BAB III METODE PENELITIAN A.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di LSM WALHI Yogyakarta, pemilihan ini dilakukan karena
WALHI sendiri adalah salah satu LSM yang memiliki perhatian di bidang lingkungan yang besar juga tertua. WALHI sendiri sudah hadir di Yogyakarta pada tahun 1986, berselang 6 tahun dari berdirinya WALHI pusat yang berdiri pada tahun 1980. WALHI memiliki sistem keanggotaan yang terdiri dari komunitas pecinta alam dari setiap universitas di Yogyakarta, juga komunitaskomunitas peduli lingkungan lainnya.
Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan di mulai pada
25 November sampai 25 Januari 2016.
B.
Jenis Penelitian Kajian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan pilihan pendekatan studi kasus,
dengan jenis studi kasus intrinsik. Menurut jenis studi kasus ini bukan karena kasus tersebut mewakili kasus-kasus lain atau menggambarkan sifat atau problem tertentu, namun karena dalam seluruh aspek kekhususan dan kesederhanannya, kasus ini sendiri menarik minat peneliti. Keunikan dalam kasus yang diteliti oleh penulis ini adalah terletak pada pergerakan WALHI yang merata dan massif di bandingkan dengan LSM berbasis lingkungan lainnya di Yogyakarta, juga bentuk dari pergerakannya yang melibatkan semua lapisan masyarakat Yogyakarta, yang pada akhirnya menimbulkan kesadaran juga partisipasi masyarakat Yogyakarta dalam kegiatankegiatan berbasis lingkungan. Stake (dalam Denzin. N. K dan Lincoln Y, 2009:301) Menurut Moleong penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bertujuan untuk memahami fenomena mengenai segala sesuatu yang dialami oleh subyek penelitian. Penelitian kualitatif tertarik untuk menyelidik subyek penelitian untuk berpikir dan bertindak menurut cara mereka dan bukan cara peneliti. Kehadiran peneliti tidak mempengaruhi cara berpikir dan bertindak subyek penelitian sehingga dalam mengumpulkan data dilakukan secara informal. Subyek diusahakan tidak menyadari bahwa dirinya sedang di wawancara. Metode penelitian studi kasus adalah salah satu metode penelitian ilmu-ilmu sosial dan mempunyai strategi yang lebih cocok bila pertanyaan penelitian berkenaan dengan how atau why, bila peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa yang
akan diselidiki dan bilamana fokus penelitiannya terletak pada fenomena kontemporer (masa kini) di dalam konteks kehidupan nyata (Yin, 2013: 1). Menurut Robert K. Yin secara umum, studi kasus dapat diartikan sebagai metode atau strategi penelitian dan sekaligus hasil suatu penelitian pada kasus tertentu. Dalam mainstream ilmu-ilmu sosial yang kini berkembang periset umumnya lebih menekankan bahwa studi kasus merupakan suatu pendekatan untuk mempelajari, menerangkan, atau menginterpretasi suatu “kasus‟ dalam konteksnya yang alamiah tanpa adanya intervensi pihak luar. Dalam ragam studi kasus, kecenderungan yang paling menonjol adalah upaya untuk menyoroti suatu keputusan atau seperangkat keputusan, yakni mengapa keputusan itu diambil, bagaimana ia diterapkan, dan apa pula hasilnya(Yin 2013:1),. Studi kasus juga dapat dilihat dari jumlah atau besaran kasus yang tercakup dalam proses pengkajian. Menurut Mooney, studi kasus dapat dibedakan ke dalam empat macam pengembangan yang terkait dengan model analisisnya, yaitu: kasus tunggal dengan single level analysis; kasus tunggal dengan multi-level analysis; kasus jamak dengan single level analysis; dan kasus jamak dengan multi-level analysis (dalam Yin 2013:2). Studi kasus tunggal dengan single level analysis digunakan untuk menyoroti perilaku individu atau kelompok individu dengan satu masalah penting. Sedangkan studi kasus tunggal dengan multi-level analysis dimaksudkan untuk menyoroti perilaku individu atau kelompok individu dengan berbagai tingkatan masalah penting. Studi kasus jamak dengan single level analysis adalah studi kasus yang menyoroti perilaku kehidupan dari kelompok individu dengan satu masalah penting. Dan studi kasus jamak dengan multi-level analysis adalah studi kasus yang menyoroti perilaku kehidupan dari kelompok individu dengan berbagai tingkatan masalah penting. Disamping itu, studi kasus yang baik harus dilakukan secara langsung dalam kehidupan sebenarnya dari kasus yang diselidiki. Walaupun demikian, data studi kasus dapat diperoleh tidak saja dari kasus yang diteliti, tetapi juga dapat diperoleh dari semua pihak yang mengetahui dan mengenal kasus tersebut dengan baik. Sedangkan menurut Stake (dalam Denzin. N. K dan Lincoln Y, 2009 : 313) untuk menggunakan pendekatan studi kasus maka yang terpenting adalah untuk, pertama, membingkai kasus dan mengonseptualisasikan objek penelitian, kedua memilih fenomena, menentukan tema atau isu yang menjadi fokus riset, ketiga, melacak pola-pola data untuk memperkaya isu-isu
dalam penelitian, empat, menggunakan teknik triangulasi untuk hasil observasi dan landasan interpretasi, kelima, menghadirkan alternatif penafsiran, dan terakhir merumuskan pernyataan sikap atau generalisasi. Data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Hal itu disebabkan oleh adanya penerapan metode kualitatif. Selain itu, semua yang dikumpulkan berkemungkinan
menjadi kunci terhadap
apa yang sudah diteliti.
Pertimbangan penulis
menggunakan penelitian kualitatif ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Lexy J. Moleong (2005) yakni: a. Menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda b. Metode ini secara tidak langsung hakikat hubungan antara peneliti dan responden c. Metode ini lebih peka dan menyesuaikan diri dengan manajemen pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai yang dihadapi
C. Sumber Data 1. Data Primer Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari hasil wawancara dengan informan yang berperan aktif dengan objek penelitian yang dikaji, antara lain; Staf eksekutif WALHI Yogyakarta, Anggota WALHI Yogyakarta dan masyarakat yang tengah dibantu oleh WALHI Yogyakarta yaitu masyarakat Karangwuni, Caturtunggal, Depok. 2. Data Sekunder Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini barasal dari buku sebagai referensi, jurnal, internet, dan juga dokumen-dokumen kegiatan dari WALHI Yogyakarta, seperti dokumen pelatihan, dokumen Restra advokasi tahun 2016. Ditambah dokumen dari kegiatan perlawanan warga Karangwuni seperti dokumen RTRW Jalan Kaliurang. D. Teknik Pengumpulan Data 1. Observasi
Observasi adalah teknik pengumpulan data yang bersifat nonverbal. Sekalipun dasar utama daripada metode obsevasi adalah penggunaan indera visual, tetapi dapat juga melibatkan indera-indera lain seperti pendengaran, rabaan, dan penciuman (Slamet 2006: 85-86). Teknik pengumpulan data melalui proses pengamatan langsung pada obyek yang menjadi tema penelitian untuk membuktikan situasi nyata dengan data sekunder yang diperoleh. Menurut Patton tujuan observasi adalah mendeskripsikan setting yang dipelajari, aktivitasaktivitas yang berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam aktivitas, dan makna kejadian di lihat dari perspektif mereka yang terlihat dalam kejadian yang diamati tersebut. Menurut Patton salah satu hal yang penting, namun sering dilupakan dalam observasi adalah mengamati hal yang tidak terjadi. Dengan demikian Patton menyatakan bahwa hasil observasi menjadi data penting karena, peneliti akan mendapatkan pemahaman lebih baik tentang konteks dalam hal yang diteliti akan atau terjadi. Observasi memungkinkan peneliti untuk bersikap terbuka, berorientasi pada penemuan dari pada pembuktian dan mempertahankan pilihan untuk mendekati masalah secara induktif. Observasi memungkinkan peneliti melihat hal-hal yang oleh subjek penelitian sendiri kurang disadari. Observasi memungkinkan peneliti memperoleh data tentang hal-hal yang karena berbagai sebab tidak diungkapkan oleh subjek penelitian secara terbuka dalam wawancara. Observasi memungkinkan peneliti merefleksikan dan bersikap introspektif terhadap penelitian yang dilakukan. Impresi dan perasan pengamatan akan menjadi bagian dari data yang pada gilirannya dapat dimanfaatkan untuk memahami fenomena yang diteliti. (Poerwandari, 1998)
2. Wawancara Mendalam Wawancara (interview) adalah pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan secara langsung oleh pewawancara (pengumpul data) kepada responden, dan jawaban-jawaban responden dicatat atau direkam dengan alat perekam (tape recorder). Teknik wawancara dapat digunakan pada responden yang buta huruf atau tidak terbiasa membaca dan menulis, termasuk anak-anak. menurut Mulyana (2010) wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seorang lainya dengan mengajukan pertanyaan. sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Kegiatan penelitian ini dilakukan dengan jenis wawancara melalui in-depht interviewing atau wawancara mendalam.
Peneliti melakukan kegiatan wawancara terhadap subjek penelitian, yaitu dengan menggali secara mendalam tentang fokus masalah yang diteliti. Setelah melakukan kegiatan observasi atau mengamati, peneliti mencari beberapa informan, kemudian melakukan interaksi dengan memunculkan dialog tanya-jawab terhadap beberapa informan, baik secara formal (melalui FGD) maupun secara informal (kondisi santai). Daftar pertanyaan untuk wawancara disebut sebagai interview schedule. Sedangkan catatan garis besar tentang pokok-pokok yang akan ditanyakan disebut sebagai pedoman wawancara (interview guide). Dalam wawancara, peranan pewawancara untuk memperoleh kerja sama dengan responden sangat penting. Jenis teknik wawancara yang digunakan adalah teknik wawancara tidak terstruktur. Dimana pewawancara boleh saja mengajukan pertanyaan secara meloncat-loncat dari waktu kewaktu yang lain, atau dari topik yang satu ke topik yang lainnya karena bentuk wawacara yang tidak terstruktur ini memungkinkan pihak yang diwawancarai untuk mendefinisikan dirinya sendiri dan lingkungannya, untuk menggunakan istilah yang mereka pahami sendiri mengenai fenomena yang tengah diteliti, dan pewawancara ikut menyelam kedalam dunia psikologis dan sosial pihak yang diwawancarai agar dapat mengerti dengan baik maksud dan pemahaman informan (Slamet, 2006: 105). Kerlinger (2000:56) menyebutkan tiga hal yang menjadi kekuatan metode wawancara: a.
Mampu mendeteksi kadar pengertian subjek terhadap pertanyaan yang diajukan. Jika mereka tidak mengerti bisa diantisipasi oleh interviewer dengan memberikan penjelasan.
b.
Fleksibel, pelaksanaanya dapat disesuaikan dengan masing- masing individu.
c.
Menjadi satu-satunya hal yang dapat dilakukan disaat tehnik lain sudah tidak dapat dilakukan.
3. Dokumentasi Dokumentasi yang akan digunakan berupa foto aktifitas WALHI Yogyakarta dalam melaksanakan gerakannya serta dokumen-dokumen WALHI Yogyakarta. Alat yang digunakan guna mendokumentasikan kegiatan wawancara dengan menggunakan telefon genggam.
E. Teknik Pemilihan Informan Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Judgement atau Purposive, yaitu siapa yang diambil sebagai anggota sampel diserahkan pada pertimbangan pengumpul data yang menurut dia sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian agar mendapat data yang maksimal (Arikunto, 2006:139) Sampel yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah,
pengurus
WALHI Yogyakarta yang terlibat aktif dalam gerakan sosial cinta lingkungan. Kriteria yang dipilih sendiri untuk dijadikan informan dari pengurus WALHI sendiri adalah berdasarkan jabatan di WALHI. Sedangkan informan dari masyarakat adalah berdasarkan keterlibatan dalam kegiatan advokasi WALHI Yogyakarta.
F. Validitas Data Untuk menguji keabsahan data yang telah terkumpul, peneliti menggunakan teknik triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data, untuk keperluan pengecekan atau sebagai bahan pembanding terhadap data itu (Moeloeng, 2006 : 330). Penelitian ini menggunakan validitas data dengan teknik triangulasi sumber. Triangulasi sumber dalam penelitian ini dipilih karena teknik ini memanfaatkan jenis sumber data yang sejenis dan penekanannya pada perbedaan sumber data, bukanlah pada teknik pengumpulan data atau yang lain. Peneliti bisa memperoleh data dari informan yang beragam dari berbagai klasifikasi tertentu dengan teknik wawancara mendalam, sehingga informasi dari informan
yang satu dapat dibandingkan dengan informasi dari informan yang lainnya.
Kemudian, data dalam penelitian ini dapat dikonfrontirkan dengan data lain yang ada, baik dalam literasi lain sesuai dengan fokus penelitian
G. Teknik Analisis Data Data yang muncul di dalam penelitian kualitatif berwujud rangkaian kata-kata, bukan rangkaian angka-angka. Data tersebut mungkin dikumpulkan melalui beraneka ragam cara, misalnya dari hasil wawancara, hasil obervasi, dokumen, yang kemudian diproses sebelum siap digunakan. Menurut Miles dan Huberman (1992:15) yang dimaksud dengan analisis data
penelitian kualitatif terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu: reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan. 1. Reduksi Data Diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar‟ yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan.
Reduksi
data
berlangsung
terus
menerus
selama
kegiatan
penelitian
berlangsung di lapangan. Bahkan sebelum data benar-benar terkumpul, antisipasi akan adanya reduksi data sudah nampak. Selama pengumpulan data berlangsung, terjadi tahapan reduksi berikutnya yaitu membuat ringkasan, mengkode, menelusur tema, membuat gugus-gugus, membuat pemilihan data, menulis memo. Reduksi data ini berlanjut terus sesudah penelitian dilapangan, sampai laporan akhir lengkap tersusun. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasikan data dengan cara sedemikian rupa hingga kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi. 2. Penyajian Data Alur penting yang kedua dari kegiatan analisis adalah penyajian data. Penyajian yang paling sering digunakan pada masa lalu adalah bentuk teks naratif. Dalam penelitian kita mendapatkan data yang amat banyak. Data tersebut amatlah tidak praktis bila kita sajikan semuanya. Teks tersebut kadang kala masih terpencar, tidak stimultan, tersusun kurang
baik,
kesimpulan
dan
yang
kadangkala
gegabah,
berlebih-lebihan.
menyingkirkan
Peneliti
tidak
hal-hal yang tidak
boleh perlu,
mengambil mengadakan
pembobotan, menyeleksi.
3. Penarikan Simpulan dan Verifikasi Kegiatan analisis yang ketiga adalah menarik kesimpulan dan verifikasi. Dari permulaan pengumpulan data, seorang penganalisis kualitatif mulai mencari arti bendabenda,
mencatat
keteraturan,
pola-pola,
penjelasan,
konfigurasi-konfigurasi
yang
mungkin, alur sebab akibat, dan proposisi. Peneliti yang berkompeten akan menanggani kesimpulan-kesimpulan itu dengan longgar, tetap terbuka dan skeptis. Penarikan kesimpulan adalah hanya sebagian dari konfigurasi yang utuh. Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung, yaitu dengan
cara merefleksi kembali apa yang telah kembali ditemukan serta bertukar pikiran dengan teman sejawat untuk memperoleh kebenaran “intersubjektif‟. Singkatnya, makna-makna yang muncul harus di uji kebenarannya, kekokohannya, kecocokannya, yakni yang merupakan validitasnya. Tiga jenis kegiatan analisis dan kegiatan pengumpulan data itu merupakan suatu proses yang interaktif. Peneliti harus siap bergerak diantara empat “sumbu” kumparan itu selama pengumpulan data, selanjutnya bergerak bolak-balik diantara kegiatan reduksi data, penyajian, penarikan kesimpulan/verifikasi.
Gambar III. 1 Komponen-Komponen Analisis Data Model Interaktif Sumber : Miles dan Huberman, 1992:20
H. Profil Informan Dalam penelitian ini dipilih 5 informan yang terbagi dalam tiga kategori, yaitu pengurus WALHI Yogyakarta (staf eksekutif), anggota WALHI Yogyakarta dan masyarakat yang dibantu oleh WALHI Yogyakarta. Adapun informan yang dijadikan sebagai sumber informasi dalam penelitian ini adalah : 1. Pengurus WALHI Yogyakarta a. Mas Halik Sandera Mas Halik Sandera adalah direktur WALHI Yogyakarta pada pada periode 2013-2017, beliau berasal dari Madura, namun kini telah menikah dan tinggal di Wonogiri, beliau memiliki seorang anak yang baru dilahirkan pada September 2015
lalu,
sebagai direktur beliau berperan penuh dalam
kepengurusan WALHI Yogyakarta, dan juga pergerakan yang dilakukan WALHI Yogyakarta selama periode 2013-2017. Dengan ciri khasnya yang selalu tenang dan lembut membuat suasana di WALHI Yogyakarta menjadi hangat dan penuh rasa kekeluargaan. b. Mbak Dini Mbak Dini adalah admin keuangan periode 2016, dia baru menjadi pengurus WALHI Yogyakarta pada Oktober 2015 menggantikan admin keuangan sebelumnya yang melanjutkan studi. Mbak Dini ini adalah satu-satunya perempuan dalam pengurusan WALHI Yogyakarta tahun ini, namun ini tidak membuatnya
menjadi
minder.
Dia
adalah
mahasiswa
lulusan
UIN
Yogyakarta yang baru lulus pada tahun 2015 namun telah beperan aktif di WALHI semenjak tardaftar dalam MAPALSKA UIN yang merupakan anggota WALHI Yogyakarta.
2. Anggota WALHI Yogyakarta a. Mas Riyan Mas Riyan adalah salah satu anggota WALHI Yogyakarta yang berasal dari MAPALSKA UIN Yogyakarta, dia adalah mahasiswa jurusan pendidikan BK, dan telah lulus pada oktober 2015. Lebih sering disebut Brindil karena dulu memiliki rambut kribo yang menjadi ciri khasnya.
Dia telah berperan
aktif dan kini tinggal di kantor WALHI Yogyakarta. Selain berperan aktif di WALHI Yogyakarta, Mas Riyan beserta teman-temanya memiliki usaha sablon kaos juga pembuatan baju, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. b. Mas Ardi Mas Ardi adalah anggota WALHI Yogyakarta yang juga berasal dari MAPALSKA UIN Yogyakarta, meskipun pendiam Mas Ardi dikenal paling baik dan murah hati karena sering membelikan makan bagi para staf. Mas Ardi berasal dari jurusan Pengembangan Masyarakat dan kini masih melanjutkan studinya di UIN Yogyakarta, bersama Mas Riyan mereka berdua melakukan bisnis penyablonan bersama, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. dia telah berperan aktif di WALHI Yogyakarta sejak terdaftar sebagai anggota MAPALSKA. 3. Masyarakat a. Bu Tety Bu Tety adalah ibu rumah tangga dan wiraswasta di daerah Karangwuni RT 01. Beliau sekarang menjabat sebagai sekertaris dan juga ketua pelaksana di lapangan dalam pergerakan warga Karangwuni melawan Uttara. Beliau kini menjadi ujung tombak pergerakan karena ketua dari perlawanan ini tengah melakukan studi lanjut di luar negeri. Ibu dua anak ini terlihat lebih muda dari umurnya, juga terlihat sangat fasih dalam berbicara, karena sebelum menikah beliau pernah bekerja di ITB di bagian publikasi Lembaga Penelitian.