BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat deskriptif, yaitu untuk mengetahui kualitas udara dan keluhan kesehatan yang berkaitan dengan saluran pernafasan pada pekerja batubara di PLTU Labuhan Angin Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2017. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di PLTU Labuhan Angin Kabupaten Tapanuli Tengah. Adapun alasan penulis memilih lokasi tersebut untuk melakukan penelitian adalah karena : 1. PLTU Labuhan Angin pada tahap operasionalnya menghasilkan emisi udara yang berdampak pada penurunan kualitas udara. 2. Adanya pekerja yang bekerja di PLTU Labuhan Angin Kabupaten Tapanuli Tengah yang setiap hari berada pada kawasan tersebut. 3. Belum pernah dilakukan penelitian tentang analisis kualitas udara yang berkaitan dengan saluran pernafasan pada pekerja di PLTU Labuhan Angin. 3.2.2 Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus tahun 2016 sampai April tahun 2017
Universitas Sumatera Utara
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi Penelitian Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pekerja dengan jumlah pekerja sebanyak 156 pekerja
yang bekerja di kawasan PLTU Labuhan Angin
Kabupaten Tapanuli Tengah. 3.3.2 Sampel Penelitian Adapun sampel dalam penelitian ini adalah sebagian pekerja pada bagian coal dan ash di PLTU Labuhan Angin. Perhitungan besar sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus Yamane (1967) dikutip dari buku Notoadmodjo tahun 2005 sebagai berikut :
𝑛𝑛 =
Dengan :
𝑁𝑁
1+𝑁𝑁(𝑑𝑑)2
N : Jumlah populasi N : Jumlah sampel d : Tingkat Kepercayaan yang diinginkan 0,1 𝑛𝑛 =
𝑛𝑛 =
156 1 + 156(0,1)2
156 1 + 156(0,01)
𝑛𝑛 =
156 1 + 1,56
𝑛𝑛 =
156 2,56
𝑛𝑛 = 61
Sehingga dari perhitungan besar sampel di atas maka diperoleh sampel penelitian ini sebanyak 61 pekerja di PLTU Labuhan Angin Kabupaten Tapanuli Tengah dengan teknik pengambilan sampelnya menggunakan teknik quota sampling. 3.4 Titik Pengambilan Sampel Udara Emisi Titik pengambilan sampel udara emisi dapat dilakukan pada sumber emisinya, yaitu: pada bagian cerobong dari PLTU Labuhan Angin. Bagian
Universitas Sumatera Utara
Cerobong yang dimaksud adalah cerobong yang berukuran delapan kali diameter bawah atau dua kali diameter atas dan bebas dari gangguan aliran seperti bengkokan, ekspansi, atau penyusutan aliran di dalam cerobong.
Lubang pengambilan sampel Gambar 4. Titik Pengambilan sampel udara emisi
Keterangan :
2(dD) d+D
D : Diameter dalam cerobong bawah d : Diameter dalam cerobong atas De : Diameter Ekuivalen 3.5 Metode Pengumpulan Data 3.5.1 Data Primer Data primer yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dengan melakukan observasi lapangan, pengukuran Total partikulat, SO2 dan NO2 dengan menggunakan alat CEMS (Continous Emission Monitoring System) serta wawancara kepada pekerja atau karyawan di bidang lingkungan dengan
Universitas Sumatera Utara
bantuan kuesioner untuk mengetahui keluhan kesehatan yang berkaitan dengan saluran pernafasan pada pekerja PLTU Labuhan Angin. 3.5.2 Data Sekunder Data sekunder diperoleh dengan mengumpulkan semua data – data dari perusahaan, BAPEDAL Tapanuli Tengah, peraturan menteri lingkungan hidup, buku dan jurnal yang berhubungan dengan analisis kualitas udara dan keluhan kesehatan yang berkaitan dengan saluran penafasan pada pekerja di PLTU Labuhan Angin. 3.6 Parameter dan Subjek Penelitian 3.6.1 Parameter Penelitian Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah Total partikulat, Sulfur dioksida (SO2), Nitrogen dioksida (NO2) dan Karbonmonoksida (CO) dengan pertimbangan tingginya kadar emisi gas yang dihasilkan oleh PLTU Labuhan Angin. 3.6.2 Subjek Penelitian Subjek yang diamati dalam penelitian ini adalah : 1. Pekerja atau karyawan yang bekerja di PLTU Labuhan Angin Kabupaten Tapanuli Tengah untuk mengetahui keluhan kesehatan yang dirasakan oleh para pekerja. 2. Kualitas udara yang pengukurannya dilakukan pada cerobong dengan menggunakan CEMS. Lokasi CEMS pada cerobong minimal delapan kali diameter cerobong dari gangguan bawah dan dua kali diameter dari ujung atas cerobong. Alasannya bahwa cerobong merupakan sumber emisi yang tidak bergerak sehingga harus diamati kadar dari setiap emisi yang dilepaskan ke udara ambient, agar tidak menimbulkan dampak bagi kesehatan para pekerja di PLTU Labuhan Angin.
Universitas Sumatera Utara
3.7 Definisi Operasional 1. Emisi adalah sisa hasil pembakaran bahan bakar di dalam mesin pembakaran dalam, mesin pembakaran luar, mesin jet yang dikeluarkan melalui sistem pembuangan mesin. 2. Memenuhi Baku Mutu adalah sesuainya kadar suatu zat denga batas kadar yang diperkenankan bagi zat atau bahan pencemar terdapat di lingkungan dengan tidak menimbulkan gangguan terhadap makhluk hidup. 3. Tidak Memenuhi Baku Mutu adalah ketidaksesuaian suatu zat dengan batas kadar yang diperkenankan bagi zat atau bahan pencemar terdapat di lingkungan serta dapat menimbulkan gangguan terhadap makhluk hidup. 4. Total partikulat adalah nama umum untuk sejumlah partikel padat kecil dengan diameter 500 mikrometer. 5. Sulfur Dioksida adalah ikatan yang tidak stabil dan sangat reaktif terhadap gas lain, tidak berwarna, bau yang tajam, sangat mengiritasi, tidak terbakar dan tidak meledak. 6. Nitrogen dioksida adalah senyawa kimia yang memiliki rumus NO2, berwarna merah – ungu – kecokelatan, bau yang menyengat, toksik, korosif dan menyerap banyak cahaya. 7. Umur adalah usia pekerja yang dimulai sejak lahir sampai dengan waktu penelitian ini, data diperoleh dari hasil pengisian kuesioner. 8. Jenis Kelamin yang dimaksud adalah jenis kelamin pekerja berupa laki – laki dan perempuan yang bekerja di PLTU Labuhan Angin
Universitas Sumatera Utara
9. Masa Kerja yang dimaksud adalah waktu mulai bekerja di PLTU Labuhan Angin sampai waktu penelitian yang dihitung dalam tahun. 10. Jumlah Jam Kerja yang dimaksud adalah lamanya bekerja dalam satu hari dihitung dalam hitungan jam. 11. Keluhan gangguan saluran pernafasan berdasarkan yang dirasakan oleh responden . 3.8 Aspek Pengukuran 1.
Pengukuran kadar Total partikulat, SO2 dan NO2 yang merupakan emisi dari PLTU Labuhan Angin dengan menggunakan alat CEMS (Continous Emission Monitoring System), pengukuran dilakukan pada cerobong tepatnya pada lubang pengambilan sampel.
2.
Hasil pengukuran tersebut dapat dibandingkan dengan baku mutu emisi sumber tidak bergerak bagi usaha dan/atau kegiatan pembangkit tenaga listrik termal
menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 21
tahun 2008. 3.
Keluhan kesehatan pada pekerja di PLTU Labuhan Angin Kabupaten Tapanuli Tengah dapat diketahui dengan menggunakan kuesioner.
3.9 Cara Kerja Alat Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah CEMS (Continous Emission Monitoring System). CEMS tersebut terdiri dari 2 alat, yaitu MIR 9000 dan DURAG. Model Environnement S.A MIR 9000 dapat mengukur kadar emisi berupa SO2, NO2 dan CO sedangkann alat pengukur lainnya yaitu DURAG dapat mengukur kadar emisi berupa Total partikulat. CEMS (Continous Emission Monitoring System) adalah seperangkat peralatan yang berfungsi untuk menganalisa konsentrasi polutan yang diemisikan ke udara
Universitas Sumatera Utara
ambient oleh pembangkit listrik tenaga uap dan untuk menentukan kuantitas kadar suatu parameter emisi atau laju aliran melalui pengukuran secara periodik yang digunakan secara in-situ di dalam cerobong maupun. Cara kerja alat ini sebagai berikut : g.
CEMS (Contious Emission Monitoring System) metode NDIR (Non Dispersive Infrared) yang memanfaatkan radiasi sinar infrared untuk pengukuran Sedangkan O2 menggunakan sensor eksternal.
h.
Pastikan CEMS dalam posisi ON untuk digunakan.
i.
CEMS diintegrasikan pada sebuah controler berupa data logger.
j.
Controler dihubungkan dengan sebuah komputer / PC
k.
Controler akan menyajikan hasil pemantauan emisi dan melakukan auto kalibrasi gas analyzer.
l.
Baca angka dan grafik pada monitor dan catat hasilnya.`
3.10 Metode Analisis Data Data pengukuran kualitas udara berupa kadar debu, SO2 dan NO2 yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dengan membandingakan hasil pengukuran yang diperoleh dengan peraturan menteri lingkungan hidup No. 21 tahun 2008 tentang Baku mutu emisi sumber tidak bergerak bagi usaha/ kegiatan pembangkit tenaga listrik termal dan melakukan wawancara terhadap para pekerja tentang keluhan kesehatan yang berkaitan dengan saluran pernafasan pekerja menggunakan kuesioner.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Pembangkit Listrik Tenaga Uap Labuhan Angin Kabupaten Tapanuli Tengah Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) labuhan angin terletak di Teluk Tapian Nauli, Desa Tapian Nauli, Kecamatan Tapian Nauli, kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara, dengan kapasitas sebesar 2 x 115 MW. Energi listrik yang dihasilkan digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi listrik digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi listrik di Provinsi Sumatera Utara umumnya dan terkhusus untuk Kabupaten Tapanuli Tengah. Kawasan PLTU Labuhan Angin berada pada suatu daerah dengan morfologi landal yang dibentuk oleh batu gamping dan batu gamping berongga pada daerah yang menjorok ke arah laut. Lahan yang membatasi PLTU Labuhan Angin adalah sebagai berikut : -
Sebelah utara berbatasan dengan lokasi rencana dermaga pelabuhan pendaratan ikan
-
Sebelah timur berbatasan dengan Teluk Tapian Nauli
-
Sebelah selatan berbatasan dengan tanah hak pakai Nomor 10/1995 Dep Hankam RI (TNI – AL)
-
Sebalah barat berbatasan dengan hutan alami Berdasarkan hasil laporan studi pra kelayakan PLTU Labuhan Angin pada
tahun 2002, maka ditetapkan di Desa Tapian Nauli 1 sebagai lokasi PLTU
Universitas Sumatera Utara
dengan koordinat lokasi 01037’15” - 01044’18” LU dan 980 44’ 25” – 980 50’05” BT. Lokasi PLTU Labuhan Angin seluas ± 50 ha yang terdiri atas : -
Semak / rawa – rawa seluas 25 ha
-
Hutan sekunder seluas 20 ha
-
Mangrove seluas 5 ha.
4.2 Sumber Batubara PLTU Labuhan Angin Bahan bakar yang digunakan oleh PLTU Labuhan Angin adalah batubara dengan kalor antara 3800 – 4800 Kcal / kg kondisi diterima (AR). Kebutuhan batubara untuk PLTU Labuhan Angin tersebut diperkirakan sebesar 912.000 ton per tahun atau sekitar 2500 ton per hari. Daerah Tapanuli Tengah dan Tapanuli Selatan diindikasikan adanya cadangan batubara, namun sampai saat ini kepastian cadangan batubara tersebut belum diketahui secara tepat karena belum terpetakan secara rinci. Analisa batubara untuk keperluan desain PLTU Labuhan Angin dengan menggunakan nilai rata-rata dari sumber yang tersedia adalah sebagai berikut: Tabel 4.1 Sumber Batubara PLTU Labuhan Angin Senyawa Kadar Carbon 46 – 52 % Hydrogen 3,5 – 5 % Nitrogen 0,8 – 1,1 % Sulphur 0,8 – 1,4 % Oxygen 10 – 20 % Total sulphur 0,8 – 1,4 % Nilai kalori 4200 – 4600 Kcal / kg Sumber : KA – ANDAL PLTU Labuhan Angin, 2003
Universitas Sumatera Utara
4.3
Sistem Pengelolaan Gas Pada PLTU Sistem Pembakaran Sistem pembakaran PLTU Labuhan Angin ini menggunakan ketel dengan
batubara yang digiling, tekanan subkritis, sirkulasi terkendali dan tarikan angin seimbang (balance draft) dan unit tipe drum. Panas yang diperoleh dari hasil pembakaran batubara tersebut digunakan untuk memanaskana air ketel, untuk menghasilkan uap panas. Uap dari ketel tersebut dialirkan ke turbin uap yang akan menghasilkan tenaga listrik sebesar 230 MW. Ketel dilengkapi dengan pulverizer (penggiling), kipas aliran isap (Induced Draft Fran), pemanas udara dan sistem pembuang abu dasar. Sistem ini dirancang untuk membakar campuran batubara berkadar sulfur rendah, batubara setengah muda (Sub bituminous) dan atau batubara bituminous. Ketel ini dirancang untuk beroperasi dengan batubara pada beban kira – kira 30 % sampai pada kondisi satu silo, pulverizer dan sistem pengumpan tidak berfungsi. Sistem ini dapat beroperasi dengan terus – menerus pada satu pemanas air pengisi yang bersuhu tinggi. Disamping itu, terdapat pula sebuah pemanas cadangan apabila pemanas pertama tidak berfungsi. Bahan bakar minyak (solar) digunakan untuk start up. Bahan bakar minyak dialirkan melalui pipa bahan bakar. Bahan bakar minyak digunakan untuk menyulut api pada start up dan melumasi nyala api awal dengan menggunakan alat penyulut api (KA – ANDAL PLTU Labuhan Angin, 2003).
Universitas Sumatera Utara
4.4
Kualitas Udara Kadar kualitas udara emisi di PLTU Labuhan Angin yang diukur pada
tanggal 12 maret 2017. Titik pengambilan sampel dilakukan pada cerobong, dimana cerobong merupakan sumber emisi tidak bergerak. Pengukuran kualitas udara emisi dilakukan pada keadaan cuaca yang cerah. Adapun hasil pengukuran kualitas udara emisi di PLTU Labuhan Angin dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Kualitas Udara di PLTU Labuhan Angin Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2017 Lokasi
Parameter yang dipantau
Cerobong Total Titik partikulat koordinat NO2 stack SO2 N: CO 0 1 75.19’2 6” ; E: 98073.12’ 89” Keterangan :
Satuan
Alat pengukuran
Konsentrasi rata - rata
112,02
Syarat baku mutu emisi 150
mg/m3
DURAG
mg/m3 mg/m3 mg/m3
MIR 9000 MIR 9000 MIR 9000
Ket
MS
139,3 537,6 17,9
850 750 100
MS MS MS
MS : Memenuhi syarat Tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari pengukuran emisi yang dilakukan pada cerobong PLTU Labuhan angin tidak terdapat hasil pengukuran yang melebihi baku mutu emisi sumber tidak bergerak bagi usaha dan/atau kegiatan pembangkit tenaga listrik termal. Kadar emisi berupa total partikulat yang dihasilkan dari cerobong sebesar 112,02 mg/m3, kadar nitrogen dioksida (NO2) sebesar 139,3 mg/m3, kadar sulfur dioksida (SO2) sebesar 537,6 dan kadar karbonmonoksida (CO) sebesar 17,9. Kadar Total partikulat, nitrogen dioksida, sulfur dioksida dan
Universitas Sumatera Utara
karbonmonoksida yang diukur pada cerobong tersebut masih memenuhi syarat pada baku mutu menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 21 tahun 2008. 4.5 Karateristik Pekerja Untuk mengetahui karateristik pekerja di PLTU Labuhan angin (meliputi: umur, jenis kelamin, masa kerja, lama kerja per hari dan kebiasaan merokok) dilakukan pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner. Hasil analisa terhadap kuesioner yang telah dilakukan didapatkan tentang karateristik pekerja dan distribusinya yang dituangkan dalam tabel – tabel berikut ini : Tabel 4.3 Distribusi Pekerja Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin, Masa Kerja, Lama Kerja Per Hari dan Kebiasaan Merokok di PLTU Labuhan Angin Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2017 Variabel Umur
Jenis Kelamin
Masa kerja
Lama Kerja Per Hari
Kebiasaan Merokok
Kelompok 21-25 tahun 26-30 tahun 31-35 tahun 36-40 tahun >41 tahun Jumlah Laki-laki Perempuan Jumlah 1-2 tahun 3-4 tahun 5-6 tahun 7-8 tahun 9 tahun Jumlah 8 jam
Jumlah (orang) 15 19 12 6 9 61 57 4 61 12 13 12 18 6 61 59
Presentase (%) 24,6 31,1 19,7 9,8 14,8 100,0 93,4 6,6 100,0 19,7 21,3 19,7 29,5 9,8 100,0 96,7
9 jam 24 jam Jumlah Ya
1 1 61 42
1,6 1,6 100,0 68,9
Tidak Jumlah
19 61
31,1 100,0
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja di PLTU Labuhan Angin memiliki usia dalam rentang 25-28 tahun sebanyak 16 orang (26,2%). Pekerja di PLTU lebih banyak memiliki jenis kelamin laki-laki sebanyak 57 orang (93,4%). Sedangkan masa kerja terbanyak yang dimiliki oleh pekerja berada dalam rentang 7-8 tahun sebanyak 18 orang (29,5%). Adapun Lama kerja responden per hari pada umumnya selama 8 jam per hari sebanyak 59 orang (96,7%). Untuk kebiasan merokok pada umumnya pekerja memiliki kebiasaan merokok yaitu sebanyak 42 orang (68,9%). 4.6 Kebiasaan Merokok Kebiasaan merokok (meliputi; merokok pada saat bekerja, lama merokok dan jumlah batang rokok yang dihabiskan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.3 di bawah ini : Tabel 4.4 Distribusi Pekerja yang Merokok dalam Bekerja, Lama Merokok dan Jumlah Batang Rokok yang Dihabiskan Pekerja Per Hari di PLTU Labuhan Angin Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2017 Kebiasaan Merokok Jumlah Presentase (orang) (%) Pekerja yang merokok pada saat bekerja
Lama Pekerja Merokok
Batang Rokok yang Dihabiskan Pekerja
Ya Tidak
33 28
54,1 45,9
Jumlah
61
100,0
Tidak merokok < 15 tahun > 15 tahun
19 33 9
31,1 54,1 14,8
Jumlah
61
100,0
Tidak merokok < 12 batang >12 batang Jumlah
19 32 10 61
31,1 52,5 16,4 100,0
Universitas Sumatera Utara
Pada tabel 4.4 dapat dilihat bahwa pada umumnya pekerja di PLTU Labuhan Angin memiliki kebiasaan merokok pada saat bekerja sebanyak 33 orang (54,1%). Sedangkan lama pekerja merokok lebih banyak kurang dari 15 tahun sebanyak 33 orang (54,1%). Jumlah batang rokok yang dihabiskan pekerja per hari kurang dari 12 batang sebanyak 32 orang (52,5%). 4.7 Riwayat Penyakit Sebelum Bekerja Data riwayat penyakit pekerja sebelum bekerja di PLTU Labuhan Angin didapat dari hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner pada pekerja batubara, sehingga didapat hasil sebagai berikut ini: Tabel 4.5 Distribusi Pekerja Berdasarkan Riwayat Penyakit Sebelum Bekerja di PLTU Labuhan Angin Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2017. Riwayat Penyakit Jumlah (orang) Presentase (%) Sebelum Bekerja Pernah alami Ya 35 57,4 Gangguan Tidak 26 42,6 pernafasan Jumlah 61 100,0 Lama Tidak alami 27 44,3 mengalami < 7 hari 32 52,5 Gangguan > 7 hari 2 3,3 Saluran Pernafasan Jumlah 61 100,0 Mengalami Ya 6 9,8 Sesak nafas Tidak 55 90,2 Jumlah 61 100,0 Memiliki asma Ya 2 3,3 Tidak 59 96,7 Jumlah 61 100,0 Lama Tidak memiliki 59 96,7 memiliki 1 bulan 1 1,6 asma 10 tahun 1 1,6 Jumlah 61 100,0 Mengalami Ya 10 16,4 nyeri dada Tidak 51 83,6
Universitas Sumatera Utara
Mengalami Batukdisertai darah
Jumlah Ya Tidak
Jumlah Mengalami Ya Peningkatan Tidak Produksi sputum Jumlah Gangguan Ya Saluran Tidak Pernafasan terjadi Berulang-ulang Jumlah Melakukan Ya Pengecekan Tidak Keluhan Jumlah
61 0 61
100,0 0,0 100,0
61 31 30
100,0 50,8 49,2
61 8 53
100,0 13,1 86,9
61 14 47
100,0 23,0 77,0
61
100,0
Data dari tabel di atas menunjukkan bahwa terdapat pekerja yang mengalami gangguan saluran pernafasan sebelum bekerja di PLTU Labuhan Angin sebanyak 35 orang (57,4%). Pada umumnya lamanya pekerja mengalami gangguan saluran pernafasan didominasi kurang dari 7 hari sebanyak 32 orang (52,5%). Pekerja yang mengalami sesak nafas sebelum bekerja di PLTU sebanyak 6 orang (9,8%). Adapun pekerja yang pernah memiliki riwayat penyakit asma sebanyak 2 orang (3,3%). Lamanya pekerja memiliki riwayat penyakit asma terdiri dari 1 bulan sebanyak 1 orang (1,6%) dan 10 tahun sebanyak 1 orang juga (1,6%). Selebihnya 59 orang (96,7%) tidak memiliki riwayat asma. Pekerja yang sering merasakan nyeri dada sebelum bekerja di PLTU sebanyak 10 orang (16,4%) dan sebanyak 61 orang (100,0%) tidak pernah mengalami batuk disertai darah. Namun, pekerja yang mengalami batuk yang produksi sputumnya berlebihan terdapat sebanyak 31 orang (50,8%). Gangguan saluran pernafasan terjadi berulang-ulang pada 8 orang
Universitas Sumatera Utara
(13,1%). Pengecekan terhadap keluhan pada saluran pernafasan hanya dilakukan oleh 14 orang (23,0%). 4.8
Keluhan Kesehatan Keluhan kesehatan pada pekerja batubara setelah bekerja di PLTU Labuhan
Angin diperoleh dengan menggunakan kuesioner, sehingga diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 4.6 Distribusi Pekerja Berdasarkan Keluhan Kesehatan setelah bekerja di PLTU Labuhan Angin Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2017 Keluhan Kesehatan Setelah Bekerja Jumlah Presentase (orang) (%) Mengalami gangguan Ya 56 91,8 pada saluran pernafasan Tidak 5 8,2 setelah bekerja Jumlah 61 100,0 Mengalami gangguan Ya 4 6,6 pada saluran Tidak 57 93,4 pernafasan sepanjang hari Jumlah 61 100,0 Merasa banyak Ya 56 91,8 debu di PLTU Tidak 5 8,2 Labuhan angin Jumlah 61 100,0 Mengalami batuk Ya 55 91,8 Tidak 6 9,8 Jumlah 61 100,0 Mengalami sesak Ya 10 16,4 Nafas Tidak 51 83,6 Jumlah 61 100,0 Mengalami batuk Ya 1 1,6 disertai darah Tidak 60 98,4 Jumlah 61 100,0 Mengalami nyeri dada Ya 12 19,7 Tidak 49 80,1 Jumlah 61 100,0 Gejala terjadi Ya 7 11,5 berulang-ulang Tidak 54 88,5 Jumlah 61 100,0 Pernah berobat Ya 22 36,1 Setelah merasakan Tidak 39 63,9
Universitas Sumatera Utara
Gejala Jumlah Ya Tidak
61 6 55
100,0 9,8 90,8
Jumlah ½ jam 1 jam 2 jam 3 jam 4 jam 5 jam 7 jam 8 jam Jumlah Ya Tidak
61 2 10 12 6 9 2 3 17 61 46 15
100,0 3,3 16,4 19,7 9,8 14,8 3,3 4,9 27,9 100,0 75,4 24,6
Jumlah Alami gangguan Ya saluran pernafasan Tidak ketika berada di rumah Jumlah
61 23 38
100,0 37,7 62,3
61
100,0
Pernah dirawat setelah meraskan gejala Lama terpapar Debu
Alami gangguan saluran pernafasan karena debu
Tabel 4.6 menunjukkan bahwa pekerja yang memiliki keluhan kesehatan yang berkaitan dengan saluran pernafasan setelah bekerja di PLTU Labuhan Angin sebanyak 56 orang (91,8%) dan pekerja yang mengalami gangguan saluran pernafasan sepanjang hari hanya berjumlah 4 orang (6,6%). Adapun pekerja yang merasakan banyaknya debu di sekitaran kawasan PLTU sebanyak 56 orang (91,8%). Pekerja yang mengalami gejala keluhan kesehatan yang berkaitan dengan saluran pernafasan yang meliputi batuk setelah bekerja sebanyak 55 orang (90,2%), sesak nafas sebanyak 10 orang (16,4%), batuk disertai darah sebanyak 1 orang (1,6%) dan nyeri dada sebanyak 12 orang (19,7%). Gejala Keluhan tersebut dirasakan terjadi berulang-ulang pada pekerja sebanyak 7 orang (11,5%). Pekerja yang pernah berobat karena gejala keluhan
Universitas Sumatera Utara
kesehatan yang berkaitan dengan saluran pernafasan tersebut sebanyak 22 orang (36,1%). Adapun pekerja yang pernah dirawat akibat gejala tersebut hanya 6 orang (9,8%). Pekerja yang terpapar debu paling mendominasi selama 8 jam sebanyak 17 orang (27,9%). Pekerja yang merasa gangguan saluran pernafasan yang dirasakannya diakibatkan oleh debu PLTU Labuhan Angin sebanyak 46 orang dan pekerja yang ketika di rumah masih mengalami gangguan saluran pernafasan tersebut sebanyak 23 orang (62,3%). 4.9 Keluhan Saluran Pernafasan Berdasarkan Karateristik Responden 4.9.1 Keluhan Saluran Pernafasan Berdasarkan Umur Responden Responden yang memiliki keluhan saluran pernafasan berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 4.7 Tabulasi Silang Keluhan Saluran Pernafasan Berdasarkan Umur Pada Pekerja di PLTU Labuhan Angin Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2017 Umur Mengalami Gangguan Saluhan Pernafasan (tahun) Ya (%) Tidak (%) 15 (24,6%) 0 (0,0%) 21-25 16 (26,2%) 3 (4,9%) 26-30 11 (18,0%) 1 (1,6%) 31-35 5 (8,2%) 1 (1,6%) 36-40 9 (14,8%) 0 (0,0%) >41 Jumlah 56 (91,8%) 5 (8,2%)
Berdasarkan Tabel 4.7 menunjukkan bahwa dari 61 pekerja terdapat sebanyak 16 orang (26,2%) pekerja yang mengalami gangguan saluran pernafasan lebih banyak terjadi pada kelompok umur 26-30 tahun. Untuk Responden yang berumur 21-25 tahun yang mengalami gangguan saluran pernafasan sebanyak 15 orang (24,6%). Responden yang memiliki umur 31-35 tahun yang mengalami
Universitas Sumatera Utara
gangguan saluran pernafasan sebanyak 11 orang (18,0%). Responden yang memiliki umur 36-40 tahun sebanyak 5 orang atau sebesar (8,2%). Responden yang memiliki umur > 41 tahun lebih sedikit yang mengalami gangguan saluran pernafasan hanya 9 orang (14,8%). Responden yang memiliki umur pada rentang 37-40 tahun lebih sedikit jumlahnya dibandingkan pada umur 33-36 tahun yang mengalami gangguan pernafasan sebanyak 4 orang (6,6%). Responden yang memiliki umur pada rentang 41-44 tahun yang mengalami gangguan saluran pernafasan sebanyak 7 orang (11,5%). Jumlah tersebut lebih banyak dibandingkan responden yang memiliki umur diatas 45 tahun yang mengalami gangguan saluran pernafasan sebanyak 2 orang (3,3%). 4.9.2 Keluhan Saluran Pernafasan Berdasarkan Jenis Kelamin Adapun Responden yang memiliki keluhan kesehatan yang berkaitan dengan saluran pernafasan berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.8 Tabulasi Silang Keluhan Saluran Pernafasan Berdasarkan Jenis Kelamin Pekerja di PLTU Labuhan Angin Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2017 Keluhan Saluran Pernafasan Jenis Kelamin Ya (%) Tidak (%) 52 (85,2%) 5 (8,2%) Laki-laki 4 (6,6%) 0 (0,0%) Perempuan Jumlah 56 (91,8%) 5 (8,2%)
Tabel 4.8 menunjukkan bahwa pekerja yang memiliki jenis kelamin laki-laki lebih banyak mengalami gangguan saluran pernafasan sebanyak 52 orang (85,2%) dibandingkan pekerja dengan jenis kelamin perempuan hanya 4 orang yang
Universitas Sumatera Utara
mengalami gangguan saluran pernafasan. Sehingga pada umumnya responden yang memiliki gangguan saluran pernafasan adalah berjenis kelamin laki-laki. 5.2.1 Keluhan Kesehatan Berdasarkan Masa Kerja Adapun responden yang mengalami keluhan kesehatan yang berkaitan dengan saluran pernafasan berdasarkan masa kerja responden dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.9 Tabulasi Silang Keluhan Saluran Pernafasan Berdasarkan Masa Kerja Masa Kerja Keluhan Saluran Pernafasan Ya (%) Tidak (%) 1-2 tahun 10 (16,4%) 2 (3,3%) 3-4 tahun 13 (21,3%) 0 (0,0%) 5-6 tahun 11 (18,0%) 1 (1,6%) 7-8 Tahun 16 (26,2%) 2 (3,3%) 9 tahun 6 (9,8%) 0 (0,0%) Jumlah 56 (91,8%) 5 (8,2%) Tabel 4.9 menunjukkan bahwa responden yang memiliki masa kerja sekitar 7-8 tahun lebih banyak yang mengalami keluhan saluran pernafasan sebanyak 16 orang (26,2%). Reponden yang memiliki masa kerja 9 tahun dan mengalami keluhan saluran pernafasan hanya sebanyak 6 orang (9,8%). Adapun responden dengan masa kerja 1-2 tahun yang mengalami keluhan saluran pernafasan sebanyak 10 orang (16,4%). Responden yang memiliki masa kerja sekitar 3-4 tahun dan memiliki keluhan saluran pernafasan hanya sekitar 13 orang (21,3%). Responden yang memiliki masa kerja sekitar 5-6 tahun dan mengalami keluhan saluran pernafasan sebanyak 11 orang (18,0%). 4.9.4 Keluhan Saluran Pernafasan Berdasarkan Jam Kerja Data mengenai Responden yang mengalami keluhan saluran pernafasan berdasarkan jam kerja responden dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.10 Tabulasi Silang Keluhan Saluran Pernafasan Berdasarkan Jam Kerja Pekerja di PLTU Labuhan Angin Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2017 Jam Kerja Keluhan Saluran Pernafasan (Hari) Ya (%) Tidak (%) 8 jam 55 (90,2%) 4 (6,6%) 9 jam 1 (1,6%) 0 (0,0%) 24 jam 0 (0,0%) 1 (1,6%) Total 56 (91,8%) 5 (8,2%)
Berdasarkan Tabel 4.10 menunjukkan bahwa responden dengan jam kerja 8 jam paling banyak mengalami keluhan saluran pernafasan sebanyak 55 orang (90,2%). Sedangkan responden dengan jam kerja 9 jam hanya 1 orang (1,6%) yang mengalami keluhan saluran pernafasan. Responden dengan jam kerja 24 jam tidak ada yang mengalami keluhan saluran pernafasan. Sehingga responden dengan jam kerja 8 jam yang kebanyakan mengalami keluhan saluran pernafasan. 4.9.5 Keluhan Saluran Pernafasan Berdasarkan Kebiasaan Merokok Data mengenai Responden yang mengalami keluhan saluran pernafasan berdasarkan kebiasaan merokok responden dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.11 Tabulasi Silang Keluhan Saluran Pernafasan Berdasarkan Kebiasaan Merokok Pada Pekerja di PLTU Labuhan Angin Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2017 Kebiasan Merokok Keluhan Saluran Pernafasan Ya (%) Tidak (%) Ya 56 (91,8%) 4 (6,6%) Tidak 18 (29,5%) 1 (1,6%) Jumlah
56 (91,8%)
5 (8,2%)
Berdasarkan Tabel 4.11 menunjukkan bahwa responden yang memiliki kebiasaan merokok dan mengalami keluhan saluran pernafasan sebanyak 56 orang (91,8%) sedangkan responden yang tidak memiliki kebiasaan merokok tetapi memiliki keluhan saluran pernafasan sebanyak 18 orang (29,5%). Responden
Universitas Sumatera Utara
yang memiliki kebiasaan merokok namun tidak memiliki keluhan saluran pernafasan hanya 4 orang (6,6%). Sedangkan responden yang tidak memiliki kebiasaan merokok dan tidak mengalami keluhan saluran pernafasan hanya 1 orang (1,6%). Sehingga dapat disimpulkan bahwa responden yang memiliki kebiasaan merokok lebih banyak mengalami keluhan saluran pernafasan.
Universitas Sumatera Utara
BAB V PEMBAHASAN 5.1 Karateristik Pekerja Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Labuhan Angin dengan luas ± 50 ha serta memiliki 156 pekerja. Adapun sampel dalam penelitian ini sebanyak 61 responden dari 61 pekerja pada bagian batubara di PLTU Labuhan Angin Kabupaten Tapanuli Tengah. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik quota sampling. Pada kelompok umur responden, pekerja lebih banyak memiliki rentang umur antara 25-28 tahun sebanyak 16 responden atau sebesar 26,2% dari total responden. Kelompok umur dengan jumlah responden terkecil adalah kelompok umur > 45 tahun sebanyak 2 responden atau sebesar 3,3% dari total responden. Pekerja pada rentang umur 21-24 tahun sebanyak 11 responden. Kelompok umur antara 33-36 tahun dan kelompok umur antara 41-44 tahun yaitu masing-masing kelompok umur dengan jumlah responden sebanyak 7 responden atau sebesar 11,5%. Kelompok umur 29-32 tahun sebanyak 13 responden dan kelompok umur antara 37-40 tahun sebanyak 5 responden. Umur responden yang termuda adalah 21 tahun sedangkan umur tertua adalah diatas 45 tahun. Faal paru pekerja dipengaruhi oleh umur. Secara fisiologis dengan bertambahnya umur maka kemampuan organ-organ tubuh akan mengalami penurunan fungsi paru. Umur merupakan variabel yang penting dalam hal
Universitas Sumatera Utara
terjadinya gangguan fungsi paru. Semakin bertambahnya umur, terutama disertai dengan kondisi lingkungan yang buruk serta kemungkinan terkena suatu penyakit, maka kemungkinan terjadinya penurunan fungsi paru dapat terjadi lebih besar (Meita, 2012). Jenis kelamin terbanyak pada pekerja di PLTU Labuhan Angin adalah laki-laki sebanyak 57 orang atau sebesar 93,4% dari total responden. Sedangkan jumlah pekerja perempuan sebanyak 4 orang atau sebesar 6,6% dari total responden. Hal ini dikarenakan tingginya aktivitas pekerja laki-laki pada bagian batubara sehingga lama kontak ataupun terpajan dengan debu batubara lebih tinggi dibandingkan dengan pekerja perempuan yang hanya bekerja pada kawasan ESP dengan lama kontak pekerja perempuan dengan debu batubara sangat singkat. Kebanyakan pekerja laki-laki di PLTU Labuhan Angin juga merupakan perokok sehingga resiko terkena penyakit saluran pernafasan empat kali lebih besar daripada bukan perokok (Amin, 1996). Kapasitas paru pada pria lebih besar yaitu 4,8 liter dibandingkan pada wanita yaitu 3,1 liter. Sampai pada usia pubertas daya tahan kardiorespirasi antara anak perempuan dan laki-laki tidak berbeda tetapi setelah usia tersebut nilai pada wanita lebih rendah 15-25% dari pria. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan kekuatan maksimal, luas permukaan tubuh, komposisi tubuh, kekuatan otot, jumlah haemoglobin dan elasitas paru (Meita, 2012). Masa kerja pekerja di PLTU Labuhan Angin terbanyak pada rentang 7-8 tahun sebanyak 18 orang atau sebesar 29,5% dari total responden. Sedangkan masa kerja dengan jumlah terkecil yaitu 9 tahun sebanyak 6 orang atau sebesar
Universitas Sumatera Utara
9,8%. Kelompok responden dengan masa kerja 1-2 tahun dan dengan masa kerja 5-6 tahun masing-masing dengan jumlah pekerja sebanyak 12 orang atau sekitar 19,7% dan kelompok responden dengan masa kerja 3-4 tahun sebanyak 13 orang atau sebesar 21,3%. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata pekerja di PLTU Labuhan Angin telah memiliki masa kerja pada rentang 7-8 tahun. Dampak dari semakin lamanya masa kerja dapat menyebabkan gangguan fungsi paru. Masa kerja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah lamanya pekerja bekerja di bagian batubara dari awal bekerja sampai pada waktu peneliti melakukan penelitian di PLTU Labuhan Angin. Terjadinya akumulatif timbunan debu berhubungan dengan masa kerja pekerja. Semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut (Fahmi, 2012). Pajanan bahan/zat kimia baik akut maupun kronis yang cukup lama dan perpanjangan masa pajanan yang berulang tentu memperbesar resiko efek yang merugikan pada sistem silia di saluran pernafasan. Lama kerja responden terbanyak selama 8 jam dengan jumlah pekerja sebanyak 59 orang atau sebesar 96,7% dari total responden. Sedangkan pekerja yang bekerja selama 9 jam dan 24 jam masing-masing sebnayak 1 orang atau sebesar 1,6%. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata pekerja di PLTU Labuhan Angin bekerja selama 8 jam. Semakin lama seseorang bekerja di suatu daerah berdebu maka kapasitas paru seseorang akan semakin menurun. Pekerja yang berada pada lingkungan kerja dengan kadar debu lebih
Universitas Sumatera Utara
tinggi dalam waktu yang lama memiliki resiko tinggi terkena obstruksi paru (Meita, 2012). Sebagian pekerja di PLTU Labuhan Angin memiliki kebiasaan merokok sebanyak 42 orang atau sebesar 68,9%. Sedangkan responden yang tidak memiliki kebiasaan merokok sebanyak 19 orang atau sebesar 31,1% dari total responden. Hal ini menunjukkan tingginya resiko pekerja mengalami keluhan saluran pernafasan. Karena asap rokok dapat mengganggu aktivitas bulu getar saluran pernafasan, fungsi makrofag dan mengakibatkan hipertrofi kelenjar mukosa. Resiko penyakit paru obstruktif menahun (PPOM) yang diakibatkan oleh rokok empat kali lebih besar daripada bukan perokok. Rokok tidak hanya menimbulkan inflamasi tapi juga melemahkan pertahanan terhadap kerja elastase dan reparasi dari matriks ekstrasel (Amin, 1996). 5.2
Kualitas Udara di PLTU Labuhan Angin Hasil pengukuran kualitas udara berupa total partikulat, sulfur dioksida
(SO2), nitrogen dioksida (NO2) dan karbonmonoksida (CO) pada PLTU Labuhan angin yang dilakukan pada satu titik yaitu cerobong menunjukkan bahwa konsentrasi total partikulat, SO2, NO2 dan CO belum melebihi batas baku mutu emisi sumber tidak bergerak. Hal ini disebabkan karena PLTU labuhan angin memiliki alat yaitu electrostatic precipitator (ESP) yang merupakan alat yang dapat menangkap abu ringan dan memiliki flue gas desulphurization (FGD) yang merupakan alat untuk menurunkan kadar belerang dalam gas sulfur dioksida (SO2) yang dipasang berdekatan dengan cerobong PLTU. Setiap unit mempunyai 1 cerobong dengan tinggi 150 m dan
Universitas Sumatera Utara
1 flue gas desulphurization (FGD). Oleh sebab itu konsentrasi total partikulat, SO2, NO2, dan CO di PLTU Labuhan angin belum melebihi batas baku mutu emisi sumber tidak bergerak. 5.3 Keluhan Saluran Pernafasan Pada Pekerja di PLTU Labuhan Angin Kabupaten Tapanuli Tengah. Berdasarkan hasil analisis data, diketahui bahwa keluhan saluran pernafasan pada pekerja di PLTU Labuhan Angin yang terbanyak adalah batuk yaitu sebanyak 55 orang atau sekitar 90,2%. Sedangkan pekerja yang mengalami batuk disertai darah hanya 1 orang atau sebesar 1,6%. Pekerja yang mengalami sesak nafas sebanyak 10 orang atau sebesar 16,4%. Adapun pekerja yang mengalami nyeri dada sebanyak 12 orang atau sebesar 19,7%. Hal ini disebabkan karena banyak pekerja yang terpapar debu secara langsung selama 8 jam dan tidak menggunakan alat pelindung diri berupa masker pada saat bekerja di kawasan batubara. Sebanyak 42 pekerja atau sebesar 68,9% dari total responden juga merupakan perokok aktif dan pekerja yang tidak merokok juga dapat terkena keluhan saluran pernafasan karena mereka juga merupakan perokok pasif. Pekerja yang merupakan perokok aktif akan lebih besar beresiko mengalami keluhan saluran pernafasan. Selain di tempat kerja, pekerja juga dapat mengalami keluhan saluran pernafasan dari rumah. Hal ini disebabkan karena secara tidak langsung sudah terpapar dengan asap dari proses memasak di rumah atau terpapar asap kendaraan. Pekerja yang non perokok dapat mengalami keluhan saluran pernafasan juga apabila di dalam rumah terdapat salah satu anggota keluarga
Universitas Sumatera Utara
yang merupakan perokok aktif. Sehingga pekerja non perokok dapat terpapar asap rokok dari perokok aktif tersebut. Asap rokok dapat menimbulkan keradangan di saluran pernafasan dan dapat mengakibatkan menurunnya imun respon pada seseorang terhadap bahan-bahan dihisap dari luar. Hal ini memperjelas bahwa risiko terkena penyakit akan menjadi sama antara perokok aktif dan pasif. Kerusakan dari saluran pernafasan disertai dengan menurunnya imunitas tubuh terhadap inhales agents menyebabkan mudahnya terjadi infeksi pada saluran pernafasan (Pradono et.al). Rokok menghambat kerja lysyl oxisade yaitu enzim yang berperan pada pembentukan tahap pertama cross-link antar molekul elastin. Akibat yang lain dari asap rokok ialah meningkatkan kerja elastase pada jaringan paru dan alveoli serta menghambat elastin paru (Amin, 1996). Sebanyak 46 pekerja atau sebanyak 75,4% dari total responden yang merasakan keluhan saluran pernafasan tersebut menyatakan bahwa keluhan yang mereka alami disebabkan oleh debu dari PLTU labuhan angin. Keluhan kesehatan yang berkaitan dengan saluran pernafasan dapat dialami pekerja tergantung pada beberapa faktor antara lain: ukuran partikel, konsentrasi, daya larut, dan sifat kimiawi serta lama paparan terhadap polutan tersebut. Faktor yang paling berpengaruh terhadap sistem pernafasan adalah ukuran partikel, karena ukuran partikel yang menentukan seberapa jauh penetrasi partikel ke dalam sistem pernafasan.
Universitas Sumatera Utara
Zat kimia yang diabsorpsi melalui jalur inhalasi memiliki sifat yang spesifik. Jika gas dan uap sifatnya terlarut dalam air, maka zat tersebut dapat larut di dalam lendir yang melapisi permukaan saluran pernafasan sehingga menimbulkan iritasi dan tidak akan pernah mencapai jalan udara bagian bawah serta alveolus (misalnya: sulfur doksida). Saat kita menarik nafas, partikel-partikel yang menyusun aerosol akan terkumpul di sepanjang saluran pernafasan. Tempat pengumpulan partikel itu akan mempengaruhi tingkat keparahan kerusakan jaringan, besar absorbsi toksikan ke dalam sirkulasi sistemik dan mempengaruhi kemampuan paru untuk mengeluarkan partikel itu. Semakin kecil partikel itu maka semakin jauh jangkauannya di dalam saluran pernafasan. Aerosol yang berukuran 5-30 mikrometer akan mengendap terutama di saluran pernafasan bagian atas (hidung dan tenggorokan). Jarak/kedalaman penetrasi akan bertambah seiring penurunan ukuran aerosol. Aerosol yang berukuran 1-5 mikrometer sebagian besar akan terkumpul di saluran pernafasan bagian bawah (trakea, bronkus, bronkiolus). Endapan partikel itu akan dibersihkan melalui mekanisme bersihan mukosiliar yaitu endapan tersebut akan ditelan dan diabsorpsi dari saluran gastrointestinal. Aerosol yang berukuran 1 mikrometer ke bawah dapat mencapai alveolus. Aerosol akan diabsorpsi ke dalam sistem darah atau dibersihkan oleh sel-sel imun (makrofag) yang akan menelan partikel tersebut di alveolus. Menurut pendapat Nadakavukaren dalam Mukono (2005), bahwa ada hubungan antara peningkatan SO2 dengan partikel debu. Tingginya kadar debu
Universitas Sumatera Utara
biasanya diiukuti dengan tingginya gas SO2, sehingga sulit membedakan efek dari kedua bahan tersebut. Pendapat ini bersesuaian dengan penjelasan dari WHO tahun 2000 bahwa bila sistem kerja silia rusak akibat pajanan bahan/zat kimia baik akut maupun secara kronis menyebabkan tertahannya substansi berbahaya dalam paru untuk waktu yang cukup lama dan perpanjangan masa pajanan yang berulang tentu memperbesar resiko efek yang merugikan. Pemberian NO2 dengan konsentrasi sebanyak 5 ppm selama 10 menit terhadap manusia mengakibatkan sedikit kesukaran dalam bernafas (Srikandi, 1992). Udara yang tercemar akan meningkatkan jumlah kelenjar mucus dan sel goblet serta terjadi penyumbatan saluran pernafasan serta peningkatan tahanan aliran udara. Gas SO2 dapat pula masuk ke bronkiolus dan alveolus, mengiritasinya dan menyebabkan terjadinya peningkatan produksi lendir (Mukono, 2011). Beberapa oksida (SO2, NO2 dan CO) serta total partikulat biasanya berhubungan secara sinergis dengan aerosol oksida logam atau nitrat dan dapat berakibat buruk terhadap saluran pernafasan. Total partikulat batubara tidak merubah kondisi makrofag dan makrofag tetap sehat. Oleh karena itu, total partikulat batubara tidak mengganggu fungsi paru namun merubah penampilan paru, yaitu: paru bewarna hitam (Black lung). Gas SO2 dapat pula bereaksi dengan uap air sehingga terbentuk asam sulfat yang merupakan zat yang sangat iritatif terhadap mukosa saluran pernafasan dan jaringan paru. Hal ini dapat menyebabkan matinya sel silia, sehingga aktivitas respiratory clearance akan terganggu. Jika sampai pada jaringan paru, maka fungsi sel
Universitas Sumatera Utara
makrofag juga terganggu. Oleh karena itu jika udara pernafasan mengandung bahan pencemar, dapat meningkatkan kepekaan terhadap penyakit infeksi saluran pernafasan (bronkitis dan emfisema). Bahan polutan gas yang masuk ke dalam saluran pernafasan dapat pula menyebabkan sembab mukosa membran sehingga mengakibatkan penyempitan saluran pernafasan (Mukono, 2008). Secara umum terpapar dengan gas NO2 pada waktu yang singkat dan kadar yang rendah tidak akan menyebabkan kelainan pada binatang percobaan. Gas NO2 dapat memberikan kelainan antara lain berupa: terbentuknya MethHb (Meth Hemoglobin), peningkatan inspiratoryresistance, peningkatan Expiratory resistance, terjadinya sembap paru dan terjadinya fibrosis paru. Bahan polutan gas yang masuk ke dalam saluran pernafasan dapat pula menyebabkan sembab mukosa membran sehingga mengakibatkan penyempitan
saluran
pernafasan.
Penyempitan
saluran
pernafasan
menyebabkan seseorang meningkatkan upaya untuk bernafas dan menghirup udara lebih banyak. Kesulitan dalam bernafas mengakibatkan benda asing termasuk bakteri/mikroorganisme lain tidak dapat dikeluarkan dari saluran pernafasan dan akan memudahkan terjadinya infeksi saluran pernafasan (Mukono, 2008). Berdasarkan karateristik pekerja menurut umur, maka dapat dilihat bahwa sebagian besar yang mengalami keluhan saluran pernafasan pada kelompok umur 25-28 tahun. Hal ini terjadi karena lebih banyak kelompok umur pada rentang 25-28 tahun. Seiring bertambahnya umur seseorang secara fisiologis
Universitas Sumatera Utara
akan terjadi penurunan fungsi dari organ-organ tubuh. Penurunan fungsi ini dapat berbeda pada tiap individu tergantung dari gaya hidup seseorang (Pratama . D, 2012). Berdasarkan karateristik pekerja menurut jenis kelamin, maka dapat dilihat bahwa responden dengan jenis kelamin laki-laki lebih lebih tinggi mengalami keluhan saluran pernafasan dibandingkan responden dengan jenis kelamin perempuan. Hal ini disebabkan karena responden dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak melakukan kegiatan pada kawasan batubara di PLTU Labuhan Angin dan sebagian pekerja laki-laki merupakan perokok. Sehingga beresiko lebih tinggi mengalami keluhan saluran pernafasan dibandingkan responden dengan jenis kelamin perempuan. Berdasarkan karateristik pekerja menurut masa kerja, maka dapat dilihat bahwa responden dengan masa kerja selama 5 tahun lebih banyak yang mengalami keluhan saluran pernafasan yaitu sebanyak 10 orang. Sedangkan reponden yang memiliki masa kerja selama 6 tahun hanya terdapat 1 orang yang mengalami keluhan saluran pernafasan. Masa kerja merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan, khususnya gangguan saluran pernafasan. Masa kerja dari pekerja berhubungan dengan masa inkubasi debu berada di dalam tubuh. Sehingga, apabila pekerja dengan masa kerja yang lama maka kondisinya akan berbeda dengan pekerja yang memiliki masa kerja yang singkat (Sholihah . M, 2015). Berdasarkan karateristik pekerja menurut jam kerja, maka dapat dilihat bahwa responden yang bekerja selama 8 jam lebih banyak yang mengalami
Universitas Sumatera Utara
keluhan saluran pernafasan. Hal ini dikarenakan responden yang bekerja selama 8 jam lebih sering berada dan melakukan aktivitas di kawasan batubara, sehingga lebih beresiko mengalami keluhan saluran pernafasan. Salah satu kerusakan yang disebabkan oleh total partikulat merupakan akibat dari lama paparan atau kontak dengan debu. Semakin lama pekerja bekerja dalam tempat kerja tersebut memungkinkan pekerja mengalami lama paparan yang lebih lama dibandingkan dengan pekerja yang bekerja dengan lama paparan yang relatif lebih singkat (Sholihah . M, 2015). Berdasarkan karateristik pekerja menurut kebiasaan merokok, maka dapat dilihat bahwa responden yang merokok lebih banyak yang mengalami keluhan saluran pernafasan dibandingkan jumlah responden yang tidak merokok namun mengalami keluhan saluran pernafasan. Hal tersebut karena pada perokok kadar gas CO dalam darah cukup tinggi sedangkan pada nonperokok kadar HbCO adalah berkisar antara 0,4 sampai 0,7%. Penderita anemia hemolitika darahnya mengandung HbCO berkisar antara 4 sampai 8%. Badan kesehatan dunia WHO, menetapkan batas 2,5 sampai 3% kadar HbCO bagi nonperokok (Mukono, 2011). Merokok merupakan salah satu kebiasaan buruk yang dapat mengganggu kesehatan. Menurut WHO seorang perokok memiliki resiko kematian 20 kali lebih besar akibat kanker paru dibandingkan yang bukan perokok dan seorang perokok memiliki resiko penyakit jantung 2-4 kali lebih besar terkena gangguan saluran pernafasan. Berdasarkan karateristik lama merokok, maka dapat dilihat bahwa sebagian besar responden yang mengalami keluhan saluran pernafasan telah
Universitas Sumatera Utara
merokok selama kurang dari 15 tahun sebanyak 30 orang atau sebesar (49,2%). Responden yang merokok lebih beresiko mengalami keluhan saluran pernafasan kemungkinan bergantung pada lama responden merokok. Rokok yang dikonsumsi setiap harinya oleh pekerja mengandung beberapa senyawa yang dapat berbahaya bagi kondisi paru individu. Senyawa itu dapat mengendap dalam paru dan dapat menimbulkan perubahan fisiologis paru. Semakin lama waktu kebiasaan merokok menjadikan semakin banyak endapan yang ada dalam paru, sehingga jalur udara untuk keluar dan masuk menjadi lebih sempit. Gangguan fungsi paru dapat dialami oleh seseorang disebabkan oleh lamanya individu terpapar pada lingkungan yang berdebu serta frekuensi yang dipaparkan secara bertahap dan beberapa faktor internal, yaitu: umur, jenis kelamin, masa kerja, status gizi dan kebiasaan merokok (Sholihah . M, 2015). Berdasarkan karateristik konsumsi rokok, bahwa sebagian responden yang mengalami keluhan saluran pernafasan mengkonsumsi kurang dari 12 batang per hari sebanyak 29 orang atau sebesar 47,5%.
Universitas Sumatera Utara
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1. Kualitas udara yang diukur di PLTU Labuhan Angin berupa total partikulat sebesar 112,02 mg/m3, NO2 sebesar 139,3 mg/m3, SO2 sebesar 537,6 mg/m3 dan CO sebesar 17,9 mg/m3 yang dilakukan pada satu titik yaitu cerobong yang merupakan sumber emisi tidak bergerak. Hasil pengukuran kualitas udara yang dilakukan di PLTU Labuhan angin menunjukkan bahwa masih memenuhi batas baku mutu yang tercantum pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.21 tahun 2008. 2. Berdasarkan Karateristik reponden, kelompok umur terbanyak berasal dari kelompok umur 25-28 tahun sebanyak 16 orang (26,2%) dengan jenis kelamin terbanyak pada laki-laki yaitu sebanyak 57 orang (93,4%). Responden yang memiliki masa kerja terbanyak yaitu 7-8 tahun sebanyak 18 orang (29,5%), responden yang bekerja selama 8 jam sebanyak 59 orang (96,7%), dan responden yang merokok sebanyak 42 orang (68,9%). 3. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 61 pekerja, terdapat 35 orang (57,4%) sebelum bekerja di PLTU mengalami keluhan saluran pernafasan dan terdapat sebanyak 56 orang (91,8%) yang mengalami keluhan saluran pernafasan setelah bekerja di PLTU.
Universitas Sumatera Utara
6.2 Saran 1. Pihak PLTU Labuhan Angin diharapkan lebih memperhatikan kesehatan para pekerja terutama pekerja yang melakukan aktivitas pada kawasan batubara. 2. Pihak PLTU Labuhan Angin diharapkan dapat tetap mempertahankan kualitas udara tidak melewati batas baku mutu emisi sumber tidak bergerak bagi usaha dan/atau kegiatan pembangkit tenaga listrik termal. 2. Bagi para pekerja batubara di PLTU Labuhan Angin sebaiknya menggunakan masker ketika sedang melakukan kegiatan di kawasan batubara sebagai upaya pencegahan terhadap keluhan saluran pernafasan. 3. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan melakukan pengukuran dalam jangka waktu yang lebih lama agar mendapatkan hasil yang representatif.
Universitas Sumatera Utara