BAB III METODE PENELITIAN Menurut Sugiyono (2013:3), “Secara umum metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu”. Metode
dalam suatu penelitian merupakan suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan penelitian. Berdasarkan pendapat tersebut, metode penelitian adalah suatu cara yang digunakan dalam penelitian untuk mendapatkan data-data yang selanjutnya akan dianalisis dengan teknik atau cara tertentu.
A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SLB C Setya Darma Surakarta yang beralamat di Jl. MR. Sartono No. 32 Bibis Baru, Surakarta. Adapun alasan peneliti memilih tempat tersebut dikarenakan peneliti sebelumnya telah melakukan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) di tempat tersebut sehingga peneliti telah mengetahui keadaan dari tempat tersebut melalui observasi yang telah dilakukan. Selain itu, di SLB C Setya Darma Surakarta terdapat anak tunagrahita ringan yang memiliki kemampuan membaca pemahaman yang rendah. 2. Waktu Penelitian Pelaksanaan kegiatan penelitian ini mulai dari pengajuan jadwal sampai penulisan laporan hasil penelitian dilaksanakan 6 bulan, mulai pada bulan Desember 2015 s/d bulan Mei 2016. Rincian waktu pelaksanaan penelitian tersebut adalah sebagai berikut: a. Bulan Desember 2015, peneliti merumuskan masalah berdasarkan observasi yang telah dilakukan selama PPL dan mencari referensi. b. Awal bulan Januari peneliti mengajukan judul skripsi dan disetujui oleh pembimbing. Peneliti melakukan penyusunan proposal yang dilaksanakan pada pertengahan bulan Januari sampai dengan awal bulan Februari.
41
42 c. Pertengahan
bulan
Februari,
proposal
penelitian
disetujui
oleh
pembimbing, selanjutnya peneliti melakukan perijinan dan pengurusan surat penelitian baik di universitas maupun tempat penelitian yaitu di SLB C Setya Darma Surakarta. d. Akhir bulan Februari hingga pertengahan bulan Maret, peneliti menyusun instrument yang akan digunakan dalam penelitian sekaligus melakukan uji validitas dan reliabilitas instrument. e. Akhir bulan Maret hingga pertengahan bulan April, peneliti melakukan penelitian sekitar 3 minggu yang dilanjutkan dengan analisis data. f. Akhir bulan April hingga pertengahan bulan Mei, peneliti menyusun laporan hasil penelitian.
B. Desain Penelitian Desain penelitian diartikan sebagai rancangan penelitian yang digunakan peneliti untuk melakukan penelitian. Menurut Anggoro (2011) “Desain penelitian adalah sebuah rencana yang berisi garis besar tentang bagaimana seorang peneliti akan memahami bentuk hubungan antara variabel yang diteliti, sehingga dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan dan/atau mengetes hipotesis”. Selain itu, Sukmadinata
(2012:52)
mengemukakan
bahwa
rancangan
penelitian
menggambarkan prosedur serta langkah-langkah yang akan ditempuh, waktu penelitian, sumber data dan kondisi data yang dikumpulkan dan bagaimana data itu diolah. Berdasarkan pendapat tersebut, desain penelitian dapat dimaknai sebagai rancangan penelitian yang akan dilaksanakan peneliti, sehingga dapat digunakan untuk mengetes hipotesis. Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif eksperimen. Menurut Sugiyono (2012:109), “Metode eksperimen adalah metode penelitian yang dapat diartikan sebagai metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan”. Sukardi (2013:179) mengemukakan bahwa metode eksperimen merupakan metode sistematis guna membangun hubungan yang mengandung fenomena sebab akibat. Berdasarkan pendapat tersebut, penelitian eksperimen bertujuan untuk menguji
43 ada tidaknya hubungan sebab akibat antara perilakuan yang sengaja diadakan dengan efek yang terjadi sesudahnya. Eksperimen dilakukan dengan maksud melihat akibat dari suatu perlakuan. Desain penelitian eksperimen dibedakan menjadi beberapa macam. Rosnow &
Rosenthal
yang
dikutip
Sunanto,
Takeuchi,
&
Nakata
(2005:54)
mengemukakan bahwa desain penelitian eksprimen secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu desain kelompok (group design) dan desain subyek tunggal (single subject design). Penelitian ini menggunakan desain penelitian eksperimen subjek tunggal atau Single Subject Research (SSR). Menurut Arifin (2012:75), “Eksperimen subjek tunggal adalah suatu eksperimen di mana subjek atau partisipannya bersifat tunggal, bisa satu orang, dua orang tau lebih”. Hal tersebut diperkuat dengan pendapat Wasson (2003:3) yang mengemukakan bahwa penelitian desain subjek tunggal (juga disebut desain sebagai eksperimental kasus tunggal) adalah desain yang dapat diterapkan ketika ukuran sampel adalah satu atau ketika sejumlah individu dianggap sebagai satu kelompok. Sukmadinata (2012:210) mengemukakan bahwa desain penelitian subjek tunggal meneliti individu dalam kondisi tanpa perlakuan dan kemudian dengan perlakuan dan akibatnya terhadap variabel terikat diukur dalam kedua kondisi tersebut. Perbandingan tidak dilakukan antarindividu maupun kelompok tetapi dibandingkan pada subjek yang sama dalam kondisi yang berbeda. Berdasarkan pendapat tersebut, peneliti menggunakan desain penelitian subjek tunggal atau Single Subject Research (SSR) karena subjek yang diteliti berjumlah satu orang. Desain penelitian Single Subject Research secara garis besar terdiri dari dua kategori yaitu: 1. Desain reversal yang terdiri dari tiga macam yaitu design A-B, design AB-A, dan design A-B- A-B. 2. Desain Multiple Baseline yang terdiri dari multiple baseline cross conditions, multiple baseline cross variables, multiple baseline cross subjects.
44 Desain penelitian subjek tunggal yang dipakai dalam penelitian ini adalah A1-B-A2, dimana A1 adalah garis dasar 1 (baseline data 1), B adalah fase perlakuan atau intervensi (treatment data), dan A2 adalah garis dasar 2 (baseline data 2). Peneliti menggunakan desain A-B-A karena sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui sebab akibat suatu perlakuan. Berdasarkan hal tersebut, desain A-B-A digunakan untuk menunjukkan adanya hubungan sebab akibat antara variabel terikat dan variabel bebas. Berdasarkan penjelasan tersebut, variabel merupakan atribut atau ciri-ciri mengenai sesuatu yang diamati dalam penelitian. Menurut Sunanto, dkk (2005:12), penelitian eksperimen biasanya menggunakan variabel terikat dan variable bebas. Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Sebaliknya variabel bebas adalah yang mempengaruhi variabel terikat. Variabel terikat dalam penelitian subjek tunggal dikenal dengan istilah target behavior (perilaku sasaran), sedangkan variabel bebas dikenal dengan istilah intervensi atau perlakuan. Berdasarkan uraian di atas, variabel terikat dalam penelitian ini adalah
kemampuan membaca pemahaman, sedangkan variabel
bebasnya adalah strategi Directed Reading Thinking Activity (DRTA). Menurut Sunanto, dkk (2005:59) prosedur penelitian dengan pola A-B-A sebagai berikut: “Prosedur desain A-B-A mula-mula perilaku sasaran (target behavior) diukur secara kontinu pada kondisi baseline 1 (A1) dengan periode waktu tertentu kemudian pada kondisi intervensi (B) setelah itu pengukuran pada kondisi baseline kedua (A2) diberikan. Penambahan kondisi baseline yang kedua (A2) dimaksudkan sebagai kontrol untuk kondisi intervensi sehingga keyakinan untuk menarik kesimpulan adanya hubungan fungsional antara variabel bebas dan variabel terikat lebih kuat”. Sunanto, dkk (2005:60) menjelaskan bahwa dalam menerapkan pola desain A-B-A, terdapat beberapa langkah yang harus diperhatikan, yaitu: 1. Mendefinisikan perilaku sasaran (target behavior) dalam perilaku yang dapat diamati dan diukur secara akurat, 2. Mengukur dan mengumpulkan data pada kondisi baseline (A1) secara kontinu sekurang-kurangnya 3 atau 5 atau sampai kecenderungan arah dan level data menjadi stabil,
45 3. Memberikan intervensi setelah kecenderungan data pada kondisi intervensi stabil, 4. Mengukur dan mengumpulkan data pada kondisi intervensi (B) dengan periode waktu tertentu sampai data menjadi stabil, 5. Setelah kecenderungan arah dan level data pada intervensi (B) stabil mengulang kondisi baseline (A2). Adapun gambaran skema waktu dalam pelaksanaan penelitian dengan desain A1-B-A2 yaitu: A1-B-A2 (A1i) (A1ii) (A1iii) (A1iv) (Bi) (Bii) (Biii) (Biv) (Bv) (Bvi) (A2i) (A2ii) (A2iii) (A2iv) Gambar 3.1 Skema Pelaksanaan Penelitian Desain A1-B-A2 Keterangan: A1/ Baseline 1 = kondisi awal kemampuan membaca pemahaman subjek penelitian sebelum memperoleh perlakuan/intervensi. Pengukuran dilakukan sebanyak empat kali. B/ Intervensi
= kondisi
kemampuan
membaca
pemahaman
subjek
penelitian selama memperoleh intervensi secara berulangulang. Pada tahap ini subjek diberikan perlakuan dengan menggunakan strategi DRTA secara berulang-ulang sebanyak enam kali. A2/ Baseline 2 = pengulangan kondisi baseline sebagai evaluasi bagaimana intervensi yang diberikan berpengaruh pada subjek yang dilakukan sebanyak empat kali.
C. Populasi dan Sampel Penelitian Suatu penelitian tentunya memiliki keterbatasan dalam menghadirkan sumber informasi atau subjek penelitian. Selain itu, penelitian yang hasilnya dapat digeneralisasikan tentunya memiliki perjalanan prose pengambilan sampel yang proporsional sehingga kesimpulannya dapat digeneralisasikan. Adapun
46 populasi dan sampel yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah sebagi berikut: 1. Populasi Populasi atau population mempunyai arti yang bervariasi. Arikunto (2013:173) menjelaskan bahwa “Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian”. Menurut Sugiyono (2014:117), populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Pendapat tersebut diperkuat dengan pendapat Sukardi (2013:53) yang mengemukakan bahwa populasi adalah semua anggota kelompok manusia, binatang, peristiwa, atau benda yang tinggal bersama dalam suatu tempat dan secara terencana menjadi target kesimpulan dari hasil akhir suatu penelitian. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa populasi yaitu keseluruhan subjek dalam wilayah lingkup penelitian yang mempunyai kuantitas dan karakteristik yang ditetapkan peneliti untuk dipelajari untuk kemudian ditarik kesimpulan. Penelitian yang peneliti lakukan tidak menggunakan populasi, melainkan subjek penelitian. Subjek penelitian adalah sumber utama data yang akan diteliti yang berhubungan dengan permasalahan penelitian. Alasan peneliti menggunakan subjek penelitian karena tidak ada populasi anak tunagrahita ringan. Hal ini disebabkan karena dalam satu kelas terdapat siswa yang mempunyai ketunaan berbeda-beda. 2. Sampel Bila populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Sugiyono (2014:118) menyatakan bahwa “Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”. Menurut Arikunto (2013:174), sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.,
47 sedangkan menurut Darmawan (2013:138), sampel terdiri atas subjek penelitian yang menjadi sumber data terpilih dari hasil teknik penyampelan. Berdasarkan pendapat ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa sampel adalah sebagian atau wakil dari jumlah dan karakteristik dari suatu populasi yang dijadikan subjek penelitian melalui teknik penyampelan. Penelitian yang dilakukan peneliti tidak menggunakan sampel penelitian, melainkan subjek penelitian. Subjek penelitian adalah sumber utama data yang akan diteliti yang berhubungan dengan permasalahan penelitian. Alasan peneliti mnggunakan subjek penelitian karena subjek yang dipilih tidak mewakili populasi yang ada. Subjek dalam penelitian ini adalah satu anak tunagrahita ringan kelas VIII di SLB C Setya Darma Surakarta.
D. Teknik Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel atau teknik sampling digunakan untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian. Sugiyono (2013:119122) mengemukakan bahwa teknik sampling pada dasarnya dikelompokkan menjadi dua yaitu Probability Sampling dan Nonprobability Sampling. Probability Sampling adalah teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel, sedangkan Nonprobability Sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Berdasarkan pendapat di atas, peneliti tidak menggunakan teknik pengambilan sampel. Hal ini dikarenakan peneliti menggunakan subjek penelitian berdasarkan kiteria dasar yang ditentukan peneliti bahwa subjek tersebut merupakan sumber data utama, serta tidak adanya populasi dan sampel dalam penelitian ini. E. Teknik Pengumpulan Data Menurut Arikunto (2013:265), teknik pengumpulan data adalah suatu cara yang teratur untuk mendapatkan data yang relevan dengan masalah yang diteliti.
48 Peneliti dapat menggunakan salah satu atau gabungan metode pengumpulan data tergantung dari masalah yang dihadapi. Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini menggunakan tes. 1. Pengertian Tes Tes
sebagai
instrumen
pengumpulan
data.
Menurut
Arikunto
(2013:193), “Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok”. Sudaryono, Margono, & Rahayu (2013:40) menyatakan bahwa tes adalah alat ukur atau prosedur yang dipergunakan dalam rangka pengukuran dan penilaian. Menurut Susilana & Johan (2012:194), “Tes untuk mengumpulkan data yang sifatnya mengevaluasi hasil suatu proses atau untuk mengetahui kondisi awal sebelum terjadinya suatu proses maka digunakan pre test (sebelum proses) dan sesudah proses digunakan post test (setelah proses)”. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tes adalah alat ukur yang digunakan untuk mengukur dan menilai keterampilan, pengetahuan, kemampuan atau bakat, serta mengevaluasi hasil suatu proses sebelum dan sesudah tes. 2. Jenis – Jenis Tes Tes dapat digunakan untuk mengukur banyaknya pengetahuan yang diperoleh individu dari suatu bahan pelajaran. Sudaryono, dkk (2013:40) menyebutkan beberapa macam tes instrument pengumpul data, anrata lain: a. Tes kepribadian, adalah tes yang digunakan untuk mengungkapkan kepribadian seseorang. b. Tes bakat, adalah tes yang digunakan untuk mengetahui bakat seseorang. c. Tes prestasi, adalah tes yang digunakan untuk mengukur pencapaian seseorang setelah mempelajari seseuatu.
49 d. Tes inteligensi, adalah tes yang digunakan utnuk membuat penaksiran terhadap tingkap intelektual seseorang. e. Tes sikap, adalah tes yang digunakan untuk mengadakan pengukuran terhadap berbagai sikap seseorang. Banyak jenis dan bentuk tes yang digunakan untuk mengukur prestasi siswa. Menurut Widoyoko (2010:46-84), bentuk tes berdasarkan segi sistem penskorannya dibedakan menjadi dua, yaitu: a. Tes objektif adalah bentuk tes yang skor tesnya ditentukan oleh jawaban yang diberikan oleh peserta tes. 1) Kelebihan tes objektif antara lain: a) Lebih representative mewakili isi dan luas b) Lebih mudah dan cepat cara memeriksanya karena dapat menggunakan alat-alat kemajuan teknologi misalnya mesin scanner c) Pemeriksaaanya dapat diserahkan orang lain d) Dalam pemeriksaan maupun penskoran, tidak ada unsur subjektif yang mempengaruhi, baik dari segi guru maupun responden. 2) Kelemahan tes objektif antara lain: a) Membutuhkan persiapan yang lebih sulit daripada tes esai karena butir soal atau item tesnya banyak dan harus teliti untuk menghindari kelemaha-kelemahan yang lain b) Butir-butir soal cenderung hanya mengungkap ingatan dan pengenalan kembali (recalling) saja, dan sukar untuk mengukur kemampuan berpikir yang tinggi seperti sintesa maupun kreatifitas c) Banyak kesempatan bagi responden untuk spekulasi atau untung-untungan (guessing) dalam menjawab soal d) Kerjasama antar responden pada waktu mengerjakan soal tes lebih terbuka.
50 b. Tes subjektif adalah bentuk tes yang penskorannya dipengaruhi oleh pemberi skor dimana butir soal mengandung pertanyaan atau tugas yang jawabannya harus dilakukan dengan mengekspresikan pikiran pesera tes. Jenis tes subyektif berupa tes uraian yang dapat berupa tes jawaban melengkapi dan tes jawaban singkat. 1) Kelebihan tes subjektif antara lain: a) Dapat digunakan untuk mengukur hasil belajar yang kompleks, seperti kemampuan mengaplikasikan prinsip, kemampuan menginterpretasikan
hubungan,
kemampuan
merumuskan
kesimpulan yang sahih. b) Meningkatkan motivasi peserta tes untuk belajar dibandingkan bentuk tes objektif. c) Mudah disiapkan dan disusun, sehingga tidak membutuhkan waktu lama bagi guru untuk mempersiapkannya. d) Tidak banyak kesempatan untuk berspekulasi atau untunguntungan. e) Mendorong responden untuk berani mengemukakan pendapat serta menyusun dalam bentuk kalimat yang bagus. f) Memberi kesempatan kepada responden untuk mengutarakan maksudnya dengan gaya bahasa dan caranya sendiri. 2) Kekurangan tes subjektif antara lain: a) Reliabilitas tes rendah b) Membutuhkan waktu yang lama untuk mengoreksi lembar jawaban dan tidak dapat diwakilkan kepada orang lain. c) Jawaban peserta tes kadang-kadang disertai dengan bualan d) Kemampuan menyatakan pikiran secara tertulis menjadi hal yang paling utama untuk membedakan prestasi belajar antara responden. Menurut Widoyoko (2010:50), secara umum ada tiga jenis tes objektif yaitu:
51
a. Tipe benar – salah Tipe benar – salah adalah tes yang butir soalnya terdiri dari pernyataan yang disertai dengan alternatif jawaban yaitu jawaban atau pernyataan yang benar dan yang salah. b. Tipe Menjodohkan Tipe menjodohkan adalah tes yang butir soalnya ditulis dalam dua kolom atau kelompok yang berupa kelompok pertanyaan/pernyataan dan kelompok jawaban. c. Tipe pilihan ganda Tipe pilihan ganda adalah tes dimana setiap butir soalnya memiliki jumlah alternatif jawaban berkisar antara 3 (tiga) atau 5 (lima). Selain itu, Azwar (2011:73) membagi jenis tes menjadi empat yaitu: a. Tipe memilih alternatif Siswa diminta memilih satu jawaban di antara beberapa pilihan. Contoh tes tipe ini adalah tes pilihan ganda, tes benar-salah, tes memasangkan. b. Tipe jawaban pendek Siswa memberikan jawaban dalam bentuk kalimat pendek. Contoh tes tipe ini adalah tes melengkapi. c. Tipe karangan Berupa pertanyaan atau perintah yang menghendaki jawaban terurai dari berbagai sumber. d. Tipe problem Siswa merumuskan suatu prosedur yang akan digunakan kemudian menerapkannya untuk menyelesaikan problem yang dihadapi. Berdasarkan penjelasan di atas dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tes prestasi dengan jenis tes objektif tipe pilihan ganda dan tes uraian singkat. Menurut Azwar (2011:72), tes objektif hanya mempunyai satu jawaban yang dianggap terbaik yang dilakukan dengan cara memilih
52 jawaban. Peneliti menggunakan tes tipe pilihan ganda dan uraian singkat karena memahami isi bacaan dimaknai secara sederhana dengan seberapa banyak subyek dapat menjawab pertanyaan tentang bacaan yang telah dibacanya. Hal ini diperkuat dengan pendapat Sung-Hyun (2003) dalam Al Odwan (2012:140) bahwa membaca pemahaman biasanya mengacu pada jumlah pemahaman pembaca yang dimiliki ketika mereka membaca teks. Artinya, seberapa baik pembaca memahami makna implisit dan eksplisit dari isi teks yang mereka baca. Instrumen tes yang dibuat terdapat 20 butir soal yang terdiri dari 15 butir soal pilihan ganda dan lima butir soal uraian singkat. Tes dilakukan setiap akhir sesi pada masing-masing fase. Setiap fase terdiri dari masingmasing empat kali sesi untuk fase baseline 1 (A1) dan baseline 2 (A2), serta enam kali sesi untuk fase intervensi (B). 3. Kisi-Kisi Instrumen Tes Adapun kisi-kisi instrument tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Kelas/ Semester
: VIII/ II
Kompetensi Dasar
: Menggali informasi dari teks bacaan
Bentuk soal
: Tes tertulis pilihan ganda dan uraian singkat
Jumlah soal
: 20 butir soal
4. Penilaian/ Skoring Kriteria penilaian pada soal dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Jumlah soal adalah 20 soal (15 butir soal pilihan ganda dan lima butir soal uraian singkat) b. Skor pilihan ganda Skor 1 = jawaban benar Skor 0 = jawaban salah Skor uraian singkat Skor 2 = jawaban benar
53 Skor 1 = jawaban salah Skor 0 = tidak menjawab c. Rumus untuk mencari skor akhir dalam tes ini sebagai berikut: Nilai Akhir (S) = d. Nilai akhir maksimal adalah 25 e. Nilai akhir minimal adalah 0
F. Teknik Uji Validasi dan Reliabilitas Instrumen Instrumen yang baik harus memenuhi dua prasyarat penting yaitu valid dan reliabel. Instrumen dikatakan valid artinya instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur. 1. Validitas Instrumen Validitas atau kesahihan bersalah dari kata validity yang berarti sejauh mana ketetapan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Menurut Arikunto (2013:211) “Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen”. Azwar (2014:175) mengatakan bahwa “Validitas ditentukan oleh ketepatan dan kecerdasan hasil pengukuran”. Validitas instrumen dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu: 1. Validitas Isi (content validity) Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap kelayakan atau relevansi isi tes melalui analisis rasional oleh panel yang berkompeten atau melalui expert judgment. Validitas isi digunakan untuk mengetahui sejauh mana item-item dalam tes mencakup keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur atau sejauh mana isi tes mencerminkan ciri atribut yang hendak diukur. Validitas isi terbagi menjadi dua tipe, yaitu:
54 a. Validitas tampang (face validity) Validitas tampang adalah bukti validitas yang penting namun paling rendah signifikannya karena hanya didasarkan pada penilaian terhadap format penampilan tes. b. Validitas logis (logical validity) Validitas logis disebut juga validitas sampling. Validitas logis menunjuk pada sejauh mana isi tes merupakan representasi dari ciri – ciri atribut yang hendak diukur. 2. Validitas Konstruk (construct validity) Validitas konstruk adalah validitas yang menunjukkan sejauh mana hasil tes mampu mengungkap suatu kontruk teoretik yang hendak diukurnya. Untuk pengujian validitas konstruk, diperlukan analisis statistika yang kompleks seperti prosedur analisis faktor. 3. Validitas Berdasar Kriteria (criterion-related validity) Validitas berdasar kriteria menghendaki tersedianya kriteria eksternal yang dapat dijadikan dasar pengujian skor tes. Kriteria yang dimaksud berupa variabel perilaku yang akan diprediksi oleh skor tes atau berupa suaru ukuran lain yang relevan. Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi (content validity) yaitu validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap kelayakan atau relevansi isi tes melalui analisis rasional oleh panel yang berkompeten atau melalui expert judgment. Menurut Sugiyono (2014:182), “Instrumen yang berbentuk tes akan diuji validitasnya melalui perbandingan antara isi instrumen dengan materi pelajaran yang diajarkan”. Berdasarkan pendapat tersebut, peneliti menggunakan validasi isi karena teknik pengumpulan data menggunakan instrumen berbentuk tes. Penyusunan
instrumen
penelitian
dilakukan
dengan
cara
membandingkan soal dengan kurikulum yang sigunakan pada kelas VIII SLB C Setya Darma Surakarta dengan membuat kisi-kisi soal. Instrumen yang telah dibuat, selanjutnya diujikan kepada tiga ahli untuk mengetahui kevalidan
55 soal. Instrumen tes pada penelitian ini diuji oleh ahli dalam masing-masing bidang, yaitu ahli konstruk, ahli subtansi meteri, dan ahli bahasa. Berikut daftar validator untuk menguji instrumen tes:
Tabel 3.1. Daftar Validator Penguji Instrumen Tes No Nama 1. Priyono, S.Pd., M.Si 2. 3.
Ahli dalam Bidang Ahli Konstruk
Mahardika Supratiwi, Ahli Subtansi Materi S.Psi., M.A Dra. Rukayah, M.Hum Ahli Bahasa
Pekerjaan Dosen PLB FKIP UNS Dosen PLB FKIP UNS Dosen PGSD FKIP UNS
Adapun hasil uji validasi instrumen dari segi konstruk menyatakan bahwa instrument valid dan dapat digunakan untuk penelitian, segi subtansi materi menyatakan bahwa instrument valid dan dapat digunakan untuk penelitian dengan masukan untuk ukuran font diperbesar dan jenis font diubah, serta untuk halaman maksimal lima soal, sedangkan dari segi bahasa menyatakan bahwa instrument valid dan dapat digunakan untuk penelitian. Berdasarkan hasil uji validitas intsrumen oleh expert judgment, dapat disimpulkan bahwa instrument valid dan dapat digunakan dalam penelitian. 2. Reliabilitas Instrumen Reliabilitas merujuk pada adanya konsistensi dan stabilitas nilai akurasi pengukuran dan hasilnya. Menurut Sugiyono (2013:173), instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama, akan menghasilkan data yang sama. Sunanto, dkk (2005:28) mengemukakan bahwa: “Pengukuran data yang reliabel salah satu syarat mutlak yang harus dipenuhi dalam penelitian. Reliabilitas data penelitian sangat menentukan kualitas hasil penelitian. Agar hasil penelitian dapat dipercaya salah satu syaratnya adalah data penelitian tersebut harus reliabel. Reliabilitas menunjukkan sejauh mana pengukuran data dapat diukur secara tepat dan ajeg”.
56 Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa reliabilitas adalah suatu pengukuran yang digunakan untuk menilai kekonsistenan atau ketepatan suatu alat ukur dan hasilnya yang digunakan dalam penelitian. Suatu instrumen penelitian dikatakan mempunyai nilai reliabilitas yang tinggi, apabila tes yang dibuat mempunyai hasil yang konsisten dalam mengukur yang hendak diukur. Ada beberapa tipe reliabilitas yang dapat digunakan oleh peneliti. Menurut Amstrong, dkk dalam Sunarti (2001:2), dua cara utama mengukur reliabilitas dilakukan melalui intramethod reliability, dan intermethod reliability. Intramethod terhadap suatu intrumen dilakukan melalui tes ulang, sedangkan terhadap pengukur dilakukan melalui tes antarpengukur (inter-rates realibility). Uji reliabilitas instrumen yang digunakan pada penelitian ini menggunakan reliabilitas antar-pengukur (inter-rates realibility). Menurut Widhiarso (2010:2): “Studi reliabilitas yang melibatkan rater biasanya dinamakan dengan kesepakatan antar rater (inter rater agreement) atau reliabilitas antar rater (interrater reliability). Jika pada kasus selfreport reliabilitas ditunjukkan dengan konsistensi internal yang terlihat dari antara satu butir dan butir lainnya memiliki korelasi yang tinggi, maka dalam kasus reliabilitas antar rater yang diuji konsistensinya adalah raternya. Jadi posisi butir digantikan dengan posisi orang (rater)”. Selanjutnya, Jaya (2013:12) mengemukakan bahwa “Kesepakatan antar rater dapat dicapai ketika masing‐masing rater memiliki persepsi yang sama terhadap apa yang dinilai dan diobservasi”. Berdasarkan pendapat tersebut, reliabilitas antar-pengukur (interrater reliability) adalah pengukuran yang melibatkan pengukur (rater) untuk menilai suatu instrument. Alasan peneliti menggunakan reliabilitas antar-pengukur (interrater reliability) dalam penelitian ini karena dengan melibatkan pakar dalam menilai butir‐butir yang dibuat akan memastikan bahwa butir yang dibuat relevan dengan apa yang ukur dan mewakili keseluruhan domain ukur. Sehingga untuk menilai instrument yang digunakan apakah reliable, peneliti
57 melibatkan expert judgment dalam memastikan alat ukur yang akan digunakan. Adapun hasil reliabilitas instrumen oleh expert judgment adalah sebagai berikut:
Tabel 3.2. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Tes No
Ahli
Ahli dalam
Komentar
Bidang 1.
Priyono, M.Si
S.Pd., Ahli Konstruk
Berdasarkan komentar ahli konstruk, dinyatakan bahwa instrumen dapat digunakan untuk penelitian
2.
Mahardika Supratiwi, S.Psi., M.A
Ahli Subtansi
Ukuran font diperbesar dan jenis
Materi
font diubah, serta untuk halaman maksimal 5 soal. Berdasarkan oleh ahli substansi materi, dinyatakan bahwa instrumen dapat digunakan untuk penelitian dan sesuai dengan kisi-kisi.
3.
Dra. Rukayah, Ahli Bahasa M.Hum
Berdasarkan oleh ahli bahasa, dinyatakan
bahwa
instrumen
dapat digunakan untuk penelitian dan sesuai dengan kaidah EYD. Berdasarkan hasil reliabilitas intsrumen oleh expert judgment, dapat disimpulkan bahwa masing‐masing rater memiliki penilaian dan persepsi yang sama, serta sepakat bahwa instrument reliabel dan dapat digunakan dalam penelitian.
58 G. Analisis Data Analisis data merupakan tahap terakhir sebelum menarik kesimpulan (Sukmadinata, 2012:230). Analisis data dilakukan setelah peneliti mengumpulkan data kemudian data-data tersebut diorganisasikan untuk mencapai tujuan penelitian yang telah ditetapkan. Menurut Azwar (2011: 180), hasil analisis data dapat menjadi dasar penolakan atau penerimaan hipotesis dan diinterpretasikan dalam konteks pemecahan masalah. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik statistik deskriptif, dimana data dianalisis ke dalam grafik atau yang disebut dengan analisis visual grafik (Visual Analisis of Grafik Data). Analisis visual grafik (Visual Analisis of Grafik Data) yaitu analisis data dengan cara memplotkan data-data ke dalam grafik. Analisis visual terhadap grafik merupakan metode analisis yang sering digunakan penelitian subjek tunggal dibandingkan dengan analisis statistik itu sendiri (Sunanto, dkk, 2005 :45). Analisis data pada penelitian ini, data disajikan dalam bentuk table dan grafik garis. Analisis dilakukan dengan menganalisis satu per satu individu atau subjek penelitian. Grafik garis mempunyai beberapa kelebihan, diantaranya yang paling penting adalah sudah familiar pada pembaca, dengan demikian mudah dibaca dan dipahami. Selain itu, relatif mudah dibuat dan memungkinkan para guru dan peneliti untuk mengevaluasi secara kontinyu efek intervensi terhadap variabel terikat. Dengan demikian akan mempermudah untuk melakukan evaluasi formatif atau mengambil keptusan untuk melanjutkan atau mengubah intervensi (Sunanto, dkk, 2005:40). Hal utama dalam menganalisis data pada penelitian dengan desain subjek tunggal ada tiga, yaitu pembuatan grafik, penggunaan statistik diskriptif, dan menggunakan analisis visual. Pembuatan grafik memiliki tujuan utama, yaitu (1) untuk membantu mengorganisasi data sepanjang proses pengumpulan data yang nantinya akan mempermudah untuk mengevaluasi, dan (2) untuk memberikan rangkuman data kuantitatif serta mendeskripsikan target yang akan membantuk dalam proses menganalisis hubungan antara variable bebas dan terikat. Sunanto, dkk (2005: 35-36) menjelaskan beberapa komponen dalam membuat grafik, yaitu:
59
Gambar 3.2 Komponen Grafik A1-B-A2 1. Absis adalah sumbu X yang merupakan sumbu mendatar yang menunjukkan satuan untuk waktu (misalnya, sesi, hari, dan tanggal) 2. Ordinat
adalah
sumbu
Y
merupakan
sumbu
vertikal
yang
menunjukkan satuan untuk variabel terikat atau perilaku sasaran (misalnya, persen, frekuensi, dan durasi) 3. Titik awal merupakan pertemuan antara sumbu X dengan sumbu Y sebagai titik awal skala 4. Skala, garis-garis pendek pada sumbu X dan sumbu Y yang menunjukkan ukuran (misalnya, 0%, 25%, 50%, dan 75%) 5. Label kondisi, yaitu keterangan yang menggambarkan kondisi eksperimen, misalnya baseline atau intervensi 6. Garis perubahan kondisi, yaitu garis vertikal yang menunjukkan adanya perubahan dari kondisi ke kondisi lainnya, biasanya dalam bentuk garis putus-putus 7. Judul grafik, judul yang mengarahkan perhatian pembaca agar segera diketahui hubungan antara variabel bebas dan terikat. Data tersebut dianalisis berdasarkan komponen-komponen pada setiap kondisi (baseline dan intervensi), dengan langkah-langkah sebagai berikut:
60 1. Analisis dalam Kondisi Analisis perubahan dalam kondisi adalah menganalisis perubahan data dalam satu kondisi misalnya kondisi baseline atau kondisi intervensi, sedangkan komponen yang akan dianalisis meliputi tingkat stabilitas, kecenderungan arah, dan tingkat perubahan (level change). Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut: a. Menentukan panjang kondisi / panjang interval, yaitu menunjukkan banyaknya sesi dalam kondisi yang dilakukan. b. Mengestimasi kecenderungan arah, yaitu dengan menunjukkan perubahan setiap jejak data dari sesi ke sesi dengan garis lurus yang melintasi semua data sehingga banyaknya data yang berada di atas dan di bawah sama banyak. c. Kecenderungan stabilitas, untuk menentukan kecendrungan kestabilan dapat dihitung dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1) Menentukan rentang stabilitas dengan kriteria stabilitas sebesar 15 % Rentang stabilitas = Skor tertinggi x 0,15 2) Menentukan mean level Mean level =
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑑𝑎𝑡𝑎 𝑏𝑎𝑠𝑒𝑙𝑖𝑛𝑒 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑠𝑖
3) Menentukan batas atas 𝑟𝑒𝑛𝑡𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑡𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 ) 2
Batas atas = 𝑚𝑒𝑎𝑛 𝑙𝑒𝑣𝑒𝑙 + (
4) Menentukan batas bawah 𝑟𝑒𝑛𝑡𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑡𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 ) 2
Batas bawah = 𝑚𝑒𝑎𝑛 𝑙𝑒𝑣𝑒𝑙 − (
5) Menghitung presentase stabilitas Persentase data point =
Keterangan : n = banyaknya data
𝑛 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑟𝑒𝑛𝑡𝑎𝑛𝑔 𝑛 𝑝𝑜𝑖𝑛𝑡
𝑥 100%
61 Jika persentase stabilitas sebesar 85% - 90% dikatakan stabil, sedangkan dibawah itu dikatakan variabel atau tidak stabil. Demikian juga dilakukan perhitungan pada fase intervensi dengan rumus yang sama. d. Menentukan jejak data, yaitu dimasukan hasil yang sama seperti kecendrungan arah. Apakah meningkat (+), menurun (-) atau sejajar (=) dengan sumbu X. e. Menentukan level stabilitas dan rentang Tingkat stabilitas menunjukkan pada besar kecilnya data yang berada pada skala ordinat (sumbu Y). Terdapat dua jenis level yaitu level stabilitas dan level perubahannya. Level stabilitas menunjukkan derajat variasi atau besar kecilnya rentang kelompok data tertentu. Kemudian menentukan rentangnya. f. Level Perubahan Menentukan level perubahan dengan cara : 1) Tandai sesi pertama dan terakhir dalam fase tertentu 2) Hitung selisih sesi pertama dan terakhir 3) Beri tanda (+) jika membaik, (-) jika memburuk, atau (=) jika tidak ada perubahan 4) Lakukan penghitungan yang sama pada fase intervensi 2. Analisis Antar Kondisi Menganalisa perubahan data antar kondisi, dimulai dari data yang stabil harus mendahului kondisi yang akan dianalisa. Jika data bervariasi (tidak stabil) maka akan mengalami kesulitan untuk menginterpretasi. Ada tidaknya pengaruh intervensi terhadap variable terikat juga tergantung pada aspek perubahan level, dan besar kecilnya overlap yang terjadi antara dua kondisi yang dianalisis. Adapun komponen dalam analisis antar kondisi adalah: a. Menentukan banyaknya variable yang berubah, yaitu dengan menentukan jumlah variabel yang berubah diantara kondisi Baseline dan Intervensi.
62 b. Menentukan perubahan kecenderungan arah, dengan mengambil data pada analisis dalam kondisi yang berubah diatas. c. Menentukan perubahan kecenderungan stabilitas, dengan melihat kecendrungan stabilitas pada kondisi A dan B pada rangkuman analisis dalam kondisi. d. Menentukan level perubahan, yaitu: 1) Melihat nilai terakhir pada kondisi A dan nilai pertama pada kondisi B 2) Mengurangi nilai terbesar dengan nilai terkecil 3) Mencatat apakah perubahan tersebut membaik atau memburuk, dan jika tidak ada perubahan maka ditulis nol e. Menentukan persentase Overlap data kondisi baseline dan intervensi Setelah diketahui masing-masing komponen tersebut maka dimasukkan dalam tabel rangkuman hasil analisis antar kondisi (Sunanto, dkk, 2005:96). Setelah semua data analisi dalam kondisi dan data antar kondisi diperoleh, maka selanjutnya dilakukan analisis secara keseluruhan untuk mengetahui pengaruh intervensi. Menurut Sunanto, dkk (2005:100), “Di samping aspek stabilitas, ada tidaknya pengaruh intervensi terhadap variabel terikat juga tergantung pada aspek perubahan level, dan besar kecilnya overlap yang terjadi antara dua kondisi yang sedang dianalisis”.
H. Prosedur Penelitian Prosedur penelitian merupakan rangkaian langkah-langkah yang sistematis untuk mencari jawaban dari suatu masalah yang telah ditetapkan dalam penelitian. Prosedur penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Tahap Persiapan a. Melakukan pengamatan untuk mengetahui permasalahan b. Menentukan rumusan masalah penelitian dan mengajukan judul c. Melakukan pra penelitian untuk mendapatkan gambaran objek penelitian dan survey terhadap subjek dan tempat penelitian
63 d. Membuat proposal penelitian e. Mengurus surat perizinan f. Membuat instrument g. Uji validitas dan reliabilitas instrumen 2. Tahap Pelaksanaan a. Fase Baseline (A1) Pada fase ini mula-mula subjek penelitian diberikan suatu tes awal (baseline) untuk mengukur kemampuan membaca pemahaman awal anak. Pengukuran dilakukan sebelum pemberian materi selama 4 kali sesi atau setelah didapat data secara jelas dan stabil. Selanjutnya, pretes ini dapat dijadikan sebagai pedoman dalam melakukan perlakuan terhadap anak yang disesuaikan dengan kemampuan anak tersebut. b. Fase Intervensi Pada fase ini, setelah pengukuran awal pada kemampuan membaca pemahaman anak kemudian diberikan perlakuan yang tepat bagi anak atau intervensi. Tahap ini peneliti memberikan perlakuan dengan menggunakan strategi DRTA dan pemberian tes selama 6 kali sesi hingga didapatkan data yang stabil. Materi yang diberikan disesuaikan dengan kemampuan anak dan merupakan kosakata yang kontekstual dan fungsional sehingga anak lebih mudah dalam menerima materi. c. Fase Baseline (A2) Pada fase ini peneliti melakukan pengulangan proses seperti fase baseline pertama yaitu mengukur kemampuan membaca pemahaman anak setelah pemberian perlakuan berupa penerapan strategi DRTA pada fase sebelumnya. Pengukuran dilakuan selama 4 kali sesi atau setelah diperoleh data secara jelas dan stabil. d. Analisis data Setelah dilakukan tes, maka dapat diketahui apakah pembelajaran tersebut berhasil atau tidak dengan melihat kemampuan membaca
64 pemahaman anak yang meningkat atau tidak. Analisis data menggunakan statistik deskriptif sederhana dengan analisis visual grafik yang disajikan dalam bentuk grafik garis. 3. Tahap Penyelesaian Hasil analisis data dijadikan acuan untuk menarik kesimpulan antara variable bebas dan variable terikat. Seluruh kegiatan penelitian dilaporkan dalam laporan kegiatan sesuai dengan sistematika penulisan yang sesuai dengan standar penulisan skripsi. Berikut disajikan dalam bentuk bagan mengenai gambaran prosedur penelitian ini: Tahap Persiapan
Tahap Pelaksanaan
Tahap Penyelesaian
Observasi Pengajuan judul Pra penelitian Penyusunan proposal Mengurus perizinan Menyusun instrument Uji validitas dan reliabilitas
Pengukuran baseline 1 Pelaksanaan dan pengukuran intervensi (B) Pengukuran baseline 2 Analisis data
Penyusunan laporan hasil penelitian
Gambar 3.3. Bagan Prosedur Penelitian