BAB III METODE PENELITIAN 3.1
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kota Padangsidimpuan, Provinsi Sumatera Utara. Penggunaan bahasa Indonesia di daerah ini sangat khas dengan perpaduan budaya setempat.
Secara geografis, Kota Padangsidimpuan dikelilingi oleh
Kabupaten Tapanuli Selatan yang dulunya merupakan kabupaten induknya. Kota ini berbatasan dengan Tapanuli Utara yang sekaligus merupakan persimpangan jalur darat untuk menuju kota Medan, Sibolga, dan Padang (Sumatera Barat) melalui jalur lintas barat Sumatera. Topografi wilayahnya yang berupa lembah yang dikelilingi oleh Bukit Barisan Padangsidimpuan juga terdapat banyak sungai yang melintasi kota ini, antara lain sungai Batang Ayumi, Aek Sangkumpal Bonang (yang sekarang menjadi nama pusat perbelanjaan di tengah kota ini), Aek Rukkare yang bergabung dengan Aek Sibontar, dan Aek Batangbahal.
Gambar 3.1 Peta Kota Padangsidimpuan Sumber : http://www.google.com//padangsisimpua.peta.
42 Universitas Sumatera Utara
3.2 Data dan Sumber Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah kalimat BI yang terinterferensi BAM di Kota Padangsidimpuan. Sumber data dalam penelitian ini adalah berupa tuturan lisan yang diperoleh dari percakapan yang terjadi di lingkungan masyarakat Kota Padangsdidimpuan dari berbagai ranah (ranah pasar, ranah keluarga, ranah lingkungan sosial masyarakat, dsb). Informan dalam penelitian ini tidak terbatas, karena pengumpulan data ini dilakukan terhadap penutur BI di Kota Padangsidimpuan yang melakukan percakapan sehari-hari. Untuk menemukan faktor interferensi pada permasalahan (2), akan dilakukan pembagian kuisioner dan wawancara terhadap tiga orang informan perempuan. Informan perempuan dipilih karena peneliti melihat bahwa perempuan cenderung lebih banyak menggunakan tuturan lisan dibandingakan dengan laki-laki. Informan diwawancara untuk menemukan faktor terjadinya interferensi sekaligus menguji data yang peneliti temukan di lapangan. Tiga orang informan tersebut ditetapkan memiliki kriteria sebagai berikut: 1. Berjenis kelamin wanita. 2. Berusia antara 17-55 tahun. 3. Lahir, tinggal, dan dibesarkan di Kota Padangsidimpuan serta jarang atau tidak pernah meninggalkan Kota Padangsidimpuan. 4. Menguasai dua yaitu BAM dan BI. 5.
Sehat jasmani dan rohani (Mahsun, 2011:141)
43 Universitas Sumatera Utara
3.3 Metode Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran fenomenafenomena kebahasaan yang ditemui dalam BI di Kota Padangsidimpuan. Untuk itu, diterapkan metode deskriptif kualitatif. Metode ini bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, situasi, atau berbagai fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat yang menjadi objek penelitian, dan berupaya menarik realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda, atau gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun fenomena tertentu (Bungin, 2011:68-69). Terdapat tiga jenis metode yang digunakan dalam menggambarkan interferensi BAM terhadap BI secara menyeluruh. Ketiga metode tersebut adalah: (1) metode dan teknik pengumpulan data, (2) metode dan teknik analisis data, dan (3) metode dan teknik penyajian hasil analisis data. 3.3.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak dan metode cakap sebagaimana dikemukakan oleh Sudaryanto (2015: 203-208). Metode simak digunakan untuk memperoeh data yang peneliti butuhkan dengan menggunakan teknik sadap, teknik simak bebas libat cakap, dan teknik catat (Sudaryanto, 2015: 203). Pada teknik (dasar) sadap peneliti melakukan penyimakan yang diwujudkan dengan penyadapan agar didapat data yang natural dan yang sebenarnya dengan melakukan perekaman secara tersembunyi. Teknik ini didukung dengan teknik (lanjutan) simak bebas libat cakap.
44 Universitas Sumatera Utara
Pada teknik simak bebas libat cakap ini, peneliti hanya menyimak dan memperhatikan apa yang dikatakan oleh penutur dalam percakapan, tanpa ikut serta dalam proses percakapan orang-orang yang saling beriteraksi tersebut. Informan dalam penelitian ini tidak terbatas, karena pengumpulan data ini dilakukan terhadap penutur BI di Kota Padangsidimpuan yang melakukan percakapan sehari-hari. Misalnya, percakapan sehari-hari pada ranah pasar dalam situasi jual beli, pada ranah lingkungan masyarakat dalam situasi arisan, rapat, percakapan antar tetangga, percakapan dalam pergaulan di masyarakat, dan pada ranah keluarga dalam situasi perkumpulan keluarga, dan percakapan antar anggota keluarga. Teknik ini didukung oleh teknik catat, yang dilakukan apabila ditemukan tuturan yang mengandung data. Metode selanjutnya yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah metode cakap dengan teknik (dasar) pancing didukung teknik (lanjutan) cakap semuka, teknik cakap tansemuka, teknik rekam, dan teknik catat. (Sudaryanto, 2015: 208). Teknik cakap semuka dilakukan melalui wawancara dengan informan pada waktu yang telah ditentukan. Metode ini digunakan untuk menemukan faktor-faktor terjadinya interferensi dengan cara, peneliti melakukan percakapan secara lansung dan memancing informan untuk memunculkan data yang diinginkan. Peneliti mengarahkan pada topik yang membahas tentang bagaimana penggunaan bahasa informan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu peneliti juga mengarahkan pertanyaan yang berhubungan dengan data yang peneliti temukan, untuk mengungkap makna yang terkandung dalam kalimat yang telah terinterferensi. Hal ini dilakukan untuk memperoleh data yang diharapakan sambil
45 Universitas Sumatera Utara
merekam dialog tersebut. Disamping perekaman dapat pula dilakukan pencatatan pada kartu data jika data muncul, yang segera dilanjutkan dengan klasifikasi. Sementara itu, teknik cakap tan semuka dilakukan untuk mengumpulkan data dengan menyediakan kuisioner yang mengandung pertanyaan tentang penggunaan bahasa penutur dalam kehidupan sehari-hari, yang peneliti bagikan kepada informan. Melalui daftar tanyaan yang peneliti berikan diharapkan dapat menunjukkan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya interferensi di Kota Padangsidimpuan. 3.3.2 Metode dan Teknik Analisis Data Miles dan Hubermen (1984) menyatakan bahwa aktivitas dalam analisis meliputi reduksi data (data reduction), penyajian data (data display) serta penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclusion drawing / verification). Langkah pertama setelah memperoleh data dari lapangan adalah mereduksi data, dengan cara memilah-milah data dan menghilangkan data yang tidak berhubungan dengan interferensi,
kemudian
dilanjutkan
dengan
mengelompokkan
data
yang
terinterferensi BAM. Penyajian data adalah hasil dari penelitian yang dilakukan sehingga menemukan suatu kesimpulan. Analisis dalam penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Pendekatan deskriptif kualitatif dalam penelitian ini digunakan untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk interferensi dan faktor terjadinya interferensi BAM dalam tuturan BI yang ada di Kota Padangsidimpuan. Pada penelitian ini, data dianalisis menggunakan metode padan dengan teknik baca markah dan teknik traslasional dengan teknik lanjutan teknik hubung banding menyamakan (HBS) dan teknik hubung banding memperbedakan (HBB).
46 Universitas Sumatera Utara
Metode padan digunakan untuk menganalisis interferensi BAM terhadap tuturan BI, sedangkan untuk menemukan faktor terjadinya interferensi diklasifikasikan berdasarkan faktor interefensi yang dikemukan oleh Weinrich. Untuk menganalisis masalah (1) yaitu interferensi BAM terhadap tuturan BI digunakan metode padan. Metode padan adalah metode analisis data yang alat penentunya berada di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa (langue) yang bersangkutan (Sudaryanto, 2015: 15). Alat penentu yang dimaksud adalah kenyataan yang ditunjuk oleh bahasa atau referen bahasa yang berasal dari luar bahasa yang digunakan dapat berupa hubungan sosial, budaya, konteks terjadinya peristiwa, dan sebagainya. Metode padan berguna untuk mengidentifikasi interferensi BAM yang terjadi dalam tuturan BI dengan teknik (dasar) pilah unsur penentu (PUP), alatnya ialah daya pilah bersifat mental yang dimiliki oleh peneliti (Sudaryanto, 2014:27). Setelah menentukan bentuk interferensi maka dilanjutkan dengan analisis menggunakan teknik baca markah. Teknik baca markah adalah teknik yang digunakan untuk dapat menemukan kejatian satuan lingual melalui pemarkah yang dimiliki. Pemarkahan menunjukkan kejatian satuan lingual atau identitas konstituen tertentu. Kemampuan membaca peranan pemarkah itu berarti kemampuan menentukan kejatian yang dimaksud (Sudaryanto, 2015: 129). Pemarkah di sini adalah penanda atau alat seperti imbuhan, kata penghubung, kata depan, artikel dan partikel yang menyatakan ciri ketatabahasaan atau fungsi kata atau konstruksi (Kridalaksana, 2007: 161). Teknik ini dilakukan dengan melihat pemarkah dalam suatu satuan lingual. Pemarkah itu sebagai tanda pengenal satuan lingual yang diamati. Tenik ini didukung dengan teknik hubung banding
47 Universitas Sumatera Utara
menyamakan (HBS) dan teknik hubung banding memperbedakan (HBB). Berikut ini adalah contoh penerapan teknik baca markah. (7)
Si Andro sama si Yola marsiejekan nama bapaknya. ber V an „Andro dan Yola saling bergejekan nama bapaknya masing-masing‟ Dari data di atas, terlihat kata marsiejekan merupakan bentuk interferensi
BAM. Bentuk marsiejekan dipilah menjadi dua unsur yaitu, ejek dan marsi-/-an. Konfiks marsi-/-an dalam BAM dilekatkan pada kata ejek yang merupakan leksikal BI, sehingga jika diamati bentuk marsiejekan pada kalimat di atas menunjukkan bahwa pemarkah marsi-/-an sebagai pemarkah yang berkaitan dengan resiprokal. Teknik baca markah sangat penting untuk mengetahui kejatian makna leksikal „ejek‟ yang diacu oleh konfiks marsi-/-an yang memarkahi makna „saling‟ (resiprokal), sehingga marsiejekan dapat dimaknai sebagai „saling ejek‟. Bentuk ini merupakan interferensi morfologi konfiks marsi-/-an pada kata „marsiejekan‟ yang menyatakan makna „saling mengejek‟ pada tuturan BI. Teknik lain yang digunakan ialah dengan teknik traslasional. Metode padan dengan teknik translasional adalah metode analisis bahasa dengan menggunakan alat penentu bahasa atau lingual lain lewat penerjemahan. Penerapan metode ini mampu menerjemahkan makna satuan lingual yang di sahkan keberadaannya, artinya makna (lingual) yang berbeda dengan informasi (ekstra lingual) dapat diakui identitasnya sebagai makna karena ada pengesahan lewat penerjemahan. Tenik ini didukung dengan teknik hubung banding menyamakan (HBS) dan teknik hubung banding memperbedakan (HBB). (Surdaryanto, 2015: 137-138). Berikut ini adalah contoh penerapan teknik traslasional.
48 Universitas Sumatera Utara
(8)
Perginya bapak ke pesta itu. part „Ayah pergi ke pesta itu‟
Dari data di atas terlihat bahwa partikel do dalam BAM diterjemahkan menjadi nya dalam BI. Bentuk do dari segi lingual dalam BAM berbeda dengan bentuk nya dalam BI. Partikel do berfungsi sebagai penegas kata yang berada di depannya, sementara klitik –nya memarkahi ketermilikan, tetapi karena terjadi interferensi BAM terhadap tuturan BI sehingga nya di terjemahkan sama maknanya dengan do. Fungsi -nya dalam tuturan BI di Kota Padangsidimpuan telah berubah dan mengikuti sistem BAM yaitu sebagai penegasan unsur tertentu sehingga dalam tuturan kata nya telah sama fungsinya dengan partikel do yaitu sebagai pemarkah topik. Contoh lain penggunaan teknik traslasional yang digunakan pada analisis interferensi leksikal BAM terhadap tuturan BI adalah sebagai berikut: (9)
Balanga „wajan‟ Pake balanga kalau mau menggoreng. wajan „Kalau menggoreng pakai wajan‟ Dari data (9) ditemukan data berbentuk nomina balanga yang
diterjemahkan dengan kata „wajan‟ dalam BI. Kata balanga terinterferensi dari BAM. Seharusnya leksikal balanga tidak perlu digunakan karena dalam BI ada padanannya yaitu wajan. Kata wajan jarang digunakan karena jarang digunakan sehingga penutur pemindahkan leksikal balanga BAM ke dalam tuturan BI yang merupakan terjemahan dari wajan.
49 Universitas Sumatera Utara
3.3.3
Metode Teknik Penyajian Hasil Analisis Penyajian hasil analisis data ini dirangkum dalam dua metode, yakni
metode formal dan metode informal. Metode informal berarti metode penyajian hasil data yang disajikan dalam bentuk paparan menggunakan kata-kata biasa (verbal). Metode formal adalah metode penyajian hasil analisis data dengan menggunakan tanda, lambang-lambang tertentu, seperti tanda panah, tanda bintang, tanda kurung kurawal, lambang huruf sebagai singkatan, dan atau bentukbentuk diagram yang dikenal dalam linguistik (Sudaryanto, 1993:241). Dengan menggunakan dua metode penyajian hasil analisis data tersebut diharapkan hasil penelitian yang disajikan dapat dipahami dengan lebih mudah oleh pembaca.
50 Universitas Sumatera Utara
3.4 Kerangka Berfikir Peneliti Masalah 1 Interferensi BAM terhadap BI di Kota Padangsidimpuan
Teknik Pengumpulan Data
Data
Metode Simak (Teknik)
(dasar) Sadap
Reduction
Bebas Libat Cakap
Catat
Data
Teknik Analisis Data (Metode Padan)
Baca Markah
Traslational
Data Display
Teknik
HBS
HBB
Conclusion drawing
51 Universitas Sumatera Utara
Masalah 2 Faktor Interferensi BAM terhadap BI di Kota Padangsidimpuan
Teknik Pengumpulan Data
Metode Cakap
Reduction Data
Teknik
(dasar) pancing
cakap semuka
cakap tan semuka
rekam
Data Data Display Analisis Deskriptif Conclusion Drawing
Gambar 3.5 Kerangka Berfikir Peneliti
52 Universitas Sumatera Utara
BAB IV INTERFERENSI BAHASA ANGKOLA MANDAILING DALAM TUTURAN BAHASA INDONESIA
4.1 Bentuk-Bentuk Interferensi BAM terhadap Tuturan Bahasa Indonesia Pada bab 4 ini dideskripsikan interferensi yang terjadi dalam sistem BI pada bidang Fonologi, Morfologi, Sintaksis, dan Leksikal serta faktor-faktor yang menyebabkannya di Kota Padangsidimpuan. Bab ini sekaligus sebagai jawaban terhadap masalah dalam penelitian ini. Masyarakat penutur bahasa di Kota Padangsidimpuan menguasai lebih dari satu bahasa yaitu BAM dan BI. Penguasaan dua bahasa atau lebih ini berdampak pada
penggunaannya secara bergantian dan akhirnya berdampak
terjadinya bentuk interferensi dalam tuturan BI yang selalu digunakan di daerah itu. Dari data yang ditemukan, unsur-unsur BAM di Kota Padangsidimpuan yang masuk ke dalam bahasa BI meliputi aspek fonologi, gramatikal dan leksikal. Hal ini menyebabkan terjadinya penyimpangan-penyimpangan terhadap kaidah BI. Berikut adalah pemaparannya. 4.1.1 Interferensi Fonologi Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa interferensi bunyi terjadi bilamana seseorang dwibahasawan mengartikan dan menghasilkan kembali bunyi sistem bahasa kedua pada bunyi sistem bahasa pertama. Dengan kata lain, interferensi bunyi terjadi apabila seorang dwibahasawan memperlakukan – mengidentifikasi dan memproduksi – bunyi bahasa yang satu seperti ketika ia memperlakukan bunyi bahasa lainnya (Weinreich 1979:14).
53 Universitas Sumatera Utara
Interferensi fonologi terjadi apabila lafal bahasa yang digunakan dalam suatu
bahasa
menyerap
fonem
dan
lafal
dari
bahasa
lain.
Verhaar
mengelompokkan jenis kedua bunyi tersebut menjadi bunyi segmental dan suprasegmental (Verhaar, 1996:55). Interferensi fonologi dalam penelitian ini meliputi interferensi suprasegmental yaitu bunyi pengucapan/intonasi BI dipengaruhi oleh bunyi BAM dan interferensi segmental meliputi asimilasi, penambahan fonem, perubahan fonem, dan penghilangan fonem yang dipengaruhi oleh BAM. Berikut adalah pemaparannya. A. Interferensi Suprasegmental Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bunyi suprasegmental adalah sesuatu yang menyertai fonem tersebut yang itu dapat berupa tekanan suara, panjang-pendek suara, dan getaran suara yang menunjukkan emosi tertentu. Semua yang tercakup ke dalam istilah suprasegmenal itu tidak dapat dipisahkan dari suatu fonem. Verhaar (1996:55) mengatakan unsur suprasegmental terdiri atas intonsi, nada, dan tekanan (aksen). Interferensi suprasegmental yang terjadi pada tuturan bahasa Indonesia di Kota Padangsidimpuan hanya ditemukan intonasi saja yang dipengaruhi oleh intonasi BAM. Intonasi adalah perubahan tinggi-rendahnya nada pada kalimat. Intonasi merupakan salah satu unsur suprasegmental dalam fonologi yang dimiliki oleh setiap bahasa yang yang digunakan ketika bertutur. Di Indonesia setiap bahasa daerah memiliki intonasinya masing-masing dan menjadi ciri khas bahasa daerah tersebut, sehingga orang yang mendengar akan mengetahui daerah asalnya hanya dengan mendengar intonasi kalimat tanpa mengerti bahasa yang diucapkannya, hal ini secara umum sering disebut sebagai 54 Universitas Sumatera Utara
logat. Di setiap daerah di Indonesia dalam berkomunikasi kebanyakan telah terinterferensi intonasi bahasa daerah ketika berbahasa Indonesia. Hal ini tidak dapat dihindari karena pengaruh kebiasaan penutur berbahasa dan berintonsi bahasa daerah sehingga ketika bertutur dalam BI akan terbawa secara tidak sengaja yang menyebabkan adanya sebutan lafal Jawa, lafal Sunda, lafal Medan, dsb. Hal yang sama juga terjadi di Kota Padangsidimpuan. Tuturan/pengucapan
BI
di
Kota
Padangsidimpuan
menjadi
berintonasi/berirama/berlagu BAM akibat interferensi fonologi BAM. Intonasi BAM sama dengan tuturan BI di Kota Padangsidimpuan yang telah menjadi ciri khas dan penutur BAM. Berikut merupakan gambaran intonasi dari data yang peneliti temukan. Gambaran intonasi kalimat tanya BAM (10) 5 4 3 2 1 Na giot tu dia do hamu? Gambaran intonasi kalimat tanya BI (10a) 5 4 3 2 1 Kalian mau kemana? Gambaran intonasi kalimat tanya BI yang terinterferensi BAM
55 Universitas Sumatera Utara
(10b) 5 4 3 2 1 Yang mau kemananya kalian? Dari gambaran grafik di atas terlihat bahwa perbedaan intonasi BAM pada data (10) dan intonasi BI pada data (10a). Akibat inteferensi bunyi pengucapan BAM terhadap tuturan BI di Kota Padangsidimpuan menjadi sama seperti pengucapan BAM (data 10b). Dari gambar di atas terlihat intonasi BAM mengalami naik turun yang lebih banyak dibandingkan BI, hal ini disebabkan karena memang pada dasarnya BAM memiliki lagu bahasanya sendiri yang membedakan dengan bahasa daerah lain. Intonasi naik turun yang terjadi pada BAM tersebut menghasilkan bunyi intonasi yang khusus pada BAM dan hal ini merupakan suatu ciri khas bahasa tersebut. Interferensi yang terjadi pada bahasa BI di Kota Padangsidimpuan karena penutur yang telah terbiasa menggunakan BAM terbawa menggunakan intonasi yang sama pada saat bertutur/berbicara dalam BI. B. Interferensi Segmental Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, bunyi segmental mengacu pada pengertian bunyi-bunyi yang dapat disegmentasi/dipilah-pilah dan dapat dibagi. Contohnya, ketika kita mengucapkan “Bahasa”, maka nomina yang dibunyikan tersebut (baca: fonem), dapat dibagi menjadi tiga suku kata: ba-ha-sa atau dibagi menjadi lebih kecil lagi sehingga menjadi: b-a-h-a-s-a. Jelas bunyibunyi tersebut menunjukkan adanya fonem. Dengan demikian, sebenarnya bunyi-
56 Universitas Sumatera Utara
bunyi bahasa yang telah diuraikan sebelumnya adalah bunyi segmental. Bunyi yang termasuk kedalam bunyi segmental ini adalah bunyi vokal, konsonan, diftong, dsb. Interferensi segmental meliputi asimilasi, penambahan fonem, perubahan fonem, dan penghilangan fonem. Berikut adalah data yang ditemukan. a. Asimilasi Asimilasi adalah proses perubahan bunyi sebagian atau keseluruhan yang mengakibatkannya identik atau sama dengan bunyi lain di dekatnya. Terdapat 3 jenis asimilasi yaitu progresif (proses perubahan bunyi ke depan menjadi sama dengan bunyi yang mendahuluimya), regresif (proses perubahan bunyi ke belakang menjadi sama dengan bunyi yang mendahuluimya), dan resiprokal (perubahan bunyi pada keduanya), (Sibarani, 1997:5). Berikut adalah data yang ditemukan. (11)
[banduŋ] [badduŋ] Bapak dinas ke [badduŋ] [Bandung] „Ayah dinas ke Bandung.‟ Dari data di atas terlihat pengucapan kata Bandung mengalami interferensi
dari pengucapan BAM yaitu [badduŋ] yang seharusnya dalam BI di ucapkan dengan [banduŋ]. Asimilasi fonem (n) mempengaruhi pengucapan fonem (d) selanjutnya ( /n+d//dd/ : /Bandung/ /Baddung/ ) yang diakibatkan oleh terjadinya interferensi, dengan adanya asimilasi fonem [n] pada bunyi [banduŋ]. menjadi [badduŋ], asimilasi ini termasuk asimilasi regresif. b. Perubahan fonem (12)
[naik] [naзk] Uda [naek] harga bakso itu. [naik] „Harga bakso itu naik‟ 57 Universitas Sumatera Utara
Dari data di atas terlihat pengucapan kata naek mengalami interferensi dari pengucapan BAM yaitu [naзk] yang seharusnya dalam BI di ucapkan dengan [naik]. Interferensi ini mengakibatkan perubahan bunyi [naik] menjadi [naзk], fonem /i/ menjadi /з/ ( /i/ /з/ : /naik/ /naзk/ ). Penutur BI di Kota Padangsidimpuan mengubah pengucapan [naik] menjadi [naзk] ke dalam tuturan BI. Hal ini dipengaruhi kebiasaan penutur menggunakan BAM. c. Penghilangan fonem (13)
Gak ada yang mau mengaku, marsitudu-tuduan mereka. [tuduh] „Tidak ada yang mengaku, mereka saling tuduh-menuduh‟ Dari data di atas terlihat pengucapan kata tuduh mengalami interferensi
dari pengucapan BAM yaitu [tudu] yang seharusnya dalam BI di ucapkan dengan [tuduh]. Penghilangan fonem /h/ pada akhir kata [tuduh] menjadi [tuduh] (/h/ // : /tuduh/ /tudu/). Hal ini dipengaruhi oleh bentuk marsi-/-an yang merupakan konfiks BAM yang berlanjut pada pengucapan kata tuduh yang diucapkan dengan pengucapan BAM. 4.1.2 Interferensi Morfologi Interferensi
bidang
gramatikal
(tata
bahasa)
terjadi
bilamana
dwibahasawan mengidentifikasikan morfem, kelas morfem, atau hubungan ketatabahasaan pada sistem bahasa kedua (B1) dipindahkan, dimasukkan, dipadankan dengan morfem, kelas morfem, atau hubungan ketatabahasaan pada sistem bahasa pertama (B2), dan menggunakannya dalam tuturannya pada bahasa kedua, serta demikian pula sebaliknya. Berdasarkan data tuturan yang diperoleh dari
hasil
perekaman
dan
pencacatan
terhadap
penutur
BI
di
Kota
Padangsidimpuan, terdapat beberapa serpihan unsur gramatikal BAM yang masuk
58 Universitas Sumatera Utara
ke dalam BI ketika penutur BI bertutur. Serpihan-serpihan BI tersebut berupa aspek morfologis dan sintaksis. Proses pembentukan kata pada aspek morfologis yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah berupa proses pembentukan kata yang menyimpang dari sistem BI disebabkan masuknya unsur afiks BAM. Interferensi morfologis BAM yang teridentifikasi terdapat dalam tuturan BI di Kota Padangsidimpuan adalah prefiks par-, mar-, sufiks -an, dan konfiks marsi-/an, na-/-an. Proses pembentukan kata tersebut dirumuskan dengan Morfem Terikat BAM+ Morfem Bebas BI. 4.1.2.1. Interferensi prefiks parAfiks
par-
dalam
BAM
digunakan
untuk
menyatakan
makna
„bagian‟,„orang (yang berhubungan dengan)‟ suatu pekerjaan, instansi, golongan, atau suatu hal yang berhubungan dengan yang dilakukannya dan tidak memiliki prefiks padanan dalam BI. Pembentukan kata ini pada umumnya dalam sistem BAM memiliki Morfem Terikat + Morfem Bebas, misalnya: parlopo „orang yang memiliki warung‟. Kata ini dibentuk dari prefiks BAM {par} + Morfem bebas {lopo}. Pembentukan kata BI dengan demikian dikatakan sebagai penyimpangan sebab dalam sistem BI tidak terdapat demikian, tetapi diterapkan dalam tuturan BI di Kota Padangsidimpuan. Penyimpangan seperti ini dapat dilihat dalam tuturan berikut: (14)
Ikutnya
marga Silitonga parBulog sama parPLN. pref N pref N „Marga Silitonga yang bekerja di Bulog dan PLN juga ikut‟
(15)
Panggil dulu parbecak itu. pref N „Panggilkan tukang becak itu‟
59 Universitas Sumatera Utara
(16)
Paranggkot ini yang kencangan bawa motor. pref N „Tukang angkot sangat kencang membawa mobil‟ Pada contoh di atas mengalami interferensi prefiks par- dalam BAM yang
umumnya menyatakan makna „bagian‟,„orang (yang berhubungan dengan)‟ dan tidak memiliki prefiks padanan dalam BI. Pada contoh (14) prefiks par- pada kata parBulog dan parPLN, dibentuk dari prefiks par- + bulog = parbulog dan prefiks par- + PLN = parPLN, kedua bentuk tersebut merujuk pada bagian dari atau orang yang bekerja di instansi Bulog dan instansi PLN. Sama halnya dengan contoh (15) prefiks par- pada kata parbecak dibentuk dari prefiks par- + becak = parbeccak, merujuk pada bagian atau orang yang berhubungan dengan becak atau singkatnya pekerjaan sebagai tukang becak. Pada contoh (16) kata parangkot merujuk pada orang/bagian yang berhubungan angkot atau dengan pekerjaan sebagai supir angkot, yang dibentuk dari prefiks par- + angkot = parangkot. Penggunaan prefiks par- ini dinilai penutur lebih efektif dari pada menggunakan BI, karena jika disebutkan dalam BI akan sangat panjang penjelasannya. Misalnya pada contoh (14) jika tidak menggunakan prefiks parmaka kalimatnya akan menjadi Ikutnya marga Silitonga yang bekerja di instasi Bulog sama marga Silitonga yang bekerja di instansi PLN. Hal ini di nilai penutur kurang efektif dalam penyampaian informasi oleh sebab itu penutur memindahkan prefiks BAM sehingga informasi yang ingin disampaikan itu lebih singkat dan tepat maknanya. Prefiks ini melekat pada nomina untuk menyatakan „bagian/orang yang berhubungan (dengan) atau bekerja (dari)‟, seperti data yang terlihat dari data di bawah ini:
60 Universitas Sumatera Utara
konter baju sepatu tas par + N
jam boneka hape ikan teri
Interferensi ini terjadi karena (1) prefiks par- tidak memiliki padanan prefiks yang sama dalam BI sehingga penutur memasukkan dan menggunakan prefiks ini ke dalam tuturan BI untuk menyatakan „bagian‟,„orang (berhubungan dengan)‟ dalam tuturan sehari-hari. Faktor lain karena (2) penutur telah terbiasa dan dinilai lebih efektif menggunakan prefiks par- untuk menyatakan pekerjaan atau orang yang berhubungan dengan sesuatu tersebut, sehingga terbawa dalam penuturan BI di Kota Padangsidimpuan. 4.1.2.2 Interferensi prefiks marPrefiks mar- dalam BAM sama dengan prefiks ber- dalam BI. Interferensi mar- dalam tuturan BI jarang terjadi karena kebanyakan penutur telah dapat menggunakan prefiks ini tepat pada penggunaannya pada masing-masing bahasa. Berikut interferensi mar- dalam tuturan BI yang peneliti temukan karena memiliki kemiripan kata dalam BAM yaitu lappu ‟lampu‟, kareta ‟kereta‟(merujuk pada sepeda motor), dan kata numeralia juta sehingga penutur keliru menggunakan prefiks mar- pada BI. Berikut adalah analisisnya pada kelas kata nomina : (17)
Siang-siang pun kau marlampu. ber- N „Siang hari pun kau menggunakan lampu‟ Bentuk kata marlampu merupakan wujud interferensi BAM pada 61 Universitas Sumatera Utara
tuturan BI di Kota Padangsidimpuan yang menyatakan makna ‟menggunakan‟. Menurut pembentukannya, marlampu terbentuk dari prefiks mar- + KD lampu = marlampu. pembentukan ini dipengaruhi oleh sistem pembentukan prefiks mardalam BAM. Menurut BI baku, pembentukan untuk menyatakan makna ‟menggunakan /memakai‟ ini seharusnya menggunakan penambahan prefiks ber- sehingga pembentukan kata yang benar adalah ber- + lampu = berlampu. Jadi berdasarkan BI baku, penggunaan pembentukan yang benar pada penggalan kalimt tersebut adalah : “Siang hari pun kau berlampu”. (18)
Markereta jemput dia. ber- N „Jemput dia dengan menggunakan kereta‟ mar- + kereta = markereta „menggunakan sepeda motor‟ Bentuk markereta merupakan wujud interferensi BAM pada
tuturan BI yang menyatakan makna ‟menggunakan‟. Menurut pembentukannya, markereta terbentuk dari prefiks mar- + kereta = markereta. Pembentukan ini dipengaruhi oleh sistem pembentukan BAM dengan penggunaan prefiks {mar-}, serta pembentukannya. Menurut BI baku, pembentukan untuk menyatakan makna‟menggunakan /memakai‟ ini seharusnya menggunakan penambahan prefiks {ber} yakni ber- + kereta = berkereta. Jadi berdasarkan BI baku, penggunaan pembentukan yang benar pada klausa tersebut adalah : “Berkereta jemput dia” Berikut interferensi mar- dalam tuturan BI yang peneliti temukan karena memiliki kesamaan penyebutan numeralia dalam BAM yaitu; juta sehingga
62 Universitas Sumatera Utara
penutur keliru menggunakan prefiks mar- pada BI yang seharusnya digunakan pada BAM. Berikut adalah analisisnya : a. Interferensi mar- pada Numeralia Interferensi mar- pada numeralia dalam tuturan BI yang peneliti temukan karena memiliki kesamaan dalam BAM sehingga penutur menggunakan prefiks mar- dalam BAM. Interferensi mar- melekat pada numeralia yang menyatakan „ber (numeralia)‟ yaitu: mar- + juta+ reduplikasi = marjuta-juta (19)
Marjuta-jutalah habis uangnya yang berobat itu. ber Num „Berjuta-juta habis uangnya berobat‟ Pembentukan ini dipengaruhi oleh sistem pembentukan BAM dengan
penggunaan prefiks {mar-}. Pembentukan itu menggunakan KD juta marjuta. Bentuk kata marjuta merupakan wujud interferensi BAM pada tuturan BI di Kota Padangsidimpuan
yang
menyatakan
makna
‟beberapa
juta‟.
Menurut
pembentukannya adalah prefiks mar- + KD juta + R = marjuta-juta. Menurut BI baku, pembentukan untuk menyatakan makna ‟beberapa (numeralia)‟ ini seharusnya menggunakan penambahan prefiks {ber} yaitu ber- + juta + R = berjuta-juta. Jadi berdasarkan BI baku, penggunaan pembentukan yang benar pada penggalan klausa tersebut adalah : “Berjuta-juta habis uangnya berobat” b. Interferensi mar- pada Kata Sapaan. Selain pada nomina dan numeralia, interferensi mar- juga melekat pada kata sapaan. Interferensi prefiks mar- melekat pada kata sapaan menyatakan „tingkatan kekerabatan‟ atau „panggilan kekerabatan‟. Interferensi ini tidak
63 Universitas Sumatera Utara
memiliki padanan dalam bahasa Indonesia dengan makna yang sama dengan mardalam BAM yaitu: (20)
Markakaknya kau sama si Gloria. ber K.sapaan „Panggil kakak kau pada si Gloria‟
(21)
Maradek kau sama si Eni. ber K.Sapaan „Panggil adik kau pada si Eni‟ Pembentukan ini dipengaruhi oleh sistem pembentukan BAM dengan
penggunaan prefiks {mar-}. Pembentukan itu menggunakan KD
/kakak/
/markakak/ dan KD /adek/ /maradek/. Bentuk kata markakak dan maradek merupakan wujud interferensi BAM pada tuturan BI di Kota Padangsidimpuan yang menyatakan makna ‟tingkatan kekerabatan/ panggilan kekerabatan‟. Prefiks ini tidak memiliki padanan dalam BI sehingga penutur menggunakan prefiks ini untuk mengatakan „panggilan/tingkatan kekerabatan‟ karena dinilai lebih efektif dalam penyampaian pesan. Jika, tidak menggunakan prefiks mar- kalimat yang digunakan akan lebih panjang seperti berikut: (20) Memanggil panggilan kakak kau pada si Gloria” dan (21) “Memanggil panggilan adik kau pada si Eni”. 4.1.2.3 Interferensi Sufiks –an Sufiks –an dalam BAM membentuk makna „lebih (dari)‟ jika dilekatkan pada adjektiva, KD (adjektiva) + {-an} = „lebih (KD)‟. Misalnya: lomloman „lebih hitam‟, bagasan „lebih dalam‟ (Irwan, 2006:30). Sementara dalam BI, Chaer (2006:204) sufiks –an menyatakan, hasil pekerjaan (contoh: tulisan, lukisan); alat (contoh: pikulan, jebakan); hal atau benda yang dikenai perbuatan (contoh: makanan, bacaan); makna tempat (contoh:
64 Universitas Sumatera Utara
kubangan,pangkalan);
menyatakan
tiap-tiap
(contoh:
bulanan,
meteran);
mengandung banyak ha yang disebut kata dasarnya (contoh :ubanan, jemuran); himpunan bilangan atau jumlah (contoh: belasan, ribuan) dan bersifat yang disebut kata dasar (manisan, murahan). Akibat terjadinya interferensi sufiks –an dalam BI telah berubah fungsinya sesuai dengan struktur morfologi BAM menjadi menyatakan makna „lebih‟. Interferensi sufiks -an hanya melekat pada adjektiva yang membentuk makna „lebih (adjektiva)‟ seperti yang terlihat pada data berikut: (22)
cantik KD (cantik) + sufiks -an = cantikan „lebih cantik‟ Cantikan lagi baju yang di pasar dari pada online ini. Adj -an „Lebih cantik baju yang di pasar dari pada baju online‟
(23)
pendek KD (pendek) + sufiks -an = pendekan „lebih pendek‟ Pendekan lagi dia dari pada aku. Adj -an „Lebih pendek dia dari pada aku.
(24)
mahal KD (mahal) + sufiks -an = mahalan „lebih mahal‟ Mahalan pulsa di lopo etek itu. Adj -an „Lebih mahal pulsa di lopo tante itu.‟ Penutur menggunakan sufiks ini karena sufiks -an dalam BI tidak
menyatakan makna „lebih‟ seperti yang penutur ingin ungkapkan. Sehingga penutur memindahkan dan menggunakan prefiks ini ke dalam tuturan BI untuk menyatakan perbandingan dalam tuturannya. Faktor lain karena, penutur telah terbiasa menggunakan sufiks -an untuk mengungkapkan makna „lebih‟ sehingga terbawa dalam penuturan BI di Kota Padangsidimpuan.
65 Universitas Sumatera Utara
4.1.2.4. Interferensi Konfiks marsi-/-an Pembentukan kata dengan konfiks {marsi-/-an} merupakan peristiwa interferensi morfologi yang menyatakan makna „„resiprokatif atau resiprokal‟. Pembentukan kata ini pada umumnya dalam sistem BAM memiliki Morfem Terikat + Morfem Bebas+ (Morfem terikat), misalnya: marsijalangan „saling menyalam‟. Kata ini dibentuk dari prefiks BAM {marsi-} + Morfem bebas {jalang} + sufiks {-an} atau dengan penambahan reduplikasi yaitu: marsijalangjalangan dibentuk dari {marsi-} + KD + R + sufiks {-an}. Interferensi marsi-/-an ini dapat melekat pada verba dan adjektiva untuk menyatakan „saling (verba)‟ dan „saling (adjektiva)‟. Pembentukan kata BI dengan demikian dikatakan sebagai penyimpangan sebab dalam sistem BI memiliki padanan konfiks untuk menyatakan „saling‟ yaitu {ber-an} misalnya: bersentuhan (Chaer, 2006:217). Penyimpangan ini dapat dilihat dalam data tuturan berikut: (25)
Gak ada
yang mau mengaku, marsitudu-tuduan mereka. ber V -an „Tidak ada yang mengaku, mereka saling tuduh-menuduh‟ Data ini telah muncul pada data (13). Bentuk marsitudu-tuduan pada
penggalan kalimat di atas merupakan interferensi yang terjadi pada BI dari (KD + R)+ marsi-/-an). Bentuk ini berasal dari verba tuduh, kemudian interferensi yang terjadi adalah marsitudu-tuduan, tetapi dalam BI telah terdapat bentukan untuk makna „saling‟ ini yaitu bertuduh-tuduhan. Bentuk ini merupakan wujud interferensi BAM terhadap tuturan BI karena pada pembentukannya dipengaruhi oleh sistem morfologi BAM dari kata dasar tuduh mendapat konfiks {marsi-/-an}. Berikut pembentukannya: KD (tuduh) konfiks {marsi-/an} + tuduh + R =
66 Universitas Sumatera Utara
marsitudu-tuduan „saling tuduh‟. Menurut BI baku, untuk menyatakan saling tuduh menuduh dapat menggunakan prefiks ber-/-an dengan : prefiks {ber-}+ KD tuduh + R+ sufiks{-an}menjadi bertudu-tuduan. Maka bentuk marsitudutuduan (BAM) berpadanan dengan bertudu-tuduan (BI). Jadi kalimat yang seharusnya muncul untuk penggalan kalimat tersebut adalah : ”Tidak ada yang mengaku, mereka bertuduh-tuduhan” (26)
Kita harus
marsitolongan yang bersaudara ini. ber V an „Sesama saudara kita harus saling tolong-menolong‟ Bentuk kata marsitolongan merupakan interferensi berasal dari verba
tolong mendapat konfiks {marsi-/-an}. Pembentukan ini dipengaruhi sistem BAM dalam
penggunaan
konfiks
{marsi-/an}
untuk
membentuk
makna
‟resiprokal/saling‟ yaitu: KD tolong {marsi-} + tolong + {-an} = marsitolongan „saling menolong‟. Kemudian mempengaruhi penutur BI di Kota Padangsidimpuan, sehingga digunakan kata marsitolongan dalam tuturan seharihari yang merupakan interferensi BAM. Padahal penggunaan bentuk tersebut salah atau tidak berterima dalam BI. Menurut kaidah BI, seharusnya KD tolong + konfiks {ber-an} bertolongan. Penggunaan konfiks ber-/-an dalam BI pada kata tolong sangat jarang digunakan bahkan dalam BI sendiri, kata tolong yang menyatakan „saling tolong‟ lebih sering menggunakan kata „saling tolong menolong‟ dari pada bertolongan. Jadi kalimat yang seharusnya muncul adalah : “Sesama saudara kita harus saling tolong menolong.” (27)
Si Rani sama si Muti marsijauhan duduk karena berantam. ber- Adj –an „Rani dan Muti duduk berjauhan karena bertengkar‟ Bentuk marsijauhan
pada penggalan kalimat di atas merupakan
interferensi yang terjadi pada BI dari (KD + marsi-/-an). Bentuk ini berasal dari 67 Universitas Sumatera Utara
adjektiva jauh, kemudian interferensi yang terjadi adalah marsijauhan, tetapi dalam BI telah terdapat bentukan untuk makna „saling‟ ini yaitu berjauhan. Bentuk ini merupakan wujud interferensi BAM terhadap tuturan BI karena pada pembentukannya dipengaruhi oleh sistem morfologi BAM dari KD jauh mendapat konfiks {marsi-/-an}
dengan : KD (jauh) jauh+{marsi-/-am}=
marsijauhan „saling berjauhan‟ Menurut BI baku, untuk menyatakan „saling berjauhan‟ maka prefiks {ber}+ KD jauh + sufiks{-an}menjadi berjauhan. Maka bentuk marsijauhan (BAM) berpadanan dengan berjauhan (BI). Jadi kalimat yang benar untuk penggalan kalimat tersebut adalah : ” Rani dan Muti duduk berjauhan karena bertengkar” Dari penggunaan konfiks ini dapat terlihat kemampuan penutur yang kurang seimbang pada kedua bahasa (BI-BAM) karena kurang tepat meletakkan imbuhan tersebut. Beberapa kata BI dari data yang ditemukan diberi konfiks {marsi-/an} adalah sebagai berikut: pukul maki cubit marsi- + KD cakar
+-an saling (KD)
gendong ejek pinjam Interferensi ini terjadi karena (1) proses konfiks {ber-/-an} jarang digunakan dalam tuturan BI sehari-hari sehingga penutur memasukkan dan menggunakan prefiks {marsi-/-an} ke dalam tuturan BI untuk menyatakan makna 68 Universitas Sumatera Utara
„saling‟. Faktor lain karena (2) penutur telah terbiasa menggunakan konfiks {marsi-/-an} untuk menyatakan saling sehingga terbawa dalam penuturan BI di Kota Padangsidimpuan. Faktor ke (3) kemampuan berbahasa penutur yang kurang baik sehingga tidak tepat menggunakan bahasa tersebut. 4.1.2.5 Interferensi na +Adjektiva + -an : menyatakan ‘sangat’ Dalam BAM konstruksi na+Adjektiva+-an menyatakan makna „sangat‟. Misalnya: na jegesan (sangat cantik), na godangan (sangat besar). Untuk membentuk makna „sangat‟ ini penggunaan partikel na dan sufiks –an yang melekat pada adjektiva tidak dapat di pisahkan. Sufiks –an dalam BAM salah satunya berfungsi menyatakan makna „lebih‟ ,misalnya: lomloman „lebih hitam‟, bagasan „lebih dalam‟ (Irwan, 2006:36) sedangkan partikel na digunakan untuk memperkuat unsur yang mengikutinya (Sibarani 1997:220). Partikel na diterjemahkan dengan kata penghubung yang dalam BI misalnya: Adaboru na jeges (gadis yang cantik), bagas na godang (rumah yang besar). Lebih lanjut Chaer (2006:159) menyebutkan kata penghubung yang berfungsi sebagai berikut: 1.
Menggabungkan hal yang „menyatakan ketentuan atau kejelasan‟ digunakan di antara nomina atau frase nomina. Misalnya: Anak yang baik banyak mempunyai teman.
2. Menggabungkan hal yang „menyatakan ketentuan atau kejelasan‟ digunakan di antara kata kerja atau frase kerja. Misalnya: Rumah yang baru dibangun sudah hancur lagi. 3. Secara terbatas dalam tuturan digunakan bentuk: Nomina+yang+Nomina. Misalnya Suwiryo yang jendral
69 Universitas Sumatera Utara
Akibat terjadinya interferensi konstruksi BAM na+Adjektiva+an= „sangat‟, morfem yang dalam BI berubah fungsinya menjadi pemerkuat kata yang berada
di
depannya.
Hasil
interferensi
tersebut
terdapat
konstruksi
yang+Adjektiva+-an = „sangat‟ dalam tuturan BI di Kota Padangsidimpuan. Berikut adalah data yang peneliti temukan. (28)
Paranggkot ini yang kencangan bawa motor. part Ajd -an „Tukang angkot sangat kencang mengendarai mobil‟
(29)
Yang besaran rumahnya si Rani. part Adj -an bagas ni si Rani. „rumah Rani sangat besar‟
(30)
Yang mahalan harga baju di plaja itu. part Adj -an „Harga baju di Plaza sangat mahal‟
(31)
Yang jokoan tulisanmu. part Adj -an „Tulisanmu sangat jelek.
(32)
Yang kikitan puang si Lina. part Adj -an „Lina sangat pelit‟
(33)
Yang jokoan puang pacar si Nigi. part Adj -an „Pacar Nigi sangat jelek.‟
(34)
Yang hacitan yang kau cubit itu da. part Adj -an „Cubitanmu sangat sakit‟
(35)
Yang parbadaan mamak si Tika ini. part Adj -an umak si Tika on. „Ibu Tika orang yang sangat suka bertengkar‟ Data 28 telah muncul pada data (16). Data di atas menunjukkan terjadinya
interferensi konstruksi yang+Adjektiva+-an=„sangat‟ pada tuturan BI di Kota Padangsidimpuan. Pada data 28 sampai 30 digunakan adjektiva yang menggunakan leksikal BI, sedangkan pada data 31 sampai 35 digunakan adjektiva 70 Universitas Sumatera Utara
BAM. Pada data 30 sampai 34 terjadi interferensi leksikal BAM yang akan dibahas pada pembahasan interferensi leksikal. Gambaran konstruksi interferensi partikel na+Adj+-an adalah sebagai berikut: kencang besar mahal joko („jelek‟)
yang + (KD) Adj
+an „ sangat (KD)‟
kikit („pelit‟) hacit („sakit‟) parbada („sifat suka bertengkar‟) Bentuk ini digunakan untuk menyatakan „sangat‟ dalam tuturan BI di Kota Padangsidimpuan, penutur jarang menggunakan kata „sangat‟ dan lebih memilih menggunakan konstruksi yang+adj+an karena penutur menilai penggunaan konstruksi tersebut memiliki nilai rasa yang lebih kuat untuk menyatakan makna „sangat‟ dibandingkan dengan kata sangat itu sendiri yang dianggap memiliki makna yang biasa saja. 4.1.2.6 Reduplikasi Menurut M.Ramlan (2001:63) Proses pengulangan atau reduplikasi ialah pengulangan satuan gramatikal,baik seluruhnya maupun sebagian nya, baik dengan variasi fonem maupun tidak. Contoh: rumah-rumah, berjalan-jalan, bolakbalik dsb. Ramlan menyebutkan macam-macam reduplikasi sebagai berikut: 1. Penggulangan seluruh, misalnya: buku-buku, rumah-rumah, dsb. 2. Pengulangan sebagian, misalnya: membaca-baca, ditarik-tarik, berjalanjalan, dsb.
71 Universitas Sumatera Utara
3. Pengulangan yang berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks, misalnya: anak-anakan, setinggi-tingginya, dsb. 4. Pengulangan dengan perubahan fonem, misalnya: gerak-gerik, serba-serbi, lauk pauk, dsb. Interferensi
reduplikasi
yang terjadi
pada
tuturan
BI
di
Kota
Padangsidimpuan meliputi interferensi afiks BAM pada kata dasar BI dan interferensi leksikal BAM pada tuturan BI. Berikut adalah data yang peneliti temukan: (36)
((D+R)+ mar-) menyatakan makna „banyak/tak tunggal‟ Marjuta-juta lah habis uangnya yang berobat itu. ber- Num R „Berjuta-juta habis uangnya berobat‟ Data ini telah di tampilkan pada data (19). Reduplikasi ini termasuk ke
dalam „pengulangan sebagian‟ pada kata dasar numeralia. Reduplikasi marjutajuta menyatakan makna „jutaan‟ dengan pembentukan (D (juta)+ R(juta)) + mar-) marjuta-juta. (37)
((D+R)+ marsi-/an) menyatakan makna „saling‟ Gak ada
yang mau mengaku, marsitudu-tuduan mereka. berV -an halaki. „Tidak ada yang mengaku, mereka saling tuduh-menuduh‟ Data ini telah di tampilkan pada data (13dan 25). Reduplikasi ini termasuk ke dalam „pengulangan kombinasi‟. Reduplikasi marsitudu-tuduan menyatakan makna „saling tuduh-menuduh‟ dengan pembentukan (D (tuduh)+ R(tuduh)) + marsi-/an) marsitudu-tuduan. (37)
((D+R) menyatakan makna „terus menerus tersenyum‟ Mikim-mikim kau kayak orang gila. N(senyum) R „Kau senyum-senyum seperti orang gila‟ 72 Universitas Sumatera Utara
Reduplikasi ini termasuk ke dalam „pengulangan seluruh‟. Kata mikim merupakan leksikal BAM yang berarti senyum/tersenyum. Reduplikasi mikimmikim terinterferensi dari BAM yang digunakan pada tuturan BI untuk menyatakan makna „terus menerus tersenyum‟ dengan
pembentukan (D
(mikim)+ R(mikim)) mikim-mikim. Intereferensi morfologis ini terjadi kerena kebiasaan penutur yang mengunakan afiks-afiks BAM yang secara tidak sengaja digunakan pada tuturan BI. Faktor lainnya karena kemampuan dwibahasawan yang tidak seimbang. Penutur lebih cenderung menguasai BAM sehingga ketika bertutur dalam BI banyak menggunakan afiks BAM. 4.1.3 Interferensi dalam Sintaksis Interferensi aspek sintaksis yang ditemukan dalam tuturan BI di Kota Padangsidimpuan adalah penggunaan partikel penegas dan klitik BAM ke dalam BI sesuai dengan konstruksi BAM. 4.1.3.1 Interferensi Partikel do Pemarkah kalimat do mengandung makna ekslusif yang menegaskan bahwa topiklah yang terjadi dan tidak perlu yang lain. Selain itu, pemarkah tersebut posisinya tetap sesudah topik meskipun fungsi-fungsi sintaksis dalam kalimat itu dipertukarkan (lihat Sibarani, 1997:215). Interferensi partikel do dalam BAM sebagai pemarkah topik yang memiliki arti yang sama dengan morfem -nya dalam tuturan BI. Chaer (2006:208) mengatakan salah satu fungsi morfem –nya dalam BI memiliki fungsi yaitu „memberikan penekanan pada bagian kalimat, untuk fungsi ini morfem -nya harus diimbuhkan pada nomina‟, misalnya: Saya ingin mandi, airnya tidak ada. Hal ini 73 Universitas Sumatera Utara
memiliki fungsi yang mirip dengan partikel do dalam BAM sehingga penggunaan –nya (BI) mengalami interferensi partikel do yang mengakibatkan perubahan fungsi dan kategori pada tuturan mengikuti sistem BAM. Penggunaan –nya dalam BI hanya dapat melekat pada nomina dalam kalimat berita, sementara partikel do dapat melekat pada nomina, verba, adjektiva, adverbia, dan numeralia dalam kalimat berita dan kalimat tanya . Berikut adalah pemaparan interferensi partikel do pada kalimat berita. A. Interferensi partikel do pada kalimat berita. Pada kalimat berita, partikel do(nya) berfungsi sebagai pemarkah unsur nomina, verba, adjektiva, adverba dan numeralia yang ingin diberi penegasan unsur yang menjadi topik kalimat. Topik kalimat dengan pemarkah nya ini posisinya tetap sesudah topik meskipun fungsi-fungsi sintaksis dalam kalimat itu dipertukarkan. Berikut adalah penyimpangan yang terjadi dalam sistem BI akibat interferensi partikel do(nya) pada kalimat berita. (38) (39) (40) (41) (42) (43)
Mau belanja uangnya tidak ada. (BI) N part Kuncinya bawa bukan gembok. (Interferensi BAM) N part Semalam masaknya kami. (Interferensi BAM) V part Luasnya kebun orang itu. (Interferensi BAM) Adj part Semalamnya aku mandappol. (Interferensi BAM) Adv part Seratusnya ku beli baju ini. (Interferensi BAM) Num part
Dari data di atas terlihat bahwa morfem –nya dalam BI hanya dapat melekat pada kategori sintaksis nomina, tetapi pada tuturan BI di Kota Padangsidimpuan partikel nya dapat melekat pada kategori nomina, verba, adjektiva, adverbia, dan numeralia. Hal ini disebabkan oleh adanya interferensi
74 Universitas Sumatera Utara
partikel do BAM. Partikel do dalam BAM dapat melekat pada ketegori nomina, verba, adjektiva, adverbial, dan numeralia. Interferensi partikel do(nya) kategori nomina pada data (39) Kuncinya bawa bukan gembok, partikel do(nya) berfungsi sebagai pemarkah yang membentuk makna penegasan bahwa nomina tersebut merupakan topik yang utama dan hal yang penting dalam kalimat tersebut. Hal ini tidak jauh berbeda dengan fungsi –nya dalam bahasa BI pada data (38) Mau belanja uangnya tidak ada, fungsi -nya pada kalimat ini memberikan penekanan pada nomina „uang‟ yang dianggap bagian penting dalam kalimat. Pada BI morfem -nya hanya dapat melekat pada nomina saja, sedangkan penggunaan partikel nya pada kategori verba, adjektiva, adverbia, dan numeralia adalah merupakan hasil dari interferensi BAM. Interferensi partikel do(nya) kategori nomina pada data (40) Semalam masaknya kami, diletakkan setelah verba dan berfungsi sebagai pemarkah yang membentuk makna penegasan bahwa verba tersebut merupakan topik yang utama dan hal yang penting dalam kalimat. Hal ini merupakan interferensi BAM yaitu „Natuari mangaloppa do hami‟. Kalimat dalam BAM tersebut diterjemahkan ke dalam BI sehingga bentuk morfem nya mengalami perubahan fungsi dan kategori sesuai dengan fungsi dan kategori partikel do dalam BAM. Seharusnya kalimat BI yang digunakan adalah „Kami memasak semalam‟. Interferensi partikel do(nya) kategori adjektiva pada data (41) Luasnya kebun orang itu, diletakkan setelah adjektiva dan berfungsi sebagai pemarkah yang membentuk makna penegasan bahwa adjektiva tersebut merupakan topik yang utama dan hal yang penting dalam kalimat. Hal ini merupakan interferensi
75 Universitas Sumatera Utara
BAM yaitu „Bolak do hauma halak i‟. Kalimat dalam BAM tersebut diterjemahkan ke dalam BI sehingga bentuk morfem nya mengalami perubahan fungsi dan kategori sesuai dengan fungsi dan kategori partikel do dalam BAM. Seharusnya kalimat BI yang digunakan adalah „Kebun mereka luas‟. Interferensi
partikel
do(nya)
kategori
adverbia
pada
data
(42)
Semalamnya aku mandappol, diletakkan setelah adverbia dan berfungsi sebagai pemarkah yang membentuk makna penegasan bahwa adverbia tersebut merupakan topik yang utama dan hal yang penting dalam kalimat. Hal ini merupakan interferensi BAM yaitu „Natuari do au mandappol‟. Kalimat dalam BAM tersebut diterjemahkan ke dalam BI sehingga bentuk morfem nya mengalami perubahan fungsi dan kategori sesuai dengan fungsi dan kategori partikel do dalam BAM. Seharusnya kalimat BI yang digunakan adalah „Kemarin aku berkusuk‟. Interferensi partikel do(nya) kategori numeralia pada data (43) Seratusnya ku beli baju ini, diletakkan setelah numeralian dan berfungsi sebagai pemarkah yang membentuk makna penegasan bahwa numeralia tersebut merupakan topik yang utama dan hal yang penting dalam kalimat. Hal ini merupakan interferensi BAM yaitu „Saratus do hu tabusi abit on‟. Kalimat dalam BAM tersebut diterjemahkan ke dalam BI sehingga bentuk morfem nya mengalami perubahan fungsi dan kategori sesuai dengan fungsi dan kategori partikel do dalam BAM. Seharusnya kalimat BI yang digunakan adalah „Baju ini ku beli dengan harga seratus‟. Selain pada kalimat berita, interferensi partikel do (nya) juga terjadi pada kalimat tanya. Pada BI morfem nya tidak dapat digunakan dalam kalimat tanya,
76 Universitas Sumatera Utara
tuturan ini merupakan interferensi BAM yang diterjemahkan ke dalam BI. Berikut adalah pemaparannya. B. Interferensi Partikel do pada Kalimat Tanya Penggunaan intonasi dalam tuturan kalimat tanya memegang peranan penting, baik kalimat tanya yang menggunakan kata tanya maupun tidak. Karena tidak semua penutur dalam bertanya menggunakan kata tanya, maka kalimat tersebut disertai dengan intonasi tanya (lagu tanya) agar lawan bicara mengerti bahwa pembicara sedang bertanya. Interferensi partikel do (yang diterjemahkan dengan -nya) berpadanan dengan partikel –kah karena memiliki kemiripan fungsi dan makna dengan partikel penegas -kah dalam BI. Alwi (2003:307) mengatakan bahwa partikel –kah berbentuk klitika dan bersifat manasuka dapat menegaskan kalimat interogatif. Berikut ini kaidah pemakaiannya: 1. Jika dipakai dalam kalimat deklaratif, -kah menguba makna kalimat tersebut menjadi kalimat interogatif. Misalnya: Diakah yang akan datang? (Bandingkan: Dia yang akan datang) 2. Jika dalam kalimat interogatif sudah ada kata tanya seperti apa, dimana, dan bagaimana, maka -kah bersifat manasuka. Pemakaian –kah menjadikan kalimat lebih formal dan sedikit lebih halus. Misalnya: Apa ayahmu sudah datang? Apakah ayahmu sudah datang? 3. Jika dalam kalimat tidak ada kata tanya tetapi intonasinya adalah intonasi interogatif, maka –kah akan memperjelas kalimat itu sebagai kalimat
77 Universitas Sumatera Utara
interogatif. Kadang-kadang urutan katanya dibalik. Misalnya: Harus aku yang yang mulai dahulu? (Haruskah aku yang mulai dahulu?) Partikel –kah yang membentuk kalimat tanya bersifat mana suka dan dapat melekat pada pada kelas kata nomina, verba, adjektiva, adverbia, pronomina, dan numeralia. Misalnya : a. Rumahkah yang terbakar? b. Mampukah kita melawan korupsi? c. Bernyanyikah anak itu? d. Bolehkah orang tua ikut? e. Diakah yang mencuri? Hal ini memiliki kesamaan kategori dengan partikel do dalam kalimat tanya yang tidak menggunakan kata tanya. Berikut adalah interferensi partikel do pada tuturan BI yang menggunakan kata tanya. (44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
Kemananya dia pergi? k.t part Kemanakah dia pergi? k.t part Berapanya harga bajumu itu? k.t part Berapakah harga bajumu itu? k.t part Siapanya yang di rumah kalian itu? k.t part Siapakah yang berada di rumah kalian itu? k.t part Kenapanya marah dia? k.t part Mengapakah dia marah? k.t part Dimananya kau beli bajumu itu? k.t part Dimanakah kau membeli baju itu? k.t part Kapannya kau pulang ke Medan? k.t part
78 Universitas Sumatera Utara
Kapankah kau pulang ke Medan?
Pada tuturan BI di Kota Padangsidimpuan semua kata tanya mengalami interferensi pemarkah topik do(nya.). Perilaku sintaksis partikel do dan partikel kah memiliki kesamaan yaitu posisinya berada dibelakang kata tanya. Berikut adalah gambarannya. Interferensi BAM
Bahasa Indonesia
tudia
kemana
kemana
didia
dimana
dimana
asi
kenapa
mengapa
ise
siapa
sadia
berapa
berapa
andigan
kapan
kapan
+ do(nya)
siapa
+ kah
Perilaku sintaksis partikel do (nya) pada kalimat interogatif yang mengikuti kata tanya dapat dilihat posisinya selalu mengikuti kata tanya untuk memberi penegasan. Hal ini memiliki perilaku sintaksis yang sama pada partikel kah dalam BI. Partikel –kah posisinya selalu berada mengikuti kata tanya. Fungsi kedua partikel ini memiliki perbedaan, yaitu interferensi partikel do(nya) berfungsi sebagai penegasan bahwa kata tanya tersebut merupakan topik yang utama dan hal yang penting dalam kalimat. Partikel do(nya) memberikan nilai rasa pada kalimat dengan makna „memastikan sesuatu dengan cara bertanya‟. Sementara partikel –kah dalam BI berfungsi membentuk kalimat tanya yang lebih formal dan sedikit lebih halus. Pada BAM selain menggunakan kata tanya, penggunaan nomina, verba, adjektiva, adverbial, promonina dan numeralia pun dapat membentuk sebuah kalimat tanya dengan menggunakan pemarkah do(nya) yang disesuai dengan kata
79 Universitas Sumatera Utara
yang menjadi unsur utama pada kalimat yang akan ditanyakan. Hal ini memiliki kesamaan pada partikel –kah dalam BI, partikel –kah juga dapat melekat pada nomina, verba, adjektiva, adverbial, promonina dan numeralia. Sebagai partikel penegas dalam tuturan partikel do diterjemahkan dengan nya dalam BI tetapi memiliki fungsi yang sama dengan partikel –kah pada kalimat tanya. Berikut adalah data interferensi yang peneliti temukan. (50)
Buku matematikanya kau pinjam? (Interferensi BAM) N part (50a) Buku matematikakah kau pinjam? (BI) N part (51) (51a) (52) (52a) (53) (53a) (54) (54a) (55) (55a)
Perginya kalian tadi ke pasar? (Interferensi BAM) V part Pergikah kalian ke pasar tadi? (BI) V part Jauhnya da rumah si Ros? (Interferensi BAM) Adj part Jauhkah rumah Ros? (BI) Adj part Pernahnya kau kerumahnya? (Interferensi BAM) Adv part Pernahkah kau kerumahnya? (BI) Adv part Dianya yang sakit itu? (Interferensi BAM) pro part Diakah yang sakit itu? (BI) pro part (Interferensi BAM) Tujuh puluhnya baju itu? Num part Tujuh puluhkah baju itu? (BI) Num part Interferensi partikel do(nya) yang melekat pada kategori nomina pada data
(50) „Buku matematikanya kau pinjam?‟ di atas terlihat perilaku sintaksis pada kalimat interogatif posisinya berada setelah nomina. Partikel ini berfungsi sebagai pemarkah unsur topik, yang membentuk makna penegasan bahwa „buku matematika‟ merupakan topik yang utama dalam kalimat tanya tersebut.
80 Universitas Sumatera Utara
Penggunaan partikel ini memiliki padanan dalam BI yaitu partikel -kah. Partikel ini memiliki perilaku sintaksis yang sama pada partikel –do(nya) dalam BAM. Seperti yang terihat pada data (50a) Buku matematikakah kau pinjam?, partikel – kah pada kalimat posisinya mengikuti „buku matematika‟ sama dengan partikel do(nya) tetapi, dari segi fungsinya kedua partikel ini memiliki perbedaan. Perbedaan kedua fungsi ini yaitu, partikel –kah hanya berfungsi membentuk kalimat tanya, sementara interferensi partikel do(nya) berfungsi sebagai penegasan bahwa nomina tersebut merupakan topik yang utama dan hal yang penting dalam kalimat. Partikel do(nya) memberikan nilai rasa pada kalimat dengan makna „memastikan sesuatu dengan cara bertanya‟. Interferensi partikel do(nya) yang melekat pada kategori verba pada data (51) „Perginya kalian tadi ke pasar?‟, terlihat perilaku sintaksis pada kalimat interogatif posisinya berada setelah nomina. Partikel ini berfungsi sebagai pemarkah unsur topik, yang membentuk makna penegasan bahwa kata „pergi‟ merupakan topik yang utama dalam kalimat tanya tersebut. Penggunaan partikel ini memiliki padanan dalam BI yaitu partikel -kah. Partikel ini memiliki perilaku sintaksis yang sama pada partikel –do(nya) dalam BAM. Seperti yang terihat pada data (51a) „Pergikah kalian tadi ke pasar?‟, partikel –kah pada kalimat posisinya mengikuti kata „pergi‟ sama dengan partikel do(nya) tetapi, dari segi fungsinya kedua partikel ini memiliki perbedaan. Perbedaan kedua fungsi ini yaitu, partikel –kah hanya berfungsi membentuk kalimat tanya, sementara interferensi partikel do(nya) berfungsi sebagai penegasan bahwa verba tersebut merupakan topik yang utama dan hal yang penting dalam kalimat. Partikel do(nya) memberikan nilai rasa pada kalimat dengan makna „memastikan sesuatu dengan cara bertanya‟.
81 Universitas Sumatera Utara
Interferensi partikel do(nya) yang melekat pada kategori adjektiva pada data (52) „Jauhnya rumah si Ros?‟,kalimat ini merupakan terjemahan dari BAM „dao do bagas ni si Ros?‟. Interferensi perilaku sintaksis partikel do(nya) pada kalimat interogatif posisinya berada setelah nomina. Partikel ini berfungsi sebagai pemarkah unsur topik, yang membentuk makna penegasan bahwa kata „jauh‟ merupakan topik yang utama dalam kalimat tanya tersebut. Penggunaan partikel ini memiliki padanan dalam BI yaitu partikel -kah. Partikel ini memiliki perilaku sintaksis yang sama pada partikel –do(nya) dalam BAM. Seperti yang terihat pada data (52a) Jauhkah rumah si Ros?, partikel –kah pada kalimat posisinya mengikuti kata „jauh‟ sama dengan partikel do(nya) tetapi, dari segi fungsinya kedua partikel ini memiliki perbedaan. Perbedaan kedua fungsi ini yaitu, partikel –kah hanya berfungsi membentuk kalimat tanya, sementara interferensi partikel do(nya) berfungsi sebagai penegasan bahwa adjektiva tersebut merupakan topik yang utama dan hal yang penting dalam kalimat. Partikel do(nya) memberikan nilai rasa pada kalimat dengan makna „memastikan sesuatu dengan cara bertanya‟. Interferensi partikel do(nya) yang melekat pada kategori adverbia pada data (53) „Pernahnya kau kerumahnya?‟,kalimat ini merupakan terjemahan dari BAM „unjung do ho tu bagas nia?‟. Interferensi perilaku sintaksis partikel do(nya) pada kalimat interogatif posisinya berada setelah nomina. Partikel ini berfungsi sebagai pemarkah unsur topik, yang membentuk makna penegasan bahwa kata „pernah‟ merupakan topik yang utama dalam kalimat tanya tersebut. Penggunaan partikel ini memiliki padanan dalam BI yaitu partikel -kah. Partikel ini memiliki perilaku sintaksis yang sama pada partikel –do(nya) dalam BAM. Seperti yang terihat pada data (53a) Pernahkah kau kerumahnya?, partikel –kah
82 Universitas Sumatera Utara
pada kalimat posisinya mengikuti kata „pernah‟ sama dengan partikel do(nya) tetapi, dari segi fungsinya kedua partikel ini memiliki perbedaan. Perbedaan kedua fungsi ini yaitu, partikel –kah hanya berfungsi membentuk kalimat tanya, sementara interferensi partikel do(nya) berfungsi sebagai penegasan bahwa adverbia tersebut merupakan topik yang utama dan hal yang penting dalam kalimat. Partikel do(nya) memberikan nilai rasa pada kalimat dengan makna „memastikan sesuatu dengan cara bertanya‟. Interferensi partikel do(nya) yang melekat pada kategori pronomina pada data (54) „Dianya yang sakit itu?‟,kalimat ini merupakan terjemahan dari BAM „Ia do na marun i?‟. Interferensi perilaku sintaksis partikel do(nya) pada kalimat interogatif posisinya berada setelah pronomina. Partikel ini berfungsi sebagai pemarkah unsur topik, yang membentuk makna penegasan bahwa pronomina „dia‟ merupakan topik yang utama dalam kalimat tanya tersebut. Penggunaan partikel ini memiliki padanan dalam BI yaitu partikel -kah. Partikel ini memiliki perilaku sintaksis yang sama pada partikel –do(nya) dalam BAM. Seperti yang terihat pada data (54a) Diakah yang sakit itu?, partikel –kah pada kalimat posisinya mengikuti pronomina „dia‟ sama dengan partikel do(nya) tetapi, dari segi fungsinya kedua partikel ini memiliki perbedaan. Perbedaan kedua fungsi ini yaitu, partikel –kah hanya berfungsi membentuk kalimat tanya, sementara interferensi partikel do(nya) berfungsi sebagai penegasan bahwa pronomina tersebut merupakan topik yang utama dan hal yang penting dalam kalimat. Partikel do(nya) memberikan nilai rasa pada kalimat dengan makna „memastikan sesuatu dengan cara bertanya‟.
83 Universitas Sumatera Utara
Interferensi partikel do(nya) yang melekat pada kategori numeralia pada data (55) Tujuh puluhnya baju itu?, kalimat ini merupakan terjemahan dari BAM „Pitu pulu do abit i?‟. Interferensi perilaku sintaksis partikel do(nya) pada kalimat interogatif posisinya berada setelah numeralia. Partikel ini berfungsi sebagai pemarkah unsur topik, yang membentuk makna penegasan bahwa kata „tujuh puluh‟ merupakan topik yang utama dalam kalimat tanya tersebut. Penggunaan partikel ini memiliki padanan dalam BI yaitu partikel -kah. Partikel ini memiliki perilaku sintaksis yang sama pada partikel –do(nya) dalam BAM. Seperti yang terihat pada data (55a) Tujuh puluhkah baju itu?, partikel –kah pada kalimat posisinya mengikuti kata „tujuh puluh‟ sama dengan partikel do(nya) tetapi, dari segi fungsinya kedua partikel ini memiliki perbedaan. Perbedaan kedua fungsi ini yaitu, partikel –kah hanya berfungsi membentuk kalimat tanya, sementara interferensi partikel do(nya) berfungsi sebagai penegasan bahwa numeralia tersebut merupakan topik yang utama dan hal yang penting dalam kalimat. Partikel do(nya) memberikan nilai rasa pada kalimat dengan makna „memastikan sesuatu dengan cara bertanya‟. Bedasarkan data yang di atas dapat disimpulkan bahwa interferensi partikel do(nya) disebabkan antara lain (1) penutur BI di Kota Padangsidimpuan ingin mengungkapkan sesuatu tepat pada sasaran yang diharapkan agar tidak terjadi kesalahpahaman lawan bicara dengan memberikan penegasan pada kata yang menjadi topik utama dari kalimat. (2) Penutur BI terpengaruh dan terbiasa dengan struktur BAM yang selalu menggunakan partikel do.
84 Universitas Sumatera Utara
4.1.3.2 Interferensi partikel ma Pemarkah ma mengandung makna permisif yang menegaskan bahwa topiklah yang terjadi dan jangan yang lain. Partikel ma diterjemahkan dengan lah dalam BI. Akan tetapi penggunaanya dalam tuturan mengikuti sistem BAM, sehingga kata lah telah berganti fungsinya menjadi pemarkah sama seperti partikel ma. Hal ini mirip dengan pemarkah do pada pembahasan sebelumnya yaitu pemarkah topik do(nya) mengandung makna ekslusif yang menegaskan bahwa topiklah yang terjadi dan tidak perlu yang lain. Perbandingan pemarkah do dan pemarkah ma dapat terlihat dari contoh berikut: (Sibarani 2007:217) 1. Mangaloppa do au di si. (bukan mengerjakan yang lain) memasak T aku di situ Mangaloppa ma au di si. (jangan mengerjakan yang lain) memasak T aku di situ. 2. Tiop do anggimi! (desakan) pegang T adikmu Tiop ma anggimi! (permintaan) pegang T adikmu Partikel ma dalam BAM memiliki padanan dengan partikel penegas lah dalam BI. Partikel lah dalam BI digunakan sebagai: 1.
Penghalus kalimat, partikel ini digunakan dibelakang kata kerja dalam kalimat perintah. Contoh: Keluarkanlah buku tulismu!
2.
Penegas kalimat, partikel ini digunakan pada kata atau bagian kalimat yang ingin ditegaskan di dalam kalimat berita. Contoh:
Di desa inilah beliau dilahirkan.
85 Universitas Sumatera Utara
Partikel ma dalam kalimat perintah dan kalimat berita BAM, memiliki fungsi, bentuk dan makna yang sama dengan partikel lah dalam BI. Contoh pada kalimat perintah: a.
Basu ma abit i! (BAM)
b.
Cucilah baju itu! (BI) Kedua kalimat di atas memiliki fungsi, bentuk dan makna yang sama.
Partikel lah (BI) dan ma (BAM) berada dibelakang verba yang fungsinya membentuk kalimat perintah. Sehingga tuturan yang ada di Kota Padangsdimpuan pada kalimat perintah sesuai dengan gramatikal BI. Demikian juga halnya pada kalimat berita memiliki bentuk, fungsi, dan makna yang sama. Berikut contoh pada kalimat berita: a.
Umak ma na mambaen panganon i.
b.
Ibulah yang membuat makanan itu. Penggunaan partikel lah (BI) dan ma (BAM) pada kalimat berita di atas
memiliki fungsi dan makna yang sama yaitu digunakan pada kata atau bagian kalimat yang ingin ditegaskan di dalam kalimat berita. Sehingga penggunaan partikel lah dalam kalimat berita yang ada di Kota Padangsdimpuan sesuai dengan gramatikal BI. Perbedaan kedua partikel ini terdapat dalam kalimat tanya, dalam BAM partikel ma dapat digunakan pada kalimat tanya, sementara dalam BI partikel lah tidak dapat digunakan. Dari data yang ditemukan partikel ma dapat melekat pada verba, adjektiva, dan adverbia yang membentuk kalimat tanya. Partikel ma(lah) berfungsi sebagai penegas dan sebagai “penghias” kata agar terdengar lebih lembut dan sopan. Penuturan kalimat ini disertai dengan intonasi tanya (lagu
86 Universitas Sumatera Utara
tanya), dengan adanya intonasi ini pendengar dapat mengerti bahwa kalimat tersebut adalah kalimat tanya. Berikut adalah interferensi partikel ma yang peneliti temukan pada data: (56)
Pulanglah kau ini? V part „Apakah kau pulang sekarang?‟
(57)
Tualah pacarnya itu? Adj part „Apakah pacarnya tua?‟
(58)
Sekaranglah kita pergi? Adv part „Apakah kita pergi sekarang‟ Interferensi partikel ma(lah) yang melekat pada kategori verba pada data
(56) „Pulanglah kau ini?, kalimat ini merupakan terjemahan dari BAM „Mulak ma
ho
on?‟.
Interferensi
ma(lah)
disebabkan
oleh
terjemahan
yang
mengakibatkan partikel lah (BI) mengalami perubahan fungsi dan kategori sesuai dengan gramatikal BAM. Partikel lah dalam BI yang berfungsi sebagai penghalus dan penegas pada kalimat perintah dan kalimat berita telah berubah fungsinya menjadi partikel yang membentuk kalimat tanya. Pada BI partikel lah tidak gramatikal digunakan pada kalimat tanya, hal ini adalah merupakan interferensi BAM. Partikel ma(lah) pada kalimat interogatif posisinya berada setelah kata „pulang‟ dan berfungsi sebagai pemarkah yang membentuk kalimat interogatif dengan makna penegasan bahwa kata „pulang‟ tersebut merupakan hal yang utama ditanyakan dalam kalimat tanya tersebut. Dari data di atas terlihat bahwa verba yang diberi penegasan berada di awal kalimat kemudian diikuti dengan partikel –lah yang memberi nilai rasa „lembut‟ pada kalimat tanya tersebut.
87 Universitas Sumatera Utara
Kalimat tanya di atas merupakan refleksi dari percakapan sehari-hari yang digunakan secara singkat untuk menayakan keadaan saat itu. Interferensi partikel ma(lah) yang melekat pada kategori adjektiva pada data (57) „Tualah pacarnya itu?, kalimat ini merupakan terjemahan dari BAM „Tobang ma gandak nai?‟. Interferensi ma(lah) disebabkan oleh terjemahan yang mengakibatkan partikel lah (BI) mengalami perubahan fungsi dan kategori sesuai dengan gramatikal BAM. Partikel lah dalam BI yang berfungsi sebagai penghalus dan penegas kalimat perintah dan kalimat berita telah berubah fungsinya menjadi partikel yang membentuk kalimat tanya. Pada BI partikel lah tidak gramatikal digunakan pada kalimat tanya, hal ini adalah merupakan interferensi BAM. Partikel ma(lah) pada kalimat interogatif posisinya berada setelah kata „tua‟ dan berfungsi sebagai pemarkah yang membentuk kalimat interogatif dengan makna penegasan bahwa kata „tua‟ tersebut merupakan hal yang utama ditanyakan dalam kalimat tanya tersebut. Dari data di atas terlihat bahwa verba yang diberi penegasan berada di awal kalimat kemudian diikuti dengan partikel –lah yang memberi nilai rasa „lembut‟ pada kalimat tanya tersebut. Penutur sering menggunakan bentuk kalimat tanya ini karena dianggap lebih singkat dan digunakan untuk menanyakan suatu keadaan. Interferensi partikel ma(lah) yang melekat pada kategori adverbia pada data (58) „Sekaranglah kita pergi?, kalimat ini merupakan terjemahan dari BAM „Sonnari ma hita kehe?‟. Interferensi ma(lah) disebabkan oleh terjemahan yang mengakibatkan partikel lah (BI) mengalami perubahan fungsi dan kategori sesuai dengan gramatikal BAM. Partikel ma(lah) pada kalimat interogatif posisinya berada setelah kata „sekarang‟ dan berfungsi sebagai pemarkah yang membentuk
88 Universitas Sumatera Utara
kalimat interogatif dengan makna penegasan bahwa kata „sekarang‟ tersebut merupakan hal yang utama ditanyakan dalam kalimat tanya tersebut. Dari data di atas terlihat bahwa adverbia yang diberi penegasan berada di awal kalimat kemudian diikuti dengan partikel –lah yang memberi nilai rasa „lembut‟ pada kalimat tanya tersebut. Interferensi partikel (ma)lah ini sangat berbeda fungsinya dengan partikel lah dalam BI. Partikel dalam BI berfungsi sebagai penghalus dan penegas pada kalimat perintah dan berita, interferensi ini mengubah fungsinya menjadi partikel yang membentuk kalimat tanya. Pada BI partikel lah tidak gramatikal digunakan pada kalimat tanya, hal ini adalah merupakan interferensi BAM. Penutur sering menggunakan bentuk kalimat tanya ini karena dianggap lebih singkat dan digunakan untuk menanyakan suatu keadaan. 4.1.3.3 Interferensi partikel leh Partikel leh BAM merupakan partikel penegas pada kalimat perintah. Partikel ini menyatakan permintaan kepada lawan bicara agar melakukan sesuatu, dan memerlukan pertimbangan lawan bicaranya. Makna partikel ini adalah meminta persetujuan dari lawan bicara untuk melakukan perintah penutur, partikel leh berfungsi sebagai pelembut kalimat perintah agar lawan bicara tidak menolak permintaan penutur. Partikel ini memiliki kemiripan dengan partikel lah dalam BI dan dapat diterjemahkan sebagai partikel lah dalam BI tetapi memiliki perbedaan makna. Salah satu fungsi partikel lah dalam BI adalah untuk menghaluskan kalimat perintah yang digunakan di belakang kata kerja dalam kalimat perintah. Misalnya: Ambillah mana yang kau sukai! (Chaer, 2006:195). Hal ini memiliki kesamaan
89 Universitas Sumatera Utara
fungsi dengan partikel leh dalam BAM. Partikel leh juga berfungsi sebagai penghalus kalimat perintah, tetapi makna yang dihasilkan oleh partikel leh lebih luas dibandingakan dengan partikel lah dalam BI yaitu menyatakan permintaan kepada lawan bicara agar melakukan sesuatu, dan memerlukan pertimbangan lawan bicaranya. Penutur memindahkan partikel ini kedalam tuturan BI untuk memberikan makna yang sama dengan makna partikel leh dalam BAM, sehingga menyebabkan terjadinya interferensi partikel leh dalam tuturan BI. Interferensi partikel leh terjadi pada kategori verba dan adjektiva berikut adalah data yang ditemukan. (59)
(59a)
(60)
(60a)
Pasang leh musik itu! V part Pasanglah musik itu! V part Pasang musik itu leh! part *Pasang musik itu lah! part Cepat leh kau mandi! Adv part Cepatlah kau mandi! Adv part Cepat mandi kau leh! part *Cepat mandi kau lah! part
(Interferensi BAM) (BI) (Interferensi BAM) (BI) (Interferensi BAM) (BI) (Interferensi BAM) (BI)
Interferensi partikel leh yang melekat pada kategori verba pada data (59) Pasang leh musik itu! memiliki kesamaan bentuk dalam BI yaitu „Pasanglah musik itu!‟. Dari kedua data ini terlihat perilaku sintaksis partikel leh dan lah dilihat dari posisinya memiliki kesamaan yaitu partikel leh dan lah berada setelah verba „pasang‟. Akan tetapi perilaku sintaksis partikel leh selain posisinya yang berada setelah verba juga dapat berada di akhir kalimat seperti data (59a) Pasang musik itu leh!. Sementara pada kalimat *Pasang musik itu lah! tidak lazim
90 Universitas Sumatera Utara
digunakan, partikel lah yang berada di akhir kalimat tidak gramatikal dalam BI. Perbedaan kedua perilaku sintaksis partikel ini disebabkan oleh interferensi BAM karena, partikel leh dalam BAM posisinya berada setelah verba (Baen leh musik i!) dan berada pada akhir kalimat (Baen musik i leh!). Kedua posisi partikel leh ini tidak mengubah fungsi dan makna dari partikel leh tersebut, yaitu berfungsi untuk membentuk kalimat perintah yang bermakna meminta persetujuan lawan bicara agar mau memasang musik. Penggunaan partikel ini dalam tuturan BI dianggap oleh penutur lebih lembut dan lebih sopan. Jika seandainya partikel ini dihilangkan dari kalimat Pasang leh musik itu! menjadi Pasang musik itu!. Penutur menilai bahwa penghilangan partikel leh mengubah makna dan nilai rasa yang terdapat dalam kalimat, kalimat tersebut terdengar lebih kasar, orang yang mendengar tidak akan menyukainya karena seperti memaksakan sesuatu. Sehingga penutur BI di Kota Padangsidimpuan lebih sering menyertakan partikel ini dalam kalimat perintah permintaan karena merasa penggunaan partikel leh lebih tepat untuk mewakili maksud dari penutur. Selain itu penutur BI di Kota Padangsidimpuan juga telah terbiasa menggunakan partikel ini sehingga terbawa dalam tuturan BI. Interferensi partikel leh yang melekat pada kategori adjektiva pada data (60) Cepat leh kau mandi! memiliki kesamaan bentuk dalam BI yaitu „Cepatlahlah kau mandi!‟. Dari kedua data ini terlihat perilaku sintaksis partikel leh dan lah dilihat dari posisinya memiliki kesamaan yaitu partikel leh dan lah berada setelah adjektiva „cepat‟. Akan tetapi perilaku sintaksis partikel leh selain posisinya yang berada setelah verba juga dapat berada di akhir kalimat seperti data (60a) Cepat kau mandi leh!. Sementara pada kalimat *Cepat kau mandi lah!
91 Universitas Sumatera Utara
tidak lazim digunakan, partikel lah yang berada di akhir kalimat tidak gramatikal dalam BI. Perbedaan kedua perilaku sintaksis partikel ini disebabkan oleh interferensi BAM karena, partikel leh dalam BAM posisinya berada setelah verba (Hatop leh ho na maridi i!) dan berada pada akhir kalimat (Hatop ho na maridi i leh!). Kedua posisi partikel leh ini tidak mengubah fungsi dan makna dari partikel leh tersebut, yaitu berfungsi untuk membentuk kalimat perintah yang bermakna meminta persetujuan lawan bicara agar mau memasang musik. Penutur BI di Kota Padangsidimpuan lebih sering menyertakan partikel leh dalam kalimat perintah permintaan karena merasa penggunaan partikel ini lebih tepat untuk mewakili maksud dari penutur. Selain itu penutur BI di Kota Padangsidimpuan juga telah terbiasa menggunakan partikel ini sehingga terbawa dalam tuturan BI. 4.1.3.4 Interferensi partikel bo Partikel bo dalam BAM merupakan partikel penegas pada kalimat perintah ajakan yang menyatakan desakan agar segera melakukan sesuatu hal kepada lawan bicara. Partikel ini melekat pada verba dan tidak memiliki padanan dalam BI sehingga untuk mengungkapkan perasaan penutur yang demikian, partikel ini dipindahkan dari BAM ke dalam tuturan BI. Berikut adalah data interferensi partikel bo yang peneliti temukan. (61)
Makan bo nasimu ! V part „Makan nasimu !‟ Posisi partikel ini berada setelah verba dengan maksud menyatakan
perintah ajakan. Partikel bo menyatakan makna desakan agar lawan bicara segera
92 Universitas Sumatera Utara
bergegas melakukan perintah. Pada data (61) Makan bo nasimu!, partikel bo berada setelah verba „makan‟ dan posisinya tetap berada pada awal kalimat. Partikel ini menyatakan makna desakan agar segera menghabiskan nasinya, tetapi tetap memberikan nilai rasa yang lembut dibalik kalimat perintah yang menyatakan desakan tersebut. (62)
Cuci bo piring itu! V part „Cuci piring itu!‟ Posisi partikel ini berada setelah verba dengan maksud menyatakan
perintah ajakan. Partikel bo menyatakan makna desakan agar lawan bicara segera bergegas melakukan perintah. Pada data (62) Cuci bo piring itu!, partikel bo berada setelah verba „cuci‟ dan posisinya tetap berada pada awal kalimat. Partikel ini menyatakan makna desakan agar segera mencuci piring, tetapi tetap memberikan nilai rasa yang lembut dibalik kalimat perintah yang menyatakan desakan tersebut. Bila dibandingkan dengan kalimat yang tidak menggunakan partikel bo, menjadi Cuci piring itu!. Kalimat ini dapat menuai respon yang berbeda dari pendengar. Pertama kalimat perintah tersebut jika diucapkan dengan intonasi datar maka akan terdengar biasa saja tanpa adanya makna peritah desakan untuk segera mencuci piring, yang kedua jika dengan intonasi tinggi maka pendengar akan menilai penutur sedang marah, karena partikel bo jika diucapkan dengan nada tinggi sekali pun tidak memberikan kesan marah. Partikel bo juga berfungsi melembutkan kalimat perintah tersebut.
93 Universitas Sumatera Utara
Makna yang dihasilkan dari penggunaan partikel bo lebih jelas dibandingkan kalimat yang tidak menggunakan partikel bo, sehingga penutur memindahkan partikel ini untuk menyatakan kalimat perintah desakan yang memiliki nilai rasa yang lebih lembut. Penutur mengharapkan agar orang yang mendengarnya tidak akan merasa tersinggung dan maksud dari penutur dapat tersampaikan dengan tepat pada lawan bicara. Interferensi partikel bo ini dalam tuturan BI dianggap oleh penutur Kota Padangsidimpuan lebih tepat untuk mewakili maksud dari penutur. 4.1.3.5 Interferensi partikel kele Partikel kele dalam BAM merupakan partikel penegas pada kalimat perintah permintaan. Partikel ini memarkahi kalimat yang menyatakan permohonan dan bujukan kepada lawan bicara agar mau mengikuti permintaan penutur. Partikel ini digunakan setelah partikel penegas lah yang sudah berfungsi sebagai penghalus kalimat, kemudian ditambahkan dengan partikel kele yang mengandung makna „memelas, membujuk, dan memohon‟. Partikel yang menyatakan makna yang sama tidak dimiliki dalam BI, sehingga untuk mengungkapkan perasaan penutur yang demikian, partikel ini dipindahkan dari BAM ke dalam tuturan BI. Berikut adalah data interferensi partikel kele yang peneliti temukan. (63) (63a)
Kawanilah kele aku ke rumah ibu itu! V part part Kawanilah aku ke rumah ibu itu kele! part „Temanilah aku ke rumah ibu itu!‟
94 Universitas Sumatera Utara
Penggunaan partikel kele pada kalimat ini digunakan dengan maksud menyatakan perintah permintaan. Perilaku sintaksis partikel ini dilihat dari posisinya berada pada awal kalimat yang berada setelah partikel lah dan akhir kalimat. Pada awal kalimat partikel kele berfungsi memarkahi verba „kawani‟ untuk menyatakan makna permohonan dan bujukan. Pada akhir kalimat partikel kele berfungsi memarkahi keseluruhan kalimat untuk menyatakan makna permohonan dan bujukan. Partikel kele dinilai memiliki nilai rasa yang halus sehingga cocok digunakan untuk menyatakan permintaan permohonan. Seperti yang terlihat pada data ini (63) Kawanilah kele aku kerumah ibu itu!, kalimat ini mengandung makna memelas, memohon dan membujuk lawan bicara agar merasa kasihan dan tidak sanggup menolak permintaan penutur. (64) (64a)
Belilah kele kalungku ini! V part part Belilah kalungku ini kele! part „Belilah kalungku ini!‟ Penggunaan partikel kele pada kalimat ini digunakan dengan maksud
menyatakan perintah permintaan. Perilaku sintaksis partikel ini dilihat dari posisinya berada pada awal kalimat yang berada setelah partikel lah dan akhir kalimat. Pada awal kalimat partikel kele berfungsi memarkahi verba „beli‟ untuk menyatakan makna permohonan dan bujukan. Pada akhir kalimat partikel kele berfungsi memarkahi keseluruhan kalimat untuk menyatakan makna permohonan dan bujukan. Partikel kele dinilai memiliki nilai rasa yang halus sehingga cocok digunakan untuk menyatakan permintaan permohonan. Seperti yang terlihat pada data ini (64) Belilah kele kalungku ini!, kalimat ini mengandung makna memelas,
95 Universitas Sumatera Utara
memohon dan membujuk lawan bicara agar merasa kasihan dan tidak sanggup menolak permintaan penutur. Bila dibandingkan dengan kalimat yang tidak menggunakan partikel kele, kalimat yang muncul adalah Belilah kalungku ini!. Kalimat ini dinilai biasa saja tidak mengandung nilai rasa dan makna permohonan/bujukan. Misalnya dalam konteks situasi penutur yang mengucapkan kalimat ini sedang butuh uang dan ingin kalungnya segera terjual. Pemilihan kalimat ini sangat tidak tepat karena melalui kalimat ini, lawan bicara tidak dapat merasakan kesusahan penutur, bahwa penutur sedang membutuhkan uang dan bermohon agar lawan bicara mau membeli kalung tersebut. Kalimat ini dinilai tidak memiliki nilai rasa tersebut, sehingga penutur memindahkan partikel kele ke dalam tuturan BI agar pesan dan kesan yang ingin ditinggalkan penutur dapat sampai dengan tepat pada lawan bicaranya. 4.1.3.6 Interferensi partikel dabo Partikel dabo dalam BAM digunakan sebagai penghalus kalimat perintah permintaan. Partikel ini memarkahi kalimat yang menyatakan kalimat perintah yang bermakna mempengaruhi lawan bicara agar mengikuti permintaannya. Partikel ini digunakan setelah partikel penegas lah yang sudah berfungsi sebagai penghalus kalimat, kemudian ditambahkan dengan partikel dabo untuk mempengaruhi lawan bicara agar mengikuti permintaannya. yang Partikel yang menyatakan makna yang sama tidak dimiliki dalam BI, sehingga untuk mengungkapkan perasaan penutur yang demikian, partikel ini dipindahkan dari BAM ke dalam tuturan BI. Penggunaan partikel dabo bersifat mana suka dapat
96 Universitas Sumatera Utara
diletakkan pada awal atau akhir kalimat. Berikut adalah data interferensi partikel dabo yang ditemukan. (65) (65a)
Ikutlah dabo kau ! V part part Ikutlah kau dabo! part „Ikutlah kau!‟ Penggunaan partikel dabo pada kalimat ini digunakan dengan maksud
menyatakan perintah permintaan. Perilaku sintaksis partikel ini dilihat dari posisinya berada pada awal kalimat yang berada setelah partikel lah dan akhir kalimat. Pada awal kalimat partikel dabo berfungsi memarkahi verba „ikut‟ untuk menyatakan makna permohonan dan bujukan. Partikel ini digunakan setelah partikel penegas lah yang sudah berfungsi sebagai penghalus kalimat, kemudian ditambahkan dengan partikel dabo yang mengandung makna „membujuk‟. Pada akhir kalimat partikel dabo berfungsi memarkahi keseluruhan kalimat untuk menyatakan makna mempengaruhi lawan bicara dengan bujukan. Partikel dabo dinilai memiliki nilai rasa yang halus sehingga cocok digunakan untuk menyatakan permintaan bujukan. (66) (66a)
Bawalah dabo sepatumu! V part part Bawalah sepatumu dabo! part „Bawalah sepatumu!‟ Penggunaan partikel dabo pada kalimat ini digunakan dengan maksud
menyatakan perintah permintaan. Perilaku sintaksis partikel ini dilihat dari posisinya berada pada awal kalimat yang berada setelah partikel lah dan akhir kalimat. Pada awal kalimat partikel dabo berfungsi memarkahi verba „ikut‟ untuk menyatakan makna permohonan dan bujukan. Partikel ini digunakan setelah 97 Universitas Sumatera Utara
partikel penegas lah yang sudah berfungsi sebagai penghalus kalimat, kemudian ditambahkan dengan partikel dabo yang mengandung makna „membujuk‟. Pada akhir kalimat partikel dabo berfungsi memarkahi keseluruhan kalimat untuk menyatakan makna mempengaruhi lawan bicara dengan bujukan. Partikel dabo dinilai memiliki nilai rasa yang halus sehingga cocok digunakan untuk menyatakan permintaan bujukan. 4.1.3.7 Interferensi partikel tong/antong. Partikel antong atau biasa disingkat tong berfungsi sebagai partikel penegas yang menyatakan sesuatu kepastian dikarenakan suatu hal. Partikel tong biasanya hadir setelah kalimat/klausa/kata yang menerangkan sesuatu. Partikel ini berada di di belakang kalimat/klausa/kata penegasan „kepastian (karena)‟ untuk menjelaskan kalimat/klausa di depannya. Berikut adalah interferensi tong yang menyatakan penegasan „kepastian karena‟ terlihat dalam klausa berikut: (67)
(1) Rusak HPnya si Rani,(2) jatuh tong dibuatnya. V part „Pasti karena jatuh, maka HPnya rusak‟ Partikel tong menyatakan penegasan „kepastian karena‟ terlihat dalam
klausa jatuh dibuatnya. Partikel tong berfungsi menerangkan verba jatuh yang terdapat dalam klausa kedua sehingga menyebabkan terjadinya peristiwa rusaknya HPRani pada klausa pertama. Partikel tong berada setelah verba berfungsi sebagai penegasan yang terjadi pada klausa yang di depannya. (68)
(1) Sakit kepalanya, (2) main hujan tong dia semalam. V part „Pasti karena bermain hujan, maka dia sakit kepala‟
98 Universitas Sumatera Utara
Penggunaan partikel tong pada data di atas menyatakan penegasan kepastian karena main hujan. Partikel tong berfungsi menerangkan verba bermain hujan yang terdapat dalam klausa kedua sehingga menyebabkan terjadinya peristiwa sakit kepala pada klausa pertama. Partikel tong berada setelah verba berfungsi sebagai penegasan yang terjadi pada klausa yang di depannya. 4.1.3.8 Intereferensi partikel na Partikel na dalam BAM diterjemahkan sebagai kata penghubung yang ke dalam BI. Partikel na hampir sama fungsinya dengan kata penghubung yang tetapi penggunaannya lebih luas dalam BAM. Partikel na memiliki fungsi yang sama dengan kata penghubung yang dalam BI misalnya: Adaboru na jeges (gadis yang cantik), bagas na godang (rumah yang besar). Lebih lanjut Chaer (2006:159) menyebutkan kata penghubung yang berfungsi sebagai berikut: 1.
Menggabungkan hal yang „menyatakan ketentuan atau kejelasan‟ digunakan di antara nomina atau frase nomina. Misalnya: Anak yang baik banyak mempunyai teman.
2. Menggabungkan hal yang „menyatakan ketentuan atau kejelasan‟ digunakan di antara kata kerja atau frase kerja. Misalnya: Rumah yang baru dibangun sudah hancur lagi. 3. Secara terbatas dalam tuturan digunakan bentuk: Nomina+yang+Nomina. Misalnya Suwiryo yang jendral Selain fungsi di atas partikel na juga berfungsi sebagai pemerkuat kalimat, misalnya: Mabiar au na marpesawat i. part „Aku takut naik pesawat‟
99 Universitas Sumatera Utara
Kalimat BAM di atas menggunakan partikel na di depan kata marpesawat. Partikel na berfungsi untuk memperkuat kata marpesawat dalam kalimat, sehingga orang yang mendengar akan langsung mengetahui bahwa orang tersebut takut „naik pesawat‟. Jika kalimat ini dituturkan dalam BI di Kota Padangsidimpuan, penutur cenderung menerjemahkannya ke dalam BI dan akan muncul kalimat „Takut aku yang naik pesawat itu‟. Hal yang demikian sering terjadi pada tuturan BI di Kota Padangsidimpuan, karena terjadi interferensi BAM yang terjadi akibat terjemahan dari BAM ke dalam BI. Berikut salah satu data yang peneliti temukan. (69)
Marjuta-jutalah habis uangnya yang berobat itu. part „Uangnya habis berjuta-juta untuk berobat‟ Data ini telah muncul pada data (19). Pada data ini juga memiliki
penjelasan yang sama dengan contoh sebelumnya. Partikel na berada di depan kata berobat. Partikel na berfungsi untuk memperkuat kata berobat dalam kalimat, sehingga orang yang mendengar akan langsung mengetahui bahwa orang tersebut menghabiskan uang berjuta-juta karena berobat. Kalimat ini sebagai akibat terjemahan dari BAM „Marjuta-juta ma kabis hepeng nia na maribat i‟ ke dalam BI. Penutur yang telah terbiasa menggunakan BAM secara tidak sengaja menerjemahkan seluruh kalimat BAM ketika menuturkan kalimat BI. Selain itu partikel na juga digunakan sebagai pemerkuat kalimat tanya yang diikuti oleh partikel do. 4.1.3.9 Interferensi Partikel na…do Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, partikel na diberi diterjemahkan dengan yang dalam BI. Penggunaan kata yang dalam tuturan BI di Kota 100 Universitas Sumatera Utara
Padangsidimpuan telah terinterferensi partikel na, maka fungsinya pun telah berubah sesuai dengan sistem gramatikal BAM. Fungsi yang dalam tuturan berubah menjadi pemerkuat pertanyaan yang menekankan unsur yang mengikutinya. Sementara fungsi partikel do sebagai pemarkah unsur yang menjadi topik kalimat telah dijelaskan sebelumnya. Partikel do berperan melengkapi partikel na. Partikel do berada di belakang unsur yang menjadi topik kalimat, sehingga dengan perpaduan partikel na dan do pada kata yang bergaris bawah, membuat kata tersebut menjadi fokus utama yang ingin ditonjolkan dalam kalimat. Interferensi ini terjadi pada pada kalimat tanya dan kalimat berita. Interferensi partikel na dalam tuturan BI sebagai berikut: a. Interferensi partikel na…do pada kalimat tanya. (70)
Yang kemana nya kalian pergi? part do part na K.t „Kemana kalian pergi?‟ Dari data di atas terlihat penggunaan kata yang dan –nya merupakan
interferensi partikel na dan do. Kalimat ini merupakan terjemahan BAM „na tudia do hamu?‟ ke dalam BI menjadi „Yang kemananya kalian‟. Perpaduan partikel na(yang) dan do(nya) pada kata tanya „kemana‟ membuat kata tersebut menjadi fokus utama yang ingin ditanyakan oeh penutur dalam kalimat tanya. Kata tanya „kemana‟ posisinya berada di antara partikel na(yang) dan do(nya) untuk memberikan penegasan pada kata tanya. (71)
Yang rusak nya kereta kalian ini? part na Ajd part do „Apakah sepeda motor kalian rusak?‟
101 Universitas Sumatera Utara
Dari data di atas terlihat penggunaan kata yang dan –nya merupakan interferensi partikel na dan do. Kalimat ini merupakan terjemahan BAM „Na dia do abitmu?‟ ke dalam BI menjadi „Yang mananya bajumu?‟. Perpaduan partikel na(yang) dan do(nya) pada kata tanya „kemana‟ membuat kata tersebut menjadi fokus utama yang ingin ditanyakan oeh penutur dalam kalimat tanya. Kata tanya „mana‟ posisinya berada di antara partikel na(yang) dan do(nya) untuk memberikan penegasan pada kata tanya. Kalimat ini menyiratkan makna penutur bertanya „yang mana saja pakaian dari lawan bicaranya‟. (72)
Yang berkelahinya si Yola sama part do part na V „Apakah Yola dan Andro bertengkar?
si Andro?
Dari data di atas terlihat penggunaan kata yang dan –nya merupakan interferensi partikel na dan do. Kalimat ini merupakan terjemahan BAM „Na marbadai do si Yola dohot si Andro?‟ ke dalam BI menjadi „Yang berkelahinya si Yola sama si Andro?‟. Perpaduan partikel na(yang) dan do(nya) pada verba „berkelahi‟ membuat kata tersebut menjadi fokus utama yang ingin ditanyakan oeh penutur dalam kalimat tanya. Verba „berkelahi‟ posisinya berada di antara partikel na(yang) dan do(nya) untuk memberikan penegasan pada kata tanya. b. Interferensi partikel na…do pada kalimat berita. Partikel na (yang) terletak di awal kalimat berita dan harus diikuti dengan pemarkah topik do (nya) sebagai pemarkah kata yang di depannya. Partikel na pada kalimat berita ini tidak hanya menekankan pada unsur yang mengikutinya tetapi juga menyiratkan bahwa kalimat berita tersebut merupakan alasan suatu kejadian. Salah satunya pada konteks pertanyaan „mengapa dia tidak datang?‟ Kalimat berita di dibawah ini merupakan alasan dan jawaban dari pertanyaan ini.
102 Universitas Sumatera Utara
(73)
sakit nya dia. Yang part na Adj part do „Dia sakit‟ Dari data di atas terlihat penggunaan kata yang dan –nya merupakan
interferensi partikel na dan do. Kalimat ini merupakan terjemahan BAM „Na marun do ia‟ ke dalam BI menjadi „Yang sakitnya dia‟. Perpaduan partikel na(yang) dan do(nya) pada adjektiva „sakit‟, membuat kata tersebut menjadi fokus utama yang ingin ditekankan penutur dalam kalimat berita. Adjektiva „sakit‟ posisinya berada di antara partikel na(yang) dan do(nya) untuk memberikan penekanan pada kata sakit, sehingga kalimat berita yang sakitnya dia menjadi alasan dan jawaban dari pertanyaan tersebut. (74)
Yang jatuh nya dia dari kereta. part na V part do „Dia jatuh dari sepeda motor‟ Dari data di atas terlihat penggunaan kata yang dan –nya merupakan
interferensi partikel na dan do. Kalimat ini merupakan terjemahan BAM „Na madabo do ia sian kareta‟ ke dalam BI menjadi „Yang jatuhnya dia dari dari kereta‟. Perpaduan partikel na(yang) dan do(nya) pada verba „jatuh‟, membuat kata tersebut menjadi fokus utama yang ingin ditekankan penutur dalam kalimat berita. Verba posisinya berada di antara partikel na(yang) dan do(nya) untuk memberikan penekanan pada kata jatuh, sehingga kalimat berita yang jatuhnya dia dari kereta menjadi alasan pada kalimat berita. Kalimat-kalimat di atas adalah sebagai akibat terjemahan dari BAM ke dalam BI. Penutur yang telah terbiasa menggunakan BAM secara tidak sengaja menerjemahkan seluruh kalimat BAM ketika menuturkan kalimat BI.
103 Universitas Sumatera Utara
4.1.3.10 Interferensi partikel da. Partikel penegas da berfungsi sebagai partikel penegas pada kalimat berita. Partikel da digunakan untuk mempertegas dan memperkuat bahwa informasi atau kalimat yang disampaikan adalah kebenaran, hal ini untuk meyakinkan lawan bicara bahwa informasi yang disampaikan adalah benar. Penggunaan
partikel
ini
bersifat
mana
suka,
penutur
dapat
memilih
menggunakannya atau tidak pada kalimat berita, biasanya penggunaan perikel ini dimaksudkan untuk memberikan kesan meyakinkan pada lawan bicara. Partikel ini tidak memiliki padanan dalam BI sehingga penutur memindahkan partikel ini untuk meninggalkan kesan yang diiginkan penutur. Berikut adalah data yang peneliti temukan. (75) (75a)
(76) (76a)
(77) (77a)
Menyapu(nya) da aku tadi. V part do part Menyapunya aku tadi da. part „Aku menyapu tadi.‟ Jauh(nya) da rumah si Ros. Adj part (do) part Jauhnya rumah si Ros da. part „Rumah Ros jauh‟ Pernah da aku dimarahi bapak itu. Adv part Pernah aku dimarahi bapak itu da. part „Aku pernah dimarahi bapak itu‟ Penggunaan partikel da pada kategori verba digunakan pada kalimat
berita dengan maksud memperkuat dan mempertegas informasi yang disampaikan adalah benar. Dari data (75) „Menyapu(nya) da aku tadi‟
perilaku sintaksis
partikel da dilihat dari posisinya dapat berada pada awal kalimat dan akhir
104 Universitas Sumatera Utara
kalimat. Pada awal kalimat partikel da diletakkanan setelah verba „menyapu‟ yang telah dilekati oleh partikel do(nya). Penggunaan partikel do bersifat mana suka, penutur dapat memilih menggunakannya atau tidak. Penggunaan partikel do seperti yang telah dijelaskan di sebelumnya berfungsi untuk memarkahi unsur yang menjadi topik kalimat dan partikel da berfungsi memberikan kesan yang meyakinkan lawan bicara bahwa informasi yang disampaiknnya adalah benar. Pada data (75a) „Menyapunya aku tadi da.’ partikel da posisinya berada pada akhir kalimat yang berfungsi memarkahi keseluruhan kalimat untuk menyatakan makna penegasan informasi. Partikel da pada kalimat ini ingin memberikan penegasan bahwa tadi penutur secara pasti dan meyakinkan telah benar-benar menyapu. Data (76) ini telah muncul pada data (52). Penggunaan partikel da pada kategori adjektiva digunakan pada kalimat berita dengan maksud memperkuat dan mempertegas informasi yang disampaikan adalah benar. Perilaku sintaksis partikel da dilihat dari posisinya dapat berada pada awal kalimat dan akhir kalimat. Dari data (76) „Jauh(nya) da rumah si Ros‟, perilaku sintaksis da berada di awal kalimat. Partikel da diletakkanan setelah adjektiva „jauh‟ yang telah dilekati oleh partikel do(nya). Penggunaan partikel do bersifat mana suka, penutur dapat memilih menggunakannya atau tidak. Penggunaan partikel do seperti yang telah dijelaskan di sebelumnya berfungsi untuk memarkahi unsur yang menjadi topik kalimat dan partikel da berfungsi memberikan kesan yang meyakinkan lawan bicara bahwa informasi yang disampaiknnya adalah benar. Pada data (76a) „Menyapunya aku tadi da.’ partikel da posisinya berada pada akhir kalimat yang
105 Universitas Sumatera Utara
berfungsi memarkahi keseluruhan kalimat untuk menyatakan makna penegasan informasi. Penggunaan partikel da pada kategori adverbia digunakan pada kalimat berita dengan maksud memperkuat dan mempertegas informasi yang disampaikan adalah benar. Perilaku sintaksis partikel da dilihat dari posisinya dapat berada pada awal kalimat dan akhir kalimat. Dari data (77) „Pernah da aku dimarahi bapak itu.‟, perilaku sintaksis da berada di awal kalimat. Partikel da diletakkanan setelah adverbia „jauh‟ dan diikutioleh partikel da yang berfungsi memberikan kesan meyakinkan lawan bicara bahwa informasi yang disampaiknnya adalah benar. Pada data (77a) „Pernah aku dimarahi bapak itu da‟, partikel da posisinya berada pada akhir kalimat yang berfungsi memarkahi keseluruhan kalimat untuk menyatakan makna penegasan informasi. 4.1.3.11 Interferensi Partikel puang Partikel puang merupakan partikel BAM yang berfungsi sebagai penegas yang menyatakan „sangat amat‟ atau „mengungkapkan hal secara hiperbol‟ yang dimaksudkan untuk memperoleh efek tertentu. Partikel puang ini diletakkan setelah adjektiva yang sudah menyatakan „sangat‟ untuk memberi penegasan yang lebih luar biasa atau hiperbol pada kata adjektiva tersebut. Partikel ini tidak memiliki padanan dalam BI sehingga penutur memindahkannya ke dalam BI. Berikut adalah data yang peneliti temukan. (78)
Yang kikitan puang si Lina. part „Lina sangat pelit‟
106 Universitas Sumatera Utara
Data ini telah ditampilkan pada data sebelumnya yaitu data (32). Pada kalimat di atas penggunaan partikel puang dimaksudkan untuk memberikan kesan „luar biasa pelit kepada Lina‟. Posisi partikel puang berada setelah ajektiva yang menyatakan „sangat‟ untuk. Hal ini berhubungan dengan konteks situasi penutur pada saat itu yang merasa kesal kepada Lina dan akhirnya penutur menggunakan partikel puang untuk menggambarkan bentuk kekesalannya dengan melebihlebihkan kalimat tersebut. Kesan yang ingin ditinggalkan kepada orang yang mendengar adalah agar mengetahui bahawa Lina adalah orang yang sangat pelit. Jika partikel ini tidak digunakan maka kalimat yang muncul ialah Lina sangat pelit. Penutur menilai bahwa kalimat ini terdengar biasa saja dan tidak memiliki nilai rasa hiperbol sehingga tidak dapat mewakili perasaan penutur. (79)
Yang jokoan puang pacar si Nigi. part „Pacar Nigi sangat jelek.‟ Data ini telah ditampilkan pada data sebelumnya yaitu data (33). Pada
kalimat di atas penggunaan partikel puang dimaksudkan untuk memberikan kesan „pacar Nigi jelek‟. Posisi partikel puang berada setelah ajektiva yang menyatakan „sangat‟ untuk. Hal ini berhubungan dengan konteks situasi pertemanan antara penutur dengan temannya Nigi, yang pada saat itu penutur bermaksud mengejek Nigi dan mengatakan bahwa pacarnya jelek, sehingga untuk memberikan kesan berlebih-lebihan maka digunakan partikel puang untuk memberikan efek hiperbol. Jika partikel ini tidak digunakan, maka kalimat yang muncul adalah Pacar Nigi sangat jelek, kalimat ini dirasa biasa saja sehingga kurang menimbulkan efek tertentu. Penutur menggunakan partikel ini untuk mengejek temannya (Nigi) dan
107 Universitas Sumatera Utara
menginginkan efek tertentu yaitu agar teman (Nigi) yang mendengarnya menjadi marah atau kesal. 4.1.3.12 Interferensi Klitik ni Klitik ni pada BAM diletakkan setelah nomina yang digunakan untuk menyatakan kepemilikan atau posesif dari benda atau orang. Misalnya, Bagas ni si Hasan. Bila kita bandingkan dengan sistem BI, untuk menyatakan kepemilikan digunakan pemarkah –nya yang dilekatkan pada kata kepemilikan. Pemarkah – nya juga berfungsi untuk menyatakan milik atau disebut dengan pronomina posesif. Contoh: Dayat membeli motor. Motornya bermerek yamaha. Pemarkah – nya pada kata motornya dalam wacana tersebut berfungsi untuk menyatakan milik atau pronomina posesif yang mengacu pada Dayat. Pemarkah –nya tersebut memberi makna bahwa motor tersebut miliknya Dayat. Pada dasarnya klitik ni dan –nya memiliki fungsi yang sama, perbedaannya terletak pada penggunaanya pada kalimat, klitik ni biasanya langsung diikuti oleh nomina yang berkedudukan sebagai pemilik, sedangkan dalam BI klitik –nya berfungsi sebagai kata ganti kepemilikan. Berikut adalah interferensi klitik ni pada tuturan BI. (80)
Rusak HPnya si Rani. Jatuh tong dibuatnya. klitik (ni) „HP Rani rusak. Jatuh dibuatnya‟ Data ini telah muncul pada data (67). Dari data di atas terlihat bahwa
pemarkah –nya pada klausa pertama mengalami interferesi ni dari BAM yang diterjemahkan menjadi –nya
dalam BI. Pemarkah nya teriterferensi oleh
penggunaan pemarkah ni dengan sistem BAM. Kalimat Rusak HPnya si Rani
108 Universitas Sumatera Utara
mengikuti sistem BAM Sego HP ni si Rani. Penggunaan kitik –nya pada kalimat tersebut kurang tepat, karena Rani yang berkedudukan sebagai pemilik jelas terlihat berada di depan klitik –nya sementara klitik –nya dalam BI berfungsi sebagai kata ganti kepemilikan dari Rani. Klausa yang seharusnya muncul adalah Rusak HP Rani atau HP Rani rusak, nomina Rani telah menunjukkan kepemilikan dari HP . Pada klausa kedua jatuh tong dibuatnya, pada klausa ini pemarkah –nya pada kata dibuatnya berfungsi menyatakan milik atau pronomina posesif yang mengacu pada Rani, hal ini tepat penggunaannya karena klitik –nya berfungsi sebagai pronomina atau kata ganti kepemilikan dari Rani.
Interferensi yang terjadi dalam bidang sintaksis adalah interferensi pemarkah topik dan interferensi partikel-partikel BAM terhadap tuturan BI yang menyebabkan penggunaa BI di Kota Padangsidimpuan menyimpang dari sistem kaidah BI baku. 4.1.4 Interferensi Leksikal Kata adalah unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan yang merupakan perwujudan kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat digunakan dalam berbahasa. Gejala interferensi dalam tuturan BI di Kota Padangsidimpuan menyebabkan kekacauan dalam sistem BI. Penyimpangan leksikal BI yang tampak merupakan serpihan-serpihan leksikal BAM yang masuk ke dalam tuturan BI. Sebagaimana dinyatakan Chaer (2004 : 158) bahwa bila penggunaan serpihan bahasa lain mengakibatkan penyimpangan terhadap suatu bahasa maka hal tersebut menyebabkan terjadinya peristiwa interferensi. Interferensi leksikal dapat
109 Universitas Sumatera Utara
merupakan interferensi kata sederhana (simple word), Pada penelitian ini interferensi yang ditemukan berupa kata sederhana, kata berimbuhan, dan kata majemuk dari BAM berdasarkan kelas kata. Hasil penelitian interferensi leksikal BAM dalam bahasa BI pada tuturan sehari-hari berupa interferensi leksikal kata pinjaman. Berikut adalah data yang ditemukan. 4.1.4.2 Nomina Nomina adalah kategori yang secara sintaksis tidak mempunyai potensi untuk bergabung dengan partikel tidak dan mempunyai potensi untuk didahului oleh partikel dari. Interferensi kelas kata nomina pada tuturan BI di Kota Padangsidimpuan meliputi nomina dasar, berikut adalah datanya: (81)
Mahalan pulsa di lopo etek itu. warung „Lebih mahal pulsa di warung tante itu.‟
Data (81) telah dilampirkan sebelumnya pada data (24). Dalam data tuturan (81) terjadi interferensi leksikal nomina karena penutur memasukkan kata lopo yang merupakan nomina BAM. Penutur melakukan penyimpangan ini karena penutur yang terbiasa menggunakan leksikal ini sehingga ketika bertutur secara tidak sengaja mengucapkan kata lopo, sementara kosakata ini terdapat padanannya dalam BI yaitu warung yang memiliki makna yang sama. (82)
Sakkalan „telenan‟ Pake sakkalan itu mengiris bawang. telenan „Mengiris bawang memakai telenan‟ Dalam data tuturan (82) terjadi interferensi leksikal nomina karena penutur
memasukkan kata sakkalan yang merupakan adjektiva BAM. Penutur melakukan penyimpangan
ini
karena
terbiasa
menggunakan
kata
sakkalan
untuk 110
Universitas Sumatera Utara
menyebutkan benda yang digunakan untuk mengiris. Padanan leksikal sakkalan dalam BI yaitu leksikal telenan. Nomina ini jarang didengar dan digunakan dalam percakapan sehari-hari sehingga penutur secara tidak sengaja menggunakan leksikal sakkalan dalam tuturan BI karena telah terbiasa menggunakannya. (83)
Sopo / sopo-sopo „pondok‟ Istirahatlah dulu kita di sopo-sopo itu. pondok „Kita istirahat di pondok itu‟ Dalam data tuturan (83) terjadi interferensi leksikal nomina karena penutur
memasukkan kata sopo/sopo-sopo yang merupakan nomina BAM. Penutur melakukan penyimpangan ini karena terbiasa menggunakan kata sopo/sopo-sopo untuk menyebutkan tempat yang dibuat dari kayu yang digunakan umtuk berteduh atau beristirahat, biasanya berada di sawah atau kebun. Padanan leksikal ini dalam BI yaitu leksikal pondok. Leksikal BI ini jarang didengar dan digunakan dalam percakapan sehari-hari sehingga penutur secara tidak sengaja menggunakan leksikal sopo-sopo dalam tuturan BI karena telah terbiasa menggunakannya. (84)
Mattak „selesai/tamat‟ Uda mattak sinetron si Aliando. tamat „Sinetron Aliando telah tamat‟ Dari data (84) ditemukan data kata mattak „tamat/selesai‟. Kata mattak
terinterferensi dari BAM. Seharusnya kata mattak tidak perlu digunakan karena dalam BI ada padanannya yaitu tamat atau selesai. Penyebab terjadinya interferensi pada kasus ini dikarenakan kemampuan berbahasa penutur tidak sejajar dalam menguasai dua bahasa yaitu bahasa ibu (BAM) dan BI yang digunakan dalam ragam formal maupun informal sehari – harinya. (85)
Banjar „daerah/wilayah/kampung‟ Banjar Kerek sudah terkenal banyak panakko. 111 Universitas Sumatera Utara
kampung „Daerah/kampung Kerek terkenal banyak pencuri‟ (86)
Ada sate
yang enak di banjar si efri itu. daerah „Ada sate yang enak di daerah rumah Efri.‟
Kata
banjar
terinterferensi
dari
BAM.
Leksikal
banjar
dapat
diterjemahkan dalam BI yaitu daerah, wilayah atau kampung, tetapi penutur beranggapan bahwa kata banjar tidak hanya menunjukkan wilayah atau daerah, kata banjar juga berarti daerah tempat tinggal/lingkungan sekitar rumah yang sudah dikenal baik atau akrab dengan penutur. Hal ini terlihat dari contoh kalimat *Terjadi gempa bumi di banjar Sipirok, kalimat ini tidak berterima karena penutur merasa tidak akrab dengan wilayah tersebut dan menganggap Sipirok merupakan wiayah yang jauh dari lingkungan tempat tinggalnya sehingga leksikal banjar tidak tepat digunakan pada kalimat tersebut. Leksikal yang tepat untuk kalimat tersebut adalah „wilayah atau daerah‟ yaitu Terjadi gempa bumi di daerah Sipirok. (87)
Sabur „berserakan/ bertaburan‟ Kalau sabur nanti gula itu mama libas kau ya. berserakan „Kalau gula itu bertaburan mama akan memukulmu‟ Dari
data
(87)
ditemukan
data
berbentuk
nomina
„berserakan/bertaburan‟. Kata sabur terinterferensi dari BAM.
sabur
Seharusnya
leksikal sabur tidak perlu digunakan karena dalam BI ada padanannya yaitu berserakan/bertaburan. Penyebab terjadinya interferensi pada kasus ini dikarenakan kemampuan berbahasa penutur tidak sejajar dalam menguasai dua bahasa yaitu bahasa ibu (BAM) dan BI yang lebih condong kepada BAM dalam penggunaan bahasa sehari-hari.
112 Universitas Sumatera Utara
Parorot „pengasuh‟ Parorot sekarang banyak kali tingkahnya. pengasuh „Pengasuh sekarang banyak tingkahnya‟
(88)
Dari data (88) ditemukan data parorot, nomina yang digunakan untuk menyebutkan „pengasuh‟. Kata parorot terinterferensi dari BAM. Seharusnya leksikal parorot tidak perlu digunakan karena dalam BI ada padanannya yaitu pengasuh. Penyebab terjadinya interferensi pada kasus ini dikarenakan kata parorot sering digunakan untuk menyebutkan pengasuh, sehingga terbawa ke dalam tuturan BI. 4.1.4.2 Verba Interferensi BAM yang terjadi pada tuturan BI meliputi kata verba dasar bebas dan verba turunan. Menurut Kridalaksana (2007:52) verba dasar bebas merupakan verba dasar yang bebas. Misalnya tidur, duduk, makan, minum, dan sebagainya. Verba turunan merupakan verba yang telah mengalami proses morfologis (afiksasi, reduplikasi, gabungan proses, komposisi). Misalnya berenang, duduk-duduk, melirik-lirik, adu domba. Berikut adalah data yang ditemukan: A. Verba Dasar (89)
Libas „cambuk‟ Nagislah kau biar mamak libas kakimu. cambuk „Jika kau menangis maka kakimu akan mama cambuk‟
Dalam data tuturan (89) terjadi interferensi leksikal verba karena penutur memasukkan kata libas yang merupakan verba BAM. Penutur melakukan penyimpangan ini karena penutur yang terbiasa menggunakan leksikal ini sehingga ketika bertutur secara tidak sengaja mengucapkan kata libas
113 Universitas Sumatera Utara
sementara kosakata ini terdapat padananya dalam BI yaitu cambuk, pukul yang memiliki makna yang sama. (90)
Basbas „kibas‟ Dibasbas seprainya biar bersih. kibas „Seprainya dikibaskan agar bersih‟
(91)
Basbas dulu taplak meja itu. kibas „Kibaskan taplak meja itu.
Dalam data tuturan (90) dan (91) terjadi interferensi leksikal verba karena penutur memasukkan kata basbas yang merupakan verba BAM. Pada data (90) dibasbas terdiri dari verba „basbas‟ yang meminjam kosakata dari BAM dan dibubuhi prefiks di- yang merupakan imbuhan dalam bahasa BI. Penutur melakukan penyimpangan ini karena penutur yang terbiasa menggunakan leksikal ini sehingga ketika bertutur secara tidak sengaja mengucapkan kata babas sementara kosakata ini terdapat padananya dalam BI yaitu kibas yang memiliki makna yang sama. (92)
Manuke „bergosip/bercerita‟ Jangan manuke aja, cuci kalian piring itu. bergosip „Jangan bergosip, kalian harus memcuci piring‟
Dalam data tuturan (92) terjadi interferensi leksikal verba karena penutur memasukkan kata manuke yang merupakan verba BAM. Penutur melakukan penyimpangan ini karena penutur yang terbiasa menggunakan leksikal ini sehingga ketika bertutur secara tidak sengaja mengucapkan kata manuke sementara kosakata ini terdapat padananya dalam BI yaitu bergosip atau bercerita yang memiliki makna yang sama.
114 Universitas Sumatera Utara
(93)
Manjojor „berkunjung/pergi‟ Ayo leh manjojor kita ke rumah si Lisa. berkunjung/pergi „Ayo kita berkunjung ke rumah Lisa‟
Dalam data tuturan (93) terjadi interferensi leksikal verba karena penutur memasukkan kata manjojor yang merupakan verba BAM. Leksikal ini menyatakan „berkunjung/pergi‟ tanpa maksud jelas sekedar hanya ingin “bermain-main”‟. Penutur melakukan penyimpangan ini karena dalam bahasa Indonesia tidak memiliki padanan makna yang secara rinci menjelaskan makna yang terkandung pada leksikal tersebut, sehingga penutur memilih penggunaan leksikal ini untuk mewakili maksud yang penutur inginkan. Alasan kedua karena penutur yang terbiasa menggunakan leksikal ini sehingga ketika bertutur dalam BI secara tidak sengaja mengucapkan. (94)
Pastak „tampar‟ Kena pastak bapaknya karena lari dari rumah. tampar „Dia ditampar oleh ayahnya karena lari dari rumah‟
Dalam data tuturan (94) terjadi interferensi leksikal verba karena penutur memasukkan kata pastak yang merupakan verba BAM. Penutur melakukan penyimpangan ini karena penutur yang terbiasa menggunakan leksikal ini sehingga ketika bertutur secara tidak sengaja mengucapkan kata pastak sementara kosakata ini terdapat padananya dalam BI yaitu tampar atau yang memiliki makna yang sama. B. Verba Turunan (95)
Margabus (mar-) + gabus = margabus „berbohong/berdusta‟ Margabus kau kan waktu di Sipirok itu? pref bohong „Apakah kau berbohong saat di Sipirok?‟
115 Universitas Sumatera Utara
Dalam data tuturan ini terjadi interferensi leksikal verba karena penutur memasukkan kata margabus yang merupakan verba BAM. Penutur melakukan penyimpangan ini karena kemampuan penguasaan penutur lebih cenderung ke BAM. Penutur ini merupakan penutur yang tidak sejajar penguasaan kedua bahasanta sebab jika penutur lain mengatakan hal sama dia menggunakan leksikal berbohong dalam BI. Penyimpangan ini menggambarkan penutur yang terbiasa menggunakan leksikal ini sehingga ketika bertutur secara tidak sengaja mengucapkan kata margabus sementara kosakata ini terdapat padananya dalam BI yaitu berbohong yang memiliki makna yang sama. (96)
Mandappol maN- + dappol = mandappol „kusuk/berkusuk‟ Ke tempat opung Bramlah kita mandappol. pref berkusuk Kita berkusuk kepada opung bram‟ Dalam data tuturan (96) terjadi interferensi leksikal verba karena penutur
memasukkan kata mandapol yang merupakan verba BAM. Penutur melakukan penyimpangan ini karena penutur yang terbiasa menggunakan leksikal ini sehingga ketika bertutur secara tidak sengaja mengucapkan kata mandapol sementara kosakata ini terdapat padananya dalam BI yaitu berkusuk yang memiliki makna yang sama. (97)
Mangalap-ngalapi (maN-) + alap-alapi = mangalap-alapi „memancing keributan‟ Si Ansor yang mangalap- ngalapi makanya marah si Indra. pref memancing keributan „Ansor memancing keributan sehingga indra marah‟ Dalam data tuturan (97) terjadi interferensi leksikal verba karena penutur
memasukkan kata mangalap-ngalapi yang merupakan verba BAM. Leksikal ini menyatakan suatu tindakan mengganggu orang lain yang berujung pada “memancing” keributan atau dalam BI sering dikatakan “cari gara-gara”. Penutur
116 Universitas Sumatera Utara
melakukan penyimpangan ini karena dalam BI tidak memiliki leksikal padanan yang secara rinci menggambarkan situasi tersebut. Jika diterjemahkan ke dalam BI akan menghasilkan kalimat yang panjang yaitu, Si Ansor yang mengganggu dan memancing keributan, maka Si indra marah. Kalimat ini dinilai penutur tidak efektif dan teralu panjang, sehingga penutur memindahkan leksikal ini pada tuturan BI. Penutur memilih penggunaan leksikal ini untuk mewakili maksud yang penutur inginkan dan karena penutur yang terbiasa menggunakan leksikal ini sehingga ketika bertutur dalam BI secara tidak sengaja mengucapkan. (98)
Mangogar maN- + ogar = mangogar „menggertak‟ Gak mungkin dia lari dari rumah, mangogar sajanya itu. pref gertak „Dia hanya menggertak tidak mungkin dia lari dari rumah‟ Bentuk KD ogar dalam BAM dapat diberi prefiks ma- menjadi mangogar.
Pengunaannya dalam tuturan BI merupakan wujud interferensi BAM pada tuturan BI di Kota Padangsidimpuan yang menyatakan makna ‟menggertak. Penggunaan kata berimbuhan di atas digunakan karena penutur merasa leksikal tersebut tidak berterima menggunakan afiks lain selain dengan afiks asalnya. Sehingga dalam tuturan tetap mnggunakan kata mangogar dalam BAM. Padahal kata tersebut telah memiliki padanan dalam BI yaitu mengertak. Hal ini terjadi karena penutur telah terbiasa menggunakan kata tersebut dalam tuturan sehari-hari dan jarang menggunakannya dalam BI. (99)
Songgak di-+songgak = disonggak„dibentak‟ Tunggu disonggak dulu baru mau dia diam. pref bentak „Dia bagun setelah dibentak‟
(100)
Manyonggak maN-+ songgak= manyonggak „membentak‟ Gak boeh kita manyonggak orang yang lebih tua. pref bentak „Kita tidak boleh membentak orang tua‟
117 Universitas Sumatera Utara
Bentuk KD songgak dalam BAM dapat diberi prefiks ma- dan di- menjadi disonggak (99) dan manyonggak (100). Pengunaannya dalam tuturan BI merupakan wujud interferensi BAM pada tuturan BI di Kota Padangsidimpuan yang menyatakan makna ‟membentak dan dibentak‟. Penggunaan kata berimbuhan di atas digunakan karena penutur merasa leksikal tersebut tidak berterima menggunakan afiks lain selain dengan afiks asalnya. Sehingga dalam tuturan tetap menggunakan kata manyonggak dan disonggak dalam BAM. Padahal kata tersebut telah memiliki padanan dalam BI yaitu membentak dan dibentak. Hal ini terjadi karena penutur telah terbiasa menggunakan kata tersebut dalam tuturan sehari-hari dan jarang menggunakan leksikal BI tersebut. (101)
Mangitcaki maN- + itcak + -i mangicaki „mengejeki‟ Berdosa nanti kalian mangicaki orang. pref ejek-sufiks „Kalian berdosa mengejek orang‟
(102)
Diicatki di-+ itcak + i diitcaki„diejek‟ Diitcakinya bapakku. pref ejek-sufiks „Di ejeknya ayahku‟ Bentuk KD itcak dalam BAM dapat diberi prefiks ma- dan di- menjadi
mangitcaki (101) dan diitcaki (102). Pengunaannya dalam tuturan BI merupakan wujud interferensi BAM pada tuturan BI di Kota Padangsidimpuan yang menyatakan makna ‟mengejek dan diejek‟. Penggunaan kata berimbuhan di atas digunakan karena penutur merasa leksikal tersebut tidak berterima menggunakan afiks lain selain dengan afiks asalnya. Sehingga dalam tuturan tetap mnggunakan kata mangicaki dan diitcaki dalam BAM. Padahal kata tersebut telah memiliki padanan dalam BI yaitu mengejek dan diejek. Hal ini terjadi karena penutur telah
118 Universitas Sumatera Utara
terbiasa menggunakan kata tersebut dalam tuturan sehari-hari dan jarang menggunakan leksikal BI tersebut.
4.1.4.3 Adjektiva Berdasarkan bentuknya, adjektiva terbagi menjadi tiga jenis, yaitu adjektiva dasar, turunan, dan majemuk. Adjektiva memiliki ciri-ciri yang memungkinkanya untuk (1) bergabung dengan partikel tidak, (2) mendampingi nomina atau (3) didampingi partikel seperti lebih, sangat, agak, (4) dapat hadir berdapingan dengan kata lebih...daripada... atau paling untuk menyatakan tingkat perbandingan, (5) mempunyai ciri-ciri morfologis seperti –er, -if, (6) dapat dibentuk menjadi nomina dengan konfiks ke-an, (7) dapat berfungsi predikatif, atributif, dan pelengkap. Subkategorisasi ajektiva, dibagi ke dalam empat macam kategori, yakni sebagai berikut. (Kridalaksana, 2007 : 59) Interferensi BAM terhadap tuturan BI yang meliputi kata sifat adalah sebagai berikut: (103)
Menjeng „manja‟ Anak terakhir ini menjeng kali. manja „Anak terakhir ini sangat manja‟ Dalam data tuturan (103) terjadi interferensi leksikal adjektiva karena
penutur memasukkan kata menjeng yang merupakan adjektiva BAM. Penutur melakukan penyimpangan ini dikarenakan informan adalah penutur bilingual yang tidak sejajar. Penyimpangan ini menggambarkan penutur yang terbiasa menggunakan leksikal ini sehingga ketika kedua bahasa yang dikuasainya berkontak, secara otomatis yang muncul adalah leksikal BAM yang cenderung
119 Universitas Sumatera Utara
mudah untuk digunakannya. Sementara kosakata ini terdapat padananya dalam BI yaitu manja yang memiliki makna yang sama dengan menjeng. (104)
Hacit „sakit‟ Yang hacitan yang kau cubit itu da. sakit „Cubitanmu sakit sekali‟ Data ini telah dilampirkan pada data (34). Dalam data tuturan terjadi
interferensi leksikal adjektiva karena penutur memasukkan kata hacit yang merupakan adjektiva BAM. Penutur melakukan penyimpangan ini karena kemampuan penguasaan penutur lebih cenderung ke BAM. Penutur ini merupakan penutur yang tidak sejajar penguasaan kedua bahasa sebab jika penutur lain mengatakan hal sama dia menggunakan kata sakit dalam BI. Penyimpangan ini menggambarkan penutur yang terbiasa menggunakan leksikal ini sehingga ketika bertutur secara tidak sengaja mengucapkan kata hacit sementara kosakata ini terdapat padananya dalam BI yaitu sakit yang memiliki makna yang sama.
(105)
Yang parbadaan mamak si Tika ini. orang yang suka bertengkar „Ibu Tika orang yang sangat suka bertengkar‟ Data ini telah ditampilkan pada data (35). Dalam data tuturan (105) terjadi
interferensi leksikal adjektiva karena penutur memasukkan kata parbada yang merupakan adjektiva BAM. Leksikal ini menyatakan sifat seseorang yang suka bertengkar/suka “memancing” pertengkaran. Dalam BI tidak memiliki leksikal padanan dengan makna yang sama, sehingga jika diterjemahkan ke dalam BI akan menghasilkan kalimat yang panjang, yaitu Dia orang yang suka memancing pertengkaran. Penutur merasa kalimat ini tidak efektif, sehingga penutur melakukan penyimpangan ini karena penutur merasa penggunaan leksikal ini tepat 120 Universitas Sumatera Utara
untuk mewakili maksud yang penutur inginkan. Alasan lainnya karena penutur yang terbiasa menggunakan leksikal ini sehingga ketika bertutur secara tidak sengaja mengucapkan leksikal tersebut dalam tuturan BI . (106)
Mangottaki „sakit (sampai berdenyut-denyut)‟ Mangottaki gigiku ini. sakit ‘Gigiku sakit‟ Dalam data tuturan (106) terjadi interferensi leksikal adjektiva karena
penutur memasukkan kata mangottaki yang merupakan adjektiva BAM. Leksikal ini menyatakan perasaan sakit yang dirasakan oleh penutur sampai berdenyutdenyut. Penutur melakukan penyimpangan ini karena dalam BI tidak memiliki leksikal padanan yang sama dengan makna leksikal mangottaki yang secara rinci dapat menggambarkan perasaan sakit yang dirasakan oleh penutur, sehingga penutur memindahkan kata tersebut dalam tuturan BI. Alasan lain, penutur yang terbiasa menggunakan leksikal ini sehingga ketika bertutur secara tidak sengaja mengucapkan dalam tuturan BI . (107)
Pangadu „bersifat suka melapor/mengadu‟ Si Tina itu pangadu. suka melapor „Tina suka melapor‟ Dalam data tuturan (106) terjadi interferensi leksikal adjektiva karena
penutur memasukkan kata pangadu yang merupakan adjektiva BAM. Leksikal ini menyatakan sifat seseorang yang suka melapor dan mengadukan sesuatu kepada seseorang yang tidak boleh mengetahuinya. Penutur melakukan penyimpangan ini karena dalam BI tidak memiliki leksikal padanan dengan makna yang sama sehingga penutur memilih penggunaan leksikal ini untuk mewakili maksud yang penutur inginkan. Alasan kedua karena penutur yang terbiasa menggunakan leksikal ini sehingga ketika bertutur dalam BI secara tidak sengaja mengucapkan. 121 Universitas Sumatera Utara
(108)
Bekbek „cerewet‟ Mamak si Tati bekbek orangnya. cerewet „Ibu Tati cerewet‟ Dalam data tuturan (108) terjadi interferensi leksikal adjektiva karena
penutur memasukkan kata bekbek yang merupakan adjektiva BAM. Penutur melakukan penyimpangan ini dikarenakan penutur ini adalah penutur bilingual yang tidak sejajar. Penyimpangan ini menggambarkan penutur yang terbiasa menggunakan leksikal ini sehingga ketika kedua bahasa yang dikuasainya berkontak, secara otomatis yang muncul adalah leksikal BAM yang cenderung mudah untuk digunakannya. Sementara kosakata ini terdapat padananya dalam BI yaitu cerewet yang memiliki makna yang sama dengan bekbek. (109)
Panakko „pencuri‟ Banjar Kerek sudah terkenal banyak panakko. pencuri „Kampung Kerek terkenal banyak pencuri‟ Dalam data tuturan (109) terjadi interferensi leksikal adjektiva karena
penutur memasukkan kata panakko yang merupakan adjektiva BAM. Penutur melakukan penyimpangan ini karena kemampuan penguasaan penutur lebih cenderung ke BAM. Penutur ini merupakan penutur yang tidak sejajar penguasaan kedua bahasanya sebab jika penutur lain mengatakan hal sama dia menggunakan kata pencuri dalam BI. Penyimpangan ini menggambarkan penutur yang terbiasa menggunakan leksikal ini sehingga ketika bertutur BI secara tidak sengaja mengucapkan kata panakko sementara kosakata ini terdapat padananya dalam BI yaitu pencuri yang memiliki makna yang sama. (110)
Ga usah marsak kali yang kerja itu. resah „Jangan terlalu resah bekerja‟
122 Universitas Sumatera Utara
Dalam data tuturan (110) terjadi interferensi leksikal adjektiva karena penutur memasukkan kata marsak yang merupakan adjektiva BAM. Penutur melakukan penyimpangan ini karena terbiasa menggunakan kata marsak untuk mengungkapkan perasaan cemas. Padanan leksikal marsak dalam BI yaitu leksikal resah dalam BI jarang didengar dan digunakan dalam percakapan seharihari sehingga penutur secara tidak sengaja menggunakan leksikal marsak dalam tuturan BI karena telah terbiasa menggunakannya. (111)
Solot „selip/terselip‟ Semalam ada solot uang seribu di bangku itu. selip „Ada uang seribu terselip di bangku kemarin‟ Dalam data tuturan (111) terjadi interferensi leksikal adjektiva karena
penutur memasukkan kata solot yang merupakan adjektiva BAM. Penutur melakukan penyimpangan ini karena terbiasa menggunakan kata solot untuk menyatakan terselip. Padanan leksikal solot dalam BI yaitu leksikal selip dalam BI. Kata ini jarang didengar dan digunakan dalam percakapan sehari-hari sehingga penutur secara tidak sengaja menggunakan leksikal selip dalam tuturan BI karena telah terbiasa menggunakannya. (112)
Mikim „Senyum‟ Mikim-mikim kau kayak orang gila. senyum „Kau senyum-senyum seperti orang gila‟ Data ini telah ditampilkan pada data (37). Dalam data tuturan terjadi
interferensi leksikal adjektiva karena penutur memasukkan kata mikim yang mengalami reduplikasi menjadi mikim-mikim yang merupakan adjektiva BAM. Penutur melakukan penyimpangan ini karena kemampuan penguasaan penutur lebih cenderung ke BAM. Penutur ini merupakan penutur yang tidak sejajar
123 Universitas Sumatera Utara
penguasaan kedua bahasanta sebab jika penutur lain mengatakan hal sama dia menggunakan leksikal tersenyum atau senyum dalam BI. Penyimpangan ini menggambarkan penutur yang terbiasa menggunakan leksikal ini sehingga ketika bertutur secara tidak sengaja mengucapkan kata mikim-mikim sementara kosakata ini terdapat padananya dalam BI yaitu senyum-senyum yang memiliki makna yang sama. (113)
kikit „pelit‟ Yang kikitlah kau puang. pelit „Kau sangat pelit‟ Data ini telah muncul pada data (32). Pada tuturan ini terjadi interferensi
leksikal adjektiva karena penutur memasukkan kata kikit yang merupakan adjektiva BAM. Penutur melakukan penyimpangan ini karena kemampuan penguasaan penutur lebih cenderung ke BAM. Penutur ini merupakan penutur yang tidak sejajar penguasaan kedua bahasanta sebab jika penutur lain mengatakan hal sama dia menggunakan leksikal pelit dalam BI. Penyimpangan ini menggambarkan penutur yang terbiasa menggunakan leksikal ini sehingga ketika bertutur secara tidak sengaja mengucapkan kata kikit sementara kosakata ini terdapat padananya dalam BI yaitu pelit yang memiliki makna yang sama. (114)
Joko „jelek‟ Yang jokoan puang pacar si Nigi. jelek „Pacar Nigi sangat jelek.‟ Tuturan ini telah ditampilkan pada data (33). Dalam data tuturan terjadi
interferensi leksikal adjektiva karena penutur memasukkan kata joko yang merupakan adjektiva BAM. Penutur melakukan penyimpangan ini karena kemampuan penguasaan penutur lebih cenderung ke BAM. Penutur ini
124 Universitas Sumatera Utara
merupakan penutur yang tidak sejajar penguasaan kedua bahasanta sebab jika penutur lain mengatakan hal sama dia menggunakan leksikal joko dalam BI. Penyimpangan ini menggambarkan penutur yang terbiasa menggunakan leksikal ini sehingga ketika bertutur secara tidak sengaja mengucapkan kata joko sementara kosakata ini terdapat padananya dalam BI yaitu jelek yang memiliki makna yang sama. 4.4.4 Interjeksi (Kata Seru) Interjeksi adalah kategori yang bertugas mengungkapkan perasaan pembicara dan secara sintaksis tidak berhubungan dengan kata-kata lain dalam ujaran.Interjeksi bersifat ekstrakalimat dan selalu mendahului ujaran sebagai teriakan yang lepas atau berdiri sendiri. Interjeksi dapat ditemui dalam: a.
Bentuk dasar, yaitu: aduh, aduhai, ah, ahoi, ai, amboi, asyoi, ayo, bah, cih,
cis, eh, hai, idih, ih, lho, oh, nak, sip, wah, wahai, yaaa. b.
Bentuk turunan, biasanya berasal dari kata-kata biasa atau penggalan kalimat
Arab, contoh: alhamdulillah, astaga, buset, duilah, insya Alloh, masya Allah, syukur, halo, innalillahi, yahud. (Kridalaksana, 2007: 106) Dalam penelitian ini ditemukan interjeksi BAM yang sering digunakan dalam tuturan BI. Interjeksi ini sama fungsinya dengan interjeksi BI tetapi menggunakan leksikal BAM yang disamakan atau disesuaikan dengan sistem BAM. Data yang ditemukan ialah, bentuk dasar yang menyatakan perasaan kasihan/iba/tersentuh, menyatakan perasaan kesal, dan bentuk turunan dari kata BAM „mateon‟ yang menyatakan „mampus‟.
Berikut adalah data yang
ditemukan:
125 Universitas Sumatera Utara
(115)
Ilebaya, meninggal ayahnya semalam. „Kasihan, ayahnya meninggal kemarin. Interjeksi
ilebaya
merupakan
interjeksi
bentuk
dasar
yang
mengungkapkan perasaan batin dalam BAM. Hal ini merupakan terjemahan dari BAM „Ilebaya, maninggal aya nia natuari‟. Pada data di atas kata ini digunakan untuk mengunggkapkan perasaan kasihan karena mendengar bahwa ayahnya telah meninggal. Padanan kata ilebaya pada dalam BI yang berbentuk ungkapan ekspresi perasaan seperti ini tidak ada, tetapi ungkapan dalam kata adalah sepadan dengan kata kasihan. Penutur BI di Kota Padangsidimpuan lebih memilih menggunakan kata ini karena telah terbiasa menggunakannya dan terbawa dalam tuturan BI. (116)
Wi bayae... hilang keretanya di sekolah. „Kasihan, keretanya hilang di sekolah.‟ Interjeksi wi bayae merupakan interjeksi bentuk dasar yang
mengungkapkan perasaan batin dalam BAM. Hal ini merupakan terjemahan dari BAM „Wi bayae.. mago kareta nia di sikkola.‟ Pada data di atas kata ini digunakan untuk mengunggkapkan perasaan kasihan terhadap temannya karena tidak memiliki uang lagi. Padanan kata wi bayae pada dalam BI yang berbentuk ungkapan ekspresi perasaan seperti ini tidak ada, tetapi ungkapan dalam kata adalah sepadan dengan kata kasihan. Penutur BI di Kota Padangsidimpuan lebih memilih menggunakan kata ini karena telah terbiasa menggunakannya dan terbawa dalam tuturan BI. (117)
Wih kele.. kenapa bisa dia jatuh dari kereta?. „Kasian, kenapa bisa dia jatuh dari kereta?.‟ Interjeksi
wi
kele
merupakan
interjeksi
bentuk dasar
yang
mengungkapkan perasaan batin dalam BAM. Hal ini merupakan terjemahan dari 126 Universitas Sumatera Utara
BAM „Wih kele.. asi madabu ia sian kareta?‟. Pada data di atas kata ini digunakan untuk mengunggkapkan perasaan iba ketika mendengar suatu kabar. Padanan kata wi kele pada dalam BI yang berbentuk ungkapan ekspresi perasaan seperti ini tidak ada, tetapi ungkapan dalam kata adalah sepadan dengan kata kasihan. Penutur BI di Kota Padangsidimpuan lebih memilih menggunakan kata ini karena merasa leksikal ini lebih tepat menggambarkan perasaan penutur, dan alasan lainnya kerena telah terbiasa menggunakannya dan terbawa dalam tuturan BI. (118)
Wih da.. aku- aku saja disuruh. „Aku-aku saja disuruh‟ Interjeksi
wih
da
merupakan
interjeksi
bentuk
dasar
yang
mengungkapkan perasaan batin dalam BAM. Hal ini merupakan terjemahan dari BAM „Wih da.. au-au sajo disuru‟. Pada data di atas kata ini digunakan untuk mengunggkapkan perasaan kesal dan keberatan atas yang hal yang terjadi yaitu karena hanya dirinya saja yang selalu disuruh. Padanan kata wih da pada dalam BI yang berbentuk ungkapan ekspresi perasaan seperti ini tidak ada. Penutur BI di Kota Padangsidimpuan lebih memilih menggunakan kata ini karena merasa leksikal ini dirasa lebih mewakili perasaan penutur dan karena telah terbiasa menggunakannya sehingga terbawa dalam tuturan BI. (119)
Mateon.. sudah ku bilang jangan kau ke situ. „Mampus, sudah ku bilang jangan ke situ. Interjeksi mateon merupakan interjeksi turunan, kata dalam bahsa
BAM yang berarti ”matilah” atau “mampus”. Hal ini merupakan terjemahan dari BAM „Mateon.. ma hu dokkon ulang ho tu si‟. Pada data di atas kata ini digunakan untuk mengumpat seseorang atau sesuatu. Padanan kata mateon dalam
127 Universitas Sumatera Utara
BI adalah kata mampus. Penutur BI di Kota Padangsidimpuan lebih memilih menggunakan kata ini karena merasa leksikal ini lebih tepat menggambarkan perasaan penutur, dan alasan lainnya kerena telah terbiasa menggunakannya dan terbawa dalam tuturan BI. 4.5 Faktor Terjadinya Interferensi BI di Kota Padangsidimpuan Dari data yang peneliti temukan dapat disimpulkan faktor-faktor penyebab terjadinya interferensi BAM terhadap BI meliputi intralinguistik dan faktor ekstralinguistik. Faktor intrainguistik mengacu pada struktur BAM yang mempengaruhi struktur BI. Faktor ekstralinguistik meliputi faktor individu dan faktor sosial budaya. Berikut adalah pemaparan faktor intereferensi intralinguistik dalam bidang fonologi, morfologi, sintaksis dan leksikal. 4.5.1 Faktor Interferensi Fonologi Interferensi dalam bidang fonologi terjadi karena seseorang dwibahasawan menuturkan dan menghasilkan kembali bunyi sistem BAM pada bunyi sistem BI. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya nterferensi fonologi adalah: 1. Kebiasaan menggunakan bahasa ibu, hal ini menyebabkan tuturan yang di ucapkan mengalami interferensi intonasi dan cara pengucapan BAM, sehingga ketika bertutur dalam BI intonasi dan cara pengucapan BAM terbawa ke dalam bahasa BI. 2. Faktor sosial budaya. Di Indonesia bahasa daerah menjadi suatu kebudayaan yang masih dijaga oleh penuturnya. Sehingga ketika bertutur BI ciri khas dari bahasa daerah tersebut tidak hilang karena telah menjadi budaya dan digunakan dalam masyarakat sosial.
128 Universitas Sumatera Utara
4.5.2 Faktor Interferensi Morfologi Interferensi yang terjadi pada bidang morfologi meliputi afiksasi (prefiks par-, prefiks mar-, sufiks –an, konfiks marsi-/-an, na+Adj+-an) dan reduplikasi. Berikut adalah pemaparan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya interferensi dalam bidang morfologi. Data ini merupakan data yang telah dibahas pada pembahasan interferensi morfologi sebelumnya. a. Faktor interferensi prefiks parFaktor-faktor yang menyebabkan terjadinya interferensi prefiks paradalah sebagai berikut: 1.
Untuk keefektifan kalimat. Seperti yang telah dijeaskan sebelumnya,
penggunaan prefiks par- ini dinilai penutur lebih efektif dari pada menggunakan BI, karena jika disebutkan dalam BI akan sangat panjang penjelasannya. Misalnya pada data (14) berikut: Ikutnya
marga Silitonga parBulog sama parPLN. pref pref „Marga Silitonga yang bekerja di Bulog dan PLN juga ikut‟ Jika kalimat di atas tidak menggunakan prefiks par- maka kalimatnya akan menjadi Ikutnya marga Silitonga yang bekerja di instasi Bulog sama marga Silitonga yang bekerja di instansi PLN. Hal ini di nilai penutur kurang efektif dalam penyampaian informasi oleh sebab itu penutur memindahkan prefiks BAM sehingga informasi yang ingin disampaikan itu lebih singkat dan tepat maknanya. 2. Faktor kebiasaan, karena kebiasaan penutur menggunakan prefiks paruntuk menyatakan makna „ bagian‟, „orang‟ (dari) suatu pekerjaan, instansi,
129 Universitas Sumatera Utara
golongan, atau sesuatu hal yang berhubungan dengan yang dilakukannya, sehingga terbawa ke dalam tuturan BI dan dilekatkan pada leksikal BI. 3. Faktor tidak cukupnya kosa kata bahasa penerima. Dalam BI tidak memiliki prefiks yang secara detail menggambarkan makna „ bagian‟, „orang‟ (dari) suatu pekerjaan, instansi, golongan, atau sesuatu hal yang berhubungan dengan
yang
dilakukannya,
sehingga
penutur
Kota
Padangsidimpuan
memindahkan prefiks ini ke dalam tuturan BI. b. Faktor interferensi prefiks marFaktor-faktor yang menyebabkan terjadinya interferensi prefiks paradalah sebagai berikut: 1. Kedwibahasaan penutur yang tidak sejajar karena kebiasaan penutur yang cenderung lebih sering menggunakan BAM, sehingga tingkat kemampuan menguasai kedua bahasa tidak sejajar, jenis penutur ini lebih menguasai BAM dari pada bahasa BI sehingga menimbulkan kekeliruan penutur dalam menggunakan prefiks mar-. Misalnya pada data (17) berikut: Siang-siang pun kau marlampu. ber„Siang hari pun kau menggunakan lampu‟ Interferensi mar- digunakan dalam tuturan BI karena memiliki kemiripan kata dalam BAM yaitu lappu ‟lampu‟ sehingga penutur keliru menggunakan prefiks mar- pada kata lampu. Ha ini disebabkan penutur lebih sering menggunakan BAM dari pada BI sehingga ketika muncul kata yang mirip dengan BAM penutur keliru menempatkan prefiks yang tepat untuk kata tersebut.
130 Universitas Sumatera Utara
2.
Faktor tidak cukupnya kosa kata bahasa penerima. Interferensi prefiks
mar- melekat pada kata sapaan menyatakan „tingkatan kekerabatan‟ atau „panggilan kekerabatan‟. Interferensi ini tidak memiliki padanan dalam bahasa Indonesia karena dalam BI tidak memiliki prefiks yang secara detail menggambarkan makna yang sama dengan mar- dalam BAM, sehingga penutur Kota Padangsidimpuan memindahkan prefiks ini ke dalam tuturan BI. Misalnya pada data (20) berikut: Markakaknya kau sama si Gloria. ber„Panggil kakak kau pada si Gloria‟ c. Faktor interferensi sufiks -an 1.
Faktor interferensi sufiks –an dalam BAM ke dalam tuturan BI merupakan
suatu kebiasaan penutur dalam berbahasa. Terbawanya kebiasaan dalam bahasa ibu (BAM) ke dalam bahasa penerima (BI) yang sedang dipergunakan. Hal ini terjadi karena kurangnya kontrol bahasa dan karena kurangnya penguasaan terhadap
bahasa
penerima.
Dwibahasawan
kadang-kadang
tidak
sadar
menggunakan unsur-unsur BAM yang sudah dikenalnya pada saat menggunakan BI. 2.
Faktor tidak cukupnya kosa kata bahasa penerima. Misalnya pada data
(24) berikut: mahal KD (mahal) + sufiks -an = mahalan „lebih mahal‟ Mahalan pulsa di lopo etek itu. -an „Lebih mahal pulsa di lopo tante itu.‟ Penutur menggunakan sufiks ini karena sufiks -an dalam BI tidak menyatakan makna „lebih‟ seperti yang penutur ingin ungkapkan. Sehingga
131 Universitas Sumatera Utara
penutur memindahkan dan menggunakan prefiks ini ke dalam tuturan BI untuk menyatakan perbandingan „lebih‟ dalam tuturannya. d. Faktor interferensi konfiks marsi-/-an Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya interferensi konfiks marsi-/-an adalah sebagai berikut: 1. Untuk keefektifan kalimat. Penggunaan konfiks marsi-/-an ini dinilai penutur lebih efektif dari pada menggunakan BI, karena konfiks marsi-/-an ini langsung menyatakan makna „saling‟, sehingga dalam kalimat tidak perlu lagi menggunakan kata „saling‟. Hal ini di nilai penutur lebih efektif dalam penyampaian informasi oleh sebab itu penutur memindahkan konfiks marsi-/-an BAM sehingga informasi yang ingin disampaikan itu lebih singkat dan tepat maknanya. 2.
Faktor kebiasaan, karena kebiasaan penutur menggunakan konfiks marsi-/-
an untuk menyatakan makna „saling‟, sehingga terbawa ke dalam tuturan BI dan dilekatkan pada leksikal BI. 3.
Faktor tidak cukupnya kosa kata bahasa penerima. Dalam BI tidak
memiliki konfiks yang secara detail menggambarkan makna „saling‟, sehingga penutur Kota Padangsidimpuan memindahkan konfiks ini ke dalam tuturan BI. e. Faktor interferensi konfiks na+Ajd+-an= „sangat‟ 1.
Untuk keefektifan kalimat. Penggunaan konfiks na+Ajd+-an ini dinilai
penutur lebih efektif dari pada menggunakan BI, karena konfiks na+Ajd+-an ini langsung menyatakan makna „sangat‟, sehingga dalam kalimat tidak perlu lagi menggunakan kata sangat, sekali atau kata yang menyatakan „sangat‟lainnya . Hal
132 Universitas Sumatera Utara
ini di nilai penutur lebih efektif dalam penyampaian informasi oleh sebab itu penutur memindahkan konfiks na+Ajd+-an BAM sehingga informasi yang ingin disampaikan itu lebih singkat dan tepat maknanya. 2.
Faktor kebiasaan, karena kebiasaan penutur menggunakan konfiks
na+Ajd+-an untuk menyatakan makna „sangat‟, sehingga terbawa ke dalam tuturan BI dan dilekatkan pada leksikal BI. 3.
Faktor tidak cukupnya kosa kata bahasa penerima. Dalam BI tidak
memiliki konfiks yang secara detail menggambarkan makna „sangat‟, sehingga penutur Kota Padangsidimpuan memindahkan konfiks ini ke dalam tuturan BI. f. Reduplikasi 1.
Interferensi
partikel
ini
terjadi
karena
kebiasaan
penutur
yang
menggunakan BAM dalam keseharian sehingga terbawa dalam tuturan BI dan digunakan dalam bentuk tuturan reduplikasi. 2.
Interferensi terjadi karena kemampuan personal penutur. Kemampuan
berbahasa penutur dalam menguasai kedua bahasa kurang sehingga menggunakan bentuk reduplikasi secara tidak tepat pada bahasanya. 4.5.3 Faktor interferensi Sintaksis Faktor yang menyebabkan terjadinya interferensi sintaksis terjadi kerena adanya pemindahan pertikel-pertikel BAM pada tuturan BI. Berikut adalah pemaparannya. a. Interferensi partikel do, ma, na, na…do, dan klitik ni. Penggunaan partikel do, ma, na, na…do, dan klitik ni memiliki faktor yang sama, sebab interferensi ini merupakan bentuk terjemahan ke dalam tuturan
133 Universitas Sumatera Utara
BI. Partikel do diterjemahkan dengan nya, partikel ma diterjemahkan dengan lah, partikel na diterjemahkan dengan yang, klitik ni diterjemahkan dengan nya Berikut adalah faktor yang menyebabkan interferensi partikel do, ma, na, na…do, dan klitik ni 1. Penggunaan partikel BAM dirasa penutur tidak memiliki fungsi yang sama dengan dalam BI sehingga penutur memasukkan dan menerjemahkan partikel BAM ke dalam tuturan BI dengan fungsi yang sama dengan BAM, diharapkan agar dapat menyampaikan sesuai dengan maksud dari penutur. Misalnya seperti yang terlihat pada data (58) yang telah dibahas sebelumnya. Sekaranglah kita pergi? part „Apakah kita pergi sekarang?‟ Interferensi partikel ma pada kalimat tanya di atas merupakan bentuk terjemahan partikel ma menjadi lah. Interferensi partikel ma(lah) pada data di atas diletakkan setelah adverbia dan berfungsi sebagai pemarkah yang membentuk interogatif dengan makna penegasan pada adverbia tersebut merupakan hal yang utama ditanyakan dalam kalimat tanya tersebut. Hal ini tidak sama fungsinya dalam BI sehingga penutur menerjemahkan partikel na sebagai lah dengan fungsi yang sama dengan partikel na. 2.
Interferensi
partikel
ini
terjadi
karena
kebiasaan
penutur
yang
menggunakan partikel-partikel BAM dalam keseharian sehingga terbawa dalam tuturan BI. 3.
Eufenisme bahasa dan gaya bahasa. Penggunaan partikel BAM dirasa
penutur lebih halus dan sopan sehingga tepat untuk mewakili maksud dari penutur agar tidak terjadi kesalahpahaman dari lawan bicara. Hal ini dikarenakan budaya
134 Universitas Sumatera Utara
setempat memang suka memilih kata yang halus dan sopan sehingga digunakanlah partikel-partikel BAM dalam tuturan BI dengan mengikuti sistem kaidah BAM. 4.
Penggunaan partikel ini berfungsi membentuk keakraban antara penutur
dengan lawan bicara. b. Interferensi partikel leh, bo, kele, dabo, tong, da, tahe, bage, dan puang. Partikel leh , bo, kele, dabo, tong, da, tahe, bage, dan puang memiliki fungsi yang sama yaitu untuk membentuk kearaban penutur dengan lawan bicara. Partikel-partikel ini biasanya digunakan kepada orang yang sudah dekat dan akrab dengan penutur atau untuk memberikan kesan keakraban antara penutur dengan lawan bicara. Adapun faktor yang menyebabkan terjadinya interferensi ialah: 1. Tidak cukupnya kosa kata bahasa penerima. Penggunaan partikel BAM dirasa penutur tidak memiliki padanan dalam BI sehingga memasukkan partikel BAM ke dalam tuturan BI agar dapat menyampaikan sesuai dengan maksud dari penutur. Misalnya seperti yang terlihat pada data (58) berikut: Pasang leh musik itu! part „Pasanglah musik itu!‟ Partikel leh digunakan pada kalimat perintah ini untuk menyatakan kalimat perintah yang bermakna meminta persetujuan lawan bicara agar mau mengganti acara televisi menjadi acara infotaiment. Penggunaan partikel leh membuat kalimat perintah ini terdengar lebih lembut. Partikel leh tidak memiiki padanan dalam BI sehingga penutur memindahkan partikel ini untuk memperoleh kesan yang lebih lembut sesuai dengan apa yang ingin diungkapkan penutur.
135 Universitas Sumatera Utara
Eufenisme bahasa sumber dan gaya bahasa. Penggunaan partikel BAM
2.
dirasa penutur lebih halus dan sopan sehingga tepat untuk mewakili maksud dari penutur agar tidak terjadi kesalahpahaman dari lawan bicara. Hal ini dikarenakan budaya setempat memang suka memilih kata yang halus dan sopan sehingga digunakanlah partikel-partikel BAM dalam tuturan BI dengan mengikuti sistem kaidah BAM. 3.
Penggunaan partikel ini berfungsi membentuk keakraban antara penutur
dengan lawan bicara. 4.
Interferensi sintaksis terjadi karena kebiasaan penutur yang menggunakan
partikel-partikel BAM dalam keseharian sehingga terbawa dalam tuturan BI. 4.5.4 Faktor interferensi Leksikal Faktor penyebab terjadinya interferensi leksikal terhadap tuturan BI adalah: 1.
Kemampuan berbahasa penutur. Interferensi yang terjadi dalam
penggunaan leksikal BAM tergantung kepada kemampuan personal penutur. Sejauh ini kemampuan berbahasa penutur dalam menguasai kosa kata BI masih kurang karena penutur lebih condong dan meguasai BAM. Misalnya pada data (112) berikut: Mikim „Senyum‟ Mikim-mikim kau kayak orang gila. senyum. „Kau senyum-senyum seperti orang gila‟ Dalam data tuturan terjadi interferensi leksikal adjektiva karena penutur memasukkan kata mikim yang mengalami reduplikasi menjadi mikim-mikim yang merupakan adjektiva BAM. Penutur melakukan penyimpangan ini karena kemampuan penguasaan penutur lebih cenderung ke BAM. Penutur ini
136 Universitas Sumatera Utara
merupakan penutur yang tidak sejajar penguasaan kedua bahasa sebab jika penutur lain mengatakan hal sama dia menggunakan leksikal tersenyum atau senyum dalam BI. Penyimpangan ini menggambarkan penutur yang terbiasa menggunakan leksikal ini sehingga ketika bertutur secara tidak sengaja mengucapkan kata mikim-mikim sementara kosakata ini terdapat padananya dalam BI yaitu senyum-senyum yang memiliki makna yang sama. 2. Leksikal tidak terdapat padanannya dalam BI. Interferensi leksikal terjadi kerena penutur merasa tidak mendapatkan padanan kata yang sesuai dengan kata BAM yang dimaksud dalam BI. Misalnya pada data (106) berikut: Mangottaki „sakit (sampai berdenyut-denyut)‟ Mangottaki gigiku ini. sakit ‘Gigiku sakit‟ Dalam data tuturan ini terjadi interferensi leksikal adjektiva karena penutur memasukkan kata mangottaki yang merupakan adjektiva BAM. Leksikal ini menyatakan perasaan sakit yang dirasakan oleh penutur sampai berdenyut-denyut. Penutur melakukan penyimpangan ini karena dalam BI tidak memiliki leksikal padanan yang sama dengan makna leksikal mangottaki yang secara rinci dapat menggambarkan perasaan sakit yang dirasakan oleh penutur, sehingga penutur memindahkan kata tersebut dalam tuturan BI. Alasan lain, penutur yang terbiasa menggunakan leksikal ini sehingga ketika bertutur secara tidak sengaja mengucapkan dalam tuturan BI . 3. Kebiasaan penutur. Interferensi leksikal terjadi karena kebiasaan penutur yang menggunakan BAM dalam keseharian sehingga terbawa dalam tuturan BI. Misanya data (103) berikut: Menjeng „manja‟
137 Universitas Sumatera Utara
Anak terakhir ini menjeng kali. manja „Anak terakhir ini sangat manja‟ Dalam data tuturan ini terjadi interferensi leksikal adjektiva karena penutur memasukkan kata menjeng yang merupakan adjektiva BAM. Penutur melakukan penyimpangan ini dikarenakan informan adalah penutur bilingual yang tidak sejajar. Penyimpangan ini menggambarkan penutur yang terbiasa menggunakan leksikal ini sehingga ketika kedua bahasa yang dikuasainya berkontak, secara otomatis yang muncul adalah leksikal BAM yang cenderung mudah untuk digunakannya. Sementara kosakata ini terdapat padananya dalam BI yaitu manja yang memiliki makna yang sama dengan menjeng. 4. Menghilangnya kata-kata yang jarang digunakan. Penggunaan kata-kata ini jarang dan digantikan oleh leksikal BAM sehingga kata ini tidak pernah digunakan oleh masyarakat di Kota Padangsidimpuan. Misalnya pada data (9) berikut: Balanga „wajan‟ Pake balanga kalau mau menggoreng. wajan „Kalau menggoreng pakai wajan‟ Dari data ini ditemukan data berbentuk nomina balanga „wajan‟. Kata balanga terinterferensi dari BAM.
Seharusnya leksikal balanga tidak perlu
digunakan karena dalam BI ada padanannya yaitu wajan. Penyebab terjadinya interferensi pada kasus ini dikarenakan kata wajan tidak pernah digunakan pada tuturan BI sehingga menyebabkan kata wajan tidak pernah muncul dalam tuturan di Kota Padangsidimpuan.
138 Universitas Sumatera Utara
Setelah memaparkan faktor interferensi dari segi intralinguistik, berikut ini merupakan faktor interferensi dari segi ekstralinguistik. Faktor ekstralinguistik meliputi faktor individu dan faktor sosial budaya. Berikut adalah pemaparannya. 4.5.6 Faktor Individu Faktor individu sangat mempengaruhi terjadinya interferensi bahasa karena berkaitan dengan kemampuan berbahasa seseorang yang tidak sejajar dalam menguasai kedua bahasa sehingga penutur mencampur dan menggunakan kedua bahasa secara tidak tepat. Adapun faktor individu yang menyebabkan terjadinya interferensi BAM terhadap BI dari data yang peneliti temukan adalah: 1.
Faktor kebiasaan penutur dalam berbahasa menjadi faktor penyebab utama
terjadinya interferensi terlihat dari banyak data yang dipengaruhi oleh kebiasaan penutur. Terbawanya kebiasaan dalam bahasa ibu (BAM) pada bahasa penerima (BI) yang sedang dipergunakan. Hal ini terjadi karena kurangnya kontrol bahasa dan karena kurangnya penguasaan terhadap bahasa penerima. Dwibahasawan terkadang tidak sadar menggunakan unsur-unsur BAM yang sudah dikenalnya pada saat menggunakan BI. 2.
Kedwibahasawan penutur tidak sejajar. Hal ini berkaitan dengan
kemampuan berbahasa penutur yang berbeda pada setiap pemakai bahasa. Kesulitan yang dihadapi oleh penutur dalam menggunakan bahasa kedua terjadi karena perbedaan tingkat penguasaan bahasa itu, penutur lebih menguasai BAM dari pada BI. Hal itu mengakibatkan dwibahasawan menggunakan unsur-unsur BAM yang telah dikuasainya dalam tuturan BI.
139 Universitas Sumatera Utara
3.
Tipisnya kesetiaan penutur bahasa BI cenderung akan menimbulkan
interferensi. Sikap penutur ini dapat terlihat dalam bentuk pengabaian kaidah BI yang digunakan dalam pengambilan unsur-unsur BAM yang dikuasainya secara tidak terkontrol. Akibatnya muncul berbagai bentuk interferensi dalam bahasa BI secara lisan. 4.
Faktor pendidikan mempengaruhi terjadinya interferensi bahasa. Semakin
tinggi tingkat pendidikannya maka semakin sedikit melakukan interferensi. Hal ini dikarenakan penutur memperoleh kemampuannya berbahasa BI di lingkungan pendidikan formal. Di dalam pendidikan formal penutur sering mendengarkan dan berbicara BI dibandingkan di lingkungan masyarakat, sehingga ketika berbahasa penutur hampir dapat menggunakan bahasa sesuai dengan bahasa sasarannya. 5.
Faktor pemilihan kata. Faktor ini bersifat individu karena berkaitan dengan
pilihan kata oleh penutur. Penutur akan memilih menggunakan bahasa yang dirasa sesuai untuk menwakili apa yang ingin diungkapkan atau menimbulkan efek seperti apa yang diinginkan penutur terhadap lawan biacaranya. 6.
Faktor usia juga dapat menyebabkan terjadinya interferensi. Daya ingat
seseorang sangat mempengaruhi frekuensi seseorang melakukan interferensi. Semakin tua usia seseorang, semakin besar juga melakukan interferensi karena penutur berusia tua biasanya lebih condong kepada BAM. Faktor usia menjelaskan bahawa kesalahan yang bersifat interferensi memang sulit dihindari, sebab hal itu tidak mudah dikontrol karena kebiasaan berBAM sudah mendarah daging dan kemampuan mengingat kedua bahasa telah berkurang.
140 Universitas Sumatera Utara
Frekuensi penggunaan BAM oleh penutur usia muda biasanya lebih jarang dibandingkan dengan penutur usia tua. Pada penutur berusia muda jumlah interferensi dari berbagai bahasa lebih banyak dibandingkan usia tua yang hanya mengetahui BAM dan BI, hal ini disebabkan oleh pembelajaran bahasa asing dan kemajuan teknologi yang memungkinkan penutur muda mengenal bahasa-bahasa lain. Sehingga penutur muda terpengaruh dan menggunakannya dalam tuturan pergaulannya sehari-hari. 4.5.7 Faktor Sosial Budaya Setiap daerah atau wilayah memiliki ideologi tertentu yang diikuti dan mempengaruhi seluruh aspek kehidupannya baik cara berpakaian, cara makan, cara bertutur kata, cara bersosial, dsb, tak terkecuali dalam aspek berbahasa. Hal ini mempengaruhi cara bertutur dan pembentukan bahasa daerah tersebut. Ideologi masyarakat BAM masih mengedepankan norma kesopanan, sehingga seluruh aspek kehidupannya masih mengikuti norma tersebut, begitu juga halnya dalam berbahasa. Penutur BAM bersifat sopan, lembut, dan takut menyakiti perasaan pembicara, sehingga dalam tuturannya terdengar berlagu lembut ,merayu atau membujuk pembicara. Bila dibandingkan dengan misalnya bahasa Batak Toba memiliki perbedaan salah satunya dari intonasi pengucapan. BAM lebih berirama (berlagu) dan lebih lembut intonasinya dibandingkan dengan bahasa Batak Toba yang terdengar lugas dan tegas. Demikian juga dalam hal penyampaian maksud atau isi pikiran, pemilihan kata BAM menggunakan kata yang lebih halus agar kata-kata tersebut tidak menyakiti perasaan pendengar.
141 Universitas Sumatera Utara
Karakter penutur dalam BAM ini dapat terlihat dari banyaknya partikelpartikel dan pemilihan kata dalam BAM. Unsur-unsur tersebut memiiki fungsi untuk memperhalus makna sebuah kalimat. Penggunaan partikel BAM tersebut terbawa dalam tuturan bahasa Indonesia agar mendapatkan efek yang sama seperti dalam menggunakan BAM. Hal ini menyebabkan terjadinya interferensi bahasa Indonesia. Beberapa aspek sosial budaya lainnya yang mempengaruhi interferensi ialah: 1. Masyarakat Kota Padangsidimpuan pada umumnya memiiki karakter yang sama dalam berbahasa. Kebudayaan penutur dalam berbahasa mempengaruhi bentuk pemilihan katanya. Salah satu yang menjadi masalah adalah faktor keterbatasan kosakata yang dimiliki oleh bahasa bahasa Indonesia. Karena keterbatasan kosakata BI dalam mengungkapkan perasaan dan fikiran, sehingga menyebabkan penutur di Kota Padangsidimpuan memindahkan unsur BAM untuk mendapatkan kesan atau makna yang sesuai dengan apa yang ingin penutur ungkapkan. 2. Tipisnya kesetiaan pemakaian bahasa Indonesia secara umum dalam masyarakat Kota Padangsidimpuan yang cenderung menimbulkan sikap pengabaian terhadap struktur kedua bahasa sehingga mengakibatkan interferensi. Salah satunya berkaitan dengan masalah unsur peminjaman atau pengambilan kosakata yang sudah memiliki padanan dalam bahasa Indonesia. Penggunaan BAM yang memiliki padanan pada BI timbul karena sifat pemakai BAM yang dihubungkan dengan tipisnya ideologi tentang kesetiaan terhadap bahasa BI. 3. Berhubungan dengan kepentingan eufemisme yang dipengaruhi oleh budaya berbahasa yang lembut dan sopan di Kota Padangsidimpuan. 142 Universitas Sumatera Utara
4. Interferensi BAM terjadi salah satunya untuk membentuk keakraban antara penutur dan lawan bicara. Dalam bermasyarakat, penutur memiliki hubungan sosial yang baik sehingga ketika berkomunikasi penutur memilih menggunakan kata atau unsur yang memberikan kesan keakraban. Hal ini diwujudkan penggunaan unsur-unsur partikel BAM yang memberikan kesan akrab antara penutur dan lawan bicaranya yang tidak terdapat dalam bahasa Indonesia.
4.6 Tabel Temuan Penelitian No
Interferensi BAM terhadap tuturan BI
1
Fonologi
Faktor Terjadinya Interferensi Ekstralinguistik 1. Kebiasaan menggunakan bahasa ibu, hal ini menyebabkan
1. Pengaruh
tuturan yang di ucapkan mengalami interferensi intonasi dan cara
intonasi BAM
pengucapan BAM, sehingga ketika bertutur dalam BI intonasi dan
terhadap
cara pengucapan BAM terbawa ke dalam bahasa BI.
tuturan BI.
2. Faktor sosial budaya. Di Indonesia bahasa daerah menjadi suatu
2. Asimilasi.
kebudayaan yang masih dijaga oleh penuturnya. Sehingga ketika
3. Perubahan
bertutur BI ciri khas dari bahasa daerah tersebut tidak hilang
fonem.
karena telah menjadi budaya dan digunakan dalam masyarakat
4. Penghilangan
sosial.
fonem
2
Morfologi 1. Prefiks par-
Intralinguistik 1. Untuk keefektifan kalimat. Penggunaan prefiks par- ini dinilai penutur lebih efektif dari pada menggunakan BI, karena jika disebutkan dalam BI akan sangat panjang penjelasannya.
143 Universitas Sumatera Utara
2. Faktor kebiasaan, karena kebiasaan penutur menggunakan prefiks par- untuk menyatakan makna „ bagian‟, „orang‟ (dari) suatu pekerjaan, instansi, golongan, atau sesuatu hal yang berhubungan dengan yang dilakukannya, sehingga terbawa ke dalam tuturan BI dan dilekatkan pada leksikal BI. 3. Faktor tidak cukupnya kosa kata bahasa penerima. Dalam BI tidak memiliki prefiks yang secara detail menggambarkan makna „ bagian‟, „orang‟ (dari) suatu pekerjaan, instansi, golongan, sehingga penutur Kota Padangsidimpuan memindahkan prefiks ini ke dalam tuturan BI.
2.
Prefiks mar-
1. Kedwibahasaan penutur yang tidak sejajar karena kebiasaan penutur yang cenderung lebih sering menggunakan BAM, penutur ini lebih menguasai BAM dari pada bahasa BI sehingga menimbulkan kekeliruan penutur dalam menggunakan prefiks mar 2. Faktor tidak cukupnya kosa kata bahasa penerima. Interferensi prefiks mar- melekat pada kata sapaan menyatakan
„tingkatan
kekerabatan‟
atau
„panggilan
kekerabatan‟. Interferensi ini tidak memiliki padanan dalam bahasa Indonesia karena dalam BI tidak memiliki prefiks yang secara detail menggambarkan makna yang sama dengan
mar-
dalam
BAM,
sehingga
penutur
Kota
Padangsidimpuan memindahkan prefiks ini ke dalam tuturan BI. 5.
Sufiks -an
1. Faktor interferensi sufiks –an dalam BAM ke dalam tuturan BI merupakan suatu kebiasaan penutur dalam berbahasa. 2. Faktor tidak cukupnya kosa kata bahasa penerima. Hal ini dikarena dalam BI sufiks –an tidak menyatakan „lebih‟.
4. Konfiks marsi-/-an
1. Untuk keefektifan kalimat. Penggunaan konfiks marsi-/an ini dinilai penutur lebih efektif dari pada menggunakan
144 Universitas Sumatera Utara
BI, karena konfiks marsi-/-an ini langsung menyatakan makna „saling‟. 2. Faktor kebiasaan, karena kebiasaan penutur menggunakan konfiks marsi-/-an untuk menyatakan makna „saling‟, sehingga terbawa ke dalam tuturan BI dan dilekatkan pada leksikal BI. 3. Faktor tidak cukupnya kosa kata bahasa penerima. Dalam BI
tidak
memiliki
konfiks
yang
secara
detail
menggambarkan makna „saling‟, sehingga penutur Kota Padangsidimpuan memindahkan konfiks ini ke dalam tuturan BI. 5. Konfiks na+Ajd+-an
1. Untuk keefektifan kalimat. Penggunaan konfiks na+Ajd+-an ini dinilai penutur lebih efektif dari pada menggunakan BI, karena konfiks na+Ajd+-an ini langsung menyatakan makna „sangat‟, sehingga dalam kalimat tidak perlu lagi menggunakan kata sangat, sekali atau kata yang menyatakan „sangat‟lainnya 2. Faktor kebiasaan, karena kebiasaan penutur menggunakan konfiks na+Ajd+-an untuk menyatakan makna „sangat‟, sehingga terbawa ke dalam tuturan BI dan dilekatkan pada leksikal BI. 3. Faktor tidak cukupnya kosa kata bahasa penerima. Dalam BI tidak memiliki konfiks yang secara detail menggambarkan makna „sangat‟, sehingga penutur Kota Padangsidimpuan memindahkan konfiks ini ke dalam tuturan BI.
6. Reduplikasi
1. Interferensi partikel ini terjadi karena kebiasaan penutur yang menggunakan BAM dalam keseharian sehingga terbawa dalam tuturan BI dan digunakan dalam bentuk tuturan reduplikasi. 2. Interferensi terjadi karena kemampuan personal penutur. Kemampuan berbahasa penutur dalam menguasai kedua bahasa kurang sehingga menggunakan bentuk reduplikasi
145 Universitas Sumatera Utara
secara tidak tepat pada bahasanya. 2
Sintaksis
Intralinguistik 1. Penggunaan partikel BAM dirasa penutur tidak memiliki fungsi yang sama dengan dalam BI sehingga penutur memasukkan dan
1. Partikel do 2. Partikel ma 3. Partikel na 4. Partikel na…do 5. Klitik ni
menerjemahkan partikel BAM ke dalam tuturan BI dengan fungsi yang sama dengan BAM, diharapkan agar dapat menyampaikan sesuai dengan maksud dari penutur. 2. Interferensi partikel ini terjadi karena kebiasaan penutur yang menggunakan partikel-partikel BAM dalam keseharian sehingga terbawa dalam tuturan BI. 3. Eufenisme bahasa dan gaya bahasa. Penggunaan partikel BAM dirasa penutur lebih halus dan sopan sehingga tepat untuk mewakili maksud dari penutur agar tidak terjadi kesalahpahaman dari lawan bicara. 4. Penggunaan partikel ini berfungsi membentuk keakraban antara penutur dengan lawan bicara.
6. Partikel leh
1. Tidak cukupnya kosa kata bahasa penerima. Penggunaan
7. Partikel bo
partikel BAM dirasa penutur tidak memiliki padanan dalam BI
8. Partikel kele
sehingga memasukkan partikel bahasa
9. Partikel dabo 10. Partikel tong 11. Partikel da
2. Eufenisme bahasa sumber dan gaya bahasa. Penggunaan partikel BAM dirasa penutur lebih halus dan sopan sehingga tepat untuk mewakili maksud dari penutur.
12. Partikel puang
3. Penggunaan partikel ini berfungsi membentuk keakraban antara
13. Klitik ni
penutur dengan lawan bicara. 4. Interferensi sintaksis terjadi karena kebiasaan penutur yang menggunakan partikel-partikel BAM dalam keseharian sehingga terbawa dalam tuturan BI.
4
Interferensi Leksikal
Intralinguistik 1. Kemampuan berbahasa penutur. Interferensi yang terjadi
1. Verba 2. Nomina
dalam penggunaan leksikal BAM tergantung kepada kemampuan personal penutur. Sejauh ini kemampuan berbahasa penutur dalam menguasai kosa kata BI masih
146 Universitas Sumatera Utara
3. Adjektiva
kurang karena penutur lebih condong dan meguasai BAM.
4. Interjeksi
2. Leksikal tidak terdapat padanannya dalam BI. Interferensi leksikal terjadi kerena penutur merasa tidak mendapatkan padanan kata yang sesuai dengan kata BAM yang dimaksud dalam BI. 3. Kebiasaan penutur. Interferensi leksikal terjadi karena kebiasaan
penutur
yang
menggunakan
BAM
dalam
keseharian sehingga terbawa dalam tuturan BI. 4.
Menghilangnya
kata-kata
yang jarang digunakan.
Penggunaan kata-kata ini jarang dan digantikan oleh leksikal BAM sehingga kata ini tidak pernah digunakan oleh masyarakat di Kota Padangsidimpuan. Ekstralinguistik A. Faktor Individu 1. Faktor kebiasaan penutur dalam berbahasa menjadi faktor penyebab utama terjadinya interferensi terlihat dari banyak data yang dipengaruhi oleh kebiasaan penutur. Terbawanya kebiasaan dalam bahasa ibu (BAM) pada bahasa penerima (BI) yang sedang dipergunakan. 2. Kedwibahasawan penutur tidak sejajar. Hal ini berkaitan dengan kemampuan berbahasa penutur yang berbeda pada setiap pemakai bahasa. Kesulitan yang dihadapi oleh penutur dalam menggunakan bahasa kedua terjadi karena perbedaan tingkat penguasaan bahasa itu, penutur lebih menguasai BAM dari pada BI. Hal itu mengakibatkan dwibahasawan menggunakan unsurunsur BAM yang telah dikuasainya dalam tuturan BI. 3.
Tipisnya kesetiaan penutur bahasa BI cenderung akan
menimbulkan interferensi. Sikap penutur ini dapat terlihat dalam bentuk pengabaian kaidah BI yang digunakan dalam pengambilan unsur-unsur BAM yang dikuasainya secara tidak terkontrol. Akibatnya muncul berbagai bentuk interferensi dalam bahasa BI secara lisan.
147 Universitas Sumatera Utara
4. Faktor pendidikan mempengaruhi terjadinya interferensi bahasa. Semakin tinggi tingkat pendidikannya maka semakin sedikit melakukan interferensi. Hal ini dikarenakan penutur memperoleh
kemampuannya
berbahasa
BI di
lingkungan
pendidikan formal. 5.
Faktor pemilihan kata. Faktor ini bersifat individu karena
berkaitan dengan pilihan kata oleh penutur. Penutur akan memilih menggunakan bahasa yang dirasa sesuai untuk menwakili apa yang ingin diungkapkan atau menimbulkan efek seperti apa yang diinginkan penutur terhadap lawan biacaranya. 6. Faktor usia juga dapat menyebabkan terjadinya interferensi. Daya ingat seseorang sangat mempengaruhi frekuensi seseorang melakukan interferensi. Semakin tua usia seseorang, semakin besar juga melakukan interferensi karena penutur berusia tua biasanya lebih condong kepada BAM. B. Sosial Budaya 1. Masyarakat Kota Padangsidimpuan pada umumnya memiiki karakter yang sama dalam berbahasa. Kebudayaan penutur dalam berbahasa mempengaruhi bentuk pemilihan katanya. Salah satu yang menjadi masalah adalah faktor keterbatasan kosakata yang dimiliki oleh bahasa BI. Karena keterbatasan kosakata BI dalam mengungkapkan perasaan dan fikiran, sehingga menyebabkan penutur di Kota Padangsidimpuan memindahkan unsur BAM untuk mendapatkan kesan atau makna yang sesuai dengan apa yang ingin penutur ungkapkan. 2. Tipisnya kesetiaan pemakaian BI secara umum dalam masyarakat Kota Padangsidimpuan yang cenderung menimbulkan sikap pengabaian terhadap struktur kedua bahasa sehingga mengakibatkan interferensi. Salah satunya berkaitan dengan masalah unsur peminjaman atau pengambilan kosakata yang sudah memiliki padanan dalam BI. Penggunaan BAM yang memiliki padanan pada BI timbul karena sifat pemakai BAM yang dihubungkan dengan tipisnya ideologi tentang kesetiaan terhadap
148 Universitas Sumatera Utara
bahasa BI. 3. Berhubungan dengan kepentingan eufemisme yang dipengaruhi oleh budaya berbahasa yang lembut dan sopan di Kota Padangsidimpuan. 4. Interferensi BAM terjadi salah satunya untuk membentuk keakraban antara penutur dan lawan bicara. Dalam bermasyarakat, penutur memiliki hubungan sosial yang baik sehingga ketika berkomunikasi penutur memilih menggunakan kata atau unsur yang memberikan kesan keakraban. Hal ini diwujudkan penggunaan unsur-unsur partikel BAM yang memberikan kesan akrab antara penutur dan lawan bicaranya yang tidak terdapat dalam BI.
Tabel 4.6 Temuan Penelitian
149 Universitas Sumatera Utara
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan pemaparan analisis pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa interferensi BAM terhadap tuturan BI di Kota Padangsidimpuan meliputi interferensi fonologi, interferensi gramatikal dalam bidang sintaksis dan bidang morfologi serta interferensi leksikal. Interferensi fonologi meliputi interferensi intonasi BAM terhadap tuturan BI, asimilasi, penambahan fonem, perubahan fonem, penghilangan fonem. Interferensi gramatikal dalam bidang morfologi ialah: interferensi prefiks {par-}, konfiks {marsi-/-an}, sufiks {–an}, prefiks {mar-} pada nomina, numeralia, kata sapaan, dan konfiks na+Ajd+-an. Interferensi gramatikal dalam bidang sintaksis ialah: Interferensi partikel „do‟ pada kalimat berita; interferensi partikel „do‟ pada kalimat tanya, intereferensi partikel „ma‟ pada kalimat berita, perintah, dan tanya; interferensi partikel leh, bo, kele, dabo , tong, na, na..do, da, puang dan klitik ni. Interferensi leksikal meliputi adjektiva, verba, nomina, dan interjeksi. Faktor yang menyebabkan terjadinya interferensi BAM terhadap tuturan BI di Kota Padangsidimpuan meliputi faktor intralinguistik dan ekstralinguistik. Intralinguistik berkaitan dengan bahasa itu sendiri sedangkan ekstralinguistik meliputi faktor individu dan faktor sosial budaya. Faktor individu meliputi: 1. Faktor kebiasaan penutur dalam berbahasa menjadi faktor penyebab utama terjadinya interferensi terlihat dari banyak data yang dipengaruhi oleh kebiasaan penutur.
150 Universitas Sumatera Utara
2. Kedwibahasawan penutur tidak sejajar. Hal ini berkaitan dengan kemampuan berbahasa penutur yang berbeda pada setiap pemakai bahasa. Kesulitan yang dihadapi oleh penutur dalam menggunakan bahasa kedua terjadi karena perbedaan tingkat penguasaan bahasa itu, penutur lebih menguasai BAM dari pada BI. Hal itu mengakibatkan dwibahasawan menggunakan unsur-unsur BAM yang telah dikuasainya dalam tuturan BI. 3. Tipisnya kesetiaan penutur bahasa BI cenderung akan menimbulkan interferensi. Sikap penutur ini dapat terlihat dalam bentuk pengabaian kaidah BI yang digunakan dalam pengambilan unsur-unsur BAM. 4. Faktor pendidikan mempengaruhi terjadinya interferensi bahasa. 5. Faktor pemilihan kata. Faktor ini bersifat individu karena berkaitan dengan pilihan kata oleh penutur. 6. Faktor usia juga dapat menyebabkan terjadinya interferensi. Daya ingat seseorang
sangat
mempengaruhi
frekuensi
seseorang
melakukan
interferensi. Faktor sosial budaya meliputi: 1. Karakter dan ideologi masyarakat BAM masih mengedepankan norma kesopanan mempengaruhi penggunaan bahasa. Penutur BAM bersifat sopan, lembut, dan takut menyakiti perasaan pembicara, sehingga dalam tuturannya terdengar berlagu lembut ,merayu atau membujuk pembicara. Hal ini yang diterapkan dalam tuturan BI di Kota Padangsidimpuan sehingga terjadi interferensi.
151 Universitas Sumatera Utara
2. Tipisnya kesetiaan pemakaian BI secara umum dalam masyarakat Kota Padangsidimpuan yang cenderung menimbulkan sikap pengabaian terhadap struktur kedua bahasa sehingga mengakibatkan interferensi. 3. Berhubungan dengan kepentingan eufemisme gaya sopan dan prestise yang dipengaruhi oleh budaya berbahasa di Kota Padangsidimpuan. 4. Membentuk keakraban antar penutur. 5.2 Saran Selesainya penelitian interferensi BAM terhadap tuturan BI di Kota Padangsidimpuan tidak berarti penelitian terhadap interferensi terutama interferensi BAM dianggap tuntas. Interferensi BAM memiliki banyak fenomena bahasa yang dapat dikaji lebih mendalam ke depannya. Interferensi BAM dalam bidang fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikal dapat dikaji lebih luas dengan perpaduan berbagai teori dan diharapkan penelitian tentang interferensi bahasa BAM dapat lebih mendalam kedepannya.
152 Universitas Sumatera Utara