BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pengolahan data sekunder menggunakan hasil study screening dan laporan monitoring evaluasi BPDAS Brantas tahun 2009 – 2010. Analisis data dilakukan sejak bulan Desember 2011 – Mei 2012 di Laboratorium Hidrologi Hutan dan Daerah Aliran Sungai, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Observasi lapang dilakukan untuk mengetahui kondisi di lapangan dilaksanakan pada bulan Februari – Maret 2012 di Model DAS Mikro (MDM) Curah Clumprit, Stasiun Pengamatan Arus Sungai (SPAS), Sub DAS Melamon di titik kordinat 7°59’22” LS dan 112°34’15” BT, DAS Brantas bagian hulu, yang terletak di Desa Jedong, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Barat. 3.2
Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian yaitu:
1.
GPS (Global Potitioning System) untuk mengetahui koordinat tempat penelitian.
2.
AWLR (Automatic Water Level Recorder) untuk mengetahui tinggi muka air harian pada SPAS.
3.
Meteran untuk mengukur ukuran penampang bangunan SPAS.
4.
Pelampung setengah terapung untuk mengukur kecepatan aliran air.
5.
Stopwatch untuk mengukur waktu tempuh pelampung.
6.
Botol sampel untuk mengambil sampel air dan diberi label keterangan.
7.
Kertas saring sedimentasi yang diberikan keterangan tanggal, tinggi muka air (TMA), dan volume air sampel.
8.
Timbangan untuk mengukur sedimentasi.
9.
Ombrometer untuk mengetahui curah hujan harian di lokasi SPAS.
10. Seperangkat komputer dengan sistem operasi Microsoft Xp yang dilengkapi software ERDAS 9, ArcView GIS 3.2 dengan berbagai Extentions yang dibutuhkan dalam pengolahan data spasial, Tank Model GA Optimizer, Minitab 14, dan Microsoft Office Excel 2007.
8
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian meliputi data primer dan sekunder sebagai berikut: 1.
Data monitoring BP DAS (2009-2010): - Tinggi muka air (TMA) menggunakan AWLR - Curah hujan dari ombrometer - Kondisi umum area kajian (sumber : BPDAS Brantas 2010)
2.
Data hidrologi di lapangan pada Januari – Maret 2012: - Tinggi muka air (TMA) harian - Kecepatan aliran air - Konsentrasi sedimen menggunakan sampel air
3.
Data spasial (Sumber : BP DAS Brantas 2010): - Peta digital tutupan lahan - Peta digital sungai - Peta digital kontur - Peta digital tanah
3.3
Tahapan Penelitian Penelitian dilakukan melalui tahapan kegiatan :
1.
Pengumpulan data sekunder yang terkait dengan MDM Curah Clumprit SPAS Jedong, Sub DAS Melamon, Kabupaten Malang seperti kondisi umum daerah, data tata air meliputi data curah hujan, dan tinggi muka air (TMA).
2.
Pengumpulan data primer lapangan (curah hujan, TMA, kecepatan aliran, dan konsentrasi sedimen).
3.
Pengukuran debit aliran dilakukan terlebih dahulu dengan melakukan pengukuran bentuk bangunan SPAS, pengukuran tinggi muka air sungai dengan alat AWLR atau meteran, dan mengukur kecepatan aliran sungai menggunakan stopwatch dan pelampung dengan tiga kali ulangan.
4.
Pengambilan
sampel
air
untuk
pengukuran
besar
sedimen
aliran
menggunakan bantuan kertas saring, perhitungan nilai sedimen menggunakan alat timbangan. 5.
Mencari nilai korelasi dan rating curve antara debit aliran dengan tinggi muka air, antara debit aliran dengan laju sedimen dan hubungan curah hujan dengan debit aliran yang terdapat pada SPAS Jedong menggunakan data sekunder.
9
6.
Mencari nilai koefisien limpasan dari grafik hidrograf harian untuk mencari hubungan curah hujan menurut waktu terhadap debit aliran air (m3/s).
7.
Pengolahan data curah hujan, evapotranspirasi, dan debit aliran sebagai data masukan Tank Model.
8.
Pengolahan data menggunakan Tank Model.
9.
Analisis grafik hubungan antara debit aliran, tinggi muka air dan laju sedimen.
10. Menghitung besarnya laju sedimen menggunakan model MUSLE. 11. Mencari nilai korelasi antara laju sedimen observasi dengan laju sedimen hasil perhitungan menggunakan MUSLE. 3.4
Analisis Data
3.4.1 Analisis Curah Hujan Analisis data curah hujan dilakukan dengan melakukan tabulasi curah hujan bulanan rata-rata, curah hujan tahunan, menganalisis sebaran bulan basah dan bulan kering setiap tahun serta dilakukan analisis korelasi antara curah hujan dan debit untuk mengetahui sejauh mana curah hujan berpengaruh terhadap besar debit aliran. 3.4.2 Analisis Hubungan Tinggi Muka Air dengan Debit Aliran Selama satu hari data tinggi muka air (TMA) diambil sebanyak tiga kali yaitu pukul 08.00, 12.00, dan 17.00 WIB. Untuk menghitung debit digunakan metode pelampung dengan melakukan minimal tiga kali ulangan kecepatan untuk masing-masing tinggi muka air, sehingga diperoleh kecepatan rata-rata dari pelampung. Dalam perhitungan debit aliran digunakan persamaan Manning yang menganggap suatu penampang melintang seragam, kekasaran dasar sungai yang tidak berubah dan menggunakan aliran tetap yang seragam. Debit aliran diperoleh dari hasil perkalian kecepatan aliran rata-rata (m3/s) dengan luas penampang sungai (m). Pengukuran debit aliran dilakukan dengan tiga kali ulangan pada tinggi muka air yang berbeda sehingga diperoleh hubungan antara debit aliran dengan tinggi muka air dari penampang sungai tersebut dalam sebuah discharge rating curve atau lengkung aliran.
10
3.4.3 Analisis Hidrograf Bentuk hidrograf dapat ditandai dengan tiga sifat pokoknya, yaitu waktu naik (time of rise), debit puncak (peak discharge), dan waktu dasar (time of base). Waktu naik (Tp) adalah waktu yang diukur dari saat hidrograf mulai naik sampai waktu terjadinya debit puncak. Debit puncak adalah debit maksimum yang terjadi dalam suatu kasus tertentu. Waktu dasar (Tb) adalah waktu yang diukur dari saat hidrograf mulai naik sampai waktu dimana debit kembali pada suatu besaran yang ditetapkan. 3.4.4 Pengolahan Data Evapotranspirasi Metode Penman-Monteith adalah salah satu metode yang digunakan untuk menentukan besarnya evapotranspirasi potensial dari permukaan air terbuka dan permukaan vegetasi yang menjadi kajian. Model ini membutuhkan lima parameter iklim yaitu suhu, kelembaban relatif, kecepatan angin, tekanan uap jenuh dan radiasi netto. Model persamaan Penman-Monteith sebagai berikut: ETp =
. ........................................................... (1)
Keterangan: ETp
= Evapotranspirasi potensial (kg/m2) atau (mm/s)
Rn
= Radiasi netto (kW/m2)
∆
= Slope fungsi tekanan uap jenuh (Pa/°C)
γ
= Konstanta Psychometric (Pa/°C)
G
= Konduktivitas thermal kedalam tanah (kW/m2)
ea-ed
= Defisit tekanan jenuh udara (kPa)
Mw
= Massa molekul air (0,018 kg/mol)
R
= Konstanta gas (8,31x10-3 kJ/mol/K) = Suhu (K)
rv
= Tahanan kanopi (det/m)
3.4.5 Pengolahan Data Input Tank Model Data masukkan kedalam Tank Model adalah debit sungai (Q), evapotranspirasi (ET) dan curah hujan (CH). Hasil keluaran dari Tank Model adalah memperoleh data surface flow, intermediate flow, sub-base flow, dan base
11
flow. Selain memperoleh data aliran juga memperoleh nilai parameter Tank Model, indikator keandalan model, keseimbangan air, kurva hidrograf, regresi, dan aliran hitung. Semua disimpan dalam format data (*.txt) dan metafile (*.wmf).
Gambar 1 Skema representasi Tank Model.
Dari Gambar 1 dapat dilihat model ini tersusun atas 4 (empat) reservoir vertical, yaitu bagian atas mempresentasikan surface reservoir (A), dibawahnya intermediate reservoir (B), kemudian sub-base reservoir (C), dan paling bawah base reservoir (D). Lubang outlet horizontal mencerminkan aliran air, yang terdiri dari surface flow (Ya2), sub-surface flow (Ya1), intermediate flow (Yb1), sub-base flow (Yc1), dan base flow (Yd1). Infiltrasi yang melalui lubang outlet vertical dan aliran yang melalui lubang outlet horizontal tank dikuantifikasikan oleh parameter-parameter Tank Model. Aliran ini hanya terjadi bila tinggi air pada masing-masing reservoir (Ha, Hb, Hc, dan Hd) melebihi tinggi lubangnya (Ha1, Ha2, Hb1, dan Hc1). Data curah hujan dalam satuan mm/hari akan digunakan sebagai salah satu data input Tank Model. Setiawan (2003) menyatakan secara global persamaan keseimbangan air Tank Model adalah sebagai berikut: = P(t) – ET(t) – Y(t) ................................................................................ (2) Dimana, H adalah tinggi air (mm), P adalah hujan (mm/hari), ET adalah evapotranspirasi (mm/hari), Y adalah aliran total (mm/hari), dan t adalah waktu
12
(hari). Pada standar Tank Model terdapat 4 tank, sehingga persamaan di atas dapat ditulis sebagai berikut: =
+
............................................................. (3)
Aliran total merupakan penjumlahan dari komponen aliran yang dapat ditulis sebagai berikut: Y(t) = Ya(t) + Yb(t) + Yc(t) + Yd(t) ............................................................ (4) Lebih rinci lagi keseimbangan air dalam setiap reservoir dapat ditulis sebagai berikut: = P(t) – ET(t) – Ya(t) ........................................................................... (5) = Yao(t) – Yb(t) .................................................................................... (6) = Ybo (t) – Yc(t) ................................................................................... (7) = Yco(t) – Yd(t) .................................................................................... (8) Dimana Ya,Yb, Yc, dan Yd adalah komponen aliran horizontal dari setiap reservoir, dan Yao, Ybo, dan Yco adalah aliran vertikal (infiltrasi) setiap tank (A,B dan C). 3.4.6 Analisis Hubungan Debit Aliran dengan Laju Sedimen Beban angkutan sedimen diturunkan dari data laju sedimen melalui persamaan yang menggambarkan hubungan antara debit aliran dengan beban angkutan sedimen yang nilainya didapat berdasarkan pengukuran dengan alat bantu timbangan atau bisa juga menggunakan turbiditymeter, dimana satuan untuk sedimen adalah ppm atau mg/liter. Dengan asumsi bahwa konsentrasi sedimen merata pada seluruh bagian penampang melintang sungai maka laju sedimen dapat dihitung sebagai hasil perkalian antara konsentrasi dengan debit aliran (Asdak 2002) yaitu:
13
Qs = 0,0864
C
Q .......................................................................................... (9)
Keterangan: Qs = Laju sedimen (ton/hari) Q = Debit aliran (m3/s) C = Konsentrasi sedimen (ppm atau mg/l) 3.4.7 Analisis Laju SedimenMetode MUSLE (Modified Universal Soil Loss Equation) Adapun yang digunakan untuk menduga laju sedimen dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode MUSLE dan jumlah sedimen yang terbawa oleh aliran lateral dengan base flow. Metode MUSLE merupakan sebuah metode yang digunakan untuk menduga laju sedimen yang merupakan metode yang dikembangkan dari metode yang sudah ada sebelumnya yakni metode USLE. MUSLE tidak menggunakan faktor energi hujan sebagai trigger penyebab terjadinya erosi melainkan menggunakan faktor limpasan permukaan sehingga MUSLE tidak memerlukan faktor SDR. Faktor limpasan permukaan mewakili energi yang digunakan untuk penghancurandan pengangkutan sedimen. Persamaan untuk menghitung jumlah sedimen yang berasal dari Hydrology Response Unit (HRU) adalah sebagai berikut (William 1975 dalam Neitsch et al. 2005): Sed’ = 11.8.(Qsurf.qpeak.areahru)0.56.K.L.S.C.P ................................................ (10) Keterangan: Sed’
= Jumlah sedimen dari sub DAS (ton)
Sed
= Jumlah sedimen yang masuk sungai (ton)
sed′
= Jumlah sedimen yang masuk sungai hari sebelumnya (ton)
q
= Puncak laju run off (m /s)
stor,i-1
3 peak
Q
= Run off (mm)
surf
area
= Luas sub DAS (ha)
K
= Faktor erodibilitas tanah
C
= Faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman
hru
14
P
= Faktor tindakan-tindakan khusus konservasi tanah
LS
= Faktor topografi Aliran lateral dan base flow juga membawa sedimen masuk ke dalam
sungai. Jumlah sedimentasi yang berasal dari aliran lateral dan base flow dihitung dengan persamaan berikut :
sedlat
(Qlat
Qgw ).areahru .concsed 1000
..................................................... (11)
Keterangan: Qlat
= Lateral flow (mm)
Qgw
= Base flow (mm)
areahru = Luas sub DAS (km2) concsed = Konsentrasi sedimen yang berasal dari lateral dan base flow (mg/l).