BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran Dalam Rencana Strategis Kota Bogor tahun 1999-2009 seperti yang tercantum dalam Perda No. 1 Tahun 2000 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah, fungsi Kota Bogor adalah : (1) Sebagai kota perdagangan, (2) Sebagai kota industri, (3). Sebagai kota permukiman, (4) Wisata ilmiah, dan (5) Kota pendidikan. Fungsi ini menentukan arah perkembangan kota Bogor dalam jangka pendek, menengah, dan panjang.
Fungsi pertama sampai ketiga memiliki
konsekuensi pembangunan kota Bogor yang mengakomodasi perdagangan, industri, dan pemukiman yang dicirikan dengan pesatnya pertumbuhan ketiga sektor ini, dengan tumbuh suburnya outlet-outlet perdagangan di sepanjang Jalan Pajajaran, pembangunan ruko-ruko baru di Loji, dan pembangunan pusat-pusat perbelanjaan. Dalam konteks pembangunan kota Bogor, kinerja pembangunan ekonomi kota ini didukung oleh dua sektor yaitu sektor formal dan sektor informal. Terdapat koneksi yang erat antara sektor informal dan formal, baik pada level ekonomi lokal, nasional maupun global melalui jejaring sub kontrak dan rantai komoditas (Brown, 2005). Namun demikian kedua sektor ini memiliki karakteristik berbeda sehingga perlakuan kebijakan terhadap kedua sektor inipun berbeda. Sektor informal perkotaan dicerminkan oleh Pedagang Kaki Lima (PKL) sebagai wajah utamanya. Scheneider (2002) menyatakan bahwa ekonomi informal adalah fenomena komplek, terdapat baik di negara maju maupun berkembang. Ekonomi informal sendiri mengalami pertumbuhan yang sangat cepat di negaranegara berkembang. Umumnya diyakini bahwa pertumbuhan sektor ini dipicu oleh meningkatnya pengangguran di negara-negara berkembang. Pertumbuhan sektor informal (PKL) di perkotaan memiliki dua sisi koin yang berbeda. Pada sisi koin positif, PKL mampu menjadi katup penyelamat ekonomi melalui kontribusinya dalam penyerapan tenaga kerja dan bila dikelola dapat
82 memberikan kontribusi signifikan terhadap pendapatan asli daerah. Pada sisi koin lainnya keberadaannya berada di ruang publik seperti badan-badan jalan dan trotoar dan tidak menyisakan cukup ruang bagi pejalan kaki. Kondisi ini menjadi perhatian publik karena menciptakan masalah kemacetan dan menghambat pergerakan orang di pedestrian, dan menciptakan lingkungan kotor dan kurang sehat. PKL yang menempati ruang dan jalan publik juga dapat menciptakan masalah sosial seperti hadirnya pencopet, pencuri, dan sebagainya. Situasi ini menciptakan masalah dalam pengelolaan, pembangunan dan merusak morfologi kota. Kedua sisi ini seharusnya dapat dikelola oleh pemerintah kota sehingga PKL dapat diakomodasi dan tidak bertentangan dengan konsep ruang urban sebagai place for people bagi seluruh warga kota. Dengan demikian diperlukan kajian PKL secara komprehensif untuk dapat merumuskan strategi penataan dan pemberdayaan yang tepat bagi keberadaan PKL. Studi komprehensif terhadap PKL di kota Bogor sebaiknya mencakup aspekaspek : (1) karakteristik pelaku PKL (demografis, usaha, pekerja dan kompensasi, keuangan,
permasalahan dan prospek), (2) Persepsi terhadap PKL (persepsi
Pemkot, toko pesaing, pemasok, dan masyarakat), (3) Kontribusi PKL terhadap ekonomi wilayah (faktor yang mempengaruhi pendapatan PKL), dan (4) Analisis kebijakan yang sudah ada dan implementasinya (Perda PKL, regulasi PKL, dan Keputusan Walikota tentang PKL). Untuk dapat menangkap aspek-aspek di atas, diperlukan alat analisis yang tepat. Karakteristik PKL dan persepsi dapat dianalisis secara deskriptif menggunakan persentase dan rata-rata. Kontribusi PKL terhadap ekonomi wilayah dapat dianalisis menggunakan analisis regresi dan deskriptif, sedangkan analisis kebijakan dapat dilakukan secara deskriptif.
Dengan alat-alat analisis ini
diharapkan didapatkan gambaran yang komprehensif terhadap PKL di kota Bogor. Hasil analisis di atas dapat dijadikan masukan dalam penyusunan strategi penataan dan pemberdayaan PKL di kota Bogor. Namun demikian, penyusunan strategi juga seyogyanya memperhatikan faktor internal dan eksternal yang berkembang di lingkungan pemerintah kota Bogor.
Analisis SWOT dapat
menangkap kedua faktor ini dan merumuskan strategi melalui matrik SWOT. Strategi yang dihasilkan dalam analisis SWOT standar bersifat subyektif karena
83 ditentukan oleh peneliti.. Dalam penelitian ini, pembobotan faktor-faktor analisis SWOT menggunakan teknik perbandingan berpasangan yang diakomodasi dari metode Analytical Hierarchy Process (AHP) berdasarkan opini berbagai pihak (wakil pemerintah kota, wakil dinas terkait, ahli dan pemerhati sektor informal dan akademisi). Kombinasi kedua metode ini sering disebut sebagai A’WOT dan dapat menurunkan aspek subyektivitas dalam penetapan strategi. Melaui metode ini diharapkan dapat dihasilkan strategi penataan dan pemberdayaan PKL yang pada gilirannya menghasilkan pembangunan perkotaan yang humanistik. Berdasarkan uraian di atas, kerangka pemikiran penelitian disusun sebagaimana pada Gambar 11. 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di kota Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposif sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian. Pertimbangannya adalah Bogor bersama-sama Tangerang, Bekasi, dan DKI Jakarta adalah bagian dari kawasan metropolitan Jakarta, konsentrasi urban terbesar di Indonesia. Ekonomi informal di Bogor tumbuh pesat selama beberapa tahun terakhir, khususnya karena kegagalan ekonomi formal dalam menyerap pengangguran dan yang belum bekerja (termasuk meningkatnya angkatan kerja baru). Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juni 2009 sampai bulan Juli 2011. Kegiatan yang dilakukan meliputi persiapan penelitian, pengumpulan data dan informasi, pengolahan data dan analisis data, serta penulisan dan konsultasi.
84 Visi dan Misi Kota Bogor
Sektor Formal
Sektor Informal (PKL)
Pembangunan Kota Bogor
Sisi Positif
Sisi Negatif Studi Komprehensif PKL
Karakteristik
Kontribusi terhadap ekonomi
- Demografis - Usaha - Pekerja dan kompensasi - Keuangan - Permasalahan dan prospek
- Faktor yang mempengaruhi pendapatan PKL - Kontribusi pendapatan terhadap pendidikan, kesehatan, lapangan kerja
Analisis deskriptif (persentase)
Analisis regresi berganda dan deskriptif
Faktor Eksternal e
Persepsi terhadap PKL - Persepsi Pemkot - Persepsi pesaing - Persepsi pemasok - Persepsi masyarakat
Analisis deskriptif (persentase)
Analisis AHP-SWOT Strategi Penataan dan Pemberdayaan PKL
Pembangunan kota yang humanistik Gambar 11 : Kerangka Pemikiran Konseptual
Analisis Kebijakan - Perda PKL - Regulasi - Keputusan Walikota
Analisis deskriptif
Faktor internal
85 3. 3. Jenis dan Sumber Data Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan penelitian survei, yaitu penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data utama. Menurut Durianto et al (2001), penelitian survei adalah metode penelitian deskriptif yaitu metode penelitian untuk membuat gambaran suatu kejadian. Metode survei dilakukan bila data yang dicari sebenarnya sudah ada di lapangan atau obyek penelitiannya telah jelas. Data yang digunakan terdiri dari data primer dan data sekunder, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif, yaitu: a.
Data Primer. Data primer diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan mengenai kondisi riil PKL dan hasil pengisian kuesioner dari responden penelitian. Data primer yang digunakan berupa pemberian kuesioner kepada subyek penelitian dengan wawancara secara intensif dan mendalam (in-depth interview).
b.
Data Sekunder. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait yaitu Kantor Pemerintah
Kota Bogor, Dinas Pasar, Dinas Tata Ruang, Dinas
Kependudukan, Dinas Perdagangan dan Perindustrian, dan pihak-pihak lain yang relevan dengan penelitian. Data sekunder yang digunakan berupa Kota Bogor dalam Angka, Statistik Ekonomi Keuangan Daerah Jawa Barat, dan data penunjang lainnya. Data/informasi yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh dengan beberapa cara di bawah ini : a.
Observasi, yaitu pengamatan kondisi lapangan secara langsung.
b.
Studi literatur, yaitu mendalami berbagai informasi penting seperti literatur dan teori yang berkaitan budaya kerja, organisasi, manajemen sumberdaya manusia, dan hasil-hasil penelitian terdahulu.
c.
Wawancara dan pengisian kuesioner, yaitu pengumpulan fakta dan data dengan cara melakukan wawancara dan pengisian kuesioner secara intensif dan mendalam, terstruktur dan sistematis. Data yang diperoleh selanjutnya dipergunakan untuk keperluan analisis
(data primer) dan sebagai rujukan atau penunjang (data sekunder). Sumber data, aspek penelitian dan kegunaannya disajikan dalam Tabel 12.
86 Tabel 12. Sumber Data, Aspek Penelitian dan Pokok (Analisis) Jenis data dan Informasi
Aspek Penelitian
Karakteristik responden
Karakteristik usaha
Primer
Pekerja dan kompensasi
Keuangan dan lainlain
Permasalahan dan prospek
Persepsi masyarakat, pesaing dan pemasok
Primer dan sekunder
Regresi linier dan berganda AHP-SWOT
Pokok (Analisis) Jenis kelamin, Umur, Status perkawinan, Pendidikan, Asal, Suku bangsa, Status dalam keluarga, Jumlah tanggungan Pendidikan tertinggi anggota keluarga Status kesehatan keluarga, Penerima BLT Usaha sebelum menjadi PKL Motivasi menjadi PKL Waktu dan Lama usaha Alasan pemilihan lokasi Pengelompokan usaha Jenis barang dagangan Jenis sarana usaha Luas lokasi dan status kebersihan Registrasi formal Jumlah tenaga kerja Jam kerja usaha Lama usaha dalam seminggu Karakteristik tenaga kerja Tunjangan bagi tenaga kerja Jumlah modal awal, modal kerja harian Pendapatan (omzet) harian Jenis pembukuan Sumber modal dan lama pengembalian Pembayaran tempat usaha Fluktuasi usaha Pengeluaran Penghasilan bersih dan konsumsi Kesulitan yang dihadapi PKL Bantuan yang diharapkan PKL Pemahaman terhadap kebijakan Bentuk penataan yang diharapkan Pembayaran yang diharapkan Persepsi ganguan usaha dan bentuk gangguan Persepsi penurunan omzet Persepsi manfaat Persepsi keberadaan PKL terhadap kepentingan umum Persepsi pengaturan PKL dan kebutuhan pengaturan Persepsi penggusuran Persepsi mekanisme penggusuran Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan PKL Pengaruh pendapatan terhadap tingkat pendidikan tertinggi, kesehatan dan konsumsi keluarga setiap tipologi PKL Identifikasi faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi PKL di kota Bogor
Sosial-ekonomi
Tingkat pendidikan, ekonomi, potensi ekonomi, sumbangan sektor informal terhadap PAD di lokasi penelitian
Sistem kebijakan
Peraturan perundang-undangan Rencana tata ruang wilayah Renstra Kota Bogor
Sekunder
87 3.4. Metode Pengambilan Sampel Populasi penelitian terdiri dari pelaku PKL, konsumen, masyarakat umum, toko pesaing, supplier (sektor formal) di kota Bogor. Untuk pelaku PKL, tipologi PKL yang dipilih adalah : 1.
Pasar malam (pedagang sayuran) yang berlokasi di sekitar Jl. Suryakancana dan Jl. Merdeka.
2.
Pasar kuliner (pedagang makanan) yang berlokasi di Jl. Pajajaran, Pasar Anyar, dan Jembatan Merah.
3.
Pasar tumpah (pedagang macam-macam kebutuhan) yang berlokasi di sekitar Pasar Bogor, Jl. Pedati, sekitar Pasar Anyar, Jl. Dewi Sartika, Jl. Nyi Raja Permas, Jl. Sawo Jajar, dan Jl. Pabrik Gas. Populasi pelaku PKL di kota Bogor menurut catatan Dinas Perindustrian,
Perdagangan dan Koperasi Kota Bogor tahun 2005 adalah 6 239 PKL. Mengingat bahwa data terbaru mengenai jumlah PKL, baik secara keseluruhan maupun per lokasi belum tersedia, maka matode pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling terhadap masing-masing tipologi PKL terpilih
dengan
mempertimbangkan berbagai karakteristik yang hampir sama sehingga mewakili PKL dan responden yang ada. Pertanyaan atau wawancara dilakukan kepada berbagai pihak seperti terlihat pada Tabel 13. Tabel 13. Responden Penelitian No.
Populasi
1. 2. 3. 4. 5.
Pelaku PKL Konsumen Masyarakat umum (non pengguna) Toko pesaing Supplier (sektor formal) Jumlah
Pasar malam 40 10 5 3 2 60
Tipologi (orang) Pasar Pasar kuliner tumpah 40 40 10 10 5 5 3 3 2 2 60 60
Jumlah 120 30 15 9 6 180
Untuk responden pakar, penarikan sampel dilakukan terhadap pihak pemerintah kota Bogor (wakil dari Bappeda, Satpol PP, Disperindagkop, Dispenda, Dinas Pasar), praktisi sektor informal, dan ahli sektor informal. Data dari responden ini akan digunakan dalam merumuskan kebijakan untuk analisis AHP SWOT. Pemilihan responden dalam AHP dilakukan berdasarkan teknik
88 purposive sampling dengan pertimbangan bahwa responden adalah pelaku, baik individu atau lembaga yang dianggap mengerti permasalahan yang terjadi dan mempunyai kemampuan dalam pembuatan kebijakan atau memberi masukan kepada para pengambil kebijakan yaitu pemerintah, non pemerintah, perguruan tinggi, dan masyarakat. Rincian responen pakar dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Responden Penelitian untuk Analisis AHP SWOT No.
Responden
Jumlah (orang)
1.
Pemda • Bappeda • Satpol PP • Disperindagkop • Dispenda • Dinas Pasar Praktisi sektor informal Ahli sektor informal (universitas) LSM Jumlah
10 2 2 2 2 2 2 2 2 16
2. 3. 4.
3. 5. Metode Analisis Data Data yang diperoleh berupa data kualitatif, selanjutnya ditranskripsikan secara tertulis. Setelah proses transkripsi selesai maka data tersebut dianalisis. 3.5.1. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif dilakukan untuk melihat latar belakang tumbuhnya PKL, faktor yang mempengaruhi pendapatan PKL, peranan PKL dalam pembangunan kota Bogor, persepsi dari pihak-pihak yang secara langsung dan tidak langsung terlibat dengan PKL, kebijakan yang ada atau sudah dilakukan dalam penanganan PKL, meliputi dasar kebijakan, model kebijakan, dan proses
sebelum kebijakan
tersebut diimplemetasikan atau dilaksanakan serta hasilnya. 3.5.2. Analisis Persentase Karakteristik demografis, ekonomis, potensi dan prospek PKL dianalisis dengan menggunakan metode persentase dan rata-rata. digunakan adalah sebagai berikut :
Rumus umum yang
89
3.5.3. Analisis Regresi Model regresi yang digunakan dalam menganalisis penelitian ini adalah model regresi linier berganda, karena melibatkan peubah dummy (Juanda 2009). Analisis regresi dilakukan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan PKL dan peranan pendapatan tersebut terhadap kesejahteraan PKL. Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan PKL, model regresi yang digunakan sebagai berikut: Yi = β0 + β1 X1i + β2 X2i + β 3 X3i + β4 X4i + β5 X5i+ β6 X6+ β7 X7i + β8 X8i +
β9 X9i + β10 X10i + β11D1i + β12D2i+ β13D3i + β14D4i + β15D5i + ei Dimana: Yi X 1i X 2i X 3i X 4i X 5i X 6i X 7i X 8i X 9i X 10i D 1i D 2i
= = = = = = = = = = = = =
D 3i D 4i D 5i
= = =
ei
=
Pendapatan PKL ke-i (Rp/bulan) Omzet PKL ke-i (Rp/ bulan) Jam kerja PKL ke-i (jam/hari) Modal awal/investasi PKL ke-i (Rp) Jumlah lapak/tempat usaha PKL ke-i Modal kerja PKL ke-i (Rp/hari) Retribusi/pungutan resmi PKL ke-i (Rp/hari) Pungutan tidak resmi PKL ke-i (Rp/hari) Upah tenaga kerja PKL ke-i (Rp/hari) Biaya-biaya internal PKL ke-i (Rp/hari) Lama usaha pada jenis usaha yang bersangkutan PKL ke-i (tahun) Jenis usaha PKL ke-i (pasar sayur malam, pasar kuliner, pasar tumpah) Nilai lokasi (strategis, tidak strategis), diindikasikan dengan adatidaknya kerumunan orang atau dekat-tidaknya dengan pasar Jenis kelamin (laki-laki, perempuan) Asal pedagang (Bogor, luar Bogor) Kebersihan (bersih, kotor), mempengaruhi keinginan konsumen untuk membeli error standard. ke- i
Pendapatan PKL secara tidak langsung berpengaruh pada pembangunan wilayah kota Bogor melalui peningkatan kesejahteraan keluarga PKL. Dalam hal ini pendapatan PKL akan secara langsung mempengaruhi kesejahteraan PKL yang tercermin dari pendidikan tertinggi yang dicapai anggota keluarga PKL, kesehatan, dan konsumsi. Untuk menganalisis peran PKL terhadap perekonomian wilayah, model regresi yang digunakan sebagai berikut:
90 Z i = β 0 + β 1 Y i, Dimana: Zi = Kesejahteraan PKL (pendidikan, kesehatan dan konsumsi responden ke i) Y i = Pendapatan PKL ke i Variabel-variabel yang digunakan dalam kedua model tersebut adalah sebagai berikut : 1. Variabel-variabel
dalam
menganalisis
faktor-faktor
yang
mempengaruhi pendapatan PKL : Pendapatan PKL (Y i )
Adalah pendapatan yang diterima pelaku usaha PKL
ke-i
yang
merupakan
selisih
antara
penerimaan yang diperoleh dengan biaya untuk menghasilkan barang atau jasa usaha tersebut. Pendapatan dinyatakan dalam rupiah per bulan yang dihitung dengan cara mengalikan pendapataan harian kali 30 hari kerja dalam satu bulan. Omzet (X 1i )
Adalah rata-rata hasil penjualan barang atau jasa PKL ke-i yang dinyatakan dalam rupiah per bulan, dihitung dengan cara mengalikan omzet penjualan harian kali 30 hari kerja dalam satu bulan.
Jam kerja (X 2i )
Adalah banyaknya jam kerja PKL ke-i
yang
digunakan untuk melakukan usaha, dinyatakan dalam jam per hari. Modal awal/investasi (X 3i )
adalah uang dan atau nilai barang dan peralatan yang digunakan PKL ke-i untuk memulai usaha yang dinyatakan dalam rupiah.
Jumlah lapak/tempat usaha (X 4i )
Adalah jumlah tempat berusaha dalam satu lokasi yang digunakan untuk melakukan usaha PKL ke-i, dinyatakan dalam satuan unit dengan tidak melihat luasnya.
Modal kerja (X 5i )
Adalah rata-rata jumlah uang dan atau nilai barang yang disediakan PKL ke-i untuk memulai usaha, dinyatakan dalam rupiah per hari.
91 Retribusi/pungutan resmi (X 6i )
Adalah pungutan-pungutan resmi yang dilakukan oleh dinas-dinas terkait kepada PKL ke-i karena berusaha di lokasi tersebut dan jumlah nilainya masuk dalam kas daerah, dinyatakan dalam rupiah per hari.
Pungutan tidak resmi (X 7i )
adalah pungutan-pungutan yang dilakukan oleh oknum-oknum (preman, jasa keamanan, dan lainlain) kepada PKL ke-i karena berusaha sebagai PKL di lokasi tersebut, dinyatakan dalam rupiah per hari.
Upah tenaga kerja (X 8i )
Adalah rata-rata biaya yang dikeluarkan
untuk
upah tenaga kerja yang membantu PKL ke-i dalam usaha, yang besarnya dinyatakan dalam rupiah per hari. Biaya-biaya internal (X 9i )
Adalah biaya-biaya yang harus dikeluarkan PKL ke-i, terkait dengan aktivitas usahanya seperti biaya transportasi, makan, penyewaan peralatan, listrik dan sebagainya, dinyatakan dalam rupiah per hari.
Lama usaha (X 10i )
Adalah lamanya berusaha (pengalaman usaha) pada jenis usaha yang bersangkutan dari PKL ke-i, dinyatakan dalm satuan tahun.
Jenis usaha (D 1i )
Adalah barang dagangan yang dijual oleh pelaku PKL ke-i, dinyatakan dengan skor sebagai berikut: 3 = Usaha kuliner. 2 = Pasar sayur malam 1 = Pasar tumpah menjual barang dan jasa macammacam (heterogen).
Nilai lokasi (D 2i )
Adalah nilai tempat berusaha PKL ke-i
yang
dibedakan menjadi strategis dan tidak strategis dengan kreteria ada-tidaknya kerumunan orang atau dekat-tidaknya dengan pasar atau lokasi keramaian seperti mall, terminal, dan sebagainya:
92 1 = Lokasi strategis 0 = Lokasi kurang strategis Adalah jenis kelamin pelaku PKL ke-i:
Jenis kelamin (D 3i )
1 = Laki-laki 0 = Perempuan Adalah daerah atau kota asal PKL ke-i:
Asal pedagang (D 4i )
1 = Luar Bogor 0 = Bogor Adalah kondisi kebersihan tempat uaha PKL ke-i:
Kebersihan (D 5i )
1 = Bersih 0 = Kotor
2. Variabel-variabel
dalam
menganalisis
peranan
PKL
terhadap
pembangunan kota Bogor : Kesejahteraan PKL (Z i `)
Adalah ukuran-ukuran yang mengidentifikasikan pada peningkatan kesejahteraan, minimal pada
tingkat
pendidikan, kesehatan, dan konsumsi keluarga. Pendapataan PKL (Y i )
Adalah pendapatan PKL ke-i.
Untuk melihat nyata-tidaknya peranan keragaman peubah penjelas terhadap keragaman peubah endogen dilakukan pengujian hipotesis secara statistik. Hipotesis ini dirumuskan sebagai berikut: H 0 : β 1 = β 2 = ….. = β k = 0 H 1 : Minimal ada satu nilai β j yang tidak sama dengan nol: j = 1, 2, 3 …, k Pengujian peranan keragaman peubah penjelas secara bersama-sama terhadap keragaman peubah endogen dilakukan dengan statistik uji-F, yaitu:
Jumlah kuadrat tengah regresi / k FHitung = Jumlah kuadrat tengah sisa / (n – k – 1 )
93 Bila: F hitung > Fα (k, n-k-1) ………………………… Tolak H 0 F hitung ≤ Fα (k, n-k-1) ………………………… Terima H 0 Dimana: K = Jumlah peubah penjelas n = Jumlah contoh ά =Taraf nyata 3.5.4. Analisis AHP SWOT Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities dan Threats) menjadi salah satu alat analisis paling populer dalam perencanaan strategik. Analisis ini muncul pada tahun 1960-an (Learned et al. 1965), dan dipopulerkan oleh Weihrich (1982). Alat ini digunakan untuk analisis situasi internal dan eksternal, yang selanjutnya mendukung perumusan strategi yang dapat menyelesaikan situasi tersebut. Analisis SWOT adalah alat analisis yang banyak diaplikasikan dalam analisis lingkungan internal dan eksternal untuk mendapatkan pendekatan sistematis bagi suatu situasi keputusan strategik.
Faktor internal dan eksternal yang sangat
penting bagi masa depan usaha disebut sebagai faktor strategik. Dalam SWOT faktor-faktor ini (disebut sebagai faktor-faktor SWOT) dikelompokkan menjadi empat kategori yang disebut sebagai grup SWOT yaitu : kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats). Tujuan utama penggunaan SWOT dalam proses perencanaan strategikadalah membangun dan mengadopsi strategi yang dihasilkan dari kecocokan antara faktor-faktor internal dan eksternal. SWOT juga dapat digunakan jika alternatif strategi tibatiba muncul dan konteks keputusan yang relevan dengan aternatif tersebut sudah dianalisis (Kangas et al. 2001). Jika digunakan dengan benar, analisis SWOT dapat menjadi dasar yang baik untuk merumuskan strategi. Analisis SWOT juga dapat digunakan lebih efisien dibandingkan penggunaan lazimnya (McDonald, 1993). Ketika menggunakan SWOT, analisnya lemah dalam hal
kemungkinan
penilaian komprehensif terhadap situasi pembuatan keputusan strategis karena pada level ini hanya menunjuk pada faktor tertentu. Eskpresi setiap faktor seringkali sangat umum dan ringkas (Hill and Westbrook, 1997). Lebih lanjut,
94 SWOT juga tidak memiliki cara analitik dalam menetapkan arti penting faktor atau menilai alternatif keputusan terkait dengan faktor tersebut. Jika digunakan secara individual, SWOT adalah analisis kualitatif yang dibuat dalam proses perencanaan berdasarkan kemampuan dan keahlian orang yang terlibat dalam proses tersebut. Hasil analisis SWOT seringkali hanya merupakan daftar atau uji kualitatif yang tidak lengkap terhadap faktor-faktor internal dan eksternal. Inilah mengapa SWOT seringkali disebut sebagai So WOT (Kangas et al. 2001) Ide dalam mengkombinasikan AHP (Saaty, 1977, 1980) dalam kerangka kerja SWOT adalah agar dapat secara sistematis mengevaluasi faktor-faktor SWOT dan membuatnya dapat terukur terkait dengan intensitasnya (Kurttila et al. 2000). Kualitas AHP dipandang dapat menjadi karakteristik yang berguna dalam analisis SWOT. Nilai tambah dari analisis SWOT diperoleh dengan melakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparisons) antara faktor-faktor SWOT dan selanjutnya menganalisisnya menggunakan teknik nilai eigen (eigen value) seperti yang diaplikasikan dalam AHP. SWOT dapat menjadi kerangka dasar untuk melakukan analisis situasi keputusan dan AHP akan membuat SWOT lebih analitik. Metode hibrid ini sering disebut sebagai A'WOT (Kangas et al. 2001). Setelah melakukan perbandingan informasi kuantitatif yang berguna, dapat diperoleh situasi pembuatan keputusan. Berdasarkan perbandingan faktor-faktor SWOT dan grupnya maka dapat dianalisis apakah suatu kelemahan tertentu lebih membutuhkan perhatian dibandingkan kelemahan lainnya atau apakah ancaman terhadap perusahaan di masa datang lebih besar dibandingkan peluangnya (Kurttila et al. 2000). Di sisi lain, A'WOT membuat alternatif pilihan dapat dievaluasi untuk masing-masing faktor SWOT dan setiap grup SWOT (Pesonen et al. 2000). Jika arti penting dari berbagai grup SWOT sudah ditetapkan, alternatif pilihan dapat diprioritaskan terkait dengan situasi pilihan strategik secara keseluruhan. Dalam konteks penelitian ini, untuk merumuskan strategi pemberdayaan khususnya bagi PKL di kota Bogor dilakukan menggunakan kombinasi SWOT dan AHP. Matrik SWOT digunakan untuk memformulasikan berbagai alternatif pilihan strategi dalam pengelolaan PKL di Bogor.
95 Metode hibrid A’WOT dilakukan menggunakan tahapan-tahapan seperti yang dikemukakan oleh Kangas et al. (2001) dimana terdapat 5 tahapan dalam mengkombinasikan kedua metode tersebut. Tahapan-tahapan ini dijelaskan sebagai berikut: (i) Melakukan Analisis SWOT Analisis SWOT dapat dipahami sebagai pengkajian kekuatan dan kelemahan internal suatu organisasi serta peluang dan ancaman lingkungan eksternal. Alat umum digunakan dalam tahap awal pembuatan kebijakan perencanaan strategik untuk beragam jenis aplikasi. Jika diaplikasikan dengan benar, keputusan strategi yang baik dapat diperoleh. Secara skematis analisis SWOT disajikan pada Gambar 12. KELEMAHAN
PELUANG ANCAMAN
KEKUATAN
ANALISIS SWOT Gambar 12. Analisis SWOT Sumber : Flouris dan Yilmaz (2010)
Proses awal yang harus dilakukan dalam pembuatan analisis SWOT adalah pengambilan data yaitu evaluasi faktor internal dan eksternal. Dalam penelitian ini, pengambilan data internal dan eksternal pengelolan PKL di kota Bogor dilakukan dengan wawancara dan pengisian kuesioner dari responden pakar dan stakeholder. Dalam hal ini peneliti mendaftar faktor internal kunci (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal kunci (peluang dan ancaman) yang disebutkan atau diidentifikasikan dari responden (Marimin, 2004) ke dalam matrik internal dan eksternal. (ii) Melakukan Perbandingan Berpasangan Antar Faktor-faktor SWOT yang Dilakukan Secara Terpisah dalam Setiap Grup SWOT Data yang didapatkan dimasukkan dalam matrik internal dan eksternal untuk dilakukan pembobotan. Matrik internal dan eksternal berisi daftar faktor internal
96 dan eksternal kunci yang didapatkan pada tahap pengumpulan data.
Contoh
matrik internal dan eksternal disajikan pada Tabel 15. Tabel 15. Matrik Internal dan Eksternal Faktor Rating
Skor
Faktor Internal (kekuatan – kelemahan) 1. Kekuatan (Strengths) S1 S2 S3 S4 …. Total 2. Kelemahan (Weaknesses) W1 W2 W3 W4 …. Total Faktor Eksternal (peluang – ancaman) 3. Peluang (Opportunities) O1 O2 O3 O4 …. Total 4. Ancaman (Threats) T1 T2 T3 T4 …. Total Sumber : Marimin (2004)
Dari daftar faktor internal dan eksternal tersebut dilakukan pembobotan faktorfaktor kunci. Tujuannya adalah mensistematiskan masalah dan menyelesaikannya pada berbagai level dan beragam aspek. Skala yang digunakan adalah skala Likert 1, 2, ..., 9 untuk menunjukkan perbandingan dari semua bobot sehingga membentuk suatu matrik. Skala perbandingan berpasangan yang dikembangkan oleh Saaty (1993) disajikan pada Tabel 16.
97
Tabel 16. Skala Perbandingan Berpasangan Nilai Kepentingan 1
3
5
7
9
2,4,6,8
Kebalikan
Definisi
Penjelasan
Kedua elemen sama pentingnya Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yang lainnya Elemen yang satu lebih penting daripada elemen yang lainnya Satu elemen jelas lebih penting daripada elemen yang lainnya Satu elemen mutlak lebih penting daripada elemen yang lainnya
Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuan Pengalaman dan penilaian sedikit menyokong satu elemen dibanding elemen lainnya Pengalaman dan penilaian dengan kuat menyokong satu elemen dibanding elemen lainnya Satu elemen yang kuat disokong dan dominan terlihat dalam kenyataan Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen lain memiliki tingkat penegasan tertinggi menguatkan Nilai ini diberikan bila ada dua komponen di antara dua pilihan
Nilai-nilai di antara dan pertimbangan yang berdekatan Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktifitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibanding dengan i
Sumber : Saaty (1993)
Data yang didapatkan dari masing-masing responden ahli disebut sebagai Matrik Pendapat Individu (MPI). Contoh formulasi matrik pendapat individu disajikan pada Tabel 17. Tabel 17. Matrik Pendapat Individu (MPI) G C1 C2 …. Cn
C1 a 11
C2 a 12 a 22
……. …… …… a ....
Keterangan : G = Faktor internal atau eksternal; C = Faktor ke-n Sumber : Diadopsi dari Chang, Huang (2005)
Cn a 1n a 2n ….. A nn
98 Dalam hal ini C 1 , C 2 , …, Cn adalah set elemen faktor kunci dalam SWOT dan G adalah grup SWOT.
Kuantifikasi pendapat dari hasil komparasi
berpasangan membentuk matrik n x n. Nilai a ij
merupakan nilai matrik
pendapat hasil komparasi yang mencerminkan nilai kepentingan C i terhadap C j. Mengingat bahwa terdapat beberapa responden dengan respon penilaian yang berbeda, maka matrik pendapat individu ini perlu digabungkan sehingga akan dihasilkan apa yang disebut sebagai Matrik Pendapat Gabungan (MPG). MPG merupakan matrik baru yang elemen-elemennya (
) berasal dari rata-rata
geometrik elemen matrik pendapat individu yang nilai rasio
konsistensinya
(CR) memenuhi syarat. Matrik ini selanjutnya digunakan untuk mengukur tingkat konsistensi serta vektor prioritas dari elemen-elemen hirarki yang mewakili semua responden. MPG ini didapatkan dengan menggunakan formulasi sebagai berikut :
Dimana
= MPG baris ke-i kolom ke-j dan m adalah jumlah MPI (atau a ij
adalah matrik pendapat individu). Jika
menggunakan
AHP
untuk
menentukan
bobot
kriteria
dalam
perbandingan berpasangan maka harus membentuk matrik perbandingan berpasangan (A). Dalam struktur hirarki ini, faktor untuk setiap level ditandai sebagai A 1 , A 2 , ..., An. Berdasarkan indek dari level di atas, bobot faktor w 1 ,w 2 , ..., w n ditentukan. Arti penting relatif a i dan a j ditunjukkan sebagai a ij . Matrik perbandingan berpasangan dari faktor A1 , A 2 , ..., A n adalah A = [a ij ] sedangkan elemen-elemennya ditunjukkan dalam formula :
Dalam martik ini, berpandingan berpasangan dari elemen a ij = 1/a ij dan dengan demikian jika i = j, a ij = 1. Nilai w i bervariasi antara 1 sampai 9 (Tabel skala penilian).
99
Setelah dilakukan berbandingan berpasangan pada MPG,
pengolahan
berikutnya adalah mencari vektor antara (VA) dan vektor prioritas (VP). Vektor priotitas inilah yang disebut sebagai bobot. Contoh formulasi matrik pendapat gabungan, VA, dan VE disajikan pada Tabel 18. Tabel 18. Perbandingan berpasangan pada (MPG), VA, dan VP (bobot) G C1 C2 ……. Cn a 11 a 12 …… a 1n C1 a 21 A 22 …… a 2n C2 …… …… a .... ….. …. a n1 An2 …… A nn Cn
Matrik
Pendapat
Gabungan
VA VP (bobot) VAC 1 VPC 1 VAC 2 VPC 2 …. …. VACn VPCn Jumlah VA tot Rumus yang digunakan dalam menghitung VA dan VP adalah sebagai
berikut :
Dan
Saaty (1993) menyatakan bahwa nilai eigen maksimum (λ max) dapat dihitung menggunakan formulasi sebagai berikut :
Jika
A adalah matrik yang konsisten, eigen vector w dapat dihitung
menggunakan rumus : (A − λ max I)w = 0 dimana λ max adalah eigen value maksimum dari matrik A, w adalah vektor bobot, dan I adalah matrik identitas.
100 Untuk menentukan indek konsistensi suatu matrik, dilakukan uji konsistensi. Konsistensi
logis
menunjukan
intensitas
relasi antara pendapat
yang
didasarkan pada suatu kriteria tertentu dan saling membenarkan secara logis. Tingkat konsistensi menunjukkan suatu pendapat mempunyai nilai yang sesuai dengan pengelompokan elemen pada hirarki. Tingkat konsistensi juga menunjukan tingkat akurasi suatu pendapat terhadap elemen-elemen pada suatu tingkat hirarki. Untuk mengetahui indeks konsistensi (CI) digunakan formulasi sebagai berikut :
Dimana: λmax = Nilai eigen value dan n = jumlah yang dibandingkan Untuk
mengetahui
konsistensi
secara
menyeluruh
dari
berbagai
pertimbangan dapat diukur dari nilai Ratio Konsistensi (CR). Nilai CR adalah perbandingan antara CI dengan Random Index (RI), dimana nilai RI telah ditentukan seperti terlihat pada Tabel 19.
Tabel 19. Nilai Random Index (RI) n
RI
n
RI
n
RI
n
RI
n
RI
1
0.00
2
0.00
3
0.52
4
0.89
5
1.11
6
1.25
7
1.35
8
1.40
9
1.45
10
1.49
Sumber : Saaty dan Vargas (1994)
Pengolahan yang terkait dengan perbandingan berpasangan ini dilakukan menggunakan software expert choice ver 9.0 atau menggunakan MS Excell. Dalam penelitian ini, program MS Excell dipilih karena kesederhanaannya dan penggunaan metode AHP tidak melibatkan penggunaan level hirarki. (iii) Penyusunan Alternatif Strategi Menggunakan Matrik SWOT Setelah didapatkan bobot yang konsisten dari setiap faktor kunci, baik untuk faktor internal dan eksternal, langkah berikutnya adalah menyusun alternatif strategi berdasarkan kesesuaian terbaik dari faktor-faktor tersebut. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities) suatu kegiatan umum secara bersamaan
101 dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Matrik analisis SWOT disajikan pada Tabel 20. Tabel 20. Matrik Analisis SWOT Faktor Internal Strenghts (Kekuatan) S1 S2 S3 S4 … Faktor Eksternal Sn Opportunity (Peluang) O1 O2 Strategi S – 0 O3 O4 … On Threats (Ancaman) T1 T2 Strategi S – T T3 T4 … Tn
Weaknesses (Kelemahan) W1 W2 W3 W4 … Wn
Strategi W - P
Strategi W - T
Sumber : Pearce and Robinson, 1997
Dalam matrik ini dihasilkan empat alternatif strategi (SO, ST, WO, WT). Hasil pembobotan dari setiap faktor SWOT menggunakan metode perbandingan berpasangan di atas dimasukkan ke dalam tabel pembobotan seperti yang disajikan pada Tabel 21. Tabel 21. Pembobotan Tiap Unsur SWOT Kekuatan Bobot Peluang Bobot Kelemahan S1 P1 W1 S2 P2 W2 S3 P3 W3 S.. P.. W.. Sn Pn Wn
Bobot Ancaman Bobot T1 T2 T3 T.. Tn
102 Alternatif strategi pada matriks hasil analisis SWOT dihasilkan dari penggunaan unsur-unsur kekuatan untuk mendapatkan peluang yang ada (SO), penggunaan kekuatan yang ada untuk menghadapi ancaman yang akan datang (ST), pengurangan kelemahan yang ada dengan memanfaatkan peluang yang ada (WO) dari pengurangan kelemahan yang ada untuk menghadapi ancaman yang akan datang (WT). Penjumlahan dari bobot faktor SWOT dilakukan terhadap keterkaitan faktor-faktor SWOT, seperti disajikan pada Tabel 22. Tabel 22. Ranking Alternatif Strategi Faktor SWOT Strategi SO SO 1 SO 2 SO… SO n Strategi ST ST 1 ST 2 ST… ST n Strategi WO WO 1 WO 2 WO… WO n Strategi WT WT 1 WT 2 WT… WT n
Keterkaitan
Bobot
Prioritas
S 1 , S 2 ,..,S n, O 1 ,O 2 ,..,O n
Penggunan teknik AHP masih menjadi perdebatan teoritis. Perbandingan berpasangan adalah yang paling banyak diperdebatkan. Fenomena ini masih belum dapat diselesaikan dan mungkin tidak pernah terselesaikan karena agregasi preferensi yang ditransformasikan dari skala dengan unit berbeda tidak mudah diinterpretasikan dan cukup dapat dipertanyakan (Roy, 1996). Asumsi independensi kriteria (tidak ada korelasi) juga menjadi kelemahan AHP (dan metode pengambilan keputusan kriteria majemuk lainnya). Analytic Network Process (ANP), yang merupakan generalisasi AHP dengan umpan balik untuk menyesuaikan bobot, bisa jadi menjadi penyelesaian (Saaty and Takizawa, 1986).
103 3.6. Definisi Operasional Untuk menyamakan persepsi maka perlu dikemukakan definisi operasional dari beberapa istilah yang dipergunakaan dalam penelitian ini, antara lain : •
Konsumen adalah bagian masyarakat yang pernah, suka, ataupun sering berbelanja pada PKL.
•
Masyarakat non pengguna adalah bagian masyarakat yang tidak pernah berbelanja pada PKL.
•
Masyarakat umum adalah masyarakat secara keseluruhan, baik konsumen ataupun masyarakat non pengguna.
•
Pasar kuliner adalah para PKL yang berjualan bermacam-macam makanan dan menempati lokasi secara bersama-sama di tempat tertentu dan biasanya berjualan mulai sore hari sampai menjelang pagi hari.
•
Pasar sayur malam adalah para PKL yang berjualan sayur-mayur serta bermacam-macam keperluan dapur atau keperluan untuk masak-memasak dan menempati lokasi secara bersama-sama di tempat tertentu dan biasanya berjualan mulai malam hari sampai pagi hari.
•
Pasar tumpah adalah para PKL yang berjualan bermacam-macam barang dan jasa atau peralatan-peralatan kecil kebutuhan rumah tangga sehari-hari dan kebutuhan-kebutuhandan lain, yang menempati lokasi secara bersama-sama, di tempat tertentu sekitar pasar tradisional resmi yang diremajakan dan biasanya kebanyakan mereka berasal dari pedagang pasar lama yang tergusur karena tidak mampu membeli kios-kios di pasar yang baru atau sebab lain, dan biasanya berjualan mulai pagi hari sampai sore hari.
•
Pelaku PKL adalah orang yang berusaha mencari nafkah dengan menggunakan bahu jalan atau badan jalan atau ruang-ruang publik untuk tempat usahanya dengan lokasi yang tetap (tidak berkeliling).
•
Pemberdayaan PKL adalah usaha pemerintah kota atau lembaga-lembaga lain untuk meningkatkan kemampuan modal dan sumber daya lainnya dari PKL dengan cara yang benar dan manusiawi, bertujuan agar suatu saat mereka mampu menjadi pengusaha formal yang tidak menggunakan lokasi ruang publik lagi untuk tempat usahanya.
104 •
Penataan PKL adalah usaha pemerintah kota atau lembaga-lembaga lain untuk menata atau mengatur tata letak tempat usaha PKL dengan tujuan menghilangkan kesan-kesan negatif atas keberadaan PKL.
•
Toko pesaing adalah mereka yang berusaha di tempat formal (tidak menggunakan ruang publik), menjual atau memproduksi barang atau jasa yang sama ataupun berbeda dengan PKL, tetapi tempat tersebut menjadi terhalang oleh keberadaan PKL.
•
Pungutan liar adalah pembayaran yang dilakukan oleh PKL kepada oknum atau orang atau kelompok orang yang tidak jelas peruntukannya dan tidak ada dalam peraturan resmi dari instansi terkait, atau pembayaran yang dilakukan bukan karena adanya transaksi jual-beli atau sewa-menyewa atas pemilikan dan atau penggunaan suatu barang tertentu.
3.7.
Keterbatasan Penelitian Penelitian PKL di suatu perkotaan adalah sangat kompleks karena
melibatkan banyak stakeholder, membutuhkan banyak biaya, waktu dan tenaga. Dengan demikian, penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yaitu: 1.
Hanya menggunakan tiga tipologi sebagai pewakil PKL sehingga tidak sepenuhnya dapat mewakili semua tipologi PKL yang ada di kota Bogor.
2.
Terbatasnya ruang kota dan dana pembangunan perkotaan yang membatasi opsi-opsi strategisnya yang dapat dirumuskan.
3.
Ketidaktersediaan database PKL terbaru sehingga informasi jumlah dan sebaran PKL di kota Bogor masih tidak konklusif
4.
Kompleknya permasalahan PKL karena melibatkan banyak stakeholder dan banyak kepentingan yang pada gilirannya membatasi penyelesaian masalah PKL.