan ke dalam sumur juga dilewatkan melalui NOx, water separator dan dryers. Proses cyrogenic nitrogen dimaksudkan untuk memproduksikan nitrogen murni, yang dipisahkan dari udara. Prosesnya udara dan kompresor disalurkan melalui separator air, kemudian melalui heat exchange terlebih dahulu dimasukkan ke dalam kolom distilasi, dimana gas nitrogen sangat ringan ini akan dihasilkan dari puncak kolom distilasi ini. 3.2. Injeksi Kimia Injeksi kimia adalah salah satu jenis metode pengurasan minyak tahap lanjut (EOR) dengan jalan menambahkan zat-zat kimia ke dalam air injeksi untuk
98
menaikkan perolehan minyak sehingga akan menaikkan efisiensi penyapuan dan atau menurunkan saturasi minyak sisa yang tertinggal di dalam reservoir. Injeksi kimia dapat dibagi menjadi tiga yaitu injeksi alkalin, injeksi polimer dan injeksi surfactant. 3.2.1. Injeksi Alkalin Injeksi alkalin atau kaustik merupakan suatu proses dimana PH air injeksi dikontrol pada kisaran harga 12-13 untuk memperbaiki perolehan minyak, proses injeksi alkalin digambarkan seperti pada gambar 3.30. Beberapa sifat batuan dapat mempengaruhi terhadap injeksi alkalin. Ion divalen dalam air di reservoir, jika jumlahnya cukup banyak dapat mendesak slug alkalin karena mengendapnya hidroksida-hidroksida yang tidak dapat larut. Gypsum dan anhydrit jika jumlahnya melebihi dibandingkan dengan jumlahnya yang ada didalam tracer akan menyebabkan mengendapnya Ca(OH)2 dan membuat slug NaOH menjadi tidak efektif. Clay dengan kapasitas pertukaran ion yang tinggi dapat menghasilkan slug NaOH dengan menukar hidrogen dari sodium. Limestone dan dolomit bersifat tidak reaktif dan reaksi dengan komponen silika di dalam batu pasirsangat lambat dan tidak lengkap, sedangkan reseistivitas alkalin dengan batuan reservoir dapat ditentukan di laboratorium.
99
Gambar 3.30. Proses Injeksi Alkalin3 3.2.1.1
Bahan Kimia Injeksi Alkalin
Bahan kimia yang umumnya banyak dipakai adalah sodium hidroksida. Sodium orthosilikat, ammonium hidroksida, pottassium hidroksida, trisodium phospat, sodium karbonat, sodium silikat dan poly ethylenimine, juga termasuk zat organik yang dianjurkan untuk dipakai. Harga dari bahan-bahan kimia tersebut merupakan pertimbangan yang penting dimana NaOH dan sodium orthisilikat tidak begitu mahal dan lebih efektif dalam menaikkan perolehan minyak tambahan. 3.2.1.2
Parameter yang Mempengaruhi dalam Injeksi Alkalin
Beberapa parameter yang banyak mempengaruhi dalam proses injeksi alkalin antara lain adalah konsentrasi NaOH, karakteristik reservoir, luas permukaan serta komposisi fluida reservoir dan air injeksi. A. Konsentrasi NaOH Reisberg dan Doscher mengamati tegangan antar muka antara air-minyak pada minyak California dan didapatkan bahwa pada range pH tertentu tegangan antar muka akan minimum, seperti terlihat pada gambar 3.31. Dengan pengamatan yang sama
100
pada minyak Tia Juana, De Ferrer mengemukakan bahwa tegangan antar muka akan minimum pada harga konsentrasi kritis tertentu, gambar 3.32. Dari kedua hal tersebut dapat disimpulkan bahwa tegangan antar muka akan minimum pada range pH dan konsentrasi NaOH tertentu. . Pentingnya konsentrasi yang tepat pada injeksi alkalin ini dikemukakan oleh Subkow, dimana agar didapat emulsi minyak dalam air pada proses emulsifikasi di formasi, konsentrasi NaOH harus cukup, karena konsentrasi NaOH yang berlebihan akan menyebabkan emulsifikasi yang sebaliknya (air dan minyak) atau tidak terjadi emulsi sama sekali, gambar 3.33.
B. Karakteristik Reservoir Pada injeksi alkalin perolehan minyak tergantung kepada interaksi antara bahan kimia yang ditambahkan dengan fluida reservoir. Bahan kimia ini penting untuk bertahan cukup lama supaya dapat kontak sebanyak-banyaknya dengan fluida reservoir. Hal-hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan pengaruh karakteristik reservoir ini adalah :
101
Gambar 3.31. Tegangan Antar Muka vs pH untuk Minyak California16
Gambar 3.32. Tegangan Antarmuka vs Konsentrasi NaOH16
102
Gambar 3.33. Injeksi Core dan Tegangan Antar muka vs Konsentrasi NaOH Untuk Minyak dari Amerika Selatan dengan Gravity 12.2 °API16 B.1. Struktur dan Geologi Reservoir Dalam kaitannya dengan efisiensi pendesakan injeksi alkalin, hal-hal yang perlu dihindari adalah :
Reservoir dengan sesar dan rekahan yang memungkinkan terjadinya distribusi minyak yang tidak merata.
Ketebalan total reservoir yang jauh lebih besar dari ketebalan minyak.
Luas zona minyak yang kecil atau zona minyak yang tipis di atas aquifer yang tebal.
Reservoir dengan tingkat perlapisan yang tinggi.
Heterogenitas batuan yang tinggi dan perkembangan porositas serta permeabilitas yang rendah.
B.2. Kedalaman dan Temperatur Dari hasil pengukuran di laboratorium didapatkan bahwa dengan semakin dalam dan semakin tinggi temperatur reservoir, maka konsumsi alkalinnya akan semakin besar.
103
C. Luas Permukaan Minyak yang tersisa setelah injeksi alkalin pada matrik oil-wet adalah berbentuk film. Ketebalan film ini tergantung pada kualitas pendesakan emulsinya, minyak yang tersisa akan lebih besar bila luas permukaan batuan semakin besar. Dengan demikian injeksi alkalin akan tidak efektif pada batuan yang mempunyai luas permukaan yang besar seperti batu lempung dan silt. D. Komposisi Fluida Reservoir Kandungan kimia pada fluida reservoir dan injeksi air hangat sangat berpengaruh mekanisme dalam injeksi alkalin. iv.
Komposisi Minyak
Beberapa hasil pengamatan yang penting sehubungan dengan komposisi minyak serta pengaruhnya terhadap mekanisme injeksi alkalin dapat dilihat pada tabel 3.4. Tabel 3.4 Famili Hidrokarbon yang Penting Pada Mekanisme injeksi Alkalin16 Mekanisme Penurunan tegangan permukaan
Famili HC Asam karboksilat
Rumus Molekul RCOOH
Perubahan kebasahan
Asphalten
RCH2COOH
Pembentukan rigid
Porphyrin
C34H32N4O4FeCl2
Aldehide
RCOH
Keton
RCOR
Asam karboksilat
RCOOH
Nitrogen Organik
RNO2
Keterangan : R = gugus alkil R = gugus alkil atau yang sama atau tidak sama dengan R. D.2. Komposisi Air Formasi dan Air Injeksi Kadar padatan yang terlarut yaitu berupa senyawa garam atau berupa ion bebas baik pada air formasi maupun pada injeksi air sama-sama mempengaruhi terhadap mekanisme injeksi dan konsumsi alkalin. Reaksi antara NaOH dengan ion kalsium
104
dan magnesium akan membentuk sabun kalsium dan magnesium, akan tetapi keduanya bukan zat aktif permukaan, sehingga akan mengurangi slug NaOH dan tegangan antar muka akan naik dengan keberadaan kedua ion tersebut. Hasil percobaan di laboratorium menyatakan bahwa kadar kalsium yang diijinkan pada air injeksi adalah 70 ppm dan ion magnesium sampai 700 ppm, sedangkan kadar kalsium yang diijinkan pada air formasi sampai 500 ppm. Pada jumlah tertentu garam NaCl berguna untuk menjunjung mekanisme dalam injeksi alkalin juga berguna untuk mengurangi konsumsi NaOH. Kegaraman di reservoir diperluka pada proses perubahan kebasahan., yaitu membuat batuan reservoir cenderung menjadi oil-wet, sedangkan pada konsentrasi yang lebih besar diperlukan untuk terjadinya emulsi air dalam minyak. Pengaruh NaCl terhadap tegangan antarmuka, Jennings menyatakan bahwa dibawah 20000 ppm, adanya NaCl pada air injeksi bukan saja membuat tegangan antarmuka tetap rendah akan tetpai juga dapat menurunkan keperluan akan konsentrasi NaOH. 3.2.1.3. Mekanisme Dalam Injeksi Akalin Meskipun injeksi alkalin adalah proses yang sederhana dan relatif tidak mahal dalam pelaksanaannya, tetapi memiliki mekanisme pendesakan yang kompleks. Beberapa mekanisme yang ada yaitu penurunan tegangan antarmuka, emulsifikasi, perubahan kebasahan dan penghancuran rigid interfacial film. Akibat dari mekanisme-mekanisme tersebut secara makroskopis adalah adanya perbaikan areal dan volumetric sweep efficiency, yaitu dengan perubahan mobilitas ratio atau perubahan permeabilitas minyak-air. Sedangkan secara mikroskopis adalah merubah minyak yang tidak dapat bergerak (immobile) dalam media berpori menjadi dapat bergerak (mobile), yaitu dengan emulsifikasi dan penurunan tegangan permukaan. A. Penurunan Tegangan Antarmuka Taber dkk membuat hubungan antara perubahan bilangan kapiler dengan perubahan saturasi minyak. Bilangan kapiler didefinisikan dengan persamaan sebagai
berikut :
Nc =
µV σ ................................................................................................(3.1)
105
Pada injeksi air, harga bilangan kapiler sekitar 10-6. Untuk meningkatakan perolehan minyak, maka harga ini harus dinaikkan menjadi lebih besar dari 10-4. Bila viskositas dan kecepatan konstan, maka untuk menaikkan bilangan kapiler dilakukan dengan menurunkan tegangan antarmuka sampai ribuan kali atau lebih. Kebanyakan minyak mempunyai tegangan antar muka 25 dyne/cm, sedang dengan injeksi alkalin dapat mencapai 0,001 dyne/cm. Mekanisme ini berkaitan dengan bilangan asam, gravitasi dan viscositas. Bilangan asam adalah sejumlah miligram Kalium hidroksida (KOH) yang diperlukan untuk menetralisasikan satu gram minyak mentah (ph menjadi 7.0). Untuk hasil yang baik setidaknya mempunyai bilangan asam 0,5 mg KOH/gr minyak mentah atau lebih. B. Emulsifikasi Pada pH, konsentrasi NaOH dan salinitas yang optimum serta konsentrasi asam pada minyak di reservoir uang mencukupi, akan menyebabkan terjadinya emulsifikasi di formasi. Hasil penelitian laboratorium menunjukkan bahwa dengan menginjeksikan emulsi minyak dalam air (water in oil emulsion) hasilnya akan lebih baik dibanding injeksi dengan air. Peningkatan perolehan minyak yang sama dapat terjadi kalu emulsi tersebut dapat dibangkitkan di formasi. Ada dua sistem pengaliran emulsi, yaitu emulsifikasi entrainment (emulsifikasi dan penderetan) serta emulsifikasi entrapment (emulsifikasi dan penjebakan). Emulsifikasi entrainment yaitu bila emulsi yang terjadi akibat reaksi NaOH dengan minyak di reservoir, kemudian emulsi tersebut masuk ke dalam air injeksi dan mengalir bersamanya sebagai minyak-minyak yang halus. Alkalin mempunyai sifat dapat mencegah minyak menempel pada permukaan pasir. Kondisi tersebut diperlukan selama penderetan kontinyu terjadi untuk mempertahankan tegangan antar muka yang rendah saat campuran bergerak melewati reservoir. Emulsifikasi entrapment yaitu bila emulsi tersebut selama proses pengalirannya ada sebagaian yang terperangkap kembali sehingga sedikit menghambat bergeraknya air injeksi, dam mobility air injeksi menjadi berkurang. Maka akan memperbaiki efisiensi penyapuan vertikal dan horisontal. Keuntungan lain pada emulsifikasi ini adalah sifat pergerakan front-nya seperti terlihat pada gambar 3.34.
106
1. Bersamaan dengan terjadinya perubahan kebasahan dari water-wet menjadi oil wet, di dekat front bagian belakang yang mengandung sedikit emulsi akan terbentuk film (lamella) (gambar 3.34a.). 2. Terbentuknya
lamella
akan
menghambat
aliran
injeksi
pada
pori-pori,
mengakibatkan gradien tekanan yang besar di belakang front (gambar 3.34b.). 3. Pada saat lamella melalui kerongkongan pori, ia akan pecah, menjadikan gradien saturasi yang tajam di daerah front (gambar 3.34c.). Bila ketiga proses diatas digambatkan secara mikroskopis seperti (gambar 3.34d)
107
Gambar 3.34. Tekanan Dan Distribusi Fluida Dalam Kolom Pasir Pada Injeksi Alkalin18 C. Perbahan Kebasahan Tenaga kapiler cenderung untuk menahan minyak pada media berpori. Hal ini dapat dikurangi, dihilangkan atau diubah dengan mekanisme perubahan kebasahan.. Pada injeksi alkalin ada dua kemungkinan terjadinya perubahan kebasahan, yaitu perubahan kebasahan dari water-wet menjadi oil-wet dan sebaliknya. 1. Perubahan kebasahan dari water-wet menjadi oil-wet Mekanisme yang terjadi pada perubahan kebasahan dari water-wet menjadi oilwet, sebagai berikut :
Gambar 3.35. Mekanisme Pergerakan Minyak Residual Dengan Peubahan Kebasahan3 a. Pada saat konsentrasi zat perubah kebasahan naik, batuan water-wet berubah jadi oil-wet, akibatnya tenaga kapiler akan mendorong minyak pada kerongkongan pori yang lebih sempit (gambar 3.35a.).
108
b. Pada saat yang bersamaan zat perubah itu akan menurunkan tegangan antarmuka, akibatnya minyak akan pecah dan menjalar sepanjang kerongkongan pori (gambar 3.35b.) c. Bila zat perubah kebasahan tersebut turun, batuan mulai berubah lagi menuju water-wet sehingga mengakibatkan minyak menjadi retak-retak sepanjang kerongkongan pori (gambar 3.35c). d. Bila batuan tadi sudah menjadi water-wet kembali, maka minyak yang retak-retak akan pecah dan lepas dari batuan, kemudian mengalir melalui kerongkongan pori bersama air injeksi (gambar 3.35d). 2. Perubahan kebasahan oil-wet menjadi water-wet Banyak peneliti yang menyatakan bahwa kenaikan perolhan minyak pada perubahan kebasahan adalah dari oil-wet menjadi water-wet. Hal penting pada perubahan kebasahan ini adalah perubahan permeabilitas relatif minyak dan air yang menyertainya, dimana hal ini akan membantu terhadap perbaikan mobilty ratio penginjeksian atau akan menurunkan WOR, sehingga terjadi kenaikan perolehan minyak. D. Peleburan Rigic Interfacial Film. Beberapa hidrokarbon mempunyai kecenderungan untuk membetuk rigid interfacial film. Film ini akan hancur dan masuk ke dalam minyak, tetapi prosesnya sangat lambat. Bila film ini masuk ke dalam ruang pori yang kecil, maka ia akan melipat membentuk simpul-simpul yang mengakibatkan minyak tidak dapat keluar dari media berpori. Dengan injeksi alkalin, padatn film akan pecah atau larut terbawa gerakan minyak sisa. 3.2.1.4.
Perilaku Reservoir Setelah Injeksi Alkalin
Perilaku reservoir setelah injeksi alkalin dapat dilihat pada gambar 3.36. Seperti halnya injeksi kimia yang lain, perilaku reservoir yang baik akan didapat jika semua parameter bersangkutan sesuai untuk injeksi alkalin.
109
Gambar 3.36. Perilaku Reservoir Setelah Injeksi Alkalin16 Perolehan minyak tambahan yang dapat diharapkan adalah sekitar 5 %, atau ultimate recovery dengan memakai injeksi alkalin adalah 67 % dari minyak mula-mula (OOIP). Perolehan minyak dapat tinggi jika ukuran slope yang diinjeksikan ke dalam reservoir adalah jumlah yang optimal dan WOR produksi dengan injeksi alkalin akan turun selama masa injeksi. 3.2.2. Injeksi Polimer Injeksi polimer pada dasarnya merupakan injeksi air yang disempurnakan. Penambahan polimer ke dalam air injeksi dimaksudkan untuk memperbaiki sifat fluida pendesak, dengan harapan perolehan minyaknya akan lebih besar. 3.2.2.1.
Karakteristik Polimer
Karakteristik polimer diantaranya terdiri dari kimiawi polimer, rheologi dan ukuran polimer.
110
A. Kimiawi Polimer Ada dua tipe dasar polimer yang saat ini banyak digunakan untuk EOR yaitu polisakarida dan poliakrilamida. Jenis polisakarida yang digunakan dalam EOR adalah xanthangum yang dihasilkan dari akuifitas bakteri xanthomonas campetris. Struktur kimiawinya sebagai berikut :
Sedangkan molekul poliakrilamida terbentuk rantai panjang molekul-molekul monomer akrilamid. Satuan dasar akrilamida memiliki rumus dasar sebagai berikut :
Polimer umumnya dimodifikasi secra kimia dengan cara hidrolisis. B. Rheologi Larutan polimer yang terdiri atas molekul-molekul raksasa merupakan fluida non Newtonion, sehingga kelkuan alirannya terlalu kompleks untuk dinyatakan dalam satu parameter, yaitu viskositas. Rheologi larutan meliputi :
Viscoelastisitas dan elaxation time
Aliran laminer
Mengalir dengan arus longitudinal
Dalam hubungannya dengan penurunan permeabililtas dikenal faktor resistensi (R yang mengukur pengurangan mobilitas. Harga R dipengaruhi oleh konsentrasi polimer. Secara matematis R dinyatakan sebagai berikut : R=
λw k w / µ w = λp kp / µ p
...........................................................................................(3.2)
111
C. Ukuran Polimer Ukuran polimer dapat ditentukan secara matematis atau melakukan percobaan. Flory (1953) merumuskan untuk polimer non-ionik :
r − 2 = 8(Wη )
1
2
...........................................................................................(3.3)
Sedangkan untuk polimer linier : r −2 = 6 s −2
.............................................................................................(3.4)
dimana: W = berat molekul polimer η = viscositas minyak intrinsik
µ − µs = c →0 cµ s lim
s = radius putaran molekul polimer. µ = viscositas larutan polimer. µs = viscositas pelarut. c = konsentrasi polimer.
3.2.2.2.
Mekanisme Pendesakan
Seperti halnya pada metode lainnya dalam proyek peningkatan perolehan minyak, maka saat fluida diinjeksikan masuk ke dalam sumur dan kontak pertama terjadi maka mekanisme mulai bekerja. Dengan adanya penambahan sejumlah polimer ke dalam air, akan meningkatkan viskositas air sebagai fluida pendesak, sehingga mobilitas air sendiri menjadi lebih kecil dari semula dengan demikian mekanisme pendesakan menjadi lebih efektif. Polimer ini berfungsi untuk meningkatkan efisiensi penyapuan dan invasi, sehingga Sor yang terakumulasi dalam media pori yang lebih kecil akan dapat lebih tersapu dan terdesak. Dalam usaha proyek polimer flooding ini membutuhkan analisa
112
dan kriteria yang tepat terhadap suatu reservoir, oleh karena itu studi pendahuluan merupakan faktor yang penting. Gambar 3.37. Mekanisme Injeksi Polimer3 3.2.2.3. Pelaksanaan Di Lapangan Pelaksanaan operasi injeksi polimer di lapangan pada garis besarnya dibagi menjadi dua, yaitu sistem pencampuran polimer dan sistem injeksi polimer. A. Sistem Pencampuran Polimer Pencampuran polimer umumnya dilakukan di dalam fasilitas pencampur seperti ditunjukkan pada gambar 3.38. Bagian utama dari peralatan ini adalah pencampur (mixer) polimer kering, yang mengukur butiran dan serbuk polimer di dalam pengatur aliran air untuk memberikan dispersi yang seragam. Persiapan ini menyebabkan polimer kontak dengan aliran air yang berputar (swirling stream) didalam alat funnelshaped. Jenis merk dagang perawatan tersebut itu adalah GACO dan Dow mixer. Laju feed polimer untuk pencampuran diatur dengan sebuah speed feed anger. Laju alir perlu diatur untuk memberikan kebutuhan percampuran di dalam funnel. Air yang tersisa setelah tercapai konsentrasi polimer yang diinginkan dimasukkan ke dalam pencampur sebagi aliran by pass yang bercampur dengan dispersi polimer dibagian bawah alat pencampur (mixer). Perlakuan terhadap polimer kering yang disimpan di dalam feed hopper umumnya dilakukan dengan salah satu jarak sebagai berikut. Dalam skala operasi kecil, karung-karung seberat 50 pounds polimer dimasukkan ke dalam feed hoper atau ke dalam storage bin dan dialirkan ke feed hoper secara pneumatik (pompa angin).
113
Gambar 3.38. Diagram Peralatan Pencampur Polimer Kering16 Karena laju larutan polimer yang berkonsentrasi tinggi begitu lambat, dibutuhkan tangki-tangki pencampur yang relatif besar di bagian bawah. Tangki-tangki ini biasanya di isi dengan nitrogen untuk mengeluarkan oxigen yang berasal dari udara. Ini juga adalah tempat yang biasanya untuk memasukkan pemakan oksigen (oxygen scavenger) atau biosida bila dirasa diperlukan. Polimer yang telah tercampur dalam tangki diinjeksikan secara langsung dengan menggunakan pompa jenis positive displacement. Jika dikhawatirkan akan terjadi penyumbatan permukaan (face plugging) di sumur injeksi, well head cartridge filter bisa digunakan untuk memastikan polimer yang telah diinjeksikan tidak terdapat penggumpalan gel dari polimer dengan konsentrasi tinggi. Persiapan larutan polimer dari polimer emulsi atau dari persediaan tidak begitu kompleks. Hanya dibutuhkan pengukuran air dan penambahan zat-zat kimia. Cairan polimer seringkali dapat disempurnakan dengan mixer statis atau mixer in-line tanpa memakai tangki pencampur yang besar. Konsentrasi polimer yang tinggi disimpan di dalam sebuah tangki dengan menggunakan pompa dengan ukuran untuk mengontrol kecepatan polimer yang masuk ke dalam mixer.
114
B. Sistim Injeksi Polimer Injeksi fluida ke dalam reservoir melalui beberapa sumur umumnya dilakukan dengan memakai
sistim
manifold.
Gambar
3.39.
menggambarkan sistim yang sederhana. Karena umumnya
digunakan
pompa
positive
displacement untuk menginjeksikan fluida ke dalam reservoir, laju aliran volumetris totoal dapat dikontrol untuk melihat program injeksi secara keseluruhan. Tanpa alat pengontrol aliran pada masing-masing sumur, aliran relatif dapat ditentukan dengan flow resistance (daya tahan aliran) dalam masing-masing sumur injeksi. Untuk mengimbangi injeksi yang terkontrol, dibutuhkan jenis kontrol aliran pada masingmasing sumur. Dalam beberapa kasus, jika fluida yang diinjeksikan adalah air atau slug tercampur (miscible slug), throttling valve sederhanadapat untuk mengatur aliran fluida. Jika sejumlah sumur menerima fluida dari satu pompa dalam jumlah besar, alat-alat pengontrol tersebut menjadi tidak stabil karena seluruh sistim saling berhubungan. Perubahan sedikit saja dari alat throttling (katup penyumbat) pada satu sumur menyebabkan perubahan aliran di semua sumur yang lain karena laju alir total tetap konstan. Namun sistim ini tetap bekerja jika cukup monitoring terhadap laju injeksi pada masingmasing sumur. Injeksi polimer polycrylamide memerlukan larutan khusus dalam masalah pengontrolan laju injeksi. Polimer-polimer tersebut rentan terhadap penurunan shear
115
pada saat melewati throttling valve. Cara yang umumya digunakan untuk mengontrol rate (kecepatan) adalah penempatan tubing panjang dengan diameter relatif kecil. Karena polimer-polimer sedikit sensitif terhadap viscous shear daripada viscoelastic shear di dalam pipa orifice atau peralatan yang serupa, tubing-tubing tersebut menyempurnakan sasaran (tujuan) kontrol aliran tanpa menurunkan kualitas polimer. Diameter tubing dihitung berdasarkan shear rate untuk laju alir yang diinginkan, sedangkan panjang coil (tubing) dihitung berdasarkan tekanan yang harus dihilangkan sebelum memasukkan wellhead.
Gambar 3.39. Diagram Sistim Manifold Untuk Distribusi Fluida Injeksi16 3.2.2.4. Perilaku Reservoir Setelah Diinjeksikan Polimer Bila karakteristik reservoir telah cocok untuk injeksi polimer, diharapkan perilaku reservoir setelah injeksi polimer mempunyai hasil yang baik. Dari data-data di lapangan yang telah berhasil dilakukan injeksi kimia dapat menggambarkan perilaku reservoir setelah injeksi kimia. Perolehan minyak tambahan yang dapat diharapkan dari injeksi polimer adalah kira-kira sebesar 5% dari residual oil reserves. Sedangkan untuk sumur-sumur produksi reservoir minyak dengan solution gas drive, perolehan minyak bertambah kira-kira 25%. Dan untuk sumur-sumur produksi dengan water drive, injeksi gas atau
116
gravity drainage perolehan minyak yang dapat dihasilkan sekitar 15 %. Perolehan minyak ini lebih besar daripada menggunakan injeksi air konvensional. Laju produksi minyak bertambah dari awal dilakukannya proses injeksi polimer. Water cut dari sumur produksi dapat diturunkan, sedangkan WOR (water oil ratio) berkurang dengan banyak selama proses injeksi polimer sekitar 66% dari OOIP (original oil in place). Karakterisitik reservoir setelah injeksi polimer dapat dilihat pada Gambar 3.40. di bawah.
Gambar 3.40. Karakteristik Reservoir Setelah Injeksi Polimer16 3.2.3. Injeksi Surfactant Injeksi surfactant bertujuan untuk menurunkan tegangan antarmuka dan mendesak minyak yang tidak terdesak hanya dengan menggunakan pendorong air. Jadi efisiensi injeksi meningkat sesuai dengan penurunan tagangan antarmuka (LC Uren & EH Fahmy). Ojeda et al (1954) mengidentifikasikan parameter-parameter penting yang menentukan kinerja injeksi surfaktan, yaitu : 1. Geometri pori. 2. Tegangan antarmuka. 3. Kebasahan atau sudut kontak.
117
4. ∆P atau ∆P/L. 5. Karakteristik perpindahan kromatografi surfactant pada sistim tertentu. 3.2.3.1. Pertimbangan dan Batasan Pemakaian Surfactant Dasar pertimbangan yang diguankan untuk memilih metoda pendesakan surfactant pada suatu reservoir, yang diperoleh dari data empiris diantaranya meliputi : 1. Sifat fisik fluida reservoir yang terdiri dari : gravity minyak, viskositas minyak, komposisi dan kandugan kloridanya. 2. Sifat fisik batuan reservoir yang terdiri dari : saturasi minyak sisa, tipe formasinya, ketebalan, kedalaman, permeabilitas rata-rata dan temperaturnya. Sedangkan syarat-syarat dan batasan-batasan yang digunakan dalam pemilihan metoda pendesakan surfactant dapat dirinci sebagai berikut : 1. Kualitas crude oil
Gravity
> 25° API
Viskositas
< 30 cp
Kandungan klorida < 20000 ppm
Komposisi diutamakan minyak menengah ringan (Light Intermediate)
2. Surfactant dan polimer Ukuran
dari slug adalah 5 – 15% dari volume pori (PV) untuk sistim surfactant
yang tinggi konsentrasinya sedangkan untuk yang rendah besarnya 15 – 50% dari volume pori (PV). Konsentrasi Volume
polimer berkisar antara 500 – 2000 mg/i
polimer yang diinjeksikan kira-kira 50% dari volume pori.
3. Kondisi reservoir
Saturasi minyak
Tipe fomasi
Ketebalan formasi
Permeabilitas
> 20 md
Kedalaman
< 8000 ft
Temperatur
< 175° F
4. Batasan lain
>30% PV diutamakan sandstone > 10 ft
118
Penyapuan
areal oleh water floding sebelum injeksi surfactant diusahakan lebih
besar dari 50% Diusahakan Tidak
formasi yang homogen
terlalu banyak mengandung annydrite, pysum atau clay.
Salinitas
lebih kecil dari 20000 ppm dan kandungan ion divale (Ca dan Mg)
lebih kecil dari 500 ppm. 3.2.3.2.
Bahan-Bahan Yang Digunakan Dalam Injeksi Surfactant
Penentuan Kuantitas dan kualitas surfactant yang digunakan untuk injeksi perlu diketahui agar residu oil yang tertinggal bisa didesak dan diproduksikan dengan cara menurunkan tegangan permukaan minyak- air. Untuk memperbaiki kondisi reservoir yang tidak diharapkan, yang dapat menghambat operasi injeksi surfactant, maka perlu ditambahkan bahan-bahan kimia lain seperti kosurfactant dan larutan NaCl. Setelah kuantitas dan kualitas surfactant serta aditive ditentukan, maka dilakukan pencampuran larutan. Larutan in dapat berbentuk larutan biasa atau dalam bentuk microemulsion. A. Klasifikasi Surfactant Surfactant dapat diklasifikasikan menjadi empat kelompok, yaitu : 1. Anion 1.1. Garam-Asam Carboxylic a.
Garam sodium dan potasium dari asam lemak rantai lurus (soaps).
b. Garam sodium dan potasium dari asam lemak minyak kelapa. c. Garam sodium dan potasium dari asam minyak tall. d. Garam amine. e. Acylated polypeptides. 1.2. Garam Asam Sulfonat a. Linear alkyl benzen sulfonat (LAS). b. Hygher alkyl benzen sulfonat. c. Benzen, toluen, xylen dan cumenesulfonat d. Lignusulfonat. e. Petroleum sulfonat
119
f.
N-acyl-n-alkyltaurates.
g. Parafin sulfonat (SAS). Secondary n-alkyltaurates. h. Alfa olefin sulfonat (AOS). i.
Ester sulfosuccinate.
j.
Alkyl napthalen sulfonat.
k. Isethionates. l.
Garam ester dari phosporic dan polyphosporic.
m. Perfluorinated anion. 2. Kation a.
Amine rantai panjang dan garam-garamnya.
b.
Diamines dan polyamines dan garam-garamnya.
c.
Garam Quartenary Ammonium.
d.
Polyoxythelenated Amine rantai panjang.
e.
Quarternized Polyoxythelenated rantai panjang.
f.
Amine Oxides.
3. Nonion a.
Polyoxythelenated Alkylphenols, alkylphenol ethoxylates.
b.
Polyoxythelenated rantai lurus alkohol, alkohol ethoxylates.
c.
Polyoxythelenated mercaptans
d.
Rantai panjang asam Ester Carboxylic.
e.
Alakanolamine kondensat, Alkanolamides.
f.
Tertiery Acetylenic Glicol.
4. Amphoterik Surfactant jenis ini mengandung dua atau lebih aspek jenis lain. Sebagai contoh amphoterik mungkin mengandung anion group dan non polar group. Surfactant jenis ini tidak pernah digunakan dalam perolehan minyak. Yang termasuk ke dalam surfactant ini adalah jenis-jenis aminocarboxylic. B. Kuantitas Dan Kualitas Bahan Surfactant Penentuan kuantitas bahan surfactant adalah penentuan volume surfactant yang dibutuhkan dalam pendesakan. Slug surfactant yang digunakan ini jangan terlalu
120
banyak karena tidak ekonomis dan sebaliknya jangan terlalu sedikit karena mengakibatkan permukaan minyak tidak semuanya dilalui. Sedangkan yang dimaksud dengan kualitas surfactant adalah efektivitas kerja dari surfactant untuk menurunkan tegangan permukaan antara minyak-air. Bahan utama dari surfactant ini adalah petroleum sulfonat, dimana zat ini dihasilkan dari sulfonatisasi minyak mentah. Surfactant didefinisikan sebagai molekul yang mencari tempat diantara dua cairan yang tidak dapat bercampur dan mempunyai kemampuan untuk mengubah kondisi. Surfactant yang mempunyai daya afinitas yang kuat terhadap minyak disebut oil-soluble (mahagony) sedangkan surfactant yang mempunyai daya afinitas yang kuat terhadap air disebut water soluble (green acid). Petroleum sulfonate mempunyai daya afinitas terhadap air dan minyak. Kualitas surfactant oleh parameter berat ekivalen. Semakin besar berat ekivalennya, maka efektivitas kerjanya semakin baik, dan sebaliknya. Surfactant dengan berat ekivalen yang terlalu besar maupun kecil tidak efektif sebagai bahan dasar injeksi surfactant. Berat ekivalen surfactant yang menghasilkan recovery minyak tertinggi adalah antara 375 sampai 475. C. Pelarut dan Aditive Pelarut utama surfactant adalah air dan minyak. Sulfonate yang merupakan hasil industri penyulingan suatu campuran zat-zat kimia disebut Petroleum Feedstock, dilarutkan dalam minyak atau air sehingga membentuk micele-micele yang merupakan microemulsion dalam air atau minyak. Micele-micele berfungsi sebagai medium yang miscible baik terhadap minyak atau air. Larutan yang menggunakan air atau minyak sebagai pelarutnya, tergantung pada bentuk larutan yang dikehendaki, apakah aqueous solution atau microemulsion (oil-external atau water-external microemulsion). Dalam sistem aqueous solution, pelarut utamanya adalah air. Sedangkan untuk oil-external adalah minyak, dan water-external pelarut utamanya adalah air. Sebagai zat tambahan dalam slug surfactant digunakan kosurfactant, umumnya adalah alkohol. Kosurfactant sering digunakan karena mrmpunyai banyak fungsi dalam sistem pendesakan, antara lain viscositas larutan dapat diatur dengan kosurfactant untuk kontrol mobilitas. Dari pengalaman di lapangan, penggunaan
121
kosurfactant ini dapat meningkatkan recovery minyak sampai 20 %. Hal ini disebabkan karena selain ikut mendesak, kosurfactant turut melarutkan minyak. Zat tambahan lain yang sering digunakan adalah larutan elektrolit NaCl yang digunakan sebagai preflush, untuk menggerakkan air formasi yang tidak compatible dengan komposisi slug surfactant. D. Sistem Pencampuran Untuk mencampur komponen-komponen menjadi slug surfactant, diperlukan sistem penanganan yang tepat, antara lain harus memakai water treatment dan sistem pencampuran
slug
surfactant.
Fasilitas
water
treatment
diperlukan
untuk
menghilangkan kation-kation yang merugikan seperti Ca2+, Mg2+ dan ion besi dengan ion-ion natrium dari pelembut air (water softener). 3.2.3.3. Variabel-Variabel Yang Mempengaruhi Injeksi Surfactant Variabel-variabel yang mempengaruhi injeksi surfactant diantaranya adalah adsorbsi, konsentrasi slug surfactant, clay, salinitas. A. Adsorbsi Persoalan yang dijumpai pada injeksi surfactant adalah adsorbsi batuan reservoir terhadap larutan surfactant. Adsorbsi batuan reservoir pada slug surfactant terjadi akibat gaya tarik-menarik antra molekul-molekul surfactant dengan batuan reservoir dan besarnya gaya ini tergantung dari besarnya afinitas batuan reservoir terhadap surfactant. Jika adsorbsi yang terjadi kuat sekali, maka surfactant yang ada dalam slug surfactant menjadi menipis, akibatnya kemampuan untuk menurunkan tegangan permukaan minyak-air semakin menurun. Mekanisme terjadinya adsorbsi adalah sebagai berikut, surfactant yang dilarutkan dalam air yang merupakan microemulsion diinjeksikan ke dalam reservoir. Slug surfactant akan mempengaruhi tegangan permukaan minyak-air, sekaligus akan bersinggungan dengan permukaan butiran batuan. Pada saat terjadi persinggungan ini molekul-molekul surfactant akan ditarik oleh molekul-molekul batuan reservoir dan diendapkan pada permukaan batuan secara kontinyu sampai mencapai titik jenuh. Akibatnya
kualitas
surfactant
menurun
karena
terjadi
adsorbsi
sehingga
122
mengakibatkan fraksinasi, yaitu pemisahan surfactant dengan berat ekivalen rendah didepan dibandingkan dengan berat ekivalen tinggi. B. Konsentrasi Slug Surfactant Konsentrasi surfactant juga berpengaruh besar terhadap terjadinya adsorbsi batuan reservoir pada surfactant. Makin pekat konsentrasi surfactant yang digunakan, maka akan semakin besar adsorbsi yang diakibatkannya mencapai titik jenuh. C. Clay Terdapatnya clay dalam reservoir harus diperhitungkan karena clay dapat menurunkan recovery minyak, disebabkan oleh sifat clay yang suka air (Lyophile) menyebabkan adsorbsi yang terjadi besar sekali. Untuk reservoir dengan salinitas rendah, peranan clay ini sangat dominan. D. Salinitas Salinitas air formasi berpengaruh terhadap penurunan tegangan permukaan minyak-air oleh surfactant. Untuk konsentrasi garam-garam tertentu, NaCl akan menyebabkan penurunan tegangan permukaan minyak-air tidak efektif lagi. Hal ini disebabkan karena ikatan kimia yang membentuk NaCl adalah ikatan ion yang sangat mudah terurai menjadi ion Na+ dan ion Cl-, begitu juga halnya dengan molekulmolekul surfactant.Di dalam air ia akan mudah terurai menjadi ion RSO3- dan H+. Konsekuensinya bila pada operasi injeksi surfactant terdapat garam NaCl, maka akan membentuk HCl dan RSO3Na, dimana HCl dan RSO3Na buakan merupakan zat aktif permukaan dan tidak dapat menurunkan tegangan permukaan minyak-air. Selain mempengaruhi tegangan permukaan minyak-air, garam NaCl juga mengakibatkan fraksinasi surfactant yang lebih besar, sampai batuan reservoir tersebut mencapai titik jenuh.
123
Gambar 3.41. Diagram Sistem Water Treatment17
Gambar 3.42. Diagram Sistem Pencampuran Slug Surfactant17 3.2.3.4. Sifat Surfactant Sebagai Bahan Injeksi EOR Surfactant adalah bahan kimia yang molekulnya selalu mencari tempat diantara dua fluida yang tidak mau bercampur dan surfactant mengikat kedua fluida tersebut menjadi emulsi. Surfactant yang berada di dalam slug harus dibuat agar membentuk micelle, yaitu surfactant yang aktif dan mampu mengikat air dan minyak pada konsentrasi tertentu. Jika konsentrasinya masih kecil, maka campuran surfactant tersebut masih berupa monomor (belum aktif). Untuk itu setiap slug perlu diketahui CMC-nya (Critical Micelles Cocentration) yaitu konsentrasi tertentu, sehingga campuran surfactant yang semula monomor berubah menjadi micelle. Surfactant yang umum dipakai dalam proses eksploitasi EOR adalah Sodium sulfonate yang ionik bermuatan negatif. Sedangkan jenis lain jarang dipakai. Larutan surfactant yang biasa digunakan di lapangan untuk pendesakan minyak sisa hasil
124
pendorongan air, terdiri dari komponen surfactant, air, minyak dan alkohol sebagai kosurfactant. Campuran cairan surfactant ini diijeksikan ke dalam reservoir sebagai slug kemudian didorong oleh larutan polimer untuk memperbaiki mobilitas aliran, selanjutnya diikuti pendorongan air agar hemat bahan polimer. Slug yang biasa digunakan dari 5 – 15 % PV(Pore Volume), diharapkan kemampuannya menghasilkan tambahan perolehan diatas perolehan jika digunakan secondery recovery. 3.2.3.5. Mekanisme Surfactant Pada Sistem Fluida-Batuan Reservoir Larutan surfactant yang merupakan microemulsion yang diinjeksikan ke dalam reservoir, mula-mula bersinggungan dengan permukaan gelembung-gelembung minyak melalui film air yang tipis, yang merupakan pembatas antara batuan reservoir dan gelembung-gelembung minyak. Surfactant memulai perannya sebagai zat aktif permukaan untuk menurunkan tegangan permukaan minyak-air. Pertama sekali molekul-molekul surfactant yang mempunyai rumus kimia RSO3H akan terurai dalam air menjadi ion-ion RSO3- dan H+. Ion-ion RSO3- akan bersinggungan dengan gelembung-gelembung minyak, ia akan mempengaruhi ikatan antara molekul-molekul minyak dan juga mempengaruhi adhesion tension antara gelembung-gelembung minyak dengan batuan reservoir, akibatnya ikatan antara gelembung-gelembung minyak akan semakin besar dan adhesion tension semakin kecil sehingga terbentuk oil bank didesak dan diproduksikan. Pada operasi di lapangan, setelah slug surfactant diinjeksikan kemudian diikuti oleh larutan polimer. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya fingering dan chanelling. Karena surfactant + kosurfactant harganya cukup mahal, di satu pihak polimer melindungi bank ini sehingga tidak terjadi fingering menerobos zone minyak dan di lain pihak melindungi surfactant bank dari terobosan air pendesak. Agar slug surfactant efektivitasnya dalam mempengaruhi sifat kimia fisika sistem fluida di dalam batuan reservoir dapat berjalan baik, maka hal-hal diatas harus diperhatikan. Misalnya mobilitas masing-masing larutan harus dikontrol. Mobilitas slug surfactant harus lebih kecil dari mobilitas minyak dan air didepannya. 3.2.3.6. Pelaksanaan Di Lapangan
125
Pelaksanaan di lapangan untuk injeksi surfactant meliputi sistem perlakuan terhadap air injeksi, sistem pencampuran slug surfactant dan sistem injeksi fluida. A. Sistem Perlakuan Terhadap Air Injeksi Fasilitas perlakuan terhadap air injeksi akan sangat bergantung pada persediaan air untuk injeksi dan keperluan-keperluan lain. Dalam beberapa kasus, kebutuhan perlakuan minimum terhadap filtrasi air dilakukan melalui penyaringan tekanan bumi diatomaeous. Jika air dipakai sebagai slug tercampur (miscible slug) atau formasi polimer, proses penyaringan air dilakukan dengan penukaran ion water softener. Langkah ini digunakan untuk menghilangkan bermacam-macam kation pengganggu dengan ionion sodium dari regin di dalam water softener seperti diperlihatkan pada gambar 3.43. B. Sistem Percampuran Slug Surfactant Komponen-komponen slug tercampur (miscible) mempunyai komposisi berbedabeda pada kebanyakan rumus-rumus dari micellar. Kebanyakan slug terdapat paling sedikit terdiri dari empat komponen berbeda : petroleun sulfonat, fasa cairan (encer), hidrokarbon dan kosurfactant. Semua komponen tersebut kecuali kosurfactant, diukur didalam tangki pencampur yang luas dimana mereka tercampur sampai menjadi homogen, seperti dapat dilihat pada gambar 3.45.
Gambar 3.43.
126
Diagram Sistem Perlakuan Terhadap Air16 G m ar
a b
3.44. Diagram Sistem Pencampuran Slug Surfactant16 Filtrasi diperlukan slug yang umumnya memanas sebelum dipompa melewati filter. Dengan memanaskan lebih dahulu mempunyai beberapa maksud, menstabilkan slug, memperbaiki penyaringan yang menyebabkan turunnya viskositas slug dan mengurangi kemungkinan terendapkannya parafin di dalam sumur injeksi. Setelah filtrasi, kosurfactant yang hampir selalu alkohol, terukur di dalam slug. Kosurfactant menaikkan kesetabilan micellar dan secar serempak merubah viskositas untuk memenuhi kebutuhan mobilitas di dalam reservoir. Slug tersebut biasanya ditempatkan di dalam tangki penyimpanan preinjection sebelum diijeksikan di dalam sumur. Sebuah pompa positive displacement digunakan untuk mengnjeksikan slug pada laju alir seperti sebelumnya. C. Sistem Injeksi Fluida Injeksi fluida ke dalam reservoir dengan melslui beberapa sumur umumnya dilakukan dengan memakai sistem manifold. Karena biasanya digunakan pompa positive displacement untuk menginjeksikan fluida di dalam reservoir, laju aliran volumetris total dapat dikontrol, untuk melihat program injeksi secara keseluruhan. Gambar 3.45. menggambarkan penginjeksian surfactant ke dalam reservoir suatu lapangan.
127
Gambar 3.45. Sistem Penginjeksian Surfactant16 Tanpa alat pengontrol aliran pada masing-masing sumur, aliran relatif ditentukan dengan mengukur daya tahan aliran dalam aliran masing-masing sumur injeksi. Untuk mengimbangi injeksi yang tak terkontrol, dibutuhkan beberapa jenis kontrol aliran pada masing-masing sumur. Jika fluida yang diinjeksikan adalah atau slug tercampur (miscible slug), throttling valve sederhana cukup untuk mengukur aliran. Jka sejumlah sumur mendapat fluida dari satu pompa dalam jumlah yang besar, alat-alat pengontrol dapat menjadi tidak stabil karena seluruh sistem saling berhubungan. Perubahan sedikit saja pada perawatan throttling pada sumur menyebabkan perubahan aliran di sebuah sumur yang lainnya, karena laju alir total tetap konstan. Namun sistem ini tetap dapat bekerja jika cukup memonitoring terhadap laju injeksi pada masingmasing sumur. 3.2.3.7. Perilaku Reservoir Setelah Injeksi Surfactant Peilaku reservoir setelah injeksi surfactant pada dasarnya tidak dapat antara satu reservoir dengan reservoir yang lain, tergantung pada karakteristik reservoit tersebut yang lebih sesuai atau tepat untuk pelaksanaan injeksi surfactant. Namun dari data-
128
data yang diperoleh dari keberhasilan injeksi surfactant pada sumur-sumur produksi yang telah dilakukan , dapat diambil perilaku reservoir setelah injeksi surfactant. Perolehan minyak yang dapat mengharapkan dari injeksi surfactant adalah sekitar adalah 82 % dari OOIP (original oil in place) atau bahkan lebih jika dilakukan injeksi surfactant di laboratorium dengan memakai model batu pasir. Namun keseluruhan dari injeksi surfactant dapat dihasilkan perolehan minyak yang lebih besar dari pada menggunakan injeksi air konvensional. Sedangkan perolehan tambahan adalah sekitar 15% dari residual oil reserves. Untuk reservoir dengan kandungan minyak kental atau reservoir minyak berat perolehan yang mungkin didapat adalah sekitar 30%. Untuk reservoir minyak dengan solution gas drive perolehan yang dapat diharapkan lebih kecil, yaitu sekitar 15 % dan untuk reservoir minyak dengan water drive injeksi gas atau gravity drainage sekitar 10 %. Perolehan minyak bertambah jika ukuran buffer mobilitas semakin besar. Dari percobaan diketahui bahwa perolehan minyak maximum dengan injeksi surfactant terjadi pada harga salinitas yang optimal (gambar 3.46.)
Gambar 3.46. Karakteristik Reservoir Setelah Injeksi Surfactant16
129
3.3. Injeksi Thermal Injeksi thermal adalah salah satu metode EOR dengan cara menginjeksikan energi panas ke dalam reservoir untuk mengurangi viskositas minyak yang tinggi yang akan menurunkan mobilitas minyak sehingga akan memperbaiki efisiensi pendesakan dan efisiensi penyapuan Injeksi panas dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu injeksi fluida panas (injeksi air panas dan injeksi steam) dan in-situ combustion (pembakaran di tempat). Sebelum membicarakan tentang injeksi thermal lebih lanjut, maka perlu mengetahui dasar-dasar perpindahan panas dan beberapa faktor yang berpengaruh dalam injeksi thermal. 3.3.1.
Konsep Dasar Perpindahan Panas
Perpindahan panas dapat didefinisikan sebagai transmisi energi dari suatu daerah ke daerah lain sebagai akibat adanya perbedaan temperatur diantara kedua daerah tersebut. .A Konduksi Konduksi adalah proses perpindahan panas dimana panas mengalir dari daerah bertemperatur tinggi ke daerah bertemperatur rendah. Di dalam satu zat (padat, cair atau gas). Persamaan dasar perpindahan panas secara konduksi diusulkan pertama kali oleh J.B.J Fourier (1822). Persamaan ini menyatakan bahwa laju perpindahan panas oleh konduksi dalam suatu zat (qk) adalah sama dengan perkalian ketiga besaran berikut :
Konduktivitas panas dari zat, k (BTU/jam-ft-°F).
Luas penampang dalam zat (diukur tegak lurus terhadap arah aliran panas), A (ft).
Gradien temperatur dT/dx (oF/ft),yaitu laju perubahan temperatur T dalam arah aliran x.
Maka : qk = - KA dT/dx ..........................................................................................(3.5) Menurut hukum thermodinamika I, panas merupakan energi dalam transit yang mengalir dari tempat bertemperatur tinggi ke tempat bertemperatur rendah, Jadi aliran panas adalah positif jika gradien temperatur negatif.
130
.B Radiasi Radiasi adalah proses perpindahan panas dari benda bertemperatur tinggi ke benda bertemperatur rendah, dimana kedua benda tersebut dipisahkan oleh ruang bebas dan ruang vakum. Persamaan dasar untuk radiasi termal dari suatu radiator ideal (benda hitam) dikemukakan oleh Stefan-Boltzmann sebagai berikut : qr = σ A1 T1*4 .................................................................................................(3.6) Dimana : qr = laju perpindahan panas radiasi,BTU/jam. σ = konstanta Stefan-Boltzmann=1,713 x 10-9 BTU/jam-ft2-oR4. A1= luas permukaan, ft2 T1*= temperatur absolut permukaan, oR. .C Konveksi Konveksi adalah proses transfer energi yang disebabkan oleh aksi serentak dari kegiatan-kegiatan konduksi, penyimpanan energi dan gerakan aduk. Konveksi merupakan mekanisme perpindahan panas yang terpenting antara suatu permukaan benda padat dengan cairan atau gas. Laju perpindahan panas konveksi dapat dihitung dengan persamaan : Qc = hcA ∆T .............................................................................................................(3.7) Dimana : Qc
= laju perpindahan panas konveksi, BTU/jam.
Hc
= satuan konduktans termal untuk konvek\si yang dinamakan koefisien perpindahan panas konveksi, BTU/jam –ft2-oF.
A
= luas permukaan panas konveksi, ft2.
∆T
= beda antara temperatur permukaan (Tp) dengan temperatur pada suatu titik tertentu dalam suatu fluida, oF.
131
Koefisien perpindahan panas konveksi merupakan fungsi dari geometri (dimensi dan bentuk permukaan), kecepatan aliran konveksi, sifat fisik fluida, perbedaan temperatur. 3.3.2. Faktor-Faktor Penting Dalam Proses Injeksi Thermal Beberapa faktor penting yang berpengaruh dalam proses injeksi
thermal
diantaranya adalah kapasitas panas, konduktivitas panas, difusivitas panas dan kehilangan panas (heat loss). A. Kapasitas Panas Kapasitas panas adalah banyaknya panas yang diperlukan untuk menaikkan temperatur suatu benda tiap satuan massa sebesar 1 derajat. Persamaan dasar perpindahan panas yang menyatakan hubungan panas yang ditranfer ke suatu benda dan temperaturnya dapat ditulis : dq = m C dT .....................................................................................................(3.8) dimana : dq = jumlah panas yang ditranfer,BTU. m = massa, lb. C = panas spesifik, BTU/lb-oF. dt = perubahan temperatur, oF. Kapasitas panas suatu bahan campuran sama dengan jumlah kapasitas panas elemen-elemen penyusunnya. Berdasarkan hukum ini telah dikembangkan persamaan untuk menghitung kapasitas panas volumerik dari batuan berpori yang berisi minyak dan air, yaitu : ρC = φ So ρo Co + φSw ρw Cw + (1-φ) ρr Cr .......................................................(3.9) dimana : ρ
= densitas (lb/ft3).
C = panas spesifik, BTU/lb-oF ρC = kapasitas panas volumerik,BTU/ft3-oF. φ
= porositas batuan, fraksi.
S = saturasi, fraksi. Supkrip o, w dan r menunjukan untuk minyak, air dan batuan.
132
B. Koduktivitas Panas Konduktivitas panas dari kebanyakan batuan akan mengecil dengan naiknya temperatur. a. Difusivitas Panas Difusivitas panas adalah perbandingan antara konduktivitas panas dengan hasil kali antara densitas dan kapasitas panas. Dinyatakan dalam persamaan : α = Kh / (ρ C) ...................................................................................................(3.10) α
= difusifitas panas, ft2/jam.
Kh = konduktivitas panas, BTU/jam-ft-°F. ρ C = kapasitas panas volumetrik, BTU/ft3- °F Difusivitas panas sangat dipengaruhi oleh konduktivitas panas dan kapasitas panas Semakin banyak jumlah panas yang di transfer maka harga difusivitas semakin tinggi, tetapi sebaliknya semakin tinggi konduktivitas panasnya maka harga difusivitas panasnya semakin kecil. Dalam hal ini difusivitas panas akan semakin kecil dengan semakin bertambahnya temperatur. b. Kehilangan Panas (Heat Loss) Dalam injeksi, kehilangan panas terjadi karena adanya perpindahan panas selama perjalanan fluida dari tempat asal ke tujuan akhir di reservoir. 2. Kehilangan Panas Di Permukaan Fluida panas meninggalkan generator mengalir melalui stream line di permukaan menuju ke well head. Dari keadaan ini akan terjadi kehilangan sebagian panas yang disebabkan karena adanya perbedaan temperatur fluida di sekelilingnya. Untuk memperkecil kehilangan panas yang terjadi, maka stream line diberi isolasi. 3. Kehilangan Panas Di Sumur Injeksi Laju kehilangan panas di sumur injeksi ini jumlahnya lebih besar dibandingkan di streamline. Hal ini disebabkan karena adanya perpindahan panas dari fluida panas ke formasi di sekitar lubang sumur. Dalam proyek injeksi uap, untuk mengurangi
133
kehilangan panas yang lebih besar di lubang sumur, maka digunakan tubing berisolasi. 4. Kehilangan Panas Di Reservoir Ramey (1965) mengusulkan model matematik injeksi uap dari Marx and Langenheim. Dalam hal ini cap rock dan base rock dianggap mempunyai sifat termal dan sifat fisik yang sama. 3.3.3. Injeksi Air Panas Injeksi air panas merupakan salah satu metode thermal recovery yang digunakan untuk reservoir yang mempunyai viscositas tinggi. Metode ini juga banyak digunakan untuk reservoir-reservoir dangkal yang mempunyai range viscositas antara 100 – 1000 cp. Injeksi air panas akan mempengaruhi mobility ratio water drive dalam reservoir dan karena itu akan menambah efisiensi recovery. 3.3.3.1.
Prinsip Dasar Injeksi Air Panas
Air yang diinjeksikan pada reservoir dipanaskan terlebih dahulu sampai temperatur lebih tinggi dari pada temperatur reservoir mula-mula, tetapi lebih rendah dari temperatur penguapan air. Air panas yang diinjeksikan menjadi dingin saat kontak dengan batuan dan fluida in situ dan dibawah kondisi steady state, akan membentuk dan daerah utama yang dapat dibedakan berdasarkan profil temperatur dan saturasi. (lihat gambar 3.47). Zona I :
Massa dari minyak yang terperangkap berkurang selama temperatur bertambah.
Kehilangan panas dari daerah panas ke sekeliling formasi mengakibatkan berkurangnya temperatur yang banyak dalam arah aliran, tetapi tidak mempengaruhi laju kemajuan zona tersebut.
134
Gambar 3.47. Distribusi Injeksi Air Panas18 Zona II :
Minyak ditempat didesak oleh air pada temperatur yang sama.
Saturasi minyak sisa dari zone II sama dengan jika dilakukan injeksi air dingin. Penambahan keuntungan dari injeksi air panas biasanya terjadi setelah break through air dingin pada sumur produksi, dan kenaikan recovery minyak biasanya disertai dengan tingginya WOR (water oil ratio).
3.3.3.2. Mekanisme Pemanasan Fluida Dalam Reservoir Mekanisme pemanasan fluida di dalam reservoir dapat diterangkan sebagai berikut. Air yang diikjeksikan dalam reservoir dipanaskan terlebih dahulu sampai temperatur air lebih tinggi dari pada temperatur penguapan air. Di dalam reservoir, air panas akan mengalir secara kontinyu ke lapisa yang lebih dingin kemudian secara berangsur-angsur akan terjadi kehilangan panas sehingga akhirnya temperatur mendingin sampai tercapai temperatur reservoir mula-mula pada daerah yang terpanasi.
135
Gambar 3.48. Distribusi Saturasi Dan Temperatur Pada Hot Water Drive18
Zona yang terpanasi dan bagian atau bank air yang mendingin akan segera terakumulasi setelah injeksi air panas dimulai. Bank air yang mendingin secara kontinyu akan terbentuk di depan zona yang terpanasi, tetapi dengan laju yang lebih lambat. Hal ini terjadi karena perpindahan panas hampir terjadi seketika dan rasio kapasitas panas air dengan batuan sekitar dua atau tiga unit PV air panas yang harus diinjeksikan untuk memanaskan satu volume bulk reservoir. Distribusi temperatur dalam zone yang terpanasi tergantung kepada kehilangan panas di cap rock dan base rock, tetapi kecepstan leading edge tidak bergantung pada kehilangan panas. Kecepatan ini berbanding lurus dengan flux air dan tergantung pada kapasitas panas air dan batuan. Gambar 3.48. menunjukkan distribusi saturasi dan temperatur pada hot water drive. Hubungan kecepatan dengan kapasitas panas menurut Dietz adalah sebagai berikut : Vtr (1 −φ) ρmcm + φSorρoco =1 + Vt ϕ(1 − Sor ) ρwcw .............................................................
(3.11) dimana : cm = kapasitas panas spesific material matrix, kcal/kg.°C. co = kapasitas panas spesific minyak, kcal/kg.°C. cw = kapasitas panas spesific air, kcal/kg.°C. Sor = saturasi minyak tersisa, fraksi. Vt = kecepatan front temperatur T, m/hari. Vtr = kecepatan front tracer, m/hari. ρm = densitas material matrix, kg/m3. ρo = densitas minyak, kg/m3 . ρw = densitas air, kg/m3.
136
φ
= porositas, fraksi. Pertama kali minyak akan di desak oleh air dingin sebelum front panas sampai.
Air panas akan mendingin lebih cepat dalam jari-jari yang kecil (small fingers) sehingga panas berjalan lambat dalam reservoir. Ulah dini dari hot water drive lebih buruk daripada cold water drive sebab hot water kurang viscous dibandingkan dengan cold water tetapi hakekatnya masih mendorong minyak dingin. Berangsur-angsur kemudian kehilangan panas dari hot water channels akan menambah temperatur reservoir dengan cara konduksi. Hal ini akan mengurangi viscositas minyak dan meningkatkan efek water drive. Dalam hot water channels, temperatur yang lebih tinggi akan mengurangi oil/water viscosity ratio. Akibatnya pendeskan lebih efektif dan saturasi minyak yang tersisa lebih rendah pada bagian yang tersapu dari lapisan minyak. Penambahan keuntungan dari injeksi air panas biasanya terjadi setelah breakthrough air dingin pada sumur produksi, dan kenaikkan recovery minyak biasanya disertai dengan tingginya WOR (water oil ratio). 3.3.3.3. Perencanaan dan Pelaksanaan Injeksi Air Panas Pelaksanaan dari injeksi ini adalah setelah sejumlah air yang diperlukan untuk injeksi, dipanaskan dalam pemanas air yang telah disediakan, sampai lebih tinggi daripada temperatur reservoir mula-mula tetapi lebih kecil daripada temperatur penguapan air. Kemudian dengan bantuan kompresor fluida diinjeksikan ke dalam sumur injeksi menuju reservoir sebagai target. Setelah sampai pada target yang diharapkan, maka panas yang terkandung dalam air panas akan berpindah ke sebagian besar fluida reservoir itu, sehingga temperatur fluida reservoir akan naik. Dengan naiknya temperatur fluida temperatur fluida reservoir, maka viscositas minyak akan mengecil dan mobilitas fluida reservoir akan naik lebih besar dari fluida pendesak. Sehingga fluida yang didesak akan lebih mudah bergerak ke sumur produksi. 3.3.3.4. Keuntungan Dan Kerugian Injeksi Air Panas A. Keuntungan 1. Proses pendesakan panas sangat simpel dan dapat berfungsi sebagai water flood.
137
2. Design dan operasinya sebagian besar dapat menggunakan fasilitas water flood. 3. Efisiensi pendesakan lebih baik dari water flood conventional. B. Kerugian 1. Air mempunyai kapasitas panas yang rendah dibanding steam. 2. Perlu adanya treatment khusus untuk mengontrol korosi, problem scale, swelling maupun problem emulsi. 3. Pada sand yang tipis, sejumlah panas akan hilang pada overburden dan underburden, hal ini akan menjadi kritis apabila formasi underburden dan overburden berupa shale. 4.
Kehilangan panas cukup besar pada rate injeksi rendah dan formasi sand yang tipis.
3.3.4.
Injeksi Uap (Steam Flooding)
Injeksi uap adalah menginjeksikan uap ke dalam reservoir minyak untuk mengurangi viskositas yang tinggi supaya pendesakan minyak lebih efektif sehingga akan meningkatkan perolehan minyak. Proses pelaksanaan Injeksi uap hampir sama dengan injeksi air. Uap diinjeksikan secara terus-menerus melalui sumur injeksi dan minyak yang didesak akan diproduksikan melalui sumur produksi yang berdekatan 3.3.4.1.
Sifat-Sifat Uap
Jika 1 lb pada temperatur awal ti (°F) di panaskan pada tekanan konstan Ps (pasia), akan didapat temperatur maksimal ts, yang disebut temperatur saturasi, sebelum berubah menjadi uap. Jumlah panas yang diserap air, h w, diberikan dalam persamaan : hw = Cw(ts – ti), ti ≥ 32 °F .............................................................................(3.12) Cw adalah panas spesifik air (BTU/lb-°F) dalam range temperatur antara ti sampai ts. Dengan suplai panas yang kontinyu, temperatur air tidak berubah sampai seluruh air diubah menjadi uap. Jumlah panas 1 (BTU/lb) yang diperlukan untuk mengubah air dari air cairan pada temperatur ts dan tekanan Ps menjadi uap pada temperatur dan tekanan yang sama disebut entalpi penguapan atau panas laten penguapan. Uap pada t s
138
dan Ps disebut uap tersaturasi. Kandungan panasnya merupakan entalpi uap dan diberikan dalam persamaan : hs = hw + 1
Pada tabel 3.5. diberikan sifat-sifat uap untuk berbagai tekanan dan temperatur. Tabel 3.5 Sisat-Sifat Uap3
3.3.4.2.
Model-Model Studi
Perolehan minyak dengan kondisi injeksi panas yang terus menerus secara ekonomis akan feasibel sepanjang net value minyak yang didesak per satuan waktu melebihi biaya untuk menghasilkan panas per satuan waktu. Studi teoritis laboratorium memperlihatkan bahwa laju kehilangan panas adalah faktor penting yang menentukan ekonomis kelayakan proyeksi injeksi uap. Beberapa model studi yang telah dikembangkan diantaranya adalah sebagai berikut : A. Model Marx dan Langenheim Anggapan-anggapan dalam model Marx dan Langenheim adalah :
139
Cap rock dan base rock merupakan batuan yang homogen dan isotropik dengan ketebalan tidak terhingga
Mekanisme panas konduksi dalamarah radial diabaikan
Uap mendesak minyak tanpa hot water bank
Minyak yang didesak adalah tidak kompresibel.
Laju injeksi dan kualitas uap konstan
Pada zona uap temperatur uap seragam
Kehilangan panas ke cap rock dan base rock hanya oleh makanisme konduksi
Tidak ada kehilangan panas ke dalan zone liquid di depan front kondensasi
B. Model Willman et al Hampir sama dengan model Marx dan Langenheim. Model ini menghitung ukuran daerah penyapuan pada suatu waktu sejak permulaan injeksi uap. Untuk memprediksi perolehan minyak digunakan model saturasi Buckley-Leverett. Willman juga melakukan studi percobaan untuk memperkirakan kelakuan lapangan pada proses injeksi panas. Kesimpulan yang didapat adalah :
Injeksi uap memiliki perolehan minyak yang lebih banyak dibandingkan dengan injeksi air biasa.
Perolehan meningkat karena adanya penurunan viskositas dan ekspansi panas minyak.
Injeksi digunakan khususnya untuk minyak kental karena dapat menurunkan perbandingan viskositas minyak-air dengan tajam.
Perolehan dengan injeksi uap lebih tinggi dibandingkan dengan injeksi air panas.
Minyak terproduksi sesaat sebelum uap breakthrough memiliki API yang lebih rendah dibandingkan dengan OOIP karena distilasi uap.
Prosentase peningkatan dalam perolehan minyak dengan tekanan dan temperatur uap tinggi lebih rendah dibandingkan dengan prosentase peningkatan dalam panas yang diperlukan untuk meningkatkan temperatur uap tersaturasi tekanan tinggi
Saturasi minyak sisa setelah injeksi uap tidak tergantung saturasi minyak awal.
Massa air yang dibutuhkan dalam bentuk uap untuk memanasi reservoir lebih kecil daripada jika air diinjeksikan dalam bentuk cairan.
140
Untuk meminimalkan panas yang dibutuhkan, laju injeksi harus tinggi, pola injeksi harus kecil dan formasi harus tebal.
Jika saturasi minyak awal tinggi, perolehan minyak tiap bbl uap yang diinjeksi juga akan tinggi.
3.3.4.3.
Mekanisme Pendesakan Uap Dalam Reservoir
Mekanisme injeksi uap merupakan proses yang serupa dengan pendesakan air. Suatu pola sumur yang baik dipilih dan uap diiinjeksikan secara terus menerus melalui sumur injeksi dan minyak yang didesak dan diproduksikan melalui sumur lain yang berdekatan. Uap yang diinjeksikan akan membebtuk suatu zona jenuh uap (steam saturated zone) disekitar sumur injeksi seperti yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini.
Gambar 3.49. Diagram Skematik Injeksi Uap Dan Distribusi Temperatur Formasi
141
Temperatur dari zona ini hampir sama dengan temperatur uap yang diinjeksikan. Kemuadian uap bergerak menjauhi sumur, temperaturnya berkurang secara kontinyu disebabkan oleh penurunan tekanan. Pada jarak tertentu dari sumur (tergantung dari temperatur uap mula-mula dan laju penurunan tekanan), uap akan mencair dan membentuk hot water bank. Pada zona uap, minyak tergiring oleh distilasi dan pendorongan uap. Pada hot water, perubahan sifat-sifat fisik minyak dan batuan reservoir mempengaruhi dan menghasilkan perolehan minyak. Perubahan tersebut adalah ekspansi panas dari minyak, penurunan viskositas dan saturasi minyak sisa dan merubah permeabilitas relatif. 3.3.4.4.
Effisiensi Injeksi Uap
Effisiensi injeksi uap dipengaruhi oleh sifat homogenitas reservoir dan pola susunan sumur injeksi-produksi. Menurut SPE, effisiensi recovery didefinisikan sebagai perbandingan antara volume hidrokarbon yang diproduksikan dengan volume hidrokarbon mula-mula sebelum proyek mulai dilaksanakan. Effisiensi recovery dapat dinyatakan denga hubungan : ET = Es x Ed x Ei ..............................................................................................(3.13) dimana : Es = Effisiensi penyapuan pola Ed = Effisiensi pendesakan mikroskopik Ei = Effisiensi invasi Bursel dan Pitman telah melakukan percobaan injeksi uap untuk menentukan besarnya efisiensi penyapuan dari pola five spot. Gambar 3.51. menunjukkan hasil percobaannya, dimana terlihat bahwa sweep efficiency dipengaruhi oleh viskositas minyak dan temperatur uap.
142
Gambar 3.50. Hasil Percobaan Injeksi Uap Pada Pola Five Spot 17 Bila viskositas minyak dan temperatur uap semakin tinggi maka sweep efficiency-nya akan bertambah kecil.
Gambar 3.51. Sweep Efficiency versus Laju Produksi Uap Pada Model Stream-Channel Untuk Pola Five-Spot 17 Farouq Ali juga melakukan percobaan pada model stream-channel untuk pola five spot. Gambar 3.52. menunjukkan hasil percobaannya dimana harga sweep efficiency dipengaruhi oleh besarnya laju injeksi. Untuk laju injeksi yang semakin besar didapatkan sweep efficiency yang semakin besar pula. 3.3.4.5.
Peramalan Recovery
Performance dalam injeksi uap terantung dari konsep pendesakan fluida yang digunakan, keseragaman media berpori dan geometri dari susunan sumur injeksi produksi. Pendekatan untuk mendapatkan solusi atau performance adalah memilih
143
suatu bagian dari reservoir yang akan dikembangkan dengan pola injeksi tertentu (pilot injeksi). Performance dari pilot injeksi ini digunakan untuk mengevaluasi performance dari seluruh reservoir bila diinjeksi dengan pola yang sama. Dalam segi pendesakan fluida umumnya dibagi dalam dua konsep yaitu prinsip desaturasi dan prinsip kerja torak. Prinsip desaturasi oleh Bucley dan Laverett (1942). Gerakan fluida pendesak dan fluida yang didesak (minyak) di dalam reservoir dipisahkan oleh suatu bidang batas (front) antar fasa diantara kedua fluida tersebut. Dalam prinsip ini fluida yang mengalir didepan front terdiri atas satu fasa, sedangkan di belakang front fluida pendesak dan yang didesak mengalir bersama-sama dengan kecepatan
yang
berbeda
sesuai
dengan
mobilitasnya.
Pendesakan
ini
berlangsunghingga mencapai harga residunya. Anggapan-anggapan dalam prinsip desaturasi adalah :
Keadaan aliran mantap.
Sistem pendesakan dari dua macam fluida yang tidak saling larut.
Fluida reservoir tidak dapat dimampatkan.
Aliran terjadi pada media berpori yang homogen. Prinsip kerja torak dikembangkan oleh Stiles (1949) serta Dykstra dan Parsons
(1950). Dalam prinsip ini fluida pendesak mengalir dibelakang front, sedangkan didepan front mengalir fluida yang didesak. Pendesakan ini berlangsung hingga mencapai saat breakthrough. Anggapan anggapan dalam prinsip kerja torak adalah :
Aliran terjadi pada media berpori yang homogen.
Geometri media berpori linier dengan ketebalan konstan.
Kecepatan fluida pendesak dan didesak adalah sama.
Selama berlangsungya proses pendesakan tidak ada perubahan mobilitas. Pada proyek injeksi uap, dalam prinsip desaturasi maupun prinsip kerja torak
diambil anggapan bahwa setelah steam breakthrough tidak ada lagi produksi minyak. Peramalan recovery dihitung dengan persamaan Volek dan Pryor yang menyatakan bahwa minyak yang diproduksikan sama dengan volume zone uap sampai saat breahthrough yang diekivalenkan dengan bulk volume pattern (pola) berbentuk radial dikalikan dengan sweep efisiensi-nya. Anggapan-anggapan yang digunakan dalam persamaan Volek dan Pryor adalah :
144
Reservoir homogen dan isotropik.
Ketebalan lapisan merata.
Perkembangan zone uap berbentuk radial.
Dengan anggapan-anggapan tersebut, maka persamaannya berbentuk : Np =
φ
hn So − Sor Vst ht Bo 5,6146 ..................................................................(3.14)
Dimana : Np = produksi minyak kumulatif, STB. φ
= porositas, fraksi.
hn =ketebalan bersih lapisan, ft. ht = ketebalan total lapisan. So = saturasi minyak mula-mula, fraksi. Sor = saturasi minyak residual, fraksi. Bo = faktor volume formasi minyak, bbl/STB. Vst = volume zone uap, ft3. 3.3.4.6.
Keuntungam Dan Kerugian Injeksi Uap
A. Keuntungan 1. Uap mempunyai kandungan panas yang lebih besar dari pada air, sehingga efisiensi pendesakan lebih efektif. 2. Recovery lebih besar dibandingkan dengan injeksi air panas untuk jumlah input energi yang sama. 3. Didalam formasi akan berbentuk zone steam dan zone air panas, dimana masingmasing zone ini akan mempunyai peranan terhadap proses pendesakan minyak ke sumur produksi. 4. Efisiensi pendesakan sampai 60 % OOIP. B. Kerugian 1. Terjadinya kehilangan panas di seluruh transmisi, sehingga perlu pemasangan isolasi pada pipa. 2. Spasi sumur harus rapat, karena adanya panas yang hilang dalam formasi. 3. Terjadinya problem korosi, scale maupun emulsi.
145
4. Karena adanya perbedaan gravitasi, formasi pada bagian atas akan tersaturasi steam, sehingga efisiensi pendesakan pada formasi bagian atas sangat baik. Oleh karena itu secara keseluruhan, efisiensi pendesakan vertikalnya kurang baik. 5. Kecenderungan terjadinya angket oil sangat besar, tergantung pada faktor heterogenitas batuan. 3.3.5. Pembakaran Di Tempat (In-Situ Combustion) In-situ combustion adalah proses pembakaran sebagian minyak dalam reservoir untuk mendapatkan panas , dimana pembakaran dalam reservoir dapat berlangsung bila terdapat cukup oksigen (O2) yang diinjeksikan dari permukaan. Pemakaian in-situ combustion memakan biaya relatif besar dibandingkan dengan metode lainnya. Karena itu diharapkan peningkatan perolehannya lebih besar dan lebih cepat. Secara teknis in-situ combustion dikatakan berhasil bila pembakaran dapat berlanjut sampai sumur produksi. Hal ini dapat tercapai jika reservoir dapat menyediakan cukup bahan bakar untuk proses pembakaran. Disamping itu pembakaran tidak padam oleh hilangnya panas dan liquid blocking. Keberhasilan metode In-Situ Combustion ditentukan dari keadaan reservoir, yaitu sifat batuan, sifat fluida reservoir, ukuran reservoir dan kedalaman lapisan.
Gambar 3.52. Penampang Melintang Formasi16 3.3.5.1. Jenis-Jenis In-Situ Combustion
146
Udara In-Situ yang Combustion diinjeksikan disebut dapat jugaditambah fire flood.air, Penyalaan artinya yang udaraterjadi injeksidibukan satu tempat udara di reservoir kering. Berdasarkan akan merambat kadar air ke pada arah dimana udara injeksi terdapat forward bahan combustion bakar yang telah digolongkan tercampur ke dengandry dalam udara combustion, injeksi. Berdasarkan wet combustion perambatan dan combination pembakaran of forward ini In-Situ combustion Combustion and dibagi flood water dalam(partially forward quenched combustion combustion dan reverse atau combustion. pemadaman sebagai pembakaran). A.1. Dry Combustion Pada dry combustion, injeksi udara kering dilakukan melalui sumur injeksi udara ini akan bereaksi dengan bahan bakar di reservoir, dimana campuran ini pada temperatur tertentu akan terbakar (menyala). Daerah didepan “muka pembakaran” akan naik temperaturnya dan dengan adanya udara bercampur dengan bahan bakar di situ perambatan pembakaran akan terjadi. Dibagian lain, daerah dibelakang muka pembakaran, pembakaran akan berlangsung terus hingga bahan bakar di daerah tersebut habis. Pemabakaran ini akan mengambil O2 dari udara injeksi sehingga mengakibatkan udara yang sampai didepan muka pembakaran merupakan udara sisa. Hal ini meruapakan kelemahan pemakaian dry combustion pada reservoir yang mengandung bahan bakar dalam jumlah yang besar, karena untuk mendapatkan laju pembakaran minimum diperlukan laju injeksi udara yang besar berarti menaikkan biaya kompresi udara, dimana biaya ini memegang peranan penting dalam menentukan keberhasilan proyek secara ekonomis. Di lain pihak, secara teknis, kompresor juga memiliki kemampuan terbatas. A.2. Wet Combustion Pada wet combustion, udara yang diinjeksikan ke dalam reservoir, bukan merupakan udara kering tetapi mengandung air. Kegunaan air yang diikutsertakan pada udara injeksi adalah untuk menaikkan efisiensi panas. Panas yang ditimbulkan pembakaran pada in situ combustion dimaksudkan untuk menaikkan temperatur minyak agar viskositas minyak menurun. Zone pembakaran bergerak lebih lambat dari pergerakan fluida, berarti dibelakang zone pembakaran diharapkan tidak ada lagi minyak yang bergerak. Daerah dibelakang zone pembakaran mempunyai temperatur yang sangat tinggi. Apabila dibiarkan, panas akan menyebar ke lapisan atas lapisan bawah dari lapisan sasarannya, berarti ini merupakan panas yang terbuang. Air yang terkandung dalam udara injeksi akan menyerap panas dengan efek konduksi, kemudian terjadi penguapan.
147
Uap yang terjadi akan masuk ke dalam zone pembakaran dan karena lajunya lebih besar dari laju muka pembakaran, uap akan menembus muka pembakaran dan memasuki daerah yang lebih dingin. Pada daerah yang lebih dingin ini akan terjadi lagi pelepasan panas oleh uap air tersebut dan terjadi kondensasi. Jadi dapat dilihat bahwa panas yang tertinggal pada batuan dibelakang front zone pembakaran oleh air yang terkandung pada udara injeksi dipindahkan ke zone di depan muka pembakaran. A.3. Kombinasi Forward Combustion Dengan Water Flooding (COFCAW) Combination of Forward
Combustion and Water Flooding di sebut juga
partially quenched combustion (pemadaman sebagian pembakaran). Kadar air pada udara injeksi lebih besar dibandingkan wet combustion. Air yang terdapat pada udara injeksi tidak akan teruapkan seluruhnya, pada batuan panas di belakang zone combustion hingga temperatur zone combustion turun tetapi dijaga di atas temperatur untuk melanjutkan pembakaran dan temperatur di depan muka pembakaran masih dapat melakukan destilasi crude oil (mengendapkan bahan bakar pada batuan dan mengalirkan komponen ringan hidrokarbon). Makin kecil temperatur zone combustion, makin kecil pula panas yang hilang ke lapisan atas dan bawah lapisan target. Pada gambar 3.54. dapat dilihat distribusi temperatur dan pemindahan panas pada ketiga forward combustion. Pemadaman sebagai pembakaran disini diartikan karena tidak semua bahan bakar yang terendap pada batuan dipakai. Penurunan temperatur zone combustion secara terus-menerus mengakibatkan pembakaran padam sebelum bahan bakar tersedia habis. B. Reverse Combustion Dilihat dari pergerakan muka pembakaran, minyak produksi reserve combustion berbeda dengan minyak produksi forward combustion. Pada reserve combustion minyak produksi telah mengalami pembakaran, bukan hanya efek konduksi. Terjadinya adalah sebagai berikut, minyak di depan muka pembakaran akan turun viskositasnya oleh efek konduksi panas dan siap untuk bergerak, karena tekanan pada sumur injeksi lebih besar dari tekanan sumur produksi, maka minyak bergerak ke arah sumur produksi melalui zone combustion. Seluruh minyak yang dapat terbakar di reservoir akan terbakar pada zone combustion, sisanya yang bergerak masuk sumur
148
produksi, karena mutu minyak produksi jenis ini lebih rendah mutunya dari pada minyak produksi forward combustion. Tetapi dilain pihak reserve combustion akan dapat memproduksi reservoir yang mengandung minyak yang immobile semi solid, ini dapat dijelaskan oleh proses pergerakan muka pembakaran di atas. Arah pergerakkan muka pembakaran pada jenis ini berlawanan dengan arah pergerakkan udara injeksi. Penyalaan terjadi di sekitar sumur produksi, bergerak merambat ke arah sumur injeksi. Gambar 3.53 memperlihatkan arah pergerakan muka pembakaran dari sumur produksi menuju sumur injeksi. Udara yang diinjeksikan melalui sumur injeksi membentuk cerobong-cerobong udara ke arah sumur produksi sehingga pembakaran dapat berlangsung di dekat sumur produksi dengan sumber C2 berasal dari sumur injeksi.
Gambar 3.53. Ilustrasi Proses Reserve Combustion18
149
Gambar
3.54. Pemindahan Panas Pada Forward Combustion
16
3.3.5.2. Operasi In-Situ Combustion Suatu pembakaran diawali dengan penyalaan dan panas yang dihasilkan akan merambat secara konduksi. Dengan tersedianya oksigen yang cukup, crude oil sekitarnya akanikut terbakar setelah temperatur nyalanya tercapai. Bahan bakar untuk tahap lanjut bukan lagi crude oil (hidrokarbon ringan sampai berat). Dengan naiknya
150
temperatur, Tahap minyak ini bertujuan akan lebih untuk mudah menaikkan bergerakharga sehingga saturasi sebagian di reservoir minyak terdesak sampai akan menjauhi mencapai harga zone saturasi pembakaran. di atas saturasi Di sini gasbahan critical bakar (di bawah yang dipergunakan harga ini, gasadalah tidak endapan dapat bergerak). hidrokarbon Tahapyang ini mencegah mempunyai “liquid perbandingan blocking” yaitu atom karena C/H yang saturasi relatif gas besar kecil yang disebut maka gas hasil coke. pembakaran akan sulit untuk mengalir, dan menghalangi percampuran antara oksigen dengan bahan bakar. Bila keadaan ini terjadi secara berlarut-larut maka pembakaran akan padam. Sedangkan bila terjadi penyalaan terlalu awal atau yang disebut dengan penyalaan dini (premature ignition). Ini dapat terjadi bila gas yang diinjeksikan adalah udara. Udara mengandung ± 20 % PV oksigen, dengan crude akan terjadi reaksi eksoterm. Dalam kondisi temperatur reservoir (100 °F) reaksi oksidasi crude akan berjalan lambat. Tetapi bila sebelum penyalaan spontan dapat terjadi, ini disebabkan sifat crude oil untuk melakukan reaksi. Dengan meningkatnya temperatur , reaksi oksidasi akan bertambah cepat. Untuk keadaan seperti ini, dianjurkan untuk melakukan injeksi pada tahap sebelum penyalaan menggunakan gas yang tidak melakukan reaksi eksoterm dengan crude oil. Setelah harga saturasi gas ditetapkan, selanjutnya dilakukan tahap penyalaan. B. Tahap penyalaan Dalam tahap ini, daerah penyalaan dekat dengan sumur injeksi dan waktu untuk mendapatkannya relatif singkat. Bila penyalaan yang terjadi jauh dari sumur injeksi mengakibatkan terjadinya arah gerak pembakaran balik (reserve combustion), front bergerak ke arah sumur injeksi. Saat front tiba di sumur injeksi , temperatur akan tinggi melampaui daya tahan peralatan bawah permukaan. Bila waktu penyalaan terlalu lama maka akan memakan biaya pengeluaran yang lebih besar karena waktu penyalaan dapat mencapai berminggu-minggu. Untuk mendapatkan penyalaan yang diinginkan, tersedia beberapa metode penyalaan dan ini disesuaikan dengan keadaan reservoirnya. Oleh Strange dikelompokkan menjadi dua yaitu : penyalaan spontan dan penyalaan buatan. Dalam penyalaan spontan, reaksi antara oksigen dengan crude oil dan panas hasil pembakaran akan mencapai temperatur nyala dari crude oil. Sedang untuk penyalaan buatan membutuhkan bantuan untuk mencapai temperatur nyala. Penyalaan ini membutuhkan electrical meter, downhole burner, hot fluid injection dan chemical.
151
C. Tahap Lanjutan Penyalaan Setelah nyala terjadi, diharapkan pembakaran merambat sampai sumur produksi tercapai. Pada proses ini bahan bakar yang digunakan berbeda dengan proses penyalaan jenis hidrokarbon ringan. Setelah terdesak lebih dahulu, sehingga bahan bakar yang digunakan adalah endapan hidrokarbon yang disebut coke. Coke mempunyai perbandingan atom C/H yang besar. Jenis ini sulit terbakar dibandingkan dengan crude oil umumnya. Tiga faktor utama yang menentukan perambatan pembakaran, yaitu : bahan bakar, oksigen dan temperatur. Campuran bahan dengan oksigen akan terbakar pada temperatur tertentu, berikut reaksinya : O2 + bahan bakar T = x °C CO2 + CO + air Harga x tergantung dari jenis bahan bakar, semakin besar harga perbandingan atom C/H, maka semakin besar harga x. Untuk lebih jelasnya, skematik proses pembakaran dapat dilihat pada gambar 3.52. 3.3.5.3. Kelebihan Dan Kekurangan In–Situ Combustion Kelebihan dan kekurangan dari proses in-situ combustion dapat diterangkan sebgai berikut : A. Kelebihan In-Situ Combustion
Kecuali untuk minyak yang memberikan coke dalam jumlah kurang dari 1 lb/cuft dan ketebalan reservoir 10 ft atau kurang, pemanasan reservoir dengan menggunakan injeksi uap lebih murah dibandingkan forward combustion.
152
Gambar 3.55. Proses Pelaksanaan In-Situ Combustion17
Untuk ketebalan, tekanan dan laju injeksi panas yang tertentu, salah satu proses mungkin dapat lebih murah tergantung pada konsumsi bahan bakar dan kedalaman reserevoir. Namun jika harga bahan bakar meningkat, biaya pemanasan dengan menggunakan injeksi uap menjadi lebih besar.
Endapan coke yang semakin meningkat dapat membuat injeksi uap lebih
menguntungkan. Kehilangan panas di lubang sumur yang bertambah karena bertambahnya kedalaman akan membuat forward combustion lebih menguntungkan.
Jika jarak yang harus dipanasi dalam reservoir bertambah, pemanasan dengan menggunakan combustion lebih menguntungkan.
Jika ketebalan pasir berkurang dan tekanan bertambah, combustion lebih menguntungkan dibandingkan injeksi uap.
Jika laju injeksi berkurang, biaya injeksi uap menjadi relatif lebih menguntungkan dibandingkan dengan udara.
153
B. Kekurangan Terbentuknya In-Situ emulsi Combustion air minyak yang memiliki kekentalan seperti susu kental akan dapat menyebabkan permasalah pada pemompaan dan menurunkan produktivitas sumur.
Terproduksinya air panas yang memiliki pH rendah (asam), yang kaya akan sulfat dan besi, yang menyebabkan polusi lingkungan dan permasalahan korosi pada sumur produksi.
Produksi pasir dan caving meningkat yang dapat menyebabkan penyumbatan pada liner.
Penyumbatan lubang sumur produksi karena pengendapan karbon dan lilin sebagai hasil peretakan panas minyak.
Produksi gas yang membahayakan lingkungan seperti karbon monoksida dan hidrogen sulfida.
Kerusakan tubing dan liner karena terlalu tingginya temperatur pada sumursumur produksi.
3.3.6. Aplikasi Di Lapangan Parameter yang harus diperhatikan sebelum dilakukan aplikasi praktis adalah : A. Parameter Reservoir
Permeabilitas. Pada pendesakan skala lapangan penuh, permeabilitas yang dianjurkan tidak kurang dari 1 darcy.
Kandungan dan sifat minyak. Tidak ada batasan teknis mengenai kandungan minyak minimum yang di persyaratkan. Viskositas yang dianjurkan adalah yang sedang. Injeksi thermal memberikan hasil yang baik pada minyak ringan (light oil).
Pengaruh kualitatif injeksi fluida panas sehubungan dengan kelskuan minyak dan matriks batuan. Peningkatan temperatur matriks batuan dan lintasan uap serta kondensasinya yang berikut dalam pori-pori menyebabkan efek sekunder yang pelu diperhitungkan seperti : kebasahan batuan berubah karena adanya uap, pengembangan (swelling) lempung-lempung tertentu oleh tertentu oleh air tawar
154
yang telah mengembun (fresh condensed water), pembentukan beberapa emulsi, efek pembersihan (clean-up effect).
Ketebalan, kedalaman, pelapisan dan heterogenitas formasi. Dalam pemilihan reservoir untuk dilakukan injeksi fluida panas, ada dua parameter utama yang harus dipertimbangkan, yaitu : jumlah relatif kehilangan panas yang tergantung pada ketebalan dan kedalaman formasi, aspek-aspek teknik dan injeksi bertekanan tinggi.
Gambar 3.56. Kehilangan Panas Versus Waktu3
Tekanan reservoir Jika tekanan reservoir tidak cukup, stimulasi uap menjadi tidak ekonomis. Akan tetapi jika pengaturan periode injeksi dan perendaman sesuai akan didapat produksi minyak yang banyak.
B. Parameter Operasi
Laju injeksi dan kualitas uap.
Dalam kasus pendesakan : jarak antar sumur.
Sumur-sumur sering diatur sedemikian rupa sehingga dapat meminimalkan pengaruh chanelling yang merugikan (pola line drive) atau heksagonal atau oktagonal.
155
Dalam kasus stimulasi : waktu injeksi, waktu perendaman, waktu produksi dan laju produksi.
3.4. Injeksi Mikroba Injeksi mikroba adalah suatu metode pengurasan minyak tahap lanjut dengan cara menginjeksikan mikroba ke dalam reservoir untuk meningkatkan perolehan minyak. Bakteri yang ada dalam reservoir kemungkinan berasal dari sisa-sisa populasi bakteri yang ada pada saat pembentukan minyak bumi. Ada kemungkinan adalah karena penetrasi sepanjang aquifer dari permukaan. Penetrasi bakteri dari permukaan bisa memerlukan waktu yang bertahun-tahun, selama air tersebut mengandung karbon atau bahan organik dalam batuan yang mereka lewati. Adanya bakteri dalam reservoir akan mempunyai pengaruh seperti :
Penyumbatan pori, yaitu penyumbatan pada pore throat sehingga akan memperkecil porositas dan permeabilitas batuan. Hal ini dapat diakibatkan oleh adanya bakteri yang berspora atau dapat juga sebagai adanya pertumbuhan bakteri itu sendiri.
Degradasi hidrokarbon Jenis hidrokarbon sangat dipengaruhi oleh komposisi dan ikatan kimia. Zobell (1950) mengamati kemampuan mikroba dalam mendegradasi hidrokarbon. a. Hidrokarbon alifatik lebih mudah didegradasi dari pada hidrokarbon aromatik. b. Rantai panjang lebih mudah didegradasi dari pada rantai pendek. c. Hidrokarbon tidak jenuh lebih mudah didegradasi dari pada hidrokarbon jenuh. d. Hidrokarbon rantai bercabang lebih mudah didegradasi dari pada hidrokarbon rantai lurus.
Pengasaman (souring), produksi asam oleh mikroba sebagai hasil proses glikolisis atau proses fermentasi. Produksi asam ini dapat mengakibatkan adanya perubahan porositas dan permeabilitas. Jika bereaksi dengan karbonat dan menghasilkan CO 2 permeabilitas pada reservoir karbonat diharapkan naik. Gas CO2 ini dapat mengakibatkan terjadinya oil swelling sehingga viscositas minyak akan turun.
3.4.1. Faktor Yang Mempengaruhi Aktivitas Mikroba
156
Perubahan recovery minyak karena adanya injeksi mikroba tergantung dari performance mikroba, aktifitas serta beberapa lama mikroba dapat bertahan lama hidup. Di dalam reservoir mikroba digunakan sebagai subyek. Kondisi yang cenderung mempengaruhi performance dari mikroba diantaranya : tekanan, temperatur dan salinitas. Temperatur optimum untuk perkembangan mikroba antara 30–40 °C. Ada juga tipe mikroba yang dapat hidup dan berkembang biak diatas 80 °C, meskipun tekanan tidak menunjukkan batas setinggi temperatur namun perkembangan aliran yang membentang dapat mengurangi tekanan sebesar 3000 kPa. Adaptasi dari kelakuan bakteri dengan mengembangkan mereka di bawah kekuatan tekanan untuk mengembangkan kekuatan injeksi. Salinitas yang tinggi menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme kurang baik, tetapi ada juga mikroorganisme dapat menyebabkan kekentalan air di atas 4% beratnya. Faktor-faktor lain yang cenderung mempengaruhi kelakuan injeksi mikrobaadalah tingkatan dengan tipe-tipe lain dari perkembangan dan aktivitas proses metabolisme. 3.4.2. Mekanisme MEOR Beberapa proses dasar yang merupakan mekanisme dari MEOR adalah : a. Produksi asam Asam ini melarutkan matriks batuan sehingga dapat menaikkan porositas dan permeabilitas batuan. b. Produksi gas Produksi CO2 ini pada dasarnya sama dengan CO2 flooding, hanya produksi gas CO2 hasil fermentasi dan pengaruhnya dapat terjadi pada reservoir dengan skala yang lebih luas. c. Produksi pelarut Produksi pelarut (etanol, butanol aseton dan isoproponal) oleh mikroba bermanfaat selama proses MEOR sebab senyawa tersebut bercampur (miscible) dengan minyak, menurunkan viscositasnya dan memperbaiki mobilitasnya. d. Produksi surfactant Produksi surfactant akan menurunkan tegangan antarmuka air-minyak
157
e. Penyumbatan selektif Penelitian laboratorium pada sistem reservoir batuan reservoir memperlihatkan bahwa microbial selective plugging secara teknis layak dan dapat membelokkan aliran dari permeabilitas yang tinggi ke rendah. Selective plugging ini dapat juga digunakan untuk memperbaiki waterflooding dengan membelokkan aliran dari permeabilitas yang lebih tinggi ke daerah yang memiliki permeabilitas rendah. f. Produksi polimer Polimer digunakan untuk mengurangi mobilitas fasa air dan dapat mengontrol mobilitas dengan cara menaikkan viscositas fasa air. Tabel 3.6. Screening Criteria Untuk Injeksi Mikroba17